Anda di halaman 1dari 22

KISAH BUJANG KURAP DAN DANAU RAYO

Narrator: (depan panggung) Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang pemuda yang sangat
tampan. Pemuda itu di sedang dalam perjalanan dan menempatkan dirinya untuk mampir di
sebuah desa yang sangat makmur bernama Pagar Mayu yang sekarang dikenal dengan nama
desa Karang Panggung Lamo.

Selain tampan, ternyata pemuda ini juga sakti mandraguna. Nama asli pemuda itu adalah
Embun Semibar. Ia dapat memilih rupa, mampu mengubah wajahnya yang tampan menjadi
jelek, berbau tak sedap, dan juga banyak kurap di sekujur tubuhnya. Sehingga orang yang
melihatnya sering memanggil Si Bujang Kurap.

Bujang kurap memiliki dua orang teman, satu orang laki-laki bernama Jaka Griya dan satu orang
perempuan bernama Putri Utami. Mereka adalah tiga serangkai sakti sejak dulu, mereka sama-
sama menuntut ilmu kesaktian di sebuah hutan pedalaman. Mereka berguru pada seorang
Datuk Sakti yang merupakan orang asli pedalaman hutan itu, Datuk itu bernama Empu Abu.
Jaka Griya memiliki watak yang periang dan Putri Utami memiliki watak yang usil, walaupun
memiliki watak yang berbeda-beda mereka merupakan orang-orang yang memiliki budi pekerti
yang baik. Dan mereka bertiga memiliki kesaktian tinggi yang hampir sama rata derajatnya.

Pada suatu hari, Semibar dan Utami sedang asyik mengobrol di dekat dua buah batu besar dan
dibawa rindangnya pepohonan. Dan tiba-tiba Jaka Griya datang sambil menepuk pundak
Semibar.

SCENE 1

Jaka Griya: “kau tahu Semibar, saat aku pergi mencari hewan buruan untuk makan malam kita,
aku dikejutkan oleh harimau jelek yang tiba-tiba menyerangku”(ucapnya dengan nada
mengejek dan sedikit melirik ke arah Putri Utami)

Embun Semibar: “lalu apa yang kau lakukan? Apakah kau membunuhnya? Bagaimana jika
harimau itu menyerangmu karena ia merasa terancam? Lalu—”(ucapnya dengan nada
penasaran)

Lalu Embun Semibar berhenti bertanya sebab mulutnya sudah ditahan lebih dulu oleh Jaka
Griya menggunakan jari telunjuknya. Sedangkan Putri Utami sudah menahan rasa kesal dengan
menunjukkan raut wajah emosi.
Jaka Griya: “terlalu banyak pertanyaan seperti ibu-ibu saja, padahal diriku belum selesai
bercerita Semibar ”

Kemudian Jaka Griya pun melepaskan tangannya dari Embun Semibar dan menatap Putri Utami
sambil tertawa cekikikan.

Jaka Griya: “lihatlah, wajah harimau itu sama persis seperti wajahnya (sambil menunjuk ke arah
Putri Utami) harimau itu menyerangku, tetapi aku berhasil menghindar ke samping, sialnya di
belakangku terdapat batu besar kemudian harimau itu tiba-tiba berubah wujud menjadi Putri
Utami. Alamak! Dari sanalah aku tahu ternyata yang menyerangku di sana tadi adalah Utami.
Tetapi ia sudah terlanjur menabrak batu besar itu. Sekarang lihat keningnya menjadi besar
sekali.”

Embun Semibar dan Jaka Griya tertawa terbahak-bahak, tetapi tidak pada Putri Utami yang
sudah marah seakan-akan ingin menerkam dua lelaki di depannya.

Embun Semibar: “Aku bahkan tidak menyadari jika kening Utami membengkak seperti ikan
louhan”(katanya sambil menyengir)

Putri Utami: “Halah kalian pun jelek di mataku. Awas aja kalian berdua dan kau—”(sambil
menunjuk Jaka Griya)

Jaka Griya: “apa? Mau mengerjaiku lagi? Kerjai saja aku tidak takut pada ikan louhan hahaha”

Amarah Putri Utami selalu saja tidak berlangsung lama, ia akan kembali tertawa jika terus-
terusan ditertawai oleh teman-temannya. Lalu Semibar pun tiba-tiba mendapatkan panggilan
dari Sang Guru.

*Ada suara sang guru yang memanggil Semibar*

Guru: “semibar datanglah ke persemedianku”

Embun Semibar: “teman-teman aku mendapatkan panggilan dari guru, aku pergi dulu”(lalu
Embun Semibar beranjak pergi dari tempat duduknya)

Jaka Griya:“Aku pun ingin pergi, kau mau ikut tidak?”(beranjak dari duduknya)

Putri Utami:“tidak mau! Malas sekali harus mengikutimu pasti di jalan nanti ingin semaumu
saja”

Jaka Griya:“Ya sudah kalau begitu, hati-hati saja jika ada harimau atau singa yang menyerangmu
tiba-tiba”

Mereka berdua pun beranjak pergi dari sana dan berjalan ke arah yang berbeda.
Putri Utami:“apa aku ikut dia saja ya? Ya sudahlah dia pasti tidak marah. Jakaa tunggu!!!”

*tutup tirai ganti latar*

SCENE 2

Sementara itu di gua persemedi-an guru...

