Anda di halaman 1dari 61

Modul 5

Peranan Pemerintah dalam Mengatur


Kegiatan Perekonomian
Prof. Dr. Soelistyo, M.B.A.

PE N D A HU L UA N

P ada modul ini akan dibahas mengenai peranan pemerintah dalam


mengatur kegiatan ekonomi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) dan sistem anggaran yang berlaku di Indonesia serta kebijaksanaan
yang mempengaruhinya.
Peranan pemerintah dalam mengatur kegiatan perekonomian sejak awal
perkembangan ilmu ekonomi telah berubah-ubah intensitas dan
ekstensitasnya. Pada zaman merkantilis kegiatan ekonomi yang meliputi
kegiatan produksi, konsumsi dan distribusi sepenuhnya diatur dan
dikendalikan oleh pemerintah, sedangkan pada zaman klasik peranan
pemerintah dibatasi seminimal mungkin dan berfungsi hanya sebagai
pengatur dan kegiatan ekonomi agar mekanisme pasar dapat berjalan secara
efisien. Pada saat sekarang ini peranan pemerintah tetap ada walaupun
intensitas dan ekstensitasnya antara suatu negara dan negara lainnya berbeda-
beda.
Pembahasan mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) pada kegiatan belajar berikutnya akan menjelaskan interaksi antara
sektor rumah tangga individu, rumah tangga perusahaan dan rumah tangga
pemerintah. Dalam bagian ini juga akan dibahas mengenai kebijakan fiskal
dan variabel-variabel yang mempengaruhinya. Pembahasan mengenai
komponen-komponen APBN di Indonesia akan dibahas pada kegiatan belajar
selanjutnya.
Secara umum, dengan mempelajari modul ini Anda diharapkan dapat
memahami peranan pemerintah dalam mengatur dan mengendalikan roda
perekonomian.
Secara khusus, setelah mempelajari modul ini Anda diharapkan dapat
menjelaskan:
5.2 Pengantar Ekonomi Makro 

1. peranan pemerintah dalam berbagai sistem ekonomi;


2. komponen-komponen penerimaan dan pengeluaran pemerintah dan
kebijakan yang mempengaruhinya;
3. mengenai multiplier dan pengaruhnya pada perubahan pendapatan
nasional;
4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Indonesia dan
komponen-komponennya.
 ESPA4110/MODUL 5 5.3

Kegiatan Belajar 1

Peranan Pemerintah

P eranan pemerintah di bidang ekonomi sudah ada sejak sebelum ilmu


ekonomi dilahirkan. Peranan pemerintah ini berubah-ubah intensitas dan
ekstensitasnya. Pada era merkantilisme (abad ke-16 sampai dengan 18)
peranan pemerintah adalah sangat besar. Seluruh bidang kegiatan ekonomi
baik itu produksi, konsumsi maupun distribusi sepenuhnya diatur dan
dikendalikan oleh pemerintah. Tujuan utamanya adalah untuk mendukung
usaha pengumpulan dana/emas sebanyak mungkin guna menopang birokrasi
dan tentara yang kuat sebagai landasan pendirian dan pengembangan negara
nasional yang besar yang mulai merebak di Eropa pada waktu itu. Di
samping itu kaum merkantilis juga menganggap bahwa logam mulia identik
dengan kemakmuran, karena itu semua kebijakan ekonomi dibuat untuk
dapat membuat produk yang harganya murah melalui upah yang rendah agar
dapat diekspor untuk ditukarkan dengan logam mulia. Di sisi lain impor
produk dari luar negeri dihambat agar logam mulia tidak mengalir keluar
untuk membiayai impor itu.
Peranan pemerintah demikian besarnya, sehingga praktis seluruh
kegiatan ekonomi diatur dan dikendalikan oleh pemerintah mendapat kritik
keras dari para ekonom Klasik yang diawali oleh Adam Smith dalam
bukunya “The Wealth of Nations” tahun 1776. Buku Adam Smith tentu saja
tidak hanya berisi kritik pada kebijakan ekonomi kaum merkantilis yang
mengandalkan pada peran pemerintah yang kuat dan sentralistik. Apabila
peran pemerintah dihilangkan lalu siapa yang mengatur lalu lintas kegiatan
ekonomi agar tidak saling bertabrakan dan dengan demikian menghancurkan
seluruh sendi-sendi dasar kehidupan bermasyarakat? Di sinilah Adam Smith
menunjukkan kehebatannya. Menurutnya pengaturan sebuah sistem ekonomi
harus dilakukan justru dengan kebebasan (“order through liberty”). Apabila
semua orang bertindak sesuai dengan kepentingan masing-masing justru
keteraturan akan tercapai melalui berfungsinya “tangan gaib” (“The
Invisible Hand”) yang ada. Karena itu pada dasarnya “Economic theory is the
doctrine of the system of free enterprise, and originally of nothing
else”(Heiman: “History of Economic Doctrines). Kebebasan bertindak tidak
berarti lalu sama sekali tidak ada aturan bakunya. Pemerintah tetap harus
dapat berfungsi mengendalikan kegiatan ekonomi itu, tetapi bukan untuk
5.4 Pengantar Ekonomi Makro 

kepentingan pemerintah melainkan agar kebebasan bertindak itu dapat


terlaksana sebaik-baiknya sehingga tidak terjadi hukum rimba yang besar
memakan yang kecil. Dalam istilah ekonomi, pemerintah berkewajiban
menjaga agar persaingan (sempurna) tetap dapat berjalan secara jujur dan
adil. Campur tangan pemerintah di bidang ekonomi sangat dibatasi agar
justru tidak mengganggu berfungsinya tangan gaib itu. Seperti telah kita
pelajari bersama tangan gaib itu tidak lain adalah mekanisme pasar, yaitu
bekerjanya kekuatan permintaan dan penawaran di pasar secara bebas,
sehingga harga dapat terbentuk melalui persaingan bebas. Menurut Adam
Smith, campur tangan pemerintah dibatasi dalam bidang pertahanan dan
keamanan (militer), ketertiban umum dan ketertiban masyarakat (peradilan
dan kepolisian) serta dalam membuat dan mempertahankan pekerjaan umum
tertentu dan lembaga publik tertentu yang sektor swasta pada umumnya tidak
akan mau melaksanakannya. Sampai dengan Perang Dunia I kondisi ekonomi
di banyak negara memang menunjukkan kebenaran teori Klasik itu. Kondisi
ekonomi yang relatif stabil menyebabkan orang-orang lebih memperhatikan
apa yang bersangkutan dengan dirinya sendiri (mikro) ketimbang dengan apa
yang terjadi dengan kondisi yang ada di sekelilingnya (makro). Karena itulah
pada masa-masa itu bagian ilmu ekonomi yang mendapat perhatian adalah
ilmu ekonomi mikro yang memang berkaitan dengan pengkajian perilaku
individual.
Pada tahun 1930-an terjadi depresi besar yang melanda dunia. Orang-
orang mulai melihat kenyataan bahwa ternyata dapat terjadi masalah besar di
luar diri mereka sendiri (makro) yang memaksanya untuk mengubah atau
menyesuaikan perilaku mereka. Kondisi yang terjadi pada saat itu terutama
adalah bangkrutnya banyak perusahaan karena rendahnya harga produk-
produk sehingga terjadi pengangguran besar-besaran. Penderitaan yang
belum pernah mereka alami menyebabkan mereka berpaling untuk mencari
penolong, karena mereka sendiri tidak dapat mengatasi masalah yang terjadi.
Penolong itu tentu saja adalah pemerintah. Pada tahun1936 keluar buku John
Maynard Keynes “The General Theory of Employment, Interest and Money”
yang menganjurkan agar pemerintah secara proaktif mencampuri jalannya
roda perekonomian dengan kebijakan ekonominya. Sejak saat itu tidak saja
orang-orang dipaksa untuk selalu memperhatikan masalah-masalah yang
bersifat makro tetapi juga pemerintah mulai lagi mendapat peranan yang
penting dalam pengaturan dan pengendalian jalannya roda perekonomian.
 ESPA4110/MODUL 5 5.5

A. PERANAN PEMERINTAH DALAM ZAMAN MODERN

Dewasa ini peranan pemerintah di bidang ekonomi selalu ada walaupun


intensitas dan exstensitasnya berbeda-beda antara satu negara dengan negara
yang lainnya. Tak ada satu negara pun yang rela menyerahkan seluruh
kegiatan ekonominya kepada mekanisme pasar semata-mata karena dapat
menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Campur tangan pemerintah
dalam bidang ekonomi menurut pandangan penganut paham liberal-kapitalis
(ekonomi pasar) dapat dikelompokkan ke dalam dua fungsi utama yaitu :
1. fungsi pemerintah untuk memperkuat dan memfasilitasi jalannya
mekanisme pasar yang bersifat kompetitif, dan
2. fungsi pemerintah untuk mendukung dan memodifikasi jalannya
mekanisme pasar yang kompetitif agar dapat diarahkan untuk mencapai
alokasi sumber daya yang efisien dilihat dari sisi ekonomi maupun sisi
sosial, seperti menjaga distribusi pendapatan dan kekayaan yang lebih
adil dan lebih layak, dan menjaga stabilitas ekonomi yang mantap.

Tentu saja dalam menjalankan kedua fungsi utama itu pelaksanaannya


dapat saja terjadi tumpang tindih karena perilaku dan kegiatan ekonomi
memang saling berkaitan dan tidak mungkin dibuatkan garis pemisah yang
tegas.
Fungsi pemerintah untuk mendorong dan memfasilitasi jalannya
mekanisme pasar yang kompetitif terdiri dari:
1. fungsi pemerintah untuk membangun dan membina sistem hukum dan
lingkungan sosial- politik yang kondusif bagi berjalannya mekanisme
pasar tersebut. Dalam kaitan ini pemerintah wajib membangun dan
membina sistem hukum (rules of the game) agar para pelaku ekonomi
tahu secara pasti semua hak dan kewajibannya serta bersedia
memaksakan agar peraturan-peraturan yang berlaku benar-benar
dijalankan (betul-betul ada “law enforcement” yang berjalan benar dan
baik). Beberapa aturan itu menyangkut upaya tentang perlindungan
lingkungan hidup, penentuan pekerja anak-anak, pemberian upah
minimum, perlindungan konsumen dan sebagainya;
2. fungsi pemerintah untuk mendorong agar persaingan yang adil dan jujur
dapat dilaksanakan sebaik-baiknya dan mencegah terjadinya monopoli
dan dalam batas tertentu oligopoli, yang merugikan masyarakat.
Monopoli dan oligopoli menghilangkan terjadinya persaingan yang adil
5.6 Pengantar Ekonomi Makro 

dan jujur dan dapat membawa akibat terjadinya pemasungan harga dan
output yang merugikan konsumen. Di samping itu monopoli akan
menyebabkan sumber daya tidak teralokasikan secara efisien, karena
diarahkan untuk mendukung kepentingan monopolis itu sendiri. Karena
itu monopoli yang merugikan masyarakat harus dilarang ( di Indonesia
sudah ada undang-undang anti praktek monopoli) baik monopoli yang
bersifat natural atau yang secara teknologi atau strategis harus ada tetapi
tidak memungkinkan timbulnya persaingan yang adil dan jujur harus
diawasi dan dikendalikan oleh pemerintah (seperti kereta api, pos, air
minum, listrik dan sebagainya ).

Secara singkat alasan utama pemerintah untuk campur tangan dalam


bekerjanya mekanisme pasar melalui pengaturan (Regulation) adalah, antara
lain:
1. melindungi konsumen, buruh dan lingkungan hidup dari eksploitasi dan
kerusakan yang ditimbulkan oleh para pengusaha yang tamak,
2. keinginan agar fasilitas umum yang jumlah maupun kapasitasnya sangat
terbatas dapat dialokasikan dan dinikmati oleh warga masyarakat secara
jujur dan adil,
3. mengupayakan agar produk (barang maupun jasa) yang dinikmati rakyat
banyak dapat disediakan secara lancar dan dalam kualitas serta kuantitas
yang memadai pada harga yang terjangkau , kalau perlu melalui subsidi,
4. mencegah agar para monopolis natural tidak memperoleh laba yang
berlebihan melalui praktek-praktek yang tidak sehat, dan
5. berusaha untuk mencegah agar persaingan yang merusak (freefight) di
antara pengusaha-pengusaha yang melakukan persaingan di pasar bebas
terutama yang biaya modalnya besar dan biaya marginalnya rendah,
tidak terjadi.

Fungsi pemerintah untuk mendukung dan memodifikasi jalannya


mekanisme pasar yang kompetitif agar dapat diarahkan mencapai alokasi
sumber daya yang efisien dari sisi ekonomi maupun sisi sosial sangat perlu
dilakukan karena apa yang efisien dari sisi ekonomi tidak selalu dipandang
baik dari segi sosial.
Fungsi-fungsi pemerintah tersebut meliputi:
1. Alokasi sumber daya ekonomi yang dilakukan oleh pasar yang
kompetitif adalah efisien dari segi ekonomi, tetapi kadang-kadang
 ESPA4110/MODUL 5 5.7

alokasi seperti ini tidak dapat dicapai karena adanya kegagalan pasar
(market failure). Kegagalan pasar terjadi di samping karena kegagalan
terjadinya persaingan bebas yang adil dan jujur (jadi ada monopoli dan
oligopoli), juga apabila produsen menghasilkan produk-produk yang
tidak tepat sehingga menimbulkan eksternalitas (akibat eksternal yang
dapat merugikan masyarakat seperti kerusakan lingkungan maupun yang
menguntungkan seperti pembuatan jalan bagi masyarakat sekitarnya). Di
samping itu sumber daya tidak dialokasikan secara efisien ditinjau dari
segi ekonomi dan sosial, menyebabkan terjadinya alokasi sumber daya
yang tidak tepat bagi kepentingan menghasilkan barang-barang privat
dan barang-barang publik (barang publik adalah barang yang dapat
dimanfaatkan oleh siapa saja tanpa harus membayar yang pembeliannya
dilakukan oleh pemerintah).
2. Distribusi pendapatan yang dilakukan oleh mekanisme pasar sering
kali dirasakan tidak adil oleh masyarakat. Falsafah para penganut paham
liberal-kapitalis yang menyatakan ”From each according to his ability
and to each according to his need”menyebabkan kue PDB dibagi secara
tidak adil karena yang menyumbang besar dapat bagian yang besar,
sedang yang hanya mampu menyumbang sedikit juga hanya akan
memperoleh bagian yang sedikit pula. Akibatnya tanpa dimodifikasi oleh
pemerintah distribusi pendapatan yang dilakukan oleh mekanisme pasar
hanya akan melestarikan dan memperburuk ketimpangan distribusi
pendapatan yang sudah ada. Atas dasar itulah pemerintah melakukan
redistribusi pendapatan melalui berbagai pengaturan dan kebijakan
ekonominya seperti subsidi, pajak progresif, suku bunga, land-reforms
dan sebagainya (kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan regulasi).
3. Stabilitas adalah syarat mutlak agar kegiatan ekonomi yang normal
dapat berfungsi. Dalam norma bidang ekonomi stabilitas ini menyangkut
stabilitas harga, stabilitas kurs valuta dan stabilitas dalam kesempatan
kerja sehingga tidak timbul pengangguran yang berlebihan. Melalui
berbagai kebijakan ekonomi, baik moneter maupun fiskal, pemerintah
berupaya agar inflasi dan pengangguran dapat dipertahankan pada
tingkat yang rendah dan tidak merusak lingkungan sehingga
pembangunan ekonomi dapat berjalan secara lancar (smooth) dan
berkelanjutan (sustainable). Namun satu hal perlu disadari, dunia riil
adalah sangat kompleks dan tidak kasat mata. Berbagai upaya
pemerintah untuk mencampurtangani bekerjanya mekanisme pasar agar
5.8 Pengantar Ekonomi Makro 

dapat dicapai tujuan yang diinginkan seluruh masyarakat tidaklah mudah


untuk diprediksi hasilnya sebagai akibat yang akan terjadi dari intervensi
itu. Karena itulah intensitas dan ekstensitas campur tangan pemerintah
dalam bidang ekonomi selalu menimbulkan kontroversi yang tidak
mudah untuk diselesaikan (pelajari kembali pertentangan antara teori
Klasik dan teori Keynesian).

B. PERANAN PEMERINTAH DI INDONESIA

Seperti juga di negara-negara lain campur tangan pemerintah di


Indonesia dalam bidang ekonomi juga berubah-ubah intensitas maupun
ekstensitasnya. Hal itu terjadi karena belum ada kesamaan pendapat yang
jelas tentang interpretasi UUD 1945. UUD1945 masih sangat umum
sehingga dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda dan dapat
digunakan untuk membenarkan tindakan masing-masing. Pada zaman Orde
Lama peranan pemerintah Indonesia dalam bidang ekonomi adalah sangat
besar karena kedudukan dan situasi sosial-politik pada saat itu masih
memerlukan perhatian utama sehingga kegiatan di bidang ekonomi kurang
mendapat perhatian yang serius dari masyarakat yang menyebabkan
perkembangan ekonomi masyarakat (sektor swasta) sangat lamban. Hampir
semua kegiatan ekonomi diatur dan dikendalikan oleh pemerintah atau
didominasi oleh pemerintah, sehingga sektor swasta harus selalu mengikuti
komando pemerintah (di samping korupsi dan nepotisme).
Pada zaman Orde Baru peranan sektor swasta mulai mendapat perhatian,
bahkan karena kesalahan pelaksanaan berbagai kebijakan ekonomi yang
ditempuh, kegiatan ekonomi justru didominasi oleh para konglomerat swasta
yang jumlahnya cuma beberapa saja. Mekanisme persaingan yang jujur dan
adil tidak dapat berkembang dengan baik karena campur tangan para
konglomerat pada kebijakan ekonomi pemerintah sangat besar. Akibatnya
tidak saja sumber daya tidak dapat dialokasikan secara efisien, dan harga
tidak lagi mencerminkan persaingan yang jujur dan adil karena dominasi
penawaran oleh para konglomerat, struktur industri juga tidak berkembang
secara wajar dan menjadi salah satu titik lemah dalam fundamental dasar
perekonomian Indonesia.
Fungsi pemerintah negara Indonesia secara garis besar sebenarnya telah
dicantumkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar1945 alinea keempat:
 ESPA4110/MODUL 5 5.9

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara


Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial,…..”.

Jadi tugas pemerintah negara Indonesia secara garis besar adalah:


1. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia;
2. memajukan kesejahteraan umum;
3. mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
4. ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Tugas pertama adalah tugas yang menyangkut pertahanan dan keamanan


serta ketertiban umum dan ketertiban masyarakat dalam arti yang luas. Tugas
kedua adalah tugas yang menyangkut pencapaian kesejahteraan umum dalam
arti yang luas, termasuk tugas pembangunan dan khususnya pelaksanaan
trilogi pembangunan (versi Orde Baru). Tugas ketiga adalah tugas yang
menyangkut pendidikan dalam arti luas, karena itu meliputi pula tugas
pengembangan budaya bangsa. Tugas keempat adalah tugas yang
menyangkut hubungan dengan negara dan bangsa lain.
Bagi Indonesia peranan pemerintah dalam bidang ekonomi jelas-jelas
ditunjukkan oleh Pasal 33, khususnya ayat 2 dan ayat 3, Pasal 23 dan
Pasal 34.

Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 menyatakan bahwa:


“Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Ayat 2 menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting, baik


dari segi strategis maupun finansial, harus dikuasai oleh negara. Ditinjau dari
segi strategis berarti menyangkut masalah keamanan dan kelangsungan hidup
bernegara, sedang dari segi finansial berarti menyangkut masalah sumber
keuangan yang sangat diperlukan untuk pembiayaan pembangunan nasional.
5.10 Pengantar Ekonomi Makro 

Penguasaan sendiri tidak harus berupa penguasaan secara fisik sehingga


cabang-cabang produksi itu harus berupa perusahaan negara, tetapi lebih
ditekankan pada operasionalisasinya yang harus diatur oleh pemerintah demi
tercapainya tujuan bersama, yaitu masyarakat adil, makmur dan sentosa.
Ayat 3 menunjukkan bahwa semua sumber daya alam yang terdapat di
Indonesia harus digunakan untuk kepentingan rakyat, dan untuk
kesejahteraan bersama, sehingga pemerintah diberi wewenang untuk secara
aktif dan positif mengatur dan mengarahkan pemilikan dan penggunaannya,
dalam arti pemilikan sumber daya alam oleh swasta diakui, tetapi
penggunaannya harus diarahkan untuk kepentingan bersama. Pada zaman
Orde Baru interpretasi peranan pemerintah dapat dilihat dari salah satu
pernyataan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, yaitu:

“Pembangunan ekonomi yang didasarkan pada demokrasi ekonomi


menentukan bahwa masyarakat harus memegang peranan aktif dalam
kegiatan pembangunan. Oleh karenanya maka pemerintah berkewajiban
memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan
ekonomi serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan usaha;
sebaliknya dunia usaha perlu pula memberikan tanggapan terhadap
pengarahan dan bimbingan serta penciptaan iklim tersebut dengan
kegiatan-kegiatan yang nyata……”

Semua tugas itu hanya dapat dilakukan dengan baik apabila tersedia alat
penunjang untuk melaksanakannya. Alat penunjang yang paling penting tentu
saja adalah tersedianya dana. Karena dana yang tersedia harus dapat
mencapai bermacam-macam tujuan, maka tugas pemerintah adalah
mengoptimalisasikan penggunaan dana itu sesuai dengan kaidah efektivitas
dan efisiensi. Ketersediaan dana dan penggunaan dana pemerintah dapat
dilihat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

LAT IH A N

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,


kerjakanlah latihan berikut!

1) Jelaskan perbedaan mengenai peranan pemerintah pada zaman


merkantilis dan zaman klasik?
 ESPA4110/MODUL 5 5.11

2) Dalam ekonomi pasar, campur tangan pemerintah masih tetap


diperlukan. Jelaskan Jawaban Anda?
3) Jelaskan peran pemerintah di Indonesia di bidang ekonomi dan
bagaimana perkembangannya.

Petunjuk Jawaban Latihan

1) Pada zaman merkantilis peranan pemerintah sangat dominan, seluruh


kegiatan ekonomi yang meliputi kegiatan produksi, konsumsi dan
distribusi sepenuhnya diatur dan dikendalikan oleh pemerintah.
Sedangkan pada zaman klasik, pemerintah hanya berfungsi
mengendalikan agar mekanisme pasar dapat berjalan secara efisien.
2) Dalam ekonomi pasar, campur tangan pemerintah masih tetap diperlukan
dalam hal-hal sebagai berikut, seperti dalam bidang pertahanan dan
keamanan dan ketertiban masyarakat serta menyediakan barang-barang
publik di mana pihak swasta tidak mau melakukannya.
3) Peranan pemerintah di Indonesia secara umum dinyatakan dalam
pembukaan UUD 45 dan dalam bidang ekonomi peranan pemerintah
diatur dalam UUD 45 khususnya Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3. Intensitas
dan ekstensitas peranan pemerintah dalam perekonomian secara lebih
mendalam dapat didiskusikan bersama teman-teman Anda.

R A NG KU M AN

Peranan pemerintah dalam bidang ekonomi telah berubah intensitas


dan ekstensitasnya. Pada era merkantilis peranan pemerintah sangat
besar dalam mengatur dan mengendalikan roda perekonomian,
sedangkan pada zaman klasik peranan pemerintah dibatasi seminimal
mungkin dan kegiatan ekonomi diserahkan pada mekanisme pasar.
Sedangkan pada zaman modern, khususnya setelah terjadi depresi besar
tahun 1930-an, pemerintah turut proaktif dalam mencampuri jalannya
roda perekonomian dengan melakukan berbagai kebijakan ekonomi. Di
Indonesia peranan pemerintah secara tegas diatur dalam UUD 1945 yaitu
pada Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3.
5.12 Pengantar Ekonomi Makro 

TE S F OR M AT IF 1

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!


1) Peranan pemerintah yang kuat dan sentralistik dalam mengatur roda
perekonomian pada zaman merkantilis bertujuan untuk ....
A. menguasai sumber-sumber ekonomi dalam negeri
B. mendirikan negara nasional yang kuat
C. menguasai jalur perdagangan luar negeri
D. membatasi peranan pihak swasta.

2) Suatu barang yang pemanfaatannya dapat dinikmati oleh siapa saja tanpa
melakukan pengorbanan termasuk jenis barang ....
A. publik
B. privat
C. bebas
D. ekonomi

3) Alokasi sumber daya ekonomi yang efisien pada pasar persaingan


sempurna kadang-kadang tidak tercapai karena adanya ....
A. perdagangan gelap
B. konflik kepentingan
C. kegagalan pasar
D. monopoli.

4) Peranan pemerintah secara umum dinyatakan dalam ....


A. Pembukaan UUD 1945
B. UUD 1945, khususnya Pasal 33
C. GBHN
D. RAPBN

5) Tugas pemerintah secara garis besar adalah untuk, kecuali ....


A. menjaga ketertiban dunia
B. meningkatkan pendapatan masyarakat
C. mencerdaskan kehidupan bangsa
D. mewujudkan kesejahteraan umum.

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.
 ESPA4110/MODUL 5 5.13

Jumlah Jawaban yang Benar


Tingkat penguasaan = × 100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang
belum dikuasai.
5.14 Pengantar Ekonomi Makro 

Kegiatan Belajar 2

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

A nggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah suatu sistem


akuntansi yang menggambarkan seluruh penerimaan yang diharapkan
dan pengeluaran yang di perkirakan oleh pemerintah (APBN = pusat, bila
daerah = APBD) selama satu tahun. Pada sebelah kiri dicatat seluruh
penerimaan pemerintah yang sebagian besar diharapkan diperoleh dari
berbagai jenis pajak yang dikumpulkan oleh pemerintah, sedang di sebelah
kanan dicatat seluruh pengeluaran yang diperkirakan untuk membiayai
seluruh kegiatan pemerintah. Apabila jumlah sisi penerimaan melebihi sisi
pengeluaran, APBN dikatakan memperoleh surplus sedang sebaliknya
apabila sisi penerimaan lebih kecil dari sisi pengeluaran maka APBN
dikatakan defisit.
Pada zaman Orde Lama, APBN selalu ada dalam kondisi defisit yang
kekurangannya ditutup dengan jalan mencetak uang baru, yang tentu saja hal
ini akan memicu laju inflasi. Pada zaman Orde Baru defisit tetap ada tetapi
kekurangannya ditutup dengan utang luar negeri yang merupakan pinjaman
pemerintah terhadap kreditor luar negeri. Pada waktu itu pengeluaran
pemerintah yang akan dilakukan disesuaikan dengan penerimaan pemerintah
yang diharapkan akan diperoleh (termasuk yang akan diperoleh dari utang
luar negeri). Karena itu pada zaman Orde Baru sisi penerimaan APBN selalu
sama dengan sisi pengeluarannya. Kondisi seperti itu disebut kondisi APBN
yang seimbang (walaupun untuk Indonesia sebenarnya tidak tepat karena
keseimbangan itu terjadi akibat adanya utang luar negeri).
Usaha pemerintah untuk mengarahkan dan mengendalikan jalannya roda
perekonomian agar dapat dikembangkan iklim usaha yang baik, serta
mengatur agar distribusi pendapatan dapat menjadi lebih baik melalui
anggaran pendapatan dan belanja negara disebut kebijakan fiskal. Di
samping melalui kebijakan fiskal, pemerintah juga dapat melakukan campur
tangan melalui pembuatan-pembuatan peraturan, pendirian badan usaha
negara, di Indonesia disebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan
melalui kebijakan-kebijakan lain. Dalam modul ini hanya akan dibicarakan
kebijakan fiskal, sedang kebijakan-kebijakan umum yang lain akan
dibicarakan pada modul-modul yang lain. Kebijakan sektoral, seperti
kebijakan pertanian, perdagangan, perindustrian dan sebagainya juga tidak
 ESPA4110/MODUL 5 5.15

akan dibicarakan. Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan


pemerintah dengan jalan memanipulasi pengeluaran dan penerimaan
pemerintah sebagaimana terlihat dalam anggaran pendapatan dan belanja
negara. Karena perubahan pengeluaran dan atau penerimaan pemerintah
mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap jalannya roda
perekonomian, maka rumah tangga pemerintah disebut juga sebagai sektor
ketiga dalam interaksi antarsektor rumah tangga pada arus perputaran
pendapatan nasional. Seperti telah kita ketahui sektor pertama adalah rumah
tangga individu dan sektor kedua adalah rumah tangga perusahaan. Interaksi
antarketiga rumah tangga dalam arus perputaran pendapatan nasional terlihat
pada diagram berikut:

