Anda di halaman 1dari 6

IMPLIKASI HUKUM KEWAJIBAN PEMBAYARAN PAJAK BPHTB ATAS

PENERBITAN SERTIFIKAT PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI KEGIATAN


PTSL DI KABUPATEN KEPULAUAN SULA

Kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dimana setiap Masyarakat


yang mempunyai tanah oleh presiden, oleh perpres, oleh permen ATR/BPN wajib untuk
didaftarkan, namun kondisi di Provinsi Maluku Utara, khususnya di daerah-daerah
kabupaten Kota.

Nanti saya (Kakanwil BPN MALUT) arahkan agar Rais nanti melakukan penelitian di
Locus Kab. Kepulauan sula, karena dekat dengan rumahnya (nanti bisa saling
komunikasi/dikomunikasikan).

 Pendaftaran pertama kali kegiatan PTSL (pendaftaran tanah sistematis lengkap) itu
prakteknya menimbulkan beberapa persoalan, yaitu:
1. Pemilik atas tanah pendaftaran pertama kali, kalau yang bersangkutan
memenuhi kriteria objek tanah diatas 60jt itu kena wajib untuk membayar
BPHTB, kenyataannya mereka tidak membayar atau tidak bisa membayar
karena tidak mempunyai uang cash disana / tidak mampu, soalnya
masyarakatnya itu tidak seperti daerah perkotaan, disana masih perlu
peningkatan diwilayahnya, terus bagaimana kalo mereka tidak membayar? Maka
tidak boleh mendaftar, jadi menimbulkan dilema. Ada beberapa tawaran agar
pajak itu ditangguhkan yaitu msyarakat itu membuat pernyataan penundaan
pembayaran pajak BPHTB, jadi bisa diterbitkan, dokumennya nanti ada
dokumen pernyataan penangguhan pembayaran BPHTB, kalo nanti sudah ada,
masuk aplikasi di BPN bisa terbit sertifikatnya.
 Terus kapan bayarnya?
Bayarnya pada saat dialihkan, pada saat dialihkan kan tidak bisa di
aplikasi sebelum pelunasan janjinya dulu (BPHTB yang terutang itu),
kalau nanti sudah dibayar baru bisa dialihkan.
 Terus apa bisa dibayar?
Ya bisa, karena akan ada transaksi pastinya ada uang, dan itukan
(BPHTB) tidak seberapa nilainya dari nilai transaksi.
Disamping itu nanti penerima hak dari peralihan itu juga harus membayar
BPHTB (dia dari peralalihan).
Jadi yang pertama tadi peralihan hak pertama kali, memperoleh hak atas
tanah dari Negara.
 Kemudian ada Solusinya juga sebenarnya yaitu Pemerintah Kabupaten / Kota itu
membebaskan pajak BPHTB atau membuat Keringanan contohnya seperti
membuat : Peraturan Bupati atau Keputusan Bupati terkait membebaskan sama
sekali atau meringankan.
Dan ini tidak berpotensi menghilangkan atau mengurangi pendapatan daerah
karena akan digali pada saat peralihan terjadi, kalau misalnya tidak dibuat
instrument tersebut ya nantinya Masyarakat disana tidak akan punya sertifikat
dan potensi untuk BPHTB tidak akan terjadi, ini perlu pemahaman dari teman-
teman di Kabupaten/Kota khususnya bagian hukum.
Nah ini nanti tesisnya Rais mempunyai manfaat kepada pemerintah kabupaten
kepulauan sula dan kabupaten lainnya yang memiliki masalah yang sama.

INTI PERMASALAHAN :

1. Masyarakat Punya tanah Luas untuk didaftarkan pertama kali untuk kegiatan PTSL
tapi Masyarakat tidak mampu membayar BPHTB.
2. Pelaksanaan PTSL yang ini adalah program pemerintah, program strategis Nasional
(PSN), Itu harus berjalan tetapi terhambat dengan pajak BPHTB.
3. Upaya untuk peningkatan pendapatan daerah melalui pajak BPHTB, seperti yang
dijelaskan sebelumnya yaitu pemerintah kabupaten kota menerbitkan Peraturan
Bupati atau walikota untuk menghapuskan atau mengurangi pajak BPHTB kepada
Masyarakat yang tidak mampu.
4. Kegiatan PTSL ini akan mendorong terjadinya peta desa lengkap, jadi yang
sekarang terjadi Desa di daerah tersebut tidak punya peta, yang ada hanyalah peta
Asumsi-asumsi.
 Kalau nanti Rais melakukan penelitian ini, nanti bisa dimunculkan tuh terhadap
dampak besarnya untuk terciptanya Peta Desa Lengkap tsb.
 Nanti ini juga Upaya untuk meningkatkan PBB karena tanah yang belum
terdaftar ini susah untuk dikenakan pajak bumi dan bangunan (PBB), setelah
adanya program PTSL ini mereka terjalin PBB harus dibayar, walaupun tidak
dibayarkan tahun itu tapikan PBB terutang juga.

Nanti dirumuskan untuk membuat peta Desa Lengkap sehingga pendapatan daerahh
itu meningkat.

Nantii dirumuskan :

Bagaimana untuk membuat dan menciptakan peta desa lengkap sehingga pendapatan
daerah itu meningkat. (TAPI KONSENTRASINYA UNTUK BPHTB UNTUK PROGRAM
PTSL).

PERATURAN TERKAIT PEMBEBASAN BPHTB:

1. Undang-undang Nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara


Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
 Pasal 6 ayat (2) dan (3):
 (2). Jenis Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) dapat
tidak dipungut, dalam hal:
a. Potensinya kurang memadai, dan/atau
b. Pemerintah daerah menetapkan kebijakan untuk tidak memungut.
 (3) Jenis pajak yang tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dalam PERDA mengenai pajak dan retribusi.
2. Pasal 44 ayat (6) huruf h:
Yang dikecualikan dari objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan:
h. untuk Masyarakat berpenghasilan rendah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Contoh Perda terkait Pembebasan BPHTB:

 Peraturan Gubernur Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 23 Tahun 2023 tentang
Pembebasan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Terhadap Perolehan
Hak Pertama Kali Dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Sampai Dengan Nilai
Tertentu.

Sejalan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022


tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah,
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan ketentuan terbaru mengenai
Pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) melalui
Peraturan Gubernur Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 23 Tahun 2023
tentang Pembebasan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Terhadap
Perolehan Hak Pertama Kali Dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Sampai
Dengan Nilai Tertentu.

Peraturan Gubernur Nomor 23 Tahun 2023 tersebut memberikan pembebasan


atas pokok pajak serta memberikan kepastian hukum yang diperoleh oleh lebih dari
satu orang penerima hak secara bersamaan untuk pembebasan BPHTB terhadap
perolehan hak pertama kali dengan nilai perolehan objek pajak sampai dengan nilai
tertentu.
Adapun kebijakan yang diberikan antara lain sebagai berikut :
Kebijakan Pembebasan BPHTB

1. Pembebasan BPHTB diberikan kepada pemohon yang merupakan wajib pajak


orang pribadi.
2. Pembebasan BPHTB diberikan sebesar 100% (seratus persen) terhadap Perolehan
Hak Pertama Kali.
3. Pembebasan BPHTB berlaku untuk objek Perolehan Hak Pertama Kali berupa
Rumah Tapak dengan NPOP sampai dengan Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
Perolehan Hak Pertama Kali meliputi sebagai Berikut :
a) Pemindahan Hak, karena:

1. Jual Beli;
2. Hibah;
3. Hibah Wasiat; atau
4. Waris.

b) Pemberian Hak Baru, karena:

1. Kelanjutan Pelepasan Hak; atau


2. Di luar Pelepasan Hak, termasuk program nasional pemerintah di bidang
pendaftaran tanah.

Dalam hal objek pembebasan BPHTB diperoleh oleh lebih dari satu orang penerima
hak secara bersamaan, tetap dapat diberikan pembebasan BPHTB, dengan
ketentuan sebagai berikut :

1. Sepanjang paling sedikit satu orang penerima hak dan/atau pemohon telah
memenuhi ketentuan Perolehan Hak Pertama Kali Diatas;
2. Pemohon wajib mencantumkan identitas seluruh penerima hak ke dalam
permohonan pembebasan BPHTB; dan
3. Penerima hak karena Pemberian Hak Baru yang telah diberikan pembebasan
BPHTB tidak dapat diberikan pembebasan BPHTB kembali secara perseorangan
untuk perolehan hak berikutnya.

Sejalan dengan transformasi digital perpajakan daerah, penyampaian permohonan


Pengajuan Pembebasan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan dapat
dilakukan secara elektronik melalui pada tautan https://ebphtb.jakarta.go.id/
Dengan telah diberlakukannya Peraturan Gubernur Daerah Provinsi DKI Jakarta
Nomor 23 Tahun 2023 tentang Pembebasan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan
Bangunan Terhadap Perolehan Hak Pertama Kali Dengan Nilai Perolehan Objek
Pajak Sampai Dengan Nilai Tertentu, maka Peraturan Gubernur Nomor 126 Tahun
2017 tentang Pengenaan 0% (Nol Persen) atas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Terhadap Perolehan Hak Pertama Kali dengan Nilai Perolehan Objek
Pajak sampai dengan Rp2.000.000.000,00 (Dua Miliar Rupiah) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Anda mungkin juga menyukai