Embun semibar datang ke gua tempat gurunya bersemedi dan melihat Sang Guru yang
tampaknya sudah lama menunggu. Embun semibar pun menghampirinya dan kemudian duduk
berhadapan.

Embun Semibar:“salam guru. Ada hal apa Guru memanggilku? Apa yang sudah terjadi?”

Guru:“Iya muridku, duduklah terlebih dahulu tidak ada hal serius yang terjadi, Aku hanya ingin
memberimu sebuah misi"

Embun Semibar: "misi apa guru?"

Guru:“pergilah engkau ke suatu desa yang berada di sebelah barat daerah ini, desa itu bernama
Pagar Mayu”

Embun Semibar:“memang ada apa di sana guru?”

Guru:“desa itu merupakan desa makmur tetapi makmur bagi warga desa yang kaya saja.
Sedangkan yang miskin dan lusuh akan dikucilkan, Aku ingin kau memberi peringatan kepada
mereka untuk berhenti seperti itu. Namun jika mereka membangkang berilah hukuman kepada
warga desa yang sombong itu”

Embun Semibar:“Apakah aku boleh mengajak Jaka Griya dan Putri Utami guru? Dan
memberitahu hal ini kepada mereka?”

Guru:“ajaklah mereka berdua, beritahukanlah misi ini kepada mereka”

Embun Semibar:“Baiklah guru, akan kujalankan misi itu dan kurundingkan kepada Jaka Griya
dan Putri Utami, aku pamit”(kemudian Embun Semibar beranjak pergi dari gua itu dan ingin
menemui teman-temannya esok hari)

*tutup tirai ganti latar*

SCENE 3
Keesokan harinya...

Di tempat mereka biasanya berkumpul Jaka Griya membuka pembicaraan.

Jaka Griya:“semibar, ada apa guru memanggilmu kemarin? Apakah ada hal penting yang sangat
serius? (Tanyanya sambil mengunyah makanan)

Putri Utami:“Iya benar itu, aku sangat ingin tahu apa yang disampaikan oleh guru. Sampai-
sampai kami berdua tidak diajak”

Embun Semibar:“sabar teman-teman, jadi begini guru menyuruhku untuk pergi ke suatu desa
yang tempat yang lumayan jauh dari daerah kita ini untuk menyelesaikan suatu misi"

Jaka Griya:“Memangnya di mana desa itu berada?”

Putri Utami:“hm, dan apa misi yang harus diselesaikan?”

Embun Semibar:“Sudah kubilang sabar! Desa itu berada di arah barat daerah ini, desa itu
bernama pagar Mayu dan misi yang diberikan guru adalah untuk memberikan peringatan
kepada warga desa itu”

Putri Utami:“Memangnya ada apa, hingga mereka harus diperingatkan?”

Embun Semibar:“desa itu desa makmur tetapi warga desanya berwatak tak baik. Mereka hanya
menghargai dan ingin berteman kepada orang kaya dan Jaya saja. Sedangkan mereka yang
hidup miskin akan dikucilkan dan diperlakukan tak adil”

Teman-teman Embun semibar pun mengangguk paham

Jaka Griya:“OH! Aku pernah melewati desa itu, saat itu aku sedang dalam perjalanan untuk
pergi ke suatu alas yang ada di dekat perbatasan desa itu tapi tidak sempat untuk singgah”

Embun Semibar:“kalian berdua diperintahkan guru untuk ikut, Jaka kau jadi petunjuk jalan kita
dan kita tidak boleh menggunakan ilmu apapun selama di perjalanan sebab pengembaraan kali
ini merupakan salah satu cara mengasah ilmu kita”

Jaka Griya:“Lalu seperti apa rencanamu Semibar?”

Embun Semibar:“aku berniat untuk mengubah wajahku menjadi buruk dan lusuh serta tubuhku
yang dipenuhi banyak kurap kemudian berbau busuk. Dengan itu aku bisa melihat langsung
watak jahat mereka”

Jaka Griya:“Bagaimana dengan kami?”

Embun Semibar:“kalian tampil dengan pakaian lusuh saja, hanya itu”


Putri Utami:“baiklah kapan kita akan memulai perjalanan itu?”

Embun Semibar:“besok, sebelum sang fajar terbit, bawalah perbekalan kalian untuk perjalanan
kita”

Jaka Griya dan Putri Utami: BAIK

*tutup tirai ganti latar*

SCENE 4

Narrator: Di dalam perjalanan banyak hal yang mereka temui, mulai dari hewan buas dan yang
lainnya. Mereka bertiga pun beristirahat sejenak untuk menghilangkan dahaga. Setelah lama
dalam perjalanan, Mereka pun akhirnya sampai di perbatasan desa sebelum masuk ke desa
pagar mayu. Sebelum melewati perbatasan desa, embun semibar mengubah bentuk dirinya
menjadi seseorang yang lusuh dan dipenuhi banyak kurap serta bau busuk.

Putri Utami:“Hahaha semibar kau terlihat jauh lebih cocok seperti ini. Apakah kurap ini
menular?”(bertanya dengan muka yang polos)

Embun Semibar:“enak saja! Walaupun begini ini kurap Sakti”(sambil unjuk diri)

Putri Utami:“mau dia sakti atau tidak, kurap tetaplah hal yang menggelikan apalagi jika banyak
seperti ini”(sambil menunjuk salah satu kurap yang ada di tubuh Embun Semibar)

Jaka Griya:“benar, baumu juga arrrggg menyengat sekali”

Embun Semibar:“Sudahlah, daripada kalian berdua ku buat seperti ini”

*tutup tirai*

SCENE 5

Narrator: Setelah itu mereka pun masuk ke perkampungan, mereka melihat banyak sekali
rumah warga yang besar dan pakaian warga di sana pun terlihat mewah. Melihat ketiga orang
dengan perawakan lusuh dan satu orang mengalihkan perhatian mereka yaitu Embun Semibar.
Dengan bau busuk yang menyengat tidak lepas dari nyinyiran orang-orang di sana.

Nyai 2:“dengar-dengar, akan ada pesta besar lagi ya nyai?”

Nyai 1:“Iya benar dekku, sudah pasti kan Kita diundang”


Nyai 2:“iyalah nyai, eh iya dalam rangka apa itu nyai?”

Nyai 1:“dari tangkapan hasil menguping obrolan para bapak-bapak kemarin sih, katanya ingin
merayakan pesta saja, mau menghambur-hamburkan uang”

Nyai 2:“wajar nyai, menghamburkan uang bagi pejabat kan hal biasa, jika habis kan bisa ambil
uang rakyat lagi”

Nyai 1:“hahaha diamlah, kita pun seperti itu, hanya saja nominalnya yang tak sebesar mereka”

Kemudian, lewatlah tiga serangkai di depan para warga itu

Nyai 1: “Alamak!!! Siapa pemuda-pemuda itu? Lusuh sekali dan lihat yang di tengah kurapnya
di mana-mana, Ya ampunnn”

Nyai 2: “Iya nyai, setidak maukah itu ia merawat badannya? Teman-temannya pun lusuh. Dari
mana sih asal pemuda-pemuda ini?”

Nyai 1: “Sepertinya mereka orang-orang miskin yang tinggal dipelosok desa kita”

Nyai 2: “Ohhh yang rumahnya kumuh-kumuh itu kan, hahaha syukur sekali kita kaya raya tidak
seperti mereka”

Nyai 1: “Hahaha iya nyai. Eh bagaimana kita panggil yang ditengah itu Bujang Kurap saja?”

Nyai 2: ”Iya ya lebih cocok hahahaha”

Melihat respon warga yang sangat buruk. Tiga serangkai hanya tertunduk menunjukkan raut
wajah sedih.

Embun Semibar: “Sudahlah teman-teman, ini kan hanya sandiwara kita”

Jaka Griya: “aku hanya berpura-pura sedih, agar mereka percaya. Biasanya yang begitu pasti
sudah bau tanah”

Putri Utami: “Iya betul, bahkan sebutan bau tanah lebih menyedihkan dari pemuda lusuh”

Mereka bertiga sedikit tertawa di dalam kepala yang menunduk.

Embun Semibar:“ah kalian ini, kukira kalian benar-benar sedih. Sudah ayo kita cari tempat
untuk beristirahat malam ini”
SCENE 6

Narrator: Setelah pemukiman yang mewah Embun semibar sampai di sebuah hutan. Di hutan
itu mereka bertemu dua pemuda-pemudi lusuh yang sedang mencari kayu bakar, tidak jauh
dari mereka terlihat pemudi-pemudi lain yang tampaknya sedang memperolok pemuda-pemudi
lusuh. Pemuda pemudi itu terlihat sangat kelelahan.

Jaka Griya:“hei kawan! Apakah kalian belum makan? Wajah kalian pucat sekali”

Pemuda:“belum tuan, kami tidak punya uang untuk makan, ini kami sedang mencari kayu bakar
untuk ditukarkan dengan bahan makanan”

Putri Utami:“Apakah kalian warga desa itu? mengapa kalian tidak bergabung bersama pemuda-
pemudi itu”(sambil menunjuk beberapa pemudi yang berada tidak jauh dari mereka)

Pemudi :“Iya, kami warga desa Pagar Mayu, Kami hanyalah orang miskin dan juga yatim piatu,
sebab itulah kami berdua tidak bergabung dengan pemuda-pemuda seusia kami karena kami
pasti akan dikucilkan. Huftt (menghela napas) andaikan saja ada orang baik yang peduli
terhadap kami yang miskin ini"

Pemuda : “Jangan terlalu berharap dik, bahkan kepala desa dan istrinya yang kaya saja tidak
peduli pada nasib kita rakyat miskin”

Embun Semibar:“ Saya turut prihatin dengan kondisi kalian. Ini makanlah bekal makanan kami”

Pemudi : “Yang benar tuan?”

Embun semibar: “Tak perlu kalian memanggilku tuan, aku adalah orang biasa. Panggil aku
embun semibar”

Pemuda & pemudi: “terimakasih embun semibar”

Embun Semibar: “Baiklah kami akan masuk ke dalam desa itu kami pamit dulu, jaga diri kalian”

Pemuda & pemudi : “Baiklah”

*tutup tirai ganti latar*

SCENE 7

Narrator: Sambil mencari-cari tempat untuk bermalam, di jalan mereka bertemu seorang nenek
tua yang terjatuh akibat membawa kayu bakar terlalu banyak. Mereka pun menghampiri sang
nenek.
*BUG*

Putri Utami:“nenek tak apa? Dimana rumah nenek? Biar kami antarkan”(sambil memapah si
nenek berdiri)

Nenek:“rumah nenek tak jauh lagi dari sini, akan nenek tunjukkan, mari”

Narator: Embun Semibar pun membantu membawa kayu bakar dan Putri Utami serta Jaka
Griya memapah si nenek berjalan. Sesampainya di rumah si nenek yang tidak terlalu besar,
nenek itu menyuruh mereka beristirahat sejenak.

Nenek:“duduklah dulu anak-anak. Nenek panggilkan cucu nenek untuk membawakan minum.
Gendis, tolong bawakan minum kesini”

Gendis:“baik nek”(terdengar suara sahutan perempuan muda dari dalam rumah)

Terlihat satu orang perempuan cantik berpakaian sederhana yang keluar dari dalam rumah
membawa satu nampan berisi air minum dan beberapa ubi rebus.

Jaka Griya:“cantik sekali dia”(sambil berbisik dengan Putri Utami)

Gendis:“Ini minumnya. Maaf kami hanya mempunyai ini untuk disajikan”

Jaka Griya: “Tidak apa-apa, ini lebih dari cukup untuk kami. Terima kasih”

Mereka pun mulai menikmati hidangan yang disajikan. Kemudian datanglah pemuda laki-laki
yang membawa ikan hasil tangkapannya. Nenek pun mengisyaratkan pemuda itu untuk
bergabung dengan mereka.

Galuh: “Nenekkk aku pulang”

Nenek: “Galuhhh, mari sini cung kita kedatangan tamu”

Galuh: (ikut duduk bersama) “Nenek, siapa mereka ini? Asing sekali”

Embun Semibar: “Kami pemuda pengembara yang kebetulan bertemu dengan desa ini.
Perkenalkan aku Embun Semibar dan ini teman-temanku”

Putri Utami: “Aku Putri Utami, panggil aku Utami”

Jaka Griya: “Kalau aku Jaka Griya, panggil aku Jaka”

Galuh: “Kalau begitu perkenalkan juga , aku Galuh dan ini kakak perempuanku Gendis”

Nenek:“oh ya, jika nenek boleh tahu, di mana rencana kalian akan bermalam?”
Putri Utami:“kami belum tahu akan istirahat di mana Nek, mungkin kami akan membuat dua
pondok untuk beristirahat ”

Gendis: “Kenapa kalian tidak bermalam di sini saja? Boleh kan Nek mereka di sini dulu?”

Nenek:“betul anak-anak, kalian di sini saja, nenek percaya Kalian pasti pemuda-pemuda yang
baik”

Galuh:“tapi nek mereka ini kan orang asing yang baru kita kenali”

Nenek:“sudah Galuh, mereka orang baik”

Tiga Serangkai:“Baiklah nek terima kasih banyak”

*tutup tirai*

SCENE 8

Narator:

Keesokan harinya...

Pada pagi hari tersebar undangan berisi ajakan untuk merayakan pesta rakyat di rumah sang
kepala desa bernama Abu Sin yang dilaksanakan pada sore hari. Melihat undangan itu, tiga
serangkai langsung tersenyum, mereka berpikir itu adalah kesempatan yang pas dan baik untuk
menjalankan misi. Dan pesta itu dilaksanakan selama 7 hari 7 malam.

Embun Semibar:“Apakah pesta seperti ini sering dilakukan?”(tanyanya kepada Galuh)

Galuh:“sangat sering, tapi yang boleh datang hanya orang kaya saja. Kami yang seperti ini baru
sampai di halamannya sudah langsung dicaci, di cemooh, lalu kami diusir”

Jaka Griya:“ Lalu untuk apa undangan ini disebar-sebar jika yang datang hanya boleh orang-
orang tertentu saja?”

Gendis: “Tentu dengan niatan buruk. Jika undangan ini disebar para warga tidak mampu
merasa mereka diundang, lalu saat datang ke sana mereka yang miskin dipermalukan dan
menjadi lelucon bagi orang-orang jahat disana”

Putri Utami:“sangat tidak jelas. Sudah tidak jelas jahat lagi. Kenapa kalian tidak pindah saja dari
desa ini?”
Galuh: “Tidak bisa. Kami bukan orang berada. Jika kami mengembara mencari desa baru dari
mana kami dapat perbekalan untuk pergi jauh”

Gendis: “Kami hanya bisa pasrah menetap di sini dengan lingkungan yang seperti ini”

Embun Semibar:“kalian tak perlu khawatir. Sekarang kalian hanya perlu mempersiapkan diri
untuk pergi ke suatu tempat yaitu sebuah bukit dan kami akan menyiapkan perbekalan kalian
untuk pergi ke sana”

Gendis: “Bersiap? Apakah bukit itu jauh?”

Galuh: “Lagipun kalian bertiga bagaimana?”

Jaka Griya: “Tidak perlu khawatir, kami akan mengatasi masalah disini”

Bahkan hingga saat itu, Galuh, Gendis dan Sang Nenek belum mengetahui jika ketiga pemuda
itu adalah pemuda sakti.

*tutup tirai*

SCENE 9

Narrator: Di siang hari...

Di depan rumah sang nenek, mereka berenam sudah berkumpul, Galuh, Gendis, dan si Nenek
yang sudah siap dengan perbekalan yang cukup untuk mereka pergi.

Embun Semibar:“Kalian sudah siap kan? Galuh bawalah nenek dan kakakmu ke sebuah bukit
tinggi di sebelah timur desa ini”

Jaka Griya:“tenang saja bukit itu tidak terlalu jauh”

Galuh:“Memangnya ada apa di sana?”

Embun Semibar:“aku telah menyiapkan sebuah kapal besar di sana percayalah padaku dan
naiklah ke kapal itu, kami akan menyusul kalian kelak”

Galuh:“sebenarnya apa yang akan terjadi Semibar?”

Gendis:“Baiklah embun semibar, kami percaya padamu”

Galuh:“baiklah jika begitu, terima kasih banyak embun semibar, Jaka, Utami”

Jaka Griya:“berhati-hatilah, semoga kalian selamat sampai tujuan”


Putri Utami:“nenek dan Gendis, senang sekali bertemu dengan kalian”

Gendis:“sampai jumpa Utami, senang bisa menjadi temanmu, Aku akan menunggumu di atas
bukit itu ya”

Nenek:“kami pamit anak-anak. Jaga diri kalian juga ya! Terima kasih sekali lagi”

Mereka bertiga pun mulai pergi meninggalkan rumah, sedangkan tiga serangkai kembali duduk
di teras rumah sang nenek.

Putri Utami:“Aku akan pergi untuk mencari pemuda dan pemudi miskin yang waktu itu kita
temui. Mereka pun juga harus diselamatkan”

Jaka Griya:“halah modus saja, bilang saja kalau kau menyukai pemuda itu kan?”

Putri Utami:“hidupmu selalu saja sok tahu”

Embun Semibar:“Sudahlah Utami, kau juga mau dengan Galuh kan?”

Putri Utami:“diamlah, berisik sekali orang-orang ini”

SCENE 9

Narator: Putri Utami pun kemudian pergi dari sana, ia pun bertemu pemuda-pemudi yang
sedang ia cari itu.

Pemuda:“kamu yang kemarin membantu kami kan?”

Putri Utami:“Iya aku Utami, ada sesuatu yang harus aku sampaikan kepada kalian”

Pemudi:“Ada apa Utami?”

Putri Utami:“hari ini kalian harus cepat-cepat pergi dari desa ini, pergilah ke bukit tinggi yang
ada di sebelah timur desa ini, di sana ada Galuh dan keluarganya lalu naiklah ke sebuah kapal
besar bersama mereka”

Pemuda:“Apakah sesuatu akan terjadi di desa ini?”

Putri Utami:“sebenarnya—“

Kemudian datanglah seorang wanita dengan perawakan seram dan beringas.

Dewi Maya:“jangan turuti perintah wanita ini!”


Putri Utami:“apa maksudmu?!”

Pemudi:“hati-hati! dia adalah iblis jahat, Dia memiliki kekuatan sakti. Kamu harus hati-hati
Utami!”

Putri Utami:“tidak apa, pergilah kalian dari sini, ajak orang terdekat kalian untuk pergi ke
tempat yang sudah aku beritahukan tadi. Biar aku yang mengurus nenek lampir ini”

Pemuda dan pemudi itu pun kemudian meninggalkan tempat itu.

Dewi Maya: “hai wanita lusuh!”

Putri Utami:“jelek sekali sapaanmu nenek lampir!”

Dewi Maya: “Ah berisik. Aku tahu siapa kau dan aku tahu penampilanmu saat ini bukan aslimu
kan. Aku mengetahui seluruh misi kalian hahahaha” (Katanya dengan senyum menyeringai)

Putri Utami: "Huh memangnya apa yang kau tau? Apa kau keberatan dengan keberadaan
kami?! Kalaupun iya, kami tak peduli” (Ucapnya dengan nada menantang)

Dewi Maya: "Tentu saja, Aku keberatan. Sesungguhnya aku adalah iblis jelmaan, aku
merupakan perwujudan dari sifat rakus, tamak dan sombong para orang kaya di desa ini.
Semakin tamak dan sombong mereka Maka aku akan semakin kuat"

Putri Utami: “Ternyata kau sungguh iblis, takkan kubiarkan kau mengacaukan misi kami”

Dewi Maya: “baiklah Mari kita lihat siapa yang akan menang antara kebaikan dan kejahatan"

Setelah perseteruan itu terjadi, dilanjutkan lah dengan perkelahian hebat antara kedua orang
itu. Perkelahian itu berlangsung lumayan lama, nahasnya Putri Utami pun kalah dalam
perkelahian itu dan meninggal dunia dan jasadnya ditinggalkan begitu saja. Hingga tak lama
datanglah dua orang warga miskin desa.

Warga baik: "hei lihat ada yang terluka di sana" (mereka menghampiri utami)

Warga baik 2: "Apa yang terjadi padamu? lukamu sangat besar ini harus segera diobati" (darah
muncrat)

Putri Utami: "tidak perlu aku sudah tidak dapat diselamatkan, tolong bantu aku temui teman-
temanku yang berada di pesta rakyat mereka bernama embun Semibar dan Jaka griya
sampaikanlah pesanku ini" (utami berbisik pada 2 warga itu lalu mati)

Warga baik: (memeriksa leher utami) "dia sudah tiada Apa yang harus kita lakukan?"

Warga baik 2: "Mari kita sampaikan pesan terakhirnya"


*tutup tirai*

SCENE 10

Narator: Sementara itu, pada saat Embun Semibar dan jaga Griya ingin pergi ke pesta rakyat,
mereka menanti temannya yaitu Putri Utami kembali, tetapi sejak tadi Putri Utami tak kunjung
pulang.

