Anda di halaman 1dari 40

BAB I

SKENARIO 2

Tn H, 55 tahun, datang periksa ke poliklinik dengan keluhan anoreksia, mual, muntah,


nyeri kepala, kulit dan mata kuning, kencing seperti warna teh, kulit gatal dan rasa tidak nyaman
di perut kanan
BAB II
KATA KUNCI

1. Usia

Usia atau umur berdasarkan depkes RI (2009) adalah satuan waktu yang mengukur
waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Usia
dikategorikan menjadi beberapa tahap yaitu balita, anak – anak, remaja, dewasa, usia
lanjut, dan manula.

2. Anoreksia

Anoreksia merupakan istilah gangguan makan yang merupakan kondisi psikiatrik


dengan akibat psikologis dan medis yang serius. Gangguan makan, seperti anorexia
nervosa dan bulimia nervosa , merupakan penyakit kronis yang didefinisikan sebagai
gangguan perilaku makan atau perilaku dalam mengkontrol berat badan. Anoreksia
nervosa ditandai dengan keengganan untuk menetapkan berat badan normal,
penyimpangan pandangan terhadap tubuh, ketakutan ekstrim menjadi gemuk, dan
perilaku makan yang sangat terganggu. Bulimia nervosa ditandai dengan perilaku
makan dalam jumlah yang besar yang sering dan berulang-ulang, kemudian cuba
memuntahkan kembali, penggunaan obat pencahar, berpuasa atau berolahraga secara
berlebihan (National Institute of Mental Health (NIMH), 2007).

3. Muntah

Muntah adalah suatu gejala bukan sebuah penyakit. Gelaja ini berupa keluarnya isi
lambung dan usus melalui mulut dengan paksa atau dengan kekuatan. Muntah
merupakan reflek protektif tubuh karena dapat berfungsi melawan toksin yang tidak
sengaja tertelan. Selain itu, muntah merupakan usaha mengeluarkan racun dari tubuh
dan bisa mengurangi tekanan akibat adanya sumbatan atau pembesaran organ yang
menyebabkan penekanan pada saluran pencernaan.

4. Nyeri Kepala
Nyeri kepala adalah suatu istilah, sinonim dengan istilah kedokteran yaitu sefalgia,
orang awam menyebut dengan istilah sakit kepala atau pening kepala (Konsensus
PokDi Nyeri Kepala, 1999). Definisi nyeri kepala yaitu rasa nyeri atau rasa tidak
mengenakkan pada seluruh daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke
daerah belakang kepala (area oksipital dan sebagian daerah tengkuk).

5. Kulit dan Mata Kuning

Jaundice atau yang lebih kita kenal dengan penyakit kuning merupakan penyakit yang
gejalanya dapat dipantau melalui perubahan pada warna kulit, sklera (bagian putih pada
mata) dan juga kelenjar ludah yang disebabkan oleh meningkatnya kadar bilirubin.

6. Kencing Seperti Berwarna Teh

Urine atau air seni maupun air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh
ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Warna
urin seperti air teh (merah kecoklatan) bisa karena adanya peningkatan bilirubin dan
urobilinogen. Adanya bilirubin menunjukkan kerusakan (sumbatan) pada saluran
kanalikuli biliaris sehingga bilirubin tak bisa keluar, yang akhirnya mengalir masuk ke
pembuluh darah menuju ginjal. Adanya urobilinogen dalam urin menunjukkan urin
normal tapi karena kadarnya yang meningkat sehingga terjadi oksidasi berlebih yang
akhirnya urin menjadi merah kecoklatan.
7. Kulit Gatal
Pruritus atau rasa gatal merupakan keluhan yang paling sering terdapat pada penderita
dengan penyakit kulit dapat didefinisikan sebagai sensasi yang menyebabkan
keinginan untuk menggaruk. Pruritus dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
quality of life. Timbulnya pruritus merupakan suatu proses yang kompleks yang
melibatkan stimulasi dari ujung-ujung saraf superfisial pada kulit.
8. Rasa Tidak Nyaman di Perut Kanan
Rasa tidak nyaman pada bagian perut bisa menandakan suatu gangguan pada organ di
daerah perut tersebut atau dapat berupa penjalaran suatu penyakit. Di perut bagian kanan
terdapat organ hati dan usus (terdapat apendiks), rasa tidak nyaman tersebut bisa
dikarenakan gangguan pada organ tersebut.
BAB III
PROBLEM

1. Mengapa terjadi perubahan warna pada kulit dan mata Tn H?

2. Apa saja yang menimbulkan gejala seperti ini ?

3. Komplikasi apa yang terjadi ?

4. Bagaimana cara mendiagnosis ?

5. Apa saja diagnosis banding ?

6. Apa saja pengobatanya ?

7. Bagaimana komunikasi, informasi, dan edukasi pada kasus ini ?


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Batasan

4.1.1 Usia

Usia atau umur berdasarkan depkes RI (2009) adalah satuan waktu yang mengukur
waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Usia
dikategorikan menjadi beberapa tahap yaitu balita, anak – anak, remaja, dewasa, usia
lanjut, dan manula.

4.1.2 Anoreksia

Anoreksia merupakan istilah gangguan makan yang merupakan kondisi psikiatrik


dengan akibat psikologis dan medis yang serius. Gangguan makan, seperti anorexia
nervosa dan bulimia nervosa , merupakan penyakit kronis yang didefinisikan sebagai
gangguan perilaku makan atau perilaku dalam mengkontrol berat badan. Anoreksia
nervosa ditandai dengan keengganan untuk menetapkan berat badan normal,
penyimpangan pandangan terhadap tubuh, ketakutan ekstrim menjadi gemuk, dan
perilaku makan yang sangat terganggu. Bulimia nervosa ditandai dengan perilaku
makan dalam jumlah yang besar yang sering dan berulang-ulang, kemudian cuba
memuntahkan kembali, penggunaan obat pencahar, berpuasa atau berolahraga secara
berlebihan (National Institute of Mental Health (NIMH), 2007).

4.1.3 Muntah

Muntah adalah suatu gejala bukan sebuah penyakit. Gelaja ini berupa keluarnya isi
lambung dan usus melalui mulut dengan paksa atau dengan kekuatan. Muntah
merupakan reflek protektif tubuh karena dapat berfungsi melawan toksin yang tidak
sengaja tertelan. Selain itu, muntah merupakan usaha mengeluarkan racun dari tubuh
dan bisa mengurangi tekanan akibat adanya sumbatan atau pembesaran organ yang
menyebabkan penekanan pada saluran pencernaan.
4.1.4 Nyeri Kepala

Nyeri kepala adalah suatu istilah, sinonim dengan istilah kedokteran yaitu sefalgia,
orang awam menyebut dengan istilah sakit kepala atau pening kepala (Konsensus
PokDi Nyeri Kepala, 1999). Definisi nyeri kepala yaitu rasa nyeri atau rasa tidak
mengenakkan pada seluruh daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke
daerah belakang kepala (area oksipital dan sebagian daerah tengkuk).

4.1.5 Kulit dan Mata Kuning

Jaundice atau yang lebih kita kenal dengan penyakit kuning merupakan penyakit yang
gejalanya dapat dipantau melalui perubahan pada warna kulit, sklera (bagian putih pada
mata) dan juga kelenjar ludah yang disebabkan oleh meningkatnya kadar bilirubin.

4.1.6 Kencing Seperti Berwarna Teh

Urine atau air seni maupun air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh
ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Warna
urin seperti air teh (merah kecoklatan) bisa karena adanya peningkatan bilirubin dan
urobilinogen. Adanya bilirubin menunjukkan kerusakan (sumbatan) pada saluran
kanalikuli biliaris sehingga bilirubin tak bisa keluar, yang akhirnya mengalir masuk ke
pembuluh darah menuju ginjal. Adanya urobilinogen dalam urin menunjukkan urin
normal tapi karena kadarnya yang meningkat sehingga terjadi oksidasi berlebih yang
akhirnya urin menjadi merah kecoklatan.
4.1.7 Kulit Gatal
Pruritus atau rasa gatal merupakan keluhan yang paling sering terdapat pada penderita
dengan penyakit kulit dapat didefinisikan sebagai sensasi yang menyebabkan
keinginan untuk menggaruk. Pruritus dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
quality of life. Timbulnya pruritus merupakan suatu proses yang kompleks yang
melibatkan stimulasi dari ujung-ujung saraf superfisial pada kulit.
4.1.8 Rasa Tidak Nyaman di Perut Kanan
Rasa tidak nyaman pada bagian perut bisa menandakan suatu gangguan pada organ di
daerah perut tersebut atau dapat berupa penjalaran suatu penyakit. Di perut bagian
kanan terdapat organ hati dan usus (terdapat apendiks), rasa tidak nyaman tersebut bisa
dikarenakan gangguan pada organ tersebut.

