Anda di halaman 1dari 35

PATOFISIOLOGI PADA PERADANGAN SISTEM URINARIA

DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II

Dosen Pembimbing : Aida Rusmariana, MAN

Disusun Oleh : Kelompok 5

1. Arina Fitriani ( 17.1295.S )


2. Kiki Alfiatur R. (17.1333.S)
3. Sisca Amelia (17.1391.S)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMMADIYAH PEKAJANGAN
PEKALONGAN

September 2019
BAB I

KONSEP TEORI

1.1 NS (Nefrotik Sindrom)

A. Definisi
Nephrotic syndrome adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh
adanya injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik ;
proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan
edema. (Suriadi & Rita,2006)
Sindrom nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan
peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang
mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif.
B. Etiologi
- Primer ; timbul setelah kerusakan glomerulus akibat (Systemic Lapus
Eryhematous, Diabetes Mellitus, dan Skle cell disease).
- Sekunder ; Respon alergi, glomerulonefritis. Dikaitkan dengan respon
imun (abnormal imunoglubulin).
(Mutaqqin,2012)
C. Patofisiologis
- Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat
pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria.
Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hypoalbuminemia. Dengan
menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga
cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstisial. Perpindahan
cairan tersebut menjadikan volumecairan intravaskuler berkurang,
sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.
- Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi
dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan
sekresi antidiuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang
kemuadian terjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan
air, akan menyebabkan edema.
- Terjadi peningkatan cholesterol dan triglycerida serum akibat dari
peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma
albumin atau penurunan onkotik plasma.
- Adanya hyperlipidernia juga akibat dari meningkatnya produksi
lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya
protein dan lemak akan banyak dalam urine (lipiduria).
- Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan
disebabkan oleh karena hypoalbuminemia, hyperlipidemia atau
defisiensi seng.Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan,
kemungkinan disebabkan oleh karena hypoalbuminemia,
hyperlipidemia atau defisiensi seng.
(wati, 2012)
D. Manisfestasi klinis
- Edema, dari edema muka dan berlanjut ke abdomen daerah genital,
dan ekskremitas bawah.
- Anorexia
- Fatigue
- Nyeri abdomen
- Berat badan meningkat

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan urin; meningkatnya protein dalam urine
2. Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis.
3. Usg ; terdapat tanda tanda glomerulonefritis kronik.
4. Biopsi ginjal ; Biopsi ginjal diindikasikan pada anak SN kongenital,
onset usia > 8 tahun, resisten steroid, dependen steroid atau frequent
relaps, serta terdapat manisfestasi nefritik signifikan.
5. Pemeriksaan darah
(Siburian, 2013)
F. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk mecegah kerusakan ginjal lebih lanjut
dan menurunkan resiko komplikasi. Pengobatan sindrom nefrotik
hanya besifat simfomatik, untuk mengurangi atau menghilangkan
proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminumia, mencegah
dan mengatasi komplikasinya, yaitu :
 Penatalaksanaan terapeutik
 Diit tinggi protein
 Pembatasan sodium
 Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi
 Terapi diuretik sesuai program
 Terapi albumin jika intake oral dan output urine berkurang
 Terapim prednison dengan dosis 2 mg/kg/hari sesuai
program.
 Penatalaksanaan perawatan
Pengkajian
 Riwayat keperawatan
 Pemeriksaan fisik khususnya fokus edema
 Monitor tanda tanda vital dan deteksi infeksi dini atau
hypovolemi
 Status hidrasi
 Monitor hasil laboratorium dan pantau urine setiap hari
( apakah ada kandungan proten dalam urine )
 Pengakajian pengetahuan keluarga tentang kondisi dan
pengobatan.
G. Komplikasi
- Hypovolemi
- Infeksi pneumococcus
- Dehidrasi
- Hilangnya protein dalam urine
- Venous thrombosis

H. Pathway

Nefrotik sindrom

Glomerulunefritis

Permeabilitas glomerular meningkat

Proteinuria

Penurunan respon Hypoalbuminemia


imun

Tekanan onkotik plasma menurun


Resiko infeksi
Aktif renin angiostensin aldosteron
( mekanisme regulator ginjal)

Retensi air dan natrium

Edema

Kulit meregang Terasa penuh pada


abdomen

Kulit tipis dan rapuh


Nafsu makan menurun

Resiko kerusakan
integritas kulit Nutrisi kurang dari kebutuhan
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata
Biodata anak mencakupi nama, umur, jenis kelamin. Biodata orang
tua perlu ditanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi
nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan,
alamat.
2. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kehamilan dan persalinan
2) Riwayat Imunisasi
3) Riwayat perkembangan
4) Riwayat sosial
5) Pola nutrisi
6) Pola eleminasi
7) Pola aktifitas dan latihan
8) Pola istirahat dan tidur
3. Pemeriksaan fisik khususnya fokus edema
4. Monitor tanda tanda vital dan deteksi infeksi dini atau hypovolemi
5. Status hidrasi
6. Pengkajian pengetahuan keluarga tentang kondisi dan pengobatan
B. Diagnosa keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
3. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema dan
menurunnya sirkulasi.
4. Kecemasan pada anak atau keluarga berhubungan dengan
hospitalisasi anak.
C. Intervensi keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun.
 Observasi tanda tanda infeksi
R : untuk mengetahui adanya gejala infeksi.
 Ajarkan cara menghindari infeksi
R : untuk meminimalkan terjadinya infeksi
 Ajarkan klien dan keluarga untuk mengetahui tanda dan gejala
infeksi
R : untuk meminimalkan terjadinya infeksi
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic.
R : untuk meminimalkan terjadinya infeksi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
 Monitor nutrisi
R : untuk mengetahui status nutrisi
 Berikan informasi kepada keluarga tentang kebutuhan nutrisi
R : untuk memberi pengetahuan tentang kebutuhan nutrisi
 Anjurkan keluarga untuk memberi makanan pada anaknya
sedikit tapi sering.
R : untuk mempertahankan kebutuhan nutrisi
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet makanan dan pemberian
obat nafsu makan serta vitamin.
R : untuk meningkatkan nafsu makan
3. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema dan
menurunnya sirkulasi.
 Observasi tanda tanda vital
R : mengetahui keadaan umum pasien
 Berikan perawatan kulit
R : memberikan kenyamanan pada anak dan mencegah
kerusakan kulit
 Hindari pakaian ketat
R : dapat mengakibatkan area yang menonjol tertekan
 Ubah posisi sesering mungkin
R : untuk mencegah terjadinya dekubitus
 Berikan edukasi kepada ibu atau keluarga pasien untuk dapat
mengubah posisi pasien
R : untuk mencegah terjadinya dekubitus
 Kolaborasi untuk pemberian obat topikal (bedak)
R : untuk mencegah terjadinya iritasi pada kulit