Jaka Griya:“di mana Utami, kenapa tak pulang-pulang? Padahal kita sudah sepakat datang ke
pesta itu bertiga”

Embun Semibar:“entahlah, tetapi aku merasa ada hal yang buruk terjadi padanya. Bagaimana
jika kita mencarinya?”

Jaka Griya:“jangan! Bagaimana dengan rencana kita? Begini, kita pergi saja dulu ke pesta itu,
Jika ia pulang dan tidak melihat kita di sini sudah pasti dia akan menyusul kita ke pesta”

Embun Semibar:“tapi-”

Jaka Griya:“Ah sudahlah. Buang pikiran burukmu itu, dia pun Sakti pasti bisa menghadapi suatu
halangan. Ayo!”

Embun Semibar:“yasudah”

SCENE 11

Narator: Mereka berdua pun pergi duluan ke pesta rakyat tanpa Putri Utami yang ikut dengan
mereka. Sementara itu di pesta Rakyat, banyak para saudagar kaya yang berdatangan. Mereka
menikmati banyak hidangan makanan dan menikmati tarian yang ditampilkan.

Kepala Desa:“makanlah! Makanlah! Sayang sekali Jika tidak dihabiskan”

Istri Kades:“Iya, sudah kusiapkan semua ini untuk kalian nikmati”

Tegar:“apa saja pertunjukan kali ini pak kades”

Kepala Desa:“ada lah, kau lihat saja nanti”

Nyai 1:“aduhai Ibu kades kita ini, semakin cantik saja ya”
Istri Kades:“hahaha Saya jadi malu nyai, ya beginilah jika uang orang miskin itu digunakan sesuai
kebutuhan hahaha”

Fadli:“ngomong-ngomong, tidak sabar lagi aku melihat pertunjukannya pak kades, bu kades”

Anggi:“sabarlah dulu nanti juga akan ditampilkan”

Kepala Desa:“sebentar lagi akan dimulai. Silahkan disaksikan inilah tari ingat balek!”

MUSIK & PENAMPILAN TARI

Anggi:“cantik-cantik sekali gadis-gadis penari tadi ”

Fadli:“iya, boleh tidak ya aku mau satu orang saja hahaha”

Tegar:“dandanan mereka sangat membuatku pangling”

Kepala Desa:“itu untuk para pemuda, bapak-bapak seperti kalian harusnya ingat istri di rumah”

Istri Kades:“jika penari itu mau dengan kalian, istri 2 tidak buruk, wanita itu realistis. Kau banyak
uang, kau didatangi”

Narator: Setelah Tari itu usai mereka kembali menyantap beberapa makanan dan berbincang-
bincang. Kemudian mereka tiba-tiba mencium bau busuk yang menyengat dan mencari sumber
bau itu. Ternyata sudah ada embun semibar dan Jaka Griya yang sudah berada di pekarangan
rumah dan ingin masuk ke halaman rumah kepala desa. Tetapi sebelum masuk Mereka pun
ditahan oleh para pengawal kepala desa.

Qaila: “hueekk! Bau apa ini, busuk sekali membuat diriku tak nafsu makan!”

Anggi:“hey hey hey kukira bau busuk ini dari mana asalnya, ternyata dari dirimu! Hei Bujang
kurap! Berani-beraninya kau ingin bergabung ke pesta ini. Apakah tidak ada air di rumahmu
sehingga kau tidak dapat mandi dan membersihkan kurapmu itu?”(dengan nada mengejek dan
ditertawakan oleh warga-warga yang lain)

Nyai 2:“betul, busuk sekali seperti bangkai hahaha! Sudah lusuh terlihat jarang mandi pula”

Nyai 1: “dasar bujang kurap, tak bisakah kau hidup sehat sedikit saja? Badanmu sangat
menjijikkan. Semoga anak gadisku tidak menemukan suami jorok seperti dirimu!”

Tegar:“sudahlah pergi saja kalian berdua ini, mengacaukan pesta kami saja!”
Fadli:“tapi lihatlah orang-orang ini, dimana 1 teman lusuh kalian? apakah sudah mati?
hahahaha ”

Jaka Griya:“jaga mulutmu pak tua!”

Embun Semibar dan Jaka Griya sedikit emosi mendengar kata-kata yang barusan dilontarkan
oleh salah satu warga itu. Tetapi hal itu tidak membuat Embun Semibar dan Jaka Griya goyah
dengan misi yang sedang dijalani, mereka terus saja berjalan masuk ke dalam kerumunan pesta
itu.

Istri Kepala Desa: “Hei hei hei, apa-apaan kalian. Berani ya kalian masuk ke dalam pestaku dan
suamiku! Kalian tidak layak di sini! Kami tidak menerima kalian dasar miskin! PERGI!”

Kades: “sebagai tuan rumah, aku ingin kalian pergi sekarang! Jangan mengacau!”(ucapnya
dengan nada sangat marah)

Pengawal: "silakan pergi dari sini kepala desa tidak menerima kalian"

Jaka Griya: “Terserah mau mengatakan apa, Kami mendapatkan undangan itu berarti kami
berhak datang karena diundang, kenapa dirimu marah? Dasar aneh!”

Jaka Griya pun mengambil beberapa kue dan memberikannya kepada Embun Semibar.

