PENDAHULUAN
Dermatofitosis atau tinea merupakan suatu infeksi superfisial pada kulit, kuku dan rambut
yang disebabkan oleh dermatofita Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton.1,2,3 Dimana
penyakit ini dapat mengenai semua umur baik pria maupun wanita.1
Adapun faktor predisposisi yang mempengaruhi timbulnya penyakit adalah iklim yang
panas dengan kelembaban yang tinggi, hygiene yang buruk, adanya sumber penularan di
sekitarnya, penggunaan obat-obatan antibiotik, steroid dan sitostatika serta adanya penyakit
kronis dan penyakit sistemik lainnya.4
Penularan dermatofitosis dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau
binatang, secara tidak langsung dapat melalui bulu binatang, pakaian atau benda-benda yang
terkontaminasi, dan dapat pula terjadi karena autoinokulasi dan infeksi pada bagian tubuh
lainnya.1,5
Gambaran klinis dari dermatofitosis bermacam-macam, tergantung dari spesies
penyebabnya, lokasi infeksi dan status imun penderita. Dermatofitosis ini diklasifikasikan
berdasarkan bagian tubuh yang terkena, antara lain adalah tinea korporis dan tinea kruris.1
Tinea korporis merupakan suatu infeksi dermatofita yang mengenai kulit glabrosa yaitu
kulit di daerah badan, tungkai dan lengan.1,6Tinea korporis paling sering disebabkan oleh
Trichophyton rubrum, Microsporum canis dan Trichophyton mentagrophytes. Sedangkan tinea
kruris adalah infeksi dermatofita yang mengenai daerah lipat paha, genital, daerah pubis,
perineum, kulit perianal dan kadang-kadang dapat meluas sampai ke gluteus dan perut bagian
bawah. Penyebab terbanyak dari tinea kruris adalah Trichophyton rubrum, Epidermophyton
floccosum dan Trichophyton mentagrophytes.1,2,6,7
Diagnosis banding untuk tinea korporis adalah erythema annulare centrifugum, dermatitis
numularis, granuloma anulare, psoriasis, liken planus, sifilis sekunder, dermatitis seboroik,
pitiriasis rosea dan pitiriasis rubra pilaris. Sedangkan tinea kruris dapat didiagnosis banding
dengan dermatitis seboroik, eritrasma, kandidiasis kutis, psoriasis dan liken simpleks kronis.1,6
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah
pemeriksaan mikroskopik langsung dengan KOH 10% dan kultur. 1,2,6
Penatalaksanaan tinea korporis maupun tinea kruris adalah dengan menghindari faktor
predisposisi sekaligus pemberian obat antijamur topikal maupun sistemik.6 Untuk obat antijamur
topikal antara lain golongan imidazol seperti : mikonazol 2% dan ketokonazol 2%, golongan
alilamin seperti terbinafin 1%. Pengobatan sistemik diberikan bila lesi luas dan gagal dengan
pengobatan topikal. Anti jamur sistemik yang dapat diberikan adalah ketokonazol, itrakonazol,
griseofulvin, flukonazol dan terbinafin6,8
Pada tulisan ini dilaporkan satu kasus tinea korporis et kruris yang disebabkan oleh
Trichophyton schoenleinii.
Seorang wanita berusia 21 tahun, datang ke Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP
H.Adam Malik Medan dengan keluhan utama timbul bercak kehitaman yang gatal pada ketiak,
perut bagian bawah sampai pubis, sela paha sampai paha bagian atas, bokong dan bercak
kemerahan pada dada, payudara, punggung dan lengan atas. Hal ini telah dialami penderita sejak
± 2 tahun yang lalu. Awalnya bercak yang timbul hanya berukuran kecil di daerah kedua sela
paha yang semakin lama semakin meluas sehingga hampir mengenai seluruh tubuh. Sebelumnya
penderita pernah berobat ke puskesmas dan diberi obat dalam bentuk salep dan tablet, keluhan
dikatakan berkurang tetapi kemudian muncul kembali dan semakin meluas. Menurut penderita,
selama ini ia sering memakai pakaian dalam yang ketat yang tidak menyerap keringat serta
sering saling bertukaran menggunakan handuk dengan teman-teman sekamarnya.
Pada pemeriksaan dermatologis dijumpai adanya plak hiperpigmentasi berbatas tegas
dengan pinggir eritem, polisiklik, dengan permukaan lesi ditutupi skuama halus yang terdapat
pada regio aksilaris dekstra et sinistra, regio hipogastrium, regio pubis, regio inguinalis dekstra et
sinistra, regio glutealis dekstra et sinistra dan 1/3 bagian atas dari regio femoralis dekstra et
sinistra. Sedangkan pada regio thorakalis, regio mammalis dekstra et sinistra, regio
infraskapularis dekstra et sinistra dan regio brachialis dekstra et sinistra dijumpai plak eritem
berbatas tegas dengan pinggir yang terdiri dari papul-papul eritem yang tersusun polisiklik dan
pada permukaan lesi ditutupi skuama halus.
Pada pemeriksaan KOH 10% dari kerokan kulit dijumpai adanya hifa dan spora, dan
selanjutnya dilakukan pemeriksaan kultur jamur. Pasien didiagnosis banding dengan tinea
korporis et kruris, psoriasis vulgaris dan dermatitis seboroik dengan diagnosis sementara tinea
korporis et kruris.
Penatalaksanaan untuk pasien ini diberikan pengobatan topikal dengan ketokonazol 2%
krim yang dioleskan pada lesi 2 kali sehari, sedangkan pengobatan sistemik yang diberikan
ketokonazol oral 200 mg sekali sehari dan Mebhidrolin napadisilat tablet tiga kali 50 mg sehari.
Pengobatan direncanakan diberikan selama ± 4 minggu. Dan pasien dianjurkan mengusahakan
agar daerah lesi selalu kering dengan memakai pakaian yang menyerap keringat dan menghindari
pakaian yang ketat, serta menghindari penggunaan handuk secara bersamaan dengan orang lain
dan tetap menjaga kebersihan diri.
Dua minggu kemudian hasil pemeriksaan kultur jamur ditemukan Trichophyton
schoenleinii, kemudian ditegakkan diagnosa kerja tinea korporis et kruris yang disebabkan
Trichophyton schoenleinii.
Pada saat kontrol ulang 1 minggu kemudian tampak plak sudah mulai menipis, eritema
dan skuama sudah berkurang dan keluhan gatal berkurang. Penatalaksanaan masih tetap
dilanjutkan dengan pengobatan topikal dengan ketokonazol 2% krim yang dioleskan pada lesi 2
kali sehari dan pengobatan sistemik dengan ketokonazol oral 200 mg sekali sehari dan
antihistamin bila perlu.
DISKUSI
Pasien datang: