Anda di halaman 1dari 23

TRANSFORMASI STRUKTURAL PEREKONOMIAN INDONESIA

Tugas ini diberikan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Perekonomian Indonesia

Dosen Mata Kuliah

Lili Supriyadi S.Pd., M.M

Disusun Oleh:

Lika Malika

11210810000131

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan
karuniaNya saya dapat menyelesaikan karya tulis berupa makalah yang berjudul “Transformasi
Struktural Perekonomian Indonesia” dengan baik dan tepat pada waktunya Tak lupa sholawat
serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membebaskan kita
dari zaman jahiliyah ke zaman yang penuh kemulian ini.

Penulisan karya tulis berupa makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Perekonomian Indonesia sebagai penunjang materi dalam pembelajaran. Dalam penyusunan
makalah ini, saya mendapatkan banyak dukungan, bimbingan, dan petunjuk dari beberapa
pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang sudah
memberikan dukungan dan motivasi kepada saya untuk membuat makalah ini. Tidak lupa pula,
saya mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Lili Supriyadi S.Pd., M.M
selaku dosen pengampu mata kuliah Perekonomian Indonesia yang telah membimbing,
memberikan motivasi, serta arahan kepada penulis dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari karya tulis berupa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk
itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta dapat menambah wawasan
pembaca mengenai Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia.

Jakarta, 05 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..............................................................................................................................ii

BAB I ......................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1

C. Manfaat Penulisan ........................................................................................................... 2

BAB II........................................................................................................................................ 3

PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3

2.1 REPELITA & Permasalahannya dalam Perekonomian Indonesia .............................. 3

2.2 Transformasi Struktural Perekonomian....................................................................... 9

2.3 Agraris, Industri dan Jasa dalam Perekonomian Indonesia....................................... 10

2.4 Proses yang menyertai transformasi .......................................................................... 10

2.5 Akumulasi Distribusi & Demografi dalam Perekonomian Indonesia ....................... 12

2.6 Analisis kebijakan transformasi struktural Perekonomian Indonesia ....................... 14

2.7 Karakteristik dan indikator pada tiap proses transformasi ........................................ 17

BAB III .................................................................................................................................... 19

PENUTUP................................................................................................................................ 19

A. Kesimpulan ................................................................................................................... 19

B. Saran ............................................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan merupakan sarana yang harus dilakukan oleh suatu bangsa dalam
mencapai suatu peradaban yang lebih baik. Pembangunan adalah usaha menciptakan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, menciptakan kemajuan ekonomi, sosial
dan politik yang akhirnya bertujuan untuk mewujudkan masyaraka adil, tentram dan
sejahtera. Keberhasilan pembangunan tergantung pada partisipasi seluruh rakyat, yang
berarti pembangunan harus dilaksanakan secara merata oleh segenap lapisan
masyarakat.

Proses pembangunan Nasional Indonesia dilaksanakan secara bertahap dan


terencana yang dijabarkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang
dilaksanakan melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita) serta jangka pendek dengan pembiayaan melalui
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Strategi pembangunan jangka panjang
adalah pembangunan yang dititik beratkan pada bidang ekonomi. Kemajuan
pembangunan dalam bidang ekonomi mempengaruhi secara langsung pembangunan-
pembangunan yang lain.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana REPELITA & Permasalahannya dalam Perekonomian Indonesia ?
2. Bagaimana Transformasi structural Perekonomian ?
3. Apa yang dimaksud Agraris, Industri dan Jasa dalam Perekonomian Indonesia ?
4. Bagaimana Proses yang menyertai transformasi ?
5. Bagaimana sistem Akumulasi Distribusi & Demografi dalam Perekonomian
Indonesia ?
6. Analisis kebijakan transformasi struktural Perekonomian Indonesia
7. Apa saja karakteristik dan indikator pada tiap proses transformasi tersebut ?

1
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis

Makalah ini dapat bermanfaat bagi Mahasiswa dalam mengembangkan


ilmu pengetahuan yang dimiliki khususnya mengenai Transformasi Struktural
Perekonomian Indonesia.

2. Bagi Pembaca

Makalah ini dapat dijadikan sarana untuk menambah pengetahuan sebagai


pendoman untuk literasi pembaca berdasar aspek-aspek yang berkembang dalam
makalah ini.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 REPELITA & Permasalahannya dalam Perekonomian Indonesia


Pada maret 1966 Indonesia memasuki pemerintahan orde baru dan perhatian
lebih ditujukan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan
ekonomi dan sosial, dan juga pertumbuhan ekonomi yang berdasarkan system
ekonomi terbuka sehingga dengan hasil yang baik membuat kepercayaan pihak
barat terhadap prospek ekonomi Indonesia.

Sebelum rencana pembangunan melalui Repelita dimulai, terlebih dahulu


dilakukan pemulihan stabilitas ekonomi, social, dan politik serta rehabilitasi
ekonomi di dalam negeri. Selain itu, pemerintah juga menyusun Repelita secara
bertahap dengan target yang jelas, IGGI juga membantu membiayai pembangunan
ekonomi Indonesia.

Dampak Repelita terhadap perekonomian Indonesia cukup mengagumkan,


terutama pada tingkat makro, pembangunan berjalan sangat cepat dengan laju
pertumbuhan rata-rata pertahun yang relative tinggi. Keberhasilan pembangunan
ekonomi di Indonesia pada dekade 1970-an disebabkan oleh kemampuan kabinet
yang dipimpin presiden dalam menyusun rencana, strategi dan kebijakan ekonomi,
tetapi juga berkat penghasilan ekspor yang sangat besar dari minyak tahun 1973
atau 1974, juga pinjaman luar negeri dan peranan PMA terhadap proses
pembangunan ekonomi Indonesia semakin besar.

Akibat peningkatan pendapatan masyarakat, perubahan teknologi dan


kebijakan Industrialisasi sejak 1980-an, ekonomi Indonesia mengalami perubahan
struktur dari Negara agraris ke Negara semi industri.

a) RAPELITA 1
Tujuan: Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan
dasardasar bagi pembangunan yang menekankan pada bidang pertanian untuk
memenuhi kebutuhan dasar dalam tahap berikutnya.

3
Sasaran: Pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan
lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik berat Pelita I adalah
pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar
keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian,
karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.

Kebijakan:
1. Bibit unggul kepada petani dan melakukan beberapa eksperimen untuk
mendapatkan bibit unggul yang tahan hama tersebut.
2. Memperbaiki infrastuktur yang digunakan oleh sektor pertanian seperti
jalan raya, sarana irigasi sawah dan pasar yang menjadi tempat dijualnya
hasil pertanian.
3. Melakukan transmigrasi agar lahan yang berada di kalimantan, sulawesi,
4. maluku dan papua dapat diolah agar menjadi lahan yang mengahasilkan
bagi perekonomian.

b) RAPELITA 2
Tujuan: Untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat dan
meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya.

Sasaran: Pengembangan sektor pertanian yang merupakan dasar untuk


memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan dasar tumbuhnya
industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. Selain itu sasaran
Repelita II ini juga perluasan lapangan kerja.

Kebijakan:
1. Pemerataan kesempatan kerja.
2. Pengembangan golongan ekonomi lemah dalam rangka pemerataan
kesempatan berusaha.
3. Pengembangan koperasi.
4. Transmigrasi.
5. Investasi Pemerintah yang dilaksanakan melalui anggaran pembangunan
negara.
6. Menerapkan prinsip anggaran berimbang.
4
7. Pengadaan program padat karya

c) RAPELITA 3
Pada Repelita III prioritas utama pemerintahan dalam rencana
pembangunan perekonomian indonesia terletak pada sektor pertanian dimana
sektor ini ditujukan pada swasembada pangan. Selain itu juga dilakukan
peningkatan pada sektor industri yang mengelola bahan baku menjadi barang
jadi. Kebijakan pembangunan ini berorientasi pada pemenuhan kebutuhan
pokok dan penyediaan lapangan kerja . Kewenangan pengelolaan dana
pembangunan disentralisasikan oleh departemen / LPND teknis melalui
dokumen DIP dan desentralisasi oleh daerah melalui dokumen SPABP. Untuk
mekanisme penyaluran dana pembangunan melalui sentarlisasi DIP dan
anggaran didaerahkan (SPABP). adapun mekanisme perencanaan
pembangunan yaitu TOP DOWN TRANSISI BOTTOM UP . Untuk arah
kebijakan program pembangunan pada masa ini yaitu berarah ke pembangunan
sektor .
Jadi dapat disimpulkan bahwa pada tahun 1979-1984 atau pada masa
Repelita III pemerintah memfokuskan rencana pembangunan perekonomian
pada sektor pertanian yang menuju swasembada pangan dan industri
pengolahan bahan baku menjadi barang jadi. Di awali pertumbuhan ekonomi
amat tinggi pada tahun 1980-1981 (1981 : 11%) dan kemudian merosot menjadi
2,2 persen pada tahun 1982 . dan untuk mennagulangi resesi ekonomi (kondisi
ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan
ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun)
dengan program deregulasi dan liberalisasi (1983-1988).
Pada awal orde baru, strategi pembangunan di Indonesia lebih diarahkan
pada tindakan pembersihan dan perbaikan kondisi ekonomi yang mendasar,
terutama usaha untuk menekan laju inflasi yang sangat tinggi. Strategi-strategi
tersebut kemudian dipertegas dengan ditetapkannya sasaran-sasaran dan titik
berat setiap Repelita.

d) RAPELITA 4
Pada periode Pelita 4 ini, letak titik beratnya hampir sama dengan
periode Pelita III. Hanya saja yang membedakan adalah kalau di Pelita III lebih
5
menekankan pada industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi.
Sedangkan pada periode Pelita IV ini lebih ditekankan pada “meningkatkan
industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri
berat maupun ringan. Selain itu, yang ditargetkan dalam periode Pelita 4 ini
adalah dilakukannya program KB dan rumah untuk keluarga.
Pada periode Pelita IV ini, swasembada pangan dalam sektor pertanian
berhasil dicapai. Terbukti dengan berhasilnya Indonesia memproduksi beras
25,8 ton pada tahun 1984 dan mendapatkan penghargaan di FAO (Organisasi
Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. Berikut adalah beberapa contoh
kebijakan pemerintah untuk periode ini:
1. Kebijakan INPRES no.5 tahun 1985 yaitu meningkatkan ekspor nonmigas
dan pengurangan biaya tinggi dengan:
• Pemberantasan pungutan liar (pungli)
• Memberantas dan menghapus biaya-biaya
• Mempermudah prosedur kepabeanan
2. Paket Kebijakan 6 Mei (PAKEM), yaitu mendorong sektor swasta di bidang
ekspor dan penanam modal.
3. Paket Devaluasi 1986, karena jatuhnya harga minyak dunia yang didukung
dengan kebijakan pinjaman luar negri.
4. Paket Kebijakan 25 Oktober 1986, deregulasi bidang perdagagan, moneter,
dan penanam modal dengan cara:
• Penurunan bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan
bahan baku
• Proteksi produksi yang lebih efisien
• Kebijakan penanam modal.
5. Paket Kebijakan 15 Januari 1987 yaitu peningkatan efisiensi,inovasi dan
produktivitas beberapa sektor industri menengah keatas untuk
meningkatkan ekspor nonmigas.

Program KB dan swasembada pangan berhasil namun cenderung hanya


terdapat di pulau Jawa saja. Beban Hutang luar negeri membesar. Terjadi resesi
pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia.
Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga
kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.

6
e) RAPELITA 5
Pada Rapelita 5 ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan
industri untuk memantapakan swasembada pangan dan meningkatkan produksi
pertanian lainnya serta menghasilkan barang ekspor. Pada periode ini terjadi
krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu
perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Rapelita 5 adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap
pertama. Lalu dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan
mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal
landas Indonesia untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri demi
menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Disamping itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot penambangan
minyak dan pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas meningkat
dari $0,6 miliar pada tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun 1980.
Puncaknya adalah penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama dengan
80% ekspor Indonesia. Dengan kebijakan itu, Indonesia di bawah Orde Baru,
bisa dihitung sebagai kasus sukses pembangunan ekonomi.
Keberhasilan Pak Harto membenahi bidang ekonomi sehingga
Indonesia mampu berswasembada pangan pada tahun 1980-an diawali dengan
pembenahan di bidang politik. Kebijakan perampingan partai dan penerapan
azas tunggal ditempuh pemerintah Orde Baru, dilatari pengalaman masa Orde
Lama ketika politik multi partai menyebabkan energi terkuras untuk bertikai.
Gaya kepemimpinan tegas seperti yang dijalankan Suharto pada masa Orde
Baru oleh Kwik Kian Gie diakui memang dibutuhkan untuk membenahi
perekonomian Indonesia yang berantakan di akhir tahun 1960.
Namun, dengan menstabilkan politik demi pertumbuhan ekonomi, yang
sempat dapat dipertahankan antara 6%-7% per tahun, semua kekuatan yang
berseberangan dengan Orde Baru kemudian tidak diberi tempat. Ekspansi
kegiatan ekonomi selama tahun-tahun 1989-1991 ada sangkut pautnya dengan
kebijaksanaan deregulasi pemerintah, yang sudah mulaid ilaksanakan secara
bertahap sejak tahun 1983. Rangkaian tindakan deregulasi di atas memberi
dorongan kuat terhadap kegiatan dunia swasta, yang beberapa tahun terakhir ini
telah menjadi faktor penggerak dalam ekspansi ekonomi. - Ekspansi ekonomi
7
di atas telah disertai oleh ekspansi moneter yang besar, sebagai akibat naiknya
permintaan domestik (domestic demand) yang mencakup tingkat investasi
maupun tingkat konsumsi. Ekspansi ekonomi yang ditandai oleh laju
pertumbuhan pesat selama tiga tahun berturut-turut ini dianggap terlalu panas
(overheated) dari sudut kestabilan keuangan moneter (Soemitro Djojokusumo,
1993).

f) RAPELITA 6
Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang
ekonomi. Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian
serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai
pendukungnya. Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas
Indonesia ke yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun
rusak.Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun
1997.
Semula berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis
ekonomi dan akhirnya menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita
VI pun kandas ditengah jalan. Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah
dengan KKN yang merajalela, Pembagunan yang dilakukan, hanya dapat
dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat. Karena pembangunan
cenderung terpusat dan tidak merata. Meskipun perekonomian Indonesia
meningkat, tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.
Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok
dalam masyarakat terasa semakin tajam. Terciptalah kelompok yang
terpinggirkan (Marginalisasi sosial). Pembangunan hanya mengutamakan
pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial
yang demokratis dan berkeadilan. Pembagunan tidak merata.
Tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang menjadi
beban negara seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilah yang
selanjutnya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional
Indonesia menjelang akhir tahun 1997. Membuat perekonomian Indonesia
gagal menunjukan taringnya. Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde
Baru merupakan pondasi bagi pembangunan ekonomi selanjutnya.
8
2.2 Transformasi Struktural Perekonomian

Transformasi struktural di defenisikan sebagai perubahan struktur ekonomi


dari sektor tradisional dengan produktivitas rendah menuju sektor ekonomi dengan
produktivitas lebih tinggi (UNIDO., 2012). Sementara menurut Chenery,
transformasi struktural sendiri merupakan suatu proses transisi dari sistem ekonomi
tradisional ke sistem ekonomi modern di mana pada masing-masing sektor
perekonomian akan mengalami transformasi yang berbeda-beda. Todaro dan Smith
(2012) mengemukakan bahwa model perubahan struktural memusatkan
perhatiannya pada mekanisme yang memungkinkan Negara yang sedang
berkembang untuk mentransformasikan struktur perekonomian negara mereka dari
pola perekonomian pertanian subsisten tradisional (dengan produktivitas rendah)
ke perekonomian yang lebih modern (dengan produktivitas tinggi).

A. Perubahan Struktur Ekonomi


Suatu proses pembangunan ekonomi yang cukup lama dan telah
menghasilkan suatu pertumbuhan ekonomi yang tinggi biasanya disusul dengan
suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonominya. Perubahan struktur
ekonomi terjadi akibat perubahan sejumlahf aktor, bisa hanya dari sisi
permintaan agregat, sisi penawaran agregat atau dari kedua sisi pada waktu yang
bersamaan (Tulus Tambunan, 1996).
Dari sisi permintaan agregat, faktor yang sangat dominan adalah
peningkatan tingkat pendapatan masyarakat rata-rata yang perubahannya
mengakibatkan perubahan dalam selera dan komposisi barang-barang yang
dikonsumsi. Hal ini menggairahkan pertumbuhan industri baru.
Dari sisi penawaran agregat, faktor utamanya adalah perubahan
teknologi dan penemuan bahan baku atau material baru untuk berproduksi, yang
semua ini memungkinkan untuk membuat barang-barang baru dan akibat
realokasi dana investasi serta resources utama lainnya dari satu sektor ke sektor
yang lain. Realokasi ini disebabkan oleh kebijakan, terutama industrialisasi dan
perdagangan, dari pemerintah yang memang mengutamakan pertumbuhan
output di sektor-sektor tertentu, misalnya industri (Tulus Tambunan, 1996).

9
2.3 Agraris, Industri dan Jasa dalam Perekonomian Indonesia
Struktur agraris, adalah struktur ekonomi didominasi oleh sektor pertanian.
Sektor pertanian menjadi sumber mata encaharian sebagian terbesar penduduknya.
Pada umumnya negara-negara berkembang (developing countries) termasuk
Indonesia disebut negara agraris dan negara-negara yang termasuk negara-negara
belum berkembang (under developed countries) yang pertaniannya masih sangat
tradisional dikategorikan negara agraris tradisional.
Industri, dimana struktur ekonomi didominasi oleh sektor industri. Sebagian
terbesar produk domestik disumbangkan dan laju pertumbuhan ekonomi yang
tinggal disumbangkan oleh sektor industri. Negara-negara amerika Serikat, Jerman,
Inggris, Perancis, Italy, Jepang dan Kanada yang termasuk negara industri maju,
negara-negara Eropa dan negara-negara lainnya termasuk negara industri.
Struktur jasa, dimana struktur sektor jasa mampu menjadi sumber utama
pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui berbagai industri jasa, seperti pariwisata,
logistik, dan transportasi.
Proses perubahan struktur perekonomian ditandai dengan: (1) menurunnya
pangsa sektor primer (pertanian), (2) meningkatnya pangsa sektor sekunder
(industri), dan (3) pangsa sektor tersier (jasa) juga memberikan kontribusi yang
meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi (Todaro, 1999).

2.4 Proses yang menyertai transformasi


Perkembangan ekonomi Indonesia selama masa 25 tahun berselang diteroping
dari sudut pandang tentang pembangunan ekonomi sebagai proses transisi yang
dalam perjalanan waktu ditandai oleh transformasi multidimensional dan
menyangkut perubahan pada struktur ekonomi. Akan ditinjau beberapa pokok
dalam perubahan struktur selama lima tahap Pelita (Pembangunan Jangka Panjang
Tahap I). (Soemitro Djojohadikusumo, 1993).
1. Proses Akumulasi Sumber Daya Produksi
• Sumber daya produksi adalah aset-aset produktif atau faktor-faktor
produksi (Tanah, tenaga kerja, kapital produksi (output) diperlukan
peningkatan atau tambahan faktor-faktor produksi (input).
• Akumulasi menyangkut proses pembinaan sumber daya produksi
(produktive resources) untuk meningkatkan kemampuan berproduksi
secara kontinu. Selama masa pembangunan 25 tahun telah terjadi

10
akumulasi sumber daya produksi dalam jumlah yang besar dan sangat
berarti.

Kelemahan/ kekurangan yang menyertai proses akumulasi :

• Pelaksanaan Investasi modal kurang efisien dan efektif : nisbah


tambahan investasi terhadap tambahan hasil (ICOR = Incremental
Capital Output Ratio) selama 10 tahun (1984-1993) angkanya terlalu
besar, yaitu 5 (investasi rata-rata 33,4%, laju pertumbuhan ekonomi
6,8% sehingga ICOR = 33,4 : 6,8 = 4,9 atau dibulatkan 5).
• Terjadi saving-investment gap Besarnya investasi tidak diimbangi oleh
tabungan nasional yang memadai, tingkat investasi melampaui tingkat
tabungan. Selama Pelita V tingkat investasi 33,4%, sedangkan tingkat
tabungan nasional hanya 29,9% (dari PN).
• Adanya Perbedaan laju pertumbuhan sektor pertanian dan laju
pertumbuhan sektor industri Secara menyeluruh laju pertumbuhan
ekonomi selama Pelita V mencapai 6,8 per tahun, dimana laju
pertumbuhan sektor pertanian hanya 2,7% per tahun, sedangkan laju
pertumbuhan sektor industri mencapai 11% per tahun.

2. Proses Alokasi Sumber Daya Produksi


• Sumber daya produksi khususnya investasi sangat penting bagi
pembangunan baik secara kuantitatif (menyangkut jumlahnya) maupun
secara kualitatif (menyangkut alokasinya).
• Alokasi sumber daya produksi dalam proses pembangunan menyangkut
pola penggunaan sumber daya produksi antar sektor, antar daerah dan
antar lingkungan kota dan daerah pedesaan. Selama PJPT I telah terjadi
perubahan struktural di bidang produksi dan perdagangan, namun
mengenai kesempatan kerja tetap statis.
a) Struktur Produksi : Pelita I (1969-1973) sektor pertanian
menyumbang 44%, sektor industri 9%. Menjelang akhir Pelita V
(1989-1993) sektor pertanian menyumbang 19%, sedang sektor
industri sudah 20%. Dari sudut peranan industri, Indonesia
memasuki kategori negara semi industri.

11
b) Struktur Perdagangan, dilihat dari jenis komoditi dan sumbangannya
terhadap nilai ekspor : Akhir Pelita I (1973) sumbangan minak dan
gas bumi (Migas) sebesar 75%, sumbangan sektor di luar migas (non
migas) sebesar 25%. Pada akhir Pelita V (1993) terjadi perubahan
perimbangan, yaitu dari sektor migas 34%, sedang dari sektor non
migas meningkat 66%.
c) Perkembangan Kesempatan Kerja : selama 25 tahun struktur dan
sifat kesempatan kerja masih tetap statis.

➢ Jadi struktur lapangan kerja tidak banyak mengalami perubahan (relatif


statis), yakni masih tertumppu pada sektor pertanian. Sebab sumbangan
produksi yang mengalami penurunan 26%, hanya diikuti penurunan
kesempatan kerja 9%. Sebaliknya sumbanga produksi sektor industri
yang meningkat 10%, hanya diikuti pertambahan kesempatan kerja 3%.
➢ Ketidakserasian antara perubahan struktur produksi dan struktur
Lapangan kerja itu ada kaitannya dengan sifat khas yang melekat pada
perekonomian Indonesia (negara berkembang)
➢ Keadaan seperti di atas menyebabkan di antara sektor pertanian dan
sektor industri terjadi perbedaann dan ketimpangan dalam : laju
pertumbuhan, tingkat produktivitasnya dan tingkat pendapatan riilnya.

2.5 Akumulasi Distribusi & Demografi dalam Perekonomian Indonesia

Ketimpangan dalam distribusi pendapatan (baik antar kelompok


berpendapatan, antar daerah perkotaan dan pededaan, atau antar kawasan dan
propinsi) dan kemiskinan merupakan dua masalah yang masih mewarnai
perekonomian Indonesia.

12
Pada awal pemerintahan Orde Baru, perencanaan pembangunan
ekonomi di Indonesia masih sangat percaya bahwa apa yang dimaksud dengan
trickle down effect akan terjadi: namun setelah sepuluh tahun sejak Pelita I
dimulai, mulai kelihatan bahwa efek yang dimaksud itu mungkin tidak tepat
dikatakan sama sekali tidak ada, tetapi proses mengalirnya ke bawahnya sangat
lambahn. (Tulus Tambunan, 1996).
g) Masalah distribusi pendapatan menyangkut kemiskinan, baik kemiskinan
absolut maupun ktimpangan relatif. Distribusi pendapatan dan kemiskinan
hendaknya dilihat dalam kerangka acuan suatu analisis, bersamaan dan
berkaitan dengan proses akumulasi dan alokasi. Dengan kata lain, akumulasi,
alokasi dan distribusi harus dilihat dalam saling keterkaitannya dan dalam
kerangka acuan yang kencakup dinamika dalam proses transformasi secara
menyeluruh selama masa transisi. (Soemitro Djojohadikusumo, 1993).

A. Kemiskinan Absolut
Tahun 1976, jumlah penduduk 137 juta jiwa, 54 juta jiwa (40%) hidup
di bawah garis kemiskinan. Tahun 1990 : jumlah penduduk 179 juta jiwa,
yang hidup di bawah garis kemiskinan tinggal 27 juta jiwa (15,%).
Kecenderungan kearah perbaikan itu diharapkan dapat berlangsung terus
sehingga ditahun 2000 golongan yang dhiup di bawah garis kemiskinan
mencakup 5-10% dari jumlah penduduk saat itu. (Soemitro
Djojohadikusumo, 1993).
Masalah kemiskinan ini diperlihatkan melalui analisa sensivitas,yaitu
apabila poverty line (garis batas kemiskinan) dirubah dari konsumsi per hari
Rp 930 untuk kota dan Rp 608 untuk desa menjadi RP 1.000 maka jumlah
orang miskin akan meningkat dari 25,6 juta (1993) menajdi 77 juta. Itu
berarti terdapat indikasi bahwa walaupun jumlah penduduk di bawah
poverty line turun dari 27 juta (1990) ke 25,5 juta (1993), penduduk yang
hidup dalam kondisi nyaris miskin atau hidup pada poverty line di 1993
makin banyak (Sjahrir, 1996).

B. Ketimpangan Relatif
Tahun 1976, 40% dari jumlah penduduk yang termasuk golongan
berpendapatan rendah hanya menerima kurang dari 12% dari pendapatan
13
nasional, yang menunjukkan ketimpangan mencolok (gross inequality).
Tahun 1990 : golongan berpendapatan rendah yang dimaksud menerima
21% lebih dari pendapatan nasional yang berarti ketimpangan menjadi
lumayan kecil (low inequality). (Soemitro Djojohadikusumo, 1993).
Menarik disini melihat bahwa 77 juta (yang nyaris miskin) itu meliputi
67 juta manusia yang hidup di desa dan 10 juta yang hidup di kota.
Pandangan Michael Lipton (176) bahwa : konflik kelas yang paling penting
di negara msikin di udnia kini bukanlah antara buruh dan modal, juga bukan
antara kepentingan asing dan nasional. Konflik yang paling penting justru
antara kelas pedesaan dan kelas kota. (Sjahrir, 1996).
Sekarang ini tingkat pendapatan rata-rata per kapita di Indonesia sudah
jauhlebih tinggi dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu, yakni sekitar
US$880. namun, apa artinya jika hanya 10% saja dari jumlah penduduk
ditanah air yang menikmati 90% dari jumlah pendapatan nasional, sedang
sisanya (90%) hanya menikmati 10% dari pendapatan nasional atau
kenaikan pendapatan nasional selama ini hanya dinikmati oleh kelompok
10% tersebut. jadi, dalam kata lain, pembangunan ekonomi di Indonesia
akan dikatakan berhasil sepenuhnya bila tingkat kesenjangan ekonomi
antara kelompok masyarakat miskin dan kelompok masyarakat kaya bisa
diperkecil (Tulus Tambunan, 1996).
Disisi berlaku satu kaidah dalam statistik yang disebut the importance
of being unimportant. Artinya ada satu kelompok yang jumlhanya sangat
kecil tetapi berpendapatan sangat tinggi, yang mengakibatkan tertariknya
angka konsumsi ratarata ketingkat 82.226 ruiah (1993), walauun lebih dari
82% penduduk sebenarnya berpendapatan di bawah Rp 60.000 per bulan
per kapita (Sjahrir, 1996).

2.6 Analisis kebijakan transformasi struktural Perekonomian Indonesia

1. Kebijakan Pengaturan Nilai Tukar Rupiah


- Dalam tahun 1986/1987 pemerintah tetap menganut sistem devisa bebas
yang diperlukan guna mendorong kegiatan invstasi yang diperlukann
guna mendorong kegiatan investasi, produksi dalam negeri dan ekspor.
Selain itu, dengan pengelolaan nilai tukar yang mengambang terkendali,

14
pemerintah tetap berusaha agar perkembangan nilai tukar rupiah selalu
mencerminkan perkembangan yang realistis untuk mempertahankan
daya saing barang ekspor serta memelihara kepercayaan masyarakat
terhadap rupiah yang pada gilirannya akan memberikan dampak positif
terhadap perekonomian secara keseluruhan.
- Mengingat penerimaan devisa hasil ekspor yang semakin menurun
sebagai akibat merosotnya harga minyak bumi sejak permulaan tahun
1986 dan untuk mengurangi tekanan terhadap nerraca pembayaran,
pemerintah pada 12 September 1986 mendevaluasikan rupiah terhadap
dollar AS sebesar 31%. Tindakan tersebut disamping dimaksudkan
untuk meningkatkan daya saing barang ekspor non migas dan
menciptakan iklim usaha yang lebih menarik bagi penanaman modal,
juga sekaligus untuk mencegah terjadinya aliran modal ke luar negeri.
(Laporan Bank Indonesia Tahun 1986/1987).

2. Kebijakan Fiskal dan Keuangan Negara


- Dalam rangka meningkatkan penerimaan dalam negeri yang sekaligus
dapat mendorong kegiatan dunia usaha, tahun 1983/1984 pemerintah
memperbarui sistsem perpajakan yang berlaku selama ini. Sistem
perpajakan yang baru tersebut terdiri dari :
• UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU
No. 6 Tahun 1983).
• UU tentang Pajak Penghasilan (UU No. 7 Tahun 1983).
• UU tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
penjualan atas Barang Mewah (UU No.8 Tahun 1983).
- Dalam tahun 1983/1984 penerimaan pajak langsung naik 15,9%, pajak
pendapatan naik 38,1%, pajak perseroan naik 12,3%, lain-lain pajak
langsung naik 30,2%. Sedangkan penerimaan pajak tidak langsung naik
17,0%: bea masuk naik 6,7%, pajak penjualann impor naik 10,8%, cukai
naik 24,7%, pajak ekspor naik 26,8%, pajak tidak langsung lainnya naik
7,3%.
- Kebijaksanaan pengeluaran pemerintah tahun 1983/1984 diarahkan
untuk penghematan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan
berupa pengurangan subsidi BBM, subsidi pupuk dan penghapusan
15
subsidi pangan serta penjadwalan kembali beberapa proyek besar
pemerintah (Laporan Bank Indonesia tahun 1983/1984).

3. Kebijakan Keuangan dan Moneter/ Perbankan


- Tanggal 1 Juni 1983 pemerintah mengambil serangkaian kebijaksanaan
yang mendasar yang dikenal “Kebijaksanaan Moneter 1 Juni 1983”.
Kebijaksanaan moneter tersebut dimaksudkan untuk meletakkan
landasan-landasan yang kokoh bagi perkembangan perbankan yang
lebih sehat di masa mendatang. Ciri pokok kebijaksanaan tersebut:
Deregulasi di bidang perbankan baik yang menyangkut perkreditan
maupun pengerahan dana.

4. Kebijakan Perdagangan dan Deregulasi Sektor Riil dan Moneter


a. Kebijakan Perdagangan
▪ Sejak 19 Desember 1984, APE (Angka Pengenal Ekspor, atau
APES (Angka Pengenal Ekspor Sementara) dapat digunakan
untuk melaksanakan ekspor dari seluruh wilayah RI yang
sebellumnya hanya terbatas pada wilayah-wilayah tertentu saja.
▪ Bulan April 1985 dikeluarkan Instruksi Presiden No. 4 Tahun
1985 (dikenal Inpres No. 4/ 1985) tentang penyederhanaan arus
barang di pelabuhan untuk menunjang kegiatan ekonomi
khususnya untuk mendorong peningkatan ekspor non-
migas.Kebijaksanaan ini merupakan awal deregulasi di bidang
perdagangan yang menyangkut perombakan dan
penyederahanaan tata laksana ekspor, pelayaran antar pulau,
pengurusan barang dan dokumen, keagenan umum perusahaan
pelayaran, dan tata laksana operasional.
▪ Untuk mendorong ekspor non migas pada tahun-tahun
berikutnya, pemerintah menetapkan serangkaian kebijaksanaan
penyelematan, antara lain paket 6 mei 1986 (dikenal Pakem
1986) yang intinya untuk meningkatkan penerimaan devisa
negara dari ekspor nonn-migas dan beberapa kemudahan dalam
penanaman modal asing. (Rustian Kamaluddin, 1989)

16
b. Deregulasi Sektor Riil dan Moneter
▪ Dewasa ini di bidang ekonomi riil (produksi, pengangkutan,
pemasaran) masih dialami banyak hambatan dan rintangan
karena adanya berbagai peraturan dan ketentuan administratif
yang berbelit-belit dan sering tumpang tindih. Hal itu menjadi
sumber distorsi dalam proses perekonomian dan belakangan ada
ketentuan-ketentuan baru yang berakibat bertambahnya berbagai
rupa monopoli. Pengaturan niaga yang menciptakan monopoli/
monopsoni kini juga dilakukan oleh beberapa pemerintah
daerah.
▪ Disisi lain bila diamati seolah-olah pemerintah ragu-ragu untuk
melakukan intervensi, dikala dan dimana intervensi pemerintah
justru di perlukan. Terjadi kekaburan pikiran seakan-akan
deregulasi juga berarti nonintervensi. Deregulasi bersangkut-
paut dengan meniadakan segala peraturan dan ketentuan yang
mengganggu perkembangan ekonomi dan menambah beban
bagi ekonomi masyarakat.
▪ Sistem ekonomi yang berorientasi pasar sekali-kali tidak boleh
menjurus pada sistem ekonomi yang ditandai oleh dominasi
pasar. Menyerahkan proses ekonomi selaluruhnya kepada
kekuatan-kekuatan pasar berarti menyerahkannya pada pihak
dan golongan yang karena kekuatan ekonominya dapat
menguasai pasar yang bersangkutan. Oleh sebab itu, intervensi
negara teap penting dan tetap diperlukan. - Masalahnya,
intervensi dengan cara apa dan bagaimana, di bidang mana dan
untuk kepentingan siapa dan golongan yang mana.

2.7 Karakteristik dan indikator pada tiap proses transformasi

Bedasarkan model pembangunan dua sektor Arthur Lewis, perekonomian yang


terbelakang terdiri dari dua sektor, yakni:
1. Sektor tradisonal, yaitu sektor perdesaan subsisten yang kelebihan
penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja sama
dengan nol, kondisi ini merupakan situasi yang memungkinkan Lewis untuk
mendefinisikan kondisi surplus tenaga kerja (surplus labor) sebagai suatu

17
fakta bahwa jika sebagian tenaga kerja tersebut ditarik dari sektor pertanian
maka sektor itu tidak akan kehilangan outputnya
2. Sektor industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya tinggi dan
menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang di transfer sedikit demi
sedikit dari sektor subsisten.

Model dua sektor Arthur Lewis memusatkan perhatian utamanya pada


terjadinya proses pengalihan tenaga kerja, pertumbuhan output dan peningkatan
penyerapan tenaga kerja pada sektor modern. Pengalihan tenaga kerja dan
pertumbuhan kesempatan kerja dimungkinkan oleh adanya perluasan output
sektor modern. Kecepatan perluasan penyerapan tenaga kerja pada sektor
industri sangat tergantung pada tingkat investasi di bidang industri dan
akumulasi modal secara keseluruhan di sektor modern.

Peningkatan investasi dimungkinkan oleh adanya kelebihan keuntungan


sektor modern dari selisih upah dengan asumsi bahwa para pemilik modal yang
berkecimpung di sektor modern menanamkan kembali seluruh keuntungannya.
Asumsi selanjutnya adalah tingkat upah pada sektor modern diasumsikan
konstan dan berdasarkan suatu premis tertentu jumlahnya ditetapkan melebihi
tingkat rata-rata upah di sektor pertanian subsiten tradisional. Tingkat upah di
daerah perkotaan sekurang-kurangnya harus 30% lebih tinggi dari pada rata-
rata pendapatan di daerah pedesaan untuk memaksa para pekerja pindah dari
desadesa asalnya ke kota (Todaro dan Smith, 2006).

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil penjabaran pembahasan tadi, maka penulis mempunyai kesimpulan
bahwa pertubuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi mempunyai keterikatan yaitu
pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya,
pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi dalam
pembangunan ekonomi. Setiap negara harus mampu mengelolanya dengan baik agar
tidak menimbulkan dampak negatif untuk negara itu sendiri. Negara juga harus
memperhatikan transformasi struktural dalam perekonomian, karena itu akan
membantu negara dapat menjadi lebih berkembang dimasa depan.

B. Saran
Penulis menyarankan apabila Negara ingin membangun ekonomi maka negara
harus mampu memilih strategi yang tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi negara
yang bersangkutan. jangan sampai pemilihan strategi yang dipilih malah menimbulkan
dampak negatif.

19
DAFTAR PUSTAKA

Djojohadikusumo, Sumitro: Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan,


LP3ES, Jakarta, 1993

Tambuinan, Tulus. T.H. (1996). Perekonomian Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Djojohadikusumo, Soemitro (1993), Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi


Pembangunan, LP3ES, Jakarta.

Dasril, Anna S.N. (1998), “peranan Agrobisnis dalam Pemberdayaan Ekonomi Rakyat”,
Makalah pada Seminar Pemulihan Hak dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, dalam rangka
Dies Natalis USAKTI ke 33, Jakarta.

Sjahrair (1996), “Kemiskinan, Keadilan dan Kebebasan”, Makalah pada Kongres Ikatan
Sarjana Ekonomi Indonesia ke-13, Medan.

20

Anda mungkin juga menyukai