4.2 Anatomi / Histologi / Fisiologi / Patofisiologi / Patomekanisme

4.2.1 Anatomi

Hepar atau hati adalah organ terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga
abdomen. Pada kondisi hidup hati berwarna merah tua karena kaya akan persediaan
darah (Sloane, 2004). Beratnya 1200-1800 gram, dengan permukaan atas terletak
bersentuhan dibawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan diatas organ-
organ abdomen. Batas atas hepar sejajar dengan ruang interkosta V kanan dan batas
bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati
berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta
hepatis (Amirudin, 2009).

Hepar terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh
ligamentum falciforme, diinferior oleh fissura yang dinamakan dengan ligamentum
teres dan diposterior oleh fissura yang dinamakan ligamentum venosum (Hadi, 2002).
Lobus kanan hepar enam kali lebih besar dari lobus kiri dan mempunyai 3 bagian
utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus dan lobus quadrates. Menurut Sloane
(2004), diantara kedua lobus terdapat porta hepatis, jalur masuk dan keluar pembuluh
darah, saraf dan duktus. Hepar dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul
glisson dan dibungkus peritoneum pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya
(Hadi, 2002).

Hepar disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : vena porta hepatika yang berasal
dari lambung dan usus yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida,
vitamin yang larut dalam air dan mineral dan arteri hepatika, cabang dari arteri koliaka
yang kaya akan oksigen. Pembuluh darah tersebut masuk hati melalui porta hepatis
yang kemudian dalam porta tersebut vena porta dan arteri hepatika bercabang menjadi
dua yakni ke lobus kiri dan ke lobus kanan (Hadi, 2002). Darah dari cabang-cabang
arteri hepatika dan vena porta mengalir dari perifer lobulus ke dalam ruang kapiler yang
melebar yang disebut sinusoid. Sinusoid ini terdapat diantara barisan sel-sel hepar ke
vena sentral. Vena sentral dari semua lobulus hati menyatu untuk membentuk vena
hepatika (Sherwood, 2001).

4.2.2 Histologi

Struktur miroskopis dari liver ini terdiri dari lobulus-lobulus yang terdiri dari triad
portal dan vena sentralis. Pada studi mikrosirkulasi in vivo, unit fungsional pada liver
adalah asinus. Asinus ini terdiri dari hepatosit yang membentuk dua lapis sel dan
kanalikuli empedu diantaranya sepanjang sinusoid. Sinusoid hati adalah celah diantara
barisan hepatosit yang mengandung sinusoid kapiler. Pada sinusoid terdapat beberapa
sel, yaitu

1. Kupffer sel
Sel Kupffer letaknya tersebar diantara endotel, merupakan sel besar yang
padat berfungsi sebagai fagositik yang merupakan bagian dari monosit –
makrofag defens system. Sel ini bersama dengan spleen berperan pada
pengangkatan eritrosit yang sudah mati dan partikel debris yang lain
keluar dari sirkulasi.
2. Endothelial sel
Sel endotel membentuk suatu lapisan dengan banyak fenestra yang kecil -
kecil yang berkelompok, disebut sieve plate. Mikrovili pada hepatosit
menonjol kedalam sinusoid menembus fenestra, terutama selama transit
sel darah menuju sinusoid. Pada keadaan patologik fenestra ini jumlahnya
berkurang , tetapi jumlahnya dapat meningkat pada alkohol injuri.
3. Ito sel / hepatic stellate sel / hepatic liposit.
Ito sel / stellate sel / hepatik liposit sel sulit untuk dilihat dengan
mikroskop cahaya. Sel ini mempunyai tetesan lipid yang berisi vitamin A
pada sitoplasmanya. Hepatic stellate sel ini mempunyai fungsi yang ganda
yaitu sebagai tempat penyimpanan vitamin A dan sebagai penghasil
matriks ekstra seluler dan kolagen. Hepatic stellate sel ini terdapat pada
Space of Disse, yaitu tempat diantara endotel sinusoid dan hepatosit.

Lobulus Lembaran connective tissue yang membagi liver kedalam ribuan unit
yang kecil disebut dengan lobulus. Bentuk lobulus ini adalah prisma poligonal, pada
pemotongan lamellar, masing-masing lobulus tampak berbentuk heksagonal dengan
ukuran rata-rata 1 – 2 mm. Pada bagian tengah terdapat venule terminal hepatik. Triad
portal tampak pada bagian ujung heksagonal. Darah dari vena porta dan arteri hepatic
mengalir ke vena centralis. Pada lobulus terdapat portal area yang tampak sebagai titik-
titik kecil jaringan. Pada keadaan peningkatan jumlah portal connective tissue
menunjukkan penyakit cirrhosis. Peningkatan jumlah leukosit pada porta area terdapat
pada penyakit hepatitis.

Hepatosit Bagian terbesar dari lobulus hati adalah hepatosit yang tersusun
didalam cord dan dipisahkan oleh sinusoid. Cord hepatosit ini merupakan parenkim liver.
Pada neoplasma tampak gambaran arsitektur yang abnormal pada parenkim hati.
Hepatosit terusun radier didalam lobulus hati. Sel ini bergabung antara satu dengan yang
lain dalam anastomosis plate, yang dibatasi oleh sinusoid ataupun dengan hepatosit yang
berdekatan. Hepatosit ini berhubungan dengan darah dalam sinusoid, yang merupakan
pembuluh vascular yang menggelembung yang berisi sel endotel dan sejumlah sel
fagositik Kupffer. Ruangan antara endotel dan hepatosit disebut dengan Space of Disse
yang merupakan tempat pengumpulan lymph untuk dialirkan ke limfatik kapiler.

Triad Portal Portal triad terdiri dari tiga struktur utama pada stroma liver. Struktur
yang paling besar merupakan cabang terminal dari vena porta, yang mempunyai dinding
yang sangat tipis yang dilapisi oleh sel endotel yang pipih. Struktur lain yang lebih kecil
adalah arteriol yang merupakan cabang dari arteri hepatica. Anyaman bile canaliculi
terletak pada masing-masing lapisan hepatosit. Dari sini empedu mengalir menuju bile
collecting duct yang dilapisi oleh epitel kuboid ataupun columnar, disebut juga dengan
canalis Hering, yang membawa aliran empedu menuju bile ductules. Biasanya bile
ductules ini terletak pada bagian perifer triad portal dan diameternya hampir sama dengan
arteriole. Beberapa bile ductules bergabung membentuk duktus yang lebih besar, letaknya
lebih ditengah dari trabecular ducts. Dari sini cairan empedu mengalir melalui intra
hepatic duct menuju duktus hepatikus kiri dan kanan kemudian mengalir ke common
hepatic duct dan akhirnya menuju duodenum melalui common bile ducts. Oleh karena
ketiga struktur ini selalu dijumpai dalam portal tract , maka tract ini sering disebut
dengan triad portal. Pembuluh lymph sebenarnya juga terdapat pada triad portal ini ,
tetapi dinding dari pembuluh lymph ini sangat tipis dan sering kolaps sehingga sulit
untuk dilihat.
4.2.3 Fisiologi

Hepar mempunyai beberapa fungsi yaitu:

1) Fungsi Pembentukan dan Eksresi Empedu


Empedu dibentuk oleh hepar melalui saluran empedu interlobular yang terdapat
dalam hepar, empedu yang dihasilkan dialirkan ke kandung empedu untuk
disimpan. Dalam sehari, sekitar 1 liter empedu dieksresikan oleh hepar. Garam
empedu penting untuk pencernaan dan penyerapan lemak dalam usus halus. Garam
ini sebagian diserap kembali oleh usus halus dan dialirkan kembali ke hepar
(Guyton & Hall, 2008).
2) Fungsi Metabolik
Karbohidrat setelah diolah di saluran cerna akan menjadi glukosa, lalu diserap
melalui usus masuk ke dalam peredaran darah dan masuk ke dalam hepar melalui
vena porta. Didalam hepar sebagian glukosa di metabolisme sehingga terbentuk
energi yang befungsi menjaga temperatur tubuh dan tenaga untuk bergerak.
Glukosa yang tersisa diubah menjadi glikogen dan disimpan didalam hepar dan otot
atau diubah menjadi lemak yang disimpan di dalam jaringan subkutan (Guyton &
Hall, 2008).
Fungsi hepar dalam metabolisme protein adalah deaminasi asam amino,
pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan
protein plasma, dan interkonversi beragam asam amino dan membentuk senyawa
lain dari asam amino (Guyton & Hall, 2008). Hepar juga mengubah ammonia
menjadi urea, untuk dikeluarkan melalui ginjal dan usus. Metabolisme lemak yang
dilakukan hepar berupa pembentukan lipoprotein, kolesterol, dan fosfolipid
(Amirudin, 2009).
3) Fungsi Pertahanan Tubuh
Hepar merupakan komponen sentral sistem imun, Sel Kuppfer, yang meliputi 15%
dari massa hepar serta 80% dari total populasi fagosit tubuh, merupakan sel yang
sangat penting dalam menanggulangi antigen yang berasal dari luar tubuh dan
mempresentasikan antigen tersebut kepada limfosit (Amirudin, 2009).
4) Fungsi Vaskular Hepar Pada orang dewasa, jumlah aliran darah ke hepar
diperkirakan sekitar 1.200-1.500 cc per menit. Darah tersebut berasal dari vena
porta sekitar 1.200 cc dan dari arteria hepatika sekitar 350 cc. Bila terjadi
kelemahan fungsi jantung kanan dalam memompa darah seperti pada penderita
payah jantung kanan, maka darah dari hepar yang dialirkan ke jantung melalui vena
hepatika dan selanjutnya masuk ke dalam vena kava inferior akan terhambat.
Akibatnya terjadi pembesaran hepar karena bendungan pasif oleh darah yang
jumlahnya sangat besar (Guyton & Hall, 2008).

4.2.4 Patofisiologi dan Patomekanisme

Rusaknya fungsi hati ditandai dengan menguningnya warna kulit, membran


mukosa dan naikknya konsentrasi bilirubin, SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic
Transaminase), SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase), GGT (Gamma
Glutamyl Transferase)dan lainnya dalam darah (Lu, 1995). Banyak sekali jenis
penyakit hati diantaranya sirosis hati, hepatitis, penyakit kuning, reye syndrome,
penyakit wilson, dan tumor hati (Kaplan, 1989). Penyakit hepar atau hati yang
ditemukan dalam lingkungan masyarakat dapat dibedakan menjadi 2 yaitu penyakit hati
akut dan penyakit hati kronis. Penyakit hati akut disebabkan karena virus, obat-obatan,
alkohol dan keadaan iskemik. Sedangkan yang penyakit hati kronis yaitu hepatitis
kronis, sirosis hati, dan hepatoma. Pembeda jenis penyakit hati ditujukan untuk
menentukan prognosa dan penatalaksanaan dari masing-masing penyakit.

Hepatitis virus akut adalah infeksi sistemik yang dominan menyerang hati.
Hampir semua kasus hepatitis virus akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis
virus yaitu: virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV),
virus hepatitis D (HDV) dan virus hepatitis E (HEV).

Virus hepatitis B adalah virus DNA berselubung ganda berukuran 42 nm


memiliki lapisan permukaan dan bagian inti dengan masa inkubasi sekitar 60 sampai 90
hari. Terdapat 3 jenis partikel virus yaitu : (1) Sferis dengan diameter 17 – 25 nm dan
terdiri dari komponen selubung saja dan jumlahnya lebih banyak dari partikel lain. (2)
Tubular atau filamen, dengan diameter 22 – 220 nm dan terdiri dari komponen
selubung. (3) Partikel virion lengkap atau partikel Dane terdiri dari genom HBV dan
berselubung, diameter 42 nm. Protein yang dibuat oleh virus ini bersifat antigenik serta
memberi gambaran tentang keadaan penyakit (pertanda serologi khas) adalah : (1)
Surface antigen atau HBsAg yang berasal dari selubung, yang positif kira-kira 2
minggu sebelum terjadinya gejala klinis. (2) Core antigen atau HBcAg yang merupakan
nukleokapsid virus hepatitis B. (3) E antigen atau HBeAg yang berhubungan erat
dengan jumlah partikel virus yang merupakan antigen spesifik untuk hepatitis B.

Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran darah,
partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi replikasi virus. Selanjutnya sel-sel hati
akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HBsAg bentuk bulat
dan tubuler, dan HBeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. VHB merangsang
respon imun tubuh, yaitu respon imun non-spesifik dan respon imun spesifik. Peptida
VHB yang ditampilkan pada permukaan dinding sel hati dan menjadi antigen sasaran
respon imun adalah peptida kapsid, yaitu HBcAg atau HBeAg. Sel T CD8+ selanjutnya
akan mengeliminasi virus yang ada dalam neksrosis sel hati yang akan menyebabkan
meningkatnya ALT atau mekanisme sitolitik. Disamping itu dapat juga terrjadi
eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang terinfeksi melalui aktivitas
Interferon Gamma dan TNF alfa (Tissue Necroting Factor) yang dihasilkan oleh sel T
CD8+ (mekanisme nonsitolitik).

Aktivitas sel limfosit B dengan bantuan sel CD4+ akan menyebabkan produksi
antibodi antara lain anti-HBs, anti-HBc, dan anti HBe. Fungsi anti-HBs adalah
netralisasi partikel VHB bebas akan mencegah masuknya virus ke dalam sel. Dengan
demikian anti-HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel. Infeksi kronik
VHB bukan disebabkan gangguan produksi anti-HBs. Buktinya pada pasien Hepatitis B
Kronik ternyata dapat ditemukan adanya anti-HBs yang tidak bisa dideteksi dengan
metode pemeriksaan biasa karena anti-HBs bersembunyi dalam kompleks dengan
HBsAg.

Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi VHB dapat diakhiri,
sedangkan bila proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi VHB yang menetap.
Proses eliminasi VHB oleh respon imun yang tidak efisien dapat disebabkan oleh faktor
viral maupun faktor pejamu. Setelah terinfeksi VHB, penanda virologis pertama yang
terdeteksi dalam serum adalah HBsAg. HBsAg dalam sirkulasi mendahului
peningkatan aktivitas aminotransferase serum dan gejala-gejala klinis dan tetap
terdeteksi selama keseluruhan fase ikterus atau simtomatis dari hepatitis B akut atau
sesudahnya. Pada kasus yang khas HBsAg tidak terdeteksi dalam 1 hingga 2 bulan
setelah timbulnya ikterus dan jarang menetap lebih dari 6 bulan. Setelah HBsAg hilang,
antibodi terhadap HBsAg (Anti-HBs) terdeteksi dalam serum dan tetap terdeteksi
sampai waktu yang tidak terbatas sesudahnya.

Karena HBcAg terpencil dalam mantel HBsAg, maka HBcAg tidak terdeteksi
secara rutin dalam serum pasien dengan infeksi VHB. Di lain pihak, antibodi terhadap
HBcAg (anti-HBC) dengan cepat terdeteksi dalam serum, dimulai dalam 1 hingga 2
minggu pertama setelah timbulnya HBsAg dan mendahului terdeteksinya kadar anti-
HBs dalam beberapa bulan. Karena terdapat variasi dalam waktu timbulnya anti-HBs
setelah infeksi, kadang terdapat suatu tenggang waktu beberapa minggu atau lebih yang
memisahkan hilangnya HBsAg dan timbulnya anti-HBs. Selama “periode jendela”
(window period) ini, anti-HBc dapat menjadi bukti serologi pada infeksi VHB yang
sedang berlangsung, dan darah yang mengandung anti-HBc tanpa adanya HBsAg dan
anti-HBs telah terlibat pada perkembangan hepatitis B akibat transfusi.

