Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Robekan perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum
sewaktu persalinan dan terjadi pada hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum
disebabkan oleh faktor ibu (paritas, jarak kelahiran dan berat badan bayi),
pimpinan persalinan yang salah, riwayat persalinan, ekstraksi vakum,
trauma alat dan episiotomi.
Di seluruh dunia pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus laserasi
perineum pada ibu bersalin. Angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta
pada tahun 2020, seiring dengan tenaga kesehatan yang tidak
mengetahui asuhan persalinan dengan baik dan kurang pengetahuan ibu
tentang perawatan mandiri di rumah. Di Amerika dari 26 juta ibu bersalin,
terdapat 40% mengalami laserasi perineum. Di Asia masalah laserasi
perineum cukup banyak dalam masyarakat, yaitu 50% dari kejadian
robekan perineum di dunia Prevalensi ibu bersalin yang mengalami
laserasi perineum di Indonesia pada golongan umur 25-30 tahun yaitu
24%, dan pada ibu umur 32-39 tahun sebesar 62%.
Perdarahan postpartum menjadi penyebab utama kematiani bu di
Indonesia.Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua perdarahan
setelah atonia uteri yang terjadi pada hamper setiap persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya.Hasil studi dari Pusat
Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Bandung, yang melakukan
penelitian dari tahun 2009-2010 pada beberapa Propinsi di Indonesia
didapatkan bahwa satu dari lima ibu bersalin yang mengalami ruptur
perineum akan meninggal dunia dengan proporsi 21,74%.
Perineum Massage adalah teknik memijat perineum di saat hamil atau
beberapa minggu sebelum melahirkan guna meningkatkan perubahan
hormonal yang melembutkan jaringan ikat, sehingga jaringan perineum
lebih elastis dan lebih mudah meregang. Peningkatan elastisitas perineum
akan mencegah kejadian robekan perineum maupun episiotomi. Teknik ini
dapat dilakukan satu kali sehari selama beberapa minggu terakhir
kehamilan di daerah perineum (area antara vagina dan anus). Perineum
massage selain dapat meminimalisasi robekan perineum, juga dapat
meningkatkan aliran darah, melunakkan jaringan di sekitar perineum ibu
dan membuat elastis semua otot yang berkaitan dengan proses
persalinan termasuk kulit vagina. Saat semua otot-otot itu menjadi elastis,
ibu tidak perlu mengejan terlalu keras cukup pelan-pelan saja bahkan bila
prosesnya lancar robekan pada perineum tidak terjadi dan vagina tidak
perlu dijahit.
Keamaan pijat perineum selama kehamilan telah dievaluasi dalam
dua percobaan acak. Di Inggris, percobaan terhadap 861 wanita nulipara
menemukan manfaat signifikan sebanyak 6% dari prevalensi wanita yang
mengalamilaserasi perineum (75% vs 69%, P <0,07).
Massage perineum memang belum familiar dilakukan untuk wanita
hamil pada saat antenatal care di rumah sakit besar, namun melihat data
diatas dan besarnya manfaat massage perienum pada ibu hamil, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang efektivitas massage
perineum terhadap terjadinya laserasi perineum dan episiotomi pada
primipara maupun multigravida.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakan efektivitas
message perineum terhadap derajat laserasi perineum dan penggunaan
episiotomi dalam proses persalinan baik pada primigravida maupun
multigravida.
1.3. Hipotesa Penelitian
Hipotesa penelitian ini adalah bahwa massage perineum sangat efektif
dilakukan untuk menurunkan derajat laserasi perineum dan terdapat
penurunan penggunaan episiotomi dalam proses persalinan.

1.4. Tujuan Penelitian


1.4.1. Tujuan umum:
Penelitian ini bertujuan untuk efektivitas massage perineum
terhadap derajat laserasi perineum dan episiotomi.

1.4.2. Tujuan khusus:


1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi karakteristik sampel
penelitian berdasarkan usia dan paritas.

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi sampel penelitian


yang melakukan massage perineum dengan yang tidak.

3. Untuk mengetahui penurunan penggunaan episiotomi pada


primigravida

4. Untuk mengetahui angka kejadian perdarahan paska salin


akibat laserasi perineum

1.5. Manfaat penelitian


1.5.1. Manfaat teoritis
Dapat diketahui bagaimana aplikasi, manfaat dan efektifitas
massage perineum dalam mengurangi kejadian laserasi perineum pada
saat persalinan. Sekaligus diharapkan dapat menjadi dasar pada
penelitian selanjutnya.
1.5.2. Manfaat Aplikatif
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah
pengetahuan ibu hamil trimester ke tiga mengenai manfaat massage
perineum sehingga dapat diaplikasikan kepada seluruh ibu hamil
trimester ke tiga sehingga laserasi perineum dan penggunaan
episiotomi yang terjadi pada saat persalinan berkurang.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rupture Perineum


2.1.1 Pengertian
Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul
yang terletak antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia
urogenitalis serta diafragma pelvis. Rupture perineum adalah robekan
yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan maupun dengan
menggunakan alat atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi
pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu
cepat. Robekan perineum terjadi pada hampir semua primipara
(Wiknjosastro, 2002). Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia
uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik
biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina (Mochtar, 2005).
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah
yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir
selalu harus diperhatikan yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga
dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina,
serviks, dan robekan uterus (ruptur uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk
hematoma dan robekan jalan lahir yang dapat menyebabkan pecahnya
pembuluh darah vena.

2.1.2 Klasifikasi Rupture perineum


Jenis robekan perineum berdasarkan luasnya adalah sebagai berikut:
a. Derajat satu : robekan hanya mengenai mukosa vagina dan kulit
perineum
b. Derajat dua : robekan yang lebih dalam mencapai otot-otot perineum
tetapi tidak melibatkan otot-otot sfingter ani
c. Derajat tiga : robekan sudah melibatkan otot sfingter ani, dibagi menjadi
3 sub grup, yaitu :
III a :robekan mengenai < 50% ketebalan otot sfingter ani eksterna

III b :robekan mengenai > 50% ketebalan otot sfingter ani eksterna

III c :robekan sampai mengenai otot sfingter ani interna

d. Derajat empat : Robekan dapat terjadi pada seluruh perineum dan


sfingterani yang meluas sampai ke mukosa rectum.

2.1.3Etiologi dan Faktor Resiko Robekan Jalan Lahir


Yang dapat menyebabkan terjadinya robekan jalan lahir adalah
Partus presipitatus.
a. Kepala janin besar
b. Presentasi defleksi (dahi, muka).
c. Primipara
d. Letak sungsang.
e. Pimpinan persalinan yang salah.
f. Pada obstetri dan embriotomi : ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, dan
embriotomi

Terjadinya rupture perineum disebabkan oleh faktor ibu (paritas,


jarak kelahiran dan berat badan bayi), pimpinan persalinan tidak
sebagaimana mestinya, riwayat persalinan. ekstraksi cunam, ekstraksi
vakum, trauma alat dan episiotomi. Perdarahan karena robekan jalan lahir
banyak dijumpai pada pertolongan persalinan oleh dukun karena tanpa
dijahit. Bidan diharapkan melaksanakan pertolongan persalinan di tengah
masyarakat melalui bidan polindes, sehingga peranan dukun makin
berkurang. Bidan dengan pengetahuan medisnya dapat mengetahui hamil
dengan risiko tinggi dan mengarahkan pertolongan pada kehamilan
dengan risiko rendah yang mempunyai komplikasi ringan sehingga dapat
menurunkan angka kematian ibu maupun perinatal. Dengan demikian
komplikasi robekan jalan lahir yang dapat menimbulkan perdarahan
semakin berkurang.
Risiko yang ditimbulkan karena robekan jalan lahir adalah
perdarahan yang dapat menjalar ke segmen bawah. Risiko lain yang
dapat terjadi karena robekan jalan lahir dan perdarahan yang hebat
adalah ibu tidak berdaya, lemah, tekanan darah turun, anemia dan berat
badan turun.
Terjadinya rupture perineum disebabkan oleh faktor ibu sendiri
(yang mencakup paritas, jarak kelahiran dan beat badan lahir), riwayat
persalinan yang mencakup ekstraksi cunam, ekstraksi vakum dan
episiotomi.
a. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seseorang ibu baik
hidup maupun mati. Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian
rupture perineum. Pada ibu dengan paritas satu atau ibu primipara
memiliki risiko lebih besar untuk mengalami robekan perineum daripada
ibu dengan paritas lebih dari satu. Hal ini dikarenakan karena jalan lahir
yang belum pernah dilalui oleh kepala bayi sehingga otot-otot perineum
belum meregang.
b. Jarak kelahiran
Jarak kelahiran adalah rentang waktu antara kelahiran anak sekarang
dengan kelahiran anak sebelumnya. Jarak kelahiran kurang dari dua
tahun tergolong risiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi pada
persalinan. Jarak kelahiran 2-3 tahun merupakan jarak kelahiran yang
lebih aman bagi ibu dan janin. Begitu juga dengan keadaan jalan lahir
yang mungkin pada persalinan terdahulu mengalami robekan perineum
derajat tiga atau empat, sehingga proses pemulihan belum sempurna dan
robekan perineum dapat terjadi.
c. Berat badan bayi
Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya rupture perineum
yaitu pada berat badan janin diatas 3500 gram, karena risiko trauma
partus melalui vagina seperti distosia bahu dan kerusakan jaringan lunak
pada ibu. Perkiraan berat janin tergantung pada pemeriksaan klinik atau
ultrasonografi dokter atau bidan. Pada masa kehamilan, hendaknya
terlebih dahulu mengukur tafsiran beran badan janin.
Dari uraian diatas terlihat bahwa faktor ibu dalam hal paritas
memiliki kaitan dengan terjadinya rupture perineum. Ibu dengan paritas
satu atau ibu primipara mengalami resiko yang lebih tinggi. Jarak
kelahiran kurang dari dua tahun juga termasuk dalam kategori risiko tinggi
karena dapat menimbulkan komplikasi dalam persalinan. Dalam kaitannya
dengan terjadinya rupture perineum, maka berat badan bayi yang berisiko
adalah berat badan bayi diatas 3500 gram.
d. Riwayat Persalinan
Riwayat persalinan mencakup episiotomi, ekstraksi cunam dan ekstraksi
vakum. Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya rupture perineum.
 Episiotomi
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang
menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara,
jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit
sebelah depan perineum. Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan
kerusakan yang lebih hebat pada jaringan lunak akibat daya regang yang
melebihi kapasitas adaptasi atau elastisitas jaringan tersebut.
Pertimbangan untuk melakukan episiotomi harus mengacu kepada
pertimbangan klinik yang tepat dan teknik yang paling sesuai dengan
kondisi yang dihadapi. Tujuan episiotomi adalah menyatukan kembali
jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu.
 Indikasi
Indikasi untuk melakukan episiotomi dapat timbul dari pihak ibu maupun
pihak janin.
1. Indikasi janin
a. Sewaktu melahirkan janin prematur.
Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya trauma yang berlebihan
pada kepala janin.
b. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan
ekstraksi cunam, ekstraksi vakum dan janin besar.
2. Indikasi ibu
Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga
ditakuti akan terjadi robekan perineum, misalnya pada primipara,
persalinan sungsang, persalinan dengan ekstraksi cunam, ekstraksi
vakum dan anak besar.
Meskipun episiotomi rutin sering dilakukan di masa lalu (karena
para penolong persalinan percaya bahwa dengan melakukan episiotomi
akan mencegah penyulit dan infeksi, serta lukanya akan sembuh dengan
baik daripada robekan spontan, tetapi belum ada bukti yang mendukung
hal tersebut
Episiotomi rutin tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan :
a. Meningkatnya jumlah darah yang hilang dan risiko hematoma.
b. Sering meluas menjadi laserasi derajat tiga atau empat dibandingkan
dengan laserasi derajat tiga atau empat yang terjadi tanpa episiotomi.
c. Meningkatnya nyeri pasca persalinan.
d. Meningkatnya risiko infeksi

 Jenis Episiotomi
Berdasarkan lokasi sayatan episiotomi terdiri dari :
a. Episiotomi medialis
Sayatan dimulai pada garis tengah komissura lurus ke bawah tetapi tidak
sampai mengenai serabut sfingterani.
b. Episiotomi mediolateralis
Sayatan ini dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju arah
belakang dan samping. Arah sayatan dapat dilakukan kearah kanan
ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya.
3. Episiotomi lateralis
Sayatan ini dilakukan kearah lateral mulai dari angka 3 atau 9 sesuai
dengan arah jarum jam.
Dari uraian tersebut terlihat bahwa riwayat persalinan memiliki
kaitan dengan terjadinya rupture perineum. Episiotomi merupakan
tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput
lendir vagina, cincin selaput darah, jaringan selaput darah jaringan pada
septum rsektovaginal, otot-otot dan fasial perineum dan kulit sebelah
dalam perineum. Namun demikian, tindakan episiotomi adalah
pencegahan kerusakan yang terjadi lebih hebat.

2.1.4 Penatalaksanaan

Prinsip Repair Perineum ( Junizaf )

 Jahit secepat mungkin à mengurangi risiko perdarahan dan infeksi


 Periksa peralatan dan hitung kassa sebelum dan sesudah tindakan
 Beri penerangan/lampu yang baik à identifikasi dan melihat jaringan
yang terlibat
 Tanyakan pada orang yang lebih berpengalaman bila ragu dalam
menentukan struktur jaringan yang terlibat
 Trauma yang sulit lebih baik dilakukan oleh operator yang lebih
berpengalaman dalam anestesi umum maupun regional di kamar
operasi , dan pasang kateter urin 24 jam pasca tindakan
 Lakukan penjahitan sesuai anatomi awal untuk mendapatkan hasil
kosmetik yang baik
 Lakukan pemeriksaan rektal touche setelah penjahitan selesai
untuk memastikan tidak ada materi benang yang tidak sengaja
masuk pada mukosa rektum
 Setelah selesai melakukan repair, informasikan pada pasien
mengenai luka dan perluasannya, diskusikan tentang penghilang
nyeri, diet, hygiene dan pentingnya latihan untuk mendukung pelvis
2.1.5 Komplikasi
Risiko komplikasi yang mungkin terjadi jika rupture perineum tidak segera
diatas, yaitu :
a. Perdarahan
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan
dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan penatalaksanaan
yang cermat selama kala satu dan kala empat persalinan sangat penting.
Menilai kehilangan darah yaitu dengan cara memantau tanda vital,
mengevaluasi asal perdarahan, serta memperkirakan jumlah perdarahan
lanjutan dan menilai tonus otot.
b. Fistula
Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karena perlukaan pada
vagina menembus kandung kencing atau rectum. Jika kandung kencing
luka, maka air kencing akan segera keluar melalui vagina. Fistula dapat
menekan kandung kencing atau rectum yang lama antara kepala janin
dan panggul, sehingga terjadi iskemia.
c. Hematoma
Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena
adanya penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai
dengan rasa nyeri pada perineum dan vulva berwarna biru dan merah.
Hematoma dibagian pelvis bisa terjadi dalam vulva perineum dan fosa
iskiorektalis. Biasanya karena trauma perineum tetapi bisa juga dengan
varikositasvulva yang timbul bersamaan dengan gejala peningkatan nyeri.
Kesalahan yang menyebabkan diagnosis tidak diketahui dan
memungkinkan banyak darah yang hilang. Dalam waktu yang singkat,
adanya pembengkakan biru yang tegang pada salah satu sisi introitus di
daerah rupture perineum.
d. Infeksi
Infeksi pada masa nifas adalah peradangan di sekitar alat genetalia pada
kala nifas. Perlukaan pada persalinan merupakan tempat masuknya
kuman ke dalam tubuh sehingga menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan
meningkatnya suhu tubuh melebihi 380 C, tanpa menghitung pireksia
nifas. Setiap wanita yang mengalami pireksia nifas harus diperhatikan,
diisolasi, dan dilakukan inspeksi pada traktus gentitalis untuk mencari
laserasi, robekan atau luka episiotomi.

2.2 Pijat Perineum


2.2.1 Pengertian
Ruptur perineum spontan adalah perlukaan jalan lahir atau
robekan perineum secara tidak sengaja karena persalinan dan terjadi
hampir pada semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya.
Tujuan pijat perineum adalah mempersiapkan jaringan perineum
dengan baik untuk proses peregangan selama prosespersalinan sehingga
mengurangi robekan perineum dan mempercepat proses
penyembuhannya.

2.2.2 Manfaat Pemijatan Perineum

Pijat ini akan membantu melunakkan jaringan perineum sehingga


jaringan tersebut akan membuka tanpa resistensi saat persalinan, untuk
mempermudah lewatnya bayi. Pemijatan perineum ini memungkinkan
untuk melahirkan bayi dengan perineum tetap utuh. Pijat perineum
memiliki berbagai keuntungan yang semuanya bertujuan mengurangi
kejadian trauma di saat melahirkan. Keuntungannya diantaranya adalah:
a. Menstimulasi aliran darah ke perineum yang akan membantu
mempercepat proses penyembuhan setelah melahirkan.

b. Membantu ibu lebih santai di saat pemeriksaan vagina (Vaginal


Touche).

c. Membantu menyiapkan mental ibu terhadap tekanan dan regangan


perineum di kala kepala bayi akan keluar.
d. Menghindari kejadian episotomi atau robeknya perineum di kala
melahirkan dengan meningkatkan elastisitas perineum.
Menurut Danuatmaja, menyatakan bahwa pemijatan perineum ini
mengurangi robekan perineum, mengurangi episiotomi dan mengurangi
penggunaan alat bantu persalinan lainnya.

2.2.3 Waktu Untuk Melakukan Pemijatan Perineum


Pelaksanaan pijat perineum membutuhkan waktu lebih kurang 5–
10 menit setiap harinya, di mulai pada usia kehamilan 34 minggu sehari
sekali, sampai janin lahir. Pijat perineum ini dilakukan dengan
menggunakan minyak yang dilakukan oleh ibu hamil atau
pasangannya.Pemijatan dilakukan 5–6 kali dalam seminggu secara
rutin.Selanjutnya selama 2 minggu menjelang persalinan, pemijatan
dilakukan setiap hari, dengan jadwal sebagai berikut : minggu pertama
lakukan selama 3 menit,minggu ke dua lakukan selama 5 menit.Hentikan
pemijatan ketika kantung ketuban mulai pecah dan cairan ketuban mulai
keluar,atau pad asaat proses persalinan sudah dimulai.

2.2.4 Cara Melakukan Pemijatan Perineum


Teknik yang dapat dilakukan untuk pijat perineum adalah:
a. Cucilah tangan ibu terlebih dahulu dan pastikan kuku ibu tidak panjang.
Pijatan ini dapat dilakukan sendiri atau oleh pasangan (suami).

b. Berbaringlah dalam posisi yang nyaman. Beberapa wanita ada yang


berbaring miring dan menggunakan bantal untuk menyangga kaki mereka.
Ada yang menggunakan posisi semilitotomi atau posisi mengangkang.
Jika pemijatan dilakukan saat berdiri, letakkan kaki satu di kursi dan kaki
yang lain berada sekitar 60-90 cm dari kursi.

c. Ibu dapat menggunakan cermin untuk pertama kali guna mengetahui


daerah perineum tesebut.
d. Gunakan minyak kelapa, atau sweet almond. Lakukan pemijatan
sebelum mandi pagi dan sore.

e. Letakkan satu atau dua ibu jari (atau jari lainnya bila ibu tidak sampai)
sekitar 2-3cm di dalam vagina. Tekan ke bawah dan kemudian
menyamping pada saat bersamaan. Perlahan-lahan coba regangkan
daerah tersebut sampai ibu merasakan sensasi seperti terbakar, perih,
atau tersengat.

f. Tahan ibu jari dalam posisi seperti di atas selama 2 menit sampai
daerah tersebut menjadi tidak terlalu berasa dan ibu tidak terlalu
merasakan perih lagi.

g. Tetap tekan daerah tersebut dengan ibu jari. Perlahan-lahan pijat ke


depan dan ke belakang melewati separuh terbawah vagina. Lakukan ini
selama 3-5 menit. Hindari pembukaan saluran kemih dan ibu dapat
memulai dengan pijatan ringan dan semakin ditingkatkan tekanannya
seiring dengan sensivitas yang berkurang.

h. Ketika sedang memijat, tarik perlahan bagian terbawah dari vagina


dengan ibu jari tetap berada di dalam. Hal ini akan membantu
meregangkan kulit di mana kepala bayi saat melahirkan nanti akan
meregangkan perineum itu sendiri.

i. Lakukan pijatan perlahan-lahan dan hindari pembukaan dari katup


uretra (lubang kencing) untuk menghindari iritasi atau infeksi.

Kontraindikasi Pijat Perineum Pijat perineum sebaiknya tidak


dilakukan bagi ibu hamil dengan infeksi herpes genitalis, vaginitis, infeksi
jamur, infeksi saluran kemih, atau infeksi menular yang dapat menyebar
dengan kontak langsung dan memperparah penyebaran infeksi.

Anda mungkin juga menyukai