4. Kecemasan pada anak atau keluarga berhubungan dengan


hospitalisasi anak.
 Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan keperawatan
R : agar anak merasa lebih aman
 Berikan terapi bermain atau kesenian
R : agar anak tidak merasa jenuh/bosan/tegang
 Berikan pujian jika anak mau diberikan tindakan keperawatan
R : agar anak merasa senang
 Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi
baik verbal maupun non verbal ( sentuhan, belaian)
R : agar anak merasa nyaman/tidak takut lagi saat akan
dilakukan tindakan keperawatan
1.2 GNC (Glomerulonefritis Chronic)

A. Pengertian
Glomerulonefritis adalah gangguan pada ginjal yang ditandai
dengan peradangan pada kapiler glomerulus yang fungsinya sebagai
filtrasi cairan tubuh dan sisa-sisa pembangunan.(Smeltzer, susan C. 2013)
Glomerulonefritis kronis adalah penyakit parenkim ginjal progresif
dan difus yang sering sekali gagal ginjal kronik. (Murwati, arita. 2009)
Glomerulonefritiskronisadalahsuatukondisiperadangan yang lama
darisel-sel glomerulus.Kelainanitudapatterjadiglomerulonefritis yang akut
yang tidakmembaikatautimbulsecaraspontan. (Ngastiyah, 2014)

B. Etiologi

Penyebab yang sering adalah diabetes melitus dan hipertensi


kronis. Kedua penyakit ini berkaitan dengan cedera glomerulus yang
bermakna dan berulang. Hasil dari peradangan tersebut adalah
pembentukan jaringan parut dan menurunkan fungsi glomerulus.
Kerusakan glomerulus sering diikuti oleh atropi tubulus.
Glomerulonefritis terutama menyerang pada anak laki-laki usia lebih
dari 3 tahun.
(Widayati, N. A. 2017 )

C. Patofisiologi
Glomerulonefritis kronis (GNK) memiliki karakteristik
kerusakan glomerulus secara progresif lambat dan kehilangan filtrasi
renal secara perlahan-lahan. Ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar
seperlima dari ukuran normal dan terdiri dari jaringan fibrosa yang
luas. Korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1 sampai 2 mm
atau kurang. Berkas jaringan parut merusak korteks, menyebabkan
permukaan ginjal kasar dan irregular. Sejumlah glomerulus dan
tubulusnya berubah menjadi jaringan parut dan bercabang-cabang
arteri menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah,
menghasilkan penyakit tahap akhir.
Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada
membran hasalis glomelurus dan kemudian merusaknya proses auto-
imun kuman streptococus yang niftritogen dalam tubuh menimbulkan
badan auto-imun yang merusak glomelurus. Streptococus niftritogen
dengan membran batalis glomelurus mempunyai komponen anti-gen
yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak
membran basalis ginjal.
(Ngastiyah. 2014)

D. Manifestasi Klinis
Gejala beragam. Beberapa pasien dengan penyakit berat tidak
menunjukkan gejala selama bertahun-tahun.

1. Hipertensi atau peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kadar


kreatinin serum.
2. Gejala umum : Penurunan berat badan dan kekuatan, peningkatan
iritabilitas, dan peningkatan kebutuhan untuk berkemih pada malam
hari (nokturia), sakit kepala, pening, fatigue (keletihan) dan gangguan
pencernaan juga sering terjadi.
3. Gejala spesifik :
 Klien tampak sangat kurus
 Pigmen kulit tampak kuning keabu-abuan
 Terjadi edema
 Tekanan darah naik
 Membran mukosa pucat karena anemia

( Ngastiyah. 2014)
E. Pemeriksaan Penunjang
 Urinalisis : berat jenis pasti sebesar 1,010 beragam proteinuria, dan
silinder dalam urine.
 Pemeriksaan darah yang berhubungan dengan perkembangan gagal
ginjal.
 Gangguan konduksi saraf, perubahan status mental
 Arterio gram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler masa.
 Endoskopi ginjal, nefroskopi : untuk menentukan pelvis, keluar batu,
hematuria, dan pengangkatan tumor selektif.
 Ultrasonography ginjal : untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
 Fotoronsen dada : pembesaran jantung dan edema pulmonal.
 Elektrokardiogram (EKG) : normal atau tidak dapat merefleksikan
hipertropi ventrikel kiri.
 Pemindaian CT (computed tomography) dan MRI untuk menujukkan
korteks renal.
(Ngastiyah. 2014)

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan nya terbagi menjadi 2 yaitu :
a. Penatalaksanaan medis
Terapi pada klien yang dapat berjalan dipandu oleh gejala.
 Jika terjadi hipertensi, tekanan darah diturunkan dengan membatasi
natrium dan air, agens antihipertensi atau keduanya.
 Berat badan dipantau setiap hari, dan obat diuretik diresepkan untuk
mengatasi kelebihan beban cairan.
 Protein dengan nilai biologi tinggi diberikan untuk mendukung
status nutrisi yang baik (susu, telur, daging)
b. Penatalaksanaan keperawatan
 Pantau gangguan cairan dan elektrolit yang biasa dijumpai pada
penyakit gagal ginjal : laporkan perubahan status cairan dan
elektrolit dan status jantung dan neurologis.
 Berikan dukungan emosional selama perjalanan penyakit dan terapi
dengan memberikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk
mengungkapkan kekhawatirannya.
 Edukasi pasien dan keluarga mengenai rencana terapi yang telah
diprogamkan dan resiko akibat ketidakpatuhan. Jelaskan tentang
perlunya menjalani evaluasi lanjutan tekanan darah, urinalis untuk
protein dan silinder, darah untuk BUN, dan kreatinin.
 Rujuk pasien keperawat kesehatan komunitas atau perawat home
care untuk mengkaji perkembangan pasien dan melanjutkan
pendidikan kesehatan mengenai masalah yang harus dilaporkan
kepenyedia layanan kesehatan.
 Ingatkan pasien dan keluarga mengenai pentingnya partisipasi
dalam aktivitas promosi kesehatan, termasuk skrining kesehatan.
 Instruksikan pasien untuk memberitahu semua penyedia layanan
kesehatan tentang diagnosis glomerulonefritis.
( Widayati, N. A. 2017)

G. Komplikasi
a. Kerusakan ginjal
b. Oliguri
c. Ensefalopaty hipertensi
d. Protein darah rendah
e. Gagal ginjal akut
(Ngastiyah. 2014)
H. Pengkajian Fokus
a. Pengkajian
 Anamnesa
Glomerulonefritis kronis ditandai oleh kerusakan glomerulus
secara progresif lambat akibat glomerulonefritis yang sudah
berlangsung lama. Penyakit cenderung timbul tanpa diketahui asal
usulnya. Dan biasanya baru ditemukan pada stadium lanjut, ketika
gejala-gejala insufisiensi ginjal timbul. Pada Pengkajian biasanya
ditemukan klien yang mengalami glomerulonefritis kronis bersifat
incidental dan pada saat pemeriksaan dijumpai hipertensi atau
peningkatan kadar BUN dan pemeriksaan kreatinin serum.
 Identitas
Sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun lebih sering pada pria.
 Keluhan utama
Adanya gejala dan tanda urine tampak merah-merah atau seperti
kopi dan sakit pada saat kencing.
 Alasan masuk rumah sakit
Klien glomerulonefritis kronis mengeluh sakit kepala, demam, nyeri
panggul.
 Riwayat penyakit
Sebelum : adanya riwayat infeksi streptukokus beta hemoitik dan
riwayat lupus eritematosus (penyakit autoimun lain)
Sekarang : adanya keluhan kencing berwarna seperti cucian daging,
bengkak sekitar mata dan seluruh tubuh, tidak nafsu makan, mual,
muntah dan diare yang dialami klien. Klien dengan
glomerulonefritis kronis biasa mengalami gejala hipertensi ringan
sampai berat, proteinuria, hematuria, dan oliguria
 Riwayat penyakit keluarga
Terdapat salah satu anggota keluarga yang pernah mengalami
hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan creatinin serum
 Pemeriksaan fisik
1. Sistem integumen
Pigmen kulit nampak kuning keabu-abuan.
2. Sistem muskuluskeletal
Klien akan mengalami kelemahan fisik secara umum. Pada fase
kronik klien akan sangat kurus, pigmen kulit nampak keabu-
abuan. Terjadi edema perifer (dependen), dan periorbital,
didapatkan nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki,
kulit gatal dan adanya infeksi berulang.
Gejala : kelemahan
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus otot.
3. Sistem pencernaan
Ditemukan keluhan mual dan muntah, serta anoreksia
sehingga sering didapat kan penurunan intakel nutrisi dari
kebutuhan. Pada fase kronik klien akan mengalami diare
sekunder, bau mulut amoniak dan peradangan mukosa dimulut,
dan ulkus pada saluran cerna. Ditemukan juga adanya edema
serta terjadi penurunan haluan urine.
4. Sistem Pernafasan
Pada fase akut biasanya tidak ditemukan adanya gangguan
pada pola pernafasan dan masalah pada jalan nafas walau secara
frekuensi mengalami peningkatan.
Gejala : nafas pendek.
Tanda : takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kedalaman
(pernafasan kusmaul) .
5. Sistem Kardiovaskular
Salah satu tanda khas glomerulonefritis adalah peningkatan
darah sekunder dari retensi natrium dan air yang memberikan
dampak pada peningkatan volume intravaskular. Peningkatan ini
akan berdampak pada sistem kardiovaskular dimana akan terjadi
penurunan Perfusi jaringan akibat tingginya beban sirkulasi.
6. Sistem persyarafan
Akan ditemukan edema pada wajah terutama pada daerah
periorbital, konjungtiva, anemis. Pada fase kronik pada retina
mengcangkup hemoragi, adanya eksudat, arteroir menyempit dan
berliku-liku.
7. Sistem perkemihan
Inspeksi : terdapat edema pada ektremitas dan wajah, perubahan
warna urine berwarna kola dari proteinuri, silenderuri, hematuri.
Palpasi : pasien akan mengeluh adanya nyeri ringan pada area
kostovertebra.
Perkusi : Pemeriksaan ketuk pada sujud kostovertebra
memberikan stimulus ringan lokal disertai suatu perjalanan nyeri
ke pinggang dan perut.
8. Sistem endokrin
Pada klien dengan gangguan glomerulonefritis terjadi
perbandingan albumin dan globulin terbalik dan kolesterol darah
meningkat.
9. Sistem reproduksi
Pada klien glomerulonefritis kronis terjadi gagal ginjal yang
menyebabkan tubuh menjadi lemah sehingga sistem reproduksi
menjadi terganggu.
10. Sistem penginderaan
Pada indera penciuman klien glomerulonefritis kronis akan
mengalami nafas pendek yan ditandai dengan takipnea, dispnea,
serta peningkatan frekuensi.
Pada indera penglihatan klien akan mengalami Edema ringan
disekitar mata.
11. Sistem imun
Proses autoimun kuman streptococcus yang nefritogen dalam
tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.

 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium urin :
Pada pemeriksaan urine ditemukan protein (proteinuria), terdapat
( hematuri) yang mengakibatkan urin berwarna merah seperti kopi.
Pemeriksaan laboratorium darah :
Laju endapan darah meningkat, kadar hb menurun sekunder dari
hematuria dan BUN creatinin melebihi batas normal.
Test gangguan kompleks imun :
Biopsi ginjal dilaksanakan untuk menegakkan diagnosis penyakit
glomerulus.
 Pengkajian berpola
Pola nutrisi dan metabolik :
suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi
kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air,
edema pada sekitar mata dan seluruh tubuh. Perlukaan pada kulit
dapat terjadi karena uremia.
Pola eliminasi :
gangguan pada glomerulus menyebabkan sisa-sisa metabolisme
tidak dapat dieskresi dan terjadi penyerapan kembali air dam
natrium pada tubulus yang tidak mengalami gangguan yang
menyebabkan oliguria, anuria, proteinuria, hematuria.
Pola aktivitas dan latian :
kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya hiperglikemia.
Dalam perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan
jantung dan tekanan darah mutlak selama 2 minggu dan mobilisasi
duduk dimulai bila tekanan darah sudah normal selama 1 minggu.
Pola tidur dan istirahat :
klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena
adanya uremia, keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan
kehilangan tonus.
Kognitif dan perseptual : peningkatan ureum darah menyebabkan
kulit bersisik kasar dan rasa gatal. Gangguan penglihatan dapat
terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi.
Persepsi diri : klien cemas dan takut karena urinya berwarna merah
dan edema dan perawatan nya lama.
Hubungan peran : anak tidak dibesuk oleh temannya karena jauh
serta anak mengalami kondisi kritis menyebabkan anak banyak
diam.
Nilai keyakinan : klien berdoa memohon kesembuhan pada tuhan
(Ngastiyah. 2014)
I. FOKUS INTERVENSI
a. Diagnosa keperawatan

1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hambatan mobilitas


fisik
2. intoleransi terhadap aktifitas berhubungan dengan fatigue (kelelahan
/keletihan).
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurang asupan makan.

b. Intervensi

 Gangguan integritas kulit berhubungan hambatan mobilitas fisik


Tujuan dan kriteria hasil : klien dapat mempertahankan integritas
kulit ditandai dengan kulit tidak pucat, tidak ada kemerahan , tidak
ada edema dan keretakan kulit.
O : Observasi tanda dan gejala potensial atau aktual kerusakan kulit
R :untuk mengetahui kondisi kulit

N : lakukan rubah posisi setiap 2 jam jika memungkinkan


R :dapat mengurangi resiko dekubitus (luka tekan)dan memperbaiki
sirkulasi, penurunan resiko kerusakan kulit.
E : Edukasi pada keluarga dan klien untuk mempertahankan
kebersihan perseorangan ( mandi setiap hari, menggunakan sabun
yang mengandung Palembab kulit, dan ganti pakaian)
R :deodorant / sabun berfarfum dapat menyebabkan kulit kering ,
menyebabkan kerusakan kulit.
C : Kolaborasi dengan keluarga untuk memberi sokongan dan
elevasikan ekstermitas yang mengalami edema
R :meningkatkan sirkulasi baik dari pembuluh darah vena untuk
mengurangi
 intoleransi terhadap aktifitas berhubungan dengan fatigue (kelehan /
keletihan)
tujuan dan kriteia hasil : klien akan menunjukan adanya
peningkatan aktifitas ditandai dengan adanya kemapuan aktivitas
atau meningkatnya waktu beraktivitas.
O : Observasi pola istirahat dan tidur selama hospitalisasi
R :untuk mengetahui klien tidurnya terjadwal atau tidak
N : sediakan atau ciptakan lingkungan yang tenang , aktivitas yang
menantang sesuai perkembangan klien
R :jenis aktifitas tersebut akan menghemat penggunaan energi yang
mencegah kebosanan
E : Edukasi kepada orangtua untuk mengatur jadual aktivitas yang
menyebabkan gangguan aktivitas tidur.
R :dengan periode istirahat yang terjadwal menyediakan energi
untuk menurunkan produksi dari sisa metabolisme yang dapat
meningkat stres pada ginjal
C : Kolaborasi dengan keluarga untuk membuat rencana atau
tingkatan dalam keperawatan klien agar tidak dilakukan pada saat
klien sementara dalam keadaan istirahat pada malam hari
R :tingkatan dalam perawatan dapat membantu klien dalam
memenuhi kebutuhannya.
 ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengankurang asupan makan.
Tujuan dan kriteria hasil : klien akan menunjukan peningkatan
intake ditandai dengan porsi akan dihabiskan minimal 80 %
O : Observasi berat badan setiap hari
R :untuk mengetahui perkembangan nutrisi klien
N : sediakan makanan yang mengandung karbonhidrat yang tinggi
R :diet tinggi karbon hidrat biasanya lebih cocok dan
menyediakankalori esensial
E : Edukasi kepada orangtua untuk menyajikan makan sedikit-
sedikit tapi sering, termasuk makanan kesukaan klien
R :memberikan kesempatan bagi klien untuk menikmati
makanannya, dengan menyajikan makanan kesukaannya dapat
meningkatkan nafsu makan
C : Kolaborasi dengan keluarga untuk memberikan posisi saat
makan sesuai dengan keinginan anak.
R :agar anak nyaman menikmati makananya
J. Pathways (Ngastiyah. 2014)

Infeksi / penyakit

( streptococcus B hemoliticusgrup A)

Migrasi sel sel radang ke dalam glomelural.

