SKENARIO 2
1. Usia
Usia atau umur berdasarkan depkes RI (2009) adalah satuan waktu yang mengukur
waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Usia
dikategorikan menjadi beberapa tahap yaitu balita, anak – anak, remaja, dewasa, usia
lanjut, dan manula.
2. Anoreksia
3. Muntah
Muntah adalah suatu gejala bukan sebuah penyakit. Gelaja ini berupa keluarnya isi
lambung dan usus melalui mulut dengan paksa atau dengan kekuatan. Muntah
merupakan reflek protektif tubuh karena dapat berfungsi melawan toksin yang tidak
sengaja tertelan. Selain itu, muntah merupakan usaha mengeluarkan racun dari tubuh
dan bisa mengurangi tekanan akibat adanya sumbatan atau pembesaran organ yang
menyebabkan penekanan pada saluran pencernaan.
4. Nyeri Kepala
Nyeri kepala adalah suatu istilah, sinonim dengan istilah kedokteran yaitu sefalgia,
orang awam menyebut dengan istilah sakit kepala atau pening kepala (Konsensus
PokDi Nyeri Kepala, 1999). Definisi nyeri kepala yaitu rasa nyeri atau rasa tidak
mengenakkan pada seluruh daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke
daerah belakang kepala (area oksipital dan sebagian daerah tengkuk).
Jaundice atau yang lebih kita kenal dengan penyakit kuning merupakan penyakit yang
gejalanya dapat dipantau melalui perubahan pada warna kulit, sklera (bagian putih pada
mata) dan juga kelenjar ludah yang disebabkan oleh meningkatnya kadar bilirubin.
Urine atau air seni maupun air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh
ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Warna
urin seperti air teh (merah kecoklatan) bisa karena adanya peningkatan bilirubin dan
urobilinogen. Adanya bilirubin menunjukkan kerusakan (sumbatan) pada saluran
kanalikuli biliaris sehingga bilirubin tak bisa keluar, yang akhirnya mengalir masuk ke
pembuluh darah menuju ginjal. Adanya urobilinogen dalam urin menunjukkan urin
normal tapi karena kadarnya yang meningkat sehingga terjadi oksidasi berlebih yang
akhirnya urin menjadi merah kecoklatan.
7. Kulit Gatal
Pruritus atau rasa gatal merupakan keluhan yang paling sering terdapat pada penderita
dengan penyakit kulit dapat didefinisikan sebagai sensasi yang menyebabkan
keinginan untuk menggaruk. Pruritus dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
quality of life. Timbulnya pruritus merupakan suatu proses yang kompleks yang
melibatkan stimulasi dari ujung-ujung saraf superfisial pada kulit.
8. Rasa Tidak Nyaman di Perut Kanan
Rasa tidak nyaman pada bagian perut bisa menandakan suatu gangguan pada organ di
daerah perut tersebut atau dapat berupa penjalaran suatu penyakit. Di perut bagian kanan
terdapat organ hati dan usus (terdapat apendiks), rasa tidak nyaman tersebut bisa
dikarenakan gangguan pada organ tersebut.
BAB III
PROBLEM
PEMBAHASAN
4.1 Batasan
4.1.1 Usia
Usia atau umur berdasarkan depkes RI (2009) adalah satuan waktu yang mengukur
waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Usia
dikategorikan menjadi beberapa tahap yaitu balita, anak – anak, remaja, dewasa, usia
lanjut, dan manula.
4.1.2 Anoreksia
4.1.3 Muntah
Muntah adalah suatu gejala bukan sebuah penyakit. Gelaja ini berupa keluarnya isi
lambung dan usus melalui mulut dengan paksa atau dengan kekuatan. Muntah
merupakan reflek protektif tubuh karena dapat berfungsi melawan toksin yang tidak
sengaja tertelan. Selain itu, muntah merupakan usaha mengeluarkan racun dari tubuh
dan bisa mengurangi tekanan akibat adanya sumbatan atau pembesaran organ yang
menyebabkan penekanan pada saluran pencernaan.
4.1.4 Nyeri Kepala
Nyeri kepala adalah suatu istilah, sinonim dengan istilah kedokteran yaitu sefalgia,
orang awam menyebut dengan istilah sakit kepala atau pening kepala (Konsensus
PokDi Nyeri Kepala, 1999). Definisi nyeri kepala yaitu rasa nyeri atau rasa tidak
mengenakkan pada seluruh daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke
daerah belakang kepala (area oksipital dan sebagian daerah tengkuk).
Jaundice atau yang lebih kita kenal dengan penyakit kuning merupakan penyakit yang
gejalanya dapat dipantau melalui perubahan pada warna kulit, sklera (bagian putih pada
mata) dan juga kelenjar ludah yang disebabkan oleh meningkatnya kadar bilirubin.
Urine atau air seni maupun air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh
ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Warna
urin seperti air teh (merah kecoklatan) bisa karena adanya peningkatan bilirubin dan
urobilinogen. Adanya bilirubin menunjukkan kerusakan (sumbatan) pada saluran
kanalikuli biliaris sehingga bilirubin tak bisa keluar, yang akhirnya mengalir masuk ke
pembuluh darah menuju ginjal. Adanya urobilinogen dalam urin menunjukkan urin
normal tapi karena kadarnya yang meningkat sehingga terjadi oksidasi berlebih yang
akhirnya urin menjadi merah kecoklatan.
4.1.7 Kulit Gatal
Pruritus atau rasa gatal merupakan keluhan yang paling sering terdapat pada penderita
dengan penyakit kulit dapat didefinisikan sebagai sensasi yang menyebabkan
keinginan untuk menggaruk. Pruritus dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
quality of life. Timbulnya pruritus merupakan suatu proses yang kompleks yang
melibatkan stimulasi dari ujung-ujung saraf superfisial pada kulit.
4.1.8 Rasa Tidak Nyaman di Perut Kanan
Rasa tidak nyaman pada bagian perut bisa menandakan suatu gangguan pada organ di
daerah perut tersebut atau dapat berupa penjalaran suatu penyakit. Di perut bagian
kanan terdapat organ hati dan usus (terdapat apendiks), rasa tidak nyaman tersebut bisa
dikarenakan gangguan pada organ tersebut.
4.2.1 Anatomi
Hepar atau hati adalah organ terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga
abdomen. Pada kondisi hidup hati berwarna merah tua karena kaya akan persediaan
darah (Sloane, 2004). Beratnya 1200-1800 gram, dengan permukaan atas terletak
bersentuhan dibawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan diatas organ-
organ abdomen. Batas atas hepar sejajar dengan ruang interkosta V kanan dan batas
bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati
berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta
hepatis (Amirudin, 2009).
Hepar terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh
ligamentum falciforme, diinferior oleh fissura yang dinamakan dengan ligamentum
teres dan diposterior oleh fissura yang dinamakan ligamentum venosum (Hadi, 2002).
Lobus kanan hepar enam kali lebih besar dari lobus kiri dan mempunyai 3 bagian
utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus dan lobus quadrates. Menurut Sloane
(2004), diantara kedua lobus terdapat porta hepatis, jalur masuk dan keluar pembuluh
darah, saraf dan duktus. Hepar dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul
glisson dan dibungkus peritoneum pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya
(Hadi, 2002).
Hepar disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : vena porta hepatika yang berasal
dari lambung dan usus yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida,
vitamin yang larut dalam air dan mineral dan arteri hepatika, cabang dari arteri koliaka
yang kaya akan oksigen. Pembuluh darah tersebut masuk hati melalui porta hepatis
yang kemudian dalam porta tersebut vena porta dan arteri hepatika bercabang menjadi
dua yakni ke lobus kiri dan ke lobus kanan (Hadi, 2002). Darah dari cabang-cabang
arteri hepatika dan vena porta mengalir dari perifer lobulus ke dalam ruang kapiler yang
melebar yang disebut sinusoid. Sinusoid ini terdapat diantara barisan sel-sel hepar ke
vena sentral. Vena sentral dari semua lobulus hati menyatu untuk membentuk vena
hepatika (Sherwood, 2001).
4.2.2 Histologi
Struktur miroskopis dari liver ini terdiri dari lobulus-lobulus yang terdiri dari triad
portal dan vena sentralis. Pada studi mikrosirkulasi in vivo, unit fungsional pada liver
adalah asinus. Asinus ini terdiri dari hepatosit yang membentuk dua lapis sel dan
kanalikuli empedu diantaranya sepanjang sinusoid. Sinusoid hati adalah celah diantara
barisan hepatosit yang mengandung sinusoid kapiler. Pada sinusoid terdapat beberapa
sel, yaitu
1. Kupffer sel
Sel Kupffer letaknya tersebar diantara endotel, merupakan sel besar yang
padat berfungsi sebagai fagositik yang merupakan bagian dari monosit –
makrofag defens system. Sel ini bersama dengan spleen berperan pada
pengangkatan eritrosit yang sudah mati dan partikel debris yang lain
keluar dari sirkulasi.
2. Endothelial sel
Sel endotel membentuk suatu lapisan dengan banyak fenestra yang kecil -
kecil yang berkelompok, disebut sieve plate. Mikrovili pada hepatosit
menonjol kedalam sinusoid menembus fenestra, terutama selama transit
sel darah menuju sinusoid. Pada keadaan patologik fenestra ini jumlahnya
berkurang , tetapi jumlahnya dapat meningkat pada alkohol injuri.
3. Ito sel / hepatic stellate sel / hepatic liposit.
Ito sel / stellate sel / hepatik liposit sel sulit untuk dilihat dengan
mikroskop cahaya. Sel ini mempunyai tetesan lipid yang berisi vitamin A
pada sitoplasmanya. Hepatic stellate sel ini mempunyai fungsi yang ganda
yaitu sebagai tempat penyimpanan vitamin A dan sebagai penghasil
matriks ekstra seluler dan kolagen. Hepatic stellate sel ini terdapat pada
Space of Disse, yaitu tempat diantara endotel sinusoid dan hepatosit.
Lobulus Lembaran connective tissue yang membagi liver kedalam ribuan unit
yang kecil disebut dengan lobulus. Bentuk lobulus ini adalah prisma poligonal, pada
pemotongan lamellar, masing-masing lobulus tampak berbentuk heksagonal dengan
ukuran rata-rata 1 – 2 mm. Pada bagian tengah terdapat venule terminal hepatik. Triad
portal tampak pada bagian ujung heksagonal. Darah dari vena porta dan arteri hepatic
mengalir ke vena centralis. Pada lobulus terdapat portal area yang tampak sebagai titik-
titik kecil jaringan. Pada keadaan peningkatan jumlah portal connective tissue
menunjukkan penyakit cirrhosis. Peningkatan jumlah leukosit pada porta area terdapat
pada penyakit hepatitis.
Hepatosit Bagian terbesar dari lobulus hati adalah hepatosit yang tersusun
didalam cord dan dipisahkan oleh sinusoid. Cord hepatosit ini merupakan parenkim liver.
Pada neoplasma tampak gambaran arsitektur yang abnormal pada parenkim hati.
Hepatosit terusun radier didalam lobulus hati. Sel ini bergabung antara satu dengan yang
lain dalam anastomosis plate, yang dibatasi oleh sinusoid ataupun dengan hepatosit yang
berdekatan. Hepatosit ini berhubungan dengan darah dalam sinusoid, yang merupakan
pembuluh vascular yang menggelembung yang berisi sel endotel dan sejumlah sel
fagositik Kupffer. Ruangan antara endotel dan hepatosit disebut dengan Space of Disse
yang merupakan tempat pengumpulan lymph untuk dialirkan ke limfatik kapiler.
Triad Portal Portal triad terdiri dari tiga struktur utama pada stroma liver. Struktur
yang paling besar merupakan cabang terminal dari vena porta, yang mempunyai dinding
yang sangat tipis yang dilapisi oleh sel endotel yang pipih. Struktur lain yang lebih kecil
adalah arteriol yang merupakan cabang dari arteri hepatica. Anyaman bile canaliculi
terletak pada masing-masing lapisan hepatosit. Dari sini empedu mengalir menuju bile
collecting duct yang dilapisi oleh epitel kuboid ataupun columnar, disebut juga dengan
canalis Hering, yang membawa aliran empedu menuju bile ductules. Biasanya bile
ductules ini terletak pada bagian perifer triad portal dan diameternya hampir sama dengan
arteriole. Beberapa bile ductules bergabung membentuk duktus yang lebih besar, letaknya
lebih ditengah dari trabecular ducts. Dari sini cairan empedu mengalir melalui intra
hepatic duct menuju duktus hepatikus kiri dan kanan kemudian mengalir ke common
hepatic duct dan akhirnya menuju duodenum melalui common bile ducts. Oleh karena
ketiga struktur ini selalu dijumpai dalam portal tract , maka tract ini sering disebut
dengan triad portal. Pembuluh lymph sebenarnya juga terdapat pada triad portal ini ,
tetapi dinding dari pembuluh lymph ini sangat tipis dan sering kolaps sehingga sulit
untuk dilihat.
4.2.3 Fisiologi
Hepatitis virus akut adalah infeksi sistemik yang dominan menyerang hati.
Hampir semua kasus hepatitis virus akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis
virus yaitu: virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV),
virus hepatitis D (HDV) dan virus hepatitis E (HEV).
Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran darah,
partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi replikasi virus. Selanjutnya sel-sel hati
akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HBsAg bentuk bulat
dan tubuler, dan HBeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. VHB merangsang
respon imun tubuh, yaitu respon imun non-spesifik dan respon imun spesifik. Peptida
VHB yang ditampilkan pada permukaan dinding sel hati dan menjadi antigen sasaran
respon imun adalah peptida kapsid, yaitu HBcAg atau HBeAg. Sel T CD8+ selanjutnya
akan mengeliminasi virus yang ada dalam neksrosis sel hati yang akan menyebabkan
meningkatnya ALT atau mekanisme sitolitik. Disamping itu dapat juga terrjadi
eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang terinfeksi melalui aktivitas
Interferon Gamma dan TNF alfa (Tissue Necroting Factor) yang dihasilkan oleh sel T
CD8+ (mekanisme nonsitolitik).
Aktivitas sel limfosit B dengan bantuan sel CD4+ akan menyebabkan produksi
antibodi antara lain anti-HBs, anti-HBc, dan anti HBe. Fungsi anti-HBs adalah
netralisasi partikel VHB bebas akan mencegah masuknya virus ke dalam sel. Dengan
demikian anti-HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel. Infeksi kronik
VHB bukan disebabkan gangguan produksi anti-HBs. Buktinya pada pasien Hepatitis B
Kronik ternyata dapat ditemukan adanya anti-HBs yang tidak bisa dideteksi dengan
metode pemeriksaan biasa karena anti-HBs bersembunyi dalam kompleks dengan
HBsAg.
Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi VHB dapat diakhiri,
sedangkan bila proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi VHB yang menetap.
Proses eliminasi VHB oleh respon imun yang tidak efisien dapat disebabkan oleh faktor
viral maupun faktor pejamu. Setelah terinfeksi VHB, penanda virologis pertama yang
terdeteksi dalam serum adalah HBsAg. HBsAg dalam sirkulasi mendahului
peningkatan aktivitas aminotransferase serum dan gejala-gejala klinis dan tetap
terdeteksi selama keseluruhan fase ikterus atau simtomatis dari hepatitis B akut atau
sesudahnya. Pada kasus yang khas HBsAg tidak terdeteksi dalam 1 hingga 2 bulan
setelah timbulnya ikterus dan jarang menetap lebih dari 6 bulan. Setelah HBsAg hilang,
antibodi terhadap HBsAg (Anti-HBs) terdeteksi dalam serum dan tetap terdeteksi
sampai waktu yang tidak terbatas sesudahnya.
Karena HBcAg terpencil dalam mantel HBsAg, maka HBcAg tidak terdeteksi
secara rutin dalam serum pasien dengan infeksi VHB. Di lain pihak, antibodi terhadap
HBcAg (anti-HBC) dengan cepat terdeteksi dalam serum, dimulai dalam 1 hingga 2
minggu pertama setelah timbulnya HBsAg dan mendahului terdeteksinya kadar anti-
HBs dalam beberapa bulan. Karena terdapat variasi dalam waktu timbulnya anti-HBs
setelah infeksi, kadang terdapat suatu tenggang waktu beberapa minggu atau lebih yang
memisahkan hilangnya HBsAg dan timbulnya anti-HBs. Selama “periode jendela”
(window period) ini, anti-HBc dapat menjadi bukti serologi pada infeksi VHB yang
sedang berlangsung, dan darah yang mengandung anti-HBc tanpa adanya HBsAg dan
anti-HBs telah terlibat pada perkembangan hepatitis B akibat transfusi.
Perbedaan antara infeksi VHB yang sekarang dengan yang terjadi di masa lalu
dapat diketahui melalui penentuan kelas imunoglobulin dari anti-HBc. AntiHBC dari
kelas IgM (IgM anti-HBc) terdeteksi selama 6 bulan pertama setelah infeksi akut. Oleh
karena itu, pasien yang menderita hepatitis B akut yang baru terjadi, termasuk mereka
yang terdeteksi anti-HBc dalam periode jendela memilik IgM anti-HBc dalam
serumnya. Pada pasien yang menderita VHB kronik, antiHBc terutama dari kelas IgG
yang terdapat dalam serum. Umumnya orang yang telah sembuh dari hepatitis B, anti-
HBs dan anti-HBc nya menetap untuk waktu yang tidak terbatas.
4.3 JENIS JENIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN
- Hepatitis A
- Hepatitis B
- Hepatitis C
GEJALA KLINIS
Penyakit Hepatitis A memiliki masa inkubasi 2 sampai 6 minggu sejak penularan terjadi,
barulahkemudian penderita menunjukkan beberapa tanda dan gejala terserang penyakit
Hepatitis A,antara lain:
- Demam, demam yang terjadi adalah demam yang terus menerus, tidak seperti demam yang
lainnya yaitu pada demam berdarah, tbc, thypus, dll
- Ikterus (mata/kulit berwarna kuning, tinja berwarna pucat dan urin berwarna gelap)-
Keletihan, mudah lelah, pusing
1. Stadium pendahuluan (prodromal) dengan gejala letih, lesu, demam, kehilangan seleramakan
dan mual;
Hepatitis B
- Gejala hepatitis B akut: demam, sakit perut, mual, muntah dan kuning (terutama pada
areamata yang putih/sklera), hepatomegali.
- Gejala hepatitis B kronik: cenderung tidak tampak tanda-tanda seperti pada hepatitis B
akut,sehingga penularan kepada orang lain menjadi lebih beresiko.
Hepatitis C
- Sering kali orang yang menderita Hepatitis C tidak menunjukkan gejala, walaupun
infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya.
- Beberapa gejala yang samar diantaranya adalah: lelah, hilang selera makan, penurunan
beratbadan, nyeri otot dan sendi, sakit perut, urin menjadi gelap dan kulit atau mata
menjadi kuningyang disebut "jaundice" (jarang terjadi).
4.4 PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Komposmentis
- Vital sign
Pernapasan (RR) : 24x/menit
Suhu: 37 o C
Tekanan darah: 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
- Status General
Anemis : +
Ikterus : +
Cyanosis:-
Dipsnu :-
- Mata : sklera ikterus, lain-lain batas normal.
- Thorax : Paru-Paru = suara nafas vesikuler kanan-kiri
Gerak nafas simetris kanan-kiri
- Jantung : S1 dan S2 tunggal, Mur-mur (-)
- Abdomen : teraba hepar 3 jari di bawah arcus costae, nyri tekan(+), Asites(+),
(shifting dusnes positive), bising usus normal.
- Ekstremitas atas : akral hangat.
4.5 Pemeriksaan Penunjang Penyakit
Peningkatan nilai MCV terlihat pada penyakit hati, alcoholism, terapi antimetabolik,
kekurangan folat/vitamin B12, dan terapi valproat, disebut juga anemia makrositik.
