PE N D A HU L UA N
Kegiatan Belajar 1
Peranan Pemerintah
dan jujur dan dapat membawa akibat terjadinya pemasungan harga dan
output yang merugikan konsumen. Di samping itu monopoli akan
menyebabkan sumber daya tidak teralokasikan secara efisien, karena
diarahkan untuk mendukung kepentingan monopolis itu sendiri. Karena
itu monopoli yang merugikan masyarakat harus dilarang ( di Indonesia
sudah ada undang-undang anti praktek monopoli) baik monopoli yang
bersifat natural atau yang secara teknologi atau strategis harus ada tetapi
tidak memungkinkan timbulnya persaingan yang adil dan jujur harus
diawasi dan dikendalikan oleh pemerintah (seperti kereta api, pos, air
minum, listrik dan sebagainya ).
alokasi seperti ini tidak dapat dicapai karena adanya kegagalan pasar
(market failure). Kegagalan pasar terjadi di samping karena kegagalan
terjadinya persaingan bebas yang adil dan jujur (jadi ada monopoli dan
oligopoli), juga apabila produsen menghasilkan produk-produk yang
tidak tepat sehingga menimbulkan eksternalitas (akibat eksternal yang
dapat merugikan masyarakat seperti kerusakan lingkungan maupun yang
menguntungkan seperti pembuatan jalan bagi masyarakat sekitarnya). Di
samping itu sumber daya tidak dialokasikan secara efisien ditinjau dari
segi ekonomi dan sosial, menyebabkan terjadinya alokasi sumber daya
yang tidak tepat bagi kepentingan menghasilkan barang-barang privat
dan barang-barang publik (barang publik adalah barang yang dapat
dimanfaatkan oleh siapa saja tanpa harus membayar yang pembeliannya
dilakukan oleh pemerintah).
2. Distribusi pendapatan yang dilakukan oleh mekanisme pasar sering
kali dirasakan tidak adil oleh masyarakat. Falsafah para penganut paham
liberal-kapitalis yang menyatakan ”From each according to his ability
and to each according to his need”menyebabkan kue PDB dibagi secara
tidak adil karena yang menyumbang besar dapat bagian yang besar,
sedang yang hanya mampu menyumbang sedikit juga hanya akan
memperoleh bagian yang sedikit pula. Akibatnya tanpa dimodifikasi oleh
pemerintah distribusi pendapatan yang dilakukan oleh mekanisme pasar
hanya akan melestarikan dan memperburuk ketimpangan distribusi
pendapatan yang sudah ada. Atas dasar itulah pemerintah melakukan
redistribusi pendapatan melalui berbagai pengaturan dan kebijakan
ekonominya seperti subsidi, pajak progresif, suku bunga, land-reforms
dan sebagainya (kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan regulasi).
3. Stabilitas adalah syarat mutlak agar kegiatan ekonomi yang normal
dapat berfungsi. Dalam norma bidang ekonomi stabilitas ini menyangkut
stabilitas harga, stabilitas kurs valuta dan stabilitas dalam kesempatan
kerja sehingga tidak timbul pengangguran yang berlebihan. Melalui
berbagai kebijakan ekonomi, baik moneter maupun fiskal, pemerintah
berupaya agar inflasi dan pengangguran dapat dipertahankan pada
tingkat yang rendah dan tidak merusak lingkungan sehingga
pembangunan ekonomi dapat berjalan secara lancar (smooth) dan
berkelanjutan (sustainable). Namun satu hal perlu disadari, dunia riil
adalah sangat kompleks dan tidak kasat mata. Berbagai upaya
pemerintah untuk mencampurtangani bekerjanya mekanisme pasar agar
5.8 Pengantar Ekonomi Makro
Semua tugas itu hanya dapat dilakukan dengan baik apabila tersedia alat
penunjang untuk melaksanakannya. Alat penunjang yang paling penting tentu
saja adalah tersedianya dana. Karena dana yang tersedia harus dapat
mencapai bermacam-macam tujuan, maka tugas pemerintah adalah
mengoptimalisasikan penggunaan dana itu sesuai dengan kaidah efektivitas
dan efisiensi. Ketersediaan dana dan penggunaan dana pemerintah dapat
dilihat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TE S F OR M AT IF 1
2) Suatu barang yang pemanfaatannya dapat dinikmati oleh siapa saja tanpa
melakukan pengorbanan termasuk jenis barang ....
A. publik
B. privat
C. bebas
D. ekonomi
Kegiatan Belajar 2
Diagram 5.1.
Arus Perputaran Pendapatan Nasional
Dari Diagram 5.1., terlihat bahwa interaksi antara sektor rumah tangga
individu dan sektor rumah tangga perusahaan masih tetap sama seperti dulu,
sedang sektor ketiga, yaitu sektor rumah tangga pemerintah sekarang
ditambahkan pada interaksi tersebut, sehingga terbentuklah interaksi antar
5.16 Pengantar Ekonomi Makro
ketiga sektor rumah tangga itu. Interaksi sektor rumah tangga pemerintah,
jadi campur tangan pemerintah, dilakukan melalui pengeluaran pemerintah,
di satu pihak, dan perpajakan di lain pihak beserta berbagai pengaturan
ekonomi yang berkaitan (pada modul ini berbagai pengaturan ekonomi
regulasi itu tidak dibicarakan). Pengeluaran pemerintah sendiri pada
hakikatnya dapat dibedakan menjadi pengeluaran pemerintah untuk membeli
barang dan jasa dan pengeluaran pemerintah yang berbentuk pengeluaran
transfer. Pengeluaran pemerintah untuk membeli barang dan jasa merupakan
pengeluaran yang digunakan untuk membeli barang dan jasa yang diperlukan
guna melaksanakan fungsi pemerintah secara efektif. Jadi pembelian senjata,
komputer, kertas, gedung, peralatan kantor, dan sebagainya merupakan
pembelian barang oleh pemerintah, sedangkan pembayaran gaji pegawai
negeri merupakan contoh utama pembelian jasa oleh pemerintah. Apabila
pemerintah membeli barang dan jasa dari masyarakat, maka pemerintah
bersaing dengan pihak swasta di pasar. Karena itu pemerintah harus pula
mengikuti kondisi pasar kalau ingin memperoleh barang dan jasa yang
dikehendaki.
Di lain pihak, pengeluaran pemerintah yang berbentuk transfer
merupakan pengeluaran tanpa balas jasa langsung. Kalau pemerintah
membeli barang dan jasa, adalah sebagai ganti dari uang yang dikeluarkan
pemerintah memperoleh barang dan jasa yang dikehendaki, tetapi kalau
pemerintah mengeluarkan uang untuk keperluan transfer pemerintah tidak
memperoleh sesuatu secara langsung dari penerimaan transfer itu, transfer
berarti pemindahan. Jadi pengeluaran transfer berarti pemindahan uang dari
saku pemerintah ke saku penerima tanpa ada embel-embel apa pun juga.
Pengeluaran transfer adalah pengeluaran dalam rangka pelaksanaan fungsi
pemerintah untuk mempertinggi kesejahteraan masyarakat. Pengeluaran
transfer ini berbentuk subsidi dan hibah terutama kepada golongan rakyat
yang miskin dan sangat memerlukan, seperti subsidi pendidikan, subsidi
kesehatan, subsidi pengangguran, uang pensiun dan pengeluaran untuk
menanggulangi bencana alam. Karena pengeluaran transfer adalah
pengeluaran tanpa balas jasa langsung, jadi seperti juga pajak yang
merupakan pembayaran kepada pemerintah tanpa balas jasa langsung, maka
pengeluaran transfer juga disebut sebagai pajak negatif. Bersama-sama
dengan C dan I, pengeluaran pemerintah untuk membeli barang dan jasa,
ESPA4110/MODUL 5 5.17
A. KEBIJAKAN FISKAL
Tabel 5.1.
Keseimbangan Pendapatan Nasional Ekonomi Tiga Sektor
Y C Io Go S C+Io+Go
(satuan (satuan (satuan (satuan (satuan (satuan
uang) uang) uang) uang) uang) uang)
500 460 200 140 40 800
550 490 200 140 60 830
600 520 200 140 80 860
650 550 200 140 100 890
700 580 200 140 120 920
750 610 200 140 140 950
800 640 200 140 160 980
850 670 200 140 180 1010
900 700 200 140 200 1040
950 730 200 140 220 1070
1000 760 200 140 240 1100
1050 790 200 140 260 1130
1100 820 200 140 280 1160
1150 850 200 140 300 1190
1200 880 200 140 320 1220
1250 910 200 140 340 1250
meningkat dari 900 menjadi 1250 satuan uang. Jadi dengan tambahan G
sebesar 140 satuan uang dapat didorong kenaikan pendapatan nasional
sebesar 350 satuan uang.
I+G=S+T
200 + 140 = S + 0
SE = 340
Jadi SE = 340 satuan uang.
(SE = tabungan dalam keadaan ekuilibrium)
Dari tabel di atas terlihat bahwa pada YE=1250 satuan uang, besarnya
SE = 340 satuan uang {dapat juga dihitung dengan rumus : S = -a + (1-b) Y
atau S = -160 + 0.40 (1250) = 340}. Secara grafis keseimbangan pendapatan
nasional dalam ekonomi tiga sektor dapat dilihat pada Gambar 5.1 dan 5.2
berikut.
Gambar 5.1.
Keseimbangan Pendapatan Nasional
Ekonomi Tiga Sektor
(Pendekatan pengeluaran agregat/penawaran agregat)
5.22 Pengantar Ekonomi Makro
Gambar 5.2.
Keseimbangan Pendapatan Nasional Ekonomi Tiga Sektor
(Pendekatan injeksi - kebocoran)
Tabel 5.2.
Keseimbangan Pendapatan Nasional Ekonomi Tiga Sektor
Y To YD=PSP C Io Go C+Io+Go
(satuan (satuan (satuan (satuan (satuan (satuan (satuan
uang) uang) uang) uang) uang) uang) uang)
500 100 400 400 200 140 740
550 100 450 430 200 140 770
600 100 500 460 200 140 800
650 100 550 490 200 140 830
700 100 600 520 200 140 860
750 100 650 550 200 140 890
800 100 700 580 200 140 920
850 100 750 610 200 140 950
900 100 800 640 200 140 980
950 100 850 670 200 140 1010
1000 100 900 700 200 140 1040
1050 100 950 730 200 140 1070
1100 100 1000 760 200 140 1100
1150 100 1050 790 200 140 1130
1200 100 1100 820 200 140 1160
ESPA4110/MODUL 5 5.23
2. Injeksi = kebocoran
Dalam ekonomi tiga sektor injeksi pada arus perputaran pendapatan
nasional terdiri dari I dan G, sedang kebocoran pada arus perputaran
pendapatan nasional terdiri dari S dan T
Io = 200
Go = 140
To = 100
S = –160 + 0.40 YD
I+G=S+T
200 + 140 = –160 + 0,40 YD + 100
340 = –160 + 0,40 (Y – 100) + 100
340 = –160 + 0,40Y – 40 + 100
340 = –100 + 0,40Y
440 = 0,40 Y
440
Y =
0, 40
YE = 1100 satuan uang.
5.24 Pengantar Ekonomi Makro
SE = –160 + 0,40 YD
= –160 + 0,40 (1100 – 100)
= –160 + 0,40 (1000)
= –160 + 400
= 240 satuan uang
B. MULTIPLIER
Y =
a + bYD + Io + Go
Y =
a + b (Y – To) + Io + Go
Y a + bY – bTo + Io + Go
=
Y bY + a – bTo + Io + Go
=
Y – bY =
a – bTo + Io + Go
(1 – b)Y a – bTo + Io + Go
=
1
Y = (a – bTo + Io + Go)
1− b
Jadi bila Go bertambah dengan ∆G, maka Y juga akan bertambah dengan
∆Y karena G adalah injeksi pada arus perputaran pendapatan nasional.
1
Y + ∆Y = ( a − bTo + Io + G o + ∆G )
1− b
1 1
Y + ∆Y = ( a − bTo + Io + G o ) + ( ∆G ) ,
1− b 1− b
ESPA4110/MODUL 5 5.25
Karena
1
Y= ( a − bTo + Io + G o )
1− b
Sehingga
1
∆Y = ( ∆G )
1− b
∆Y 1
=
∆G 1 − b
(∆Y/∆G) tidak lain adalah besarnya ∆Y yang diakibatkan oleh adanya ∆G
jadi merupakan multiplier, dan dikenal sebagai multiplier pengeluaran
pemerintah atau kG yang besarnya = 1/(1 – b).
1
kG = k I =
1− b
1
Y= ( a − bTo + I o + Go )
1− b
1
Y + ∆Y = a − b (To + ∆T ) + I o + Go
1− b
1
Y + ∆Y = ( a − bTo − b∆T + I o + Go )
1− b
1 b
Y + ∆Y = ( a − bTo + I o + Go ) − ( ∆T )
1− b 1− b
Karena,
1
Y= ( a − bTo + I o + Go )
1− b
Jadi
b
∆Y = − ∆T
1− b
∆Y b
=−
∆T 1− b
MPC
∆Y/∆T = , sehingga
1 − MPC
0, 6
∆Y = 100 = 150 satuan uang
1 − 0,6
Gambar 5.3.
Keseimbangan Pendapatan Nasional Ekonomi Tiga Sektor
(Pendekatan pengeluaran agregat = penawaran agregat)
5.28 Pengantar Ekonomi Makro
Gambar. 5.4.
Keseimbangan Pendapatan Nasional Ekonomi Tiga Sektor
(pendekatan injeksi = kebocoran)
Dari Gambar 5.3 terlihat bahwa pengenaan pajak sebesar 100 satuan uang
akan menggeser fungsi konsumsi ke bawah dan dengan demikian juga
fungsi-fungsi C + I dan C + I + G.
Fungsi mula-mula: C = 160 + 0,60Y
Sekarang : C’ = 160 + 0,60YD
YD = Y – T = Y – 100, sehingga:
C’ = 160 + 0,60(Y – 100)
C’ = 100 + 0,60Y
Jadi dengan pengenaan pajak sebesar T = 100 satuan uang fungsi konsumsi
akan tergeser ke bawah (ke kanan), sehingga perpotongan dengan sumbu
vertikal, turun dari 160 satuan uang menjadi 100 satuan uang.
Hal yang sama terlihat pula pada Gambar 5.4. Fungsi S sekarang
bergeser yaitu ke atas (ke kiri) karena fungsi S berubah dari:
S = –160 + 0,40YD menjadi S’= –100 + 0,40YD.
Dalam contoh di atas besarnya pengeluaran pemerintah, G, adalah 140
satuan uang. Sedangkan besarnya penerimaan pemerintah, T hanya sebesar
100 satuan uang, sehingga pemerintah mempunyai defisit anggaran sebesar
ESPA4110/MODUL 5 5.29
40 satuan uang. Karena itu impak anggaran defisit ini terlihat pada naiknya
YE, yaitu dari 900 satuan uang menjadi 1100 satuan uang.
Apa yang terjadi apabila tambahan pengeluaran pemerintah sepenuhnya
dibiayai dari tambahan pajak? Dalam kasus ini apabila G = T = 140 satuan
uang, maka arus perputaran pendapatan akan mendapat injeksi sebesar 140
satuan uang tetapi juga menderita kebocoran sebesar 140 satuan uang pula
(anggaran pendapatan dan belanja negara yang berimbang). Bagaimanakah
impak anggaran berimbang itu pada pendapatan nasional keseimbangan YE?
Dengan pendekatan pengeluaran agregat = penawaran agregat besarnya
YE sebagai akibat adanya tambahan G yang besarnya sama dengan T dapat
dihitung dengan model penawaran agregat=pengeluaran agregat berikut.
Y = C+I+G
T = 140
C = 160 + 0,60 YD = 160 + 0,60 (Y – 140) = 76 + 0,60Y
IO = 200
GO = 140
Y = C+I+G
Y = 76 + 0,60Y + 200 + 140
0,40Y = 416
YE = 1040 satuan uang.
∆Y 1
kG = =
∆G 1 − MPC
∆Y M PC
kt = − = −
∆T 1 − M PC
5.30 Pengantar Ekonomi Makro
1
kG = = 2, 5
1 − 0, 6
0, 6
kt = − = − 1, 5
1 − 0, 6
1 M PC
kG + kt = −
1 − M PC 1 − M PC
1 − M PC
kG + kt = =1
1 − M PC
nilai bea masuk, cukai tembakau dan sebagainya adalah pajak tidak langsung
yang besar penerimaan daripadanya tergantung pada banyaknya dan
tingginya transaksi atau produksi. Tetapi banyaknya dan tingginya transaksi
serta tingginya produksi barang-barang tentu tergantung dari daya beli
masyarakat, jadi pada pendapatan nasional. Dengan demikian jelas bahwa
penerimaan pemerintah dari pajak berbanding langsung dari tingginya aras
pendapatan nasional. Secara sederhana hubungan itu dapat dirumuskan
sebagai:
T = TO + t Y
Apabila kebijakan fiskal yang pasif itu kita integrasikan dalam model
keseimbangan pendapatan nasional dalam ekonomi tiga sektor, maka
besarnya multiplier pajak dengan “automatic stabilizers” tidak lagi sama
dengan multiplier pajak yang telah kita bicarakan di muka. Melalui
pendekatan pengeluaran agregat = penawaran agregat besarnya multiplier
pajak dengan "“automatic stabilizers” dapat diperoleh sebagai berikut.
Y = C+I+G
C = a + bYD
YD = Y – T
T = TO + t Y
I = IO
G = GO
Sehingga
1
Y + ∆Y = (a − bTo + Io + G o + ∆G )
1− b + bt
1 1
Y + ∆Y = (a − bTo + Io + G o ) + (∆G)
1− b + bt 1− b + bt
ESPA4110/MODUL 5 5.33
1
Jadi ∆Y = ∆G
1− b + bt
∆Y 1
= kG =
∆G 1− b + bt
1
kG = kT =
1− b + bt
1 1
≤
1− b + bt 1− b
1 1
kG = = =5
1− b 1− 0,8
1 1
kG = = = 2, 78
1− b + bt 1− 0,8 + (0,8) (0, 2)
Gambar 5.5.
Kesenjangan Deflasi
Pada contoh yang dikemukakan dalam Tabel 5.2, seandainya YFE = 1160
satuan uang, maka besarnya kesenjangan deflasi bukan 1160 – 1100 = 60
satuan uang. 60 satuan uang ini adalah kesenjangan pendapatan nasional.
Kesenjangan deflasi harus diukur dari besarnya G atau I yang harus
diinjeksikan pada arus perputaran pendapatan nasional agar YE dapat
mencapai YFE. Karena C = 160 + 0,60 YD, maka besarnya kG atau kI adalah:
1 1 1
KG = KI = = = = 2,5
1− MPC 1− 0, 6 0, 4
Jadi untuk mencapai aras YFE = 1160 satuan uang, G atau I harus dinaikkan
sebesar 24 satuan uang (24 kali 2,5 = 60).
ESPA4110/MODUL 5 5.37
1 1 1
KT = − =− =− = −1,5
1− MPC 1− 0, 6 1− 0, 4
Gambar 5.6.
Kesenjangan Inflasi
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TE S F OR M AT IF 2
1) Sistem anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada zaman Orde Baru
menggunakan sistem anggaran ....
A. defisit
B. surplus
C. berimbang
D. fungsional.
4) Apabila diketahui besarnya MPC sebesar 0.8 dan marginal pajak adalah
0.2 maka besarnya multiplier pajak adalah sebesar ....
A. 2,5
B. 5
C. 8
D. 10
Kegiatan Belajar 3
S eperti telah dinyatakan pada modul sebelumnya APBN zaman Orde Baru
disusun dengan pengertian bahwa apabila sisi penerimaan sama dengan
sisi pengeluaran APBN dapat disebut sebagai anggaran berimbang. Di
samping itu pemerintah dalam menjalankan fungsinya tidak bersifat tetap,
tetapi berubah-ubah sebagai akibat pengaruh perkembangan internal (dalam
negeri) maupun eksternal (luar negeri). Karena itu pemerintah Orde Baru
menyebutkan APBN yang dikelolanya sebagai APBN yang berimbang dan
dinamis. Dalam Nota Keuangan dan RAPBN Tahun anggaran 1998/1999
dinyatakan bahwa: ”Kebijaksanaan APBN yang dilaksanakan sejak tahun
pertama Repelita I didasarkan pada prinsip anggaran berimbang yang
dinamis. Berimbang dalam arti jumlah keseluruhan pengeluaran, baik rutin
maupun pembangunan, selalu sama dengan jumlah keseluruhan penerimaan
negara. Dinamis berarti dalam hal penerimaan lebih rendah dari yang
direncanakan semula, pemerintah akan menyesuaikan pengeluaran agar tetap
terjaga keseimbangan. Demikian pula dalam hal penerimaan negara melebihi
yang direncanakan, masih memungkinkan dibentuknya dana cadangan yang
akan dimanfaatkan pada saat penerimaan negara tidak cukup untuk
mendukung program yang direncanakan sehingga kesinambungan
pembiayaan yang diiringi oleh stabilitas ekonomi yang mantap tidak
terganggu”.
A. SISI PENERIMAAN
saat Orde Baru jatuh jumlah total utang luar negeri adalah sekitar $ 60
miliar). Hal ini menggambarkan betapa meningkatnya penerimaan
pemerintah sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi internal maupun
eksternal.
1. Penerimaan dalam negeri terdiri dari penerimaan dari minyak bumi
dan gas (migas dan penerimaan di luar migas). Penerimaan di luar migas
terdiri dari penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan pajak.
Penerimaan dari migas dulu merupakan bagian yang terpenting dari
keseluruhan penerimaan, tetapi beberapa tahun belakangan ini
penerimaan perpajakan merupakan sumber andalan bagi penerimaan
dalam negeri. Penerimaan perpajakan terdiri dari penerimaan yang
berasal dari pajak langsung, yaitu pajak yang ditinjau dari segi
administratif adalah pajak yang menggunakan SPT (surat pemberitahuan
atau kohir) dan ditinjau dari segi ekonomi merupakan pajak yang beban
pajaknya pada umumnya sulit digeserkan pada pihak lain dan pajak
tidak langsung yaitu pajak yang ditinjau dari segi administratif adalah
pajak yang tidak menggunakan SPT (surat pemberitahuan atau kohir)
dan ditinjau dari segi ekonomi merupakan pajak yang beban pajaknya
pada umumnya dapat digeserkan pada pihak lain, baik sebagian maupun
seluruhnya. Penerimaan perpajakan yang berasal dari pajak langsung
berasal terutama dari pajak penghasilan (PPH) , sedang yang berasal
dari pajak tidak langsung adalah terutama adalah pajak pertambahan
nilai barang (PPN), dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Penerimaan bukan pajak, yaitu penerimaan-penerimaan dari penjualan
barang-barang milik pemerintah, dari penerimaan jasa, dari penerimaan
kejaksaan dan peradilan, penerimaan pendidikan, iuran hasil hutan,
penerimaan dari minyak bumi dan gas alam dan lain-lainnya.
2. Penerimaan pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari utang
dan hibah yang didapat dari luar negeri. Utang luar negeri sebagian besar
diperoleh dari konsorsium negara-negara donor untuk Indonesia. (dulu
IGGI – Intergovernmental Group on Indonesia – dan sejak tahun 1992
berubah menjadi CGI – Consultatif Group for Indonesia dan negara-
negara non IGGI/CGI lainnya). Di samping dari kedua sumber tersebut,
penerimaan pembangunan juga diterima dari lembaga keuangan
internasional lainnya, antara lain berupa kredit ekspor, pinjaman
komersial, dan leasing. Dalam penerimaan pembangunan ini termasuk
bantuan program yang berbentuk bantuan yang segera dapat dirupiahkan,
ESPA4110/MODUL 5 5.45
B. SISI PENGELUARAN
D. Subsidi
1. BBM.
2. Non-BBM.
Tabel 5.3.
ANGGARAN BELANJA RUTIN APBN 1997/1998 DAN RAPBN 1998/1999
(dalam miliar rupiah)
REPELITA II
1974/1975 376,8 330,2 209,3 69,1 0,3 985,7
1975/1976 552,7 283,8 264,0 73,1 65,7 1.239,3
1976/1977 626,0 337,1 306,6 186,2 149,2 1.605,1
1977/1978 844,4 370,2 471,7 224,2 169,3 2.079,8
1978/1979 975,5 408,9 507,8 521,2 259,3 2.672,7
REPELITA III
1979/1980 1.282,4 557,9 672,5 743,9 742,5 3.999,2
1980/1981 1.778,4 694,4 971,9 795,8 1.309,0 5.549,5
1981/1982 2.169,8 957,5 1.233,0 930,5 1.652,2 6.943,0
1982/1983 2.372,8 1.068,5 1.315,9 1.223,2 986,9 6.967,3
1983/1984 2.750,8 1.043,6 1.545,4 2.100,5 2.774,9 10.215,2
REPELITA IV
1984/1985 3.140,8 1.165,0 1.786,8 2.775,7 537,6 9.405,9
1985/1986 3.929,7 1.351,2 2.495,7 3.323,1 906,7 12.006,4
1986/1987 4.438,4 1.311,0 2.769,4 5.058,1 139,8 13.716,7
1987/1988 4.545,1 1.296,1 2.811,2 8.157,1 530,8 17.340,6
1988/1989 5.489,2 1.226,6 3.011,1 11.040,2 167,8 20.934,9
REPELITA V
1989/1990 6.205,5 1.703,5 3.577,3 11.924,2 924,7 24.335,2
1990/1991 7.088,0 1.842,1 3.887,5 12.815,8 3.487,7 29.121,1
1991/1992 8.169,7 2.382,1 4.376,4 12.838,2 1.340,6 29.053,0
1992/1993 9.554,2 2.928,5 5.383,5 14.523,5 1.215,7 33.605,4
1993/1994 11.144,8 3.032,1 6.908,7 17.163,0 2.041,3 40.289,9
REPELITA VI
1994/1995 12.595,5 4.318,9 7.272,4 18.402,5 1.479,7 44.069,0
1995/1996 13.001,4 5.175,1 8.226,6 22.108,6 1.923,3 50.435,0
1996/19972) 18.020,5 7.244,1 9.840,9 23.431,8 3.030,7 61.568,0
1997/19983) 21.192,0 8.895,2 11.535,8 19.570,9 964,9 62.158,8
1) Realisasi PAN
2) ABPN Perubahan (APBN-P)
3) APBN
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 1998/1999.
5.50 Pengantar Ekonomi Makro
Tabel 5.5.
PENGELUARAN PEMBANGUNAN BERDASARKAN SUMBER PEMBIAYAAN
1969/1970 – 1997/19981) (dalam miliar rupiah)
Pengeluaran Sumber Pembiayaan4)
Tabungan Penerimaan
Tahun Pembangunan % %
Pemerintah Pembangunan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
REPELITA I 1.080,4 585,2 51,3 554,5 48,7
1969/1970 109,3 32,5 28,4 82,1 71,6
1970/1971 137,9 45,1 31,2 99,4 68,8
1971/1972 163,9 68,9 38,8 108,6 61,2
1972/1973 263,3 163,2 57,3 121,5 42,7
1973/1974 406,3 275,5 65,8 142,9 34,2
Kondisi yang terjadi sejak tahun 1997 proporsi utang proyek terhadap
keseluruhan pengeluaran pembangunan juga meningkat drastis karena
kemampuan menghimpun dana dari dalam negeri memicu drastis di samping
meningkatnya kurs valuta yang sangat besar, dari sekitar Rp2.500,00 menjadi
sekitar Rp15.000,00 per dolar AS.
II. Hibah - - - -
LAT IH A N
a.
Penerimaan dalam negeri, yaitu terdiri dari penerimaan dari minyak
dan gas dan penerimaan di luar minyak dan gas yang terdiri dari
penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan perpajakan.
b. Penerimaan pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari
utang dan hibah dari luar negeri.
3) Pengeluaran rutin adalah pengeluaran yang digunakan untuk
penyelenggaraan kegiatan negara. Sedangkan pengeluaran pembangunan
adalah pengeluaran untuk membiayai kegiatan pembangunan yang
berasal dari tabungan pemerintah ditambah utang luar negeri.
R A NG KU M AN
TE S F OR M AT IF 3
C. DPR
D. Presiden
Daftar Pustaka
Ellswort, P.T. dan J. Clark Leith, (1971) The International Economics Fourth
Edition. London: Collier – Macmillan. International Editions.