QASHASHUL QUR’AN
Disusun Oleh :
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Suatu peristiwa yang berhubungan dengan sebab dan akibat dapat menarik
perhatian para pendengar. Apabila dalam peristiwa itu terselip pesan-pesan dan
pelajaran mengenai berita-berita bangsa terdahulu, rasa ingin tahu merupakan
factor paling kuat yang dapat menanamkan kesan peristiwa tersebut ke dalam hati.
Terdapat banyak kisah dalam Al-Qur’an yang menceritakan beragam
peristiwa. Baik itu peristiwa yang berkaitan dengan masa lalu maupun masa yang
akan datang. Terdapat juga kisah yang menceritakan tentang binatang yang
dijadikan lambing/kiasan untuk pembelajaran kepada manusia.
Demikian banyaknya kisah tersebut memberikan motivasi kepada kita untuk
senantiasa mengkaji dan meneliti agar kisah-kisah yang terdapat di dalam Al-
Qur’an tersebut benar-benar bermakna dan bermanfaat bagi kehidupan kita.
Tentunya dengan segala keterbatasan yang kita miliki, kita kadang hanya mem-
fokuskan kisah-kisah tersebut yang sesuai dengan keinginan dan keadaan kita.
BAB II
PEMBAHASAN
1
A. Pengertian Qashashul Qur’an
Secara bahasa, kata qashash berasal dari bahasa Arab dalam bentuk masdar
yang bermakna urusan, berita, kabar maupun keadaan. Dalam Alquran
sendiri kata qashash bisa memiliki arti mencari jejak atau bekas 1 dan berita-
berita yang berurutan2.
2
menceritakan para Nabi dan umat-umat dahulu, dan ada yang mengisahkan
berbagai macam peristiwa dan keadaan, dari masa lampau, masa kini,
ataupun masa yang akan datang.
1. Ditinjau dari Segi Waktu
Ditinjau dari segi waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam
Al-Qur’an, maka qashshashil Qur’an itu ada tiga macam, sebagai
berikut:
a. Kisah-kisah ghaib pada masa lalu (al-qashshashul ghuyub al-
madhiyah)
Yaitu, kisah yang menceritakan kejadian-kejadian ghaib yang
sudah tidak bisa ditangkap panca indera, yang terjadinya di masa
lampau.
Contohnya seperti kisah-kisah Nabi Nuh, Nabi Musa, dan kisah
Maryam, sebagaimana yang diterangkan dalam ayat 44 surat Ali
Imran:
ِه ِإ ِب ِح ِه ِإ ِل ِم
َذ َك ْن َأنَب اء اْلَغْي ُنو ي َلي َك َو َم ا ُك نَت َل َد ْي ْم ْذ ُيْلُق ون َأْقَالَمُه ْم َأُّيُه ْم
َيْك ُفُل َمْر َمَي َو َم ا ُك نَت َلَد ْيِه ْم ِإْذ ْخَيَتِص ُم وَن
“Itulah sebagian dari berita-berita ghaib yang Kami wahyukan
kepadamu (Muhammad), padahal engkau tidak bersama mereka
ketika mereka melemparkan pena mereka (untuk mengundi) siapa
di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan engkau pun
tidak bersama mereka ketika mereka bertengkar.”6
b. Kisah hal-hal ghaib pada masa kini (al-qashashul ghuyub al-hadhirah)
Yaitu, kisah yang menerangkan hal-hal ghaib pada masa sekarang,
(meski sudah ada sejak dulu dan masih aka nada sampai masa yang
akan datang) dan yang menyingkap rahasia orang-orang munafik.
Contohnya seperti kisah yang menerangkan tentang Allah SWT dengan segala
sifat-sifat-Nya, para malaikat, jin, setan, dan siksaan neraka, kenikmatan surga,
dan sebagainya. Kisah-kisah tersebut dari dahulu sudah ada, sekarang pun masih
6
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 55
3
ada dan hingga masa yang akan datang pun masih tetap ada.
Misalnya, kisah dari ayat 1 – 6 surat Al-Qari’ah:
. َيْو َم َيُك وُن الَّناُس َك اْلَف َر اِش اْلَم ْبُثوِث. َو َم ا َأْد َر اَك َم ا اْلَق اِر َع ُة. َم ا اْلَق اِر َعُة.اْلَق اِر َعُة
ِع ِجْل
َفَأَّم ا َم ن َثُق َلْت َم َو اِز يُنُه. َو َتُك وُن ا َباُل َك اْل ْه ِن اْلَم نُفوِش
“Hari kiamat. Apakah hari kiamat itu? Tahukah kamu apakah hari
kiamat itu? Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang
berterbangan. Dan gunung-gunung seperti bulu-bulu yang dihambur-
hamburkan.”7
c. Kisah-kisah ghaib pada masa yang akan datang
Yaitu kisah-kisah yang menceritakan peristiwa-peristiwa akan datang
dan belum terjadi pada waktu turunnya Al-Qur’an, kemudian
peristiwa tersebut betul-betul terjadi. Karena itu, pada masa sekarang
ini, berarti peristiwa yang dikisahkan itu telah terjadi.
Contohnya seperti mimpi Nabi bahwa beliau akan dapat masuk
Masjidil Haram bersama para sahabat, dalam keadaan sebagian
mereka bercukur rambut dan yang lain tidak. Pada waktu perjanjian
Hudaibiyah, Nabi gagal masuk Mekkah, sehingga diejek orang-orang
Yahudi, Nasrani, dan kaum munafik, bahwa mimpi Nabi itu tidak
terlaksana. Maka turunlah ayat 27 surat Al-Fath:
ِمِن ِج
َلَق ْد َص َد َق الَّل ُه َرُس وَلُه الُّرْؤ َي ا ِب اَحْلِّق َلَت ْد ُخ ُلَّن اْلَمْس َد اَحْلَر اَم ِإن َش اء الَّل ُه آ َني
. َحُمِّلِق َني ُر ُؤ وَس ُك ْم َو ُمَق ِّص ِر يَن اَل َخَتاُفوَن
“Sungguh, Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang
kebenaran mimpinya bahwa kamu pasti akan memasuki
Masjidilharam, jika Allah menghendaki dalam keadaan aman, dengan
menggundul rambut kepala dan Ditinjau dari Segi Materi8
7
Ibid, 600 memendekkannya, sedang kamu tidak merasa takut.”
8
Al-Qattan, Manna Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an / Manna’ Khalil al-Qattan (Jakarta: PT. Mitra
Kerjaya Indonesia, 2002), 436
4
a. Kisah para nabi. Kisah ini mengandung dakwah mereka kepada
kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap
orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan
perkembangan-nya serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka
yang mempercayai dan golongan yang mendustakan. Misalnya
kisah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi
Muhammad, dan lain-lain.
b. Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada masa lalu dan orang-orang yang tidak dipastikan
kenabiannya. Misalnya kisah orang yang keluar dari kampung
halaman, yang beribu-ribu jumlahnya karena takut mati, kisah
Talut dan Jalut, dua orang putra Adam, penghuni gua, Zulkarnain,
Karun, orang-orang yang menangkap ikan pada hari Sabtu,
Maryam, Ashabul Ukhdud, Ashabul Fiil, dan lain-lain.
c. Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada masa Rasulullah, seperti Perang Badar dan Perang
Uhud dalam surah Ali Imran, Perang Hunain dan Tabuk dalam
surah at-Taubah, Perang Ahzab dalam surah al-Ahzab, hijrah, isra’,
dan lain-lain.
5
sehingga lebih mudah dipahami? Karena hal itu tersebut menurut mereka
dipandang tidak efektif dan efisien9.
Cerita dalam al qur’an bukanlah suatu gubahan yang hanya bernilai sastera
saja, baik gaya bahasa maupun cara menggambarkannya peristiwa-
peristiwanya. Memang biasanya demikianlah wujudnya, cerita yang
merupakan hasil kesusastraan murni. Bentuknya hanya semata-mata
menggambarkan seni bahasa saja. Tetapi cerita dalam al qur’an merupakan
salah satu media untuk mewujudkan tujuannya yang asli.
Jika dilihat dari keseluruhan kisah yang ada maka tujuan-tujuan tersebut
dapat dirinci sebagai berikut.
Pertama, salah satu tujuan cerita itu ialah menetapkan adanya wahyu dan
kerasulan. Dalam al qur’an tujuan ini diterangkan dengan jelas di antaranya
dalam QS.12 : 2-3 dan QS 28 : 3. Sebelum mengutarakan cerita nabi musa,
lebih dahulu al qur’an menegaskan, “kami membacakan kepadamu sebagian
dari cerita Musa dan Fir’aun dengan sebenarnya untuk kamu yang
beriman”. Dalam QS 3 : 44 pada permulaan cerita Maryam disebutkan,
“itulah berita yang ghaib, yang kami wahyukan kepadamu”.
Kedua, menerangkan bahwa agama semuanya dari Allah, dari masa Nabi
Nuh sampai dengan masa Nabi Muhammad SAW, bahwa kaum muslimin
semuanya merupakan satu umat. Bahwa Allah yang maha esa adalah tuhan
bagi semuanya (QS 21 : 51-92).
Ketiga, menerangkan bahwa agama itu semuanya dasarnya satu dan itu
semuanya dari tuhan yang Maha Esa (QS 7 : 59).
9
Muhammad Chirjin, al Qur’an dan Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 1989),
hlm. 11.
6
Keempat, menerangkan bahwa cara yang ditempuh oleh nabi-nabi dalam
berdakwah itu satu dan sambutan kaum mereka terhadap dakwahnya itu
juga serupa (QS Hud)
Kelima, menerangkan dasar yang sama antara agama yang diajarkan oleh
Nabi Muhammad dengan agama Nabi Ibrahim As., secara khusus, dengan
agama-agama bangsa israil pada umumnya dan menerangkan bahwa
hubungan ini lebih erat daripada hubungan yang umum antara semua
agama. Keterangan ini berulang-ulang disebutkan dalam cerita Nabi
Ibrahim, Musa dan Isa As10.
Dan masa kejayaan dan kehancurang itu, kami pergilirkan di antara manusia
7
sejalan dengan kisah seorang sastrawan yang mengkisahkan suatu peristiwa
secara artistik. Bahwa al Qur’an telah menciptakan beberapa kisah dan
ulama-ulama terdahulu telah berbuat salah dengan menganggap kisah
Qur’ani sebagai sejarah yang dapat dipegangi11.
Kisah-kisah yang ada dalam al Qur’an tentu saja tidak dapat dianggap
semata-mata sebagai dongeng. Apalagi al Qur’an adalah kitab suci yang
berbeda dengan bacaan lainnya. Memang sering timbul perbdebatam,
apakah kisah-kisah tersebut benar-benar memiliki landasan historis atau
sebaliknya, sebagai kisah yang ahistoris, sejauh manakah posisi al Qur’an
dalam memandang sejarah sebagai suatu realitas.
Sebagai kitab suci, al Qur’an bukanlah kitab sejarah, sehingga tidaklah adil
jika al Qur’an dianggap mandul hanya karena kisah-kisah yang ada
didalamnyatidak dipaparkan secara gamblang. Akan tetapi berbeda dengan
cerita fiksi, kisah-kisah tersebut tidak didasarkan pada khayalan yang jauh
dari realitas. Melalui studi yang ,mendalam, di antara kisahnya dapat
ditelusuri akar sejarahnya, misalnya situs-stus sejarah bangsa Iran yang
diidemtifikasikan sebagai bangsa Ad dalam kisah al-Qur’an. Di samping itu
memang terdapat kisah-kisah yag sulit untuk dideteksi sisi historisnya
seperti peristiwa Isra’ Mi’raj dan kisah Ratu Saba’. Karena ini sering
disinyalir bahwa kisah-kisah dalam al Qur’an itu ada yang historis dan ada
pula yang ahistoris.
11
Manna’ al-Qattan, Mabahist fi Ulum al-qur’an, t.tp, t.tp, hlm.
8
Namun untuk mengetahui sejarah dan kisah yang ada dalam al-Qur’an itu
tidak mudah. Perlu ditelusuri kapan terjadinya dan di mana. Siapa saja yang
teerlibat dalam peristiwa tersebut. Hal itu untuk memberikan informasi atau
keterangan yang jelas yang tidak menyimpang, sehingga sesuai dengan
kondisi masyarakat pada waktu itu, baik pada masa pra Islam atau sesudah
Islam.
BAB III
PENUTUP
12
A. Hanafi, Segi-segi Kesusasteraan Pada kisah-kisah Al Qur’an, (Pustaka al Husna,Jakarta,
1983), hlm. 26
9
Dari uraian makalah di atas kita dapat mengambil beberapa kesimpulan
diantaranya:
1. Alquran merupakan kitab suci umat Islam dan manusia seluruh alam yang
tidak dapat diragukan kebenarannya dan berlaku sepanjang zaman, baik masa
lalu, masa sekarang maupun masa yang akan datang.
2. Sebagian isi kandungan dalam Alquran kebanyakan memuat tentang qashas
(sejarah) umat-umat terdahulu sebagai bahan pelajaran bagi umat sekarang
(umat Islam).
3. Qashashul quran adalah kabar-kabar dalam Alquran tentang keadaan-keadaan
umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu, serta peristiwa-peristiwa
yang telah terjadi.
4. Tujuan kisah Alquran adalah untuk memberikan pengertian tentang sesuatu
yang terjadi dengan sebenarnya dan agar dijadikan ibrah (pelajaran) untuk
memperkokoh keimanan dan membimbing ke arah perbuatan yang baik dan
benar.
5. Kisah dalam Alquran dibedakan tiga macam, yaitu: kisah dakwah para nabi,
kejadian umat terdahulu dan kejadian di zaman Rasulullah Muhammad saw.
6. Unsur kisah Alquran juga ada tiga, yakni: adanya Pelaku, kejadian atau
peristiwa dan percakapan.
7. Inti dari fungsi kisah dalam Alquran adalah untuk dakwah menegakkan
kalimat tauhid, membantah kebohongan kaum kafir serta menjadikannya
sebagai pelajaran yang amat berharga bagi umat Islam.
DAFTAR PUSTAKA
10
Ash-Shiddieqy. T.M. Hasbi. 1972. Ilmu-Ilmu Alquran. Jakarta: Bulan Bintang.
Munawir, Fajrul dkk. 2005. Al-Quran. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga,
Al- Qaththan, Manna Khalil. 2002. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an / Manna’ Khalil al-Qattan. Jakarta:
PT. Mitra Kerjaya Indonesia.
Chirjin,Muhammad. 1989. al Qur’an dan Ulumul Qur’an, Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa.
Hanafi, A. 1983. Segi-segi Kesusasteraan Pada kisah-kisah Al Qur’an. Jakarta : Pustaka al Husna.
11