Pembentukankompleks antigen Antibodidalamdindingkapiler glomerular

Deposit, complement dan ant trans netrofil dan monosit

Fibrinogen diplasma protein Enzim lisomal merusak membran dasar glomelural


lainbermigrasimelaluidinding sel.
Manifestasiklinis proteinuria
Eritrosit bermigrasi melalui dinding sel yang rusak.
Manifestasi hematusia- perubahan eliminasi urin
Nutrisi
Hypoalbuminemia
kurang
dari
kebutu
Tekanan
-han
onkotik plasma
tubuh ProliferasiselA fibrin yang Anemia
terakumulasidalamkapsula
bowman
Hypovolemi
a
Fatigue (Kelelahan)

Aktif renin Kekurangan Menurunya fungsi kapiler


angiotensin volume glomerular. Manifestasi Intoleransiakti
cairan klinis meningkatnya BUN vitas
dan creatinin retensi cairan
Vasokontriksi

Edema
Hipertensi

Kerusakan Gangguan
integritas keseimbangan
Meningkatnya sekret
kulit cairan
ADH dan aldosteron
1.3 Infeksi Saluran Kemih (ISK)

A. Definisi
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang umum terjadi pada anak
yang ditandai dengan adanya respon peradangan dan bakteri dalam urine,
Infeksi tersebut terdapat dalam saluran perkemihan yang lebih merujuk
pada infeksi kandung kemih atau cytitis. (Suriadi & Rita,2006)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah kondisi dimana adanya bakteri
atau jamur dalam traktus urinarius dengan gejala infeksi. ISK terjadi
paling sering akibat bakteri yang naik ke kandung kemih melalui uretra.
Uretra yang pendek pada bayi dan anak yang masih kecil membuat anak
tersebut berisiko tinggi mengidap infeksi (Terry Kyle,2014).
Infeksi Saluran Kemih dapat terjadi dari bakteri yang masuk
melalui kulit sekitar kelamin atau anaus, atau dapat juga melalui aliran
darah. Infeksi dapat diobati dengan mudah, tapi pengobatan yang telambat
dapat menyebabkan komplikasi serius. Komplikasi timbul jika urin dari
kandung kemih masuk kembali ke arah ginjal, yng menimbulkan
kerusakan ginjal atau gagal ginjal. (dr.Suririnah,2013)
Pada neonatus sampai umur 3 bulan, ISK lebih banyak ditemukan
pada. Pada umur 3 bukan sampai 1 tahun insiden pada bayi laki-laki sama
dengan bayi perempuan. Tetapi setelah usia sekolah jumlah pasien ISK
anak perempuan 3-4 kali lebih banyak daripada pasien anak leki-laki. Hal
ini karena faktor uretra perempuan lebih pendek daripada laki-laki.
(Ngastiyah,2012)
B. Etiologi
Beberapa faktormenyebabkan munculnya ISK dimasa kanak-kanak
:
1) Berbagai jenis organisme dapat menyebabkan ISK. Organisme paling
dominan adalah Escherichia coli (80% kasus)dan organisme
enterikgram-negatif lainnya paling sering menyebabkan ISK.
Organisme ini biasanya ditemukan di daerah anus dan perineum.
Organisme lain Klebsiella, Pseudomonas, Proteus, Staphylococcus
aureus, Haemophilus dan Staphylococus koagulase-negatif.
2) Faktor anatomi :
Uretra yang pendek pasa anak perempuan dengan panjang sekitar
2cm, memudahkan jalan masuk invasi organisme. Disamping itu
penutupan uretra pada akhir mikturisi dapat mengembalikan bakteri
mengontaminasi kedalam kandung kemih.
Uretra pada anak laki-laki lebih panjang dari pada perempuan dan
sifat antibakteri yang dimiliki oleh sekret prostat akan menghambat
masuk serta tumbuhnya kuman-kuman patogen.
3) Refluks Vesikoureter
Merupakan aliran balik urine yang abnormal dari kandung kemih ke
dalam ureter. Pada saat berkemih, urine akan mengalir naik kedalam
ureter kembali ke kandung kemih yang merupakan tempat
pertumbuhan bakteri sampai waktu berkemih berikutnya.
4) Kebersihan yang buruk

Kontaminasi saluran kemih oleh tinja karena teknik kebersihan


yang kurang baik, hal ini juga bisa terjadi akibat penggunaan popok
yang sudah penuh terkena tinja maupun urin tetapi tidak langsung
diganti.

5) Statis Urinarius

(Donna, L.Wong, 2009)


C. Patofisiologi
Bakteri E. coli merupakan penyebab ISK yang paling lazim, karena
E.coli biasanya ditemukan di area perineal dan anal, dekat dengan lubang
uretra. Organisme lain meliputi Klebsiella,Staphylococcus aureus,
Pseudomonas, Proteus,Haemophilus. Perkemikan yang statis
berkontribusi terhadap terjadinya ISK setelah bakteri menemukan jalan
masuk, demikian juga penurunan asupan cairan. (Terry Kyle, 2013)

D. Manifestasi Klinis
Manifestasinya berbeda-beda disepanjang masa kanak-kanak
a. Bayi
 Kesulitan pemberian makan, anoreksia, iritabilitas, muntah, diare
non-spesifik.
 Dua pertiga pasien menderita demam, beberapa pasien mengalami
sindrom sepsis atau syok.
 Ikterus onset lambat; peningkatan bilirubin indirek serta direk
dapat menjadi satu-satunya indikasi ISK infantil.
b. Balita dan Anak Prasekolah
 Demam
 Rasa sakit saat berkemih
 Tampak terjadi perubahan bau urin, warna urin atau pola berkemih
c. Anak Usia Sekolah
 Menunjukkan tanda gejala infeksi
 Sering dijumpai peningkatan frekuensi berkemih , disuria, dan
urgensi tapi gejala tersebut tidak petognomonik.
 Dapat terjadi perubahan perilaku , muntah, anoreksia, demam,
nyeri abdomen, atau enuresis sekunder.
 Distres pernafasan, apnea, bradikardia, perfusi buruk, atau distensi
abdomen.

(Amina Lalani,2015)

E. Pemeriksaan Penunjang
a. Urinalisis (porsi tengah, suprapubik, atau kateter) : dapat positif untuk
darah, nitrit, esterase leukosit, SDP, atau bakteri.
b. Kultur urine : akan positif untuk organisme yang menginfeksi
c. Ultrasonpgrafi ginjal : dapat menunjukkan hidronefrosis jika anak
juga memiliki defek struktural
d. Voiding cystourethrography (VCUG) : biasanya tidak dilakukan
hingga anak telah ditangani antibiotik selama minimal 48 jam,
karenaurine yang terinfeksi cenderung untuk refluks k eatas ureter.
VCUGdilakukan setelah urine kembali steril dapat positif untuk refluk
vesikoureteral.
(Paulette S. Haws, 2008)
F. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan ISK pada anak-anak antara lain :
1. Menghilangkan infeksi yang sedang terjadi.
2. Mengidentifikasi faktor pengkontribusi ISK untuk menurunkan
resiko kekambuhan.
3. Mencegah penyabaran infeksi ke seluruh tubuh (sistemik)
4. Mempertahankan fungsi ginjal.

Penatalaksanaan ISK pada anak dibagi menjadi 2, yaitu sebagai berikut:

1) Penatalaksanaan Medis
 Antibiotik 7-10 hari pada anak dengan cytitis atau sesuai
program
 Anak dengan pyelonephritis perlu antibiotik intravena sesuai
program
 Follow up (kontrol ulang) kultur urine harus dilakukan setelah
pemberian antibiotik
Obat yang sering digunakan adalah antiseptik saluran
perkemihan seperti nitrofurantoin (furadantin) dan antibiotik
sistemik seperti sulforamid (termasuk kombinasi trimetoprim
dengan sulfisoksazol) sefalosperin, amoksilin dan nitrofutatonin.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
 Kaji riwayat dan tanda gejala infeksi
 Observasi TTV tiap 6 jam
 Palpasi abdomen dan nyeri tekan sudut kostovertebra.
 Analisa urine dan kultur urine
 Asupan cairan yang adekuat ( peningkatan cairan dapat membuat
urine lebih encer sehingga dapat mengurangimiritasi dan rasa
nyeri , menghindari statis, dan multiplikasi bakteri.
 Manajemen demam
(Marry Baradero,2009)
G. Komplikasi
1. Hypertensi
2. Menurunnya fungsi ginjal
3. End Stage Renal Disease (ESRD)
4. Scar ginjal
5. Sepsis
(Suriadi & Rita. 2006)
H. Pengkajian Fokus
1. Identitas : Nama, tempat/tanggal lahir,jenis kelamin,agama,suku atau
bangsa,pendidikan, alamat,tanggal masuk rumah sakit,No.RM
Pada BBL,baik perempuan maupun laki-laki mempunyai resiko tinggi
terkena ISK sama besar (3 bulan-1 tahu).Pada neonatus kurang dari 3
bulan lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki (terutama anak laki-
laki yang belum disunat). Namun bila sudah besar, anak perempuan
memiliki resiko 3-4 kali lebih tinggi untuk terkena infeksi.
2. Keluhan utama :
Keluhan yang sering dirasakan adalah demam. Pada anak perempuan
berusia kurang dari dua tahun atau anak laki-laki kurang dari satu
tahun yang belum disunat mengalami demam. Selain itu biasanya
pada bayi mengalami sulit makan, muntah, lebih banyak tidur, dan
kulit tampak kuning. Pada anak yang lebih besar , dapat timbul gejala
inkontinensia urin (hilangnya kontrol kandung kemih)

3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Awalnya anak biasanya demam, adanya rasa sakit pada saat buang
air kecil. Namun pada anak yang lebih muda, hal tersebut tidak
begitu terlihat. Jika infeksi memburuk, anak dapat mengeluarkan
urin yang keruh maupun berdarah, bau urin yang menyengat,
frekuensi buang air kecil yang meningkat, dan sakit pada area
pinggang belakang.
b. Riwayat kesehatan dahulu
1) Prenatal care
Berisi pemeriksaan kehamilan, keluhan selama hamil,
kenaikan BB selama hamil, imunisasi TT, Golongan darah ibu
dan ayah.
2) Natal
Tanyakan pada keluarga pasien : Tempat melahirkan, lama dan
jenis persalinan(spontan/SC), penolong persalinan, komplikasi
waktu lahir.
3) Postnatal
Tanyakan kondisi bayi (BB dan TB), apakah anak memiliki
penyakit bawaan, problem menyusui, riwayat penyakit
sebelumnya :
 Penyakit yang pernah dialami
 Kecelakaan yang dialami
 Pernah makan obat-obatan, zat/substansi kimia
 Konsumsi obat-obatan bebas
 Perkembangan anak dibanding saudara-saudaranya
c. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat penyakit kongenital, adakah keluarga yang
memiliki riwayat ISK, anggota keluatga yang memiliki riwayat
hipertensi, DM, dan batu ginjal.
d. Pemeriksaan fisik
1) Sistem integumen
Ikterus atau kulit nanpak kekuningan pada neonatus dan pucat.
2) Sistem muskuluskeletal
Pada anak-anak yang mengalami ISK biasanya timbul gejala
mual muntah dan kurang nafsu makan sehingga membuat
pasien menjadi lemas.

3) Sistem pencernaan
Ditemukan keluhan mual dan muntah, serta anoreksia sehingga
sering didapat kan penurunan intakel nutrisi dari kebutuhan.
Pada fase kronik klien akan mengalami diare .
Gejala :edema, anoreksia, mual, muntah.
Tanda : Penurunan keluaran urine.
4) Sistem Pernafasan
Biasanya pada anak dengan ISK sering terjadi distres
pernafasan, apnea, bradikardia, perfusi buruk.
5) Sistem Kardiovaskular
Terdapat peningkatan tekanan darah
6) Sistem Persyarafan
Terjadi gangguan status mental conto : penurunan lapang
perhatian, penurunan tingkat kesadaran
Gejala : sakit kepala, pandangan kabur, kram otot
7) Eliminasi
Inspeksi : Perubahan urin nampak keruh, berwarna gelap,
terdapat endapan, mukus dan berbau busuk.
Palpasi : Adanya nyeri tekan terutama pada area
pinggul,kandung kemih teraba
Perkusi : abdomen kembung (suprerubrik pada palpasi
abdomen), nyeri ketuk sudut kostofrenikus

8) Aktivitas / istirahat

Gejala : keletihan dan kelemahan


Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus

9) Makanan/ cairan
Tanda : perubahan turgor kullit/ kelembapan, edema umumnya
pada ekstremitas bawah
10) Nyeri/ kenyamanan
Tanda : perilaku hati-hati/distraksi, gelisah

 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ( adanya infeksi)
3. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran kemih

I. Fokus Intervensi
Dx.1 : Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis (infeksi)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
nyeri berkurang atau hilang saat dan sesudah berkemih.
Kriteria Hasil :
a. Pasien mengatakan nyeri berkurang atau tidak ada keluhan nyeri pada
saat berkemih
b. Kandung kemih tidak tegang
c. Pasien tampak tenang
d. Ekspresi wajah tenang
Intervensi :

O : - Kaji nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

intensitas atau beratnya nyeri.

R - Mengumpulkan informasi atau data yang dapat membantu dalam

menentukan keefektifan intervensi

- Observasi adanya petunjuk non verbal mengenai ketidaknyamanan


terutama pada anak yang belum bisa berkomunikasi dengan baik.

R - Memperkuat data sebelumnya dalam menentukan intervensi

N : - Lakukan manajemen nyeri dengan mengalihkan perhatian pada


hal-hal yang menyenangkan seperti menonton video animasi,
bermain game dll.

R - Membantu pasien dalam managemen nyeri dan menurunkan tingkat

nyeri pasien.

- Berikan tindakan nyaman seperti pijat ringan di daerah punggung,


dan bantu pasien mendapatkan posisi yang nyaman.

R - Meningkatkan relaksasi dan dapat memberi kenyamanan sehingga

nyeri berkurang

E : - Berikan informasi kepada keluarga dan pasien mengenai nyeri,

seperti penyebab, berapa lama nyeri yang dirasakan, antisipasi dari


ketidaknyamanan prosedur serta ajarkan manajemen nyeri.

R - Agar keluarga pasien mampu melalukan managemen nyeri kepada

anak untuk menguranyi nyeri pada anak

C : - Kolaborasi pemberian obat analgesik sesuai dengan advis.

- Pemberian analgesik dapat menghilangkan nyeri dan juga mencegah


nyeri bertambah berat.
Dx. 2 : Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit (adanya
infeksi)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam


diharapkan terjadi penurunan tubuh menjadi normal dan stabil.

Kriteria Hasil :

a. Tanda-tanda vital dalam batas normal


b. Klien tidak demam

Intervensi :

N : - Berikan kompres air hangat

R - Kompres air hangat sangat efektif menurunkan suhu tubuh

- Anjurkan klien banyak minum

R - Asupan cairan yang adekuat dapat menstabilkan suhu tubuh

E : - Berikan edukasi kepada keluarga cara melakukan kompres hangat

dan berikan informasi mengenai batas suhu normal serta segera

lapokan kepada perawat apabila terjadi kenaikan suhu.

R - Agar keluarga pasien dapat melakukan kompres hangat secara mandiri

dan segera dilakukan tindakan berupa pemberian paracetamo oleh

perawat sesuai advis dokter

C : Kolaborasi pemberian obat antipiretik

R: antipiretik dapat menurunkan suhu tubuh secara kimiawi


Dx.3 : Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran

kemih

O : Observasi intake dan output

N : - Lakukan pemasangan kaketer apabila pasien tidak bisa

mengeluarkan urin

R - Memudahkan untuk mengeluarkan urin yang tertahan

- Monitor eliminasi urin meliputi frekuensi, konsistensi, bau,


volume,dan warna urin

R - Pengumpulan data yang dapat digunakan untuk memudahkan

intervensi dan mempertahankan pola eliminasi urin yang optimum.

- Bantu pasien untuk toileting secara berkala.

R - memaksimalkan fungsi miksi pasien

E : - Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi saluran

kemih.

R - Memudahkan pasien dan keluarga untuk mendapatkan informasi

tentang ISK

C: - Kolaborasi pemberian obat antibiotik

R - Antibiotik berfungsi untuk membunuh dan mencegah bakteri


berkembang sehingga mencegah terjadinga komplikasi
ANALISIS JURNAL

HUBUNGAN ASPEK KLINIS DAN LABORATORIK DENGAN TIPE


SIDROM NEFROTIK PADA ANAK

1. Metode penenlitian
Jenis penelitian ini adalah analitik retrospektif dilakukan dibagian
ilmu kesehatan anak RSUP prof.DR.R.D.Kandou Manado. Data diambil
dari rekam medis klien sidrom nefrotik selama periode 2010 . subjek
penelitian ini adalah semua pasien dengan diagnosis SNSS dan SNRS .
kriteria inklusi adalah anak usia 1-14 tahun . data yang dikumpulkan
meliputi identitas, usia , tekanan darah, protein urinia, hematuria, albumin
dan kolesterol. Data dioalah dengan progam IBM SPSS statistik 22.
2. Hasil penelitian
Berdasarkan penelitian ini doperoleh total sampel sebanyak 29 pasien
dengan jumlah pasien SNSS sebanyak 18 orang dan SNRS sebanyak 11
orang yang memenuhi kriteria inklusi tabel 1 memperlihatkan distribusi
jenis kelamin pasien berdasarkan diagnosis, tabel 2 memperlihatkan
distribusi pasien edema berdasarkan diagnosis ,tabel 3 merupakan analisis
variable pada sindrom nefrotik sensitif steroid dan resisten steroid, serta
tabel 4 analisis bivariat berbagai variabel dengan SNSS dan SNRS.

Tabel 1. Distribusi jenis kelamin pasien berdasarkan diagnosis

Diagnosis

Jenis kelamin jumlah (%)

SNSS (%) SNRS (%)

Laki – laki 13 (72) 4 (36) 17 (59)

Perempuan 5 (28) 7 (64) 12 (41)

Total 18 (100) 11 (100) 29 (100)


Tabel 2. Distribusi pasien edema berdasarkan diagnosis

Diagnosis

Edema jumlah (%)

SNSS (%) SNRS (%)

Non-edema 1 (6) 0 (0) 1 (3)

Edema lokal 11 (61) 4 (36) 15 (52)

Edema anasarka 6 (33) 7 (64) 13 (45)

Total 18 (100) 11 (100) 29 (100)

Tabel 3. Analisis variabel pada sindrom nefrotik sensitif steroid dan resisten
steroid

Kelompok

Variabel

SNSS SNRS

Usia, (rerata (SB); rentang) 6,89 (3,234); 2-13 6,91 (2,508);2-11

TDS (rerata (SB); rentang) 111,67 (9,852); 90-130 118,18(22,279); 90-160

TDD (rerata (SB); rentang) 74,44 (11,991); 60-100 76,36 (15,667); 60-100

Proteinuria (rerata (SB); rentang) 288,89 (220,831); 25-500 500 (-) 500

Hematuria (rerata (SB); rentang)82,50 (97,758); 10-250 164,09 (119,265); 10-


250

Albumin (rerata (SB); rentang)2,555 (1,624); 1.10-7.10 1,770 (0,862); 0.90-3.70

Kolesterol (rerata (SB); rentang)379,50 (167,837); 106-817 395,27


(201,564);200-797
Tabel 4. Analisis bivariat berbagai variabel
dengan SNSS dan SNRS
Variabel Koefisien Nilai P
regresi
Jenis Kelamin 1,515 0,064
Usia 0,002 0,985
Edema 1,110 0,138
Tekanan darah sistolik 0,028 0,283
Tekanan darah diastolik 0,011 0,701
Proteinuria 0,057 0,999
Hematuria 0,007 0,060
Albumin -0,567 0,175
Kolesterol 0,001 0,814
*diuji dengan analisis regresi logistik sederhana
3. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada anak dengan sindrom nefrotik di
RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado periode 2010 sampai 2014 dapat
disimpulkan tidak terdapathubungan bermakna antara beberapa aspek
klinis dan laboratorium yaitu usia, edema, hipertensi, proteinuria,
hematuria, albumin dan kolesterol dengan respon pengobatan sindrom
nefrotik sensitif steroid dan sindrom nefrotik resisten steroid
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Merry.2009.Klien Gangguan Ginjal:Seri Asuhan Keperawatan.


Jakarta : EGC
Gloria M.Bulechek et.al.Nursing Intervention Classification (NIC).
:Elsevier.
Haws, Paulette S.2008.Asuhan Neonatus: Rujukan Cepat.Jakarta.EGC
Herdman,T.Heather.2015.NandaInternational Inc.Diagnosa Keperawatan
Definisi &Klasifikasi 2015-2017.Ed.10.Jakarta : EGC
Kyle,Terri.2015.Buku Praktik Keperawatan Pediatri.Jakarta : EGC
Lalani,Amina.2015.Kegawatdaruratan pediatri. Jakarta : EGC
Murwati, arita. 2009. Perawatan penyakit dalam. Jogjakarta : Mitra
Cendekia Press
Ngastiyah. 2014. Perawatan anak sakit edisi 2. Jakarta :EGC
Smeltzer, susan C. 2013. keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth edisi 12. Jakarta : EGC
Suriadi & Rita. 2006.Asuhan Keperawatan pada Anak.Jakarta :
PT.Percetakan Penebar Swadaya
Widayati, N. A. 2017. Gangguan pada sistem perkemihan dan
Penatalaksanaan keperawatan. Yogyakarta :CV budi utama

Wong,D.L.et.al.2009.Buku Ajar Keperawatan Pediatri.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai