Anda di halaman 1dari 6

BPIW

“BPIW dibentuk dari ilmu kewilayahan (Alm.


Sutami), untuk memperbesar programming dari Biro
Perencanaan
WSC harus bisa mengendalikan banjir, penyediaan
air, dan membersihkan lingkungan. Manajemen
Kota dilakukan melalui intervensi pada prasarana,
people, dan environment, untuk mewujudkan
livable cities”

Basuki Hadimuljono
Menteri PUPR
Prinsip penerapan Water Sensitive City BPIW
(Prof. Diego Ramirez, Monash University)

Beberapa prinsip penerapan Water Sensitive City:


• Letakkan air pada tempatnya sesuai dengan pola aliran sungai, ekosistem service, keberadaan situ,
danau, rawa dan debit air hujan yang terdampak perubahan iklim
• Adanya komunitas yang mendukung kota ramah air dan kolaborasi interdisciplinary stakeholder

Beberapa dampak positif dari penerapan konsep Water Sensitive City:


• Perlindungan terhadap bencana banjir dan pencemaran air
• Mewujudkan sanitasi yang aman
• Meningkatkan kualitas lingkungan dan ekologi
• Meningkatkan kapasitas tampung air dan pengelolaan wastewater
• Alternatif sumber daya air dan efektivitas pengendali banjir

Rekomendasi:
1. Rehabilitasi aliran air dan kawasan sepadan sungai
2. Restorasi hutan dan rekreasi berbasis alam
3. Landscape yang produktif
4. Biomimikri dan solusi berbasis alam untuk tata kelola air
5. Pengelolaan daerah banjir, peningkatan kualitas air dan lahan terbuka.
Solusi Berbasis Alam untuk Pengelolaan BPIW

Air Perkotaan (Dr. Nirarta Samadhi - Country Director WRI Indonesia)

Konsep solusi berbasis alam penting untuk diterapkan karena menawarkan solusi untuk
mengatasi berbagai tantangan pembangunan berkelanjutan seperti perubahan iklim, urbanisasi,
degradasi lahan, dan hilangnya keanekaragaman hayati

Konsep solusi berbasis alam untuk pengelolaan air perkotaan dilakukan melalui: Peningkatan
tutupan pohon, penambahan taman, penghijauan area terbangun, memperluas permukaan resap
air dan rawa, mengadopsi pendekatan alami untuk perlindungan area pesisir

Cities4forests mendukung kota-kota di dunia untuk lebih mampu melindungi, mengelola, dan
merestorasi hutan dalam tiga skala: inner, nearby, dan faraway forests, dan mengintegrasikannya
ke dalam perencanaan, program, serta investasi pembangunan. Visi tersebut dilaksanakan
melalui beberapa pilar seperti Political Action, Technical Assistance, Economics and Finance
Pengelolaan Kawasan Pariwisatan Ramah Air BPIW

DPSP Labuan Bajo (Shana Fatina, Direktur Utama BPO Labuan Bajo)

• Labuan Bajo dibangun dengan visi super priority destination Labuan Bajo as a world class sustainable
premium quality tourism destination. Namun, kondisi saat ini masih banyak global keys indicator
yang belum memenuhi untuk mencapai visi tersebut, salah satunya ialah terkait dengan sumber
daya air
• Masih terdapat 25% penduduk di NTT yang belum mendapatkan akses terhadap sumber air bersih
yang layak, padahal secara ketersediaan ketersediaan air bersih cukup melimpah. Selain itu masih
juga banyak masyarakat yang belum terjangkau akses listrik dan kegiatan ekonomi yang kurang
produktif
• Ditargetkan pada tahun 2030, wisatawan di Labuan Bajo mencapai 1,5 juta turis per tahun dengan
rata-rata tinggal 6-7 hari dan spending USD 2.000
• Beberapa rekomendasi pengelolaan air di Labuan Bajo ialah (1) pemetaan konservasi sumber air tanah
dan permukaan; (2) perencanaan berbasis daya dukung dan tampung kawasan; (3) kampanye ramah
air Labuan Bajo dan pariwisata berkelanjutan; (4) Audit air secara berkala; (5) Optimalisasi portal data
untuk pelaksanaan pariwisata berkelanjutan
Perencanaan dan Implementasi Infrastruktur BPIW

menuju “Water Sensitive Cities” (Alis Listalatu, BPIW & Adriadi Dimastanto, IAP)

Alis Listalatu
RPIW sebagai Platform Keterpaduan Infrastruktur PUPR Berbasis Pengembangan Wilayah meliputi:
• Identifikasi kondisi fisik dan kebencanaan
• Mengenali interaksi lingkungan binaan dan alam sebagai sebuah ekosistem
• Identifikasi permasalahan dan isu strategis terkait sektor air
• Merumuskan skenario pengembangan wilayah: ekonomi, sosial, dan keberlanjutan lingkungan
• Keterpaduan rencana infrastruktur di sektor air dengan sektor lain
• Merumuskan skenario pengembangan wilayah: ekonomi, sosial, dan keberlanjutan lingkungan

Beberapa rekomendasi berdasarkan peluang yang ada:


• Water accounting sebagai tool pengelolaan database sector air dalam perencanaan infrastruktur wilayah
• Pengelolaan SDA dalam perencanaan infrastruktur wilayah seperti Benefit-Cost Analysis, kombinasi grey
and green infrastructure, serta evaluasi dampak infrastruktur terbangun
• Perlu inovasi perencanaan dalam pencapaian target infrastruktur 2045
Perencanaan dan Implementasi Infrastruktur BPIW

menuju “Water Sensitive Cities” (Alis Listalatu, BPIW & Adriadi Dimastanto, IAP)

Adriadi Dimastanto
• Urbanisasi yang Tak Terkendali Mengancam Ekosistem dan Keanekaragaman Hayati. Selain itu,
perubahan Iklim Semakin Memperparah Dampak Buruk Bagi Kota
• Kota ramah air mengutamakan konsistensi antara manusia dengan alam, dengan manajemen siklus air
sebagai bagian terintegrasi dalam pembangunan kota
• Dalam menghadapi tantangan keterbatasan fiskal penerapan konsep WSC, model pembiayaan ‘melting
pot’ dapat diterapkan dengan disertai political will dari kepala daerah dan parlemen

Anda mungkin juga menyukai