KATA PENGANTAR
Dengan mempertimbangkan kemampuan dan potensi yang ada pada segenap tim penyusun
pekerjaan Penyiapan Site Plan Kawasan Industri pada Kaki Kaki Jembatan Sisi Madura
(KKJSM). maka pada penysunan Laporan Pendahuluan ini kami mengelaborasi materi yang
sifatnya makro dan mikro termasuk dalam rangka perubahan paradigma.
Laporan Pendahuluan ini sifatnya sangat metodologis, maka keberadannya akan menjadi
sangat peting sebagai landasan bagi kegiatan selanjutnya seperti Laporan Antara, Laporan
Draft Final dan Laporan Final. .Karakteristik kajian ini diwarnai oleh pembahasan seputar KAK
(Kerangka Acuan Kerja) dari pekerjaan ini ataupun upaya melakukan tanggapan dan
sekaligus mengelaborasi kedalam metodologi dan rencana kerja.
Kedalaman nateri dari pekerjaan ini akan ditandai oleh adanya unsur atau komponen hijau
(green component) yang memberikan nafas pada pekerjaan sebagai kawasan industri yang
ramah lingkungan atau dikenalsebagai eco-industry.
Akhirnya. Semoga pembahasan secara singkat ini dapat bermanfaat bagi pelaku-pelaku
pembangunan terkait lainnya. Terimakasih
Pemimpin Tim
(M.Saefudin)
II
D A F T A R ISI
KATA PENGANTAR .j
DAFTAR ISI -j i
DAFTAR BAGAN -vj
DAFTAR TABEL -v jjj
BABI PENDAHULUAN
2.2.1. NASIONAL - 21
A. Pengertian dan Payung Hukum - 21
B. Jenis-Jenis Industri -23
BAB V
PARAMETER PERENCANAAN KAWASAN EKO INDUSTRI
5.1.1. Konsep Green Factory Sebagai Bentuk Konservasi Energi Pada Bangunan Gedung -1
5.1.2. Parameter green building untuk melandasi pengertian Eco-Industrial Park (EIP) -4
A. Parameter kesehatan lingkungan -4
B. Parameter desain yang ramah lingkungan -5
BAB VI
SKENARIO KONSEP PENGEMBANGAN INDUSTRI DI KKJSM
6.4.2. Skenario konservasi energi terhadap pengelolaan air pada bangunan hijau-
pada kawasan eco-industri -15
A. Problematik -21
V
0O0
VI
DAFTAR BAGAN
DAFTAR TABEL
• Tabel ll-l : Rencana Pola Ruang Kawasan Kaki Jembatan Sisi Madura, Hingga 2027 -1 9
oOo
v
1
BAB I
PENDAHULUAN
Maksud dari pelaksanaan kegiatan Penyiapan Site Plan Kawasan industri KKJS Madura
adalah mengembangkan Kawasan Industri KKJS Madura sebagai kawasan eco-industry dan
ditunjang dengan tujuan untuk menyusun Site Plan Kawasan Industri di KKJS Madura untuk
mewujudkan suatu kawasan eco-indutry dengan pencapaian :
o Teridentifikasinya potensi dan masalah pengembangan kawasan industri di KKJSM;
o Terumuskannya konsep pengembangan kawasan eco-industry KKJSM;
o Terumuskannya jenis-jenis industri, jenis kegiatan industri, sarana dan prasarana
pendukung & kebutuhan infrastruktur, utilitas dan sanitasi di kawasan industri KKJSM;
o Tersusunnya rancangan tapak kawasan industri skala 1:1.000;
o Tersusunnya infrastruktur dan RTH kawasan dalam skala 1:1000;
3
A. Lingkup Wilayah
Lingkup Wilayah dalam Kegiatan Penyiapan Site Plan Kawasan Industri KKJS Madura
dilaksanakan pada blok kawasan industri di KKJS Madura dan dalam proses
penyusunan konsultan dapat mengusulkan rencana pelaksanaan kegiatan di lokasi
lainnya, terkait dengan pengumpulan data dan informasi, FGD dan workshop.
B. Lingkup Kegiatan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam pekerjaan Penyiapan Site Plan Kawasan Industri
KKJS Madura ini meliputi:
• Survey lapangan yang mencakup survey geologi dan hidrologi, survey topografi
dan pemetaan lahan.
• Analisis jenis dan kegiatan industri serta kebutuhan sarana dan prasarana
pendukung kawasan eco-industry di KKJS Madura;
• Analisis rencana sistem infrastruktur, utilitas dan sanitasi kawasan dalam RDTR
KKJS Madura dengan kondisi eksisting kawasan;
4
&
po ten si
MASALAH
ARAHAN
PENGELOLA- KONSEP ECO
A INDUSTRY
INFRASTRUK- RANCANGAN
Aliran kegiatan dari komponen sasaran , dapat disimak pada bagan 1-4 dibawah ini :
Secara singkat dan padat, akan disajikan komponen kebijakan dan komponen terkait lainnya
sebagaimana tersebut dibawah in i:
(1) Sistim perkotaan nasional terdiri atas PKN, PKW, dan PKL
(2) PKN dan PKW tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(3) PkL ditetapkan dengan Pertauran Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi berdasarkan usulan pemerintah kabupaten/kota, setelah dikonsultasikan
dengan Menteri.
Sebagai pusat pelayanan perkembangan kegiatan budi daya, baik dalam wilayahnya
maupun wilayah sekitarnya, pusat perkotaan nasional mempunyai fungsi:
a. ekonomi, yaitu sebagai pusat produksi dan pengolahan barang;
b. jasa perekonomian, yaitu sebagai pusat pelayanan kegjatan keuangan/bank,
dan/atau sebagai pusat koleksi dan distribusi barang, dan/atau sebagai pusat
simpul transportasi, pemerintahan, yaitu sebagai pusat jasa pelayanan
pemerintah; dan
c. jasa sosial, yaitu sebagai pusat pemerintahan, pusat pelayanan pendidikan,
kesehatan, kesenian, dan/atau budaya.
Agar pelayanan prasarana dan sarana dapat menjangkau seluruh masyarakat termasuk yang
tinggal di kawasan perdesaan, ketentuan tentang pengembangan kawasan perkotaaan dalam
Peraturan Pemerintah ini perlu ditindaklanjuti dengan pengembangan kawasan perdesaan.
Kawasan perdesaan juga memiliki fungsi yang sama sebagai pusat pelayanan perkembangan
kegiatan budi daya meskipun dalam skala kegiatan yang lebih kecil dan terbatas.
Kawasan perdesaan merupakan desa yang mempunyai potensi cepat berkembang dan dapat
meningkatkan perkembangan desa di sekitarnya. Dengan demikian, pemanfaatan ruang
kawasan perdesaan diarahkan untuk melayani berbagai perkembangan kegiatan usaha
dan/atau kegiatan ekonomi, dan permukiman masyarakat perdesaan baik di desa tersebut
maupun desa di sekitarnya.
Pengembangan kawasan perdesaan diselaraskan dengan pusat perkotaan nasional yang
melayaninya sehingga secara keseluruhan pusat perkotaan nasional saling terkait dan
berjenjang, serta saling sinergis dan saling menguatkan perkembangan kota dan desa.
(1) Sistim perkotaan nasional terdiri atas PKN, PKW, dan PKL.
(2) PKN dan PKW tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(3) PkL ditetapkan dengan Pertauran Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi berdasarkan usulan pemerintah kabupaten/kota, setelah dikonsultasikan
dengan Menteri.
Penjelasan ayat (1)
Pengembangan pusat perkotaan nasional dilakukan secara selaras, saling memperkuat, dan
serasi dalam ruang wilayah nasional sehingga membentuk satu sistem yang menunjang
pertumbuhan dan penyebaran berbagai usaha dan/atau kegiatan dalam ruang wilayah
nasional.
Pengembangan pusat perkotaan nasional diserasikan dengan sistem jaringan transportasi,
sistem jaringan prasarana dan sarana, dan memperhatikan peruntukkan ruang kawasan
3
budidaya di wilayah sekitarnya, baik yang ada sekarang maupun yang direncanakan sehingga
pengembangannya dapat meningkatkan kualitas pemanfaatan ruang yang ada.
Dalam pusat perkotaan nasional dikembangkan kawasan untuk peningkatan kegiatan
ekonomi, sosial, budaya dan pelestarian lingkungan hidup secara hafmonis, serta jaringan
prasarana dan sarana pelayanan penduduk yang sesuai dengan kebutuhan dan menunjang
fungsi pusat perkotaan dalam wilayah nasional.
Sebagai pusat pelayanan perkembangan kegiatan budi daya, baik dalam wilayahnya maupun
wilayah sekitarnya, pusat perkotaan nasional mempunyai fungsi:
Agar pelayanan prasarana dan sarana dapat menjangkau seluruh masyarakat termasuk yang
tinggal di kawasan perdesaan, ketentuan tentang pengembangan kawasan perkotaaan
dalam Peraturan Pemerintah ini perlu ditindaklanjuti dengan pengembangan kawasan
perdesaan. Kawasan perdesaan juga memiliki fungsi yang sama sebagai pusat pelayanan
perkembangan kegiatan budi daya meskipun dalam skala kegiatan yang lebih kecil dan
terbatas.
Kawasan perdesaan merupakan desa yang mempunyai potensi cepat berkembang dan dapat
meningkatkan perkembangan desa di sekitarnya. Dengan demikian, pemanfaatan ruang
kawasan perdesaan diarahkan untuk melayani berbagai perkembangan kegiatan usaha
dan/atau kegiatan ekonomi, dan permukiman masyarakat perdesaan baik di desa tersebut
maupun desa di sekitarnya.
Akan berbasis pada prinsip wawasan nusantara yaitu merupakan cara pandang
terhadap wilayah nusantara sebagai satu kesatuan poleksosbudhankam-ling.
Aspek ini akan dimanifestasikan ke dalam kerangka strategis Penataan Ruang
Nasional, yang berorientasi kepada : Investasi/Ekonomi, Keseimbangan Antar
wilayah dan Keberlanjutan Lingkungan dan Pemantapan Teritorial NKRI yang
4
Dalam konteks ini, kerangka strategis penataan ruang pemantapan teritorial NKRI
tidak dapat diberlakukan pada kawasan kaki jembatan Suramadu karena bukan
sebagai kawasan perbatasan. Namun bila kawasan kaki jembatan Suramadu ini
berperan sebagai KSN, peran strategis sebagai KSN perlu dikembangkan terutama
dalam konteks kepentingan hankam dan pengembangan pulau-pulau yang ada
disekitarnya.
akan menjadi input bagi perumusan kebijakan dan strategi pengembangan wilayah
nasional dan wilayah KSN yang ditetapkan atas fdasar tipologi yang terkait dengan 5
sudut pandang yaitu :
• pertahanan keamanan,
• pertumbuhan ekonomi
• Sosial budaya
• Pendayagunaan sumberdaya alam dan/ atau teknologi tinggi,
• Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
> Penegasan adanya standar pelayanan minimal yang harus dipenuhi dalam
penyelenggaraan penataan ruang, antara lain :
o frekuensi dialog dengan masyarakat dalam penyusunan rencana tata
ruang,
o standar pelayanan minimal ruang terbuka hijau,
o standar pelayanan minimal simpangan/ deviasi antara rencana dan
implementasi rencana.
2) . Pemanfaatan ruang
> Pengaturan pemanfaatan ruang kawasan pasca kegiatan pertambangan (ex-
mining practices)
> Perlunya pengaturan eksternalitas negatif
> Pemanfaatan ruang untuk mixed use (pemanfaatan ruang campuran) harus
disesuaikan dengan fungsi utama kawasan
> Perlu pengaturan pemanfaatan ruang untuk angkutan umum yang
diprioritaskan, khususnya di kawasan perkotaan (misalnya pengaturan jalur
khusus seperti busway, angkutan jalan rel kota)
> Basis pengembangan sistem maritim, mengikuti aturan-aturan internasional
(ALKI)
> Perlu pengaturan yang tegas antara struktur ruang yang melayani internal
perkotaan dan struktur ruang yang melayani wilayah (antar kota)
> Struktur ruang wilayah nasional a.l dibentuk oleh ALKI, Jaringan Transportasi
dan Komunikasi Internasional
> Pengaturan pemanfaatan ruang sistem utilitas kota yang terpadu, terutama
di bawah tanah
> Pengaturan pemanfaatan ruang untuk pengembangan sutet dan saluran gas.
> Pembangunan mall sebagai ruang publik dilakukan sesuai dengan struktur
ruang kota (akan dirumuskan dengan memperhatikan area pelayanan-mulai
dari tingkat RW, Kecamatan sampai seterusnya).
> Pemberian akses yang memadai bagi pejalan kaki yang disesuaikan dengan
fungsi kawasan.
> Berkaitan dengan lembaga pengawasan dalam Penataan Ruang, perlu dikaji
secara jelass dan tegas berkaitan dengan kelembagaan pengawasan
penataan ruang yang berdiri sendiri.
> Fungsi-fungsi pengawasan yang melekat pada tiap tingkat wilayah, meliputi:
o Pemerintah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, PP,
Perpres, NSPM.
o Provinsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Ketentuan
Pelaksanaan NSPM.
o Kabupaten/kota melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
Ketentuan penerapan pelaksanaan NSPM secara lokal.
4). Sanksi
MP3EI dirumuskan pada era Kabinet Indonesia Bersatu, periode II, dengan semangat
"Business as Not Usual". Semangat ini tercermin dalam 3 hal, yaitu:
• MP3EI mengedepankan terobosan Strategi dan kebijakan. Titik berat
pendekatannya pada solusi, bukan pada pendekatan masalah yang dihadapi.
• MP3EI menitikberatkan pada percepatan transformasi Ekonomi dengan
pendekatan peningkatan value added, mendorong investasi, mengintegrasikan
sektoral dan regional, serta memfasilitasi percepatan investasi swasta sesuai
kebutuhannya.
• MP3EI mendengarkan masukan dan pendapat dari seluruh pemangku kepentingan,
termasuk pelaku usaha dan pemerintah daerah.
8
Disamping hal tersebut diatas, MP3EI juga mempunyai 3 (tiga) strategi utama yang
dioperasionalisasikan dalam inisiatif Strategie.
Strategi pertama :
Adalah pengembangan potensi melalui 6 koridor ekonomi yang dilakukan dengan cara
mendorong investasi BUMN, Swasta Nasional dan FDI dalam skala besar di 22 kegiatan
ekonomi utama. Penyelesaian berbagai hambatan akan diarahkan pada kegiatan
ekonomi utama sehingga diharapkan akan terjadi peningkatan realisasi investasi untuk
memacu pertumbuhan ekonomi di 6 koridor ekonomi.Berdasarkan potensi yang ada,
maka sebaran sektor fokus dan kegiatan utama di setiap koridor ekonomi, diantaranya
sebagai berikut:
Sumatera : Kelapa Sawit, Karet, Batubara, Besi-Baja, JSS
Jawa : Industri Makanan Minuman, Tekstil, Permesinan, Transportasi,-
Perkapalan, Alutsista, Telematika, Metropolitan Jadebotabek
Kalimantan : Kelapa Sawit, Batubara, Alumina/Bauksit, Migas, Perkayuan, Besi-
Baja
Sulawesi : Pertanian Pangan, Kakao, Perikanan, Nikel, Migas
Bli NTT : Pariwisata, Peternakan, Perikanan
Papua-K.Maluku: Food Estate, Tembaga, Peternakan, Perikanan, Migas, Nikel
Strategi kedua,
Meemperkuat konektivitas nasional melalui sinkronisasi rencana aksi nasional untuk
merevitalisasi kinerja sektor riil. Untuk itu akan ditetapkan jadwal penyelesaian masalah
peraturan nasional dan infrastruktur utama nasional. Menurut laporan Menko
Perekonomian, berdasarkan hasil diskusi dengan para pemangku kepentingan,
khususnya dunia usaha, teridentifikasi sejumlah regulasi dan perijinan yang
memerlukan debottlenecking yang meliputi:
• Mempercepat penyelesaian peraturan pelaksanaan undang-undang
• Menghilangkan tumpang tindih antar peraturan yang sudah ada baik ditingkat pusat
dan daerah, maupun antara sektor/lembaga
• Merevisi atau menerbitkan peraturan yang sangat dibutuhkan untuk mendukung
strategi MP3EI (seperti Bea keluar beberapa komoditi)
• Memberikan insentif kepada kegiatan-kegiatan utama yang sesuai dengan strategi
MP3EI
• Mempercepat dan menyederhanakan proses serta memberikan kepastian perijinan
Strategi ketiga,
Pengembangan Center of Excellence di setiap koridor ekonomi. Dalam hal ini akan
didorong pengembangan SDM dan IPTEK sesuai kebutuhan peningkatan daya saing.
Percepatan transformasi inovasi dalam ekonomi yang dilakukan melalui:
• Pengembangan modal manusia berbasis ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi
secara terencana dan sistematis.
• Memasukkan unsur Sistem Inovasi Nasional (SINAS) dan berbagai upaya
transformasi inovasi dalam kegiatan ekonomi.
Adapun Inisiatif Strategiknya adalah sebagai berikut:
• Revitalisasi Puspitek sebagai Science and Technology Park
• Pengembangan Industrial Park
• Pembentukan klaster inovasi daerah untuk pemerataan pertumbuhan
• Pengembangan industri strategis pendukung konektivitas
• Penguatan aktor inovasi (SDM dan Inovasi).
MP3EI diharapkan akan menjadi sebuah jalan bagi bangsa Indonesia untuk menjadi
kekuatan utama dunia. Melalui 4 strategi utama yang kemudian dijabarkan dalam
inisiatif strategik tersebut, Indonesia berupaya menjadi negara maju dan merupakan
kekuatan 12 besar dunia dengan visi tahun 2025 terkait dengan pengembangan wilayah
diarahkan sebagai berikut:
Dalam konteks diatas, target MP3EI tertuang pada 8 Program Utama dan 18 Aktivitas
Ekonominya, yaitu :
1. INDUSTRI (6)
4. KELAUTAN (1)
- P e n g e m b a n g a n In d u s tri B a ja
- P e n g e m b a n g a n P e rik a n a n
- P e n g e m b a n g a n In d u s tri M a k a n a n - M in u m a n
Tra n s p o rta s i
- P e n g e m b a n g a n In d u s tri P e r k a p a la n
6. TELEKO M UNIKASI (1)
- P e n g e m b a n g a n T e le m a t ik a
- P e n g e m b a n g a n F o o d Estate
- P e n g e m b a n g a n p e n g o la h a n b a u k s it 8. KAWASAN (2)
- M e t r o p o lit a n Ja b o d e ta b e k
3. PERTANIAN (21 - Je m b a ta n S e la t S u n d a
- P e n g e m b a n g a n K e la p a S a w it
- P e n g e m b a n g a n K a re t
Pengembangan penataan ruang dalam provinsi Jawa Timur tidak dapat dilepaskan
dengan sistem metropolitan dari beberapa kota utamanya yang bergabung sebagai GKS
(Gerbangkertasusila) plus mengingat telah berkembangnya wilayah-wilayah pinggiran
(urban fringe area) yang mampu menyokong perkembangan kota intinya.
Dalam konteks pengembangan produk RDTR pada kawasan sekitar jembatan Suramadu
yang dikenal sebagai Kawasan Kaki Jembatan Sisis Madura (KKJSM) yang berlokasi di
kabupaten Bangkalan-Madura maupun sisi Surabaya-nya, menunjukkan bahwa wilayah
ini mempunyai keterkaitannya dengan struktur makro yang tinggi sebagaimana tersebut
dibawah in i:
• Kabupaten Bangkalan masuk dalam satu kesatuan wilayah Pulau Jawa - Bali. Untuk
mendukung peran Kabupaten Bangkalan sebagai PKN, dalam Rencana Tata Ruang
(RTR) Pulau Jawa-Bali, arahan kebijakan pembangunan Kabupaten Bangkalan
diarahkan pada pengembangan kegiatan jasa pemerintahan, perdagangan dan
industri. Ilustrasinya dapat dilihat pada bagan dibawah in i:
11
Bagan diatas membawa pada konstelasi tata ruang Kabupaten Bangkalan dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Timur yang termasuk dalam :
o Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) I
o dan sebagian Kabupaten Bangkalan masuk dalam Surabaya Metropolitan
Area (SMA). SMA, meliputi:
'K sebagian Gresik (Cluster Gresik),
'K sebagian Sidoarjo (Cluster Sidoarjo),
'K sebagian Bangkalan (Cluster Bangkalan)
'K dan Surabaya (Cluster Surabaya) berpusat pada Surabaya
Arahan pengembangan untuk kegiatan :
'K industri,
'K perdagangan dan jasa,
'K dan kegiatan pelayanan pemerintahan Regional Jawa Timur.
Cluster Bangkalan berpusat pada Kawasan Kaki Jembatan Suramadu Sisi Madura.
Sebagai salah satu cluster dalam SMA, Bangkalan harus dapat menarik investasi
yang masih cenderung memusat di Surabaya, Gresik dan Sidoarjo.
12
Bersumber pada penjelasan penataan ruang pada RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009-
2014, disebutkan bahwa diperlukan Program Pem antapan Koordinasi dan
Sinkronisasi Penataan Ruang yang bertujuan memantapkan struktur ruang
wilayah Propinsi Jawa Timur, dan melaksanakan pemanfaatan ruang secara
konsisten sesuai peruntukannya, dengan prinsip pembangunan berkelanjutan,
melalui koordinasi dan sinkronisasi program pembangunan antar-sektor dan antar
wilayah.
Kebijakan yang dikembangkan didasarkan pada tujuan dan penugasan pada BPWS
selaku pelaku utama dan diarahkan mampu merumuskan hal-hal sebagai berikut:
a. Menagakomodasikan isu-isu utama :
PKN menjadi pusat regional skala kabupaten dan menjadi kutub pertumbuhan
utama pada seluruh wilayah Kabupaten Bangkalan.
Kawasan ini telah ditetapkan penggunaannya sebagai kawasan khusus. Ketentuan kawasan
khusus adalah lokasinya jauh dari kegiatan umum perkotaan, dimana masyarakat umum
tidak diijinkan memakai atau menempati lahan yang ada.
18
Kondisi internal dari KKSJM dapat diketahui berdasarkan hasil kajian yang dikembangkan
dibawah ini dan hasil survey dilapangan, yaitu :
Kegiatan penyusunan rencana tata ruang KKJS Madura sudah dilakukan sebelumnya oleh
Departemen Pekerjaan Umum melalui kegiatan Bantuan Teknis Pelaksanaan Penataan
Ruang KKJS Madura. Pekerjaan yang dilakukan BP-BPWS adalah melanjutkan pekerjaan
tersebut. Oleh karena itu, pada sub bab ini akan diuraikan sejauhmana penyusunan rencana
tata ruang KKJS Madura yang telah dilakukan sebelumnya. Bantek pelaksanaan penataan
ruang KKJS Madura ini memuat rencana-rencana :
Daya tampung penduduk ideal di KKJS Madura adalah 35.120 - 87.800 jiwa, untuk itu
rencana distribusi penduduk hingga tahun 2027 direncanakan tidak melebihi 200.000 jiwa
dengan ketentuan sebagai berikut dibawah in i:
19
Luas
No Pola Ruang Lokasi
Ha %
r1
......... -....................... - ............................- ___ ______ _________ ___________ i
j
Jumlah 525,00 100
; ■
Sum ber: Buku Kegiatan Bantek Pelaksanaan Penataan Ruang Kawasan Sekitar Jembatan Suramadu, 2 0 0 Q.
• € • • •
GAMBARANAWAL
Ja la n b e rb a tu k a p u r
Intetsectkm p e rta m a ta p a k
Bagan 11-7 : Blok RDTR-KKJSM
View d a ri o v e rp a s s k e d u a
P e m u k im a n B a n g k a la n tfid a la m ta p a k
2.2.1. NASIONAL
Secara umum, pada dasarnya sudut pandang yang sering dibahas dalam masalah Lokasi
Industri adalah karena adanya faktor aglomerasi dan deglomerasi.
U U NO 25/2007
T T G PENANAMAN MODAL
• INDUSTRI PRIORITASTINGGI
• INDUSTRI PIONIR
• INDUSTRI YANG DIBANGUN
DIDAERAH TERTINGGAL,
TERPENCIL, PERBATASAN ATAU
DAERAH IAIN
> INDUSTRI YANG MELAKUKAN
LITBANG DAN INOVASI
• INDUSTRI YANG M EM BANG UN
INFRASTRUKTUR
Dari Bagan diatas menunjukkan bahwa terdapat beberapa katagori jenis industri dan
keterlibatan beberapa pelaku termasuk pihak pemda maupun pihak uinvestor dimana
pemerintah pusat menyediakan fasilitas pemerintah supaya terjadi proses penanaman
moaai. Fasilitas pemerintah yang dimaksud dalam Peraturan Presiden ini adalah
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 18 dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal. Pemberian fasilitas dapat dilakukan peninjauan paling lama
setiap 2 (dua) tahun.
Dibawah ini akan dikutip penjelasan umum terkait dengan Perpres 28 tahun 2008 in, yaitu :
Dalam jangka panjang, pembangunan industri harus memberikan sumbangan sebagai
berikut:
a) Mampu memberikan sumbangan nyata dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat;
b) Membangun karakter budaya bangsa yang kondusif terhadap proses industrialisasi
menuju terwujudnya masyarakat modern, dengan tetap berpegang kepada nilai-nilai
luhur bangsa;
23
B. Jenis-Jenis Industri:
Penentuan Bangun Industri pada tahun 2025 dilakukan melalui beberapa analisis
pendekatan sebagai berikut:
a) Memilih industri yang memiliki daya saing tinggi, yang diukur berdasarkan analisis daya
saing internasional, untuk didorong agar tumbuh dan berkembang menjadi tulang
punggung sektor ekonomi di masa akan datang;
b) Memilih produk-produk unggulan daerah (provinsi,kabupaten/kota) untuk diolah dan
didorong agar tumbuh dan berkembang menjadi kompetensi inti industri daerah, dan
menjadi tulang punggung perekonomian regional;
c) Memilih dan mendorong tumbuhnya industri yang akan menjadi industri andalan masa
depan.
Klaster industri adalah sekelompok industri inti yang terkonsentrasi secara regional maupun
global yang saling berhubungan atau berinteraksi sosial secara dinamis, baik dengan industri
terkait, industri pendukung maupun jasa penunjang, infrastruktur ekonomi dan lembaga
24
terkait dalam meningkatkan efisiensi, menciptakan aset secara kolektif dan mendorong
terciptanya inovasi sehingga tercipta keunggulan kompetitif.
Penjelasan lebih lanjut dari keterangan diatas adalah :
S Industri Inti adalah industri yang menjadi basis dalam pengembangan klaster industri
nasional. Industri Penunjang adalah industri yang berperan sebagai pendukung serta
penunjang dalam pengembangan industri inti secara integratif dan komprehensif.
S Industri Prioritas adalah klaster industri yang memiliki prospek tinggi untuk dikembangkan
berdasarkan kemampuannya bersaing di pasar internasional, dan industri yang faktor-faktor
produksi untuk bersaingnya tersedia dengan cukup di Indonesia.
Dalam jangka panjang pembangunan industri diarahkan pada penguatan, pendalaman dan
penumbuhan klaster kelompok industri prioritas sebagai berikut:
• Industri Kreatif adalah proses peningkatan nilai tambah hasil daneksploitasi kekayaan
intelektual berupa kreatifitas, keahlian dan bakat individu menjadi suatu produk yang
dapat dijual sehingga meningkatkan kesejahteraan bagi pelaksana dan orang-orang yang
terlibat.
• Industri Kecil dan Menengah Tertentu; yang meliputi industri-industri pengolahan:
Industri Batu Mulia dan Perhiasan, Industri Garam Rakyat, Industri Gerabah dan Keramik
Hias, Industri Minyak Atsiri dan Industri Makanan Ringan.
• Kompetensi Inti Industri Daerah adalah sekumpulan keunggulan atau keunikan
sumberdaya termasuk sumber daya alam dan kemampuan suatu daerah untuk
membangun daya saing dalam rangka mengambangkan perekonomian Propinsi dan
Kabupaten/Kota menuju kemandirian.
Menumbuhkan industri baru yang potensial yang berbasis pada potensi sumber daya
nasional, yang memiliki potensi berkembang yang tinggi, khususnya yang berbasis SDA
(Sumber Daya Alam) terbarukan dan SDM berpengetahuan maupun keunggulan aspek
lain (kondisi geografi, luas bentang wilayah, kekayaan budaya, dan sebagainya) dalam
rangka menyuburkan industri.
Dengan diberlakukan otonomi daerah sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk membangun
daerahnya sesuai dengan potensi dan unggulan yang dimiliki. Agar pembangunan industri
di daerah dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif, maka diperlukan sinkronisasi arah
pembangunan industri antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah baik di
provinsi maupun kabupaten/kota.
• Komoditi unggulan yang mempunyai nilai tambah tinggi dan menimbulkan efek
pengganda akan didorong untuk menjadi kompetensi inti industri daerah, yang
merupakan kumpulan terintegrasi dari serangkaian keahlian dan teknologi dalam rangka
memproduksi komoditi unggulan yang merupakan akumulasi dari pembelajaran, yang
akan didorong bagi keberhasilan bersaing usaha di daerah.
• Yang dimaksud Industri Prioritas Tinggi yaitu industri prioritas yang berorientasi ekspor
dan menyerap tenaga kerja dan atau mampu mendukung secara signifikan kegiatan-
kegiatan ekonomi sebagai berikut:
o Pengembangan infrastruktur;
o Menanggulangi kemiskinan;
o Meningkatkan kemampuan industri pertahanan di dalam negeri.
• Sedangkan industri pionir adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi
nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta
memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.
Sedangkan mengenai permasalahan limbah industri yang menjadi input bagi perumusan
EIP (eco-lndustrial Park) KKJSM, dalam penjelasan umumnya yang dikutip dari Kepres No
28 Tahun 2008 ini adalah :
Proses pembangunan industri akan diarahkan untuk menerapkan prinsip-prinsip
pembangunan industri yang berkelanjutan yang didasarkan pada beberapa aspek
diantaranya :
S aspek pembangunan lingkungan hidup
S dan pengembangan teknologi.
Penjelasan dari program utama dengan aktivitas ekonominya (dokumen MP3EI) akan
membawa pada pengembangan industri kedepan sebagaimana visi industri sebagai berikut:
TAHAP PENGEMBANGAN
Proyek Diseminasi Pengembangan R a n ta i___ > Sistem Inovasi Nasional
IPTEK Nilai (SINas)
Bersumber pada penjelasan arah kebijakan industri RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009-2014
disebutkan bahwa dengan datangnya era Globalisasi ekonomi ini, menuntut produk Jawa
Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun
pasar internasional. Kurang kondusifnya lingkungan usaha memiliki implikasi besar terhadap
penurunan daya saing ekonomi, terutama sektor industri manufaktur, sebagai penyedia
berbagai macam produk, makanan, minuman, pakaian, sepatu, dan sebagainya, yang
menyerap banyak tenaga kerja.
Secara struktural, perekonomian Jawa Timur dikuasai oleh empat sektor utama yaitu sektor
pertanian, sektor industri, sektor perdagangan, dan sektor pertambangan dan penggalian.
Meski cukup dominan, sektor pertanian memiliki pertumbuhan relatif kecil sehingga
pangsanya cenderung menurun. Kenyataan ini tidak mengejutkan mengingat elastisitas
permintaan barang primer (termasuk pertanian) yang relatif kecil, serta perkembangan
teknologi yang mengakibatkan cakupan sektor pertanian beralih menjadi sektor
agroindustri, seperti pada kasus penggilingan padi.
Sektor perdagangan memiliki kontribusi yang relatif tidak stabil. Berbagai penelitian
dengan menggunakan pendekatan model multiplier menunjukkan, multiplier perdagangan
Jawa Timur relatif kecil. Hasil ini tidak terlalu mengherankan mengingat struktur ekonomi
28
regional yang memungkinkan tingginya mobilitas barang dan faktor produksi mengakibatkan
leakage (kebocoran) cukup besar dalam makro ekonomi Jawa Timur.
Mengingat kenyataan tersebut, pengembangan sektoral lebih efektif diorientasikan
pada sektor industri. Sebab, sektor industri merupakan penggerak utama perekonomian
wilayah, mengingat potensinya yang cukup besar dalam mengatasi masalah
ketenagakerjaan (pengangguran), persediaan permintaan domestik, serta linked
(keterkaitan) yang tinggi sektor industri dengan sektor lainnya baik secara backward maupun
forward.
Dengan pangsa rata-rata mencapai 25% dari PDRB, ekspektasi terhadap sektor industri
tidak terlalu berlebihan. Tahun 2007, pertumbuhan sektor industri mencapai 3,68%, dan
pada 2008 mengalami peningkatan menjadi 4,23%. Industri pengolahan dikelompokkan
berdasarkan jumlah tenaga kerjanya ke dalam empat kategori, yaitu, pertama, industri besar
adalah perusahaan industri yang memiliki pekerja 100 orang atau lebih. Kedua, industri
sedang, yang mempunyai pekerja 20-99 orang. Ketiga, industri kecil yang memiliki tenaga
kerja 5-19 orang. Dan, keempat, industri rumah tangga yang mempunyai pekerja 1-4 orang.
Jumlah industri besar dan sedang di Jawa Timur pada 2007 sebanyak 4.715 unit, dengan nilai
output sebesar Rp 184,776 triliun.
Pertumbuhan jumlah unit usaha industri besar dan sedang di Jawa Timur dari tahun ke
tahun cenderung meningkat dengan perkembangan rata-rata 2,90% per tahun selama 2003-
2006, dengan nilai investasi perkembangannya rata-rata 7,74% per tahun, dan untuk
penyerapan tenaga kerja rata-rata 3,42% per tahun, sedangkan untuk nilai produksi rata-
rata meningkat sebesar 4,65% per tahun.
Perkembangan jumlah unit usaha industri kecil dan kerajinan rumah tangga di Jawa Timur
rata-rata per tahun sebesar 2,64%, dengan nilai investasi rata-rata sebesar 7,64% per
tahun, dan untuk penyerapan tenaga kerja rata-rata sebesar 3,13% per tahun sedangkan
untuk nilai produksinya per tahun rata-rata sebesar 3,96%.
Potensi industri manufaktur di Jawa Timur pada 2006 tercatat C94.720 unit usaha, dengan
investasi sebesar Rp 14.350 miliar dan nilai produksi sebesar Rp 12.685 miliar dan dapat
menyerap sebanyak 2.576.176 tenaga kerja. Sedangkah pada 2007, dengan jumlah 688.063
unit usaha, investasi Rp 95.594,79 miliar dan nilai produksi Rp 10.242,81 miliar, mampu
menyerap tenaga kerja 2.523.370 orang.
Volume ekonomi sektor industri pengolahan mulai pada 2007 mencapai Rp 151 triliun,
dengan sumbangan terbesar dari subsektor industri makanan, minuman dan tembakau
sebesar Rp 83,3 triliun. Sedangkan sektor perdagangan, hotel dan restoran apabila dirinci
per subsektornya, terbesar disumbang oleh subsektor perdagangan, disusul subsektor hotel,
dan restoran. Sektor industri pengolahan dan subsektor perdagangan selalu menjadi
penyumbang terbesar dalam pembentukan volume ekonomi Jawa Timur.
kemajuan produktivitas pekerja secara simultan. Selama ini pertumbuhan output industri
lebih bersifat input driven dibandingkan productivity driven.
Peran produktivitas dan efisiensi dalam proses produksi sangat penting. Kegiatan ekonomi
sektoral sering diasumsikan mengikuti fungsi produksi tertentu. Fungsi produksi adalah
sebuah deskripsi matematis atau kuantitatif dari berbagai macam kemungkinan produksi
teknis. Fungsi produksi memberikan output maksimum dalam pengertian fisik dari tiap-
tiap tingkat input dalam pengertian fisik. Output suatu sektor industri akan dipengaruhi
oleh input yang digunakan dalam proses produksi.
Secara umum input terbagi dalam dua jenis yaitu input fisik berupa tenaga kerja dan
kapital, serta input lain berupa tingkat teknologi dan efisiensi produksi yang tercermin dari
tingkat produktivitas. Kenaikan output sektor industri dengan demikian dapat
disebabkan oleh dua hal, yaitu penggunaan input yang lebih banyak (input driven) atau
dengan adanya peningkatan produktivitas. Dengan kata lain, kenaikan output bisa
terjadi tanpa memerlukan adanya kenaikan dalam input secara kuantitas (productivity
driven).
Dengan penggunaan input yang tetap tetapi penggunaannya lebih produktif/efisien, output
juga bisa ditingkatkan. Kenaikan input yang lebih produktif bisa dilakukan dengan adanya
manajemen produksi yang lebih baik, atau adanya teknik produksi yang lebih efisien.
Sasaran yang hendak dicapai dalam upaya meningkatkan daya saing industri manufaktur
adalah:
• Meningkatnya pertumbuhan industri manufaktur.
• Meningkatnya volume ekspor produk manufaktur terhadap total ekspor Jawa Timur.
• Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang dapat diserap oleh industri manufaktur.
• Terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif, baik bagi industri yang sudah ada maupun
investasi.
• Meningkatnya penerapan standardisasi produk industri manufaktur sebagai faktor
penguat daya saing.
• Meningkatnya pangsa sektor industri manufaktur di pasar domestik, baik untuk bahan
baku maupun produk akhir, sebagai cerminan meningkatnya daya saing sektor ini dalam
menghadapi produk impor.
• Meningkatnya pertumbuhan industri berorientasi ekspor yang menggunakan sumber
daya lokal.
• Meningkatnya pertumbuhan industri berbasis agro.
• Meningkatnya perkembangan sentra-sentra industri, termasuk industri kecil dan
kerajinan.
produk impor ilegal, penggalakan penggunaan bahan baku/antara dari dalam negeri,
dan berbagai upaya untuk meningkatkan daya saing ekspor.
• Mengembangkan industri manufaktur diutamakan pada beberapa subsektor prioritas
yang mampu menyerap banyak tenaga kerja; memenuhi kebutuhan dasar dalam negeri
(seperti makanan-minuman dan obat-obatan); mengolah hasil pertanian dalam arti luas
(termasuk perikanan) dan sumber-sumber daya alam lokal; dan memiliki potensi
pengembangan ekspor.
• Mengembangkan subsektor industri yang terkait (related industries) dan sub-sektor
industri penunjang (supporting industries) bagi industri manufaktur prioritas.
• Fasilitasi penelitian dan pengembangan industri manufaktur untuk teknologi produksi,
termasuk pengembangan manajemen produksi, yang memperhatikan kesinambungan
lingkungan, dan teknik produksi yang ramah lingkungan.
• Fasilitasi peningkatan kompetensi dan keterampilan tenaga kerja industri untuk
meningkatkan produktivitas dalam menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi.
• Arah kebijakan peningkatan daya saing industri manufaktur ini merupakan bagian tak
terpisahkan dari berbagai kebijakan dan program pada bidang-bidang lain yang terkait.
1
Dalam rangka menuju pada pendalaman konsep EIP (eco-industrial park) sebagai perujudan dari
siteplan KKJSM ( Kawasan Kaki Jembatan Sisi Madura) ini, diyakini kajian faktor lingkungan menjadi
hal yang sangat perlu terutama dalam mengkanalisasi materi teknis lainnya seperti bangunan
maupun infrstruktur pendukungnya supaya dapat menjadi satu kesatuan kawasan industri yang
hijau, ramah lingkungan dan mempunyai pertimbangan dalam konservasi energi. Dengan kata lain,
kajian terhadap konsep lingkungan akan menghantar pada kajian komponen ikutan yang juga sangat
penting adalah konsep eko-industri itu sendiri yang pada akhirnya mengkerucut pada kajian yang
jauh lebih teknis berupa kajian standar-satandar kawasan industri.
Mengkaji konsep lingkungan akan jauh lebih bermakna bila disangku-pautkan dengan proses
pembangunan yang sangat diperlukan oleh negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia ini. Untuk itu, upaya menukik pada proses pembangunan diarahkan untuk tidak
meredusir komponen lingkungan yang sesuai atau tidak sesuai dengan perumusan siteplan
pada kawasan industri yang diarahkan dapat hijau dan sekaligus ramah lingkungan dan
hemat energi.
Perlu diketahui, konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) ddilansir
pada event internasional: World Conservation Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang
diterbitkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP), International Union for
Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), dan World Wide Fund for Nature
(WWF) pada 1980. Gaungnya sangat dahsyat sehingga pada 1982, UNEP menyelenggarakan
sidang istimewa memperingati 10 tahun gerakan lingkungan dunia (1972-1982) di Nairobi,
Kenya, sebagai reaksi ketidakpuasan atas penanganan lingkungan selama ini. Peristiwa ini
erat kaitannya dengan proses pembentukan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan
Pembangunan (World Commission on Environment and Development - WCED). Sebagai
organisasi yang mewakili kepentingan antar negara yang menjadi anggotanya, maka PBB
bertekad kuat untuk mengembangkan konsep ini dengan memilih PM Norwegia Nyonya
Harlem Brundtland dan mantan Menlu Sudan Mansyur Khaled, masing-masing menjadi
Ketua dan Wakil Ketua WCED.
Sebagai representatif dari negara angggota PBB, Brundtland menerbitkan Brundtland Report
dari PBB (1987) dengan menekankan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah proses
pembangunan yang mencakup minimal akan lahan, kota, bisnis, masyarakat, yang dilandasi
oleh prinsip"memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan
generasi masa depan". Prinsip ini diarahkan untuk menghadapi capaian hasil dan manfaat
pembangunan berkelanjutan dalam rangka untuk memperbaiki kehancuran lingkungan
tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.
Sejalan dengan kepentingan PBB dan anggotanya, maka oleh masyarakat dunia
mempopulerkannya melalui laporan WCED berjudul "Our Common Future" (Hari Depan Kita
Bersama) yang diterbitkan pada 1987. Sebagai suatu paradigma baru, laporan ini
2
Sebagai landasan konsepnya, terkandung 2 komponen utama sebagai gagasan yang penting
yang layak untuk ditindak-lanjuti kedepan, yaitu :
• Pertama, ide tentang kebutuhan.
Kebutuhan ini terkait dengan kebutuhan fondamental bagi kaum miskin sedunia yang
harus diberi prioritas utama.
• Kedua, ide tentang keterbatasan.
Ide ini bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan
lingkungan untuk memenuhi kebututuhan kini dan hari depan yang tidak membedakan
asal negara maupun kuat lemahnya suatu negara. Artinya, semua negara yaitu kaya
maupun miskin memiliki keterbatasan. Ide ini menjadi menjadi terkait dengan tujuan
pembangunan ekonomi dan sosial yang harus diperjuangkan sebagai gagasan
keberlanjutan di semua negara, tanpa kecuali.
Oleh pakar dalam negeri (Budimanta, 2005), ide pembangunan berkelanjutan menjadi cara
pandang mengenai kegiatan yang perlu dilakukan secara sistematis dan terencana dalam
kerangka peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan lingkungan umat manusia
tanpa mengurangi akses dan kesempatan kepada generasi mendatang untuk menikmati dan
memanfaatkannya. Artinya, terdapat proses perubahan yang terencana, yang didalamnya
terdapat eksploitasi sumberdaya, arah investasi orientasi pengembangan teknologi, dan
perubahan kelembagaan yang dikemas dalam kondisi yang selaras. Dalam perkembangannya
pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan namun
menjurus pada pemerataan pendapatan dan peningkatan rasa keadilan
Dalam diskursus nasional (Sugandhy dan Hakim, 2007) pakar pembangunan berkenaljutan
yaitu Otto Sumarwoto, dimana sebagai pakar lingkungan mendukung perubahan positif
sosial ekonomi yang diarahkan tidak mengabaikan sistem ekologi dan sosial di mana
masyarakat bergantung kepadanya. Spandangan ini juga sejalan dengan pakr dunia lainnya
diluar negeri (Hegley, Jr. (1992) yang menyatakan bahwa Pembangunan Berkelanjutan
mengandung pengertian:
• Berorientasi untuk pertumbuhan yang mendukung secara nyata tujuan ekologi, sosial
dan ekonomi.
• Memperhatikan batas-batas ekologis dalam konsumsi materi dan memperkuat
pembangunan kualitatif pada tingkat masyarakat dan individu dengan distribusi yang
adil
• Perlunya campur tangan pemerintah, dukungan, dan kerja sama dunia usaha dalam
upaya konservasi dan pemanfaatan yang berbasis sumber daya.
• Perlunya keterpaduan kebijakan dan koordinasi pada semua tingkat dan antara
yurisdiksi politik terkait dalam pengembangan energi bagi pertumbuhan kebutuhan
hidup.
• Berantung pada pendidikan, perencanaan, dan proses politik yang terinformasikan,
terbuka, dan adil dalam pengembangan teknologi dan manajemen.
3
Upaya membumikan konsep dan pentahapan yang sinergis kearah indikator pelaksanaan
pembangunan nampak mulai marak dan bermunculan di masyarakat. Dengan merumuskan
sebagai tolok ukur pro lingkungan hidup (pro-environment), diarahkan proses dan hasil
pembangunan dapat diukur melalui berbagai indikator yang perlu dirumuskan tersendiri.
Dengan demikian, indikator kesesuaian, diarahkan mampu menjadi alat ukur yang mampu
mensinergikan dari bergai kepentingan yang berbeda-beda sebagaimana ditunjukkan pada
contoh dibawah in i:
o Indikator luas hutan terhadap luas wilayah (semakin berkurang atau tidak),
o indikator debit air sungai dalam musim hujan terhadap musim kemarau,
o indikator kualitas udara, dan sebagainya.
4
Dari bentuk operasionalisasinya indikator dimaksud, membawa pada pemahaman yang tidak
kalah pentingnya bahwa berbagai bentuk pencemaran lingkungan sebetulnya dapat menjadi
indikator yang mengukur seberapa besar keberpihakan pemerintah terhadap lingkungan.
Tingkat kepentingan indikator ini (Syahputra, 2007) mengajukan beberapa hal yang dapat
menjadi rambu-rambu dalam pengelolaan lingkungan yaitu:
o Menempatkan suatu kegiatan dan proyek pembangunan pada lokasi secara benar
menurut kaidah ekologi.
o Pemanfaatan sumberdaya terbarukan (renewable resources) tidak boleh melebihi
potensi lestarinya serta upaya mencari pengganti bagi sumberdaya takterbarukan
(nonrenewable resources).
o Pembuangan limbah industri maupun rumah tangga tidak boleh melebihi kapasitas
asimilasi pencemaran.
o Perubahan fungsi ekologis tidak boleh melebihi kapasitas daya dukung lingkungan
[carrying capacity).
Sebagai suatu konsep pembangunan yang menerus dengan pentahapan pembangunannnya
dimana indikator pelaksanaannya menjadi arah bagi perolehan hasil dan manfaat, maka
dapatlah dimengerti bahwa pembangunan yang berkelanjutan yang tidak boleh lepas dari
upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dimana dalam mengolah daya alam dan
pendayagunaan sumber daya manusia dibantu dengan teknologi. Dengan demikian,
pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan dimaksud harus memperhatikan fungsi
sumber daya alam dan manusia sebagai pelaku utamanya dalam tataran siklus kegiatan yang
menerus yang mampu menjamin tingkat ketersedian bahan (resources) dalam mennjang
prosesnya.
Dalam konteks penyusunan siteplan pada KKJSM ini, pertimbangan diatas adalah akan
diakses untuk menilai resiko dampak terkait ongkos kerugian lingkungan yang perlu
ditanggung dan dikompensasi supaya pembebanan dapat sesuai dengan daya dukung atau
kemampuan menerima beban dari kawasan seperti pada kawasan eco-industry itu sendiri.
Untuk itu, upaya pemahaman konsep eko yang terkait kebutuhan (human made) dan sistem
ekologi dimana dalam pengolahannya akan mengacu pada peraturan perundangan yang
berlaku (Undang-undang Lingkungan Hidup) yang terkait dengan aspek preventif dan
pengendalian. Atas dasar pertimbangan dimaksud, perumusan siteplan secara optimal dapat
menetapkan pola struktur dan sistem manajemennya yang dilandasi oleh konsep eko
terutama dalam komponen :
❖ Bangunan
❖ Sistem bangunan
❖ Sistem produksi
Ke 3 komponen diatas akan saling memberikan input terutama dalam minimal pemanfaatan
SDA. Dampak lingkungan maupun minimum penggunaan energi. Demikian juga upaya
mengurangi emisi ini akan menjangkau ke aspek infrastruktur supaya kawasan pada KKJSM
dapat berkembang dalam prinsip lingkungan yang lestari.
Untuk lebih jelasnya dapat disimak pada pemahaman konsep eko pada KKJSM sebagaimana
terlihat pada gambar dibawah ini, yaitu :
5
Konsep eko industri ini dilandasi oleh pemahaman yang mendalam terhadap konsep
pembangunan yang berkelanjutan. Berkaitan dengan aspek lingkungan global dimana
Dewan Redaksi Buletin Tata Ruang, Indikator Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia, Edisi Januari-Februari 2009.
6
nuansa green menjadi arah kekinian yang mengkanalisasi proses maupun produk yang
ramah lingkungan, hemat energi maupun life style yang juga green. Gelombang green ini
terus melanda hampir kesegenap lini kehidupan yang merindukan komponen pembangunan
berkelanjutan menjadi arah kedepan yang benar.
Untuk itu, konsep-konsep green mulai merambah ke green Investment, green factory, green
building, green linfrastructure, green province dan berbagai komponen lainnya. Untuk itu,
kandungan materi green (green content) akan menjadi salah satu arah bagi perumusan
konsep eko-industri yang diperkirakan sesuai dengan kawasan industri di KKJSM. Dengan
kata lain, arah perumusan siteplan pada eko industri KKJSM akan mengarah pada green
industry yang dikenal sebagai EIP (eco industrial park)
Green industry:
Kini semakin banyak negara yang memasukkan isu eco-product (produk ramah lingkungan)
dalam aturan main kebijakan perdagangan dan investasi. Bahkan mereka kini mulai
mengaitkan standar proses produksi dan produk jadi dengan kesehatan lingkungan. Dengan
demikian, tuntutan akan mengembangkan eco-product telah menjadi isu semakin penting
dan strategis dalam upaya pengembangan daya saing perekonomian suatu negara. Dengan
kata lain, penguasaan green technology dan penerapan proses green industry yang
menghasilkan produk ramah lingkungan akan menjadi semakin penting bagi peningkatan
daya saing suatu bangsa.
Sementara itu, Indonesia kini diakui dunia termasuk negara yang aktif dalam mencari solusi
atas isu masalah lingkungan dan pemanasan global. Keseriusan tersebut tecermin pada
7
Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, yang di
dalamnya disebutkan bahwa proses pembangunan industri harus menerapkan prinsip
pembangunan industri berkelanjutan yang didasarkan pada beberapa aspek penting, di
antaranya pembangunan lingkungan hidup dan pengembangan teknologi dimana dalam
prakteknya akan difasilitasioleh pemerintah. Fasilitas pemerintah yqng dimaksud dalam
Peraturan Presiden ini adalah sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 18 dan Pasal 21 Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pemberian fasilitas dapat
dilakukan peninjauan paling lama setiap 2 (dua) tahun.
Sebagai tindak lanjut akan keseriusan Indonesia dalam mewujudkan green industry, kini
Kamar Dagang dan Industri Indonesia bekerja sama dengan Dewan Nasional Perubahan Iklim
tengah menyiapkan road map pengembangan green industry untuk dibawa dalam
konferensi iklim di Meksiko pada akhir November sampai Desember tahun ini. Road map ini
nantinya diharapkan menjadi masukan kepada pemerintah tentang apa saja yang perlu
dilakukan untuk menurunkan emisi C02 sebesar 26 persen pada 2020. Green industry juga
diharapkan dapat mendorong peningkatan daya saing produk manufaktur Indonesia di pasar
internasional karena telah menerapkan teknologi, produktivitas, dan industri ramah
lingkungan.
Dalam prakteknya, green industry memerlukan peranan perbankan. Dalam hal ini peran
perbankan adalah dalam bentuk penerapan green banking, yaitu suatu konsep pembiayaan
atau kredit dan produk-produk jasa perbankan lainnya yang mengutamakan aspek-aspek
keberlanjutan, baik ekonomi, lingkungan sosial-budaya, maupun teknologi, secara
bersamaan. Dalam hal ini perbankan diharapkan lebih berfokus pada pemberian kredit pada
hal-hal yang memenuhi persyaratn yaitu :
o usaha-usaha yang tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan,
o mengarah ke bisnis yang berkelanjutan dan diterima masyarakat,
o tidak mengeksploitasi tenaga kerja dengan membayar upah rendah,
o tidak menggunakan tenaga kerja di bawah umur,
o tidak menghasilkan produk yang berbahaya,
o perusahaan yang terlibat dalam konservasi dan daur ulang,
o menjalankan etika dalam berusaha,
o tidak terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia,
o tidak terlibat dalam pornografi, perjudian, alkohol dan tembakau,
o serta tidak terlibat dalam persenjataan dan pembuatan senjata nuklir.
Green banking dapat diterapkan dengan mengacu pada peraturan perundangan berikut,
yaitu :
o Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
o UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
o Surat Edaran Bank Indonesia No. 21/9 tertanggal 25 Maret 1989 perihal kredit
investasi dan penyertaan modal yang mengharuskan memperhatikan masalah
analisis mengenai dampak lingkungan (amdal),
o UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 yang membahas tentang minimalisasi risiko
lingkungan & prinsip syariah,
8
mengacu pada sistem AMDAL. Tidak tertutup kemungkinan sebagai upaya kreatif
adalah mengalokasikan jenis-jenis vegetasi maupun perbaikan tanah atau lokasi yang
sesuai dalam menghadapi pencemaran dan pencegahannya seperti suitable site.
o Audit atau manajemen energi dan konservasi energi diberlakukan pada upaya
mengurangi penggunaan energi yang tak terbaharukan. Terkandung didalamnya
sebagai upaya kreatif dan inovatif, sesusi difinisi dari konservasi energi yang
menyebutkan selain penghematan juga alternatif sumberdaya energi yang dipakai,
maka dalam penghematan pemakaian ini dapat menjangkau pada energi terbarukan.
o Pengembangan pada konservasi energi pada bangunan yang dilakukan ini akan
mengacu pada konsep pemulihan energi pada bangunan (recover energy building)
yang bisa diakses untuk pemakaian energi terbarukan maupun non terbarukan.
o Sedangkan khusus pada pengurangan emisi gas C02 dan gas-gas rumah kaca, ditangi
m elalui:
❖ Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism),
❖ penggunaan bahan baku yang lebih akrab lingkungan,
❖ efisiensi penggunaan sumber daya air dan
❖ promosi penerapan tanggung jawab sosial perusahaan
Terkait erat dengan kondisi perkembangan jenis industri yang ada pada kawasan Madura yang
berorientasi pada industri pengolahan (manufaktur), industri kecil, industri kerajinan rakyat
serta pengolahan SDA seperti garam, semen, dan lain-lainnya, maka perumusan jenis industri
pada kawasan Madura ini menjadi sangat penting. Untuk itu beberapa konsep dibawah ini
perlu dipertimbangkan kehadirannya dalam merumuskan standar kawasan industri yang
sesuai dengan karakteristik lokalnya, yaitu :
o Konsep kawasan industri berbasis Industri Infrastruktur menjadi penting untuk
pengembangan eco-industri. Sedangkan konsep basis industri infrastruktur itu sendiri
merupakan spektrum industri yang sudah berkembang saat ini dan telah menjadi
tulang punggung sektor industri.
Kelompok industri ini keberadaannya masih sangat tergantung pada sumber daya
alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) tidak terampil, ke depan perlu
direstrukturisasi dan diperkuat agar mampu menjadi industri kelas dunia. Industri-
industri andalan masa depan, meliputi:
❖ Industri agro, (industri pengolahan kelapa sawit; pengolahan hasil laut;
❖ pengolahan karet; pengolahan kayu, pengolahan tembakau; pengolahan
❖ kakao dan coklat, pengolahan buah, pengolahan kelapa, pengolahan kopi;
❖ Pulp dan Kertas);
❖ Industri Alat Angkut, (industri otomotif, perkapalan, kedirgantaraan,
perkeretaapian);
❖ Industri Telematika, (industri perangkat/devices, infrastruktur/jaringan dan
❖ aplikasi/content);
o Konsep kawasan industri berbasis Klaster Industri adalah sekelompok industri inti
yang terkonsentrasi secara regional maupun global yang saling berhubungan atau
berinteraksi sosial secara dinamis, baik dengan industri terkait, industri pendukung
maupun jasa penunjang, infrastruktur ekonomi dan lembaga terkait dalam
meningkatkan efisiensi, menciptakan aset secara kolektif dan mendorong terciptanya
inovasi sehingga tercipta keunggulan kompetitif.
o Konsep kawasan industri berbasis Industri Inti adalah industri yang menjadi basis
dalam pengembangan klaster industri nasional.
o Konsep kawasan industri berbasis Industri Penunjang adalah industri yang berperan
sebagai pendukung serta penunjang dalam pengembangan industri inti secara
integratif dan komprehensif.
o Konsep kawasan industri berbasis Industri Prioritas adalah klaster industri yang
memiliki prospek tinggi untuk dikembangkan berdasarkan kemampuannya bersaing di
pasar internasional, dan industri yang faktor-faktor produksi untuk bersaingnya
tersedia dengan cukup di Indonesia.
o Kawasan industri dengan basis Industri Manufaktur yang terdiri atas kelompok-
kelompok industri:
(1) Industri Material Dasar; yang terdiri dari:
11
o Kawasan industri dengan basis Kelompok Industri Alat Angkut; yang meliputi industri-
industri:
(a) Industri Kendaraan Bermotor
(b) Industri Perkapalan,
(c) Industri Kedirgantaraan,
(d) Industri Perkereta-apian;
o Kawasan industri dengan basis Kelompok Industri Elektronika dan Telematika; meliputi
Industri Elektronika, Industri Perangkat Keras Telekomunikasi dan Pendukungnya,
Industri Perangkat Penyiaran dan Pendukungnya, Industri Komputer dan
Peralatannya, Industri Perangkat Lunak dan Content Multimedia, Industri Kreatif
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK);
o Kawasan industri dengan basis Kelompok Industri Penunjang Industri Kreatif dan
Industri Kreatif Tertentu; yang meliputi industri perangkat lunak dan content
multimedia, fashion, dan kerajinan dan barang seni.
o Kawasan industri dengan basis Industri Kreatif adalah proses peningkatan nilai tambah
hasil darieksploitasi kekayaan intelektual berupa kreatifitas, keahlian dan bakat
12
Untuk aplikasi atau penerapan konsep dari jenis-jenis industri diatas, diperlukan strategi
pengembangan kawasan industri berkelanjutan yang sesuai dengan kondisi lapangan
maupun maksud tujuan pengembangan kawasan industri yang diinginkan, yaitu :
Menumbuhkan industri baru yang potensial yang berbasis pada potensi sumber daya
nasional, yang memiliki potensi berkembang yang tinggi, khususnya yang berbasis SDA
(Sumber Daya Alam) terbarukan dan SDM berpengetahuan maupun keunggulan aspek
lain (kondisi geografi, luas bentang wilayah, kekayaan budaya, dan sebagainya) dalam
rangka menyuburkan industri.
Komoditi unggulan yang mempunyai nilai tambah tinggi dan menimbulkan efek
pengganda akan didorong untuk menjadi kompetensi inti industri daerah, yang
13
Yang dimaksud Industri Prioritas Tinggi yaitu industri prioritas yang berorientasi
ekspor dan menyerap tenaga kerja dan atau mampu mendukung secara signifikan
kegiatan-kegiatan ekonomi sebagai berikut:
a. Pengembangan infrastruktur;
b. Menanggulangi kemiskinan;
c. Meningkatkan kemampuan industri pertahanan di dalam negeri.
Atas dasar pertimbangan tersebut diatas yang dalam prakteknya menjadi salah satu strategi
penerapan atau operasionalisasi suatu standar, maka dibawah ini akan diperlihatkan
perumusan standar-standar Kawasan Industri dimaksud adalah :
Kegiatan industri untuk masukan bagi penyiapan Siteplan bagi eco-industry di KKJSM,
diperkirakan akan terkait dengan berbagai macam standar. Dibawah ini akan dikemukakan
salah satu standar teknis tertentu, yang juga akan mempengaruhi pengalokasian ruang yang
diperuntukkan bagi kegiatan eco-industry di KKJSM dimaksud.
• Industri ekstraktif
Industri ekstraktif adalah industri yang bahan baku diambil langsung dari alam sekitar.
Contoh : pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan, peternakan, pertambangan,
dan lain lain.
• Industri nonekstaktif
Industri nonekstaktif adalah industri yang bahan baku didapat dari tempat lain selain
alam sekitar.
• Industri fasilitatif
Industri fasilitatif adalah industri yang produk utamanya adalah berbentuk jasa yang
dijual kepada para konsumennya. Contoh : Asuransi, perbankan, transportasi,
ekspedisi, dan lain sebagainya.
14
• Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada bahan baku (supply oriented
industry)
Adalah jenis industri yang mendekati lokasi di mana bahan baku berada untuk
memangkas atau memotong biaya transportasi yang besar.
• Industri primer
adalah industri yang barang-barang produksinya bukan hasil olahan langsung atau
tanpa diolah terlebih dahulu. Contohnya adalah hasil produksi pertanian,
peternakan, perkebunan, perikanan, dan sebagainya.
• Industri sekunder
adalah industri yang bahan mentah diolah sehingga menghasilkan barang-barang
untuk diolah kembali. Misalnya adalah pemintalan benang sutra, komponen
elektronik, dan sebagainya.
• Industri tersier
Adalah industri yang produk atau barangnya berupa layanan jasa. Contoh seperti
telekomunikasi, transportasi, perawatan kesehatan, dan masih banyak lagi yang
lainnya.
B. Kebutuhan Lahan
Pembangunan kawasan industri minimal dilakukan pada areal seluas 20 hektar. Hal ini
didasarkan atas perhitungan efisiensi pemanfaatan lahan atas biaya pembangunan yang
dikeluarkan, dan dapat memberikan nilai tambah bagi pengembang.
Disamping itu setiap jenis industri membutuhkan luas lahan yang berbeda sesuai dengan skala
dan proses produksinya. Oleh karena itu dalam pengalokasian ruang industri tingkat
kebutuhan lahan perlu diperhatikan, terutama untuk menampung pertumbuhan industri baru
ataupun relokasi. Secara umum dalam perencanaan suatu kawasan industri yang akan
ditempati oleh industri manufaktur, 1 unit industri manufaktur membutuhkan lahan 1,34 Ha.
Artinya bila di suatu daerah akan tumbuh sebesar 100 unit usaha industri manufaktur, maka
lahan kawasan industri yang dibutuhkan adalah seluas 134 Ha.
Sesuai dengan SK Menteri Perindustrian & Perdagangan No. 50/1997 tentang standar teknis
kawasan industri, terdapat 2 komponen penggunaan lahan yang diatur, yaitu:
• Luas areal kapling industri maksimum 70% dari total luas areal
• Luas ruang terbuka hijau (RTH) minimum 10% dari total luas areal.
Sedangkan dari segi teknis perencanaan terdapat pula 2 komponen lain, yaitu :
• Jalan dan saluran antara 8 -1 2 % dari total luas areal
• Fasilitas penunjang antara 6 -1 2 % dari total luas areal
Ketentuan tentang pemanfaatan tanah untuk bangunan seperti Koefisien Dasar Bangunan
(KDB/BCR), Koefisien Lantai Bangunan/KLB, Garis Sempadan Bangunan/GSB diatur sesuai
dengan ketentuan Pemerintah Daerah yang berlaku.
16
Secara lengkap pola penggunaan lahan suatu kawasan industri dapat dilihat dibawah in i:
Tabel 111-1
Jenis Struktur
No Keterangan
Penggunaan Penggunaan(%)
D. Sistim Zoning
Apabila jenis-jenis industri yang akan berlokasi di dalam kawasan industri berpotensi limbah
cair, maka wajib dilengkapi dengan IPAL terpadu yang biasanya mengolah 4 parameter kunci,
yaitu BOD, COD, pH, TSS dan warna. Sehubungan dengan IPAL terpadu hanya mengolah 4
parameter, maka pihak pengelola wajib menetapkan standar influent yang boleh dimasukan
ke dalam IPAL terpadu, dan parameter limbah cair lain atau kualitas atas 4 parameter kunci
tersebut jauh diatas standar influent, maka wajib dikelola terlebih dahulu (pre treatment) oleh
17
masing-masing pabrik. Dalam perencanaan sistim IPAL Terpadu yang hanya mampu mengolah
4 parameter kunci (BOD, COD, TSS dan pH), sangat ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu :
a. Investasi maksimal yang dapat disediakan oleh pengembang untuk membangun sistim
IPAL Terpadu dikaitkan dengan luas kawasan industri, sehingga harga jual lahan masih laik
jual (salable).
b. Peruntukan badan air penerima limbah cair (stream) apakah merupakan badan air kias I, II,
III atau IV sesuai dengan PP 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
Berlandaskan kedua faktor pertimbangan di atas, dalam perencanaan suatu Kawasan Industri
standar influent untuk keempat parameter tersebut adalah sebagai berikut:
F. Ukuran Kapling
b. Lebar kapling minimal di luar ketentuan Garis Sempadan Bangunan (GSB) kiri dan kanan
adalah kelipatan 18 m.
Kegiatan industri pada umumnya untuk mengangkut bahan baku/penolong ataupun hasil
produksi menggunakan kendaraan berat, sehingga untuk menghindari terjadinya gangguan
sirkulasi antar kapling sebaiknya penempatan pintu keluar masuk kapling yang bersebelahan di
tempatkan pada posisi yang berjauhan.
Mengingat jaringan jalan dalam suatu Kawasan Industri membutuhkan tingkat aksessibilitas
yang tinggi, maka dalam perencanaan tata letak pabrik maupun site planping kawasan industri
perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Penyediaan tempat parkir kendaraan karyawan non bus dipersiapkan dalam kapling
pabrik.
b. Kegiatan bongkar muat barang harus dilakukan dalam areal/kapling pabrik, sehingga perlu
dipersiapkan areal bongkar muat.
Jalan satu jalur dengan dua arah, lebar perkerasan minimum 8 meter atau:
Jalan dua jalur dengan satu arah, lebar perkerasan minimum 2x7 meter.
b. Tempat promosi bagi kawasan-kawasan industri dan pelaku - pelaku industri yang ada
di daerah tersebut.
c. Tempat pelayanan informasi lainnya yang terkait dengan kegiatan - kegiatan industri.
Trade center ini akan sangat bermanfaat bagi pemerintah daerah dan pelaku industri di
daerah tersebut untuk mempromosikan potensi dan keunggulan yang dimilikinya,
20
sehingga mendorong masuknya investasi ke daerah tersebut. Berikut ini adalah tabei yang
memuat standar teknis pelayanan yang bersifat umum yang minimal tersedia dalam
perencanaan dan pengelolaan kawasan industri, serta tentang alokasi peruntukan lahan
kawasan industri.
Tabel 111-2
Standar Teknis Pelayanan (umum)
TSS : 4 0 0 -6 0 0 mg/l
pH : 4 -10
Tabel diatas terkait dengan teknis pelayanan dan kapasitas pelayanan dari berbagai jenis
infrastruktur termasuk aspek lahan, manajemen, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya seperti
hunian. Standar teknis pelayanan yang masih bersifat umum ini akan dilengkapi dengan
standar alokasi peruntukan lahan kawasan industri
22
Tabel 111-3
Alokasi Peruntukan Lahan Kawasan Industri
(*) : Akan diperinci pada saat dialokasikan konsep EIP terutama jenis dan kerapatan termasuk
besaran % luasan RTH
Keterangan;
• Kapling komersial adalah kapling yang disediakan oleh perusahaan kawasan industri untuk
sarana penunjang seperti perkantoran, bank, pertokoan/tempat belanja, tempat tinggal
sementara, kantin, dan sebagainya
• Kapling perumahan adalah kapling yang disediakan oleh perusahaan kawasan industri untuk
perumahan pekerja termasuk fasilitas penunjangnya, seperti tempat olahraga dan sarana
ibadah.
• Fasilitas yang termasuk sarana penunjang lainnya, antara lain pusat kesegaran jasmani
(fitnesscenter), pos pelayanan telekomunikasi, saluran pembuangan air hujan, instalasi
23
pengolahan air limbah industri, instalasi penyediaan air bersih, instalasi penyediaan tenaga
listrik, instalasi telekomunikasi, unit pemadam kebakaran.
• Persentase mengenai penggunaan tanah untuk jalan dan sarana penunjang lainnya disesuaikan
menurut kebutuhan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
yang bersangkutan.
• Persentase ruang terbuka hijau ditetapkan minimal 10% sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota bersangkutan. Khusus dalam hal
ini, dalam rangka mengakomodasikan ketentuan memenuhi poersyaratan luasan lahan RTH
sebesar 30 % maka dipandang perlu juga dirumuskan jenis, tingjat kerapatan maupun jenis
vegetasi yang memeliki karakter lokal (ethno botany).
oOo
1
Sebelum mengkaji kondisi fisik pada lokasi dimana pekerjaan Penyiapan Site Plan KKJSM
perlu dirummuskan, kiranya hal-hal makro perlu diketahui secara singkat, untuk menghantar
pada lokasi siteplan yangdiperuntukan sebagai eco-industry.
Secara geografis posisinya berada di antara 112° -113° BT dan 6° - 7° LS yang dibatasi oleh
batas-batas :Laut Jawa di sebelah utara, Kabupaten Sampang di sebelah timur, dan Selat
Madura di sebelah selatan dan barat.
Dengan luas wilayah mencapai 126.182 Ha, keadaan topografinya terdiri dari daerah landai
seluas 68.454 Ha (54,25 %), daerah berombak seluas 45.236 Ha (35,85 %), daerah
bergelombang seluas 11.773 Ha (9,33 %), dan daerah berbukit seluas 719 Ha (0,57 %).
Adapun ketinggiannya berkisar antara 12 - 74 m dpi. Secara ilustrasi, kawasan Kabupaten
Bangkalan dapat dilihat pada bagan dibawah in i:
Secara mikro, lokasi Kawasan Kaki Jembatan Sisi Madura terletak di Kecamatan Labang,
Kabupaten Bangkalan Provinsi Jawa Timur. Secara geografis, KKJSM terletak pada :
Luas wilayah KKJSM berdasarkan Laporan Bantuan Teknis Pelaksanaan Penataan Ruang
Kawasan Sekitar Kaki Jembatan Madura adalah 525 ha. Pada saat dilakpkan analisis dengan
Image Google pencitraan tahun 2009 didapat luas wilayah KKJS Madura berdasarkan delineasi
dalam Laporan Bantek adalah 579, 813 ha sebagaimana terlihat pada bagan dibawah in i:
2
Dari peta diatas menunjukkan bahwa KKJSM secara administratif terdapat dalam delapan
wilayah administrasi desa di Kecamatan Labang, yaitu :
• Desa Sukoiilo Barat,
• Desa Pangpong,
• Desa La bang,
• Desa Morkepek,
• Desa Ba'engas,
• Desa Sendang Daya,
• Desa Sendang Laok
• dan Desa Petapan dengan batas wilayah sebagai berikut:
Wilayah KKJSM hanya mencakup sebagian dari delapan desa tersebut. Luas wilayah KKJSM per
desa dan batas KKJSM dapat dilihat pada Peta dan tabel dibawah ini yang terdiri dari 18
kecamatan. Kecamatan yang termasuk dalam pengembangan Kawasan Kaki Jembatan
Suramadu Sisi Madura adalah Kecamatan Labang, Kamal dan Tragah (RTRW Kabupaten
Bangkalan). Luas masing-masing kecamatan di Kabupaten Bangkalan disajikan pada Tabel
dibawah ini nampak terlihat luas kecamatan bervariasi antar 18 wilayah kecamatan yang ada.
Terdapat 2 kecamatan paling besar yaitu Galis dan Geger yang luasannya berkisar 3 X dari
lainnya yang paling kecil.
3
Sum ber: Perpres 27/2008 dan Buku Profil Kecamatan Labang 2007
4
Dari data yang tersedia di dokumen RDTR, dapat mengemukakan bahwa Kabupaten
Bangkalan terdiri dari 18 kecamatan. Kecamatan yang termasuk dalam pengembangan
Kawasan Kaki Jembatan Suramadu Sisi Madura adalah Kecamatan Labang, Kamal dan Tragah
(RTRW Kabupaten Bangkalan).
Luas masing-masing kecamatan di Kabupaten Bangkalan disajikan pada Tabel dibawah ini
Terlihat luas kecamatan nampak bervariasi antar 18 wilayah kecamatan yang ada. Terdapat
2 kecamatan paling besar yaitu Galis dan Geger yang luasannya berkisar 3 X dari lainnya
yang paling kecil.
Lokasi siteplan Kawasan industri yang akan direncanakan sebagai eco-industry ini berlokasi
di Kabupaten Bangkalan. Untuk itu, adalah wajar bila perlu diketahui jumlah penduduk
kabupaten ini. Jumlah penduduk Kabupaten Bangkalan pada tahun 2007 mencapai 965.568
jiwa, kepadatan penduduk 767 jiwa/km 2 dengan laju pertumbuhan 2,17%.
Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bangkalan jika dibandingkan dengan laju
penduduk pada wilayah GKS lebih tinggi (1,47 %) dan Jawa Timur (1,08) juga lebih tinggi. Hal
ini berarti pertambahan penduduk Kabupaten Bangkalan lebih pesat dibandingkan
pertambahan penduduk di wilayah GKS atau pertumbuhan di wilayah Provinsi Jawa Timur.
Secara garis besar budaya di Pulau Madura terdiri dua aspek yaitu aspek religi dan aspek
budaya.
5
A. Aspek religi/agama
Mayoritas penduduk di Pulau Madura hampir semuanya beragama Islam dan sampai saat
ini masih sangat mewarnai corak kehidupan masyarakatnya dengan keagamaan yang kental.
Budaya Madura dengan ciri khas penduduknya yang ulet dan pekerja keras serta kuat dalam
berpendirian. Diantara para warga masyarakat sebagai pemeluk agama Islam yang taat, juga
pada sebagian masyarakat belum sepenuhnya dapat meninggalkan kepercayaan lama
(percaya kepada adanya mahluk halus dan kekuatan ghaib).
Sektor pertanian Madura mempunyai tingkat spesialisasi lebih tinggi dari wilayah lain namun
tidak semua wilayah menunjukkan kecenderungan meningkat. Nilai spesialisasi pertanian di
Pamekasan dan Sumenep selama delapan tahun terakhir cenderung meningkat.
Kecenderungan spesialisasi pertanian di Bangkalan dan Sampang menurun. Sebaliknya,
kecenderungan spesialisasi industri di wilayah barat Madura tersebut meningkat. Hal ini
mengindikasikan mulai terjadi pergeseran konsentrasi sektor ekonomi, khususnya Bangkalan
dari pertanian ke industri. Industri yang mulai berkembang di Bangkalan yaitu pengolahan
pangan, batik, kimia dan bahan bangunan, logam serta kerajinan. Ini merupakan embrio
untuk pengembangan industri berbahan baku lokal.
Kabupaten Bangkalan menjadi pintu gerbang untuk berbagai kegiatan terutama lintas
barang dan jasa yang menghubungkan Jawa dan Madura melalui jembatan Suramadu ini.
Atas dasar ini, peluang investasi di Bangkalan ini sangatlah baik. Hasil proyeksi pertumbuhan
menunjukkan bahwa ekonomi Madura (dalam hal ini termasuk Bangkalan) pada tahun 2013
diperkirakan telah berkembang pesat untuk industri padat modal, seperti : industri kimia,
mineral, mesin dan elektronik.
Potensi pada sektor ini didominani oleh industri kecil dan kerajinan, antara lain : industri
Kerajinan batik tulis, industri bahan dasar agel, meubeler baik ukir maupun inlay,
keramik/genteng, hasil laut dan lain-lain. Potensi yang ditawarkan adalah industri kecil yang
6
berbasis hasil pertambangan yaitu : marmer dan keramik. Dengan melihat banyaknya bahan
baku yang tersedia serta tingginya permintaan, terbuka juga peluang pengembangan
industri berbahan dasar agel. Industri lain yang mungkin dikembangkan diantaranya bahan
baku dari hasil laut (kerupuk, petis) dan Batik tulis.
Untuk industri besar, potensi yang ada antara lain : industri Kemaritiman berikut
teknologinya, semen, phospat dan pengelolaan kawasan industri. Peluang investasi yang
ditawarkan Kabupaten Bangkalan adalah Pengembangan industri semen dan keramik yang
didukung deposit bahan baku, dan pengelolaan kawasan industri yang ditunjang fasilitas
cukup memadai.
Peluang industri menengah potensial ada pada industri Genteng Glazuur (Genteng Lapis
Mengkilap) dimana merupakan wujud pengolahan bahan baku clay (lempung) yang
berkualitas dan melimpah di Bangkalan berikut tinnginya permintaan pasar Genteng Glazuur
di Madura. Untuk peluang pengembangan & investasi industri Genteng Glazuur, kajian
teknis pengembangannya telah dilakukan oleh Disperindag Kab. Bangkalan.
PDRB Atas Dasar Harga Konstan adalah PDRB yang menunjukkan nilai tambah barang dan
jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar,
dalam penghitungan ini digunakan tahun 2000 sebagai tahun dasar. PDRB atas harga
konstan dibutuhkan untuk melihat stabilitas perkembangan ekonomi tiap sektor.
Kabupaten Bangkalan memiliki potensi yang telah berkembang dan terus dilestarikan yakni
wisata alam, wisata budaya dan sejarah, serta wisata minat khusus. Potensi dan daya tarik
wisata lain yang ditawarkan untuk dikembangkan adalah pantai maneron, pantai rongkang,
goa pedeng, Wana Wisata Gunung Geger yang berfungsi sebagai bumi perkemahan dan
sarana untuk panjat tebing, serta beberapa tempat wisata budaya dan sejarah, antara lain:
Makam Syaichona M. Kholil, Makam Air Mata Rato Ebhu.
Dalam penggunaan lahan yang perlu diketahui adalah bahwa pekerjaan Penyiapan Siteplan
Kawasan Industri di KKJSM sebesar 300 ha berada pada kawasan perencanaan RDTR KKJS
Madura dengan luas 600 ha. Penetapan batas wilayah KKJS Madura berdasarkan pada luas
KKJS Madura dalam Laporan Bantek Pelaksanaan Penataan Ruang Kawasan Sekitar Kaki
Jembatan Suramadu yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum seluas 525 ha.
Pola peruntukan lahan atau pemanfaatan ruang Kabupaten Bangkalan terbagi dalam dua
kawasan yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Berdasarkan dokumen Jatim Dalam
Angka tahun 2008, jenis penggunaan tanah yang dominan di Kabupaten Bangkalan adalah
tegai dan kebun yang meliputi lebih separo bagian (50,07 %) dari seluruh wilayah Kabupaten
Bangkalan. Untuk lebih jelasnya, rincian mengenai penggunaan lahan ini dapat dilihat pada
Tabel dibawah in i:
7
Berdasarkan penggunaan lahan, luas dan prosentasenya masing-masing dapat disimak pada
tabel dibawah in i:
Tabel IV-4 : Luas KKJS Sisi Madura Berdasarkan Penggunaan Lahan, 2007
No Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Prosentase(%)
1 Tegalan i37,3i 26,15
Sumber: Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Skala dan peta citra, 2006-2007
0O0
1
BAB V
PARAMETER PERENCANAAN KAWASAN EKO INDUSTRI
Sebagai acuan utama, dalam pengkajiannya akan menyentuh komponen eksternal pembentuknya
dan komponen pedukung sebagaimana tersebut dibawah in i:
5.1.1. Konsep Green Factory Sebagai Bentuk Konservasi Energi Pada Bangunan Gedung:
Banyak pakar mulai ramai membicarakan konsep bangunan hijau (green building) ini karena
perannya dapat disandingkan dengan krisis energi yang mulai merambah wilayah Indonesia
yang sumber energinya masih sebagian besar dari energi fosil yang tidak terbarukan.
Pemanfaatan energi secara boros oleh ulah manusia maupun kondisi alam yang kurang
mendukung akibat tereksploitasi melebihi kapasitas daya dukungnya, maka upaya
penghematan mulai menjadi salah satu jalan keluar yang perlu dirumuskan disamping
mencari sumber-sumber energi baru dan terbarukan yang dapat bersinergi dengan energi
fosil yang akan semakin berkurang ini.
Dalam konteks green factory sebagai perujudan konservasi energi pada bangunan gedung ini
perlu mempertimbangkan tingkatan karakteristik yang melekat pada pengertian umum
bangunan gedung sebagaimana tersebut dibawah in i:
• Bangunan Gedung (BG) sebagai wadah manusia dalam melakukan aktivitasnya,
mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan
produktifitas, serta berjati diri manusia.
• Penyelenggaraan BG perlu diatur dan dibina demi kelangsungan hidup dan penghidupan
masyarakat sekaligus untuk mewujudkan bangunan gedung yang andal, berjati diri, serta
seimbang, serasi dan selaras dengan komponen lingkungannya.
• BG menjadi salah satu barometer untuk menunjukan pertumbuhan ekonomi suatu kota
bahkan negara.
• BG untuk dapat berfungsi perlu di dukung oleh energi listrik dan listrik diperoleh dari
bahan bakar yang tidak dapat di perbaharui. Seringkali untuk mendapatkan tampilan
bangunan (building appearance), maupun kenyamanan bangunan membutuhkan
konsumsi energi yang cukup besar, khususnya penggunaan alat pengkondisian
2
• bangunan gedung secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi terhadap krisis
energi dan kerusakan lingkungan jika eksploitasi bangunan dimaksud tidak di desain dan
dimanfaatkan dengan benar sesuai dengan kaidah konservasi energi.
Dari kondisi diatas menunjukkan
bahwa BG atau bangunan gedung
ini memegang peran yang sangat
penting mengingat sebagian besar
aktivitas manusia dilakukan didalam
gedung. Aktivitas diluar gedung
sebagai kegiatan ruang luar
(outdoor activities) pada dasarnya
BAGAN V-2 : HUBUNGAN RUANG DALAM -RUANG LUAR
juga akan terkait dengan main
building-nya.
Artinya hubungan ruang dalam (dalam green factory) dan outdoor activities (antar bangunan
dan lingkungan) ternyata saling bersinergi dan saling mempengaruhi.
Dibawah ini akan diperlihatkan fenomena bangunan sakit yang diperkirakan sebagai salah
satu pemicu munculnya konsep green factory sebagai green building dalam konteks
konservasi energi, yaitu :
Dari bagan diatas menunjukkan bahwa upaya penghematan energi, dalam hal ini adalah AC
melalui pembuatan ruang dalam yang kedap atau tanpa ventilasi supaya energi panas dari
3
luar tidak menambah kerja beban AC, ternyata hasilnya membawa dampak pada gangguan
kesehatan manusia. Gangguan kesehatan yang dipicu dari fenomena gedung sakit ini, ada
yang bersifat permanen dan non permanen dengan faktor penentunya yang berbeda. Bila
sifatnya permanen, sebagaimana dikenal dengan istilah BRI (Building Related llleness)
dengan mikro organisme sebagai penyebab penyakit yang sangat berbahaya bila tidak
tertangani dengan baik. Pada kasus tertentu bahkan dapat menurunkan ksehatan secara
dratis dan menimbulkan kematian. Untuk itu, dengan penyerapan melalui media tanaman
dalam ruangan, diperkirakan mikro organisme ini dapat diredusir sehingga tidak lagi menjadi
ancaman yang serius. Penyaring udara kotor (protektif). Penghijauan mencegah pencemaran
udara berlebihan oleh asap kendaraan, buangan industri, gas beracun, dlt. Asap yang
mengambang ke udara, melalui proses kimiawi zat hijau daun dapat mengubah
karbondioksida ( C02 ) menjadi oksigen (02). Juga zat lemas (N) dan sulfur (S).
Disisi lain, bila tidak bersifat non permanen, dikenal sebagai SBS (Sick Building Syndrome),
berbagai dampak terlihat seperti demam, pusing-pusing bahka lemah badan yang
diperkirakan dari campuran partikel dan mikroba sebagai penyebabnya. Kondisi ini nampak
berbeda bila dilakukan dengan upaya intervensi melalui bukaan vetilasi dengan penghawaan
alami. Artinya, terdapat sedikit kasus gangguan kesehatan seperti pusing-pusing
dibandingkan bila ruangan tetap kedap (tanpa bukaan ventilasi).
Dari 2 fenomena inilah yaitu BRI dan SBS merangsang munculnya konsep green factory
sebagai green building dalam konteks bahwa penghematan energi perlu dilakukan namun
bukan diartikan sebagai "pelit" energi sehingga dampak negatif yang justru muncul. Dengan
demikian, green building diposisikan sebagai batasan untuk green factory , tolok ukur dan
proses dimana penghematan energi yang dilakukan dengan tetap mempertimbangkan aspek
kenyamanan untuk beraktivitas.
Posisi green factory akan menjadi iebih signifikan ditengah fenomena pemansan dan
pendinginan global sebagaimana nampak dilapangan dimana perubahan suhu udara sudah
berpengaruh terhadap perubahan musim tanam, pemicu banjir, pemicu longsor bahkan
matinya beberapa predator pemangsa virus dan mikro organisme lainnya yang berakibat
terganggunya siklus hidupnya sehingga menjadi hama bagi manusia.
4
Dari kondisi diatas nampak semakin jelas, bahwa konsep green factory tidak sekedar terkait
dengan pengehamatan energi pada bangunan gedung saja namun juga berfungsi sebagai
komponen lingkungan (man made element) yang diharapkan peran aktifnya dalam
memberikan aspek ke-ramahan lingkungan bahkan menjadi penangkap atau penyaring
polusi lingkungan serta pemberi gas 02 , misal penutup atap identik dengan roofgarden .
Pada kasus ini, akan berakibat pada peningkatan kesehatan lingkungan pada green factory
karena dapat mencegah munculnya bau tidak sedap pada saluran (got) kota karena para
predator sudah tidak berfungsi alias mati karena terkena limbah kimia dari grey water
(contoh : air sabun, sampo dll).
Pengertian Green Building ternyata mempunyai berbagai dimensi sudut pandang. Untuk itu,
list dibawah ini akan memperlihatkan keaneka ragaman pendapat tersebut sebagai berikut:
A. Parameter kesehatan lingkungan :
Dikemukakan oleh pakar ekologis dari LIPI (Kajian Pertimbangan Ekologis Dalam Konsep
Kota Hijau Untuk Pembangunan Perkotaan (Oleh Prof. DR.Eko Baroto Waluyo, LIPI,
2010), bahwa dari sudut kesehatan lingkungan, pengertian bangunan hijau (green
building) terkait dengan konsep arsitektur berkelanjutan yang berdimensi ekologis
adalah bangunan/rumah/perumahan yang 1:
• Efisien dalam penggunaan energi. Dianjurkan agar seluruh energi dapat dipenuhi
sendiri (zero-energy), atau bila memungkinkan, bangunan dapat menghasilkan
energi tambahan (zero-plus);
o penggunaan pembangkit listrik skala mikro (panel surya, turbin angin, dsb)
1
http://lutfiprayogi.wordpress.com/2010/03/30/gimmick-arsitektur-hijau-pada-penawaran-perumahan-formal-perkotaan/
5
..... environmental impacts,.. creating buildings with positive, reparative and productive
consequences for the natural environment, .. integrating the build structure with all
aspects ofthe ecological systems of the biosphere over its entire life cycle (1995)
Disini terlihat bahwa 'green' atau eco design dimaksudkan oleh Yeang sebagai bangunan
yang memberikan low environmental impact dan bukan sekedar penerapan low energy saja
6
namun harus teritegrasi baik dengan siklus ekosistem-nya karena akan saling mempengaruhi
diantara bangunan dan lingkungan sekitarnya.
Hal ini diterjemahkan Yeang dalam hasil-hasil karyanya antara lain dengan mengurangi
ketergantungan terhadap non re n e w a b le e n erg y hingga memasukan ekosistem kedalam
bangunan dengan apa yang disebut eco-land bridges, vertical landscaping, green livingwalls.
Bahkan Yeang memberi tempat pada habitat tertentu untuk hidup didalam bangunan dan
lingkungan sekitarnya. Bahkan lebih ekstrim lagi, Yeang berusaha memasukan kondisi
sebagaimana terjadi pada sebuah a piece of horisontal landscape ke dalam bangunan tinggi
secara vertikal.
Pendapat Yeang ini diaplikasikan secara tepat oleh pakar LIPi (Prof. DR.Eko Baroto Waluyo)
dimana dari beberapa unsur bangunan hijau yang perlu diamati dalam rangka menunjang
perumusan parameter desain pada green factory dimaksud, antara lain2:
• Desain dan konstruksi bangunan. Adanya kemungkinan terdapat masalah bangunan
dan geoteknik. Desain untuk ventilasi dan pendinginan dengan cara alami, mungkin
akan sangat diperlukan.
• Ruang terbuka dan ekologi perkotaan. Desain perkotaan sebaiknya menggabungkan
koridor-koridor habitat, badan air dan anak sungai, dan pohon-pohon peneduh.
• Penggunaan lahan multi fungsi mungkin menjadi kunci adaptasi ekologi perkotaan,
dengan fokus pada kelompok permukiman baru untuk perencanaan dan
pemeliharaan karakter ekologis.
• Utilitas. Area-area yang jauh dari pelayanan fasilitas dan utilitas, serta area-area
pantai akan menjadi area yang rentan. Pengaruh yang paling besar akan terjadi pada
perubahan geoteknik dalam hidrologi dan air tanah, yang akan mempengaruhi
drainase serta jaringan suplay air bersih.
5.2. KONSEP GREEN FA CTO R Y UNTUK KONSERVASI ENERGI PADA ECO -IN DUSTRIAL PA RK (EIP):
Pengertian secara umum yang tersebut pada acara One-Day Workshop on Energy audit
Development Program in Industry and Commercial Building (Kunaefi, ST, MSE- Direktorat
Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral, januari 2011), disebutkan bahwa : konservasi energi adalah upaya sistematis,
terencana, dan terpadu guna melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta
meningkatkan efisiensi pemanfaatannya.
Dikemukakan pula pada UU No. 30/2007 tentang Energi Pasal 25: Konservasi Energi, bahwa :
• Konservasi energi nasional menjadi tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah,
pengusaha, dan masyarakat.
• Konservasi energi nasional sebagaimana mencakupi seluruh tahap pengelolaan
• Pengguna dan produsen peralatan hemat energi yang melaksanakan konservasi energi
diberi kemudahan/insentif oleh pemerintah
• Pengguna sumber energi dan pengguna energi yang tidak melaksanakan konservasi
energi diberi disinsentif oleh pemerintah
2
http://itja.wordpress.com/2008/08/23/aspek-iklim-dalam-perencanaan-tata-ruang/
7
• Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan konservasi energi distur dengan peraturan
pemerintah dan/atau pemerintah daerah
Bagan kontribusi alam terhadap konservasi enegi secara singkat dapat disimak dibawah in i:
□ Produksi Bersih diterapkan mulai dari kegiatan pengambilan bahan teramsuk pertambangan, proses produksi, pertanian, perikanan,
pariwisata, perhubungan, konservasi energi, rumah sakit, rumah makan, perhotelan, sampai pada sistem informasi.
□ Pola pendekatan produksi bersih dalam melakukan pencegahan dan pengurangan limbah pada kawasan industri hijau ini dilakukan
dengan strategi E4R ( Elimination, Reduce, Reuse, Recycle, Recovery/Reclaim) (UNEP, 1999). Prinsip-prinsip pokok dalam strategi produksi
bersih tertuang pada Kebijakan Nasional Produksi Bersih (KLH, 2003) sebagai format 5R (Re-think, Re-use,Reduction, Recovery and
Recycle).
□ Penerapan Produksi Bersih di kawasan industri akan memberikan keuntungan berlebih dibanding dengan keuntungan yang diperoleh
oleh kegiatan industri yang dilakukan/dioperasikan secara sendiri-sendiri.
B A G A N V -6 : K E B IJA K A N K O N S E R V A S I D A N P E R A N K O N T R IB U S I A L A M
Amanat mengenai konservasi energi pada bangunan gedung memang sudah diuraikan dalam
PP No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung. Konservasi energi yang diharapkan dapat diimplemantasikan pada
bangunan gedung, merupakan bagian dari persyaratan keandalan bangunan gedung
khususnya aspek persyaratan kesehatan yang meliputi persyaratan sistem penghawaan,
pencahayaan, sanitasi dan penggunaan bahan bangunan gedung. Dan penjelasan untuk
aspek persyaratan kesehatan pada bangunan gedung sudah tertuang dalam PP No. 36 Tahun
2005, antara lain pada :
• Pasal 40 Ayat 3; Penerapan sistem ventilasi sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dan Ayat
2 harus dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam
bangunan gedung.
• Pasal 41 Ayat 4; Pencahayaan buatan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 harus
direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang
8
5.2.3. Komponen Green Building dan SNI untuk melandasi perumusan green factory :
Dalam pengoperasian konsep green building ini untuk beberapa komponen telah diatur
pada SNI (Standar Nasional Indonesia) seperti tersebut dibawah in i:
• SNI 03-6197-2000 tentang Konservasi Energi Sistem Pencahayaan Pada Bangunan Gedung
Disebutkan pada prakata pada SNI tentang Konservasi Energi Sistem Pencahayaan Pada
Bangunan Gedung bahwa :
Standar konservasi energi sistem pencahayaan pada bangunan gedung dimaksudkan
sebagai pedoman bagi semua pihak yang terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan,
9
• SNI 03-6389-200 tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan Pada Bangunan Gedung
Disebutkan pada prakata pada SNI-nya :
Standar konservasi energi pada selubung bangunan gedung, dimaksudkan sebagai
pedoman bagi semua pihak yang terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan pengelolaan bangunan gedung untuk mencapai penggunaan
energi yang efisien. Konservasi energi pada selubung bangunan bertujuan
mengidentifikasi dan mencari peluang penghematan energi dari selubung bangunan.
Pembahasan konservasi energi sistem tata udara meliputi : kriteria perancangan,
prosedur perancangan, konservasi energi, konservasi energi dan rekomendasi.
• SNI 03-6390-2000 tentang Konservasi Energi Sistem Tata Udara Pada Bangunan Gedung :
Disebutkan pada pendahuluan pada SNI tentang Konservasi Energi Sistem Tata Udara
Pada Bangunan Gedung bahwa :
Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung di Indonesia dimulai
sejak tahun 1985 dengan diperkenanlkannya program DOE (Departemen of Energy,
USA) oleh Departemen Pekerjaan Umum. Perkembangan selanjutnya nyaris tidak
terdengar sampai tahun 1987. Tahun 1987, ASEAN bekerjasama dengan USAID
sekaligus memperkenalkan program ASEAM (A Simplified Energy Analysis Methode).
Sejak itu mulailah masalah konservasi energi terangkat kembali ke permukaan di
Indonesia.
Beberapa SNI yang tersebut diatas diperkirakan perlu di up-date untuk sekelompok unsur
pembentuk green factory termasuk diarahkan untuk dapat merespons proses perubahan
iklim di Indonesia. Nampak bahwa konservasi energi pada green factory merupakan "beyon
the SNI". Artinya, tidaklah optimal untuk penghematan (atau justru sebaliknya : boros) bila
diterapkan aturan dari SNI bila sudut pandangnya ditekankan melulu pada aspek
kenyamanan semata. Dengan demkian menjadi wajar bila para arsitek yang hanya
mementingkan performance bangunan saja sulit melepaskan dari tudingan miring sebagai
salah satu pencemar lingkungan. Artinya, green factory yang didesain memberikan efek
rumah kaca, memberikan gas karbon secara berlebihan ke udara dan tidak melakukan
proses re cycling atau daur ulang terhadap black dan grey water dan lain-lainnya.
5.3. KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA PADA KOMPONEN TERPILIH DARI GREEN FACTORY:
Sebelum dilakukan proses penentuan kandungan hijau (green content) yang minimal pada
green factory sebagai dasar penetapan komponen mana saja yang perlu dilakukan
10
konservasi pada bangunan gedung, maka perlu disimak pengertiarj konservasi sebagai
proses penghematan energi.
Berlandaskan pada fakta, pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk yang pesat,
Indonesia berkepentingan untuk mengelola dan menggunakan energi se-efektif dan se
efisien mungkin. Semua pertumbuhan ini tentunya disertai dengan meningkatnya kebutuhan
energi akibat bertambahnya : jumlah rumah, beragam bangunan komersial serta industri.
Jika diasumsikan rata-rata pertumbuhan kebutuhan listrik adalah sebesar 7% per tahun
selama kurun waktu 30 tahun, maka konsumsi listrik akan meningkat dengan tajam.Contoh
pada kondisi diatas adalah pada sektor rumah tangga, konsumsi akan meningkat dari 21,52
Gwh di tahun 2000 menjadi sekitar 444,53 Gwh pada tahun 2030. Sedangkan mngenai
penggunaan energi pada masing-masing sektor dapat dilihat pada bagan dibawah in i:
• Sampai saat ini, sumber energi yang digunakan sebagian besar masih berasal dari fosil,
yaitu minyak bumi sebesar 46,9%, batu bara 26,4% dan gas alam sebesar 21,9%.
• Sementara tenaga air (hidro) dan energi terbarukan lainnya hanya sekitar 4,8% dari total
sumber daya energi yang termanfaatkan Walaupun permintaan energi di sektor
komersial hanyalah 4% dari total permintaan energi nasional, efisiensi energi pada sektor
ini menjadi prioritas. Secara ilustratif, dapat disimak pada bagan dibawah in i:
1950 19*1 153? 19S3 19M 19«. !9?S 19*7 19UI 15159 ’PIC ?U!1 7TO? 7703 JTO« ?M‘. 7HM KOt 710* 7fiaj 7010
B A G A N V -8 : P E R K E M B A N G A N P E N G G U N A A N E N E R G I U N T U K SUPPLY-DEM AND
11
Bagi gedung yang sudah ada, peningkatan efisiensi energi tercapai melalui
peningkatan performa gedung. Untuk mengetahui langkah-langkahnya, perlu
dilakukan audit energi yang meliputi identifikasi dan analisis secara keseluruhan
masalah-masalah efisiensi energi pada gedung seperti sistem operasional HVAC
(Heating, Ventilating and Air Conditioning), tingkat kenyamanan dan pemeliharaan
gedung..
S Gedung Baru (New Buildings).
BAGAN V-9 : PROSES KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN GEDUNG LAMA & BARU
» Yang perlu dipahami juga adalah pengertian dari konservasi energi, yaitu salah satu
kebijakan energi nasional yang dimaksudkan untuk mengurangi konsumsi dan
pertumbuhan energi nasional tanpa mengurangi laju pembangunan. Adapun alasan
penting dilakukannya konservasi energi adalah :
E S T E T IK A -K O N S E R V A S I
bagan disamping ini yang
mengemukakan adanya distorsi.
Akhirnya, konsep bangunan hijau (green buildingjyang melandasi perumusan green factory
merupakan proses sekaligus tolok ukur komponen fisik bangunan dan lingkungan juga
terhadap si pelaku (penggguna. perancang/arsitek dan penikmat) untuk menjawab
tantangan "how green you are 7'
Dalam rangka menjawab tantangan diatas, paramameter yang dirumuskan akan bersandar
pada konsep yang dikenal sebagai Proses Pemulihan Energi (recover energy building) dengan
penjelasan pada penggunaan energi dan prosesnya menuju pemulihan energi, sebagaimana
terlihat dibawah in i:
13
(* ) : Laju pertumbuhan konsumsi per laju pertumbuhan ekonomi negara. Semakin kecil EE akan terdapat proses
penggunaan energi yang efisisen . Pstsisi Indonesia (2009) EE sebesar 2,69, sedangkan negara2 maju berkisar 0,1-0,6
(* * ) : Jumlah konsumsi energi per Produk Domestik Bruto. Semakin kedi IE, semakin efisisen dalam penggunaan energi.
Posisi Indonesia (2009), IE sebesar 565 TOL (Ion 03 Equwalent) per 1 juta USD, sedangkan negara2 maju berkisar
164TOE p e r i juta USD
oOo
1
BAB VI
SKENARIO KONSEP PENGEMBANGAN INDUSTRI DI KKJSM
produk kawasan eco-industri yang ingin dirumuskan identik dengan kedalaman tingkat ke-
hijaua-an (green content) sebagai tolok ukur sasaran yang sesuai. Sebagai contoh untuk
perencanaan kawasan industri hijau semacam EIP (eco-industrial park) yang mencakup
bangunan maupun lingkungannya termasuk pertimbangan terhadap konservasi energinya,
ternyata merupakan bentuk yang bergradasi sesuai tingkatan kandungan green-nya yang
mengikutinya sebagaimana ditunjukkan pada bagan dimaksud :
Dari kondisi diatas menunjukkan bahwa dari kondisi awal yang berwarna abu-abu tua yaitu
mengkonotasikan kegiatan yang berpolusi dan non green, bergerak secara gradual kearah
abu-abu muda dan beralih ke green muda hingga green pekat. Pergeseran peran menuju EIP
ini mengindikasikan hal yang perlu direncanakan dan dipelajari sehubungan tingkat
konsekwensi dengan semakin berkurangnya warna abu-abu dan sekaligus beralih ke green
muda hingga green pekat identik dengan EIP.
Dari kondisi diatas, yang perlu dicermati untuk menuju EIP dengan disokong oleh bangunan
hijau yang terkait dengan konservasi energi tersebut adalah :•
• Tidak semua green building untuk kawasan industri akan sama tingkat konservasi
energinya. Artinya, bisa saja satu sama lain terjadi perbedaan antara kegiatan
menkonsumsi energi dan upaya mengkonservasinya.
• Terdapat sifat khas yang mewakili kedalaman green dari masing-masing komponen
pembentuk kawasan industri, minimal seperti:
S efisien dalam pemakaian
S berkonteks lingkungan
S mengurangi pengeluaran
S mengatasi paska proses beraktivitas
S berkontribusi pada kepentingan umum
Perkembangan ini menunjukkan adanya unsur kualitas dimana semakin bermanfaat bagi
masyarakatnya (diluar manfaat dari bangunan itu sendiri) semakin tinggi tingkatan green-
nya. Artinya, dibalik itu juga semakin besar tingkat konservasi energinya. Unsur manfaat bagi
publik atau masyarakat menjadi salah satu indikator menuju kawasan industri yang betul-
betul green dengan konservasi energi yang berarti pula.
Dari bagan dimaksud, juga terungkap kondisi umum yang bersifat lebel saja atau seolah-lah
green. Labeling ini sering terkait dengan usaha promosi atau bisa juga untuk fashion dimana
dengan predikat green akan tidak tertinggal mode dimana unsur "luar" atau topeng menjadi
bagian dari predikat green-nya. Artinya, tingkat kedalaman green-nya bukan menjadi sasaran
dari katagori perkembangan hijau ini. Oleh karena itu, tidaklah terlalu mengherankan
bilamana banyak perusahaan jual beli properti menawarkan barang dagangannya sebagai
green product atau green property.
Namun yang pasti, green building itu mengandung rumusan umum sebagai berikut:
Bagan datas ini diperkirakan mampu menjelaskan tingkat green-nya pada kawasan industri
dalam konteks indoor-outdoor activities. Artinya sudah menjadi suatu rumusan kawasan eco-
3
industri yang saling menunjang antara komponen bangunan dengan komponen lingkungan
termasuk dalam proses konservasi energinya.
Dari penjelasan diatas, berlaku juga pada kriteria hijau yang dikembangkan antar negara
dalam menerapkan sifat green pada kawasn industri sebagaimana bagan dibawah ini yaitu :
9. Innovation
Dari bagan diatas menunjukkan antar satu negara dengan negara lain, selain terdapat
kesamaan juga terdapat perbedaan dalam merumuskan komponen yang dipilih untuk
diperdalam tingkat kandungan green untuk eco-industrinyaya. Dalam konteks ini,
perumusan konteks hijau secara khusus bagi bangunan hijau sedang dirumuskan bagi
Indonesia oleh lembaga GBCI (Green Building Council O f Indonesia- Konsil Bangunan Hijau
Indonesia/KBHI). Sementara itu, pelaku pelaku lain seperti K/L (Kementerian dan Lembaga)
maupun pihak swasta dan masyarakat umum juga diperkirakan sedang dalam proses
4
GEDUNG
sebesar 11,4 % dan komersial sebesar 3,7 %.
POUCIES,REGULATtONS,
MANAGEMENT/MAINTENANCE STANDARDS, ETC.
OCCUPANCYPATTERN/
COSTS/PRICESOFENERGY
OCCUPWfTBEHAVKXJR
CUMHE/WEATHER
CONSTRUCnON MATERIALS
BUILDINGDESIGN
Pada bagan diatas nampak diperlihatkan sinergitas pada kawasan eco-industri terkait proses
penghematan energi ini. Dengan demikian, dari proses konservasi energi pada kawasan eco-industri
yang menekankan adanya unsur pengehamatan energi ini perlu dilandasi oleh pengaturan atau
pengelolaan yang bersifat manajerial dan kelembagaan supaya dapat menentukan batas atau
ambang batas dimana tingkat penghematan tidak menggnggu tingkat kenyamanan dan produktivitas
beraktivitas. Untuk itu, dibawah ini akan diperlihatkan bagan yang diarahkan mampu
mengggambarkan kondisi diatas, yaitu :
5
SIKLUS
PE N G U K U SA N PENGH EM ATAN
PENGHEM ATAN :
EN ER GI
E o e r g y d c m aw d,
(E N E R G Y SA V IN G M EA SU R ES)
e f f ic i e n c y , p r o b f c m s
M ETO D A :
Before & A fter Energy Saving
Measures (R edu cm gTtie O perational
UPAYA M E M E N U H I KINERJA
Costs & Im p ro v e m e n tO f P erform ance)
K E N Y A M A N A N , KESELAM ATAN &
PR OD UK TIVITAS ■ Operaling Costs
( g o m f o k t , s a f e 7ym P R a o u c n v r r Y } : ■ Th e Performance of SystBms
■ Tb live & to work, ■ Energy Consumptian
■ productivity in work, ■ Load CharactErisfic
■ Energy Management
■ lif e s t y le & ■ Th e Per tor mance of Uhils
• E x te fn a tfa c to rs
Bagan VI-7 : Penetapan manajemen pengelolaan energi pada kawasan eco-industri (1)
Dari 2 bagan diatas menunjukkan bahwa diperlukan persyaratan bagi kawasan eco-industri yang
perlu dipenuhi sebelum proses konservasi dilakukan yaitu siklus penghematan untuk landasan
penatapan alat ukurnya. Artinya perlu dilakukan langkah-langkah strategis dalam menentukan
klasifikasi bangunan industri (green factory) yang dikonservasi energinya sesuai dengan tingkat
karakteristiknya.
6
Dalam rangka mensinergikan proses konsumsi maupun pemanfaatan energi pada kawasan eco-
industri dalam konteks konservasi energi ini, dipandang perlu dilakukan proses pengaturan atau
manajemen melalui kegiatan penilaian atau audit. Yang perlu diketahui bahwa proses audit energi
ini perlu mengikuti beberapa langkah atau proses yang sementara ini telah menjadi pedoman bagi
para pelaku pembangunan sesuai dengan peraturan perundangan yang tercakup pada SN! 03-6196-
2000 dengan ketentuan sebagai berikut:
Bahwa dengan dilakukan audit energi yaitu berupa teknik yang dipakai untuk menghitung besarnya
konsumsi energi pada bangunan gedung dan mengenali cara-cara untuk penghematannya, perlu
diikuti proses sebagaimana bagan dibawah in i:
□ amftenergi: tetmk yangdpakai u riii men^ftng besaniyakonsuitä en«g padabangwan gedung ihn mengenai caracarauntuk pengenakannya.
□ rimsfas goreaiH Energi(KE], penhagpn antan knrisurnj enecp deopaisabun luas hangunan grdmg
Q lonamsenerp; besunyaaiergiyang ibgunakan olehbanpnsingedaigchfam periode«ridiitiHleiAi dan merupakan pertafanarStarachyacfanwaktu apeni
O banseroarienerp: ig»yamengeiriri»penabiane<iecpmi<risuaMkeiriiiianagarpefrinro9nen«pdapatitfindatart
Q pengelolaanenergi: segah upaya iririmensturifanmengefah penamaan enernseeiriennnmtoniaifahangimaneedimgbnnainenannaMriat
Q pekianghenat enecp(H F) fFnmjy amermbm oppotlmty) carayangrmngbi bisattperoWuhhir usaha mengurangi pecrburasaneoerp
Bagan VI-9: Proses audit energi pada kawasan eco-industri terkait konservasi energi
7
Perlu diketahui bahwa dalam melakukan proses audit ini ada 2 proses yaitu :
• Audit awal, yaitu Audit energi awal pada prinsipnya dapat dilakukan pemilik/pengelola
kawasan eco-industri yang bersangkutan berdasarkan data rekening pembayaran energi
yang dikeluarkan dan pengamatan visual. Pada proses ini cukup menghadirkan :
v' Tapak, denah dan potongan bangunan gedung seluruh lantai yang menempati lokasi
kawasan eco-industri.
v' Denah instalasi pencahayaan bangunan seluruh lantai.
v' Diagram satu garis listrik, lengkap dengan penjelasan penggunaan daya listriknya dan
besarnya penyambungan daya listrik PLN serta besarnya daya listrik cadangan dari
Diesel Generating Set.
• Audit energi rinci, yaitu audit yang dilakukan bila nilai intensitas Konsumsi Energi atau
dikenal sebagai IKE (pembagian antara konsumsi energi dengan satuan luas bangunan
gedung) lebih besar dari nilai target yang ditentukan. Dari proses ini,dapat dihitung
v' Rincian luas bangunan gedung dan luas total bangunan gedung (m2).
v' Konsumsi Energi bangunan gedung per tahun (kWh/tahun).
v' Intensitas Konsumsi Energi (IKE) bangunan gedung per tahun (kWh/m2.tahun).
v' Biaya energi bangunan gedung (Rp/kWh).
Proses seklanjutnya yang diperlukan adalah melakukan penelitian dan pengukuran sebagai
proses audit pada kawasan eco-industri adalah melakukan proses penilaian :
v' audit energi rinci perlu dilakukan bila audit energi awal memberikan gambaran nilai IKE
listrik lebih dari nilai target yang ditentukan;
v' audit energi rinci perlu dilakukan untuk mengetahui profil penggunaan energi pada
bangunan gedung, sehingga dapat diketahui peralatan pengguna energi apa saja yang
pemakaian energinya cukup besar;
v' kegiatan yang dilakukan dalam penelitian energi adalah mengumpulkan dan meneliti
sejumlah masukan yang dapat mempengaruhi besarnya kebutuhan energi bangunan
gedung, dan dari hasil penelitian dan pengukuran energi dibuat profil penggunaan
energi bangunan gedung.
Sedangkan khusus pengukuran sendiri itu, akan mencakup berbagai persyaratan dimana
seluruh analisa energi bertumpu pada hasil pengukuran. Hasil pengukuran harus dapat
diandalkan dan mempunyai kesalahan (error) yang masih dapat diterima. Untuk itu penting
menjamin bahwa alat ukur yang digunakan telah dikalibrasi oleh instansi yang berwenang.
Alat ukur yang digunakan dapat berupa alat ukur yang dipasang tetap (permanent) pada
instalasi atau alat ukur yang dipasang tidak tetap (portable). Proses ini akan menghasilkan :
v' Apabila besarnya IKE hasil penghitungan ternyata sama atau kurang dari IKE target,
maka kegiatan audit energi rinci dapat dihentikan atau diteruskan untuk memperoleh
IKE yang lebih rendah lagi.
v' Bila hasilnya lebih dari IKE target, berarti ada peluang untuk melanjutkan proses audit
energi rinci berikutnya guna memperoleh penghematan energi.
Atas proses diatas, yang perlu dilakukan sebagai langkah selanjutnya adalah merumuskan
analisis tentang kemungkinan adanya peluang penghematan energi sebelum dilakukan proses
rekomendasi. Analisis ini akan mencakup :
8
• Apabila peluang hemat energi telah diidentifikasi, selanjutnya perlu ditindak lanjuti dengan
analisis peluang hemat energi, yaitu dengan cara membandingkan potensi perolehan hemat
energi dengan biaya yang harus dibayar untuk pelaksanaan rencana penghematan energi
yang direkomendasikan.
• Analisis peluang hemat energi dapat juga dilakukan dengan penggunaan program komputer
yang telah direncanakan untuk kepentingan itu dan diakui oleh masyarakat profesi.
• Penghematan energi pada bangunan gedung harus tetap memperhatikan kenyamanan
penghuni.
• Analisis peluang hemat energi dilakukan dengan usaha antara lain :
v' menekan penggunaan energi hingga sekecil mungkin (mengurangi daya
terpasang/terpakai dan jam operasi);
v' memperbaiki kinerja peralatan;
v' menggunakan sumber energi yang murah
Akhirnya setelah melalui proses sebagaimana tercantum pada pentahapan diatas, penetapan
rekomendasi yang dibuat mencakup masalah :
• Pengelolaan energi termasuk program manajemen yang perlu diperbaiki, implementasi audit
energi yang lebih baik, dan cara meningkatkan kesadaran penghematan energi.
• Pemanfaatan energi, termasuk langkah-langkah :
v' peningkatan efisiensi penggunaan energi tanpa biaya, misalnya mengubah prosedur,
v' perbaikan dengan investasi kecil,
v' perbaikan dengan investasi besar.
Sebagai catatan penting untuk diperhatikan bahwa bangunan hijau ini didukung juga oleh kawasan
hijau yang mempunyai fungsi terkait dengan proses daur ulang, treatment, dan lain-lain. Kawasan ini
biasanya difungsikan sebagai zona Service yang menunjang performance dari bangunan hijau ini.
6.4. SKENARIO KONSERVASI ENERGI PADA KAWASAN ECO-INDUSTRI & KOMPONEN BANGUNAN
HIJAU-NYA
Sebagaimana telah dikemukakan pada kajian sebelumnya bahwa upaya konservasi energi
pada kawasan eco-industri terkait erat dengan kegiatan audit atau pengelolaan secara
manajemen pengaturan. Diarahkan pada perumusan konsep awal ini peran SNI terkait
dengan penghawaan alami, pengkondisi udara tata udara secara umum akan menjadi
komponen utama dalam penyusunannya. Untuk efektivitas pengoperasian diperlukan
berbagai masukan dari lapangan maupun standar dari negara luar ataupun dari perumusan
yang sedang dilakukan seperti:
Pada UU No 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, beberapa pasal yang terkait dengan
pengaturan tentang pennghawaan, pencahayaan, persampahan dan material bahan
bangunan, dapat dikutip sebagaimana tersebut dibawah in i:
9
Persyaratan Kesehatan :
Pasal 21
Persyaratan kesehatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (1) meliputi persyaratan sistem penghawaan, pencahayaan, sanitasi, dan
penggunaan bahan bangunan gedung.
Pasai 24
(1) Sistem sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 merupakan
kebutuhan sanitasi yang harus disediakan di dalam dan di luar bangunan gedung
untuk memenuhi kebutuhan air bersih, pembuangan air kotor dan/atau air limbah,
kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan.
Pasal 25
Atas dasar kondisi diatas, dibawah ini akan dikemukakan skenario konservasi energi pada
komponen terpilih utama untuk kawasan eco-industri dengan bangunan hijau sebagai
pembentuknya,yaitu :
mm
10
6.4.1. Skenario konservasi energi untuk pengelolaan sistem penghawaan pada kawasan eco-
industri:
Skenario awai untuk konservasi energi terhadap pengelolaan sistem penghawaan pada
kawasan eco-industri ini akan mencakup konservasi terkait pada bangunan hijau, yaitu :
A. Skenario Konservasi Energi untuk Sistem Penghawaan Alami Pada Green Factory :
Konsep awal konservasi energi untuk sistem penghawaan alami pada bangunan gedung ini
akan merujuk pada SNI terkait yaitu SNI 03-2396-2001 dengan penjelasan sebagai berikut:
Sebagaimana konsep umum yang telah dikembangkan tentang konservasi energi pada green
building (bangunan hijau) ini maupun proses pengaturannya melalui audit atau pengaturan
manajemennya, maka dalam rangka menuju pada perumusan kawasan eco-industri yang
terkait dengan konservasi energi pada bangunan ini, maka hal-hal teknis maupun non teknis
akan menjadi pertimbangan dan ditindaklanjuti dalam proses prosedur perencanaan
sebagaimana tersebut pada bagan dibawah ini.
Pada SNI dimaksud yang menjadi acuannya, dapat diketahui bahwa standar tata cara
perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung ini dimaksudkan
sebagai pedoman bagi para perancang dan pelaksana pembangunan gedung di
dalam merancang sistem pencahayaan alami siang hari, dan bertujuan agar diperoleh
sistem pencahayaan alami siang hari yang sesuai dengan syarat kesehatan,
kenyamanan dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan lain yang berlaku.
11
Pada SNI tentang cahaya aiami ini, sasaran yang ingin diraih adalah perumusan
pencahayaan alami siang hari yang baik pada bangunan hijau, yaitu bila :
• pada siang hari antara jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 waktu setempat,
terdapat cukup banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan.
• distribusi cahaya di dalam ruangan cukup merata dan atau tidak menimbulkan
kontras yang mengganggu.
Perlu diketahui bahwa faktor langit suatu titik pada suatu bidang di dalam suatu
ruangan adalah angka perbandingan tingkat pencahayaan langsung dari langit di
titik tersebut dengan tingkat pencahayaan oleh Terang Langit pada bidang datar di
lapangan terbuka. Dari penjelasan ini membawa pada modus pemilihan faktor langit
(fl) sebagai salah satu dasar perhitungan pencahayaan alami. Perjaandingan antara
tingkat pencahayaan yang berasal dari cahaya langit baik yang langsung maupun
karena refleksi, terhadap tingkat pencahayaan pada bidang datar di lapangan
terbuka disebut faktor pencahayaan alami siang hari. Dengan demikian faktor
langit adalah selalu lebih kecil dari faktor pencahayaan alami siang hari. Pemilihan
faktor langit sebagai angka karakteristik untuk digunakan sebagai ukuran keadaan
pencahayaan alami siang hari adalah untuk memudahkan perhitungan oleh
karena faktor langit ini merupakan komponen yang terbesar pada titik ukur.
C. Skenario Konservasi Energi untuk Sistem Tata Udara Pada Green Factory:
Pada sistem tata udara ini dpandang berpengaruh sangat besar pada pola bangunan modern
yang sering tidak dapat dilepaskan dengan penggunaan AC. Fakta dilapangan menunjukkan,
pengkombinasian penggunaan AC dan sistem penghawaan alami (terutama siang hari) dan
pencahayaan buatan (terutama malam hari) sudah banyak dilakukan oleh masyarakat
meskipun sering belum optimal dalam sinergitasnya.
Konsep awal konservasi energi untuk sistem tata udara pada bangunan gedung ini akan
merujuk pada SNI 03-6390-2000, dengan penjelasan sebagai berikut:
Sistem tata udara pada bangunan gedung adalah identik dengan pengkondisian udara yaitu
usaha mengolah udara untuk mengendalikan temperatur ruangan, kelembaban relatif,
kualitas udara, dan penyebarannya, untuk menjaga persyaratan kenyamanan (comfort) bagi
penghuni. Suatu sistem pengkondisian udara belum tentu dapat mengendalikan seluruh
14
parameter tersebut karena sangat bergantung pada EER atau rasio efisiensi energi [Energy
Efficiency Ratio].
EER sendiri merupakan perbandingan antara kapasitas pendinginan netto peralatan
pendingin (BTU/jam) dengan seluruh masukan energi listrik (Watt) pada kondisi operasi
yang ditentukan. Bila digunakan satuan yang sama untuk kapasitas pendingin dan
masukan energi listrik, nilai EER sama dengan COP atau koefisien performansi untuk
pendinginan [Coefficient O f Performance = COP].
Perlu diketahui COP itu merupakan angka perbandingan antara laju aliran kalor yang
dikeluarkan dari sistem dengan laju aliran energi yang harus dimasukkan ke dalam
sistem yang bersangkutan, untuk system pendinginan lengkap.
Dari SNI terkait, dapat dikutip upaya merumuskan perhitungan beban pendinginan, dengan
beberapa ketentuan sebagai berikut:
• sebanyak mungkin peluang penghematan energi pada tahap perencanaan.
Perhitungan beban pendinginan yang hanya dengan menggunakan "angka
praktek" (check figures, rule of thumb) dan semacamnya yang didasarkan atas
luas lantai, hanya dapat digunakan untuk menyusun anggaran atau sebagai perkiraan
kasar kapasitas sistem tata udara, tetapi bukan untuk perencanaan sistem tata
udara.
C Beban listrik : Pada gedung komersial seperti perkantoran, beban pendinginan yang
ditimbulkan oleh lampu untuk pencahayaan dan peralatan listrik dalam ruangan
merupakan komponen beban tunggal yang sangat berarti (dapat berkisar antara 15
% sampai 20 %). Oleh karena itu perkiraan beban pendinginan yang terinci dari
komponen ini harus dibuat berdasarkan perencanaan sistem listrik untuk
setiap ruangan, tidak boleh digunakan nilai daya listrik per satuan luas lantai rata-
rata dari seluruh gedung.
S Beban selubung bangunan : Beban pendingin yang berasal dari luar melalui
selubung bangunan, misalnya untuk gedung kantor satu lantai di Indonesia dapat
mencapai nilai 40 % sampai 50 % dari beban pendingin seluruhnya pada waktu
terjadi beban puncak. Agar gedung yang direncanakan dapat memenuhi
persyaratan hemat energi, maka pada awal perencanaan perlu dihitung besarnya
nilai perpindahan termal menyeluruh (Overall Thermal Transfer Value = OTTV)
dan dibandingkan terhadap batas yang ditentukan dalam standar yang berlaku.
S Beban lain-lain dan beban sistem : Beban lain-lain dan beban sistem harus
diusahakan dapat dihitung atau diperkirakan cukup teliti, misalnya dengan
memeriksa. Peralatan di dalam ruangan yang bertemperatur lebih rendah dari
temperatur ruang, seperti refrigerated cabinet, akan menimbulkan "beban
negatif" dalam ruang. Oleh karena itu beban semacam ini perlu dicermati karena
dalam perhitungan akan dapat diperoleh beban ruang maksimum yang akan lebih
dekat dengan keadaan nyata
6.4.2. Skenario konservasi energi terhadap pengelolaan air pada bangunan hijau pada kawasan
eco-industri:
Problematik:
v' pengelolaan air bekas pakai yaitu berasal dari proses dapur (grey water
maupun air dari proses toilet dan BAB (black water)
v' pengelolaan air hujan supaya dapat langsung meresap ketanah untuk
mempertinggi kapasitas air permukaan dan mencegah runoff.
v' Pengelolaan sampah terkait dengan limbah padat yang mencakup bahan
organik dan non organik
Pada pengelolaan air, dikenal dengan konsep Konsep Total Siklus Air Manajemen yang
menekankan hubungan antara manajemen banjir (genangan) di satu sisi, penyediaan
air dan pengelolaan sanitasi di sisi lain. Penanganan banjir ini dipertimbangkan karena
seringkali permasalahan yang ada diselesaikan secara sepotong saja atau spot demi
spaot dimana faktor penyebab maupun aliran air (termasuk dari gedung) tidak
dipertimbangkan. Sedangkan sistem jaringan drainase perkotaan dengan tujuan
menyalurkan air hujan secepat saluran drainase primer (sungai dan laut) kurang
mempertimbangkan peran dari bangunan gedung termasuk dalam rangka memperkecil
air limpasan (supaya masuk ke halaman rumah/gedung). Dengan demikian, terlihat jelas
aspek pemanfaatan air tidak menjadi perhatian, dan disatu sisi juga kebutuhan air baku
untuk perkotaan (kebutuhan makro) belum sepenuhnya mampu dipenuhi oleh sumber-
sumber yang ada.
Integrasi pemanfaatan air dalam konsep TSAM (Total Siklus Air Manajemen) ini akan
menjadi dasar pada kegiatan penghematan air atau konservasi energi (air) pada
bangunan gedung. TSAM ini dapat digambarkan pada bagan dibawah in i:
Dengan demikian upaya konsepvasi enegi terhadap pengelolaan air sebagai diatas akan
lebih komprehensif dari pada ditangani secara terpisah-pisah. Meskipun demikian,
karakteristik diatas akan ditindak-lanuti dengan peraturan perundangan yang khusus
terkait dengan SNI dimana masing-masing komponen diatur secara terpisah. Dalam
konteks ini, peraturan perundangan No 30 tahun 2007 tentang Energi yang dilengkapi
17
KONSEP PENANGANAN TERPADU KONSERVASI AIR PADA BANGUNAN HUAU PADA KAW ASAN ECO -INDU STRI
Bagan VI-14: Konsep Konservasi Energi Pemanfaatan Siklus Air Pada Bangunan Hijau
Dari bagan diatas nampak pertimbangan terhadap siklus dari dan kemana aliran air
(bersih dan kotor) beroperasi yaitu mulai dari sumbernya, pemakaiannya sampai ke
tempat pembuangannya. Mengingat sistem drainase selain mencakup pemanfaatan air
hujan dalam bangunan (termasuk taman/halaman) juga menjangkau sistem drainase
18
skala lingkungan atau kompleks bangunan. Untuk itu, dalam rangka mendukung
konservasi energi air yang terpadu bagi bangunan hijau pada kawasan eco-industri ini
perlu dipertimbangkan sistem sanitasi berkelanjutan sebagaimana bagan dibawah in i:
S U B C A TCH M EN T
SU B C A TCH M EN T
1 W ater from the
hard surfacos of thc
su b - catchment <&
X coiiected treated
SUBCATCHMENT SU B C A TCH M EN T and storec in vcxded
construction öe-ore
2 T h e controt flowing to tr>e controf
cham ber le yu la te « ihe
chambec
flow of water passing
>nto the gutter
Channels at ‘Greenfield
rate’ of ronoff
-i ui bam
“ T t■: vatct flows to w atercourses flow ?c
outside ihe cevelc-pm em ^ncisCiS;>t-‘ •mdes
.vhO«estenlerSi ocated tn rc .g h o u t
Cre dev
const’ uctcd wetlarcte.
wh cr,- wiji poliah and store
5. L a n d s c a p e r ode e sie .v
the flcf*4 cf w atet and use a
t»i« \vatcr Watet «vtH scep
variety of S U 0 3 ■'eatures tc
thrc -igh the ground and
v #*g<etat on do-.vf' tc provrde vissuy; IlMcrC«t
addi:ic-“ al C '& a -Tig a -d
"dlllid. -VdlcrOdUi dCd
s o m « staiarge betofß
W ate r frcm the gutter
rcj dia ng tr.e .vatereou rse.
chrs’inpljs *lr:.vs into urban
,! * * * » 6
channe: watercourscs
*<3 waioi .v » pass around thc
la n d sca p « node. to avoid
local flooding of landscapc?
areas f o w n g on.varc to
pcnpncra wotfands
Terlihat pada bagan diatas sisrkulasi air hujan nampak di"treatment" atau dibantu
dengan upaya khusus supaya tidak membenani saluran drainase lingkungan/perkotaan.
Kondisi ini juga sejalan dengan konsep dilingkungan gedung dimana sebelum keluar ke
saluran lingkungan/kota, air hujan ini ditreatmen dengan peralatan kolam kecil sebagai
bak kontrol yang fungsinya menetralisir grey water yang dapat membunuh predator
yang diperlukan pada saluran drainase, antara lain dalam mencegah bau.
Dilain pihak, khusus bagi persampahan sebagai komponen limbah padat yang terkait
erat dengan salah satu penyebab pemasalahan air terutama genangan, banjir,
sumbatan saluran drainase oleh sampah disamping permasalahan gas beracun dari
sampah yang mencemari udara dan air tanah itu sendiri.
mengoptimalkan sisa sebagai komoditas untuk diolah, misal melalui daur ulang. Untuk
bagian yang tidak dapat diselesaikan ditingkat sumber karena masalah teknologi bahan
atau tingkat berbahaya limbah yang dikandungnya, maka pelayanan tingkat lingkungan,
kota dan regional dapat berperan untuk ambil alih.
Perlu diketahui bahwa yang disebut sampah ini merupakan limbah yang bersifat
padat terdiri dari zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan
harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi
pembangunan;
Dari bagan diatas, perlu dipahami terlebih dahulu pengertian dibawah ini terutama dalam
mencari atau merumuskan manajemen atau pengaturan supaya terdapat kemungkinan
konservasi energi pada bangunan hijau pada kawasan eco-industri, yaitu :
Berdasarkan maksud dari spesifikasi tersebut adalah untuk memberikan suatu kriteria
perencanaan persampahan secara green untuk kawasan eco-industri yang terkait
dengan konservasi energi ini. Upaya perumusan melalui proses daur ulang, bio-gas
maupun sebagai pupuk hijau, dipandang sebagai langkah awal bagi proses konservasi
energi. Lebih lanjut, konservasi energi bisa nampak optimal bila dikaitkan dengan
gerakan masyarakat serta memanfaatkan semaksimal mungkin sampah dikelola dari
sumbernya. Pengelolaan persampahan melalui prinsip 3R perlu diimbangi dengan upaya
menaikkan kapasitas masyarakat sebagai pelaku utama yang patut diberi insentif untuk
penanganan sampah melalui proses daur ulang yang dapat menghasilkan kompos
21
maupun biogas.
Pada perkembangannya sistem atau proses daur ulang dapat diterapkan pada skala
rumah tangga dimana proses pengomposan atau daur ulang dilakukan dilingkungan
sendiri ataupun pada skala lingkungan, sebagaimana bagan dibawah in i:
R u m a h ta n g g g a R u m a h ta n g g g a
m enengah m enengah
R u m a h ta n n g g a le d l
T 4>-r>4 -T 70
T 21 -.*6
K Pemilahan K. Pemilahan
K Pemilahan K Pewadahan K Pewadahan
K Pewadaluin Os gnutk (Lipiij Os gamk d.iput
oisnnik RT Ot eautl: R.T
A u o t samk Anorganik A n organik
K Pensonioosnn K. Peiiffomnosan
/ ESampah anorganik
J* : Sampah organik dapur
> Sampah
Sa oigansk S a m p a h o r g a n ik n u n a h
3-' rari7ffa
•4-
^ Sampah Anorganik
---------------------- *_________
Pengumpulan dg Alat pengum pul
U -i seka« pengaturan pengambilan
tenis sampah
JL .
T P s s <TPs» Terpadu)
K Pencromposan •.kala
huttkimsan
K R arans? lapak
K. Pengolahan sampah Resrclu
anoigauik K.e T P A «imipah
K Pemindahan icvidu
sampah
r u m a h ta n g g a
D an lam lam Sistem Persampahan Skala
Perm u kiman
Nampak pada bagan diatas, bahwa kegiatan pengomposan dapat dilakukan pada perumahan
dengan tipe menengah yaitu dengan pertimbangan adanya halaman yang cukup luasannya
untuk melakukan kegiatan pengomposan. Kondisi ini sangat sesuai dengan tipe perumahan
karyawan pabrik terutama tipe kecil, diarahkan secara prioritas dapat memanfaatkan TPS
terpadu yang dapat juga dimanfaatkan oleh tipe menengah. Komponen non organik
disselesaikan di TPS terpadu juga dengan residu dan yang tidak dapat ditangani bisa dilarikan
ke TPA sampah (skala kota dan regional).
6.4.3. Skenario konservasi energi terhadap penggunaan bahan material pada bangunan hijau pada
kawasan eco-industri:
A. Problematik:
Seringkah penggunaan bahan bangunan untuk pembangunan gedung lebih diutamakan
untuk keperluan performance saja. Bila mengacu pada prinsip green building, peran
material bangunan nampak sangat dominan sebagaimana tercermin pada
pertimbangan rasionalitas dibawah in i:
- Pemanfaatan bahan bangunan lokal yang Isifatnya ebih dekat ke lokasi bangunan
yang dibangun akan mencerminkan pada penghematan energi karena kemudahan
mendapatkannya dengan tanpa banyak mengeluarkan bahan bakar dalam
22
Dari informasi yang beredar di internet, dapat disebutkan secara populer bahwa :
Material ramah lingkungan memiliki kriteria sebagai berikut:
o tidak beracun, sebelum maupun sesudah digunakan
o dalam proses pembuatannya tidak memproduksi zat-zat berbahaya bagi lingkungan
o dapat menghubungkan kita dengan alam, dalam arti kita makin dekat dengan alam
karena kesan alami dari material tersebut (misalnya bata mengingatkan kita pada
tanah, kayu pada pepohonan)
o bisa didapatkan dengan mudah dan dekat (tidak memerlukan ongkos atau proses
memindahkan yang besar, karena menghemat energi BBM untuk memindahkan
material tersebut ke lokasi pembangunan)
o bahan material yang dapat terurai dengan mudah secara alami
Material yang ramah lingkungan menurut kriteria diatas misalnya; batu bata, semen,
batu alam, keramik lokal, kayu, dan sebagainya. Ramah lingkungan atau tidaknya
material bisa diukur dari kriteria tersebut atau dari salah satu kriteria saja, seperti kayu
yang makin sulit didapat, tapi bila dipakai dengan hemat dan benar bisa membuat kita
merasa makin dekat dengan alam karena mengingatkan kita pada tumbuh-tumbuhan.
Disisi lain, perlu diketahui bahwa Ikllim mikro di sekitar bangunan perlu dikendalikan
dengan memanfaatkan tanaman hijau yang berdaun gelap dan lebat. Sangat ideal jika
30% - 70% volume ruang lahan bangunan terisi tanaman hijau dan 30% - 70% luasan
permukkaan tanah tidak ditutupi material keras. Contoh aplikasi genteng ijuk yang
ramah lingkungan ternyata memerlukan teknik insulasi yang baik untuk meredam
23
pancaran panas ke ruang di bawahnya (ijuk sangat baik sebagai isolasi atap ). Dalam
ruang atap yang tertutup rapat, terjadi udara yang lebih panas dari sinar matahari atau
suhu udara luar. Panas pada ruang atap akan dipancarkan ke bawah ke langit-langit dan
dipancarkan lagi ke ruang fungsional di bawahnya.
0O0
1
Dengan diberlakukan otonomi daerah sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk
membangun daerahnya sesuai dengan potensi dan unggulan yang dimiliki. Agar
pembangunan industri di daerah dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif, maka
diperlukan sinkronisasi arah pembangunan industri antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah baik di provinsi maupun kabupaten/kota.
Untuk itu, komoditi unggulan yang mempunyai nilai tambah tinggi dan menimbulkan
efek pengganda akan didorong untuk menjadi kompetensi inti industri daerah, yang
merupakan kumpulan terintegrasi dari serangkaian keahlian dan teknologi dalam
rangka memproduksi komoditi unggulan yang merupakan akumulasi dari
pembelajaran, yang akan didorong bagi keberhasilan bersaing usaha di daerah.
Disisi lain, perlu juga upaya menumbuhkan industri baru yang potensial yang
berbasis pada potensi sumber daya nasional, yang memiliki potensi berkembang
yang tinggi, khususnya yang berbasis SDA (Sumber Daya Alam) terbarukan dan SDM
berpengetahuan maupun keunggulan aspek lain (kondisi geografi, luas bentang
wilayah, kekayaan budaya, dan sebagainya) dalam rangka menyuburkan industri.
Dari arahan diatas, menjadi semakin jelas bahwa pengembangan kawasan industri di
KKJSM perlu berskala regional termasuk komoditas di pulau Madura. Artinya, perlu
dipertimbangkan dengan kepentingan kawasan industri yang ada di wilayah
pemerintahan Jawa Timur.
sangat wajar karena Indonesia termasuk provinsi Jatim beserta pulau Madura-nya
memiliki potensi besar dan strategis sebagai dasar penetapan visi tahun 2025 terkait
dengan pengembangan kawasan industri di KKJSM adalah sebagai berikut:
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, beberapa persiapan sudah dilakukan terkait
dengan materi yang mendukung MP3EI khusus koridor Jawa Timur, berupa :
o Retribusi:
Masih banyak pungutan retribusi yang memberatkan dunia usaha seperti
genset penangkal petir, kebersihan, parkir dll.
o Perpajakan:
Tidak konsisten dalam penetapan kriteria NJOP dalam kawasan
o Fasilitas Pelayanan :
Pelayanan untuk penyediaan fasilitas dan legalitas usaha sebagian belum
dilaksanakan dalam satu sistem pelayanan yangterintegrasi.
o Kepemilikan Lahan:
Belum tersediaanya lahan yang nantinya dapat dikembangkan untuk
kegiatan pendukung industri dan jasa
o Penyediaan Utilitas:
- Listrik:
S Menambah daya listrik, peralatan dibebankan kepada
pengusaha dan selanjutnya dihibahkan ke PLN
S Kebijakan pemberlakuan tarif memberatkan dunia usaha.
G a s:
Kebutuhan gas belum tercukupi sehingga perlu dicarikan
penambahannya.
3
- Air:
Pengelola kawasan tidak mampu mencukupi kebutuhan air sehingga
pengusaha melakukan pemboran air bawah tanah.
Sumber:Bappeda,Provli9Jatim, agustus2Bll
Tabel VI1-2 : Jenis Komoditas yang dikembangkan untuk skala P.Madura (2)
SUMENEP
■ Sunghum ■ Perkanantangkap • Perkebunan ■ Perkanantangkap
■ Jambumete ■ Perkanandarat • Peternakan ■ Perkanan darat
• Perkanantangkap ■ Peternakan ■ Perkanantangkap ■ Peternakan
• Karanghijau • Perkanandarat
• Tembaka
Tabel diatas menghantarkan pada potensi komoditas skala Pulau Madura yang
bersifat mendorong tumbuhnya kawasan industri di KKJSM.
Dari data yang ada upaya pengatasan permasalahan terkait dengan pola hulu
dan hilir dimana pada bagian hulu lebih kearah sumber air yang terkait dengan
semakin hilangnya hutan dan belum optimalnya jalan-jalan regional sampai
tingkat pencapaian lokasi. Disisi hilir khusus terkait dengan kapasitas pelabuhan
ekspor dan kesepakatan percepatan pembangunan untuk beberpa sektor yang
diprioritaskan untuk pengembangan industri di KKJSM
Atas dasar pertimbangan agenda diatas dan dari hasil survey lapangan yang terkait
dengan data skunder terumuskan jenis industri yaitu :
5
Tabel VII-3 : Jenis Industri Yang Akomodatif Skala P.Madura Untuk KKJSM
EOTOCOPT 13 SENEN
AC PENGECATAN
KOPI BORDIR
Dari data diatas nampak bahwa jenis industri yang akan dikembangkan pada KKJSM
terkait erat dengan potensi maupun komoditas yang berkembang di daerah. Dengan
demikian, pengembangan kawasan industri pada KKJSM terkait erat dengan
pengembangan industri yang berbasis pada komoditas.
Jenis industri pada KKJSM yang berbasis pada komoditas ini akan memberikan
sumbangan sangat besar bagi keberlangsungan upaya pengembangan komoditas skala
pulau Madura dan pada akhirnya akan mensejahterakan masyarakat secara ekonomi
maupun sosial. Artinya, keberadaan KKJSM ini akan terdukung secara sosial ekonomi
karena berbasis pada pengembangan komoditas yang ada di pulau Madura. Dalam
perkembangannya, penetapan jenis industri perlu mengkaitkan dengan kegiatan yang
ada disekitarnya supaya nilai ekonomisnya dapat lebih tinggi.
6
Atas dasar pertimbangan diatas, maka dapat dirumuskan secara singkat bahwa
jenis industri yang akomodatif pada KKJSM dimaksud adalah :
Tabel VII-4 : Jenis Industri Yang Akomodatif Skala P.Madura Untuk KKJSM
________________________(Ringkasan)__________________________
NO JENIS MACAM
01 MAN-MIN tahu, tempe, tape, kecap, sirup, air mineral,
cemilan, keripik
02 JASA radio, komputer, fotocopy, ac, rekaman
03 BENGKEL bengkel mobil & bengkel motor
04 OBAT TRADISIONAL jamu
05 KEPERLUAN RUMAH kasur & bantal guling & peralatan masak
TANGGA
06 PERTANIAN / peralatan pertanian, pengggilingan padi,
PERKEBUNAN rumput laut & kopi
07 PLASTIK pengolahan limbah plastik & tutup galon
08 OLAH RAGA shuttle cock
09 MEUBELAIR kursi, lemari
10 ROKOK rokok kretek
11 ENERGI arang
12 KERAJINAN tanah liat, besi, batu, emas, pakaian-batik
13 BAHAN BANGUNAN semen, pengecatan, kayu, kuzen, pecah
batu, kayu olahan
14 KAPAL kapal, perahu kayu
15 PERIKANAN ikan beku, ikan kering, es batu
16 KONVEKSI jahit-menjahit, bordir
17 KESEHATAN gigi
18 LINGKUNGAN pupuk
19 GARAM beryodium & garam dapur
20 BUMBU kecap
Dari 20 jenis industri yang akomodatif pada wilayah pulau Madura dalam
perkembangannya tidak dapat dilepaskan dengan ketrkaitannya dengan aspek
pasar maupun jenis matarantai bahan antar industri sejenis maupun
pelengkapnya.
Untuk itu, perlu kiranya dilihat dari jenis industri yang dikembangkan disekitar
pulau Madura, khususnya Jawa Timur yang akan memperbesar cakupan
pelayanan dankerjasamai antar kegiatan karena selain terdapat sinergitas antar
kegiatan juga berhubungan dengan outlet atau pemasaran yang berbentuk
pelabuhan.
1. Industri
2. Transportasi
ruom si
Dari keterangan diatas menunjukkan bahwa sinergitas dan linkages anta industri sudah terjalin
secara pengembangan wilayah di provinsi Jatim. Untuk itu, pengembangan kawasan industri di
KKJSM di Bangkalan ini perlu melihat perspektif dari masterplan percepatan ekonomi Indonesia
yang tertuang di MP3EI dimana salah satu pertimbangan utamanya adalah adanya unsur negatif
dalam penyediaan air di pulau Jawa dan upaya relokasi kegiatan strategis (industri) ke luar Jawa
menjadi sangat signifikan. Dengan demikian, adalah menjadi peluang besar sinergitas anta kawasan
industri di Jatim untuk pengembangan kawasan industri di KKJSM yang bertemakan sebagai EIP (eco
industrial park).
Pengembangan EIP ini akan menuntut pertimbangan terhadap daya dukung lingkungan sebagai
faktor yang menjadi karakteristik dalam merumuskan jenis dan kegiatan industri yang dipandang
meiliki kawasan yang ramah lingkungan ini. Termasuk didalamnya juga diakomodasikan berbagai
jenis kegiatan industri yang memiliki green content supaya proses daur ulang maupun konservasi
energi dapat dilakukan sebagai bentuk pemakaian energi efisiensi.
Atas dasar hal tersebut diatas, perlu dikemukakan perhitungan secara teoritis dan berlandaskan
pada standar untuk merumuskan besaran ruang dari berbagai aktivitas/kegiatan industri yang
dipandang sesuai untuk konsep KKJSM serta mengakomodasikan hasil survey lapangan dan
keterkaitan antar kawasan industri yang ada disekitar KKJSM (skala Jatim) termasuk komoditas skala
pulau Madura adalah sebagaimana ditunjukkan pada tabel dibawah ini.
8
Perhitungan untuk perumusan program kebutuhan ruang terdiri atas kegiatan simulasi yang berbasis
pada beberapa tipe yang terkait dengan sejumlah minimal pekerja dan kelipatannya adalah
sebagaimana tersebut dibawah in i:
Kluster industri terkait dengan besaran ruang dengan basis ruang untuk sejumlah pekerja,
dimana luasanya akan menyesuaikan dengan tampungan jumlah pekerja, yaitu :
Tabel VII-5
Klaster Industri Mikro berbasis perhitungan ruang dengan jumlah pekerja 10 orang
II Kantor
R. Direktur DAT 4.00x4.00 16.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 9.00 M2
R. Staff DAT 3.00 x 3.00 9.00 M2
R. Enjineer TMS 4.00 x 4.00 16.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2x 2 Org 8.00 M2
III Service
Toilet TMS @0.90 M2x 16 Org 14.40 M2
Dapur Umum TMS 4.00 x 4.00 16.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2x 16 Org 14.40 M2
Mushalla AMS @0.65 M2x 16 Org 10.40 M2
289.20 M2
Sirkulasi 40 % 115.68 M2
Total Luas 404.88 M2
Sumber: DAT (Data Arsitek), TM S (Time Saver), AM S ( Asumsi), ASTM (American Standard Technology Material, Machine)
Catatan: Jumlah pekerja diasumsikan untuk 1 (satu) shiff (jam kerja @ 8 jam).
Tipe Klaster Industri Mikro diatas ini akan disimulasikan dengan jumlah pekerja yang terus
bertambah termasuk klasifikasi Klaster besar-kecilnya kawasan industri yang akan didesain, yaitu
sebagaimana tersebut pada tabel-tabel dibawah in i:
9
T a b e l V II-6
Tipe Klaste Industri Kecil berbasis perhitungan ruang dengan jumlah pekerja 20 orang
II Kantor
R. Direktur DAT 4.00x4.00 16.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 9.00 M2
R. Staff DAT 3.00 x 3.00 9.00 M2
R. Enjineer TMS @ 16.00 M2x 2 Org 32.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2x 4 Org 16.00 M2
III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2x 28 Org 25.20 M2
Dapur Umum TMS 4.00x4.00 16.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2x 28 Org 25.20 M2
Mushalla AMS @0.65 M2x 28 Org 18.20 M2
518.60 M2
Sirkulasi 40 % 207.44 M2
Total Luas 726.04 M2
Sumber: DAT (Data Arsitek), TMS (Time Saver), AMS ( Asum si), ASTM (American Standard Technology Material, Machine)
Catatan: Jumlah pekerja diasumsikan untuk 1 (satu) shiff (jam kerja @ 8 jam).
T a b e l V II-7
Tipe Kluster Industri Kecil berbasis perhitungan ruang dengan jumlah pekerja 35 orang
III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2 x 45 Org 40.50 M2
Dapur Umum TMS 6 .0 0 x 6.00 36.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2 x 45 Org 40.50 M2
Mushalla AMS @0.65 M2 x 45 Org 29.52 M2
917.52 M2
Sirkulasi 40 % 367.00 M2
Total Luas 1284.52 M2
S u m b e r : D A T (D a t a A r s it e k ), T M S (T im e S a v e r), A M S ( A s u m s i), A S T M (A m e r ic a n S t a n d a r d T e c h n o lo g y M a t e r ia l, M a c h in e )
T a b e l VII-8
Tipe Kluster Industri Sedang berbasis perhitungan ruang dengan jumlah pekerja 50 orang
II Kantor
R. Direktur DAT 4.00x4.00 16.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 9.00 M2
R. Staff DAT 5.00 x 5.00 25.00 M2
R. Enjineer TMS @ 16.00 M2 x 8 Org 128.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2 x 16 Org 64.00 M2
III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2 x 60 Org 54.00 M2
Dapur Umum TMS 8 .0 0 x 8.00 64.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2 x 60 Org 54.50 M2
Mushalla AMS @0.65 M2 x 60 Org 30.00 M2
1274.5 M2
Sirkulasi 40 % 509.80 M2
Total Luas 1784.30 M2
S u m b e r : D A T (D a t a A r s it e k ), T M S (T im e S a v e r), A M S ( A s u m s i), A S T M (A m e r ic a n S t a n d a r d T e c h n o lo g y M a t e r ia l, M a c h in e )
T a b e l VII -9
Tipe Kluster Industri Sedang berbasis perhitungan ruang dengan jumlah pekerja 75 orang
II Kantor
R. Direktur DAT 4.00 x 4.00 16.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 9.00 M2
R. Staff DAT 7.00 x 7.00 49.00 M2
R. Enjineer TMS @ 16.00 M2x 12 Org 192.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2 x 20 Org 80.00 M2
III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2 x 85 Org 80.75 M2
Dapur Umum TMS 8 .0 0 x 8.00 64.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2 x 85 Org 80.75 M2
Mushalla AMS @0.65 M2 x 85 Org 55.25 M2
1771.75 M2
Sirkulasi 40 % 708.70 M2
Total Luas 2840.45 M2
S u m b e r : D A T (D a t a A r s it e k ), T M S (T im e S a v e r), A M S ( A s u m s i), A S T M (A m e r ic a n S t a n d a r d T e c h n o lo g y M a t e r ia l, M a c h in e )
C a ta ta n : J u m la h p e k e rja d ia s u m s ik a n u n t u k 1 (s a t u ) s h if f (ja m k e r ja @ 8 ja m ).
Dari tabel 1 (iKlaster ndustri mikro, berbasis 10 pekerja) dilanjutkan ke tabel 2 samapai 5 sebagai
Klaster industri kecil yang berbasi 20-35 pekerja, akan dilanjutkan ke jenis Klaster industri sedang
(50-100), Klaster industri besar (200-350 pekerja) adalah sebagai berikut :
T a b e l VII -1 0
Industri Sedang berbasis perhitungan ruang dengan jumlah pekerja 100 orang
II Kantor
R. Direktur DAT 4.00 x 4.00 x 2 32.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 x 2 18.00 M2
R. Staff D A T 7 .0 0 x 7 .0 0 x 2 98.00 M2
R. Enjineer TMS @ 16.00 M2 x 15 Org 240.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2 x 30 Org 120.00 M2
III Service
Toilet TMS @0.90 M2 x 110 Org 99.00 M2
Dapur Umum TMS 1 0 .0 0 x 1 0 .0 0 100.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2x 110 Org 99.00 M2
Mushalla AMS @0.65 M2 x 110 Org 71.15 M2
2837.15 M2
Sirkulasi 40 % 1174.86 M2
Total Luas 4112.01 M2
S u m b e r : D A T (D a t a A r s it e k ), T M S (T im e S a v e r), A M S ( A s u m s i), A S T M (A m e r ic a n S t a n d a r d T e c h n o lo g y M a t e ria l, M a c h in e )
T a b e l V II-1 1
Tipe Klaster Industri Besar berbasis perhitungan ruang dengan jumlah pekerja 200 orang
II Kantor
R. Direktur DAT 4.00 x 4.00 x 4 64.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 x 4 36.00 M2
R. Staff DAT 7.00 x 7.00x 4 196.00 M2
R. Enjineer TMS @ 16.00 M2 x 30 Org 480.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2 x 60 Org 240.00 M2
III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2 x 220 Org 198.00 M2
Dapur Umum TMS 15.00x15.00 225.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2 x 220 Org 198.00 M2
Mushalla AMS @0.65 M2 x 220 Org 143.00 M2
5900.00 M2
13
Sirkulasi 40 % 2360.00 M2
Total Luas 8260.00 M2
S u m b e r: D A T (D a t a A r s it e k ), T M S (T im e S a v e r), A M S ( A s u m s i), A S T M (A m e r i c a n S t a n d a r d T e c h n o lo g y M a t e r ia l, M a c h in e )
C a ta ta n : J u m la h p e k e rja d ia s u m s ik a n u n t u k 1 (s a t u ) s h if f (ja m k e r ja @ 8 ja m ).
T a b e l VII -1 2
Tipe Industri Besar berbasis perhitungan ruang dengan jumlah pekerja 350 orang
II Kantor
R. Direktur DAT 4.00 x 4.00 x 4 64.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 x 8 48.00 M2
R. Staff DAT 7.00 x 7.00x 8 196.00 M2
R. Enjineer TMS @ 16.00 M2 x 40 Org 480.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2 x 70 Org 384.00 M2
III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2 x 380 Org 342.00 M2
Dapur Umum TMS 15.00x15.00 225.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2 x 380 Org 342.00 M2
Mushalla AMS @0.65 M2 x 380 Org 247.00 M2
9183. M2
Sirkulasi 40 % 2360.00 M2
Total Luas 8260.00 M2
S u m b e r : D A T (D a t a A r s it e k ), T M S (T im e S a v e r), A M S ( A s u m s i), A S T M (A m e ric a n S t a n d a r d T e c h n o l o g y M a t e r ia l, M a c h in e )
Dari perhitungan atas tipe-tipe Klaster industri terkait dengan besaran ruang dengan basis pekerja
yang berbeda-beda jumlahnya serta klasifikasinya (mikro-kecil-sedang dan besar) maka dibawah ini
diperlukan perhitungan untuk melihat fasilitas atau sarana prasarana pendukung untuk kawasan
industri sebagaimana disebut sebagai kawasan Service (untuk menampung limbah, sampah,
pengelolaan air dll, termasuk kaki lima maupun parkir kolektif), adalah :
14
T a b e l VII -1 3
SERVICE: Pengolahan Limbah
II Kantor
R. Direktur DAT 4.00 x 4.00 x 4 64.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 x 8 48.00 M2
R. Staff DAT 7.00 x 7.00x 8 196.00 M2
R. Enjineer TMS @ 16.00 M2 x 40 Org 480.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2 x 70 Org 384.00 M2
III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2 x 380 Org 342.00 M2
Dapur Umum TMS 15.00x15.00 225.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2 x 380 Org 342.00 M2
Mushalla AMS @0.65 M2 x 380 Org 247.00 M2
9183. M2
Sirkulasi 40 % 2360.00 M2
Total Luas 8260.00 M2
Sumber: D A T (D ata Arsitek), T M S (Tim e Saver), A M S ( Asumsi), A S TM (American Standard Technology Material, Machine)
Catatan: Jumlah pekerja diasumsikan untuk 1 (satu) shiff (jam kerja @ 8 jam ).
T a b e l V I 1-14
SERVICE: Pengolahan Air
II Kantor
R. Direktur DAT 4.00 x 4.00 x 4 64.00 M2
15
III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2 x 380 Org 342.00 M2
Dapur Umum TMS 15.00x15.00 225.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2 x 380 Org 342.00 M2
Mushalla AMS @0.65 M2 x 380 Org 247.00 M2
9183. M2
Sirkulasi 40 % 2360.00 M2
Total Luas 8260.00 M2
S u m b e r : D A T (D a t a A r s it e k ), T M S (T im e S a v e r), A M S ( A s u m s i), A S T M (A m e r ic a n S t a n d a r d T e c h n o l o g y M a t e r ia l, M a c h in e )
T a b e l VII -1 5
SERVICE: Gardu Listrik
II Kantor
R. Direktur DAT 4.00 x 4.00 x 4 64.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 x 8 48.00 M2
R. Staff DAT 7.00 x 7.00x 8 196.00 M2
R. Enjineer TMS @ 16.00 M2 x 40 Org 480.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2 x 70 Org 384.00 M2
III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2 x 380 Org 342.00 M2
Dapur Umum TMS 15.00x15.00 225.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2 x 380 Org 342.00 M2
Mushalla AMS @0.65 M2 x 380 Org 247.00 M2
9183. M2
Sirkulasi 40 % 2360.00 M2
Total Luas 8260.00 M2
Sumber: D A T (D ata Arsitek), T M S (Tim e Saver), A M S ( Asumsi), A S T M (American Standard Technology Material, Machine)
Catatan: Jumlah pekerja diasumsikan untuk 1 (satu) shiff (jam kerja @ 8 jam ).
16
Tabel V I I - 16
SERVICE: Pergudangan
II Kantor
R. Direktur DAT 4.00 x 4.00 x 4 64.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 x 8 48.00 M2
R. Staff DAT 7.00 x 7.00x 8 196.00 M2
R. Enjineer TMS @ 16.00 M2 x 40 Org 480.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2 x 70 Org 384.00 M2
III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2 x 380 Org 342.00 M2
Dapur Umum TMS 15.00x15.00 225.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2 x 380 Org 342.00 M2
Mushalla AMS @0.65 M2 x 380 Org 247.00 M2
9183. M2
Sirkulasi 40 % 2360.00 M2
Total Luas 8260.00 M2
Sumber: D A T (D ata Arsitek), T M S (Tim e Saver), A M S ( Asumsi), A S TM (American Standard Technology Material, Machine)
Catatan: Jumlah pekerja diasumsikan untuk 1 (satu) shiff (jam kerja @ 8 jam ).
Tabel VII-17
SERVICE: Pujasera
II Kantor
R. Direktur DAT 4.00 x 4.00 x 4 64.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 x 8 48.00 M2
17
III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2 x 380 Org 342.00 M2
Dapur Umum TMS 15.00 x 15.00 225.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2 x 380 Org 342.00 M2
Mushalla AMS @0.65 M2 x 380 Org 247.00 M2
9183. M2
Sirkulasi 40 % 2360.00 M2
Total Luas 8260.00 M2
Sumber: D A T (Data Arsitek), TM S (Tim e Saver), A M S ( Asumsi), A S TM (American Standard Technology Material, Machine)
Catatan: Jumlah pekerja diasumsikan untuk 1 (satu) shiff (jam kerja @ 8 jam).
T a b e l V I -1 8
SERVICE: Area Banjir Distrik
II Kantor
R. Direktur DAT 4.00 x 4.00 x 4 64.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 x 8 48.00 M2
R. Staff DAT 7.00 x 7.00x 8 196.00 M2
R. Enjineer TMS @ 16.00 M2 x 40 Org 480.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2 x 70 Org 384.00 M2
III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2 x 380 Org 342.00 M2
Dapur Umum TMS 15.00 x 15.00 225.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2 x 380 Org 342.00 M2
Mushalla AMS @0.65 M2 x 380 Org 247.00 M2
9183. M2
Sirkulasi 40 % 2360.00 M2
Total Luas 8260.00 M2
Sumber: D A T (Data Arsitek), T M S (Tim e Saver), A M S ( Asumsi), A S T M (American Standard Technology Material, Machine)
Catatan: Jumlah pekerja diasumsikan untuk 1 (satu) shiff (jam kerja @ 8 jam ).
18
Tabel V I I - 19
S E R V IC E : T e m p a t P enam pung an S am pah S em en tara
II Kantor
R. Direktur DAT 4.00 x 4.00 x 4 64.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 x 8 48.00 M2
R. Staff DAT 7.00 x 7.00x 8 196.00 M2
R. Enjineer TMS @ 16.00 M2x 40 Org 480.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2 x 70 Org 384.00 M2
III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2 x 380 Org 342.00 M2
Dapur Umum TMS 15.00x15.00 225.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2 x 380 Org 342.00 M2
Mushalla AMS @0.65 M2 x 380 Org 247.00 M2
9183. M2
Sirkulasi 40 % 2360.00 M2
Total Luas 8260.00 M2
S u m b e r : D A T (D a t a A r s it e k ), T M S (T im e S a v e r), A M S ( A s u m s i), A S T M (A m e r ic a n S t a n d a r d T e c h n o lo g y M a t e r ia l, M a c h in e )
C a ta ta n : J u m la h p e k e rja d ia s u m s ik a n u n tu k 1 (s a t u ) s h if f (ja m k e r ja @ 8 ja m ).
Setelah mendapatkan simulasi kluster kawasan industri yang berbasis pada besar kecilnya
kawasan industri dengan jumlah pekerjanya sebagaimana kajian diatas, maka dibawah ini
perlu dirumuskan kelompok klaster industri terpilih yang sesuai dengan karakteristik
kawasan KKJSM, yaitu :
a. Klaster Industri Besar dengan luasan 10.000 m2 untuk 150 orang pekerja
b. Klaster Industri Menengah (Sedang) dengan luasan 5000 m2 untuk 60 orang pekerja
c. Klaster Industri Kecil dengan luasan 2500 m2 untuk 20 orang pekerja
Perhitungan diatas adalah sebagaimana tersebut pada tabel dibawah ini beserta alasan yang
mendasar setelah melihat kondisi lapangan dengan tanpa mengaibaikan hasil sim ulasi:
19
1 TAPAK
Parkir 50 unit 25 m 2/unit 1250 m2
(include truk)
20 m otor 2.5 m 2/unit 50 m2
5 truk 50 m 2/unit 250 m2
Tam an 600 m2
Jalan 400 m2
2 BANG UNAN
Pabrik (Industri m enengah) 150 pekerja 2160 m2
Loading unloading 10% luas bgn 216 m2
Process 60% luas bgn 1296 m2
Packing 10% luas bgn 216 m2
Storage 10% luas bgn 216 m2
Sorting 5% luas bgn 108 m2
Loading 5% luas bgn 108 m2
3 W ASTE
10086m 2
TOTAL = 1 ha
1 TAPAK
Parkir 25 unit 25 m 2/unit 625 m2
(include truk)
20 m otor 2.5 m 2/unit 50 m2
3 truk 50 m 2/unit 150 m2
Tam an 500 m2
Jalan 300 m2
2 BANG UNAN
Pabrik (Industri m enengah) 60 pekerja 900 m2
Loading unloading 10% luas bgn 90 m2
Process 60% luas bgn 540 m2
Packing 10% luas bgn 90 m2
Storage 10% luas bgn 90 m2
Sorting 5% luas bgn 45 m2
Loading 5% luas bgn 45 m2
20
3 W ASTE
4 F A S IL IT A S P E N U N J A N G 15 00 m 2
5 S IR K U L A S I (1 0 % ) 90 m2
5015 m2
TOTAL = 0 .5 ha
No A K T IF IT A S K A P A S IT A S STANDART LU A S
1 TA P A K
P arkir 10 unit 2 5 m 2/unit 250 m2
(include truk)
10 motor 2 .5 m 2/unit 25 m2
5 truk 5 0 m 2/unit 250 m2
Tam an 300 m2
Jalan 300 m2
2 BANGUNAN
Pabrik (Industri m enengah) 2 0 pekerja 15 m 2/org 300 m2
Loading unloading 10% luas bgn 30 m2
Process 60% luas bgn 180 m 2
Packing 10% luas bgn 30 m2
S torage 10% luas bgn 30 m2
Sorting 5% luas bgn 15 m 2
Loading 5% luas bgn 15 m 2
3 W ASTE
4 F A S IL IT A S P E N U N J A N G 600 m2
5 S IR K U L A S I (1 0 % ) 30 m2
2455 m2
TOTAL = 0 .2 5 ha
Sum ber: Hasil analisiskonsultan atas beberapa sumber dan kondisi lapangan
Pengalokasian jenis besaran kawasan ini akan terbagi atas besar kavling yaitu besar, menengah dan
kecil sesuai klasternya. Dalam pengolahan site nantinya, klaster-klaster industri ini akan dialokasikan
sebagai bentuk sektor industri yang bersinergi dengan sektor-sektor lain sebagai penunjangnya
seperti hunian, perkantoran, dan lain-lainnya. Pada dasarnya dengan menetapkan besaran luasan
terbangun sekitar maksimal 70 % dimana masih terdapat 30 % untuk RTH, maka dengan
pengalokasian KDB (Koefisien Dasar Bangunan) pada masing-masing kavling atau persil berkisar pada
60-70 % dari luasan persilnya dipandang cukup memadai. Artinya masih tersisa 30-40 % pada
masing-masing luasan persil untuk berfungsi sebagai lahan parkir, taman dan aktivitas lannya seperti
Service.
21
Dengan demikian akan terujud besara ruang secara menyeluruh antara besaran klaster dan fasilitas
penunjangnya, yaitu sebagaimana diperlihatkan pada tabel dibawah ini :
Sedangkan alasan atau rasionalitas dalam penetapan besaran kavling adalah sebagaimana tersebut
dibawah in i:
Kategori
NO LEBAR (m ) PANJANG (m ) LUAS (m2) Luasan (m2)
1 25 50 1250 1250
2 30 65 1950
1 3 35 65 2275
L «• 35
40
110
60
3850
2400
2500
r 7 40 110 4400
1 8 40 120 4800
L9 50
52
110
100
5500
5200
5000
j_10....
11 60 100 6000
12 56 150 8400
13 60 160 9600
10000
14 70 150 10500
15 80 120 9600
16 100 120 12000
17 100 150 >10000
Dengan ditetapkan besaran kavling berkisar pada 3 tipe yaitu kecil (2500 m2), sedang (5000 m2) dan
besar (10.000 m2) yaitu setelah menilai dari hasil simulasi yang ada, maka dipandang perlu
menganalisis secara lebih detil dariBLOK RDTR yang ada dalam rangka menghantar pada perumusan
siteplan. Sebelumnya, dapat disimak lokasi pembanding dimaksud, adalah :
22
Kaw asanlndustri- M M ? 100, Karawang Kaw asanlndustri- Kota Bukit Indah, Cikampek -
23
Kondisi internal dari KKSJM dapat diketahui berdasarkan hasil kajian yang
dikembangkan dibawah ini dan hasil survey dilapangan, yaitu :
Bantek pelaksanaan penataan ruang KKJSM ini memuat rencana :
Daya tampung penduduk ideal di KKJS Madura adalah 35.120 - 87.800 jiwa, untuk
itu rencana distribusi penduduk hingga tahun 2027 direncanakan tidak melebihi
200.000 jiwa dengan ketentuan sebagai berikut dibawah in i:
24
Apabila jumlah penduduk melebihi kapasitas daya tampung ruang, maka distribusi
akan diarahkan ke sekitar KKJSM (hinterland/di luar batas delineasi). Pola ruang KKJS
Madura dikembangkan pada pola modified radial network (pola yang dibentuk oleh
jaringan jalan membentuk radial).
Tabel VII-23 : Rencana Pola Ruang Kawasan Kaki Jembatan Sisi Madura, Hingga 2027
Luas
No Pola Ruang Lokasi
Ha %
i Industri Pada bagian atas (utara) dan sekitar bagian
262,50 50,00
tengah (timur/barat) KKJS
2 Perumahan Diarahkan terletak di belakang kegiatan
26,25 5,00 komersial zone (bagian barat tengah sedikit ke
selatan KKJS)
3 Komersial zone 26,25 5,oo Diarahkan pada bagian tengah KKJS
4 Pariwisata 52,50 10 Diarahkan berkembang di bagian selatan KKJS
5 RTH Tersebar di masing-masing fungsi kegiatan
30 terutama pada kawasan industri inti (luas
minimal 30 % dari luas total)
6 Buffer zone Diarahkan di sekitar (kiri-kanan) akses utama
82,95 15,80 jalan bebas hambatan suramadu
7 Hutan Pada kiri dan kanan bagian selatan KKJS,
3,4i 0,65 dipertahankan sebagai buffer zone militer
Sumber: Buku Kegiatan Bantek Pelaksanaan Penataan Ruang Kawasan Sekitar Jembatan Suramadu, 2 0 0 c.
Atas dasar arahan dimaksud maka dipandang perlu dilakukan upaya pendetailan terkait dengan
program kebutuhan ruang yangtelah dirumuskan pada kajian sebelumnya.
Upaya pendetailan ini akan berlandaskan pada penetapan alternatif zonasi sebagai ujud
pendetailan blok yang sudah dikemukakan pada RDTR sebelumnya yaitu :
25
B a g a n V II- 4 : P e t a p e n g u k u r a n B lo k R D T R -
Peta diatas diuraikan secara detil dengan komponen kajian sebelumnya, dengan hasit :
ALTERNATIF ZONING 01
KAVLING BESAR
KAVLING SERVIS
KAVLING SEDANG
KAVLING KECIL
Peta kunci RDTR
KAVLING MIKRO (non Skala)
26
B a g a n V II-6 : A lt e r n a t if Z o n in g 0 2
ALTERNATIF ZONING 02
KAVLING BESAR
KAVLING SERVIS
KAVLING SEDANG
KAVLING KECIL
Peta kunci RDTR
KAVLING MIKRO (non Skala)
B a g a n V I 1 -8 : A l t e r n a t i f Z o n i n g 0 4
ALTERNATIF ZONING 04
KA VLIN G BESAR
KA VLIN G C A M P U R A N (SED A N G - BESA R )
KA VLIN G SED A N G
Peta kunci RDTR
KA VLIN G K E C IL - M IKR O (nan Skala)
Dari 4 alternatif zoning diatas, dilakukan pemilihan zoning terpilih dengan kriteria sebagai berikut:
01 02 03 04
1 Memungkinkan alokasi hijau ld>ih banyak pada tipe
kavkngyang ada (besar-sedang-fceril) 1 3 3 3
TOTAL 11 9 7 15
Akan dipilih alternatif Zoning 04 untuk dijadikan Zoning terpilih. Untuk lebih optimal dalam
aplikasinya dilapangan, zona Service dapat dilakukan penyebaran sesuai kebutuhan Muster,
sedangkan pengelompokan zona Service dapat diperuntukan bagi kegiatan seperti nurseri,
pengelolaan sampah, parkir umum, kaki lima dan lain-lain
Dari pemilihan ini akan menghantar pada penetapan zoning terpilih dibawah ini dimana terjadi
upaya modifikasi dimana zona Service disebar, sebagai berikut:
28
S e s u a i d e n g a n s is te m
s tr u k tu r k a w a s a n
y a n g la n g su n g
b e rh u b u n g a n d en gan
s e s u a i u n tu k
k av lin g k e c i l
KAVLING BESAR
KAVLING SEDANG
Peta kunci RDTR
KAVLING KECIL - MIKRO (n o n Skala)
Sistem infrastruktur yang akan menjadi penentu penetapan struktur utama kawasan yang
akan didekati dengan analisa sektor, yaitu :
Analisis diatas akan menghantar perumusan struktur kawasan sebagaimana began dibawah in i:
29
Dari sistem struktur utama ini akan memberi arah pada RTH sebagaimana bagan dibawah ini :
RTH yang akan dikembangkan mengacu pada konsep ekologi sebagaimana tersebut dibawah ini yang
sifatnya memperkuat sistem struktur utama kawasan yang sudah terbentuk, yaitu :
E C O L O G IC A L N E T W O R K S
M o u p a k a n kumpitfan a re a -a e a pai
alam i dan d e in e n s o iin a h id p a k i «Snrikarigp fm exf*>c
Darikondisi diatas membawa pada pendalaman materi bahwa struktur utama selain sebagai
pengarah perkembangan dan penngendali juga mengakomodasikan kapasitas danb esaran kegiatan
yang mau tidak mau akan terikat pada konsep pusat pertumbuhan (growth centers) yang akan
bersinergis dengan sistem struktur dimaksud adalah sebagaimana tersebut dibawah in i:
30
Darikondisi diatas membawa pada pendalaman materi bahwa struktur utama selain sebagai
pengarah perkembangan dan penngendali juga mengakomodasikan kapasitas dan besaran kegiatan
yang mau tidak mau akan terikat pada konsep pusat pertumbuhan (growth centers) yang akan
bersinergis dengan sistem struktur dimaksud adalah sebagaimana tersebut dibawah ini :
Bagan VII-13 : Konsep Struktur Utama & RTH yang didukung oleh Pusat Pertumbuhan
Konsep pusat
pertumbuhan
dalam rangka
m em perkuat
sistem struktur yang
berfungsi mengarahkan &
mengendalikan
pertum buhan:
C o r e a re a s
C o r r id o r s
B u ffe r z o n e s
R e s to ra tio n A re a
Dari konsep diatas akan membawa pada penetapan RTH melalui sistem koridor yang menjangkau
wilayah keseluruhan termasuk area inti maupun penunjang
Core Area:
3rdJunction
Openspaces
& Industrial
them epark
’i
'i
dj Zona v iti m en|adiiajm fKjlandan merasakan
tm thEaSaage korkfarte zona lain
tujuan mengoptimalkan
ekologi politik, ekonomi,
sosial, budaya.
dan intrinsik rflai sumber
daya. Tujuannya tereda nya
manajemen yang baik,
dengan memberikan dampak
keadilan untuk semua
kelompok,dan
memungkinkan untuk
menambah nilai
kesejahteraan dari waktu ke
waktu
^TWT^
Asumsi vegetasi terhadap tutupan
lahan*/0%_ model bjuk rapat tegdkan
tidak tumpang tindih
Pada sistem struktur utama kawasan dan RTH diatas menunjukkan bahwa dengan mengintegrasikan
pola dimaksud akan didapat akses yang mudah dan sekaligus bernuansa hijau (green) sebagai salah
satu tuntutan dari konsep kawasan industri yang ramah lingkungan.
Dalam pemanfaatan selanjutnya, sistem koridor diatas akan optimal bila dapat dialokasikan sarana
yang menunjang seperti jalur speda, pedestrian, jalur motor (jalur lambat) tempat duduk-duduk
maupun green stripes sebagai taman yang memanjang yang pada akhirnya akan memperkuat sistem
struktur utama kawasan yang dirancang dengan menggunakan pola boulevard..
Dari sistem struktur utama dan RTH akan membawa pada upaya mengatasi sistem drainase yang
akan didekati melalui sistem leveling yaitu sebgaimana tersebut pada bagan dibawah in i:
Sistem diatas merupakan hal yang sangat penting bagi kawasan industri yang menerapkan konsep
lingkungan sebagaimana tersebut pada konsep EIP (ecological industrial park) dimana dengan
faktor komponen lingkungan akan diperoleh perujudan kawasan industri yang ramah lingKungar,.
Termasuk dalam hal ini juga akan diperkuat dengan fungsi bangunannya yang diarahkan dapathijau
(green building) sekaligus hemat energi. Artinya, terdapat konservasi energi pada bangunan pabrik
atau komponen lain pada EIP di KKJSM ini.
33
Akhirnya semua komponen diatas akan dikanalisasi oleh sistem struktur utama kawasan maupun
RTH dan sistem lainnya untuk secara sinergis dapat merumuskan siteplan KKJSM yang akomodatif
sebagaimana tersebut dibawah in i:
Dengan terbentuknya pola site plan kawasan industri (KKJSM) diatas akan didetailkan melalui bentuk
terinci yang mampu menggambarkan hubungan antar klaster dan materi (isi) dari klaster industri
masing-masing terutama mengenai ketentuan peraturan bangunan, struktur, RTH, & ME (mekanikal-
elektrikal. Khusus mengenai aplikasi konsep eko industri akan dirinci kedalam bentuk pelaporan
khusus terkait dengan bangunan hijau dan energi efisiensi. Pada tahap lanjutan, akan dilengkapi
dengan manajemen dan upaya memasarkan klaster industri pada investor.
oOo