Anda di halaman 1dari 14

MODUL

MENJELAJAHI ETIKA ONLINE : CYBERBULLYING PADA REMAJA SMP

MATA KULIAH PSIKOLOGI PERDAMAIAN

Oleh :

Kresentia Maria Ivanna (21.E1.0200)

Charity Shelter Lado (21.E1.0229)

Stephen Bayu Prabowo (21.E1.0192)

FAKULTAS PSIKOLOGI

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2023
PENGANTAR

Teknologi membuka pintu ke dunia yang luas, namun juga membawa risiko yang perlu kita
cermati bersama. Dengan teknologi yang semakin canggih, kebutuhan akan pemahaman dan
perlindungan terhadap ancaman online menjadi semakin penting, terutama dikalangan pelajar
SMP. Modul ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam tentang konsep
cyberbullying, dampak negatifnya, serta cara mengatasi cyberbullying yang dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.

Metode yang terdapat di modul ini bersifat partisipatif dan interaktif agar peserta tidak merasa
bosan dalam mengikuti pelatihan ini. Terdapat beberapa metode pelatihan yang digunakan seperti
demonstratif, diskusi tanya jawab, permainan, dan beberapa metode lain. Dalam pelaksanaannya
nanti, fasilitator juga dapat mengembangkan metode lainnya dengan menyesuaikan kondisi peserta
dan ruang pelatihan.

Melalui modul ini, kami berharap dapat memberikan pemahaman yang komprehensif tentang
cyberbullying, menggali dampak negatifnya yang serius dan menyajikan langkah-langkah praktis
guna membangun kesadaran serta melibatkan siswa dalam mewujudkan lingkungan belajar yang
positif bebas dari ancaman dunia online.
LATAR BELAKANG

Fase remaja awal menurut WHO adalah seseorang yang berusia 13-17 tahun, dimana pada
masa ini anak remaja memiliki ketidakseimbangan emosional dan sedang mencari identitas diri.
Menurut Dianada (2018), di masa remaja muncul rasa keberanian yang berlebih, kegirangan, serta
harga diri yang kuat, serta mudah terpengaruh dalam situasi persaingan. Salah satu kenakalan yang
umum terjadi pada fase ini adalah perilaku bullying, yang dapat dilakukan untuk menyakiti
seseorang baik secara fisik maupun psikologis.

Menurut Sejiwa (dalam Mutisari & Yarni, 2023), bullying merupakan tindakan yang
menggunakan kekuasaan untuk menyakiti orang lain secara verbal maupun fisik yang dapat
membuat korban takut, terancam, serta dapat menyebabkan trauma. Bullying sendiri dapat terjadi
dimanapun di lingkungan rumah, di sekolah, serta di jejaring sosial sekalipun. Dalam dunia maya
terjadinya bullying yang dikenal dengan cyberbullying, dimana hal ini dilakukan oleh pelaku
dengan cara menyebarkan pesan negatif dan berita bohong tentang korban, membuat konten
dengan tujuan mempermalukan korban, mengirimkan pesan ancaman, dan perilaku negatif lain
yang dilakukan dalam internet atau jejaring sosial untuk membuat korban merasa takut, terancam,
serta trauma.

Adanya cyberbullying sendiri disebabkan seseorang yang tidak memanfaatkan internet atau
jejaring sosial dengan baik. Hal ini dikenal sebagai Netiket (network etiquette), yaitu aturan dan
etika dalam berkomunikasi dan bersosialisasi menggunakan internet. Pada penelitian Dalgeish
(dalam Jalal dkk, 2021) terdapat 50% usia 10-14 tahun, 42% usia 15-18 tahun, dan 8 persen usia
19-25 tahun, mengalami dan melakukan tindakan cyberbullying. Kemudian pada penelitian
Papalia 2014 presentasi tertinggi cyberbullying dilakukan oleh remaja dengan rentan usia 14-18
tahun.

Maka dari itu penulis ingin mengangkat topik mengenai cyberbullying dengan kelompok
sasaran remaja yang duduk dibangku SMP, dengan tujuan untuk mengenalkan bagaimana konsep
dari cyberbullying itu sendiri dengan harapan mereka tidak menjadi pelaku dan korban dari
cyberbullying.
TAHAPAN KEGIATAN

90 Menit || Laptop, Proyektor, Sticky Notes, Pena, 2 Kotak, Tautan mentimeter

● Fasilitator menjelaskan
gambaran umum tentang
bullying.
Pendahuluan ● Fasilitator menjelaskan
(10 menit) latar belakang, fokus
bahasan yaitu tentang
cyberbullying, tujuan
serta garis besar kegiatan
yang akan dilakukan.

● Fasilitator menanyakan
kepada peserta tentang
apa yang mereka ketahui
dan pahami tentang
Apersepsi cyberbullying.
(20 menit) ● Fasilitator memberikan
beberapa data dan fakta
tentang cyberbullying
dan mengapa
cyberbullying perlu
direspon secara serius.

● Aktivitas 1: Tanya
Jawab dan Materi -
Memahami
Cyberbullying.
Kegiatan Inti ● Aktivitas 2: Bermain
(45 menit) Mystery Box - Identifikasi
perilaku Cyberbullying.
● Aktivitas 3: Sharing
hasil mystery box -
Dampak Negatif
Cyberbullying.

● Fasilitator memberikan
simpulan dan penguatan
Penutup tentang cyberbullying di
(15 menit) media sosial dan
bagaimana beretika di
media sosial.
A. Tujuan Kegiatan :
1. Peserta dapat memahami konsep dari etika online
2. Peserta mengetahui dampak negatif cyberbullying untuk membangun kesadaran yang lebih
baik.
3. Peserta dapat memahami tanggung jawab dalam berinteraksi di dunia online.
B. Capaian Kegiatan :
Pengetahuan :
1. Peserta memahami apa itu cyberbullying
2. Peserta mengetahui dan memahami bentuk- bentuk cyberbullying
3. Peserta bertanggung jawab dalam berinteraksi di dunia online
Sikap :
1. Peserta memperlihatkan sikap dan respon positif mengenai materi bullying (cyberbullying)
2. Peserta menyadari bahwa bullying (cyberbullying) adalah perilaku yang dapat diubah
3. Peserta menggunakan jejaring sosial secara bijak
Ketrampilan :
1. Peserta mampu mengambil tindakan yang tepat untuk menanggapi perilaku bullying
(cyberbullying)
2. Peserta dapat bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan di jejaring sosial
C. Pokok Bahasan :
1. Memahami apa itu bullying (secara umum), jenis bullying : cyberbullying dan bentuknya
2. Memahami dampak negatif dari cyberbullying
3. Memahami etika dalam jejaring sosial

Informasi Penting
Jika seorang peserta didik mengalami Cyberbullying, dampak negatif terutama terlihat pada
aspek psikologisnya yaitu perasaan takut dan perasaan malu (Syena et al., 2020). Korban
cyberbullying dapat didefinisikan sebagai peserta didik yang mengalami perlakuan tidak
menyenangkan seperti hinaan, ancaman, dipermalukan, atau siksaan melalui internet oleh
sesama anak remaja (Rahayu, 2012). Smith (Hana & Suwarti, 2020) menyebutkan bahwa
korban cyberbullying adalah individu yang sengaja disakiti dan dilecehkan secara berulang-
ulang melalui penggunaan teknologi informasi. Dalam konteks ini, peran guru bimbingan dan
konseling menjadi sangat penting dalam mencegah serta mengatasi perilaku cyberbullying
pada siswa melalui fungsinya sebagai informator, motivator, fasilitator, mediator, dan
evaluator.
D. Tahapan Kegiatan :
Pendahuluan :
1. Fasilitator menyampaikan latar belakang sesi ini.
Fasilitator menjelaskan apa itu bullying dan jenis-jenisnya secara umum serta singkat
terlebih dahulu. Dimana bullying sendiri bisa dilakukan oleh semua golongan baik tua
maupun muda, serta dapat ditemukan dimanapun di lingkungan rumah, sekolah, bahkan di
jejaring sosial sekalipun.
2. Fasilitator menjelaskan bahwa dalam sesi ini menjadi bagian dari permasalahan yang masih
terjadi hingga saat ini di Indonesia, dimana jenis perilaku bullying yaitu cyberbullying
dalam jejaring sosial. Salah satu perilaku bullying yaitu cyberbullying yang sering muncul
adalah ketika seseorang menuliskan isi pikiran atau pendapatnya tanpa memikirkan
perasaan orang lain dan tidak mempertanggungjawabkan hal tersebut.
3. Fasilitator menjelaskan tujuan yang ingin dicapai setelah memaparkan materi :
1. Peserta dapat memahami konsep dari etika online yaitu cyberbullying serta
mengetahui dampak negatif cyberbullying untuk membangun kesadaran yang lebih
baik.
2. Peserta dapat memahami tanggung jawab dalam berinteraksi di dunia online.
3. Peserta dapat memberikan dukungan kepada mereka yang mungkin menjadi
korban.
4. Fasilitator menjelaskan garis besar kegiatan yang akan dilakukan dalam sesi ini. Akan ada
3 kegiatan inti yang akan dilakukan yaitu : a) Q & A session mengenai cyberbullying
menggunakan tautan mentimeter yang dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh
fasilitator mengenai cyberbullying, b) bermain mystery box, c) sharing peserta tentang hasil
mystery box, d) penutup : closing statement dari fasilitator.
Apersepsi :
1. Fasilitator menanyakan kepada peserta pemahaman mereka mengenai cyberbullying.
Fasilitator meminta peserta untuk menyebutkan contoh perilaku yang terlihat, yang pernah
dihadapi atau yang pernah dilakukan, yang menurut peserta masuk dalam kategori
cyberbullying.
2. Fasilitator menampilkan slide yang berisi informasi mengenai jenis-jenis perilaku bullying
dan dampak yang ditimbulkan akibat perilaku cyberbullying pada usia peserta. Fasilitator
menjelaskan kepada peserta bahwa cyberbullying dapat menyebabkan seseorang
melakukan tindakan bunuh diri, dan dapat berpengaruh terhadap prestasi siswa di sekolah.
E. Kegiatan Inti :
Aktivitas 1 - Tanya Jawab dan Materi - Memahami Cyberbullying
1. Fasilitator menjelaskan topik yang akan diberikan fasilitator serta tujuan dilakukannya
kegiatan ini.
2. Fasilitator menyiapkan tautan mentimeter, dan melakukan Q & A session kepada peserta,
dimana peserta dapat menjawab pertanyaan sesuai pemahaman dan gambaran mereka.
Pertanyaan yang diajukan adalah :
a. Apa itu cyberbullying?
b. Seperti apa contoh cyberbullying?
c. Apa cyberbullying yang pernah kamu lakukan?
3. Fasilitator menampilkan hasil tautan mentimeter untuk setiap pertanyaan beserta
tanggapan-tanggapan yang diberikan oleh peserta.
4. Fasilitator memberikan materi mengenai cyberbullying.
a. Apa itu cyberbullying? menurut KPAI 2014 (dalam Jalal dkk, 2021) cyberbullying
adalah bentuk kekerasan yang dilakukan di jejaring sosial, dimana hal ini terjadi
karena penyalahgunaan teknologi khususnya pada jejaring sosial dengan
mengancam, melecehkan serta mempermalukan korban.
b. Apa saja bentuk cyberbullying? Rifauddin (2016) menjelaskan bahwa bentuk dan
variasi tindakan cyberbullying sangat bervariasi, mulai dari mengunggah gambar
atau membuat post yang merendahkan korban, mencemooh korban, hingga
mengakses akun jejaring sosial orang lain untuk mengancam dan menciptakan
masalah seperti ancaman melalui e-mail atau pembuatan situs web untuk
menyebarkan fitnah.
c. Apa dampak negatif dari cyberbullying? Dampak yang dialami seseorang ketika
mengalami cyberbullying, korban akan mengalami emosi negatif (tertekan, takut,
malu, sedih, marah, dendam, kesal, tidak nyaman, terancam) sehingga membuatnya
tidak berdaya.
d. Bagaimana etika dalam menggunakan jejaring sosial? Astajaya (2020) mengatakan
bahwa komunikasi merupakan kunci untuk saling memahami, baik secara verbal
maupun non-verbal. Pesan yang disampaikan dalam komunikasi dapat berdampak
positif atau sebaliknya. Untuk memastikan komunikasi bernilai positif, penting
bagi peserta komunikasi untuk menguasai teknik berkomunikasi yang baik dan
beretika.
5. Fasilitator menanyakan kepada peserta jika terdapat hal-hal yang kurang jelas terkait materi
yang telah disampaikan.
Tujuan aktivitas ini adalah untuk mengamati serta memperdalam pemahaman peserta mengenai
cyberbullying.
Aktivitas 2 - Bermain Mystery Box - Identifikasi perilaku Cyberbullying
1. Fasilitator menyiapkan 2 box, sticky notes, alat tulis. Peserta diminta untuk menuliskan
komentar negatif dengan catatan tidak menuliskan identitas pribadi.
2. Fasilitator meminta peserta untuk memasukkan sticky notes yang berisi komentar negatif
ke dalam box A (box negatif).
3. Fasilitator memberikan sticky notes lainnya. Peserta diminta untuk menuliskan komentar
positif dengan catatan tidak menuliskan identitas pribadi.
4. Fasilitator meminta peserta untuk memasukkan sticky notes yang berisi komentar positif
dimasukan ke dalam box B (box positif).
5. Setelah komentar terkumpul, peserta akan mengambil komentar-komentar tersebut
secara random.
Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk melihat serta menyadarkan perasaan peserta saat menuliskan
komentar negatif dan positif.

Aktivitas 3 - Sharing hasil mystery box - Dampak Negatif Cyberbullying


1. Fasilitator meminta peserta untuk maju dan melakukan sharing terkait komentar yang
didapatkan secara random.
2. Peserta membacakan komentar negatif dan positif yang didapatkan.
3. Peserta melakukan sharing mengenai apa dan bagaimana perasaan mereka setelah
mendapatkan komentar negatif dan positif.
Tujuan dari aktivitas ini adalah menyadarkan perasaan pada peserta saat mendapatkan komentar
positif maupun komentar negatif.

Penutup : (closing statement dari fasilitator)


Fasilitator memberikan simpulan dan penguatan bahwa cyberbullying dalam bentuk apapun adalah
perilaku yang dapat diubah. Untuk mengubah perilaku ini, dukungan dari seluruh warga sekolah
sangat diperlukan. Guru, kepala sekolah, siswa, orang tua siswa dan tenaga kependidikan lainnya
perlu memiliki pemahaman yang sama bahwa cyberbullying adalah perilaku yang tidak dapat
ditolerir dan harus dihentikan.
MATERI PEMBELAJARAN
1. Apa itu cyberbullying
Pada bagian ini fasilitator menjelaskan secara mendalam mengenai definisi dari
cyberbullying, setelah memberikan pertanyaan kepada peserta pada sesi Q & A. Fasilitator
menjelaskan :
Menurut KPAI 2014 (dalam Jalal dkk, 2021) cyberbullying adalah bentuk
kekerasan yang dilakukan di jejaring sosial, dimana hal ini terjadi karena penyalahgunaan
teknologi khususnya pada jejaring sosial dengan mengancam, melecehkan serta
mempermalukan korban. Pada fase remaja para siswa/siswi sudah mengerti mengenai
kegunaan teknologi, tetapi untuk pemahaman mengenai kegunaan dan etika penggunaan
teknologi khususnya jejaring sosial mereka belum begitu memahami. Sehingga tidak
jarang terjadinya kasus cyberbullying dimana anak remaja menjadi pelaku bahkan juga
korban dari hal tersebut.
Dapat dilihat dari hasil penelitian Dalgeish (2010) menunjukkan remaja yang
melakukan atau mengalami cyberbullying sebesar 50% usia 10-14 tahun, 42% usia 15-18
tahun, dan 8% usia 19-25 (dalam Jalal dkk, 2021).
Mengapa seseorang dapat melakukan tindakan cyberbullying? Hal ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor (Dewi & Sriati, 2020) :
a. Faktor individu, seorang individu yang pernah mengalami kekerasaan secara
langsung maupun lewat jejaring sosial (cyberbullying) dapat mempengaruhi
seseorang terlibat dalam cyberbullying. Kemudian harga diri dan pengendalian diri
juga membuat seseorang bisa menjadi pelaku cyberbullying, dimana pelaku
memiliki harga diri yang tinggi dan pengendalian emosi yang rendah.
b. Faktor keluarga, kurangnya pengawasan dan kontrol orang tua dalam penggunaan
teknologi pada remaja, dapat memicu remaja terlibat dalam cyberbullying.
Kemudian remaja yang terlibat dalam cyberbullying, cenderung memiliki orangtua
yang otoriter, kasing sayang yang rendah, menggunakan teknik disiplin namun
dengan paksaan.
c. Faktor teman, remaja yang menjadi pelaku dalam cyberbullying, mempelajari
berbagai hal dari teman mereka yang membuat hal ini menjadi pengaruh.
d. Penggunaan internet, remaja yang menggunakan jejaring sosial terlalu lama.
Remaja juga dapat terpengaruh kekerasan yang dilihat melalui jejaring sosial.

2. Apa saja bentuk cyberbullying?


Pada bagian ini fasilitator menjelaskan apa saja bentuk-bentuk dari cyberbullying.
Fasilitator menjelaskan :
Rifauddin (2016) menjelaskan bahwa bentuk dan variasi tindakan cyberbullying sangat
bervariasi, mulai dari mengunggah gambar atau membuat post yang merendahkan korban,
mencemooh korban, hingga mengakses akun jejaring sosial orang lain untuk mengancam
dan menciptakan masalah seperti ancaman melalui e-mail atau pembuatan situs web untuk
menyebarkan fitnah. Motivasi pelaku juga sangat beragam, kadang-kadang dilakukan
karena iseng atau sekadar main-main (bercanda), ada yang ingin mencari perhatian, dan
terdapat pula yang melakukannya karena rasa marah, frustrasi, dan keinginan untuk
membalas dendam.
Willard (dalam Rifauddin, 2016) menyebutkan macam-macam bentuk cyberbullying
sebagai berikut :
a. Penghinaan dengan bahasa dan kata-kata kasar (Flaming)
Menggunakan kata-kata kasar atau menyakitkan dalam komentar online untuk
merendahkan seseorang. Misalnya, mengomentari penampilan fisik atau
kecerdasan seseorang di bawah foto mereka di media sosial.
b. Perundungan (Harassment)
Mengirimkan pesan- pesan yang berisi gangguan seperti ancaman, kata-kata kasar,
maupun gambar yang merendahkan pada email, sms, pesan teks di jejaring sosial
dan dilakukan secara terus menerus.
c. Pemerasan online (Cyberstalking)
Mengancam seseorang melalui pesan teks atau email, atau mengikuti setiap aktivitas
online mereka dengan niat merugikan sehingga membuat ketakutan besar pada
orang tersebut.
d. Pencemaran nama baik (Denigration)
Sengaja merendahkan atau mencemarkan nama baik orang lain melalui platform
online, seperti media sosial, pesan teks, atau email. Tujuannya adalah untuk
merusak citra atau reputasi korban di mata orang lain.
e. Peniruan (Impersonation)
Membuat akun palsu atau mengakses akun orang lain untuk mengirimkan pesan,
mem-posting pesan atau konten untuk merendahkan orang lain.
f. Pengungkapan informasi (Outing) & Tipu daya (Trickery)
Outing merujuk pada tindakan mengungkapkan atau mengungkap informasi pribadi
atau rahasia seseorang tanpa izin mereka. Hal ini dapat mencakup pengungkapan
orientasi seksual, identitas gender, riwayat medis, atau informasi pribadi lainnya
yang seharusnya tetap bersifat rahasia.
Trickery merujuk pada tindakan membuat akun palsu, menyamar sebagai teman atau
percintaan, atau memanipulasi seseorang untuk memberikan informasi pribadi.
g. Mengisolasi atau mengabaikan orang lain (Exclusion)
Tindakan sengaja mengisolasi atau mengabaikan orang lain dari kegiatan interaksi
daring oleh kelompok maupun individu tertentu.

3. Apa dampak negatif dari cyberbullying?


Pada bagian ini fasilitator menjelaskan dampak negatif yang dialami korban cyberbullying.
Fasilitator menjelaskan :
Dampak yang dialami seseorang ketika mengalami cyberbullying, korban akan
mengalami emosi negatif (tertekan, takut, malu, sedih, marah, dendam, kesal, tidak
nyaman, terancam) sehingga membuatnya tidak berdaya. Dalam jangka panjang dan hal
tersebut terjadi berulang kali, emosi tersebut dapat berujung pada munculnya suasana hati
rendah diri dan putus asa sehingga korban akan mengalami kesulitan dalam beradaptasi
dengan lingkungan sosialnya. Dampak psikologis yang dialami membuat korban
mempunyai rasa cemas, takut yang berlebihan, depresi dan gangguan stres pasca-trauma
(post-traumatic stress disorder). Dalam penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Endah
Ruliyatin, S.Psi dan Dwi Ridhowati, S.Pd pada tahun 2021 dampak yang ditemukan antara
lain:
a. Kepercayaan diri menjadi rendah / minder dengan dirinya sendiri, anak yang
mengalami cyberbullying akan menjadi tidak percaya diri dan sering menutup
dirinya, bahkan menjauhi lingkungan sosialnya karena dalam pikirannya korban
merasa banyak kekurangan dan kegagalan seperti yang didapatnya di media sosial.
b. Mengalami depresi, korban akan terganggu mentalnya hingga mengalami depresi
karena semua ia terima dengan sendirinya. Korban akan merasa tidak mempunyai
jalan keluar atas apa yang ia dapat dan mempunyai pemikiran negatif terhadap
dirinya sendiri maupun hubungannya dengan lingkungan luar. Rasa putus asa
dalam diri korban membuatnya ingin mengakhiri hidup supaya korban merasa
tenang dan selesai dalam permasalahanya, selain ingin mengakhiri hidup korban
kerap kali melukai diri sendiri dengan benda tajam maupun tumpul.
c. Menjadi pribadi pemalu dan terisolasi dalam pergaulan, korban akan mengurung
diri dan menjauhi tempat ramai ataupun tempat yang sekiranya membuat dirinya
merasa malu dengan dirinya sendiri. Hal tersebut membuat korban tidak
mempunyai teman bermain dan hanya mengurung diri.
d. Prestasi akademik merosot, selain relasi yang menjadi terbatas korban
cyberbullying juga mengalami penurunan dalam prestasi akademik, hal ini karena
fokus korban terpusat pada emosi negatif yang ada didalam dirinya. Motivasi
belajar dalam diri korban menurun sehingga ia tidak fokus dalam pelajaran maupun
relasi belajar dalam kelas. Hal ini juga akan membuat korban mendapat isolasi dan
perundungan dari teman sebayanya.

4. Bagaimana etika dalam menggunakan jejaring sosial?


Pada bagian ini fasilitator menjelaskan bagaimana sebaiknya peserta menerapkan etika
dalam menggunakan jejaring sosial.
Fasilitator menjelaskan :
Astajaya (2020) mengatakan bahwa komunikasi merupakan kunci untuk saling
memahami, baik secara verbal maupun non-verbal. Pesan yang disampaikan dalam
komunikasi dapat berdampak positif atau sebaliknya. Untuk memastikan komunikasi
bernilai positif, penting bagi peserta komunikasi untuk menguasai teknik berkomunikasi
yang baik dan beretika. Etika berkomunikasi tidak hanya terkait dengan pemilihan kata
yang baik, melainkan juga berasal dari niat tulus yang disampaikan dengan ketenangan,
kesabaran, dan empati. Bentuk komunikasi seperti ini akan menghasilkan interaksi dua
arah yang penuh penghargaan, perhatian, dan dukungan timbal balik.
Sayangnya, etika komunikasi sering diabaikan dalam kehidupan sehari-hari, meskipun
seharusnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya berkomunikasi masyarakat.
Dalam konteks media sosial, etika komunikasi mencakup larangan menggunakan kata
kasar, provokatif, porno, atau SARA, serta menekankan pentingnya untuk tidak
menyebarkan informasi palsu atau melanggar hak cipta. Hal ini bertujuan agar komunikasi
online tetap berlangsung secara positif dan bermanfaat bagi semua pengguna. Berikut
adalah bagaimana sebaiknya individu menerapkan etika dalam menggunakan jejaring
sosial (Azmi dkk, 2022) :
a. Pergunakan bahasa yang baik
Dalam berinteraksi di jejaring sosial, disarankan untuk selalu menggunakan bahasa
yang baik dan benar guna menghindari risiko terjadinya kesalahpahaman yang
tinggi. Mengingat setiap orang memiliki cara berkomunikasi yang berbeda dan
kemampuan untuk memaknai bahasa atau konten secara beragam, upaya untuk
menggunakan bahasa yang jelas akan membantu memastikan bahwa konten yang
diunggah memiliki kejelasan yang diperlukan.
b. Hindari penyebaran SARA, pornografi dan aksi kekerasan
Sebisa mungkin untuk tidak menyebarkan informasi yang bersifat SARA (Suku,
Agama dan Ras) dan konten pornografi di jejaring sosial sebisa mungkin. Lebih
baik mengutamakan penyebaran konten yang bermanfaat dan tidak memicu konflik
antar individu. Selain itu, perlu dihindari mengunggah gambar kekerasan, seperti
foto korban kekerasan, foto kecelakaan lalu lintas, atau gambar lain yang
melibatkan kekerasan. Upayakan untuk tidak menyebarkan foto-foto kekerasan
tersebut agar tidak menambah kesedihan bagi keluarga korban, mengingat ada
kemungkinan salah satu anggota keluarga terlibat dalam gambar yang diunggah.
c. Kroscek kebenaran berita
Hati-hati ketika menerima informasi dari media sosial yang berisi berita merugikan
salah satu pihak dan bertujuan merusak reputasi seseorang dengan menyebarkan
informasi hasil rekayasa. Oleh karena itu, diperlukan kewaspadaan ekstra saat
menghadapi suatu informasi. Jika ada niat untuk menyebarkan informasi tersebut,
disarankan untuk melakukan pengecekan terlebih dahulu mengenai kebenaran
informasi tersebut sebelum menyebarluaskannya.
d. Menghargai hasil karya orang lain
Ketika memberikan informasi, baik berupa gambar, tulisan, atau video yang
dimiliki oleh orang lain, disarankan untuk selalu mencantumkan sumber informasi
sebagai tanda penghargaan terhadap karya orang tersebut. Hindari kebiasaan
menyalin tanpa mencantumkan sumber informasi.
e. Jangan terlalu mengumbar informasi pribadi
Bersikap cerdas ketika memberikan informasi mengenai kehidupan pribadi,
terutama saat menggunakan media sosial. Hindari mengumbar terlalu banyak
informasi pribadi, terutama nomor telepon atau alamat rumah, karena tindakan
tersebut dapat memberikan informasi yang rentan digunakan oleh pihak yang
memiliki niat buruk untuk melibatkan diri dalam suatu kejahatan.
DAFTAR PUSTAKA

Astajaya, I. K. M. (2020). Etika komunikasi di media sosial. Widya Duta: Jurnal Ilmiah Ilmu
Agama dan Ilmu Sosial Budaya, 15(1), 81-95.

Azmi, S. R. M., Dailami, D., & Dewi, M. (2022). Penerapan Etika Berkomunikasi Menggunakan
Media Sosial bagi Mahasiswa untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara. JBSI: Jurnal
Bahasa dan Sastra Indonesia, 2(01), 72-78.

Dewi, H. A., Suryani, S., & Sriati, A. (2020). Faktor faktor yang memengaruhi cyberbullying pada
remaja: A Systematic review. Journal of Nursing Care, 3(2).

Febriani, E., & Hariko, R. (2023). Gambaran perilaku cyberbullying siswa sekolah menengah
pertama.

Hana, D. R., & Suwarti, S. (2020). Dampak psikologis peserta didik yang menjadi korban
cyberbullying. Psisula: Prosiding Berkala Psikologi, 1, 20–28.

Jalal, N. M., Idris, M., & Muliana, M. (2021). Faktor-faktor cyberbullying pada remaja. IKRA-ITH
HUMANIORA: Jurnal Sosial dan Humaniora, 5(2), 1-9.

Jurnal Bikotetik (Bimbingan dan Konseling : Teori dan Praktik) Volume 05 Nomor 01 Tahun
2021, 1-48

Rahayu, F. S. (2012). Cyberbullying sebagai dampak negatif penggunaan teknologi informasi.


Journal of Information Systems, 8(1), 22–31.

Rifauddin, M. (2016). Fenomena cyberbullying pada remaja. Jurnal Ilmu Perpustakaan,


Informasi, dan Kearsipan Khizanah Al-Hikmah, 4(1), 35-44.

Ruliyatin, E., & Ridhowati, D. (2021). Dampak Cyber Bullying Pada Pribadi Siswa dan
Penanganannya di Era Pandemi Covid-19. Jurnal Bikotetik (Bimbingan dan Konseling:
Teori dan Praktik), 5(1), 1-5.

Syena, I. A., Hernawaty, T., & Setyawati, A. (2020). Gambaran Cyberbullying pada Siswa di SMA
X Kota Bandung. Jurnal Keperawatan BSI, 8(1), 42–50.

Anda mungkin juga menyukai