4.5.2 Beberapa parameter biokimia hati yang dapat dijadikan pertanda fungsi hati, antara lain
sebagai berikut :
Tindakan biopsi ini merupakan hal yang penting oleh karena dapat digunakan untuk
membantu menegakkan diagnosa yang lebih akurat, menentukan staging dan grading dari
perubahan struktur hati, menentukan terapi yang lebih tepat dan untuk menentukan
prognosis dari penyakit hati tersebut. Biopsi pada organ hati ini sangat penting dilakukan
terutama untuk penatalaksanaan hepatitis C, juga dapat di gunakan untuk membantu
menegakkan diagnosa hemochromatosis, occult hepatitis B dan Nonalcoholic steatosis
Hepatitis. Dalam bidang ilmu patologi anatomi, pemeriksaan histopatologi pada jaringan
hasil biopsi hati merupakan gold standard, oleh karena memeriksa secara langsung
jaringan dari hati.
Pada pemeriksaan histopatologi jaringan dari biopsi hati pada penderita hepatitis kronis,
akan dapat terlihat berbagai kelainan seperti : Gambaran lobules hati yang normal dan
sebagian lobules tidak jelas Hilangnya gambaran hepatosit disertai dengan proses radang,
mobilisasi sel kupffer pada hepatoseluler yang swelling merubah gambaran pada liver
plate yang menimbulkan kerusakan pada arsitektur lobules. Peradangan pada portal -
periportal Peradangan pada daerah ini selalu dijumpai terdiri dari sel sel limfosit, sel
plasma dan makrofag. Pada peradangan periportal tampak limiting plate periportal
disruption dan sering dijumpai piece meal nekrosis Nekrosis fokal. Pada keadaan ini
tampak adanya sel yang nekrosis pada sebagian lapangan pandang yang disertai dengan
reaksi radang. Nekrosis confluent Tampak kelompokan beberapa nekrosis fokal pada
lobulus Bridging nekrosis Pada sediaan terlihat banyak nekrosis confluent Massive dan
submassive nekrosis hati Nekrosis yang massive bersifat fatal, sudah melibatkan hampir
seluruh parenkim hati. Pada nekrosis yang submassive tidak terlalu fatal, melibatkan
sebagian besar parenkim hati tetapi belum keseluruhan. Nekrosis ini merupakan
komplikasi dari sirosis hepatis. Fibrosis sentral yang ringan (mild).
Pada hepatitis B, bila dijumpai gambaran ground glass cell ataupun reaksi positif
terhadap immunostaining untuk Ag B surface dan core Ag, merupakan definitive
statement. PULASAN RETIKULIN Bridging Fibrosis Sirosis.
4.5.5 Imunokromatografi test atau rapid test dapat disebut juga dengan uji strip. Metode
ini tidak memerlukan peralatan untuk membaca hasilnya, tetapi cukup dilihat dengan
kasat mata, sehingga jauh lebih praktis. Prinsip dari metode ini adalah jika terdapat
HBsAg pada serum sampel, maka antigen tersebut akan membentuk kompleks dengan
koloid emas anti-HBs terkonjugasi pada strip. Cairan tersebut akan berpindah melewati
membran nitroselulose dan berikatan dengan antibodi anti-HBs kedua yang immobilisasi
pada membran, sehingga membentuk garis merah yang dapat dilihat. Apabila hasil test
reaktif maka alat akan menunjukkan dua garis berwarna, yaitu pada area tes (P=positif)
dan area kontrol (C=kontrol). Apabila hanya satu warna yang tergambar pada area
kontrol, maka interpretasinya yaitu nonreaktif. Sedangkan jika tidak ada warna yang
terbentuk, maka pemeriksaan tersebut tidak valid.
Rapid Test HBsAg Proven TestTM dapat disimpan dalam suhu antara 4-30°C dan tidak
boleh dibekukan. Stabilitas kit dapat bertahan selama 18 bulan. Sebelum digunakan,
biarkan reagen pada suhu kamar dan harus digunakan secepatnya setelah kit dibuka dari
pak. Pembacaan hasil ditunggu sampai 15 menit.
Pengukuran kadar HBV DNA dapat dilakukan dengan menggunakan PCR, pengukuran
dapat dilakukan secara kualitatif maupun direk kuntitatif, dapat juga menganalisis HBV
DNA mutan
Pengukuaran HBV DNA merupakan gold standard, tetapi pemeriksaan ini memerlukan
alat khusus, tenaga yang terampil dan biayanya mahal sehingga banyak dilakukan
pemeriksaan alternatif untuk dapat menggantikan pemeriksaan HBV DNA ini, tetapi
masih banyak ditemukan kelemahan dalam hasil uji pemeriksaan alternatif tersebut. Hal
tersebut dapat oleh HBV yang mengalami mutasi pada gennya.
BAB V
HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)
Dari hasil analisa kelompok kami yang berdasarkan identifikasi terhadap anamnesa,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang penyakit pada jenis-jenis penyakit yang berhubungan,
maka kami memilih beberapa hipotesa awal atau Differential Diagnosis yaitu :
- Hepatitis A
- Hepatitis B
- Sirosis Hepatis
BAB VI
ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
GEJALA KLINIS :
PEMERIKSAAN FISIK :
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Pemeriksaan Laboratorium :
- Darah lengkap.
- Pemeriksaan fungsi hati / faal hati.
Peningkatan ALT dan AST sampai 1000-2000 IU/L sering dijumpai, dimana ALT
lebih tinggi daripada AST. Peningkatan kadar bilirubin biasanya muncul setelah
peningkatan ALT. Peningkatan kadar ALT puncak tidak berkorelasi dengan prognosis.
Karena faktor pembekuan mempunyai waktu paruh singkat (6 jam untuk faktor
VII), waktu protombin merupakan indikator yang paling baik. Leukopenia ringan dengan
limfositosis relatif sering dijumpai. Pada pasien yang sembuh, ALT biasanya kembali
normal setelah 1-4 bulan kadar bilirubin yang menjadi normal.
Risiko perjalanan penyakit infeksi hepatitis B akut menjadi kronik berbanding
terbalik secara proporsional terhadap usia terjadinya infeksi. Infeksi kronik akan terjadi
kurang dari 5% pada pasien dewasa yang imunokompeten, namun pada infeksi yang
terjadi pada masa neonatus dan bayi, 95% kasus akan menjadi infeksi kronik.
Pasien hepatitis B akut yang mengalami hepatitis B fulminan kurang dari 1%.
Sebanyak 35-70% hepatitis virus fulminan berasal dari infeksi hepatitis B akut. Angka
ketahanan hidup spontan pada hepatitis B fulminan berkisar 20% tanpa transplantasi hati.
Transplantasi hati menghasilkan angka ketahanan hidup 50-60%. Reinfeksi akibat
transplantasi hati jarang terjadi karena adanya profilaksis imunisasi hepatitis B dan agen
antivirus.
- Pemeriksaan serologi / marker (penanda) infeksi virus hepatitis B.
Pada hepatitis B akut, HbsAg muncul di serum dalam waktu 2-10 minggu setelah
paparan virus, sebelum onset gejala dan peningkatan kadar ALT. Pada sebagian besar
pasien HbsAg hilang dalam waktu 4-6 bulan. Anti-HBs dapat muncul beberapa minggu
setelah serokonversi HbsAg.
Setelah serokonversi HbsAg menjadi anti-HBs, HBV-DNA masih dapat dideteksi
pada hati, dan respon sel T spesifik terhadap virus hepatitis B dapat dijumpai pada
beberapa dekade berikutnya. Hal tersebut menunjukkan kontrol imunitas yang persisten
setelah akut.
Pada kondisi yang jarang, pasien dengan anti-HBs yang positif dapat kembali
terinfeksi virus hepatitis B kembali karena proteksi inkomplit dari anti-HBs terhadap
serotipe virus hepatitis B lainnya.
Adanya HBsAg yang persisten lebih dari 6 bulan menunjukkan bahwa pasien
menderita infeksi hepatitis B kronik. HbsAg dan anti-HBs dapat dijumpai secara
bersamaan pada individu yang sama pada 10-25% kasus. Fenomena tersebut muncul
lebih sering pada pasien dengan hepatitis B kronik dibandingkan dengan hepatitis B akut.
Pada keadaan ini biasanya titer antibodi rendah. Mekanisme yang menjelaskan
fenomena tersebut masih belum sepenuhnya diketahui, tetapi mungkin diakibatkan oleh
infeksi hepatitis B lebih dari 1 serotipe. Pada pasien yang terdapat HBsAg dan anti-HBs
bersamaan, pasien tersebut dianggap menderita infeksi virus hepatitis B, dan adanya anti-
HBs tidak mempengaruhi aktivitas penyakit dan hasil akhir penyakit tersebut.
HbeAg yang persisten lebih dari 3 bulan setelah onset penyakit jarang terjadi dan
menunjukkan progresivitas menjadi hepatitis B kronik. Pada hepatitis B akut, periode
antara hilangnya HBsAg dan munculnya anti-HBs dikenal dengan periode jendela
(window period). Pada periode ini, HbeAg negatif dan HBV-DNA biasanya tidak
terdeteksi. Penanda satu-satunya yang positif adalah IgM anti-HBc, suatu antibodi
terhadap antigen hepatitis B core. Sehingga IgM anti-HBc merupakan penanda serologi
paling penting pada hepatitis B akut.
IgM anti-HBc biasanya bertahan 4-6 bulan selama hepatitis B akut, dan jarang
persisten sampai 2 tahun. Meskipun IgM anti-HBc merupakan penanda hepatitis B akut,
penanda tersebut juga dapat positif selama hepatitis B kronik yang mengalami
eksaserbasi akut.
- Skrinning Immunokromatografi = bila positive dilanjutkan konfirmasi pemeriksaan DNA
virus hepatitis B (PCR).
Dari hasil analisis kelompok kami berdasarkan identifikasi terhadap gejala klinis,
pemeriksaan fisik penyakit, pemeriksaan penunjang penyakit pada differential diagnosis, kami
menyimpulkan diagnosa pada sekenario ini adalah Hepatitis B
Nama : Tn. H
Umur : 55 tahun
Differential diagnosis
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis:
HEPATITIS B
BAB IX
PENATALAKSANAAN
1. Memelihara status gizi yang baik dengan memberi nutrisi yang adekuat. Pada hepar status
non replikasi tidak ada pantangan. Bila sudah ada sirosis hati pada status hepatitis B
kompensata tetap tidak ada pantangan makan tetapi pada status dekompensata perlu : - asupan
garam dibatasi - protein sebaiknya dalam bentuk branch chain amino acids (BCAA)
2. Kegiatan dan latihan-latihan. Pada status non replikasi tidak ada batasan kegiatan dan olahraga
yang biasa dilakukan tetap dianjurkan. Pasien boleh bekerja biasa, dia tidak akan menularkan
HBV pada teman- teman sekantor hanya karena bekerja di ruangan yang sama.
3. Tindakan Pencegahan. Ada profesi-profesi tertentu yang sebaiknya di1arang untuk HBV
carrier yaitu profesi dengan kontak pada orang lain dan memungkinkan penularan :
• perawat
• ana1ist
4. HBsAg (+) pada Ujian Badan. Bila pada check up untuk melamar pekerjaan ditemukan
HBsAg (+) dengan transaminase normal, tidak ada alasan untuk menolak pekerja hanya
dengan alasan HBsAg (+). Di Bandung ada lebih kurang 100.000 HBsAg carrier, bi1a mereka
di tolak bekerja akan menambah pengangguran.
5. Vaksinasi Hepatitis B. Semua orang yang akan bekerja di lingkungan yang memungkinkan
kontak dengan darah yaitu, dr, drg, paramedis, pegawai RS dan orang kontak yang serumah
dengan carrier. Sebetulnya semua penduduk daerah prevalensi sedang dan berat yang HBsAg
(-) dan anti HBs (-) sebaiknya divaksinasi. Imunisasi Hepatitis B pada bayi sudah diketahui
secara umum.
Terapi Spesifik
Banyak obat anti-virus yang telah dicoba untuk mengobati Hepatitis B tapi belum ada yang
memuaskan. Pada waktu ini yang dianggap paling baik hasilnya adalah interferon dan lamivudin.
• Interferon diberikan secara intensif, 3 kaIi seminggu. Minimal 4-6 bulan lamanya.
Hasi1nya masih kurang memuaskan, hanya 40-50 % berhasil. Efek sampingnya
mengganggu dan harganya sangat mahal. Ada jenis interferon kerja panjang yaitu
Peggylated Interferon yang diberikan cukup lx seminggu (obat ini diperkirakan masuk ke
Indonesia tahun 2002).
• Lamivudin diberikan per oral, efek sampingnya sedikit. Diberikan bersama dengan
interferon atau tersendiri.
BAB X
Pada pasien, kita sebagai dokter menyampaikan diagnosis penyakit pasien tersebut
dengan cara menyampaikan dengan suara dan intonasi yang nyaman didengar dan Bahasa yang
mudah dipahami. Pasien diberitahu tentang penyakitnya apabila pasien tersebut harus siap
menerima informasi dari kita. Pasien diberitahu bahwa penyakitnya adalah Hepatitis B, pasien
disarankan untuk mengikuti pengobatan yang dianjurkan dari kinis agar sembuh dari
penyakitnya.
Pada keluarga pasien, kita sebagai dokter menyampaikan informasi tentang penyakit
pasien harus dengan suara dan intonasi yang nyaman didengar dan tidak menyinggung keluarga
pasien. Kita memberitahu bahwa pasien terinfeksi Hepatitis B yang mana harus menjalani terapi
klinis seperti terapi kimiawi (penurunan kadar ALT menjadi normal), virology (menurunkan
kadar HBV DNA), histologi (biopsy hati), respon komplit, dll. Perlu disampaikan pula, dengan
terdiagnosisnya pasien tersebut dengan Hepatitis B, peran keluarga sangat perlu dalam
penyembuhan. Keluarga disarankan memberi dukungan dalam proses penyembuhan pasien, dan
membantu dalam pengobatan. Perlu diberi gais besar bahwa penyakit ini dapat menular melalui
cairan (seperti air liur), maka alat makan, mandi, tempat mencuci pakaian, dll harus dipisahkan
dan hanya digunakan untuk pasien tersebut agar Hepatitis B tidak menular pada anggota
keluarga yang lain.
Hepatitis B sering kali tidak menimbulkan gejala, sehingga penderitanya tidak menyadari
bahwa penderita telah terinfeksi penyakit tersebut. Meski demikian, gejala tetap muncul setelah
1-5 bulan sejak pertama kali terpapar virus. Gejala yang dapat muncuk adalah :
1. Mengalami gejala seperti flu, misalnya mual, muntah, demam dan lemas.
2. Mata dan kulit berubah menjadi kekuningan (jaundice).
3. Nyeri perut
4. Berat badan turun
5. Urine menjadi gelap seperti warna teh
6. Kehilangan nafsu makan
Pasien sendiri dan Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam proses
penyembuhan penyakit seperti penyakit Hepatitis. Mengapa demikian, karena keluarga
merupakan orang – orang terdekat yang dapat dapat memantau perilaku pasien serta dapat
mencegah terjadinya penyakit Hepatitis B terulang kembali.
Pencegahan umum hepatitis B berupa uji tapis donor darah dengan uji diagnosis yang
sensitif, sterilisasi instrumen secara adekuat-akurat. Alat dialisis digunakan secara individual,
dan untuk pasien dengan HVB disediakan mesin tersendiri. Jarum disposable dibuang ke tempat
khusus yang tidak tembus jarum. Pencegahan untuk tenaga medis yaitu senantiasa menggunakan
sarung tangan. Dilakukan penyuluhan agar para penyalah guna obat tidak memakai jarum secara
bergantian, perilaku seksual yang aman. Mencegah kontak mikrolesi, menghindari pemakaian
alat yang dapat menularkan HVB (sikat gigi, sisir), dan berhati-hati dalam menangani luka
terbuka. Melakukan skrining ibu hamil pada awal dan pada trimester ketiga kehamilan, terutama
ibu yang berisiko tinggi terinfeksi HVB. Ibu hamil dengan HVB (+) ditangani terpadu. Segera
setelah lahir, bayi diimunisasi aktif dan pasif terhada HVB.
Melakukan skrining pada populasi risiko tinggi tertular HVB (lahir di daerah
hiperendemis, homoseksual, heteroseksual, pasangan seks berganti-ganti, tenaga medis, pasien
dialisis, keluarga dari pasien HVB kronis, dan yang berkontak seksual dengan pasien HVB). 5
Imunisasi untuk HVB dapat aktif dan pasif. Untuk imunisasi pasif digunakan hepatitis B
immuneglobulin (HBIg), dapat memberikan proteksi secara cepat untuk jangka waktu terbatas
yaitu 3-6 bulan. Pada orang dewasa HBIg diberikan dalam waktu 48 jam setelah terpapar VHB.
10.5 KOMPLIKASI
hepatitis kronis dapat menyebabkan sirosis hepatis, kanker hepar, gagal hepar, gangguan
ginjal, dan vasculitis. Hepatitis B kronik dapat berlanjut menjadi sirosis hepatis yang merupakan
komplikasi paling banyak, dan merupakan perjalanan klinis akhir akibat nekrotik sel- sel
hepatosit. Prognosis hepatitis B kronik dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang paling utama
adalah gambaran histologi hati, respon imun penderita, dan lamanya terinfeksi hepatitis B, serta
respon tubuh terhadap pengobatan.
Hepatitis fulminant akut terjadi lebih sering pada HBV daripada virus hepatitis lain, dan
risiko hepatitis fumninan lebih lanjut naik bila ada infeksi bersama atau superinfeksi dengan
HDV. Mortalitas hepatitis fulminan lebih besar dari 30%. Transplantasi hati adalah satu- satunya
intervensi efektif; perawatan pendukung yang ditunjukkan untuk mempertahankan penderita
smentara memberi waktu yang idbutuhkan untuk regenerasi sel hati adalah satu- satunya pilihan
lain.
Infeksi VHB juga dapat menyebabkan hepatitis kronis, yang dapat menyebabkan sirosis dan
karsinoma hepatoseluler primer. Interferon alfa-2b tersedia untuk pengobatan hepatitis kronis
pada orang- orang berumur 18 tahun atau lebih dengan penyakit hati kompensata dan replikasi
HBV. Glomerulonefritis membranosa dengan pengendapan komplemen HBeAg pada caliper
glomerulus merupakan komplikasi infeksi HBV yang jarang.
DAFTAR PUSTAKA
Krisnani, Hetty., et all. 2017. Gangguan Makan Anorexia Nervosa dan Bulimia Nervosa Pada
Remaja. Vol. 4 No: 3, Hal 390 – 447
Aulina, Susi., et all. 2016. Modul Problem Based Learning Nyeri Kepala. Makassar : Universitas
Hasanuddin
Alfiandy, Nufal Reza. 2017. Analisis Korelasi Tingkat Warna Kuning Pada Citra Sklera Mata
Dengan Level Bilirubin Pada Bayi. Vol.4, No.1
Pratiwi, Eka., et all. 2017. Identifikasi Virus Hepatitis A Pada Sindrom Penyakit Kuning Akut di
Beberapa Provinsi di Indonesia Tahun 2013. Jakarta
Yulia, Dwi. 2019. Virus Hepatitis B Ditinjau dari Aspek Laboratorium. Jurnal Kesehatan
Andalas. 8 (4) : 1-8.
Harisma Fitrah Bintan, Fariani Syahrul, Teguh Mubawadi, Yudied Agung Mirasa, 2018,
JURNAL BERKALA EPIDEMIOLOGI, 6 (2), 112-121
Budhiarta Dita Mutia Fajarini, 2017, Penatalaksanaan dan edukasi pasien sirosis hati dengan
varises esofagus di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2014, intisari sains medis, Volume 8,
Number 1, 19-23