Istri kepala desa: "apa-apaan kamu ini makananku jadi kotor semuanya. Pengawal cepat ikat
dia!"

Pengawal: "baik Nyonya" (bergerak hendak mengikat jaka griya)

Satria: “Aku rasa dia benar, jika diundang maka harus datang kan? Memang warga di sini sangat
aneh, muak sekali aku dibuatnya. Kepala desa dan istrinya pun sama-sama orang aneh. Padahal
pesta ini dibuat menggunakan uang-uang pajak orang miskin bukan? Dasar orang-orang dengan
sifat jahat kalian!"

Lalu seakan tak terima sang orangtua dilawan, datanglah seorang pemuda dengan wajah emosi.
Pemuda itu pun merupakan pemuda silat juga yang bernama Gilang.

Gilang:“memangnya kenapa dengan sifat orang-orang di desa ini ha?! Pergi saja kalian yang tak
terima dengan kebiasaan seperti ini!”

Satria:“sudah lama aku ingin pergi, jika bukan untuk mengasah ilmu disini. Sekarang ilmuku pun
sudah terasah dan aku bebas berbuat semauku, ya salah satunya menghancurkan acara tidak
jelas ini!”
Gilang:“ilmu sedikit saja sudah seperti bisa semua, sini adu ilmu denganku!” (dengan nada
menantang)

Satria: “Baiklah, aku tidak takut! Jika aku menang maka keadilan di desa ini harus ditegakkan!
Dan jika—”

Gilang: “Dan jika aku menang, warga-warga miskin itu harus menjadi budak tanpa bayaran
kami! Bagaimana semua? Setuju!?”

Semua warga kaya di sana bersahutan berteriak tanda setuju, tetapi dengan kecurangannya,
Gilang menyerang Satria tanpa aba-aba. Satria yang belum siap pun kewalahan dengan itu.

PENAMPILAN SILAT

Satria:“KAU CURANG!”

Gilang:“aku tidak peduli, dasar lemah!”

Nyai 2:“Gilang memang hebat! Kuat sekali dia!”

Qaila:“benar! Ilmunya memang luar biasa”

Istri Kades:“anak kita memang tidak ada lawannya” (berbicara sambil menghadap ke kepala
desa)

Kades:“sudah tidak heran, karena kita berikan dia guru silat terbaik”

Gilang:“bagaimana warga sekalian?! Kita mempunyai budak baru hahahaha”

Para warga pun berteriak tanda setuju

All warga:“budak baru! Budak baru!”

Tegar:“sekarang tidak payah aku mengurus kuda dirumah lagi karena akan kuberikan tugasku
itu ke budak baru hahahah”

Anggi:“aku akan memilih budak yang rajin memasak dan mengemas rumah dan memberinya
makan sehari sekali”

Melihat Satria yang tergopo-gopo sebab diserang habis-habisan oleh Gilang, Embun Semibar
dan Jaka Griya secepat mungkin menghampiri Satria.
Embun Semibar:“ayo pergi dari sini! Sembuhkan dirimu!”

Satria:“tidak apa-apa, aku masih kuat”

Jaka Griya:“jangan begitu, kasihan badanmu”

Satria:“maafkan aku, warga yang lain jadi terkena imbasnya ”

Embun Semibar: "tidak perlu kau mau minta maaf kau melakukan hal yang benar. sebaiknya
kita obati lukamu terlebih dahulu"

Tiba-tiba datang dua orang perempuan yang tangannya penuh darah.

Warga baik: "siapa di antara kalian semua yang bernama embun semibar dan Jaka griya"

Embun Semibar: "itu adalah nama kami, ada apa? mengapa tangan kalian penuh darah?"

Warga baik 2: "kami membawa pesan dari seorang teman perempuan kalian yang kami temui
tertusuk di jalan"

Jaka griya: "maksud kalian Utami? apa yang terjadi pada Utami?" (dengan nada panik)

Warga baik: "dia menitipkan pesan untuk berhati-hati kepada seorang wanita yang tampak
seperti iblis, wanita itu berbahaya dan wanita itu jugalah yang membunuh Utami"

Jaka Griya: “Tidak mungkin! aku tak terima dengan kematian utami yang seperti itu (ia pun
berbalik badan menghadap warga-warga itu dengan tatapan tajam) SIAPAPUN WANITA IBLIS
YANG BERANI MELAKUKAN INI?! AKAN KUBUNUH DENGAN CARA YANG LEBIH
MENGENASKAN!”

Tiba-tiba muncullah seorang wanita beringas dari arah kerumunan warga.

Dewi Maya:“aku, aku yang melakukannya”

Mendengar suara yang sangat asing, Embun Semibar dan Jaka Griya langsung melihat dan
menatap tajam kearah wanita itu.

Embun Semibar:“siapa kau?!”

Jaka Griya:“apa maksudmu membunuh temanku?!”


Dewi Maya:“hei hei tenanglah, tak usah seperti itu Semibar sakti. Aku hanya tidak ingin kalian
menjalankan misi murahan kalian itu. Akan kubiarkan warga desa ini dalam kerakusan dan
kesombongan, biarkan mereka hanyut dengan kesenangan dunia ini”

Fadli: "Hahaha habislah kalian Dewi Maya telah datang untuk menghabiskan kalian"

Dengan emosi yang menggebu-gebu, Jaka Griya tiba tiba menyerang Dewi Maya. Namun Dewi
Maya dengan mudah menghindari serangan sakti itu.

Embun Semibar:“Jaka mari satukan kekuatan bersamaku" (bersatu menyerang kusuma)

Dewi Maya: "Hahaha percuma saja, kekuatan kalian takkan dapat mengalahkan aku"
(melemparkan serangan juga tetapi serangan embun semibar dan jaka griya lebih kuat) "agh
mengapa serangannya sangat kuat?! agh tidak!!!" (mati sekarat)

Para warga yang melihat itu terkejut.

Anggi:“kuat sekali mereka berdua bisa mengalahkan Dewi Maya ”

Qaila:“benar, tak kusangka”

Tegar:“tampaknya memang mereka ini sakti”

Embun Semibar pun berdiri dan mulai menyeterukan sesuatu.

Embun Semibar: “Sudahlah! Aku sudah muak, aku akan memberikan tantangan kepada kalian.
Siapapun yang dapat mencabut 7 lidi ini, maka akan aku berikan hadiah apapun yang kalian
inginkan”

Jaka Griya:“cocok untuk kalian yang sangat terbuai dengan harta”

(Embun Semibar menancapkan 7 lidi)

Tegar:“haish mudah sekali mencabut lidi-lidi kecil ini”(ia pun mencoba mencabut lidi itu, namun
anehnya lidi itu terasa seperti ditanam sangat dalam)

Fadli:“segitu saja kau tak bisa?”(dengan nada meremehkan)

Warga-warga lain pun mulai mencoba mencabut lidi itu, tidak ada satupun warga yang bisa
melakukan hal itu.
Jaka Griya: “orang-orang seperti kalian mana bisa melakukannya! Kalian hanyalah tanah yang
bersifat langit”

Fadli: "aku menyerah lidi ini sangat kuat"

Gilang:“sini, biar aku saja”(nihil, ia pun tak bisa mencabut lidi itu)

Embun Semibar:“lihat! Ini bukti kalian itu lemah! Musnahlah kalian!”(sambil mendorong Gilang
menjauh dari area lidi itu)

Melihat amarah Embun Semibar yang semakin memuncak serta tiupan angin badai yang
seakan-akan mendukung keadaan itu, para warga desa terlihat ketakutan, sebab saat Embun
Semibar mencabut satu buah lidi, lubang bekas lidi itu mengeluarkan air dengan arus yang
besar.

Nyai 1: "waduh bagaimana ini jika air ini terus keluar dari tanah maka kita semua akan
tenggelam" (para warga panik)

Kemudian, air yang cepat sekali menggenang membuat warga disana tak dapat menyelamatkan
diri mereka.

Jaka griya: "bagaimana ini embun Semibar, kita seharusnya pergi ke bukit agar selamat tetapi
tampaknya kita sudah tidak punya waktu lagi"

Lalu tiba-tiba muncullah 1 kapal besar yang membawa rombongan, yaitu rombongan orang-
orang yang sudah diperintahkan 3 serangkai untuk naik ke bukit. Melihat hal itu, para warga
yang tenggelam meminta-minta untuk ditolong.

Galuh: "embun semibar, Jaka griya naiklah ke sini kami datang menjemput kalian"

Embun Semibar: "Mari kita selamatkan diri, Satria ikutlah bersama kami kau pantas untuk
selamat. Kalian berdua juga ikutlah bersama kami" (mengajak dua warga baik)

Embun semibar, jaka griya, satria dan para warga miskin yang baik naik ke kapal meninggalkan
para warga, kepala desa beserta istri dan anaknya yang gila harta.

Istri Kades: “tolong kami juga, kami akan tenggelam”

Warga:“tolongggg, bawa kami juga!”

Embun semibar: "ketahuilah ini adalah balasan dari semua perilaku jahat kalian, kalian
seharusnya malu meminta tolong kepada orang-orang yang telah kalian jahati dan kalian
rampas haknya"
Kades: “maafkan sikap jahat kami, kami sungguh menyesal atas semua perbuatan kami”

Istri Kades:“kami janji akan berubah”

Jaka griya: "Mari kita tinggalkan mereka mereka, biar mereka merasakan tenggelam bersama
seluruh harta mereka di desa ini"

Pemudi:“karma karena jadi orang jahat”

Galuh:“semoga bisa berenang”

Para warga itupun tenggelam, tak menyisakan 1 orangpun yang hidup. Tentu hanya rombongan
berkapal yang selamat, rombongan itu berhenti disebuah desa baru dengan lingkungan yang
baik. Sedangkan desa Pagar Mayu kemudian tenggelam oleh air dan sekarang telah menjadi
danau yang terletak dalam kawasan hutan lindung di Desa Sungai Jernih, Kecamatan Rupit,
Kabupaten Musi Rawas Utara, Sumatera Selatan, dan dikenal dengan sebutan Danau Rayo.

Dari kisah ini banyak pelajaran yang dapat kita ambil salah satunya adalah jangan pernah
menghina sesama manusia dan juga jangan menilai seseorang hanya dari rupa. Karena manusia
pada hakekatnya sama yaitu saling membantu dan membutuhkan.

pesan lain yang didapat dari kisah ini adalah harta bukanlah suatu hal yang harus dibanggakan
dan disombongkan, jangan terbuai oleh kenikmatan dunia semata yang membuat dirimu lupa
bahwa semua manusia sama derajatnya.

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai