Anda di halaman 1dari 16

PERTEMUAN 15

BEA PEROLEHAN ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


Lanjutan

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi yang ada pada pertemuan 15 maka diharapkan
mahasiswa dapat mampu memahami definisi dari restitusi dan imbalan bunga serta
apa itu pembagian hasil penerimaan BPHTB, memahami kewajiban, pelaporan dan
sanksi serta memahami perhitungan BPHTB.

B. URAIAN MATERI
1. Restitusi Dan Imbalan Bunga Serta Pembagian Hasil Penerimaan BPHTB

Pada pertemuan 15 ini kita masih membahas mengenai Bea Perolehan


Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang merupakan lanjutan dari pertemuan
sebelumnya. Filosofi utama yang melandasi pajak ialah peran serta masyarakat
dalam pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan serta kemakmuran
rakyat melalui peningkatan penerimaan negara dengan cara pengenaan pajak.
Mengapa BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) dinamai bea,
bukan pajak? Tidak banyak orang yang tahu mengapa BPHTB dinamai dengan
bea dan bukan pajak. Namun, ternyata terdapat beberapa ciri khusus yang
membedakan bea dengan pajak.

Ciri pertama, pembayaran pajak terjadi lebih dahulu daripada saat terutang.
Contohnya, pembeli tanah bersertifikat sudah diharuskan membayar BPHTB
sebelum terjadi transaksi atau sebelum akta dibuat dan ditandatangani. Hal ini
terjadi juga dalam bea Meterai. Siapapun pihak yang membeli meterai tempel,
berarti ia sudah membayar bea Meterai, walaupun belum terjadi saat terutang
pajak.

Ciri kedua adalah frekuensi pembayaran bea terutang dapat dilakukan


secara insidensial atau berkali-kali dan tidak terikat oleh waktu. Misalnya,
membeli atau membayar Meterai tempel dapat dilakukan kapan saja. Demikian
pula dengan membayar BPHTB terutang. Hal ini tentunya berbeda dengan pajak,
yang harus dibayar sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan.

Perpajakan 241
1
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan dikenakan terhadap
orang atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang
mana perolehan atas suatu hak atas tanah dan atau bangunan ini bisa diartikan
bahwa orang atau badan tersebut mempunyai nilai lebih atas tambahan atau
perolehan hak tersebut, di mana tidak semua orang mempunyai kemampuan
lebih untuk mendapatkan tanah dan atau
2
Prinsip-prinsip dasar yang dianut Undang-undang BPHTB sebagaimana
diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 adalah sebagai
berikut:

a. Sistem pemungutan kewajiban BPHTB berdasarkan sistem self assessment,


Yaitu Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar
sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran BPHTB, dan
melaporkannya tanpa mendasarkan diterbitkannya surat ketetapan pajak;

b. Besarnya tarif, Yaitu ditetapkan sebesar 5% dari nilai perolehan obyek pajak
(NPOP) atau 5% dari NJOP PBB jika besarnya NPOP tidak diketahui atau
kurang dari NJOP PBB;

c. Dikenakan sanksi, Kepada wajib pajak maupun kepada pejabat pejabat umum
yang melakukan pelanggaran ketentuan atau tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang BPHTB;

d. Hasil penerimaan BPHTB. Sebagian besar diserahkan kepada daerah dengan


komposisi 80% untuk daera

Restitusi dan Imbalan Bunga


3
Restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB diatur dalam
Pasal 21 dan Pasal 22 yang dapat dirinci sebagai berikut:

a. Sebab-sebab Restitusi:

1) Pajak dibayar > pajak terutang yang disebabkan oleh:

1
Ibid.
2
Ibid.
3
Ibid.

Perpajakan 242
a) Permohonan pengurangan dikabulkan;

b) Permohonan keberatan dikabulkan;

c) Permohonan banding dikabulkan;

d) Perubahan peraturan;

2) Pajak dibayar tidak seharusnya terutang;

b. Tata Cara Pengajuan Restitusi dan Imbalan Bunga:

1) Permohonan restitusi diajukan oleh WP dalam bahasa Indonesia dengan


alasan dan dilampiri:

a) Asli Surat Setoran Bea (SSB);

b) Fotokopi SK Keberatan / Banding / Pengurangan;

c) Fotokopi Akta / Risalah Lelang / Keputusan Hak Baru / Putusan


Hakim;

d) Fotokopi identitas Wajib Pajak;

2) Yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat


permohonan dan tidak dipertimbangkan;

3) Berdasarkan pemeriksaan atas permohonan, KPPBB/KPP Pratama


menerbitkan:

a) SKBLB apabila jumlah pajak yang telah dibayar oleh WP ternyata


lebih besar dari jumlah pajak yang terutang;

b) SKBN apabila jumlah pajak yang dibayar oleh WP sama besarnya


dengan jumlah pajak yang terutang;

c) SKBKB apabila jumlah pajak yang telah dibayar oleh WP lebih kecil
dari jumlah pajak terutang;

4) Keputusan dalam waktu 12 bulan sejak terima permohonan apabila waktu


12 bulan tersebut terlampaui, maka permohonan tersebut dianggap
diterima dan paling lambat 1 bulan setelah 12 bulan harus terbit SKBLB
dan apabila penerbitan SKBLB lewat waktu maka WP mendapat bunga
2% per bulan dihitung sejak lewat waktu sampai dengan terbit SKBLB;

Perpajakan 243
5) Berdasarkan SKBLB harus diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian
Kelebihan Pembayaran BPHTB (SKPKPB) yang dikirim ke: WP, BO,
KPKN dan Kanwil DJP;

6) Dalam waktu 2 bulan setelah SKBLB harus diterbitkan Surat Perintah


Membayar Kelebihan Pembayaran BPHTB (SPMKPB), lewat dari waktu
yang ditentukan tersebut WP dapat bunga 2% per bulan; dan

7) Atas imbalan bunga diterbitkan Surat Ketetapan Imbalan Bunga (SKIB)


dan Surat Perintah Me

2. Pembagian Hasil Penerimaan BPHTB

Pembagian hasil penerimaan BPHTB diatur dalam Pasal 23 UU BPHTB


4

dan pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan No.
519/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 sebagai berikut:

a. Pemerintah Pusat mendapat bagian sebesar 20% dari seluruh penerimaan


BPHTB yang kemudian bagian Pemerintah Pusat ini dibagikan secara merata
ke seluruh daerah Kabupaten/Kota dan dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu
bulan April, bulan Agustus, dan bulan November tahun anggaran berjalan;

b. Pemerintah Daerah mendapat bagiansebesar80% yang dibagi sebagai


berikut:

1) 16% untuk Daerah Propinsi; dan

2) 64% untuk Daerah Kabupate

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 04/PMK.07/2008


5

tanggal 28 Januari 2008 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban


Anggaran Transfer ke Daerah, atas transfer Dana Bagi Hasil BPHTB untuk
daerah Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Kuasa Pengguna
Anggaran melimpahkan sebagian kewenangan perintah pemindahbukuan dari
Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah kepada Kuasa
Bendahara Umum Ne elimpahan kewenangan ini dilakukan dengan

4
Ibid.
5

Perpajakan 244
menerbitkan Surat Perintah Menerbitkan Surat Kuasa Umum (SPMSKU).
erdasarkan SPMSKU ini maka Kuasa Bendahara Umum Negara menerbitkan
Surat Kuasa Umum (SKU) kepada Bank Operasional III untuk melakukan
pemindahbukuan Dana Bagi Hasil BPHTB dari Rekening Kas Umum Negara ke
Rekening Kas Umum Daerah dimana penyaluran Dana Bagi Hasil BPHTB ini
berdasarkan realisasi penerimaan BPHTB tahun anggaran berjalan dan
dilaksanakan se

Dalam rangka penyaluran transfer ke daerah, setiap tahun anggaran


selambat lambatnya pada minggu pertama bulan Desember sebelum tahun
anggaran dimulai, pemerintah daerah wajib menyampaikan nomor rekening,
nama rekening dan nama bank kepada Direktur Jenderal Perimbangan
Keuangan yang dilampiri dengan: 1) asli rekening koran dari Rekening Kas
Umum Daerah; dan 2) fotokopi keputusan kepala daerah mengenai
penunjukan/penetapan pejabat Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara
Umum Daerah yang disahkan oleh kepala daerah.

a. Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan


(BPHTB)
6
Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU No. 20/2000 tentang BPHTB,
dinyatakan bahwa: Wajib pajak membayar pajak yang terhutang dengan tidak
berdasarkan pada adanya Surat Kete erdasarkan pernyataan
diatas maka dapat disimpulkan bahwa pemungutan BPHTB dilakukan secara
Self Assessment System, yang bermaksud bahwa Wajib Pajak memiliki
wewenang untuk menyetor dan bayar sendiri pajak BPHTB yang terhutang.

Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010,


BPHTB ditetapkan sebagai jenis pajak daerah yang harus dibayar sendiri oleh
wajib pajak. Hal ini berarti pemungutan BPHTB menganut self asessment
system. Self asessment system merupakan suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang, kepercayaan, dan tanggung jawab kepada wajib

6
Presiden Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan
Bangunan.

Perpajakan 245
pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan
sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

Berikut ciri-ciri sistem self assessment dalam pemungutan pajak, antara


lain:

1) Wajib Pajak memiliki wewenang untuk menentukan jumlah pajak


terhutang sendiri;

2) Wajib Pajak bersifat aktif dimana perhitungan, penyetoran, dan pelaporan


pajak terhutang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak;

3) Pemerintah hanya mengawasi Wajib Pajak dan tidak ikut campur dalam
cara perhitungan BPHTB.

4) Hasil penerimaan BPHTB merupakan penerimaan Negara yang sebagian


besar diserahkan kepada Pemerintah Daerah, untuk meningkatkan
pendapatan daerah guna membiaya pembangunan daerah dalam rangka
memanfaatkan otonomi daerah;

5) Semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan di


luar ketentuan ini tidak diperke

b. Hak – hak Wajib Pajak Pada BPHTB

1) Keberatan

a) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala


Daerah atau Pejabat yang ditunjuk atas suatu :

(1) Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

(2) Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar (SKBKB)

(3) Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT).

(4) Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

(5) Lebih Bayar (SKBLB).

(6) Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Nihil (SKBN).

Perpajakan 246
(7) Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang
berlaku.

b) Dalam mengajukan keberatan Wajib Pajak harus memenuhi


persyaratan sebagai berikut:

(1) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahas Indonesia


dengan disertai alasan - alasan yang jelas.

(2) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas ketetapan


pajak secara jabatan, Wajib Pajak harus dapat membuktikan
ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut.

c) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 bulan


sejak diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB) Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Nihil oleh
wajib pajak, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa
jangka waktu itu tidak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu
tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.

d) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana


dimaksud diatas tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga
tidak dipertimbangkan.

e) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan


pelaksanaan penangihan pajak sesuai ketentuan yang berlaku.

f) Kepala daerah dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak


tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas
keberatan yang diajukan.

g) Sebelum Surat Keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat


menyampaikan bukti tambahan atau penjelasan tertulis.

h) Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa


mengabulkan seluruhnya, atau sebagainya, menolak, atau
menambah besarnya jumlah pajak yang terutang.

Perpajakan 247
i) Apabila dalam jangka waktu 12 bulan telah lewat dan Kepala Daerah
tidak memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan
tersebut dianggap diterima.

2) Banding

a) Wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada


Badan Peradilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya
yang ditetapkan Kepala Daerah.

b) Permohonan sebagaimana dimaksud diatas diajukan secara tertulis


dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas
dalam jangka waktu paling lama 3 bulan sejak keputusan keberatan
diterima, dilampiri, salinan dari surat keputusan tersebut.

c) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban


membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

d) Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan


sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan
untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak tanggal
pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak
sampai dengan diterbitkan keputusan keberatan atau keputusan
Banding.

3) Pengurangan

Atas permohonan Wajib Pajak, pengurangan pajak yang terutang dapat


diberikan karena:

a) Kondisi tertentu wajib pajak, yang berhubungan dengan objek pajak.

Contoh :

(1) Wajib pajak tidak mampu secara ekonomis yang memperoleh


hak baru melalui program pemerintah dibidang pertanahan.

(2) Wajib pajak badan yang memperoleh hak baru selain Hak
Pengelolaan dan telah menguasai tanah dan atau bangunan

Perpajakan 248
lebih dari 20 tahun yang dibuktikan dengan surat pernyataan
wajib pajak dan keterangan dari pejabat pemerintah daerah
setempat.

(3) Wajib pajak orang pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan
atau bangunan Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Susun
Sederhana serta Rumah Sangat Sederhana (RSS) yang
diperoleh langsung dari pengembang dan dibayar secara
angsuran.

(4) Wajib pajak Orang Pribadi menerima Hibah dari Orang Pribadi
yang mempunyai hubungan keluarga.

(5) Wajib pajak BUMD baru berdiri dalam jangka waktu paling lama
satu tahun yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan
dari pemerintah daerah atau pemerintah pusat sebagai
penyertaan modal pemerintah.

b) Kondisi wajib pajak yang hubungannya dengan sebab-sebab


tertentu.

Contoh :

(1) Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah meliputi pembelian
dari hasil ganti ruginya dibawah Nilai Jual Objek Pajak.

(2) Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti
atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan
umum yang memerlukan persyaratan khusus.

(3) Wajib Pajak yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter
yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional,
sehingga Wajib Pajak harus melakukan rekonstrukturalisasi
usaha dan atau utang usaha sesuai kebijakan pemerintah.

(4) Wajib pajak yang melakukan penggabungan usaha (merger)


atau peleburan usaha (konsolidasi).

(5) Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah dan atau
bangunan yang tidak berfungsi lagi seperti semula disebabkan
bencana alam.

Perpajakan 249
c) Tanah dan atau bangunan digunakan semata-mata untuk
kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk
mencari keuntungan.

c. Dasar Pengenaan Pajak, Tarif dan Cara Perhitungan BPHTB

Dasar pengenaan pajak adalah nilai Perolehan Obyek Pajak (NPOP)


7

yaitu dapat berupa harga transaksi (termasuk harga transaksi dalam Risalah
Lelang) dan nilai pasar yang mana Menurut ketentuan Pasal 6 Undang-
undang Nomor 20 tahun 2000 Nilai Perolehan Obyek Pajak dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:

1) Jual beli adalah harga transaksi Tukar menukar, hibah, wasiat, waris,
pemasukan hak dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan
hak yang mengakibatkan peralihan, peralihan hak karena pelaksanaan
putusan hakim yang mempunyai kekuatan tetap, pemberian hak baru
atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak, pemberian hak baru
atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak, penggabungan usaha,
peleburan usaha, pemekaran usaha, hadiah adalah nilai pasar;

2) Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum


dalam Risalah Lelang, menurut Penjelasan Pasal 6 ayat (2) huruf a,
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000, Harga transaksi adalah harga
yang terjadi dan telah disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan
(misal penjual dan pembeli) merupakan harga riil sedangkan Nilai Pasar
sebagaimana diatur dalam Penjelasan pasal 6 ayat (2) huruf b, Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2000 adalah harga rata-rata dari transaksi jual
secara wajar yang terjadi di sekitar le
transaksi yang tercantum dalam risalah lelang adalah harga riil yang telah
ditentukan oleh pejabat lelang atas tawaran harga tertinggi yang diajukan
oleh peserta lelang (Keputusan Menteri Keuangan Nomor
304/KMK01/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang).

7
Ibid.

Perpajakan 250
Menurut Pasal 6 ayat (3) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000
8

menetapkan bahwa apabila Nilai Perolehan Obyek Pajak tidak diketahui atau
lebih rendah dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), maka dasar pengenaan
pajak yang digunakan adalah Nilai Jual Obyek Pajak PBB, NJOP PBB
tersebut tertera pada Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan
Bangunan (SPPT PBB) yang diterbitkan oleh kantor Pelayanan Pajak Bumi
dan Bangunan wilayah tempat obyek be
dimaksud dalam Pasal 6 ayat 3 belum ditetapkan, besarnya NJOP PBB
tersebut dapat dimohonkan kepada Menteri Keuangan untuk menetapkannya.
Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 5% (lima
persen) dengan Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak (NPOPKP).
Rumusan perhitungan besarnya BPHTB adalah:

BPHTB = (NPOP-NPOPTKP) x 5 %

Contoh Soal Perhitungan BPHTB

1. PT Perdana membeli gudang dengan nilai transaksi sebesar Rp 950 juta.


Sesuai SPPT PBB , tanah luasnya 1.000 m2 dengan nilai NJOP Rp
537.000/m2 dan bangunan gudang seluas 500 m2 dengan NJOP

8
Ibid.

Perpajakan 251
700.000/m2. Bila NPOPTKP ditetapkan Rp 50 juta, Hitung BPHTB
terutang.

Jawab :

NJOP Tanah : 1.000 x 537.000 = Rp 537.000.000

NJOP Bangunan : 500 x 700.000 = Rp 350.000.000

Total NJOP = Rp 887.000.000

Karena Nilai transaksi lebih besar maka digunakan nilai transaksi sebagai
dasar penghitungan BPHTB

NPOP ( pakai nilai transaksi ) = Rp 950.000.000

NPOPTKP = 50.000.000

NPOP PKP = 900.000.000

BPHTB terutang = 5% x Rp 900.000.000 = Rp 45.000.000

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

(1) Apa yang menjadi objek BPHTB ?

(2) Apa saja yang termasuk hak atas tanah ?

(3) Objek pajak apa saja yang tidak dikenakan BPHTB ?

(4) Seorang anak memperoleh warisan dari ayahnya dengan nilai pasar Rp.
500.000.000,- NJOP yang tercantum dalam SPPT Rp. 800.000.000,-. NPOP TKP
Rp. 300.000.000,- Berapa Besarnya BPHTBnya ?

(5) Sebuah perusahaan negara milik daerah ( BUMD Perpakiran ) menerima hak
pengelolaan dari pemerintah sebidang tanah dan sebuah gedung untuk parkir
dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp1 milyar. Terhadap
tanah dan bangunan tersebut telah diterbitkan SPPT PBB dengan NJOP sebesar
Rp1,25 milyar. Apabila NPOPTKP atas daerah tersebut ditetapkan sebesar Rp50

Perpajakan 252
juta maka hitunglah besarnya BPHTB yang harus dibayar oleh BUMD Perpakiran
tersebut?

D. REFERENSI

Perbendaharaan Dan Kas Negara Untuk Memungut, Menyetor Dan


Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah Besert
KeMenKeu RI No. 563/KMK.03/2003 84 (2003): 487 492.

Abdulkadir Muhammad. Hukum Perdata Indonesia, Bandung. Pengantar Hukum


Indonesia (PHI), 2010.

Pajak Nomor Kep -


115/Pj./2002 Tentang Perubahan Atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak
-533/Pj/2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran,
Pendataan Dan Penilaian Objek Dan Subjek Pajak Bumi Dan Bangunan

Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-

-
https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/surat-edaran-direktur-
jenderal-pajak-se-132pj2010.

Direktorat Jendral Pajak. Https://Www.Pajak.Go.Id/.

Halim, Abdul, Icuk Rangga Bawono, and Amin Dara. Perpajakan (Konsep, Aplikasi,
Contoh, Dan Studi Kasus) Dasar-Dasar Perpajakan. Penerbit Salemba
Empat. Vol. 7, 2016.

. Perpajakan (Konsep, Aplikasi, Contoh, Dan Studi Kasus) Edisi 3. Penerbit


Salemba Empat. Vol. 7, 2015.

Halim, Abdul, and Syamsul Kusufi. Teori,Konsep, Dan Aplikasi Akuntansi Sektor
Publik. , 2014.

Ikatan Akuntan Indonesia. Standar Akuntansi Keuangan (Statement of Financial


Accounting Standards). Ikatan Akuntansi Indonesia, 2017.

Perpajakan 253
-

- Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah (2000).

k
Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang
Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009 2009, no. 75 (2009).

Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan


Dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang Dan Kegiatan Di Bidang
Impor Atau Kegiatan Usaha Di Bidang Lain (2017).

jakarta 3, no. 1 (2019): 1 8.

Ke

Mardiasmo. Perpajakan Edisi Revisi Tahun 2018. Penerbit Andi, 2018.

Menteri Keuangan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Republik


Indonesia Nomor 224/PMK.011/2012. Paper Knowledge . Toward a Media
History of Documents, 2012.

17
September.

Pajak, Direktorat /Jendral. Pajak Pertambahan Nilai. Www.Pajak.Go.Id, 2013.

Perpajakan 254
Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor
Yang Dikenai Paj

Jakarta: Sekertariat Negara (2008).

Peraturan Di
Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 Berhubungan Dengan Pekerjaan, Jasa Dan Kegiatan

-Undang (UU) No. 12 Tahun 1994 Tentang


Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak

. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-


Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan
Bangunan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997, 2000.

-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea


Meterai

Republik Indonesia. UU No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan. Www.Dpr.Go.Id, 2007.

Resmi, Siti. Perpajakan: Teori Dan Kasus Edisi Revisi. Salemba Empat, 2016.

Rochmat, Soemitro. Asas Dan Dasar Perpajakan. PT. Eresco. Bandung, 2011.

Smith, Adam. The Wealth of Nations The Wealth of Nations. Handbook of Labor
Economics, 1776.

Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet AB, 2020.

Suma
Berdasarkan Undang- Indeks (2015).

Undang-Undang Republik Indonesia. Undang-


Perubahan Keempat Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak

Perpajakan 255
Penghasilan. Kantor Pajak. Vol. 49, 2008.

Waluyo. Perpajakan Indonesia Buku 1 Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat, 2017.

Perpajakan 256

Anda mungkin juga menyukai