Perbedaan antara infeksi VHB yang sekarang dengan yang terjadi di masa lalu
dapat diketahui melalui penentuan kelas imunoglobulin dari anti-HBc. AntiHBC dari
kelas IgM (IgM anti-HBc) terdeteksi selama 6 bulan pertama setelah infeksi akut. Oleh
karena itu, pasien yang menderita hepatitis B akut yang baru terjadi, termasuk mereka
yang terdeteksi anti-HBc dalam periode jendela memilik IgM anti-HBc dalam
serumnya. Pada pasien yang menderita VHB kronik, antiHBc terutama dari kelas IgG
yang terdapat dalam serum. Umumnya orang yang telah sembuh dari hepatitis B, anti-
HBs dan anti-HBc nya menetap untuk waktu yang tidak terbatas.
4.3 JENIS JENIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN

- Hepatitis A

- Hepatitis B

- Hepatitis C
GEJALA KLINIS

 Penyakit Hepatitis A memiliki masa inkubasi 2 sampai 6 minggu sejak penularan terjadi,
barulahkemudian penderita menunjukkan beberapa tanda dan gejala terserang penyakit
Hepatitis A,antara lain:
- Demam, demam yang terjadi adalah demam yang terus menerus, tidak seperti demam yang
lainnya yaitu pada demam berdarah, tbc, thypus, dll

- Ikterus (mata/kulit berwarna kuning, tinja berwarna pucat dan urin berwarna gelap)-
Keletihan, mudah lelah, pusing

- Nyeri perut, hilang selera makan, muntah-muntah

- Dapat terjadi pembengkakan hati (hepatomegali), tetapi jarang menyebabkan


kerusakan permanen

- Atau dapat pula tidak merasakan gejala sama sekali

Hepatitis A dapat dibagi menjadi 3 stadium:

1. Stadium pendahuluan (prodromal) dengan gejala letih, lesu, demam, kehilangan seleramakan
dan mual;

2. Stadium dengan gejala kuning (stadium ikterik);

3. Stadium kesembuhan (konvalesensi).

 Hepatitis B
- Gejala hepatitis B akut: demam, sakit perut, mual, muntah dan kuning (terutama pada
areamata yang putih/sklera), hepatomegali.
- Gejala hepatitis B kronik: cenderung tidak tampak tanda-tanda seperti pada hepatitis B
akut,sehingga penularan kepada orang lain menjadi lebih beresiko.
 Hepatitis C
- Sering kali orang yang menderita Hepatitis C tidak menunjukkan gejala, walaupun
infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya.
- Beberapa gejala yang samar diantaranya adalah: lelah, hilang selera makan, penurunan
beratbadan, nyeri otot dan sendi, sakit perut, urin menjadi gelap dan kulit atau mata
menjadi kuningyang disebut "jaundice" (jarang terjadi).
4.4 PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : Komposmentis
- Vital sign
Pernapasan (RR) : 24x/menit
Suhu: 37 o C
Tekanan darah: 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
- Status General

Anemis : +
Ikterus : +
Cyanosis:-
Dipsnu :-
- Mata : sklera ikterus, lain-lain batas normal.
- Thorax : Paru-Paru = suara nafas vesikuler kanan-kiri
Gerak nafas simetris kanan-kiri
- Jantung : S1 dan S2 tunggal, Mur-mur (-)
- Abdomen : teraba hepar 3 jari di bawah arcus costae, nyri tekan(+), Asites(+),
(shifting dusnes positive), bising usus normal.
- Ekstremitas atas : akral hangat.
4.5 Pemeriksaan Penunjang Penyakit

4.5.1 pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan panel hematologi (hemogram) terdiri dari leukosit, eritrosit, hemoglobin,


hematokrit, indeks eritrosit dan trombosit. Pemeriksaan hitung darah lengkap terdiri dari
hemogram ditambah leukosit diferensial yang terdiri dari neutrofil (segmented dan
bands), basofil, eosinofil, limfosit dan monosit. Rentang nilai normal hematologi
bervariasi pada bayi, anak anak dan remaja, umumnya lebih tinggi saat lahir dan menurun
selama beberapa tahun kemudian. Nilai pada orang dewasa umumnya lebih tinggi
dibandingkan tiga kelompok umur di atas. Pemeriksaan hemostasis dan koagulasi
digunakan untuk mendiagnosis dan memantau pasien dengan perdarahan, gangguan
pembekuan darah, cedera vaskuler atau trauma.

Peningkatan nilai MCV terlihat pada penyakit hati, alcoholism, terapi antimetabolik,
kekurangan folat/vitamin B12, dan terapi valproat, disebut juga anemia makrositik.

4.5.2 Beberapa parameter biokimia hati yang dapat dijadikan pertanda fungsi hati, antara lain
sebagai berikut :

a) Aminotransferase (transaminase) . Parameter yang termasuk golongan enzim ini


adalah aspartat aminotransferase (AST/SCOT) dan alanin aminotransferase (ALT/SGPT).
Enzim-enzim ini merupakan indikator yang sensitif terhadap adanya kerusakan sel hati
dan sangat membantudalam mengenali adanya penyakit pada hati yang bersifat
akut seperti hepatitis. Dengan demikian, peningkatan kadar enzim-enzim ini
mencerminkan adanya kerusakan sel-sel hati. ALT merupakan enzim yang lebih
dipercaya dalam menentukan adanya kerusakan sel hatidibandingkan AST. ALT
ditemukan terutama di hati, sedangkan enzim AST dapat ditemukanpada hati, otot
jantung, otot rangka, ginjal, pankreas, otak paru, sel darah putih, dan sel darahmerah.
Dengan demikian, jika hanya terjadi peningkatan kadar AST maka bisa saja
yangmengalami kerusakan adalah sel-sel organ lainnya yang mengandung AST. Pada
sebagian besarpenyakit hati yang akut, kadar ALT lebih tinggi atau sama dengan kadar
AST. Pada saat terjadikerusakan jaringan dan sel-sel hati, kadar AST meningkat 5 kali
nilai normal. ALT meningkat 1-3 kali nilai normal pada perlemakan hati, 3-10 kali nilai
normal pada hepatitis kronis aktif danlebih dari 20 kali nilai normal pada hepatitis virus
akut dan hepatitis toksik.
b) Alkalin fosfatase (ALP)Enzim ini ditemukan pada sel-sel hati yang berada di dekat
saluran empedu. Peningkatan kadarALP merupakan salah satu petunjuk adanya sumbatan
atau hambatan pada saluran empedu.Peningkatan ALP dapat disertai dengan gejala warna
kuning pada kulit, kuku, atau bagian putihbola mata.
c) Serum protein yang dihasilkan hati, antara lain albumin, globulin, dan faktor pembekuan
darah.Pemeriksaan serum protein-protein tersebut dilakukan untuk mengetahui fungsi
biosintesis hati.Penurunan kadar albumin menunjukan adanya gangguan fungsi sintesis
hati. Namun karena usiaalbumin cukup panjang (15-20 hari), serum porotein ini kurang
sensitif digunakan sebagaiindikator kerusakan sel hati. Kadar albumin kurang dari 3 g/L
menjadi petunjuk perkembanganpenyakit menjadi kronis (menahun). Globulin
merupakan protein yang membentukgammaglobulin. Gammaglobulin meningkat
pada penyakit hati kronik, seperti hepatitis kronisatau sirosis. Gammaglobulin
mempunyai beberapa tipe, seperti lg G, lg M, serta lg A. Masing-masing tipe sangat
membantu dalam mengenali penyakit hati kronis tertentu.Hampir semua faktor-
faktor pembekuan darah disintesis di hati. Umur faktor-faktor pembekuandarah lebih
singkat dibandingkan albumin, yaitu 5-6 hari sehingga pengukuran faktor-
faktorpembekuan darah merupakan pemeriksaan yang lebih baik dibandingkan
albumin untukmenentukan fungsi sintesis hati. Terdapat lebih dari 13 jenis
protein yang terlibat dalampembekuan darah, salah satunya adalah protrombin.
Adanya kelainan pada protein-proteinpembekuan darah dapat dideteksi, terutama
dengan menilai waktu protrombin. Waktuprotrombin adalah ukuran kecepatan
perubahan protrombin menjadi trombin. Waktu protrombintergantung pada fungsi
sintesis hati dan asupan vitamin K. Kerusakan sel-sel hati akan
memperpanjang waktu protrombin karena adanya gangguan pada sintesis
protein-proteinpembekuan darah. Dengan demikian, pada hepatitis dan sirosis, waktu
protrombin memanjang.
d) Bilirubin merupakan pigmen kuning yang dihasilkan dari pemecahan hemoglobin (Hb) di
hati.Bilirubin dikeluarkan lewat empedu dan di buang melalui feses. Bilirubin ditemukan
di darahdalam dua bentuk, yaitu bilirubin direk dan bilirubin indirek. Bilirubin direk larut
dalam air dandapat dikeluarkan melalui urin. Sementara bilirubin indirek tidak larut
dalam air dan terikat padaalbumin. Bilirubin total merupakan penjumlahan
bilirubin direk dan indirek. Peningkatanbilirubin indirek jarang terjadi pada penyakit
hati. Sebaliknya, bilirubin direk yang meningkathampir selalu menunjukkan adanya
penyakit pada hati dan atau saluran empedu.

4.5.3 Pemeriksaan serologi


a) Diagnosis hepatitis A akut berdasarkan hasil laboratorium adalah tesserologi untuk
imunoglobulin M (lgM) terhadap virus hepatitis A. lgM antivirus hepatitis Apositif
pada saat awal gejala dan biasanya disertai dengan peningkatan kadar serum
alaninamintransferase (ALT/SGPT). Jika telah terjadi penyembuhan, antibodi lgM
akan menghilangdan akan muncul antibodi lgG. Adanya antibodi lgG menunjukkan
bahwa penderita pernahterkena hepatitis A. Jika seseorang terkena hepatitis A maka
pada pemeriksaan laboratoriumditemukan beberapa diagnosis berikut:
1) Serum lgM anti-VHA positif.
2) Kadar serum bilirubin, gamma globulin, ALT, dan AST meningkat ringan.
3) Kadar alkalin fosfatase, gamma glutamil transferase, dan total bilirubin
meningkat pada penderita yang kuning.
b) Diagnosis hepatitis B
1) HBsAg (antigen permukaan virus hepatitis B) merupakan material
permukaan/kulit VHB,mengandung protein yang dibuat oleh sel hati yang terinfeksi
VHB. Jika hasil tes HbsAg positifartinya individu tersebut terinfeksi VHB, menderita
hepatitis B akut, karier. atau pun hepatitis Bkronis. HbsAg positif setelah 6 minggu
terinfeksi virus hepatitis B dan menghilang dalam 3bulan. Bila hasil menetap setelah
lebih dari 6 bulan artinya hepatitis telah berkembang menjadikronis atau karier.
2) Anti-HBsAg (antibodi terhadap HbsAg) merupakan antibodi terhadap
HbsAg yang menunjukkan adanya antibodi terhadap VHB. Antibodi ini
memberikan perlindungan terhadappenyakit hepatitis B. Jika tes antiHBsAg positif
artinya individu itu telah mendapat vaksin VHB,atau pernah mendapat
imunoglobulin, atau juga bayi yang mendapat kekebalan dari ibunya.Anti-HbsAg
yang positif pada individu yang tidak pernah mendapat imunisasi hepatitis
Bmenunjukkan individu tersebut pernah terinfeksi VHB.
3) HBeAg (antigen VHB) merupakan antigen e VHB yang berada di dalam darah.
Bila positif menunjukkan virus sedang replikasi dan infeksi terus berlanjut. Apabila
hasil positif menetapsampai 10 minggu akan berlanjut menjadi hepatitis B kronis.
Individu yang positif HbeAg dalamkeadaan infeksius dan dapat menularkan
penyakitnya baik terhadap orang lain, maupun ibu kejaninnya.
4) Anti-HBe (antibodi HBeAg) merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang
dibentuk olehtubuh. Apabila anti-HBeAg positif artinya VHB dalam
keadaan fase non-replikatif.
5) HBcAg (antigen core VHB) merupakan antigen core (inti) VHB yang berupa
protein dan dibuat dalam inti sel hati yang terinfeksi VHB. HBcAg positif
menunjukkan keberadaan poteindari inti VHB.
6) Anti-HBc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B) merupakan antibodi terhadap
HBcAg dan cenderung menetap sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Antibodi ini ada dua tipeyaitu IgM anti-HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti-HBc tinggi
artinya infeksi akut, IgG anti-HBc positif dengan IgM anti-HBc yang negatif
menunjukkan infeksi kronis atau pernah terinfeksiVHB.
c) Diagnosis hepatitis C dapat ditentukan dengan pemeriksaan serologi untuk menilai
antibodi dan pemeriksaan molekuler sehingga partikel virus dapat terlihat.
Sekitar30% pasien hepatitis C tidak dijumpai anti-HCV (antibodi terhadap VHC)
yang positif pada 4minggu pertama infeksi. Sementara sekitar 60% pasien positif
anti-HCV setelah 5-8 mingguterinfeksi VHC dan beberapa individu bisa positif
setelah 5-12 bulan. Sekitar 80% penderitahepatitis C menjadi kronis dan pada hasil
pemeriksaan laboratorium dijumpai enzim alanineaminotransferase (ALT) dan
peningkatan aspartate aminotransferase (AST).Pemeriksaan molekuler
merupakan pemeriksaan yang dapat mendeteksi RNA VHC. Tes initerdiri atas dua
jenis, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Tes kualitatif menggunakan teknik
PCR(Polymerase Chain Reaction) dan dapat mendeteksi RNA VHC kurang
dari 100 kopi permililiter darah. Tes kualitatif dilakukan untuk konfirmasi viremia
(adanya VHC dalam darah)dan juga menilai respon terapi. Selain itu, tes ini juga
berguna untuk pasien yang anti-HCV-nyanegatif, tetapi dengan gejala klinis hepatitis
C atau pasien hepatitis yang tidak teridentifikasijenis virus penyebabnya. Adapun tes
kuantitatif sendiri terbagi atas dua metode, yakni metode dengan teknik branched-
chain DNA dan teknik reverse-transcription PCR. Tes kuantitatifberguna
untuk menilai derajat perkembangan penyakit. Pada tes kuantitatif ini dapat
diketahuiderajat viremia. Biopsi (pengambilan sedikit jaringan suatu organ)
dilakukan untuk mengetahuiderajat dan tipe kerusakan sel-sel hati.

4.5.4 Patologi anatomi Biopsi Hati

Tindakan biopsi ini merupakan hal yang penting oleh karena dapat digunakan untuk
membantu menegakkan diagnosa yang lebih akurat, menentukan staging dan grading dari
perubahan struktur hati, menentukan terapi yang lebih tepat dan untuk menentukan
prognosis dari penyakit hati tersebut. Biopsi pada organ hati ini sangat penting dilakukan
terutama untuk penatalaksanaan hepatitis C, juga dapat di gunakan untuk membantu
menegakkan diagnosa hemochromatosis, occult hepatitis B dan Nonalcoholic steatosis
Hepatitis. Dalam bidang ilmu patologi anatomi, pemeriksaan histopatologi pada jaringan
hasil biopsi hati merupakan gold standard, oleh karena memeriksa secara langsung
jaringan dari hati.

Pada pemeriksaan histopatologi jaringan dari biopsi hati pada penderita hepatitis kronis,
akan dapat terlihat berbagai kelainan seperti : Gambaran lobules hati yang normal dan
sebagian lobules tidak jelas Hilangnya gambaran hepatosit disertai dengan proses radang,
mobilisasi sel kupffer pada hepatoseluler yang swelling merubah gambaran pada liver
plate yang menimbulkan kerusakan pada arsitektur lobules. Peradangan pada portal -
periportal Peradangan pada daerah ini selalu dijumpai terdiri dari sel sel limfosit, sel
plasma dan makrofag. Pada peradangan periportal tampak limiting plate periportal
disruption dan sering dijumpai piece meal nekrosis Nekrosis fokal. Pada keadaan ini
tampak adanya sel yang nekrosis pada sebagian lapangan pandang yang disertai dengan
reaksi radang. Nekrosis confluent Tampak kelompokan beberapa nekrosis fokal pada
lobulus Bridging nekrosis Pada sediaan terlihat banyak nekrosis confluent Massive dan
submassive nekrosis hati Nekrosis yang massive bersifat fatal, sudah melibatkan hampir
seluruh parenkim hati. Pada nekrosis yang submassive tidak terlalu fatal, melibatkan
sebagian besar parenkim hati tetapi belum keseluruhan. Nekrosis ini merupakan
komplikasi dari sirosis hepatis. Fibrosis sentral yang ringan (mild).

Pada hepatitis B, bila dijumpai gambaran ground glass cell ataupun reaksi positif
terhadap immunostaining untuk Ag B surface dan core Ag, merupakan definitive
statement. PULASAN RETIKULIN Bridging Fibrosis Sirosis.
4.5.5 Imunokromatografi test atau rapid test dapat disebut juga dengan uji strip. Metode
ini tidak memerlukan peralatan untuk membaca hasilnya, tetapi cukup dilihat dengan
kasat mata, sehingga jauh lebih praktis. Prinsip dari metode ini adalah jika terdapat
HBsAg pada serum sampel, maka antigen tersebut akan membentuk kompleks dengan
koloid emas anti-HBs terkonjugasi pada strip. Cairan tersebut akan berpindah melewati
membran nitroselulose dan berikatan dengan antibodi anti-HBs kedua yang immobilisasi
pada membran, sehingga membentuk garis merah yang dapat dilihat. Apabila hasil test
reaktif maka alat akan menunjukkan dua garis berwarna, yaitu pada area tes (P=positif)
dan area kontrol (C=kontrol). Apabila hanya satu warna yang tergambar pada area
kontrol, maka interpretasinya yaitu nonreaktif. Sedangkan jika tidak ada warna yang
terbentuk, maka pemeriksaan tersebut tidak valid.

Rapid Test HBsAg Proven TestTM dapat disimpan dalam suhu antara 4-30°C dan tidak
boleh dibekukan. Stabilitas kit dapat bertahan selama 18 bulan. Sebelum digunakan,
biarkan reagen pada suhu kamar dan harus digunakan secepatnya setelah kit dibuka dari
pak. Pembacaan hasil ditunggu sampai 15 menit.

Pengukuran kadar HBV DNA dapat dilakukan dengan menggunakan PCR, pengukuran
dapat dilakukan secara kualitatif maupun direk kuntitatif, dapat juga menganalisis HBV
DNA mutan

Pengukuaran HBV DNA merupakan gold standard, tetapi pemeriksaan ini memerlukan
alat khusus, tenaga yang terampil dan biayanya mahal sehingga banyak dilakukan
pemeriksaan alternatif untuk dapat menggantikan pemeriksaan HBV DNA ini, tetapi
masih banyak ditemukan kelemahan dalam hasil uji pemeriksaan alternatif tersebut. Hal
tersebut dapat oleh HBV yang mengalami mutasi pada gennya.

BAB V
HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)

Dari hasil analisa kelompok kami yang berdasarkan identifikasi terhadap anamnesa,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang penyakit pada jenis-jenis penyakit yang berhubungan,
maka kami memilih beberapa hipotesa awal atau Differential Diagnosis yaitu :

- Hepatitis A
- Hepatitis B
- Sirosis Hepatis

BAB VI
ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

GEJALA KLINIS :

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

1. 1 bulan ini pasien merasa badannya lemah dan mudah lelah.


2. Perut terasa tidak nyaman, mual dan muntah serta nyeri kepala.
3. Ada perubahan warna kuning di kulit dan mata.
4. Warna kencing seperti warna teh.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)

Neneknya meninggal dunia karena penyakit serosis hepatis.

PEMERIKSAAN FISIK :

1. Keadaan umum : kesadaran compos mentis.


2. Vital Sign :
- Tensi : 120/80 mmHg.
- Nadi : 80 x/menit.
- RR : 24 x/menit.
- Suhu : 37°C.
3. Kepala Leher :
A / I / C / D : (+) / (+) / (-) / (-)
4. Mata :
Sklera Ikterus, lain-lain dalam batas normal.
5. Thorax :
- Paru : Suara nafas vesikuler Ka dan Ki
Gerak nafas simetris Ka dan Ki
- Jantung : s1 dan s2 tunggal
murmur (-)
6. Abdomen :
- Teraba hepar 3 jari dibawah arcus costae
- Nyeri tekan (+)
- Asites (+)
- Bising usus normal
7. Ektremitas Atas :
Akral (hangat)

PEMERIKSAAN PENUNJANG :

Pemeriksaan Laboratorium :

- Darah lengkap.
- Pemeriksaan fungsi hati / faal hati.
Peningkatan ALT dan AST sampai 1000-2000 IU/L sering dijumpai, dimana ALT
lebih tinggi daripada AST. Peningkatan kadar bilirubin biasanya muncul setelah
peningkatan ALT. Peningkatan kadar ALT puncak tidak berkorelasi dengan prognosis.
Karena faktor pembekuan mempunyai waktu paruh singkat (6 jam untuk faktor
VII), waktu protombin merupakan indikator yang paling baik. Leukopenia ringan dengan
limfositosis relatif sering dijumpai. Pada pasien yang sembuh, ALT biasanya kembali
normal setelah 1-4 bulan kadar bilirubin yang menjadi normal.
Risiko perjalanan penyakit infeksi hepatitis B akut menjadi kronik berbanding
terbalik secara proporsional terhadap usia terjadinya infeksi. Infeksi kronik akan terjadi
kurang dari 5% pada pasien dewasa yang imunokompeten, namun pada infeksi yang
terjadi pada masa neonatus dan bayi, 95% kasus akan menjadi infeksi kronik.
Pasien hepatitis B akut yang mengalami hepatitis B fulminan kurang dari 1%.
Sebanyak 35-70% hepatitis virus fulminan berasal dari infeksi hepatitis B akut. Angka
ketahanan hidup spontan pada hepatitis B fulminan berkisar 20% tanpa transplantasi hati.
Transplantasi hati menghasilkan angka ketahanan hidup 50-60%. Reinfeksi akibat
transplantasi hati jarang terjadi karena adanya profilaksis imunisasi hepatitis B dan agen
antivirus.
- Pemeriksaan serologi / marker (penanda) infeksi virus hepatitis B.
Pada hepatitis B akut, HbsAg muncul di serum dalam waktu 2-10 minggu setelah
paparan virus, sebelum onset gejala dan peningkatan kadar ALT. Pada sebagian besar
pasien HbsAg hilang dalam waktu 4-6 bulan. Anti-HBs dapat muncul beberapa minggu
setelah serokonversi HbsAg.
Setelah serokonversi HbsAg menjadi anti-HBs, HBV-DNA masih dapat dideteksi
pada hati, dan respon sel T spesifik terhadap virus hepatitis B dapat dijumpai pada
beberapa dekade berikutnya. Hal tersebut menunjukkan kontrol imunitas yang persisten
setelah akut.
Pada kondisi yang jarang, pasien dengan anti-HBs yang positif dapat kembali
terinfeksi virus hepatitis B kembali karena proteksi inkomplit dari anti-HBs terhadap
serotipe virus hepatitis B lainnya.
Adanya HBsAg yang persisten lebih dari 6 bulan menunjukkan bahwa pasien
menderita infeksi hepatitis B kronik. HbsAg dan anti-HBs dapat dijumpai secara
bersamaan pada individu yang sama pada 10-25% kasus. Fenomena tersebut muncul
lebih sering pada pasien dengan hepatitis B kronik dibandingkan dengan hepatitis B akut.
Pada keadaan ini biasanya titer antibodi rendah. Mekanisme yang menjelaskan
fenomena tersebut masih belum sepenuhnya diketahui, tetapi mungkin diakibatkan oleh
infeksi hepatitis B lebih dari 1 serotipe. Pada pasien yang terdapat HBsAg dan anti-HBs
bersamaan, pasien tersebut dianggap menderita infeksi virus hepatitis B, dan adanya anti-
HBs tidak mempengaruhi aktivitas penyakit dan hasil akhir penyakit tersebut.
HbeAg yang persisten lebih dari 3 bulan setelah onset penyakit jarang terjadi dan
menunjukkan progresivitas menjadi hepatitis B kronik. Pada hepatitis B akut, periode
antara hilangnya HBsAg dan munculnya anti-HBs dikenal dengan periode jendela
(window period). Pada periode ini, HbeAg negatif dan HBV-DNA biasanya tidak
terdeteksi. Penanda satu-satunya yang positif adalah IgM anti-HBc, suatu antibodi
terhadap antigen hepatitis B core. Sehingga IgM anti-HBc merupakan penanda serologi
paling penting pada hepatitis B akut.
IgM anti-HBc biasanya bertahan 4-6 bulan selama hepatitis B akut, dan jarang
persisten sampai 2 tahun. Meskipun IgM anti-HBc merupakan penanda hepatitis B akut,
penanda tersebut juga dapat positif selama hepatitis B kronik yang mengalami
eksaserbasi akut.
- Skrinning Immunokromatografi = bila positive dilanjutkan konfirmasi pemeriksaan DNA
virus hepatitis B (PCR).

Pemeriksaan immunologi terhadap virus hepatitis B :

1. Pemeriksaan Hepatitis B surface Antigen (HBsAg)


Pemeriksaan HBsAg bermanfaat untuk menetapkan hepatitis B akut, timbul
dalam darah enam minggu setelah infeksi dan menghilang setelah tiga bulan. Bila
persisten lebih dari enam bulan, maka didefinisikan sebagai pembawa (carier). HbsAg
ditemukan pada hepatitis B akut dini sebelum timbul gejala klinik atau pada akhir masa
tunas.
2. Pemeriksaan Antibodi Hepatitis B surface (Anti-HBs)
Anti Hbs merupakan antibodi terhadap HBsAg, jika positif/reaktif, menunjukkan
pada fase konvalensi Hepatitis B, pada penderita hepatitis B (biasanya subklinis) yang
sudah lama, atau sesudah vaksinasi HBV. Jenis Hepatitis B subklinis dapat diketahui
dengan Anti HBs dengan atau tanpa Anti HBc pada orang yang menyangkal adanya
riwayat hepatitis akut. HBs Ag yang negatif tetapi anti HBs positif, belum dapat
dikatakan seseorang tersebut bebas dari HBV, sebab adanya superinfeksi dengan HBV
mutant, banyak studi yang sudah meneliti, bahwa HBV DNA dilaporkan positif pada
pemeriksaan HBsAg yang negative.
3. Pemeriksaan Hepatitis B envelope Antigen (HBeAg)
HBeAg timbul bersama atau segera setelah timbulnya HBsAg dan akan menetap
lebih lama dibandingkan HBsAg, biasanya lebih dari 10 minggu. Bila kemudian HBeAg
menghilang dan terbentuk Anti HBe, berpotensi mempunyai prognosis yang baik.
4. Pemeriksaan antibodi Hepatitis B envelope (Anti-HBe)
Anti HBe terbentuk setelah HBeAg menghilang, biasanya terbentuknya AntiHBe
memberikan kontribusi bahwa hepatitis B membaik, infeksi mereda dan tidak akan
menjadi kronis.
5. Pemeriksaan antibodi Hepatitis B core (Anti-HBc), berupa IgM anti HBc
HBV core tidak ditemukan dalam darah, tetapi dapat dideteksi antibodi terhadap
HBV core berupa IgM anti HBc, yang muncul segera setelah HBsAg muncul, dan
bertahan cukup lama. Anti HBc yang positif tetapi HBsAg negatif, masih menjadi
pertanyaan pada transfusi darah, dimana kondisi tersebut berada pada fase windows
period, sehinggan beresiko untuk menularkan HBV kepada penerima darah (Tas et al,
2012). Anti HBc positif tanpa HBsAg atau anti HBs, dapat diinterpretasikan sebagai
berikut, pertama penderita hepatitis B sudal lama sembuh, dimana sudah kehilangan
reaktivasi dari anti HBs. Kedua adalah penderita Hepatitis B baru sembuh dan masih
dalam masa jendela dimana anti HBs belum muncul, ketiga ada penderita low level
carier, dengan titer HBsAg terlalu rendah, sehingga kondisi ini sangat berbahaya pada
kasus transfuse darah, pemberian serum immunoglobulin (gamma globulin).
6. Hepatitis B Virus Desoxyribo Nucleic Acid (HBV-DNA)
Pengukuran kadar HBV DNA dapat dilakukan dengan menggunakan PCR,
pengukuran dapat dilakukan secara kualitatif maupun direk kuntitatif, dapat juga
menganalisis HBV DNA mutan.
Pengukuaran HBV DNA merupakan gold standard, tetapi pemeriksaan ini
memerlukan alat khusus, tenaga yang terampil dan biayanya mahal sehingga banyak
dilakukan pemeriksaan alternative untuk dapat menggantikan pemeriksaan HBV DNA
ini, tetapi masih banyak ditemukan kelemahan dalam hasil uji pemeriksaan alternatif
tersebut. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh HBV yang mengalami mutasi pada gennya.
BAB VII

HIPOTESIS AKHIR ( DIAGNOSIS )

Dari hasil analisis kelompok kami berdasarkan identifikasi terhadap gejala klinis,
pemeriksaan fisik penyakit, pemeriksaan penunjang penyakit pada differential diagnosis, kami
menyimpulkan diagnosa pada sekenario ini adalah Hepatitis B

Tanda - Tanda Hepatitis A Hepatisi B Sirosis


Hepatitis
1 bulan ini pasien merasa lemah badanya dan - + +
dan mudah lelah
Perut terasa tidak nyaman, mual + + +
Nyeri kepala - + -
Ada perubahan warna kuning di kulit dan mata + + +
Warna kencing seperti warna teh + + -
BAB VIII

ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Nama : Tn. H

Umur : 55 tahun

Alamat: Jln. Dukuh Kupang Surabaya

KELUHAN RIWAYAT PENYAKIT RIWAYAT PENYAKIT RIWAYAT


UTAMA SEKARANG DAHULU PENYAKIT
-Kulit kuning 1 Bulan ini pasient merasa Pasient tidak pernah sakit Neneknya meninggal
-Mata Kuning badan lemah, mudah lelah, seperti ini sebelumnya dunia karena terkena
perut tidak nyaman, mual
dan muntah. Serta nyeri penyakit serosis
kepala. Ada perubahan hepatitis
warna kuning di kulit dan di
mata. Warna kencing seperti
teh

Differential diagnosis

HEPATITIS B SIROSIS HEPATITIS HEPATOMA

Pemeriksaan penunjang

Diagnosis:

HEPATITIS B
BAB IX

STRATEGI MEYELESAIKAN MASALAH

PENATALAKSANAAN

1. Memelihara status gizi yang baik dengan memberi nutrisi yang adekuat. Pada hepar status
non replikasi tidak ada pantangan. Bila sudah ada sirosis hati pada status hepatitis B
kompensata tetap tidak ada pantangan makan tetapi pada status dekompensata perlu : - asupan
garam dibatasi - protein sebaiknya dalam bentuk branch chain amino acids (BCAA)

2. Kegiatan dan latihan-latihan. Pada status non replikasi tidak ada batasan kegiatan dan olahraga
yang biasa dilakukan tetap dianjurkan. Pasien boleh bekerja biasa, dia tidak akan menularkan
HBV pada teman- teman sekantor hanya karena bekerja di ruangan yang sama.

3. Tindakan Pencegahan. Ada profesi-profesi tertentu yang sebaiknya di1arang untuk HBV
carrier yaitu profesi dengan kontak pada orang lain dan memungkinkan penularan :

• dokter dan dokter gigi

• perawat

• ana1ist

4. HBsAg (+) pada Ujian Badan. Bila pada check up untuk melamar pekerjaan ditemukan
HBsAg (+) dengan transaminase normal, tidak ada alasan untuk menolak pekerja hanya
dengan alasan HBsAg (+). Di Bandung ada lebih kurang 100.000 HBsAg carrier, bi1a mereka
di tolak bekerja akan menambah pengangguran.

5. Vaksinasi Hepatitis B. Semua orang yang akan bekerja di lingkungan yang memungkinkan
kontak dengan darah yaitu, dr, drg, paramedis, pegawai RS dan orang kontak yang serumah
dengan carrier. Sebetulnya semua penduduk daerah prevalensi sedang dan berat yang HBsAg
(-) dan anti HBs (-) sebaiknya divaksinasi. Imunisasi Hepatitis B pada bayi sudah diketahui
secara umum.
Terapi Spesifik

Banyak obat anti-virus yang telah dicoba untuk mengobati Hepatitis B tapi belum ada yang
memuaskan. Pada waktu ini yang dianggap paling baik hasilnya adalah interferon dan lamivudin.

• Interferon diberikan secara intensif, 3 kaIi seminggu. Minimal 4-6 bulan lamanya.
Hasi1nya masih kurang memuaskan, hanya 40-50 % berhasil. Efek sampingnya
mengganggu dan harganya sangat mahal. Ada jenis interferon kerja panjang yaitu
Peggylated Interferon yang diberikan cukup lx seminggu (obat ini diperkirakan masuk ke
Indonesia tahun 2002).

• Lamivudin diberikan per oral, efek sampingnya sedikit. Diberikan bersama dengan
interferon atau tersendiri.
BAB X

PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

10.1 CARA PENYAMPAIAN PROGNOSIS KEPADA PASIEN / KELUARGA PASIEN

Pada pasien, kita sebagai dokter menyampaikan diagnosis penyakit pasien tersebut
dengan cara menyampaikan dengan suara dan intonasi yang nyaman didengar dan Bahasa yang
mudah dipahami. Pasien diberitahu tentang penyakitnya apabila pasien tersebut harus siap
menerima informasi dari kita. Pasien diberitahu bahwa penyakitnya adalah Hepatitis B, pasien
disarankan untuk mengikuti pengobatan yang dianjurkan dari kinis agar sembuh dari
penyakitnya.

Pada keluarga pasien, kita sebagai dokter menyampaikan informasi tentang penyakit
pasien harus dengan suara dan intonasi yang nyaman didengar dan tidak menyinggung keluarga
pasien. Kita memberitahu bahwa pasien terinfeksi Hepatitis B yang mana harus menjalani terapi
klinis seperti terapi kimiawi (penurunan kadar ALT menjadi normal), virology (menurunkan
kadar HBV DNA), histologi (biopsy hati), respon komplit, dll. Perlu disampaikan pula, dengan
terdiagnosisnya pasien tersebut dengan Hepatitis B, peran keluarga sangat perlu dalam
penyembuhan. Keluarga disarankan memberi dukungan dalam proses penyembuhan pasien, dan
membantu dalam pengobatan. Perlu diberi gais besar bahwa penyakit ini dapat menular melalui
cairan (seperti air liur), maka alat makan, mandi, tempat mencuci pakaian, dll harus dipisahkan
dan hanya digunakan untuk pasien tersebut agar Hepatitis B tidak menular pada anggota
keluarga yang lain.

10.2 TANDA UNTUK MERUJUK PASIEN

Hepatitis B sering kali tidak menimbulkan gejala, sehingga penderitanya tidak menyadari
bahwa penderita telah terinfeksi penyakit tersebut. Meski demikian, gejala tetap muncul setelah
1-5 bulan sejak pertama kali terpapar virus. Gejala yang dapat muncuk adalah :

1. Mengalami gejala seperti flu, misalnya mual, muntah, demam dan lemas.
2. Mata dan kulit berubah menjadi kekuningan (jaundice).
3. Nyeri perut
4. Berat badan turun
5. Urine menjadi gelap seperti warna teh
6. Kehilangan nafsu makan

10.3 PERAN PASIEN/KELUARGA UNTUK PENYEMBUHAN

Pasien sendiri dan Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam proses
penyembuhan penyakit seperti penyakit Hepatitis. Mengapa demikian, karena keluarga
merupakan orang – orang terdekat yang dapat dapat memantau perilaku pasien serta dapat
mencegah terjadinya penyakit Hepatitis B terulang kembali.

10.4 PENCEGAHAN PENYAKIT

Pencegahan umum hepatitis B berupa uji tapis donor darah dengan uji diagnosis yang
sensitif, sterilisasi instrumen secara adekuat-akurat. Alat dialisis digunakan secara individual,
dan untuk pasien dengan HVB disediakan mesin tersendiri. Jarum disposable dibuang ke tempat
khusus yang tidak tembus jarum. Pencegahan untuk tenaga medis yaitu senantiasa menggunakan
sarung tangan. Dilakukan penyuluhan agar para penyalah guna obat tidak memakai jarum secara
bergantian, perilaku seksual yang aman. Mencegah kontak mikrolesi, menghindari pemakaian
alat yang dapat menularkan HVB (sikat gigi, sisir), dan berhati-hati dalam menangani luka
terbuka. Melakukan skrining ibu hamil pada awal dan pada trimester ketiga kehamilan, terutama
ibu yang berisiko tinggi terinfeksi HVB. Ibu hamil dengan HVB (+) ditangani terpadu. Segera
setelah lahir, bayi diimunisasi aktif dan pasif terhada HVB.

Melakukan skrining pada populasi risiko tinggi tertular HVB (lahir di daerah
hiperendemis, homoseksual, heteroseksual, pasangan seks berganti-ganti, tenaga medis, pasien
dialisis, keluarga dari pasien HVB kronis, dan yang berkontak seksual dengan pasien HVB). 5
Imunisasi untuk HVB dapat aktif dan pasif. Untuk imunisasi pasif digunakan hepatitis B
immuneglobulin (HBIg), dapat memberikan proteksi secara cepat untuk jangka waktu terbatas
yaitu 3-6 bulan. Pada orang dewasa HBIg diberikan dalam waktu 48 jam setelah terpapar VHB.

10.5 KOMPLIKASI

hepatitis kronis dapat menyebabkan sirosis hepatis, kanker hepar, gagal hepar, gangguan
ginjal, dan vasculitis. Hepatitis B kronik dapat berlanjut menjadi sirosis hepatis yang merupakan
komplikasi paling banyak, dan merupakan perjalanan klinis akhir akibat nekrotik sel- sel
hepatosit. Prognosis hepatitis B kronik dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang paling utama
adalah gambaran histologi hati, respon imun penderita, dan lamanya terinfeksi hepatitis B, serta
respon tubuh terhadap pengobatan.

Hepatitis fulminant akut terjadi lebih sering pada HBV daripada virus hepatitis lain, dan
risiko hepatitis fumninan lebih lanjut naik bila ada infeksi bersama atau superinfeksi dengan
HDV. Mortalitas hepatitis fulminan lebih besar dari 30%. Transplantasi hati adalah satu- satunya
intervensi efektif; perawatan pendukung yang ditunjukkan untuk mempertahankan penderita
smentara memberi waktu yang idbutuhkan untuk regenerasi sel hati adalah satu- satunya pilihan
lain.

Infeksi VHB juga dapat menyebabkan hepatitis kronis, yang dapat menyebabkan sirosis dan
karsinoma hepatoseluler primer. Interferon alfa-2b tersedia untuk pengobatan hepatitis kronis
pada orang- orang berumur 18 tahun atau lebih dengan penyakit hati kompensata dan replikasi
HBV. Glomerulonefritis membranosa dengan pengendapan komplemen HBeAg pada caliper
glomerulus merupakan komplikasi infeksi HBV yang jarang.
DAFTAR PUSTAKA

Krisnani, Hetty., et all. 2017. Gangguan Makan Anorexia Nervosa dan Bulimia Nervosa Pada
Remaja. Vol. 4 No: 3, Hal 390 – 447

Aulina, Susi., et all. 2016. Modul Problem Based Learning Nyeri Kepala. Makassar : Universitas
Hasanuddin

Alfiandy, Nufal Reza. 2017. Analisis Korelasi Tingkat Warna Kuning Pada Citra Sklera Mata
Dengan Level Bilirubin Pada Bayi. Vol.4, No.1

Pratiwi, Eka., et all. 2017. Identifikasi Virus Hepatitis A Pada Sindrom Penyakit Kuning Akut di
Beberapa Provinsi di Indonesia Tahun 2013. Jakarta

Wahyudi, Heri. 2017. Hepatitis. Denpasar : Universitas Udayana

Yulia, Dwi. 2019. Virus Hepatitis B Ditinjau dari Aspek Laboratorium. Jurnal Kesehatan
Andalas. 8 (4) : 1-8.

Harisma Fitrah Bintan, Fariani Syahrul, Teguh Mubawadi, Yudied Agung Mirasa, 2018,
JURNAL BERKALA EPIDEMIOLOGI, 6 (2), 112-121

Budhiarta Dita Mutia Fajarini, 2017, Penatalaksanaan dan edukasi pasien sirosis hati dengan
varises esofagus di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2014, intisari sains medis, Volume 8,
Number 1, 19-23

Anda mungkin juga menyukai