Anda di halaman 1dari 6

CONTIH KASUS JAMUR PADA KULIT

“TINEA CRURIS”

Dosen Pengampu :
Halimah
Disusun Oleh : Kelompok 6
Daryanti PO71241230376
Rina.L PO71241230364
Panti doreta PO71241230515
Azizah PO71241230370
Besse indah. PO71241230366
Indy Olivia PO71241230518
Delilawati PO71241230551
Chyntia PO71241230359
Dewi.M PO71241230357
Herawani PO71241230628
Yeyen.E PO71241230514
Elis S PO71241230371
Feni.W PO71241230378

POLTEKKES KEMENKES JAMBI


PRODI D-IV ALIH JENJANG KEBIDANAN
KELAS KOTA JAMBI TAHUN 2023/2024

“ TINEA CRURIS “
Tinea cruris merupakan infeksi jamur superfisialis yang mengenai kulit pada daerah
lipat paha, genital, sekitar anus dan daerah perineum dan disebabkan oleh jamur dermatofita.
Faktor predisposisi tinea cruris adalah kelembaban dan suhu yang tinggi serta keadaan
kebersihan diri yang buruk. Dilaporkan kasus tinea kruris pada seorang laki-laki berusia 15
tahun dengan keluhan gatal pada lipat paha sejak 2 bulan yang lalu. Ditemukan lesi semilunar
pada kedua lipat paha, berbatas tegas dengan tepi yang lebih merah dan meninggi serta dibagian
tengah lesi ditemukan pengobatan pusat yang ditutupi skuama halus. Pasien didiagnosis tinea
cruris berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan diberikan krim ketokonazole 2% yang
diberikan dua kali sehari dan pemberian obat anti jamur oral ketokonazol 200 mg sehari selama
2 minggu, serta keterizin 10 mg sekali sehari
Tinea kruris merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai di Indonesia. Suhu
dan kelembapan yang tinggi merupakan salah satu faktor yang mendukung timbulnya tinea
kruris. 3, Tinea kruris lebih sering menyerang pria dibandingkan wanita. Faktor penting lainnya
yang berperan dalam penyebaran dermatofita ini adalah cuaca yang panas, kondisi kebersihan
lingkungan yang buruk, tempat tinggal padat penduduk, memiliki aktivitas tinggi atau
olahraga, dan kebiasaan menggunakan pakaian ketat atau lembab. Faktor resiko lainnya adalah
diabetes mellitus dan obesitas.
Keluhan yang dirasakan pasien tinea kruris adalah timbul bercak kemerahan disertai
rasa gatal atau terbakar pada lipat paha, genital, sekitar anus, dan daerah perineum. Bercak
kemerahan tersebut bersisik dan pada bagian pinggirnya terlihat lebih merah dan tinggi.
Diagnosa tinea kruris ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan Ahmad | Seorang Anak
Laki-Laki Usia 15 Tahun dengan Tinea Cruris. Tinea kruris umumnya mudah dikenali dari
gejala klinis dan morfologi lesi, kecuali pada beberapa kasus tertentu.6,7Gejala klinis tinea
kruris tampak sebagai papulovesikel eritematosa multipel yang berbatas tegas, ditutupi oleh
skuama halus, dengan tepi lebih tinggi dan merah (central healing). Pruritus dan nyeri sering
ditemukan oleh karena maserasi ataupun infeksi sekunder. Tinea kruris oleh E. floccosum
sering menunjukkan gambaran central healing, dan terbatas pada lipatan genitokrural dan
bagian pertengahan paha atas. Sebaliknya, infeksi oleh T. rubrum memberikan gambaran lesi
yang bergabung dan meluas sampai ke pubis, perianal, pantat, dan bagian abdomen bawah.
Tidak terdapat keterlibatan pada daerah genitalia.
Penatalaksanaan tinea kruris berupa terapi medikamentosa dan nonmedikamentosa.
Pada kebanyakan kasus tinea kruris dapat dikelola dengan pengobatan topikal. Namun, steroid
topikal tidak direkomendasikan. Agen topikal memiliki efek menenangkan, yang akan
meringankan gejala lokal. Terapi topikal untuk pengobatan tinea kruris termasuk: terbinafin,
butenafin, ekonazol, miconazol, ketoconazol, klotrimazol, ciclopiroks. Formulasi topikal dapat
membasmi area yang lebih kecil dari infeksi, tetapi terapi oral diperlukan di mana wilayah
infeksi yang lebih luas yang terlibat atau di mana infeksi kronis atau berulang.11 Infeksi
dermatofita dengan krim topikal antifungal hingga kulit bersih (biasanya membutuhkan 3
sampai 4 minggu pengobatan dengan azoles dan 1 sampai 2 minggu dengan krim terbinafin)
dan tambahan 1 minggu hingga secara klinis kulit bersih.
Pilhan terapi medikamentosa pada tinea kruris, diantaranya:
a. Griseovulfin. Pada masa sekarang, dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi dengan
pemberian griseovulvin. Obat ini bersifat fungistatik. Secara umum griseovulfin dalam bentuk
fine particle dapat diberikan dengan dosis 0,5 – 1 untuk orang dewasa dan 0,25 – 0,5 g untuk
anakanak sehari atau 10 – 25 mg per kg berat badan. Lama pengobatan bergantung pada lokasi
penyakit, penyebab penyakit dan keadaan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis di
lanjutkan 2 minggu agar tidak residif.
b. Butenafin adalah salah satu antijamur topikal terbaru diperkenalkan dalam pengobatan
tinea kruris dalam dua minggu pengobatan dimana angka kesembuhan sekitar 70%.
c. Flukonazol (150 mg sekali seminggu) selama 4-6 minggu terbukti efektif dalam pengelolaan
tinea kruris dan tinea corporis karena 74% dari pasien mendapatkan kesembuhan.
d. Itrakonazol dapat diberikan sebagai dosis 400 mg /hari diberikan sebagai dua dosis harian
200 mg untuk satu minggu.
e. Terbinafin 250 mg /hari telah digunakan dalam konteks ini klinis dengan rejimen umumnya
2-4 minggu.
f. Itrakonazol diberikan 200 mg /hari selama 1 minggu dianjurkan, meskipun rejimen 100 mg
/hari selama 2 minggu juga telah dilaporkan efektif.
g. Ketokonazol bersifat fungistatik. Pada kasus resisten terhadap griseovulfin dapat diberikan
obat tersebut sebanyak 200 mg perhari selama 10 hari – 2 minggu pada pagi hari setelah makan.
Selama terapi 10 hari, gambaran klinis memperlihatkan makula hipopigmentasi dan
hiperpigmentasi. Pemeriksaan ulang KOH 10% dapat tidak ditemukan kembali.
Penatalaksanaan tinea kruris secara non-medikamentosa dan pencegahan dari
kekambuhan penyakit sangat penting dilakukan, seperti mengurangi faktor predisposisi yaitu
menggunakan pakaian yang menyerap keringat, mengeringkan tubuh setelah mandi atau
berkeringat, dan membersihkan pakaian yang terkontaminasi

KASUS
Seorang Pria 15 tahun datang ke poli kulit Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar
Lampung dengan keluhan utama bruntus merah disertai dengan rasa gatal pada lipatan paha
kiri dan kanan. Keluhan tersebut muncul sekitar 2 bulan yang lalu. Keluhan gatal dirasakan
terutama saat berkeringat, sehingga pasien selalu menggaruknya. Awalnya bruntus merah
tersebut timbul bulat sebesar biji koin kemudian menjadi bertambah disekitarnya. Keluhan
pengobatan diakui, tetapi keluhan tidak berkurang. Pasien mengaku mandi dan mengganti
celana dalam dua kali sehari, dan tidak pernah bergantian pakaian dengan orang lain, namun
pasien sering menggunakan celana jeans yang agak ketat. Riwayat keluhan sebelumnya diakui
Riwayat mempunyai penyakit diabetes mellitus disangkal. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
status generalis dalam batas normal. Pada status dermatologikus, pada makula eritem sampai
hiperpigmentasi, berbatas tegas, ukuran numular sampai geografis, sirkumkripta, diskret,
permukaan kasar, kering, menimbul, tepi lebih aktif, central healing dan terdapat, skuama halus
serta papul eritema.
Gejala klinis yang dialami pasien adalah gatal yang semakin lama makin hebat pada
daerah lipatan paha yang disertai dengan adanya bercak merah yang semakin lama makin
meluas. Gatal terutama dirasakan apabila berkeringat atau beraktivitas dan saat malam hari.
Terdapat kelainan kulit yaitu makula eritema-hiperpigmentasi berbatas tegas dengan tepi yang
lebih aktif, lesi central healing, berukuran plakat berbatas tegas dengan tepi lesi lebih tinggi
dan aktif terdiri dari papula, bentuk polimorf. Tanda sudah kronik yakni terjadi hiperpigmentasi
dengan skuama diatasnya, erosi dan eksoriasi, keluarnya cairan serum maupun darah, biasanya
akibat garukan maupun pengobatan yang diberikan. Penatalaksanaan diberikan terapi topikal
dan sistemik. Obat topikal yang diberikan adalah ketokonazol cream.
Dari anamnesis di dapatkan keluhan yang dialami pasien adalah gatal yang semakin
lama makin hebat pada daerah lipatan paha yang disertai dengan adanya bercak merah yang
semakin lama makin meluas. Gatal terutama dirasakan apabila berkeringat atau beraktivitas
dan saat malam hari. Gatal hebat pada daerah kruris (lipat paha), lipat perineum, bokong dan
dapat ke genitalia, ruam kulit berbatas tegas, eritematosa dan bersisik. Semakin hebat jika
berkeringat. Keluhan sering bertambah sewaktu tidur sehinga digarukgaruk dalam timbul erosi
dan infeksi sekunder.15 Pasien merupakan remaja berusia 15 tahun yang termasuk dalam usia
rentan untuk menderita tinea kruris karena aktivitas yang tinggi. Disamping itu pasien juga
memiliki kebiasaan menggunakan celanan jeans ketat yang merupakan salah satu faktor
predisposisi tinea kruris. Hal ini disebabkan oleh karena celana jeans termasuk salah satu bahan
pakaian yang tidak menyerap keringat sehingga menciptakan kondisi yang mendukung
timbulnya infeksi jamur.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai kelainan kulit yaitu makula eritemahiperpigmentasi
berbatas tegas dengan tepi yang lebih aktif, lesi central healing, berukuran plakat berbatas tegas
dengan tepi lesi lebih tinggi dan aktif terdiri dari papula, bentuk polimorf. Hiperpigmentasi
dengan skuama diatasnya menandakan suatu perjalanan penyakit yang sudah kronis. Erosi dan
eksoriasi, keluarnya cairan serum maupun darah, biasanya diakibatkan oleh garukan maupun
pengobatan yang diberikan.18 Tinea kruris disebabkan oleh infeksi jamur dengan golongan
dermatofita. Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan golongan dermatofitosis.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kelas fungi
imperfecti, yang terbagi dalam tiga genus, yaitu Microsporum, trichopyton, dan
Epidermophyton. Penyebab tinea kruris sendiri sering kali oleh E. floccosum, namun dapat
pula oleh T. rubrum, T. mentagrophytes.
Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai daya tarik
kepada keratin (keratininofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisan-lapisan
kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan stratum basalis. Penularan biasanya terjadi
karena adanya kontak dengan debris keratin yang mengandung hifa jamur Menurut
kepustakaan tinea kruris lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita dengan perbandingan
3:1 dan kebanyakan terjadi pada golongan umur dewasa dan golongan umur anak-anak.
Biasanya mengenai penderita usia 18-60 tahun, tetapi paling banyak dijumpai pada usia 18- 25
tahun serta antara 40-50 tahun.
Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya tinea kruris yaitu iklim panas, lembab,
pengeluaran keringat yang berlebihan, pemakaian bahan pakaian yang tidak menyerap
keringat, kebersihan perseorangan, trauma kulit, lingkungan sosial budaya dan ekonomi
oklusif, defisiensi imunitas, dan penggunaan antibiotika, kortikosteroid serta obat-obat
imunosupresan.
Pada pasien ini diberikan penatalaksanaan terapi topikal dan sistemik. Obat topikal
yang diberikan adalah ketokonazol cream. Ketokonazol termasuk golongan azol-imidazol,
relative berspektum luas, bersifat fungistatik dan bekerja dengan cara menghambat ergosterol
jamur yang mengakibatkan timbulnya defek pada membrane sel jamur. Mempunyai
kemampuan mengganggu kerja enzim sitokrom P-450, lanosterol 14-demethylase yang
berfungsi sebagai katalisator untuk mengubah lanosterol menjadi ergosterol, hal ini
mengakibatkan dinding sel jamur menjadi lebih permeable dan terjadi pengahancuran kuman.
Pada kasus ini ketokonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis. Obat sistemik
yang diberikan adalah ketokonazol dan cetirizine. Ketokonazol diberikan peroral dan topikal
untuk meningkatkan efektivitas pengobatan. Cetirizine adalah metabolit aktif dan hidroksizin
dengan kerja kuat dan panjang. Merupakan antihistamin selektif, antagonis reseptor H1 dengan
efek sedative yang rendah pada dosis aktif farmakologi dan mempunyai sifat tambahan sebagai
anti alergi. Cetirizine menghambat perlepasan histamin pada fase awal dan mengurangi migrasi
sek inflamasi.21-23 Tujuan diberikan cetirizine pada pasien ini adalah untuk mengurangi rasa
gatal yang dialami pasien dan mengurangi proses peradangan yang terjadi.
Pada kasus ini obat sistemik diberikan selama 10 hari, ketokonazol 200 mg diberikan 1
tablet sekali minum dalam sehari pada pagi hari dan cetirizine 10 mg diberikan 1 tablet sekali
minum dalam sehari pada sore hari.20,22 Pasien dianjurkan kontrol setelah 10 hari untuk
melihat perkembangan penyakit. Pasien harus dijelaskan penting-nya menjaga lesi tetap kering.
Edukasi pasien diberikan agar tidak menggaruk bercakbercak karena akan menyebab-kan
bercak semakin luas, meng-komsumsi obat secara teratur, tidak menghentikan pengobatan
tanpa seizin dokter, selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan, memperbaiki status gizi
dalam makanan, menggunakan handuk sekali pakai lalu langsung di cuci dan menggantinya
dengan handuk baru, dan menggunakan pakaian longgar serta mudah menyerap keringat. Di
samping itu, dijelaskan untuk menghindari penggunaan pakaian secara bergantian, mencuci
pakaian serta seprai secara rutin, serta menjemur pakaian pada tempat yang panas hingga
kering. Kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungan yang terjaga dapat mem-percepat
penyembuhan pasien.
Simpulan
Tinea kruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus. Kelainan
ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat me-rupakan penyakit yang berlangsung
seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genitokrural saja atau bahkan meluas ke
daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain
keadaan kekurangan. Prognosis tinea kruris baik jika pasien melakukan pengobatan secara
teratur sesuai anjuran dokter, menghindari faktor resiko, dan menjaga kebersihan serta
kelembapan kulit.

Anda mungkin juga menyukai