Diagram 5.1.
Arus Perputaran Pendapatan Nasional

Dari Diagram 5.1., terlihat bahwa interaksi antara sektor rumah tangga
individu dan sektor rumah tangga perusahaan masih tetap sama seperti dulu,
sedang sektor ketiga, yaitu sektor rumah tangga pemerintah sekarang
ditambahkan pada interaksi tersebut, sehingga terbentuklah interaksi antar
5.16 Pengantar Ekonomi Makro 

ketiga sektor rumah tangga itu. Interaksi sektor rumah tangga pemerintah,
jadi campur tangan pemerintah, dilakukan melalui pengeluaran pemerintah,
di satu pihak, dan perpajakan di lain pihak beserta berbagai pengaturan
ekonomi yang berkaitan (pada modul ini berbagai pengaturan ekonomi
regulasi itu tidak dibicarakan). Pengeluaran pemerintah sendiri pada
hakikatnya dapat dibedakan menjadi pengeluaran pemerintah untuk membeli
barang dan jasa dan pengeluaran pemerintah yang berbentuk pengeluaran
transfer. Pengeluaran pemerintah untuk membeli barang dan jasa merupakan
pengeluaran yang digunakan untuk membeli barang dan jasa yang diperlukan
guna melaksanakan fungsi pemerintah secara efektif. Jadi pembelian senjata,
komputer, kertas, gedung, peralatan kantor, dan sebagainya merupakan
pembelian barang oleh pemerintah, sedangkan pembayaran gaji pegawai
negeri merupakan contoh utama pembelian jasa oleh pemerintah. Apabila
pemerintah membeli barang dan jasa dari masyarakat, maka pemerintah
bersaing dengan pihak swasta di pasar. Karena itu pemerintah harus pula
mengikuti kondisi pasar kalau ingin memperoleh barang dan jasa yang
dikehendaki.
Di lain pihak, pengeluaran pemerintah yang berbentuk transfer
merupakan pengeluaran tanpa balas jasa langsung. Kalau pemerintah
membeli barang dan jasa, adalah sebagai ganti dari uang yang dikeluarkan
pemerintah memperoleh barang dan jasa yang dikehendaki, tetapi kalau
pemerintah mengeluarkan uang untuk keperluan transfer pemerintah tidak
memperoleh sesuatu secara langsung dari penerimaan transfer itu, transfer
berarti pemindahan. Jadi pengeluaran transfer berarti pemindahan uang dari
saku pemerintah ke saku penerima tanpa ada embel-embel apa pun juga.
Pengeluaran transfer adalah pengeluaran dalam rangka pelaksanaan fungsi
pemerintah untuk mempertinggi kesejahteraan masyarakat. Pengeluaran
transfer ini berbentuk subsidi dan hibah terutama kepada golongan rakyat
yang miskin dan sangat memerlukan, seperti subsidi pendidikan, subsidi
kesehatan, subsidi pengangguran, uang pensiun dan pengeluaran untuk
menanggulangi bencana alam. Karena pengeluaran transfer adalah
pengeluaran tanpa balas jasa langsung, jadi seperti juga pajak yang
merupakan pembayaran kepada pemerintah tanpa balas jasa langsung, maka
pengeluaran transfer juga disebut sebagai pajak negatif. Bersama-sama
dengan C dan I, pengeluaran pemerintah untuk membeli barang dan jasa,
 ESPA4110/MODUL 5 5.17

G (government expenditure) membentuk pengeluaran agregat untuk ekonomi


tiga sektor, yaitu:
Y=C+I+G

Karena itu seperti juga I, tambahan G menyebabkan membesarnya arus


perputaran pendapatan nasional, jadi G (dan I) merupakan injeksi pada arus
tersebut.
Di lain pihak, tambahan pajak atau T (tax) menyebabkan menciutnya
arus perputaran pendapatan nasional jadi T adalah kebocoran pada arus
perputaran pendapatan nasional. Dengan demikian arus perputaran
pendapatan nasional dalam ekonomi tiga sektor baru akan stabil, tidak
membesar atau menciut, apabila injeksi = kebocoran, atau I + G = S + T.
Dalam garis besarnya, anggaran berimbang sebenarnya tidak bersifat
netral, bila ditinjau dari segi ekonomi. Apabila keadaan ekonomi sudah
dalam keadaan pengerjaan penuh mengalami goncangan konjungtur (daur
bisnis atau fluktuasi ekonomi), yaitu goncangan yang terjadi sebagai akibat
ketidaksesuaian antara harapan dan realisasinya, misalnya antara pengeluaran
investasi yang direncanakan dan yang terealisasikan, maka kebijakan
anggaran belanja berimbang bahkan dapat memperberat goncangan itu.
Seandainya goncangan itu berupa goncangan ke bawah, sehingga terjadi
penurunan pendapatan, pengangguran sumber daya, stagnasi produksi, dan
sebagainya, maka akibat yang dapat terjadi apabila anggaran berimbang tetap
dipertahankan, adalah turunnya G (government expenditure) yaitu
pengeluaran pemerintah untuk membeli barang dan jasa dan Tr (transfer
payment) yaitu pengeluaran pemerintah yang berbentuk subsidi karena
menurunnya jumlah penerimaan dari pajak, atau tingkat perpajakan harus
dinaikkan kalau penerimaan ingin tetap dapat dipertahankan seperti semula.
Tetapi usaha mengurangi G dan Tr maupun usaha menaikkan T untuk
mempertahankan anggaran berimbang tersebut justru akan mendorong
goncangan ke bawah itu semakin parah. Seperti telah kita pelajari dalam
modul-modul yang lalu G (dan Tr) adalah bagian dari pengeluaran agregat
C + I + G, sehingga turunnya G akan menyebabkan pula turunnya permintaan
agregat dan dengan demikian akan mengakibatkan turunnya aras harga-harga
barang. Hal yang sama berlaku bagi peningkatan T karena T adalah
kebocoran pada aras perputaran pendapatan nasional. Dengan demikian
jelaslah bagi ekonomi seperti itu usaha mempertahankan anggaran berimbang
jelas tidak menguntungkan, karena tidak saja gelombang konjungtur tidak
5.18 Pengantar Ekonomi Makro 

berkurang, tetapi bahkan akan mendorong gelombang tersebut lebih jauh


lagi. Jadi kebijakan anggaran berimbang adalah “procylical” (mendorong
berlangsungnya daur bisnis atau fluktuasi ekonomi) dan tidak bersifat
countercyclical (menentang arah gerak daur bisnis).
Tujuan utama manipulasi anggaran (kebijakan fiskal) dalam ekonomi
negara maju, terutama untuk menstabilkan jalannya roda perekonomian,
sedangkan untuk negara berkembang adalah untuk ikut mendorong
pembangunan ekonomi yang stabil. Stabilitas ekonomi dipengaruhi oleh
gelombang konjungtur, karena itu ada sebagian orang berpendapat, sebaiknya
kebijakan anggaran berimbang tidak dilakukan secara tahunan, tetapi selama
satu gelombang konjungtur penuh agar anggaran defisit selama gelombang
konjungtur turun dapat diimbangi oleh anggaran surplus selama gelombang
konjungtur naik. Tetapi lamanya dan kuatnya gelombang konjungtur turun
tidak selalu sama dengan lamanya dan kuatnya gelombang konjungtur naik.
Akibatnya usaha mengatasi gelombang konjungtur melalui manipulasi
anggaran dapat mengakibatkan anggaran defisit atau surplus dalam waktu
yang cukup lama, atau menyeimbangkan anggaran dalam satu gelombang
konjungtur penuh justru akan menyebabkan usaha untuk mengatasi
gelombang konjungtur tidak dapat dilakukan secara efektif. Karena itu kalau
tujuan semula tetap dipertahankan, yaitu mempertahankan stabilitas ekonomi
yang dinamis, maka masalah perimbangan anggaran belanja tidaklah
esensial, baik itu tahunan atau selama satu gelombang konjungtur penuh.
Masalah yang esensial adalah bagaimana menanggulangi gelombang
konjungtur dengan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara
demi tercapainya stabilitas ekonomi yang dinamis. Gagasan menggunakan
anggaran dengan tidak mempedulikan berimbang atau tidaknya anggaran
disebut gagasan pembelanjaan fungsional.

A. KEBIJAKAN FISKAL

Salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam


mengintervensi jalannya mekanisme pasar adalah melalui kebijakan fiskal.
Kebijakan fiskal ada yang dilakukan secara aktif (discretionary fiscal policy)
dan ada yang bekerja secara pasif (built in stabilizers).
Kebijakan fiskal yang disengaja adalah kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah untuk menanggulangi gelombang konjungtur dengan
memanipulasi anggaran belanja secara sengaja, baik melalui pengubahan
 ESPA4110/MODUL 5 5.19

perpajakan atau pengubahan pengeluaran pemerintah. Dengan usaha ini


terlihat seberapa jauh peranan pemerintah dalam melakukan campur
tangannya dalam pengaturan jalannya roda perekonomian.
Untuk memudahkan analisis, kita mulai dulu dengan model yang
sederhana dengan menggunakan anggapan-anggapan berikut :
1. pengeluaran investasi bersifat otonom, jadi I = IO;
2. impak mula-mula dari perubahan pengeluaran pemerintah tidak
menyebabkan pengeluaran rumah tangga individu dan rumah tangga
perusahaan terpengaruh, artinya adanya tambahan pengeluaran
pemerintah tidak akan menyebabkan fungsi konsumsi maupun fungsi
investasi bergeser;
3. penerimaan pemerintah diperoleh sepenuhnya dari pajak-pajak pribadi
(terutama pajak penghasilan). Artinya walaupun PSP (pendapatan siap
pakai atau “disposable income”) akan lebih kecil daripada PPI
(pendapatan pribadi atau “personal income”) dengan penerimaan pajak
tersebut, tetapi PDN (produk domestik neto), PNS (pendapatan
nasional), dan PPI akan tetap sama;
4. jumlah pajak yang ditarik tidak tergantung dari PDN , jadi T = To
(“pajak lump-sum”).

Dengan menggunakan contoh pada modul ketiga Tabel 5.1 dengan


tambahan adanya pengeluaran pemerintah G sebesar Go = 140 satuan uang
dan dimulai pada saat Y = 500 satuan uang, maka tabel tersebut akan menjadi
sebagai berikut:
5.20 Pengantar Ekonomi Makro 

Tabel 5.1.
Keseimbangan Pendapatan Nasional Ekonomi Tiga Sektor

Y C Io Go S C+Io+Go
(satuan (satuan (satuan (satuan (satuan (satuan
uang) uang) uang) uang) uang) uang)
500 460 200 140 40 800
550 490 200 140 60 830
600 520 200 140 80 860
650 550 200 140 100 890
700 580 200 140 120 920
750 610 200 140 140 950
800 640 200 140 160 980
850 670 200 140 180 1010
900 700 200 140 200 1040
950 730 200 140 220 1070
1000 760 200 140 240 1100
1050 790 200 140 260 1130
1100 820 200 140 280 1160
1150 850 200 140 300 1190
1200 880 200 140 320 1220
1250 910 200 140 340 1250

Dengan perhitungan matematik (lihat juga Tabel 3.4 modul ketiga)


adalah sebagai berikut.
1. Pendekatan pengeluaran agregat = penawaran agregat.
C = 160+0.60Y
Io = 200
Go = 140
Y = C+I+G
= 160 + 0.60Y + 200 + 140
= 0.60Y+500
y – 0,60Y = 500
0.40Y = 500
YE = 1250 satuan uang
(YE = pendapatan nasional dalam keadaan ekuilibrium)
CE = 160 + 0.60(1250) = 910 satuan uang
(CE = pengeluaran konsumsi dalam keadaan ekuilibrium)

Pada modul ketiga terdahulu, sebelum ada G, YE = 900 satuan. Dengan


adanya tambahan pengeluaran pemerintah G sebesar 140 satuan, ternyata YE
 ESPA4110/MODUL 5 5.21

meningkat dari 900 menjadi 1250 satuan uang. Jadi dengan tambahan G
sebesar 140 satuan uang dapat didorong kenaikan pendapatan nasional
sebesar 350 satuan uang.

2. Pendekatan Injeksi = Kebocoran


Dalam ekonomi tiga sektor injeksi pada arus perputaran pendapatan
nasional adalah I + G, sedang kebocorannya terdiri dari S + T
Io = 200
Go = 140
To = 0

I+G=S+T
200 + 140 = S + 0
SE = 340
Jadi SE = 340 satuan uang.
(SE = tabungan dalam keadaan ekuilibrium)

Dari tabel di atas terlihat bahwa pada YE=1250 satuan uang, besarnya
SE = 340 satuan uang {dapat juga dihitung dengan rumus : S = -a + (1-b) Y
atau S = -160 + 0.40 (1250) = 340}. Secara grafis keseimbangan pendapatan
nasional dalam ekonomi tiga sektor dapat dilihat pada Gambar 5.1 dan 5.2
berikut.

Gambar 5.1.
Keseimbangan Pendapatan Nasional
Ekonomi Tiga Sektor
(Pendekatan pengeluaran agregat/penawaran agregat)
5.22 Pengantar Ekonomi Makro 

Gambar 5.2.
Keseimbangan Pendapatan Nasional Ekonomi Tiga Sektor
(Pendekatan injeksi - kebocoran)

Sekarang kalau di samping pengeluaran pemerintah G, diintegrasikan


juga pajak ke dalam persamaan keseimbangan pendapatan nasional dalam
ekonomi tiga sektor, maka keseimbangan variabel-variabel dalam persamaan
itu juga ikut berubah. Andaikan T = To = 100 satuan uang, maka proses
pengenaan pajak “lump-sum” To sebesar 100 satuan uang dapat dilihat pada
Tabel 5.2 berikut.

Tabel 5.2.
Keseimbangan Pendapatan Nasional Ekonomi Tiga Sektor

Y To YD=PSP C Io Go C+Io+Go
(satuan (satuan (satuan (satuan (satuan (satuan (satuan
uang) uang) uang) uang) uang) uang) uang)
500 100 400 400 200 140 740
550 100 450 430 200 140 770
600 100 500 460 200 140 800
650 100 550 490 200 140 830
700 100 600 520 200 140 860
750 100 650 550 200 140 890
800 100 700 580 200 140 920
850 100 750 610 200 140 950
900 100 800 640 200 140 980
950 100 850 670 200 140 1010
1000 100 900 700 200 140 1040
1050 100 950 730 200 140 1070
1100 100 1000 760 200 140 1100
1150 100 1050 790 200 140 1130
1200 100 1100 820 200 140 1160
 ESPA4110/MODUL 5 5.23

Dirumuskan secara matematik, tabel itu akan berbentuk sebagai berikut.


1. Pengeluaran agregat = penawaran agregat
Y = C+I+G
C = 160 + 0,60 YD
To = 100
Go = 140
Io = 200
Y = C+I+G

Y = 160 + 0.60 (Y – 100) + 200 + 140


0.40Y = 440
YE = 1.100 satuan uang.
CE = 160 + 0.60 (Y – 100)
CE = 160 + 0.60(1000) = 760 satuan uang.

Jadi pendapatan nasional keseimbangan, apabila sekarang ada pajak


To = 100 satuan uang dan Go=140 satuan uang menjadi tidak lagi 900
satuan uang tetapi 1100 satuan uang.

2. Injeksi = kebocoran
Dalam ekonomi tiga sektor injeksi pada arus perputaran pendapatan
nasional terdiri dari I dan G, sedang kebocoran pada arus perputaran
pendapatan nasional terdiri dari S dan T
Io = 200
Go = 140
To = 100
S = –160 + 0.40 YD
I+G=S+T
200 + 140 = –160 + 0,40 YD + 100
340 = –160 + 0,40 (Y – 100) + 100
340 = –160 + 0,40Y – 40 + 100
340 = –100 + 0,40Y
440 = 0,40 Y
440
Y =
0, 40
YE = 1100 satuan uang.
5.24 Pengantar Ekonomi Makro 

SE = –160 + 0,40 YD
= –160 + 0,40 (1100 – 100)
= –160 + 0,40 (1000)
= –160 + 400
= 240 satuan uang

B. MULTIPLIER

Multiplier adalah angka pengganda yang menunjukkan bertambahnya


atau berkurangnya pendapatan nasional karena perubahan variabel yang
mempengaruhinya seperti investasi, pengeluaran pemerintah dan pajak.
Dalam soal di atas tambahan atau perubahan pendapatan nasional akibat
adanya pajak dan pengeluaran pemerintah dapat juga dicari melalui efek
multiplier mereka. Untuk mencari efek multiplier pengeluaran pemerintah
dan pajak dapat digunakan penjabaran berikut.
Y = C+I+G
C = a + bYD
T = To
G = Go
I = Io

Y =
a + bYD + Io + Go
Y =
a + b (Y – To) + Io + Go
Y a + bY – bTo + Io + Go
=
Y bY + a – bTo + Io + Go
=
Y – bY =
a – bTo + Io + Go
(1 – b)Y a – bTo + Io + Go
=
1
Y = (a – bTo + Io + Go)
1− b

Jadi bila Go bertambah dengan ∆G, maka Y juga akan bertambah dengan
∆Y karena G adalah injeksi pada arus perputaran pendapatan nasional.
1
Y + ∆Y = ( a − bTo + Io + G o + ∆G )
1− b
1 1
Y + ∆Y = ( a − bTo + Io + G o ) + ( ∆G ) ,
1− b 1− b
 ESPA4110/MODUL 5 5.25

Karena
1
Y= ( a − bTo + Io + G o )
1− b
Sehingga
1
∆Y = ( ∆G )
1− b

∆Y 1
=
∆G 1 − b
(∆Y/∆G) tidak lain adalah besarnya ∆Y yang diakibatkan oleh adanya ∆G
jadi merupakan multiplier, dan dikenal sebagai multiplier pengeluaran
pemerintah atau kG yang besarnya = 1/(1 – b).

(b adalah MPC = Marginal Propensity to Consume)

Jadi multiplier pengeluaran pemerintah, kG, besarnya sama dengan multiplier


investasi kI. Keduanya mempunyai rumus:

1
kG = k I =
1− b

Jika tambahan pengeluaran pemerintah dapat menambah pendapatan


nasional sebesar kG kali tambahan pengeluaran pemerintah tersebut, maka
tambahan pajak sebesar ∆T akan mengurangi pendapatan nasional sebesar kT
kali tambahan pajak tersebut.

1
Y= ( a − bTo + I o + Go )
1− b

Sekarang kalau T bertambah dengan ∆T, maka Y akan berkurang dengan


∆Y, sebab TO adalah kebocoran pada arus perputaran pendapatan nasional.
5.26 Pengantar Ekonomi Makro 

1
Y + ∆Y =  a − b (To + ∆T ) + I o + Go 
1− b 
1
Y + ∆Y = ( a − bTo − b∆T + I o + Go )
1− b
1 b
Y + ∆Y = ( a − bTo + I o + Go ) − ( ∆T )
1− b 1− b
Karena,
1
Y= ( a − bTo + I o + Go )
1− b
Jadi
b
∆Y = − ∆T
1− b

∆Y b
=−
∆T 1− b

Dengan demikian kT = (∆Y/∆T) adalah multiplier pajak yang besarnya tidak


MPC b
sama dengan kTr = = multiplier pengeluaran pemerintah
1 − MPC 1 − b
b
maupun multiplier investasi kT = −
(1 − b )
Karena pengeluaran pemerintah yang berbentuk transfer adalah pajak
negatif maka besarnya multiplier pengeluaran transfer = multiplier pajak
tetapi bertanda positif;
Dari contoh pada Tabel 5.2 di atas, ∆G = 140 satuan uang dan TO = 100
satuan uang, MPC = 0,6.
1
Jadi ∆Y/∆G = , sehingga
1 − MPC
 1 
∆Y = 140   = 350 satuan uang, sedangkan
 1 − 0, 6 
 ESPA4110/MODUL 5 5.27

MPC
∆Y/∆T = , sehingga
1 − MPC
0, 6
∆Y = 100 = 150 satuan uang
1 − 0,6

Dengan demikian ∆Y = 350 – 150 = 200 satuan uang. Karena YE mula-


mula adalah 900 satuan uang, maka setelah ada ∆G sebesar GO = 140 satuan
uang dan ∆T sebesar TO = 100 satuan uang, YE berubah menjadi (900 + 200)
= 1100 satuan uang, sama seperti perhitungan dengan pendekatan
pengeluaran agregat dan penawaran agregat atau pendekatan injeksi dan
kebocoran pada arus perputaran pendapatan nasional di atas.
Secara grafis kedua pendapatan tadi dapat dilihat pada diagram berikut:

Gambar 5.3.
Keseimbangan Pendapatan Nasional Ekonomi Tiga Sektor
(Pendekatan pengeluaran agregat = penawaran agregat)
5.28 Pengantar Ekonomi Makro 

Gambar. 5.4.
Keseimbangan Pendapatan Nasional Ekonomi Tiga Sektor
(pendekatan injeksi = kebocoran)

Dari Gambar 5.3 terlihat bahwa pengenaan pajak sebesar 100 satuan uang
akan menggeser fungsi konsumsi ke bawah dan dengan demikian juga
fungsi-fungsi C + I dan C + I + G.
Fungsi mula-mula: C = 160 + 0,60Y
Sekarang : C’ = 160 + 0,60YD
YD = Y – T = Y – 100, sehingga:
C’ = 160 + 0,60(Y – 100)
C’ = 100 + 0,60Y

Jadi dengan pengenaan pajak sebesar T = 100 satuan uang fungsi konsumsi
akan tergeser ke bawah (ke kanan), sehingga perpotongan dengan sumbu
vertikal, turun dari 160 satuan uang menjadi 100 satuan uang.
Hal yang sama terlihat pula pada Gambar 5.4. Fungsi S sekarang
bergeser yaitu ke atas (ke kiri) karena fungsi S berubah dari:
S = –160 + 0,40YD menjadi S’= –100 + 0,40YD.
Dalam contoh di atas besarnya pengeluaran pemerintah, G, adalah 140
satuan uang. Sedangkan besarnya penerimaan pemerintah, T hanya sebesar
100 satuan uang, sehingga pemerintah mempunyai defisit anggaran sebesar
 ESPA4110/MODUL 5 5.29

40 satuan uang. Karena itu impak anggaran defisit ini terlihat pada naiknya
YE, yaitu dari 900 satuan uang menjadi 1100 satuan uang.
Apa yang terjadi apabila tambahan pengeluaran pemerintah sepenuhnya
dibiayai dari tambahan pajak? Dalam kasus ini apabila G = T = 140 satuan
uang, maka arus perputaran pendapatan akan mendapat injeksi sebesar 140
satuan uang tetapi juga menderita kebocoran sebesar 140 satuan uang pula
(anggaran pendapatan dan belanja negara yang berimbang). Bagaimanakah
impak anggaran berimbang itu pada pendapatan nasional keseimbangan YE?
Dengan pendekatan pengeluaran agregat = penawaran agregat besarnya
YE sebagai akibat adanya tambahan G yang besarnya sama dengan T dapat
dihitung dengan model penawaran agregat=pengeluaran agregat berikut.

Y = C+I+G
T = 140
C = 160 + 0,60 YD = 160 + 0,60 (Y – 140) = 76 + 0,60Y
IO = 200
GO = 140
Y = C+I+G
Y = 76 + 0,60Y + 200 + 140
0,40Y = 416
YE = 1040 satuan uang.

Jadi walaupun tambahan G = tambahan T ternyata YE tetap meningkat


yaitu dari 900 satuan uang menjadi 1040 satuan uang (meningkatnya Y =
meningkatnya G = T = 140). Dengan demikian jelas bahwa kebijakan
anggaran berimbang bukanlah kebijakan yang bersifat netral.
Mengapa kebijakan anggaran belanja berimbang masih dapat menaikkan
YE? Sebab multiplier pengeluaran pemerintah tidak sama dengan multiplier
pajak.

∆Y 1
kG = =
∆G 1 − MPC

∆Y M PC
kt = − = −
∆T 1 − M PC
5.30 Pengantar Ekonomi Makro 

Jadi dalam contoh di atas :

1
kG = = 2, 5
1 − 0, 6

0, 6
kt = − = − 1, 5
1 − 0, 6

Sehingga impak anggaran berimbang adalah terjadinya kenaikan YE


sebesar tambahan G (atau T) kali (kG + kT = 2,5 – 1,5 = 1).

1 M PC
kG + kt = −
1 − M PC 1 − M PC

1 − M PC
kG + kt = =1
1 − M PC

Multiplier anggaran berimbang selalu sebesar satu (apabila pajaknya adalah


pajak “lump sum” = TO), karena itu dalam contoh di atas YE bertambah
dengan 140 satuan uang kalau ∆G = 140 satuan uang sehingga YE yang mula-
mula 900 satuan uang dengan adanya tambahan G = tambahan T itu berubah
menjadi 900 + 140 = 1040 satuan uang.

C. KEBIJAKAN FISKAL YANG PASIF (AUTOMATIC


STABILIZERS ATAU BUILT-IN STABILIZERS)

Di muka telah kita bicarakan tentang bentuk penerimaan pemerintah


yang berupa pajak “lump-sum”, yaitu pajak yang jumlah besarnya tidak ada
hubungannya dengan pendapatan nasional. Dalam realitas sebagian besar dari
pajak-pajak yang dikenakan pada masyarakat, baik langsung maupun tidak
langsung, berhubungan erat dengan tingginya aras pendapatan nasional.
Semakin tinggi aras pendapatan nasional, semakin besar pula penerimaan
yang akan diperoleh dari pajak, baik langsung maupun tidak langsung. Pajak
penghasilan perorangan maupun perusahaan yang merupakan pajak yang
paling besar penerimaan hasilnya adalah pajak langsung yang jelas sekali
berkaitan dengan tingginya aras pendapatan nasional. Pajak pertambahan
 ESPA4110/MODUL 5 5.31

nilai bea masuk, cukai tembakau dan sebagainya adalah pajak tidak langsung
yang besar penerimaan daripadanya tergantung pada banyaknya dan
tingginya transaksi atau produksi. Tetapi banyaknya dan tingginya transaksi
serta tingginya produksi barang-barang tentu tergantung dari daya beli
masyarakat, jadi pada pendapatan nasional. Dengan demikian jelas bahwa
penerimaan pemerintah dari pajak berbanding langsung dari tingginya aras
pendapatan nasional. Secara sederhana hubungan itu dapat dirumuskan
sebagai:

T = TO + t Y

dan t mempunyai kedudukan seperti MPC dan disebut tingkat perpajakan


marginal.
Bila penerimaan pemerintah dari pajak terkait dengan pendapatan
nasional, maka setiap kali pendapatan nasional meningkat penerimaan
pemerintah dari pajak juga ikut meningkat, sedang kalau pendapatan nasional
turun penerimaan pemerintah dari pajak juga turun. Karena pendapatan
nasional naik-turun mengikuti gelombang konjungtur, maka penerimaan
pajak juga naik-turun mengikuti gelombang konjungtur. Pada waktu ada
gelombang konjungtur naik, jadi harga-harga barang mulai meningkat,
industri memperoleh banyak tambahan permintaan barang-barang yang
dihasilkannya dan ekonomi menuju ke arah inflasi, maka penerimaan pajak
juga turut meningkat. Karena pajak adalah kebocoran pada arus perputaran
pendapatan nasional, maka meningkatnya penerimaan pemerintah dari pajak
berarti membesarnya kebocoran, jadi secara otomatis ikut mengerem gerak
gelombang konjungtur naik tersebut. Demikian pula apabila gelombang
konjungtur bergerak turun, penerimaan pemerintah dari pajak juga ikut
menurun, jadi kebocoran berkurang dan turunnya penerimaan pajak juga ikut
mengerem secara otomatis gerak gelombang konjungtur yang menurun
tersebut.
Pajak-pajak yang dapat berfungsi sebagai rem yang memberikan reaksi
secara otomatis terhadap berubahnya pendapatan nasional disebut sebagai
“built-in stabilizers” atau “automatic stabilizers” karena pajak-pajak itu
dapat menstabilkan gerak gelombang konjungtur secara otomatis. Pajak-
pajak yang masuk dalam kategori ini adalah pajak-pajak yang berupa
persentase, bukan pajak-pajak yang berbentuk “lump-sum".
5.32 Pengantar Ekonomi Makro 

Apabila kebijakan fiskal yang pasif itu kita integrasikan dalam model
keseimbangan pendapatan nasional dalam ekonomi tiga sektor, maka
besarnya multiplier pajak dengan “automatic stabilizers” tidak lagi sama
dengan multiplier pajak yang telah kita bicarakan di muka. Melalui
pendekatan pengeluaran agregat = penawaran agregat besarnya multiplier
pajak dengan "“automatic stabilizers” dapat diperoleh sebagai berikut.
Y = C+I+G
C = a + bYD
YD = Y – T
T = TO + t Y
I = IO
G = GO

Sehingga

Y = a − b[Y − (To + tY)] + Io + G o


Y = a − b (Y − To − tY) + Io + G o
Y = a + bY − bTo − btY + Io + G o
Y − bY + btY = a − bTo + Io + G o
(1− b + bt)Y = a − bTo + Io + G o
a − bTo + Io + G o
Y=
1− b + bt
1
Y= (a − bTo + Io + G o )
1− b + bt

Bila IO bertambah dengan ∆I atau GO bertambah dengan ∆G maka Y


akan bertambah dengan ∆Y. Andaikan G bertambah menjadi G + ∆G, maka

1
Y + ∆Y = (a − bTo + Io + G o + ∆G )
1− b + bt

1 1
Y + ∆Y = (a − bTo + Io + G o ) + (∆G)
1− b + bt 1− b + bt
 ESPA4110/MODUL 5 5.33

1
Jadi ∆Y = ∆G
1− b + bt

∆Y 1
= kG =
∆G 1− b + bt

Dengan demikian besarnya multiplier pajak dengan “automatic stabilizers”


atau multiplier

1
kG = kT =
1− b + bt

investasi dalam sistem perpajakan dengan”automatic stabilizers” adalah:


b = MPC = hasrat berkonsumsi marginal.
t = tingkat perpajakan marginal.
Karena b≤1 dan t≤1, maka:

1 1

1− b + bt 1− b

sehingga adanya “automatic stabilizers” akan menurunkan besarnya angka


multiplier. Andaikan b =0,8 dan t =0,2 maka

1 1
kG = = =5
1− b 1− 0,8

apabila pajaknya adalah pajak “lump-sum”

1 1
kG = = = 2, 78
1− b + bt 1− 0,8 + (0,8) (0, 2)

apabila pajaknya adalah pajak “automatic stabilizers”

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menilai kebaikan sistem


perpajakan dengan “automatic stabilizers” adalah bahwa kemampuan sistem
5.34 Pengantar Ekonomi Makro 

itu memberikan reaksi terhadap gerak gelombang konjungtur adalah terbatas.


Artinya kalau gerak gelombang konjungtur cukup kuat, reaksi sistem
perpajakan tersebut tidak akan mampu menahan gerak gelombang konjungtur
itu hingga berhenti atau kembali pada posisi normal. Apa yang mampu
dilakukan oleh sistem perpajakan tersebut hanyalah mengurangi kecepatan
gerak gelombang konjungtur saja. Karena itu di samping kebijakan fiskal
yang bersifat pasif ini, tetap perlu adanya kebijakan fiskal yang bersifat aktif
(discretionary), atau disengaja, seperti juga kalau kita sakit obat di rumah
dapat mengurangi sakit itu untuk sementara, tetapi untuk menyembuhkan
penyakit itu kita tetap perlu pergi ke dokter untuk mendapat obat yang tepat
dan memadai.

D. KESENJANGAN INFLASI DAN KESENJANGAN DEFLASI

Pada ekonomi yang sudah maju kita membedakan pendapatan nasional


keseimbangan, YE, dan pendapatan nasional pada tingkat pengerjaan penuh,
YFE (disebut juga pendapatan nominal potensial yang dalam bahasa
Inggrisnya disebut “full employment national income” atau “potensial
income”). YFE adalah aras pendapatan nasional pada tingkat pengerjaan
penuh, artinya aras pendapatan nasional yang dicapai apabila semua (dalam
pengertian sebagian terbesar karena selalu adanya pengangguran friksional)
sumber daya manusia yang mau dan mampu bekerja pada tingkat upah yang
berlaku semuanya sudah memperoleh pekerjaan. Karena itu setiap negara
tentu akan mencapai atau mempertahankan aras keseimbangan pendapatan
nasional dalam tingkat pengerjaan penuh. Jadi bagi negara yang sudah maju
masalah utama yang dihadapi, dan merupakan masalah ekonomi makro
mereka, adalah bagaimana mempertahankan aras tersebut dengan harga-
harga barang yang stabil. Kalau karena goncangan gerak gelombang
konjungtur aras itu terganggu, artinya aras itu menurun atau arusnya tetap
tetapi harga-harga barang kian lama kian melonjak, maka tugas pemerintah
adalah mengembalikan keadaan itu pada kondisi semula, yaitu keadaan
ekonomi dengan aras pendapatan nasional pada tingkat pengerjaan penuh
tanpa goncangan harga-harga barang yang berlebihan.
Dengan demikian untuk analisis lebih lanjut perlu dibedakan beberapa
pengertian.
 ESPA4110/MODUL 5 5.35

1. YE, pendapatan nasional keseimbangan. Pendapatan nasional dapat


berarti,
a) pendapatan nasional riil, artinya pengaruh perubahan harga-harga
barang sudah dihilangkan atau dinetralisasikan;
b) pendapatan nasional keseimbangan nominal, artinya pendapatan
nasional keseimbangan yang dihitung dengan menggunakan harga
berlaku.

2. YFE, pendapatan nasional pada tingkat pengerjaan penuh yang selalu


berarti pendapatan nasional riil atau potensial Atas dasar pembedaan
tersebut kita dapat menjumpai keadaan :
a) YE < YFE, artinya aras pendapatan nasional keseimbangan belum
mencapai aras yang diharapkan, sehingga pemerintah
mempunyai tugas untuk meningkatkan YE menjadi YFE.
b) YE = YFE, artinya pendapatan nasional keseimbangan sudah
mencapai aras yang diinginkan, sehingga pemerintah
mempunyai tugas untuk mempertahankan keadaan
tersebut.
c) YE > YFE, artinya pendapatan nasional keseimbangan di sini pasti
merupakan pendapatan nasional keseimbangan nominal,
sebab secara riil YE tidak dapat melampaui YFE, karena
itu bila YE >YFE berarti pendapatan nasional
keseimbangan dihitung dengan menggunakan harga-
harga yang meningkat (ada inflasi).

Bertitik tolak dari keadaan YE = YFE, maka keadaan YE < YFE


menunjukkan bahwa ekonomi nasional mengalami kesulitan dalam bentuk
penurunan harga-harga barang, kemacetan pada sektor produksi,
pengangguran sumber daya dan sebagainya. Keadaan ekonomi seperti ini
dapat disebut sebagai keadaan ekonomi dengan kesenjangan deflasi,
sehingga untuk meningkatkan YE menjadi YFE kembali perlu ada injeksi yang
lebih besar dari kebocoran pada arus perputaran pendapatan nasional. Artinya
melalui kebijakan fiskal (dan didukung oleh kebijakan ekonomi lainnya),
pemerintah harus mampu mendorong G dan atau I lebih besar dari
penerimaan pemerintah T atau keinginan orang untuk menabung, S. Dengan
kata lain, pemerintah harus berusaha agar G + I >T + S. Secara grafis
keadaan atau kesenjangan deflasi dapat digambarkan sebagai berikut:
5.36 Pengantar Ekonomi Makro 

Kesenjangan Pendapatan Nasional

Gambar 5.5.
Kesenjangan Deflasi

Pada contoh yang dikemukakan dalam Tabel 5.2, seandainya YFE = 1160
satuan uang, maka besarnya kesenjangan deflasi bukan 1160 – 1100 = 60
satuan uang. 60 satuan uang ini adalah kesenjangan pendapatan nasional.
Kesenjangan deflasi harus diukur dari besarnya G atau I yang harus
diinjeksikan pada arus perputaran pendapatan nasional agar YE dapat
mencapai YFE. Karena C = 160 + 0,60 YD, maka besarnya kG atau kI adalah:

1 1 1
KG = KI = = = = 2,5
1− MPC 1− 0, 6 0, 4

Jadi untuk mencapai aras YFE = 1160 satuan uang, G atau I harus dinaikkan
sebesar 24 satuan uang (24 kali 2,5 = 60).
 ESPA4110/MODUL 5 5.37

Untuk menghilangkan kesenjangan deflasi pemerintah juga dapat


menurunkan pajak (T). Karena pajak adalah kebocoran pada arus perputaran
pendapatan nasional upaya pengurangan kebocoran akan mampu
memperbesar arus perputaran pendapatan nasional. Dalam contoh di atas
kekurangan YE dari YFE sebesar 60 satuan uang dapat dihilangkan dengan
mengurangi pajak sebesar 40 satuan uang, karena multiplier uang adalah –1,5
(apabila pajaknya adalah pajak lump-sum, sehingga 60 = 40 kali 1,5)

1 1 1
KT = − =− =− = −1,5
1− MPC 1− 0, 6 1− 0, 4

Dengan demikian kesenjangan deflasi dapat dihilangkan melalui


kebijakan fiskal, yaitu menambah G atau mengurangi T. Keadaan yang
serupa, tetapi berkebalikan, adalah apabila YE > YFE. Kalau keadaan YE < YFE
disebut keadaan ekonomi dengan kesenjangan deflasi, maka keadaan YE
>YFE disebut keadaan ekonomi dengan kesenjangan inflasi. Dalam keadaan
itu pendapatan nasional keseimbangan merupakan pendapatan nasional
keseimbangan nominal, karena secara riil YFE adalah pendapatan nasional
yang optimal. Jadi untuk mengatasi keadaan itu, yaitu naiknya harga-harga
barang, upah dan sebagainya, maka pemerintah harus mengurangi
pengeluarannya dan atau mempertinggi jumlah pajak yang ditarik. Jadi untuk
mengurangi YE, maka G harus diturunkan dan/atau T dinaikkan. Sesuai
dengan besarnya multiplier G dan multiplier T yang tidak sama, maka
penanggulangan dengan G tentu tidak sama dengan jika penanggulangan
dilakukan dengan menaikkan T.
Jadi seandainya YFE = 1000 satuan uang, maka YE sebesar 1100 satuan
uang harus diturunkan agar harga-harga barang dapat diturunkan dan
stabilitas dapat dicapai kembali. Apabila pemerintah ingin menurunkan YE
dengan 100 satuan uang melalui pengurangan G, maka dengan kG = 2,5
pengeluaran pemerintah harus diturunkan dengan 40 satuan uang, dan kalau
melalui penambahan T, maka dengan kT = 1,5 pajak harus dinaikkan dengan
66,67 satuan uang (bila pajaknya adalah pajak lump-sum). Secara grafis
kesenjangan inflasi dapat dilihat pada diagram berikut.
5.38 Pengantar Ekonomi Makro 

Kesenjangan Pendapatan Nasional

Gambar 5.6.
Kesenjangan Inflasi

LAT IH A N

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,


kerjakanlah latihan berikut!
1) Apa yang dimaksud dengan sistem anggaran berimbang, sistem anggaran
surplus dan sistem anggaran defisit?
2) Apa yang dimaksud dengan kebijakan fiskal, kemudian jelaskan tujuan
pemerintah melakukan kebijakan fiskal di negara maju dan di negara
berkembang?
3) Jelaskan jenis-jenis pengeluaran pemerintah yang Anda ketahui?
4) Jelaskan pengertian Anda mengenai multiplier dan jelaskan pengaruhnya
pada pendapatan nasional?
5) Bagaimana kesenjangan inflasi dan deflasi terjadi dalam perekonomian,
jelaskan jawaban Anda?
 ESPA4110/MODUL 5 5.39

Petunjuk Jawaban Latihan

1) Sistem anggaran dinamakan:


a. Berimbang, apabila penerimaan pemerintah = pengeluaran
pemerintah.
b. Surplus, apabila penerimaan pemerintah > pengeluaran pemerintah.
c. Defisit, apabila penerimaan pemerintah < pengeluaran pemerintah.
2) Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk
mempengaruhi dan memanipulasi penerimaan dan pengeluaran
pemerintah. Tujuan kebijakan fiskal di negara maju adalah untuk
menstabilkan berjalannya roda perekonomian, sedangkan di negara
berkembang tujuannya adalah untuk mendorong pembangunan ekonomi
yang stabil.
3) Pengeluaran pemerintah terdiri dari pengeluaran pemerintah untuk
membeli barang dan jasa yang dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan
pemerintah dan pengeluaran transfer.
4) Multiplier adalah angka pengganda yang menunjukkan bertambah atau
berkurangnya pendapatan nasional karena pengaruh-pengaruh variabel
ekonomi seperti pengeluaran investasi oleh swasta, pengeluaran
pemerintah dan pungutan pajak oleh pemerintah. Besarnya angka
multiplier investasi = multiplier pengeluaran pemerintah yaitu sebesar kI
= kG = 1/1–b, sedangkan angka multiplier pajak adalah sebesar kT =
−b apabila pajak adalah pajak “lump-sum” dan kT = b/1 – b + bt
1− b
apabila jenis pajaknya adalah pajak progresif.
5) Kesenjangan inflasi adalah keadaan di mana pendapatan dalam
keseimbangan (YF) lebih besar dari pendapatan nasional dalam keadaan
pengerjaan penuh (YFE), sedangkan kesenjangan deflasi adalah
sebaliknya yaitu apabila YF < YFE.

R A NG KU M AN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah suatu


sistem akuntansi yang menggambarkan seluruh penerimaan yang
diharapkan dan pengeluaran yang diperkirakan. Sisi penerimaan terdiri
dari berbagai jenis pajak yang merupakan kebocoran pada arus
perputaran pendapatan nasional, sedangkan sisi pengeluaran terdiri dari
5.40 Pengantar Ekonomi Makro 

pengeluaran pemerintah untuk membeli barang dan jasa dan pengeluaran


transfer yang merupakan injeksi pada arus pendapatan nasional.
Kebijakan yang mempengaruhi anggaran pendapatan dan belanja negara
adalah kebijakan fiskal, kebijakan ini dapat dilakukan secara aktif
(discretionary fiscal policy) dan secara pasif (built in stabilizers).
Tujuan kebijakan fiskal berbeda antara satu negara dengan negara
lainnya, bagi negara maju bertujuan agar roda perekonomian berjalan
stabil sedangkan bagi negara berkembang adalah untuk mendorong
kegiatan pembangunan ekonomi.
Perubahan pendapatan nasional karena berbagai perubahan variabel
ekonomi seperti pengeluaran investasi, pengeluaran pemerintah dan
pajak tergantung pada besarnya angka multiplier, atau angka pengganda.
Pendapatan nasional dalam keseimbangan (YF) dapat berbeda
dengan pendapatan keseimbangan dalam pengerjaan penuh (YFE).
Apabila YF > YFE akan menimbulkan kesenjangan inflasi, dan apabila
YF < YFE akan menimbulkan kesenjangan deflasi.

TE S F OR M AT IF 2

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Sistem anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada zaman Orde Baru
menggunakan sistem anggaran ....
A. defisit
B. surplus
C. berimbang
D. fungsional.

2) Dalam ekonomi tiga sektor, pendapatan nasional dalam keseimbangan


terjadi apabila ....
A. S + T = I + G
B. S + T < I + G
C. S + T > I + G
D. S + T = I + G = 0

3) Besarnya multiplier pajak apabila jenis pajak yang digunakan pajak


“lump-sum” adalah sebesar ....
A. KT = 1/1 – b
B. KT = b/1 –b
C. KT = 1/1-b-bt
D. KT = 1/1-b+bt
 ESPA4110/MODUL 5 5.41

4) Apabila diketahui besarnya MPC sebesar 0.8 dan marginal pajak adalah
0.2 maka besarnya multiplier pajak adalah sebesar ....
A. 2,5
B. 5
C. 8
D. 10

5) Apabila pendapatan nasional dalam keseimbangan lebih besar dari


pendapatan nasional dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment)
akan menimbulkan kesenjangan ....
A. inflasi
B. deflasi
C. pendapatan
D. tabungan

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.

Jumlah Jawaban yang Benar


Tingkat penguasaan = × 100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan Kegiatan Belajar 3. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang
belum dikuasai.
5.42 Pengantar Ekonomi Makro 

Kegiatan Belajar 3

APBN Indonesia pada Zaman


Orde Baru dan Sesudahnya

S eperti telah dinyatakan pada modul sebelumnya APBN zaman Orde Baru
disusun dengan pengertian bahwa apabila sisi penerimaan sama dengan
sisi pengeluaran APBN dapat disebut sebagai anggaran berimbang. Di
samping itu pemerintah dalam menjalankan fungsinya tidak bersifat tetap,
tetapi berubah-ubah sebagai akibat pengaruh perkembangan internal (dalam
negeri) maupun eksternal (luar negeri). Karena itu pemerintah Orde Baru
menyebutkan APBN yang dikelolanya sebagai APBN yang berimbang dan
dinamis. Dalam Nota Keuangan dan RAPBN Tahun anggaran 1998/1999
dinyatakan bahwa: ”Kebijaksanaan APBN yang dilaksanakan sejak tahun
pertama Repelita I didasarkan pada prinsip anggaran berimbang yang
dinamis. Berimbang dalam arti jumlah keseluruhan pengeluaran, baik rutin
maupun pembangunan, selalu sama dengan jumlah keseluruhan penerimaan
negara. Dinamis berarti dalam hal penerimaan lebih rendah dari yang
direncanakan semula, pemerintah akan menyesuaikan pengeluaran agar tetap
terjaga keseimbangan. Demikian pula dalam hal penerimaan negara melebihi
yang direncanakan, masih memungkinkan dibentuknya dana cadangan yang
akan dimanfaatkan pada saat penerimaan negara tidak cukup untuk
mendukung program yang direncanakan sehingga kesinambungan
pembiayaan yang diiringi oleh stabilitas ekonomi yang mantap tidak
terganggu”.

A. SISI PENERIMAAN

Untuk memperoleh dana bagi sisi penerimaan APBN pemerintah harus


selalu mengacu pada Pasal 23 ayat 1 dan ayat 2 UUD 1945 karena Pasal 23
ayat 1dan ayat 2, merupakan pasal yang mengatur sejauh mana pemerintah
boleh mengendalikan jalannya roda perekonomian melalui anggaran
pendapatan dan belanja negara.
Pasal 23 ayat 1 dan ayat 2 menyatakan bahwa: “Anggaran pendapatan
dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang. Apabila
Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan
 ESPA4110/MODUL 5 5.43

pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu”.


“Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”.
Dalam penjelasan pasal tersebut di atas "… dalam negara demokrasi atau
dalam negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat, seperti Republik
Indonesia, anggaran pendapatan dan belanja itu ditetapkan dengan undang-
undang. Artinya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Betapa
caranya rakyat sebagai bangsa akan hidup dan dari mana didapatnya belanja
buat hidup, harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perantaraan
Dewan Perwakilannya. Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga
cara hidupnya. Pasal 23 menyatakan bahwa dalam hal menetapkan
pendapatan dan belanja kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat lebih kecil
daripada kedudukan pemerintah. Ini tanda kedaulatan rakyat. Oleh karena
penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menetapkan nasibnya sendiri,
maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak
dan lain-lainnya, harus ditetapkan dengan undang-undang yaitu dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Penerimaan pemerintah kadang-kadang disebut juga sebagai pendapatan
pemerintah dan harus dibedakan dengan pendapatan nasional yang
merupakan pendapatan seluruh pemilik faktor produksi. Pendapatan atau
penerimaan pemerintah hanya merupakan sebagian kecil daripada
pendapatan nasional (ingat Y = C + I + G, sehingga G yang merupakan
pengeluaran pemerintah hanya merupakan sebagian kecil daripada
pengeluaran agregat Y, yang dalam keseimbangan, selalu sama dengan
pendapatan nasional).

Penerimaan pemerintah dapat dibedakan menjadi:


1. penerimaan dalam negeri (baru : Pendapatan negara dan Hibah)
2. penerimaan pembangunan (baru : Belanja Negara)

Sejak awal pemerintahan Orde Baru penerimaan pemerintah terus


menerus meningkat. Pada awal Repelita I (1969/1970) penerimaan dalam
negeri dianggarkan sebesar Rp228 miliar, tetapi pada tahun 1997/1998
(kejatuhan Orde Baru) penerimaan dalam negeri dianggarkan sebesar
Rp93,113,80 miliar, suatu kenaikan sebesar 408 kali lebih atau sebesar lebih
dari 40.739%. Bersama dengan itu utang luar negeri yang dianggarkan (yang
oleh pemerintah Orde Baru disebut penerimaan pembangunan) juga
meningkat drastis yaitu dari Rp99 miliar menjadi Rp12.506,1 miliar ( pada
5.44 Pengantar Ekonomi Makro 

saat Orde Baru jatuh jumlah total utang luar negeri adalah sekitar $ 60
miliar). Hal ini menggambarkan betapa meningkatnya penerimaan
pemerintah sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi internal maupun
eksternal.
1. Penerimaan dalam negeri terdiri dari penerimaan dari minyak bumi
dan gas (migas dan penerimaan di luar migas). Penerimaan di luar migas
terdiri dari penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan pajak.
Penerimaan dari migas dulu merupakan bagian yang terpenting dari
keseluruhan penerimaan, tetapi beberapa tahun belakangan ini
penerimaan perpajakan merupakan sumber andalan bagi penerimaan
dalam negeri. Penerimaan perpajakan terdiri dari penerimaan yang
berasal dari pajak langsung, yaitu pajak yang ditinjau dari segi
administratif adalah pajak yang menggunakan SPT (surat pemberitahuan
atau kohir) dan ditinjau dari segi ekonomi merupakan pajak yang beban
pajaknya pada umumnya sulit digeserkan pada pihak lain dan pajak
tidak langsung yaitu pajak yang ditinjau dari segi administratif adalah
pajak yang tidak menggunakan SPT (surat pemberitahuan atau kohir)
dan ditinjau dari segi ekonomi merupakan pajak yang beban pajaknya
pada umumnya dapat digeserkan pada pihak lain, baik sebagian maupun
seluruhnya. Penerimaan perpajakan yang berasal dari pajak langsung
berasal terutama dari pajak penghasilan (PPH) , sedang yang berasal
dari pajak tidak langsung adalah terutama adalah pajak pertambahan
nilai barang (PPN), dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Penerimaan bukan pajak, yaitu penerimaan-penerimaan dari penjualan
barang-barang milik pemerintah, dari penerimaan jasa, dari penerimaan
kejaksaan dan peradilan, penerimaan pendidikan, iuran hasil hutan,
penerimaan dari minyak bumi dan gas alam dan lain-lainnya.
2. Penerimaan pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari utang
dan hibah yang didapat dari luar negeri. Utang luar negeri sebagian besar
diperoleh dari konsorsium negara-negara donor untuk Indonesia. (dulu
IGGI – Intergovernmental Group on Indonesia – dan sejak tahun 1992
berubah menjadi CGI – Consultatif Group for Indonesia dan negara-
negara non IGGI/CGI lainnya). Di samping dari kedua sumber tersebut,
penerimaan pembangunan juga diterima dari lembaga keuangan
internasional lainnya, antara lain berupa kredit ekspor, pinjaman
komersial, dan leasing. Dalam penerimaan pembangunan ini termasuk
bantuan program yang berbentuk bantuan yang segera dapat dirupiahkan,
 ESPA4110/MODUL 5 5.45

yang berasal dari Bank Dunia (World Bank/WB), Bank Pembangunan


Asia (Asian Development Bank/ADB), dan Overseas Economic
Cooperation Fund (OECF/ Jepang) yang digunakan untuk penyesuaian
sektor keuangan, pembangunan pasar modal dan pinjaman dalam rangka
program sektoral. Sementara itu, bantuan proyek merupakan perkiraan
nilai lawan bantuan proyek yang penarikan dananya telah disepakati oleh
pemberi pinjaman dalam tahun-tahun sebelumnya serta bantuan proyek
baru yang telah selesai negosiasinya dan dituangkan dalam naskah
perjanjian luar negeri yang telah ditandatangani.

B. SISI PENGELUARAN

Pengeluaran pemerintah, terdiri dari pengeluaran pemerintah untuk


membeli barang dan jasa, yaitu G, yang merupakan bagian dari pengeluaran
agregat ekonomi tiga sektor, C+I+G, dan pengeluaran transfer, Tr, yang
berupa pajak negatif kepada masyarakat. Karena itu melalui manipulasi
penerimaan pemerintah (pajak) atau pengeluaran pemerintah (G dan Tr),
pemerintah dapat ikut mempengaruhi atau mengendalikan jalanya roda
perekonomian nasional agar sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan
untuk membawa masyarakat ketingkat kehidupan yang makmur, adil dan
sejahtera.

Pengeluaran pemerintah digolongkan menjadi dua, yaitu :


1. pengeluaran rutin
2. pengeluaran pembangunan

Pengeluaran rutin adalah pengeluaran yang digunakan untuk


pemeliharaan atau penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari. Pengeluaran
rutin terdiri dari:
A. Pembiayaan aparatur pemerintah.
1. belanja pegawai,
2. belanja pegawai daerah.

B. Pembiayaan operasional dan pemeliharaan


1. belanja barang,
5.46 Pengantar Ekonomi Makro 

2. belanja non-pegawai daerah (sekarang belanja pegawai juga masuk


di sini),
3. lain-lain pengeluaran rutin.

C. Pembayaran bunga dan cicilan utang


1. Utang Dalam Negeri.
2. Utang Luar Negeri.

D. Subsidi
1. BBM.
2. Non-BBM.

E. Pengeluaran rutin lainnya

Pengeluaran untuk belanja pegawai adalah pengeluaran yang termasuk


jenis G, tetapi pengeluaran untuk belanja pegawai ini biasanya hanya diubah
apabila dirasakan sangat perlu dan pada umumnya perubahan hanya
dilakukan sebagai akibat dari pengaruh harga-harga yang terjadi. Dalam
keadaan harga-harga barang terus-menerus meningkat gaji pegawai riil, yaitu
gaji pegawai yang dinyatakan dalam banyaknya barang yang dapat dibeli
dengan gaji itu, terus-menerus turun. Dalam keadaan inilah pemerintah perlu
mengambil langkah yang berupa kenaikan gaji pegawai untuk
menghindarkan kegelisahan yang akan berakibat pada menurunnya prestasi
kerja. Dengan demikian walaupun pengeluaran untuk belanja pegawai
termasuk pengeluaran pemerintah jenis G, namun sukar dimanipulasi untuk
ikut mengendalikan atau mengatur jalannya roda perekonomian.
Pembiayaan aparatur pemerintah terdiri dari belanja pegawai pusat dan
belanja pegawai daerah.
Pengeluaran untuk belanja pegawai pusat terdiri dari:
1. gaji dan pensiun,
2. tunjangan beras,
3. uang makan dan lauk pauk,
4. lain-lain belanja pegawai dalam negeri,
5. belanja pegawai luar negeri.

Pengeluaran rutin lain yang juga masuk dalam jenis G adalah


pengeluaran untuk pembiayaan operasional dan pemeliharaan. Pengeluaran
 ESPA4110/MODUL 5 5.47

inilah yang paling mudah dimanipulasi untuk kepentingan melaksanakan


kebijakan fiskal melalui pengeluaran pemerintah. Pengeluaran untuk
pembiayaan operasional dan pemeliharaan tidak seketat pengeluaran untuk
pembiayaan aparatur pemerintah. Walaupun demikian perubahan yang dapat
dilakukan juga tidak mungkin dalam proporsi yang cukup besar. Semakin
berkembang tingkat kegiatan pembangunan semakin besar pula diperlukan
dana untuk pembiayaan operasional dan pemeliharaan guna memenuhi biaya
pengamanan, pemeliharaan dan kelancaran operasi pembangunan itu.
Belanja barang dikelompokkan dalam belanja barang di dalam negeri
dan belanja barang di luar negeri. Pengeluaran untuk membayar bunga dan
cicilan utang adalah pengeluaran transfer karena dari pembayaran itu
pemerintah tidak mendapat balas jasa langsung. Sebagian besar dari utang
pemerintah adalah utang yang berasal dari pinjaman luar negeri untuk
membiayai proyek-proyek pemerintah yang memerlukan dana yang cukup
besar dalam valuta asing. Karena bunga dan cicilan utang harus dibayar
dalam valuta asing, maka kemampuan utang luar negeri juga dibatasi oleh
kemampuan memperoleh valuta asing dari ekspor. Proporsi besarnya utang
luar negeri terhadap nilai ekspor disebut sebagai “debt service ratio”.
Besarnya utang dan cicilan yang harus dibayar menjadi masalah yang ikut
andil dalam kejatuhan Orde Baru karena mengambil proporsi yang besar dari
keseluruhan pengeluaran pemerintah. Perkembangan besarnya bunga utang
utang dan cicilan utang luar negeri merefleksikan bagaimana peningkatan
utang luar negeri selama Orde Baru yang sekarang menjadi warisan utang,
termasuk bunganya, yang harus dibayar oleh pemerintah sesudahnya.
Pengeluaran lain-lain adalah pengeluaran untuk membiayai kegiatan-
kegiatan rutin yang bersifat nondepartemental seperti biaya surat-menyurat,
giro pos,bebas porto, pemberian bantuan kepada KONI pusat, pemberian
subsidi kepada Perum Kereta Api dan sebagainya yang kesemuanya
berbentuk pengeluaran transfer. Tabel 5.3 dan 5.4 di bawah menggambarkan
contoh anggaran belanja rutin untuk APBN 1997/1998 dan RAPBN
1998/1999 dan perkembangan pengeluaran rutin sejak 1969/1970 sampai
1997/1998 (Orde Baru).
5.48 Pengantar Ekonomi Makro 

Tabel 5.3.
ANGGARAN BELANJA RUTIN APBN 1997/1998 DAN RAPBN 1998/1999
(dalam miliar rupiah)

Jenis Pengeluaran APBN Peranan RAPBN Peranan Kenaikan


1997/1998 (%) 1998/1999 (%) (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
A. Pembiayaan aparatur
pemerintah 32.159,8 51,7 34.191,9 35,0 6,3
a. Belanja pegawai 21.192,0 34,1 22.591,2 23,1 6,6
1. Gaji dan pensiun 17.048,4 27,4 17.405,7 17,8 2,1
2. Tunjangan beras 1.309,5 2,1 1.588,2 1,6 21,3
3. Uang makan/lauk pauk 1.233,7 2,0 1.484,4 1,5 20,3
4. Lain-lain belanja
pegawai dalam negeri 1.009,9 1,6 1.154,6 1,2 14,3
5. Belanja pegawai luar
negeri 590,5 1,0 958,3 1,0 62,3

b. Belanja pegawai daerah 10.967,8 17,6 11.600,7 11,9 5,8

B. Pembiayaan operasional dan 10.428,1 16,8 16.444,1 16,8 57,7


pemeliharaan
a. Belanja barang 8.895,2 14,3 10.908,7 11,1 22,6
1. Belanja barang dalam
negeri 8.478,0 13,6 10.059,7 10,3 18,7
2. Belanja barang luar
negeri 417,2 0,7 849,0 0,8 103,5
b. Belanja non-pegawai
daerah 568,0 0,9 683,2 0,7 20,3
c. Lain-lain pengeluaran
rutin 964,9 1,6 4.852,2 5,0 402,9

C. Pembayaran bunga dan cicilan 19.570,9 31,5 39.740,1 40,6 103,1


utang
1. Utang dalam negeri 334,2 0,5 1.940,1 2,0 480,5
2. Utang luar negeri 19.236,7 31,0 37.800,0 38,6 96,5

D. Subsidi BBM - - 7.543,0 7,6 -


Jumlah 62.158,8 100,0 97.829,1 100,0 57,4
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 1998/1999.
 ESPA4110/MODUL 5 5.49

Tabel 5.4. PENGELUARAN RUTIN, 1969/1970 – 1997/19981)


(dalam miliar rupiah)
Subsidi Bunga dan
Belanja Belanja
Tahun Daerah Cicilan Lain-Lain Jumlah
Pegawai Barang
Otonom Utang
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
REPELITA I
1969/1970 89,4 63,2 2,0 14,5 44,6 213,7
1970/1971 119,2 84,9 0,3 27,6 61,5 293,5
1971/1972 148,5 83,9 0,2 46,7 65,5 344,8
1972/1973 175,3 109,3 0,5 46,3 97,2 428,6
1973/1974 233,6 246,7 114,4 74,4 30,6 699,7

REPELITA II
1974/1975 376,8 330,2 209,3 69,1 0,3 985,7
1975/1976 552,7 283,8 264,0 73,1 65,7 1.239,3
1976/1977 626,0 337,1 306,6 186,2 149,2 1.605,1
1977/1978 844,4 370,2 471,7 224,2 169,3 2.079,8
1978/1979 975,5 408,9 507,8 521,2 259,3 2.672,7

REPELITA III
1979/1980 1.282,4 557,9 672,5 743,9 742,5 3.999,2
1980/1981 1.778,4 694,4 971,9 795,8 1.309,0 5.549,5
1981/1982 2.169,8 957,5 1.233,0 930,5 1.652,2 6.943,0
1982/1983 2.372,8 1.068,5 1.315,9 1.223,2 986,9 6.967,3
1983/1984 2.750,8 1.043,6 1.545,4 2.100,5 2.774,9 10.215,2

REPELITA IV
1984/1985 3.140,8 1.165,0 1.786,8 2.775,7 537,6 9.405,9
1985/1986 3.929,7 1.351,2 2.495,7 3.323,1 906,7 12.006,4
1986/1987 4.438,4 1.311,0 2.769,4 5.058,1 139,8 13.716,7
1987/1988 4.545,1 1.296,1 2.811,2 8.157,1 530,8 17.340,6
1988/1989 5.489,2 1.226,6 3.011,1 11.040,2 167,8 20.934,9

REPELITA V
1989/1990 6.205,5 1.703,5 3.577,3 11.924,2 924,7 24.335,2
1990/1991 7.088,0 1.842,1 3.887,5 12.815,8 3.487,7 29.121,1
1991/1992 8.169,7 2.382,1 4.376,4 12.838,2 1.340,6 29.053,0
1992/1993 9.554,2 2.928,5 5.383,5 14.523,5 1.215,7 33.605,4
1993/1994 11.144,8 3.032,1 6.908,7 17.163,0 2.041,3 40.289,9

REPELITA VI
1994/1995 12.595,5 4.318,9 7.272,4 18.402,5 1.479,7 44.069,0
1995/1996 13.001,4 5.175,1 8.226,6 22.108,6 1.923,3 50.435,0
1996/19972) 18.020,5 7.244,1 9.840,9 23.431,8 3.030,7 61.568,0
1997/19983) 21.192,0 8.895,2 11.535,8 19.570,9 964,9 62.158,8

1) Realisasi PAN
2) ABPN Perubahan (APBN-P)
3) APBN
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 1998/1999.
5.50 Pengantar Ekonomi Makro 

Anggaran pendapatan dan belanja negara Republik Indonesia sejak Orde


Baru adalah anggaran pendapatan dan belanja negara yang berimbang dan
dinamis. Berimbang mengandung arti bahwa pengeluaran pemerintah, pada
tahun tertentu, dibelanjakan sesuai dengan banyaknya penerimaan yang
diperoleh pada tahun yang bersamaan. Karena penerimaan pemerintah terdiri
dari penerimaan dalam negeri dan nilai lawan utang luar negeri, sedangkan
pengeluaran pemerintah terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran
pembangunan, maka besarnya pengeluaran pembangunan = besarnya
penerimaan total dikurangi besarnya penerimaan rutin. Besarnya penerimaan
dalam negeri dikurangi besarnya pengeluaran rutin disebut tabungan
pemerintah, karena penerimaan dalam negeri adalah pendapatan pemerintah
dan pengeluaran rutin adalah konsumsi, sehingga perbedaan antara
penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin tidak lain adalah tabungan,
yaitu tabungan pemerintah.
Dengan demikian pengeluaran pembangunan adalah pengeluaran dana
yang berasal dari tabungan pemerintah ditambah utang luar negeri yang
dinyatakan dalam rupiah. Bertumpu pada keinginan membiayai
pembangunan dengan kemampuan sendiri, maka bantuan luar negeri harus
hanya berfungsi sebagai pelengkap saja. Artinya, proporsi pengeluaran
pembangunan yang berasal dari tabungan pemerintah semakin lama harus
semakin besar, walaupun secara mutlak utang luar negeri pun juga semakin
besar sesuai dengan meningkatnya kegiatan pembangunan sebagaimana
dinyatakan dengan APBN yang dinamis, yaitu APBN yang semakin lama
harus semakin besar. Tabel 5.5 berikut menggambarkan perkembangan
pengeluaran pembangunan dan proporsi tabungan pemerintah terhadap
keseluruhan pengeluaran pembangunan.
 ESPA4110/MODUL 5 5.51

Tabel 5.5.
PENGELUARAN PEMBANGUNAN BERDASARKAN SUMBER PEMBIAYAAN
1969/1970 – 1997/19981) (dalam miliar rupiah)
Pengeluaran Sumber Pembiayaan4)
Tabungan Penerimaan
Tahun Pembangunan % %
Pemerintah Pembangunan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
REPELITA I 1.080,4 585,2 51,3 554,5 48,7
1969/1970 109,3 32,5 28,4 82,1 71,6
1970/1971 137,9 45,1 31,2 99,4 68,8
1971/1972 163,9 68,9 38,8 108,6 61,2
1972/1973 263,3 163,2 57,3 121,5 42,7
1973/1974 406,3 275,5 65,8 142,9 34,2

REPELITA II 7.479,2 6.057,4 78,3 1.674,2 21,7


1974/1975 985,2 784,9 79,1 207,1 20,9
1975/1976 1.436,4 1.005,0 69,1 450,4 30,9
1976/1977 1.571,2 1.261,4 79,5 325,2 20,5
1977/1978 1.540,6 1.431,8 85,0 253,6 15,0
1978/1979 1.945,8 1.574,3 78,2 437,9 21,8

REPELITA III 31.753,8 23.895,2 74,9 8.003,4 25,1


1979/1980 3.479,7 2.734,0 77,9 775,1 22,1
1980/1981 5.450,6 4.383,8 79,6 1.120,6 20,4
1981/1982 6.826,1 5.219,4 77,0 1.558,6 23,0
1982/1983 7.440,4 5.406,5 72,9 2.006,0 27,1
1983/1984 8.557,0 6.151,5 70,8 2.543,1 29,2

REPELITA IV 51.293,2 25.996,0 50,2 25.803,1 49,8


1984/1985 8.374,8 6.525,4 78,6 1.780,7 21,4
1985/1986 11.740,1 8.933,0 75,9 2.829,5 24,1
1986/1987 9.091,2 3.668,6 40,0 5.513,0 60,0
1987/1988 9.769,9 4.390,1 44,1 5.555,6 55,9
1988/1989 12.317,2 2.478,9 19,7 10.124,3 80,3

REPELITA V 112.053,6 64.850,3 57,2 48.573,3 42,8


1989/1990 15.393,9 7.169,0 46,3 8.330,3 53,7
1990/1991 18.250,8 13.071,9 60,9 8.381,5 3,1
1991/1992 23.074,5 13.529,0 57,6 9.975,1 39,1
1992/1993 26.906,3 15.257,2 57,9 11.097,9 42,4
1993/1994 28.428,1 15.823,2 59,5 10.752,5 42,1

REPELITA VI 131.854,6 94.053,9 68,7 42.920,7 31,3


1994/1995 30.691,7 22.349,0 69,4 9.837,8 30,6
1995/1996 28.780,7 22.578,9 71,5 9.008,8 28,5
1996/19972) 33.454,3 23.224,1 67,8 11.048,1 32,2
1997/19983) 38,927,9 25.901,9 66,5 13.026,0 33,5
1) Realisasi PAN
2) APBN Perubahan (APBN-P)
3) APBN
4) Termasuk sisa anggaran lebih (SAL)/sisa anggaran kurang (SAK)
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 1998/1999.
5.52 Pengantar Ekonomi Makro 

Kondisi yang terjadi sejak tahun 1997 proporsi utang proyek terhadap
keseluruhan pengeluaran pembangunan juga meningkat drastis karena
kemampuan menghimpun dana dari dalam negeri memicu drastis di samping
meningkatnya kurs valuta yang sangat besar, dari sekitar Rp2.500,00 menjadi
sekitar Rp15.000,00 per dolar AS.

Pengeluaran pembangunan dibagi dalam:


1. pengeluaran untuk pembiayaan departemen/lembaga;
2. pengeluaran untuk pembiayaan bagi daerah;
3. pengeluaran untuk pembiayaan lain-lain;
4. pengeluaran untuk bantuan proyek.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang bentuk dan


klasifikasi anggaran pendapatan dan belanja negara Republik Indonesia,
dilampirkan Tabel 5.6 Tentang RAPBN 1994/1995 beserta klasifikasinya.
Sejak Orde Baru dengan APBN 2000 merupakan RAPBN 2001 mengalami
perubahan untuk menunjukkan bahwa sebenarnya APBN 2000 merupakan
RAPBN defisit sehingga disusun dalam bentuk tabelaris. Di samping itu
APBN dan RAPBN dimulai tidak pada tanggal 1 Maret (Tahun Anggaran)
tetapi 1 Januari (Tahun Takwim). Tabel 5.7 menunjukkan APBN 2000 dan
RAPBN 2001.
Pada zaman Orde Baru defisit APBN dihitung dengan utang luar negeri
sejak kegiatan Orde Baru pembiayaan defisit anggaran dilakukan dengan:
I. Pembiayaan dengan dana dari dalam negeri:
A. Pembiayaan perbankan dalam negeri
B. Pembiayaan non perbankan dalam negeri
1. privatisasi
2. penjualan Aset Program Restrukturisasi Perbankan

II . Pembiayaan dengan dana dari luar negeri (Bersih)


A. Penarikan pinjaman luar negeri (Bruto)
1. pinjaman program
2. pinjaman proyek
B. Pembayaran pokok utang luar negeri (amortisasi)
 ESPA4110/MODUL 5 5.53

Tabel 5.6. RENCANA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA,


1994/95
(dalam miliar rupiah)

Penerimaan Jumlah Pengeluaran Jumlah


A. Penerimaan Dalam Negeri 59.737,1 A. Pengeluaran Rutin 42.350,8
I. Penerimaan minyak 12.851,2 I. Belanja pegawai 13.010,5
bumi dan gas alam 1. Gaji/pensiun 10.456,2
(migas) 2. Tunjangan beras 1.039,3
1. Minyak bumi 9.504,0 3. Uang makan/lauk
2. Gas alam 3.347,2 pauk 783,0
4. Lain-lain belanja
Peg. DN 391,5
5. Belanja barang 340,5

II. Penerimaan di luar 46.885,9 II. Belanja barang 3.750,5


migas 1. Belanja barang
1. Pajak 18.842,9 DN 3.525,5
penghasilan 2. Belanja barang LN 225,0
2. Pajak 13.238,6 III. Subsidi daerah 7.049,9
pertambahan otonom
nilai 1. Belanja pegawai 6.665,3
3. Bea masuk 3.443,3 2. Belanja non 429,6
4. Cukai 2.622,8 pegawai
5. Pajak ekspor 16,4 IV. Bunga dan cicilan 17.969,7
6. Pajak bumi dan utang
bangunan 1.628,7 1. Utang dalam 317,4
7. Pajak lainnya 281,7 negeri
8. Penerimaan 4.292,5 2. Utang luar negeri 17.652,3
bukan pajak V. Pengeluaran rutin 525,2
9. Laba bersih 2.519,0 lainnya
minyak 1. Subsidi BBM -
2. Lain-lain 525,2

B. Penerimaan Pembangunan 10.012,0 B. Pengeluaran Pembangunan 27.398,3


I. Bantuan Program - I. Pembiayaan rupiah 17.386,3
II. Bantuan Proyek 10.012,0 II. Bantuan proyek 10.012,0
Jumlah 69.749,1 Jumlah 69.749,1
Sumber: Nota Kuangan dan RAPBN Tahun 1994/1995.
5.54 Pengantar Ekonomi Makro 

Tabel 5.7. APBN TAHUN ANGGARAN 1999/2000 DAN RAPBN 2000


(dalam miliar rupiah)
APBN % thd RAPBN % thd
Uraian
1999/20001) PDB 20002) PDB
(1) (2) (3) (4) (5)
A. Pendapatan Negara dan Hibah 129.203,8 10.6 137.695,7 15,1
I. Penerimaan Dalam Negeri 129.203,8 10.6 137.695,7 15,1
1. Pengeluaran Perpajakan 99.400,7 8.1 97.780,7 10,7
a. Pajak Dalam Negeri 93.935,9 1.1 91.881,9 10,1
i. Pajak penghasilan 45.367,0 3.7 53.018,5 5,8
- non migas 40.626,0 3.3 44.188,0 4,0
- migas 4.741,0 0.4 8.829,6 1,0
ii. Pajak pertambahan nilai 34.597,4 2.8 26.258,4 2,9
iii. PBB dan BPHHB 3.247,0 0.3 2.900,7 0,3
iv. Cukai 10.160,0 0.8 9.271,8 1,0
v. Pajak lainnya 564,5 0.0 432,5 0,0
b. Pajak Perdagangan
Internasional 5,544,8 0.5 5.898,8 0,6
i. Bea masuk 2.950,3 0.2 4.976,3 0,5
ii. Pajak/pungutan ekspor 2.594,5 0.2 922,5 0,1
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 29.723,1 2.4 39.915,0 4,4
a. Penerimaan Sumber Daya
Alam (SDA) 18.119,8 1.5 30.319,0 3,3
i. Migas 16.224,0 1.3 28.629,1 3,1
ii. SDA lainnya 1.895,8 0.2 1.689,9 0,2
b. Bagian Pemerintah atas 4.000,0 0.3 4.000,0 0,4
Laba BUMN
c. PNB lainnya 7.603,3 0.6 5.596,0 0,5

II. Hibah - - - -

B. Belanja Negara 212.699,0 17.4 183.069,2 20,1


I. Pengeluaran Rutin 150.951,7 12.3 143.682,3 15,8
1. Belanja Pegawai 33.569,1 2.7 29.355,1 3,2
2. Belanja Barang 11.039,0 0.9 8.940,5 1,0
3. Belanja Rutin Daerah 19.497,6 1.6 17.105,0 1,9
4. Pembayaran Bunga Utang 54.526,0 4.5 58.989,9 6,5
5. Subsidi 28.020,8 2.3 26.666,4 2,9
6. Pengeluaran Rutin Lainnya 4.299,2 0.4 2.625,4 0,3
II. Pengeluaran Pembangunan 61.747,3 5.0 39.386,9 4,3
1. Pembiayaan Pembangunan Rupiah 31.747,3 2.6 23.356,9 2,6
a. Anggaran yang dikelola
daerah 16.129,3 1.3 15.139,4 1,7
b. Anggaran yang dikelola oleh
instansi pusat 15.618,0 1.3 8.217,5 0,9
2. Pembiayaan Proyek 30.000,0 2.5 16.030,0 1,7

C. Surplus/Defisit Anggaran (A – B) -83.495,2 -6.8 -45.373,5 -5,0

D. Pembiayaan bersih (D.I + D.II = = C) 83.495,2 6.8 45.373,5 5,0


I. Pembiayaan Dalam Negeri
(D.I.1 + D.I.2) 30.000,0 2.5 22.189,5 2,5
 ESPA4110/MODUL 5 5.55

APBN % thd RAPBN % thd


Uraian
1999/20001) PDB 20002) PDB
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Perbankan Dalam Negeri - - - -
2. Non-perbankan Dalam Negeri
(D.I.2.a + 2.1.2.b) 30.000,0 2.5 22.189,5 2,5
a. Privatisasi 13.000,0 1.1 5.939,5 0,7
b. Penjualan aset program
restrukturisasi perbankan 17.000,0 1.4 16.250,0 1,8
II. Pembiayaan Luar Negeri, bersih
(D.II.1 – D.II.2) 53.495,2 4.4 23.184,0 2,5
1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri
(Bruto) 77.400,0 6.3 31.780,0 3,4
2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang
Luar Negeri (Amortisasi) -23.904,8 -2.0 -8.596,0 -0,9

Produk Domestik Bruto (PDB) 1.224.200,0 910.431,7


1) Disesuaikan dengan klasifikasi baru.
2) Periode 1 April s.d. 31 Desember 2000.
Sumber: Nota Kuangan dan RAPBN Tahun 1999/2000

LAT IH A N

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,


kerjakanlah latihan berikut!
1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada zaman Orde Baru
menganut prinsip anggaran berimbang dinamis, jelaskan pengertian
Anda?
2) Jelaskan komponen-komponen yang termasuk penerimaan pemerintah?
3) Jelaskan pengertian pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan?

Petunjuk Jawaban Latihan

1) Prinsip anggaran berimbang diartikan apabila jumlah seluruh penerimaan


sama dengan jumlah seluruh pengeluaran, dinamis dimaksud apabila
penerimaan tidak sama dengan pengeluaran pemerintah akan melakukan
penyesuaian untuk menyeimbangkannya.
2) Komponen-komponen penerimaan terdiri dari:
5.56 Pengantar Ekonomi Makro 

a.
Penerimaan dalam negeri, yaitu terdiri dari penerimaan dari minyak
dan gas dan penerimaan di luar minyak dan gas yang terdiri dari
penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan perpajakan.
b. Penerimaan pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari
utang dan hibah dari luar negeri.
3) Pengeluaran rutin adalah pengeluaran yang digunakan untuk
penyelenggaraan kegiatan negara. Sedangkan pengeluaran pembangunan
adalah pengeluaran untuk membiayai kegiatan pembangunan yang
berasal dari tabungan pemerintah ditambah utang luar negeri.

R A NG KU M AN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara menganut prinsip


anggaran berimbang dinamis di mana pemerintah akan melakukan
berbagai penyesuaian untuk menjaga anggaran tetap seimbang. Sisi
penerimaan dalam APBN terdiri penerimaan yang berasal dari minyak
bumi dan gas (migas) dan penerimaan di luar migas (penerimaan pajak
dan bukan pajak). Sisi pengeluaran digolongkan atas pengeluaran rutin
dan pengeluaran pembangunan, pengeluaran rutin berhubungan dengan
pengeluaran untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan negara,
sedangkan pengeluaran pembangunan adalah kegiatan untuk membiayai
pembangunan.

TE S F OR M AT IF 3

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Sistem anggaran yang dipakai di Indonesia sejak Repelita I adalah sistem


anggaran ….
A. defisit
B. surplus
C. fungsional
D. dinamis

2) Anggaran Pendapatan Belanja Negara tiap-tiap tahun ditetapkan dengan


persetujuan ….
A. DPA
B. MPR
 ESPA4110/MODUL 5 5.57

C. DPR
D. Presiden

3) Penerimaan kejaksaan dan peradilan serta penerimaan pendidikan


merupakan contoh penerimaan pemerintah dari ....
A. pajak
B. bukan pajak
C. retribusi
D. sumbangan sukarela

4) Pengeluaran yang dilakukan untuk membiayai penyelenggaraan negara


termasuk jenis ...
A. pengeluaran rutin
B. pengeluaran pembangunan
C. pengeluaran operasional
D. pengeluaran program

5) Pengeluaran untuk membayar bunga dan cicilan utang termasuk jenis


pengeluaran ….
A. rutin
B. pembangunan
C. transfer
D. operasional

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 3 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 3.

Jumlah Jawaban yang Benar


Tingkat penguasaan = × 100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang
5.58 Pengantar Ekonomi Makro 

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 3, terutama bagian yang
belum dikuasai.
 ESPA4110/MODUL 5 5.59

Kunci Jawaban Tes Formatif

Tes Formatif 1 Tes Formatif 2 Tes Formatif 3


1) B 1) C 1) D
2) A 2) A 2) C
3) C 3) B 3) B
4) B 4) A 4) A
5) B 5) A 5) C
5.60 Pengantar Ekonomi Makro 

Daftar Pustaka

Amirudin Ardani, (1979). Proses Perencanaan Ekonomi. Yogyakarta: PPS


PPR UGM.

Bintoro Tjokroamidjojo. (1979). Perencanaan Pembangunan. Jakarta: PT.


Gunung Agung.

Budiono. (1982). Ekonomi Mikro. Yogyakarta: BPFE. UGM

Budiono. Sebuah Model Makro Triwulan untuk Indonesia. EKI No.3


September 1979.

Diulio, Eugene A, (1974) Macro Ekonomic Theory. Schaum’s Outline Series,


New York: Mc.Graw-Hill Brok. Co.

Ellswort, P.T. dan J. Clark Leith, (1971) The International Economics Fourth
Edition. London: Collier – Macmillan. International Editions.

Kadariah. (1979) Ekonomi Perencanaan. LP. FE. UI.

Kindleberger C.P and Herrick B., (1977). Economic Develoment. McGraw –


Hill International Book Company.

Lewis., W.A. (1951). The Principles of Economic Planning. Public Affairs,


Press.

Richard. G. Lipsey and Peter D Steiner. (1976) Economics. New York:


Harper and Row.

Robert. A. Mindell. (1968). Man and Economics. New York: Mc.Graw –


Hill, Inc.

Robert. L Hailbroner. (1980). The Making of Economic Society. Edisi ke-6,


Englewood Cliffs NJ, Practice Hall, Inc.
 ESPA4110/MODUL 5 5.61

Samuelson Paul A. (2000). Economics. 12th Edition Kogakusha, Ltd: Mc.


Graw – Hill.

Salvatore Dominick and Dowling Edward T. (1977). Theory and Problem of


Development Economis. Schum’s Series., Mc Graw Hill Book Company.

Team 10 UNCRD (1977). Pedoman Perencanaan Daerah di Indonesia.


Yogyakarta: PT Cipta Karya dan UNCRD.

Tinbergen Jan. (1967). Development Planning. New York, Toronto:


Mc.Graw Hill Book Comp.

William E. Mitchell, Jhon H. Hard and Jugo Walter. (1973). Exericises in


Macro Economics: Development of Concepts. New York: Mc.Graw Hill,
Book. Co.

Kembali ke Daftar Isi

Anda mungkin juga menyukai