JL SOLO-PURWODADI KM.15
SRAGEN 57275-JAWA TENGAH
TELF.(0271)6811397
EMAIL: puskesmaskalijambesrggmail@gmail.com
2023
1
PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN
DINAS KESEHATAN KABUPATEN SRAGEN
UPTD PUSKESMAS KALIJAMBE
Jalan Raya Solo-Purwodadi Km 15 telp (0271)6811397 Kalijambe
E-mail : puskesmaskalijambesrg@gmail.com Kode Pos 57275
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Sasaran
1. Fisioterapis
3. Pemerintah/Pemerintah Daerah.
E. Batasan Operasional
3
Pelayanan fisioterapi dalam pelayanan kesehatan ditingkat pertama/primer
antara lain kegiatan promotif dan preventif seperti memberikan pengurangan nyeri
dan program untuk meningkatkan fleksibilitas, daya tahan, dan keselarasan postur
dalam aktivitas sehari-hari. Selain upaya promotif dan preventif, fisioterapis juga
memberikan layanan pemeriksaan, membantu individu dalam memulihkan
kesehatan, mengurangi rasa sakit (kuratif dan rehabilitatif). Fisioterapis memainkan
peran dalam masa akut, kronis, pencegahan, intervensi dini untuk
muskuloskeletal yang berhubungan dengan pekerjaan cedera, mendesain ulang
pekerjaan individu, serta rehabilitasi, dan diperlukan untuk memastikan
layanan/intervensi diberikan secara komprehensif dan tepat berfokus pada individu,
masyarakat dan lingkungan.
F. Landasan Hukum
4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
5
C. Jadual Kegiatan
6
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
Gedung 1
Unit pelayanan
Pintu masuk
Fisioterapi
utara
R. Imunisasi
B. Standar Fasilitas
7
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN
A. Lingkup Kegiatan
B. Metode
Pelayanan fisioterapi berfokus pada pasien melalui alur yang dapat diakses
secara langsung ataupun melalui rujukan tenaga kesehatan lain maupun sesama
fisioterapis. Selain itu perlu adanya alur rujukan fisioterapi ke fasilitas pelayanan
kesehatan/rumah sakit lain apabila pasien/klien menolak pelayanan fisioterapi
dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan tersebut tidak memiliki kemampuan pelayanan
fisioterapi yang diinginkan/dibutuhkan. Rujukan tersebut harus disertai dengan
surat keterangan/catatan klinis fisioterapi yang ditandatangani oleh fisioterapis
bersangkutan.
Setelah pelayanan fisioterapi selesai diberikan, fisioterapis merujuk
kembali pasien/klien kepada tenaga kesehatan lain atau fisioterapis perujuk
sebelumnya.
Alur pelayanan fisioterapi tertuang dalam standar prosedur operasional (SPO)
yang ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan diimplementasikan
dalam diagram alur yang mudah dilihat/diakses oleh pengguna dan/atau masyarakat.
1. Rawat Jalan
Alur pasien rawat jalan terlampir (lampiran 2), adapun langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut:
a. Pasien yang mengalami/berpotensi mengalami gangguan gerak dan
fungsi tubuh dapat melakukan pendaftaran secara langsung, atau melalui rujukan dari
8
tenaga medis di poliklinik pada fasilitas pelayanan kesehatan setempat/Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP), atau dari praktik mandiri (dengan membawa
surat rujukan fisioterapi). Pelayanan fisioterapi di puskesmas dilakukan sesuai dengan
alur pelayanan di puskesmas, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Setelah pendaftaran, petugas mengarahkan pasien ke bagian pelayanan
fisioterapi (sesuai dengan tingkat fasilitas pelayanan kesehatan) untuk
mendapatkan proses fisioterapi yang dilakukan oleh fisioterapis. Pemeriksaan awal
diperlukan untuk menemukan indikasi atau tidaknya program fisioterapi atau untuk
mengarahkan kebutuhan fisioterapi yang tepat sesuai dengan kekhususannya. Apabila
tidak ditemukan indikasi, fisioterapis mengarahkan/merujuk pada tenaga kesehatan
yang tepat/mengembalikan kepada perujuk secara tertulis. Apabila ditemukan indikasi
awal maka selanjutnya dilakukan proses sesuai prosedur fisioterapi.
c. Setelah pasien menjalani rangkaian proses fisioterapi dan penyelesaian
administrasinya, pasien dapat pulang atau kembali kepada dokter/dokter
gigi/DPJP/pengirim sebelumnya disertai pengantar catatan klinis/resume dari
fisioterapis yang bertanggung jawab (dapat disertai rekomendasi).
2. Rawat Inap
Alur pasien rawat inap terlampir (lampiran 3), adapun langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut:
a. DPJP membuat rujukan/permintaan secara tertulis kepada bagian
fisioterapi/fisioterapis. Selanjutnya petugas ruangan menyampaikaninformasi rujukan
kepada fisioterapis yang bersangkutan/bagian pelayanan fisioterapi untuk diregistrasi
dan ditindaklanjuti.
b. Selanjutnya fisioterapis dapat melakukan pemeriksaan awal untuk
menemukan indikasi. Apabila tidak ditemukan indikasi, fisioterapis secara tertulis
menyampaikan kepada DPJP. Apabila ditemukan indikasi, maka dapat langsung
dilakukan proses fisioterapi selanjutnya sesuai prosedur fisioterapi, termasuk
menentukan tujuan/target,intervensi maupun episode pelayanan fisioterapinya, serta
rencana evaluasinya. Dalam proses tersebut, secara berkala fisioterapis
menyampaikan informasi perkembangan secara tertulis dalam rekam medik.
c. Setelah program fisioterapi selesai, fisioterapis merujuk kembali kepada
DPJP dengan disertai catatan klinis fisioterapi termasuk rekomendasi apabila
diperlukan dengan mempertimbangkan keberlanjutan program fisioterapi pasien
setelah selesai perawatan di rumah sakit.
d. Seluruh proses fisioterapi dicatat dalam rekam medic yang telah
disediakan, termasuk administrasi keuangan.
9
C. Langkah Kegiatan
Asuhan fisioterapi pada pasien merupakan proses siklus kontinyu dan bersifat
dinamis yang dilakukan oleh fisioterapis yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan,
diintergrasikan dan dikoordinasikan dengan pelayanan lain yang terkait melalui rekam
medik, sistem informasi dan sistem komunikasi yang efektif.
1. Pemeriksaan pasien
Pemeriksaan fisioterapi diarahkan pada diagnosis fisioterapi, terdiri dari
pemeriksaan dan evaluasi yang sekurang-kurangnya memuat data anamnesa yang
meliputi identitas umum, telaah sistemik, riwayat keluhan, dan pemeriksaan (uji dan
pengukuran) impairment, activities limitation, pasticipation restrictions, termasuk
pemeriksaan nyeri, resiko jatuh, pemeriksaan penunjang (jika diperlukan), serta
evaluasi. Pemeriksaan fisioterapi dilakukan oleh fisioterapis yang memiliki kewenangan
berdasarkan hasil kredensial/penilaian kompetensi fisioterapis yang ditetapkan oleh
pimpinan fisioterapi. Beberapa uji dan pengukuran dalam pemeriksaan fisioterapi:
a. Kapasitas aerobic dan ketahanan (aerobic capacity/endurance)
b. Karakteristik antropometri
c. Kesadaran, perhatian dan kognisi (arousal, attention, and cognition)
d. Alat bantu dan alat adaptasi (assistive and adaptive devices)
e. Circulation (arterial,venous, lymphatic)
f. Integritas saraf cranial dan saraf tepi (cranial and peripheral nerve
integrity)
g. Hambatan lingkungan, rumah, pekerjaan, sekolah dan rekreasi
(environmental, home, and work barriers)
h. Ergonomi dan mekanika tubuh (ergonomics and body mechanics)
i. Berjalan,lokomosi dan keseimbangan (gait, locomotion, and balance)
j. Integritas integumen (integumentary integrity)
k. Integritas dan mobilitas sendi (joint; integrity and mobility)
l. Motorfunction (motor control & motor learning)
m. Kinerja otot, antara lain strength, power, tension dan endurance
n. Perkembangan neuromotor dan integritas sensoris
o. Kebutuhan, penggunaan, keselamatan, alignmen, dan pengepasan
peralatan ortotik, protektif dan suportif
p. Nyeri
q. Postur
r. Kebutuhan prostetik
s. Lingkup gerak sendi (ROM), termasuk panjang otot
10
t. Integritas reflex
u. Pemeliharaan diri dan penatalaksanaan rumah tangga (termasuk ADL
dan IADL).
v. Integritas sensoris
w. Ventilasi dan respirasi
x. Pekerjaan, sekolah, rekreasi dan kegiatan kemasyaraka- tan serta integrasi
atau reintegrasileisure(termasuk IADL).
Hasil pemeriksaan dituliskan pada lembar rekam medik pasien/klien baik
pada lembar rekam medik terintegrasi dan/atau pada lembar kajian khusus fisioterapi.
2. Penegakan Diagnosis
12
D. Hak Pasien/Klien dan Keluarga
13
BAB V
LOGISTIK
A. Sarana
B. Prasarana
C. Peralatan
1. Stetoskop
2. Tensimeter
3. Meteran gulung
4. Goniometer
5. Alat pengukur waktu
6. Cermin
7. Infra merah
15
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
1. Benar Pasien
5. Benar dokumentasi
16
3. Sebagai acuan dalam menentukan rencana tindakan selanjutnya.
Ketepatan lokasi, prosedur dan waktu terapi adalah suatu upaya dalam
mencegah kesalahan prosedur lokasi dan waktu terapi. Fisioterapi berupaya untuk
menerapkan prinsip mulai dari pemilihan modalitas yang paling aman terlebih dahulu,
selanjutnya efektif dan goal oriented.
17
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Berbagai upaya dilakukan untuk membina dan mengarahkan tenaga kerja agar
dapat bekerja secara optimal, salah satunya adalah “Upaya Perlindungan Tenaga
Kerja”, dimana selama bekerja kita harus memperhatikan keselamatan kerja terhadap
semua bahaya dan resiko bahaya yang terkandung dalam pekerjaan, baik resiko
kecelakaan, maupun penyakit akibat kerja.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam keselamatan kerja antara lain:
A. Kecelakaan kerja
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak terduga dan tidak
diharapkan, sehingga mengakibatkan cidera atau sakit pada manusia, atau kerusakan
pada harta benda, atau gangguan pada proses produksi.
Menurut Heinrich (1931) ada 5 (lima) faktor berurutan yang dapat menimbulkan
cidera, yaitu: Kebiasaan, Kesalahan seseorang, Hazard, Kecelakaan, Cidera.
Beban lingkungan kerja adalah sesuatu yang diterima, dialami, atau diderita
tenaga kerja di daerah sekitar dilaksanakannya suatu pekerjaan, pada waktu tenaga
kerja melakukan pekerjaannya guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.
a) Iklim kerja
Iklim kerja adalah keadaan lingkungan kerja yang merupakan perpaduan antara
parameter-parameter suhu udara dan suhu radiasi. Parameter-parameter iklim kerja
yang perlu diukur adalah: suhu udara kering, suhu basah, kelembaban, suhu basah
alami, kecepatan gerakan udara, dan suhu radiasi. Adapun nilai batas suhu bawah
alami lingkungan kerja adalah 21ºC-30ºC
b) Kebisingan
c) Penerangan
Nilai batas aman getaran yang dipakai dalam batas aman bagi tenaga kerja,
yang paling kecil dapat mengganggu kesehatan adalah 14 mm/detik.
e) Radiasi
19
C. Penyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan karena pekerjaan dan
atau lingkungan pekerjaannya. Beberapa faktor yang mengyebabkan penyakit akibat
kerja antara lain:
1. Faktor fisik
a. Penerangan (lighting)
c. Kejang panas
Kejang panas diakibatkan karena suhu udara tinggi, sehingga tubuh berusaha
mengatur dengan cara mengeluarkan keringat banyak dan terus-menerus, padahal
keringat membawa garam didalam darah, sehingga lama kelamaan kadar garam dalam
darah berkurang. Gejala yang timbul adalah kejang otot tubuh, sakit perut, mual,
muntah, lemah dan pingsan.
d. Penat panas
Penat panas diakibatkan karena suhu ruang kerja sangat panas. Gejalanya
adalah berkeringat banyak, tekanan darah turun, lemah dan pingsan.
e. Suara
Suara adalah getaran yang merambat melalui media mencapai telinga dan
menimbulkan sensasi pendengaran. Sedangkan kebisingan adalah suara yang tidak
dikehendaki. Gangguan akibat kebisingan berupa turunnya daya dengar, atau terjadi
ketulian bila kekuatan atau intensitas suara melebihi85 dB. Kejadian ini umumnya
berangsur-angsur, yang mula-mula sifatnya sementara, namun bila terus-menerus
berada di lingkungan bising, maka akan menjadi menetap. Sedangkan bila kebisingan
berupa ledakan yang sangat kuat, bisa lagsung merusak alat pendengaran.
f. Getaran/vibrasi mekanik
20
Setiap alat tubuh dapat ikut bergetar (resonansi) pada frekuensi tertentu.
Misalnya viscera (alat dalam) beresonansi terhadap getaran 9 Hz. Pada frekuensi lebih
tinggi dapat berpengaruh terhadap tulang, nadi, kepala dan leher. Sementara yang
paling banyak dipengaruhi adalah mata.
g. Radiasi
Penyakit akibat kerja akibat radiasi disebabkan oleh radiasi sinar Infra merah.
2. Faktor kimia
a. Korosif
b. Racun
3. Faktor biologis
Penyakit akibat kerja ini timbul karena tenaga kerja melakukan pekerjaan
menangani bahan biologis atau pekerjaannya dapat merangsang pertumbuhan biologis.
D. Ergonomi
Salah satu upaya perlindungan tenaga kerja adalah yang disebut ergonomi,
yang bertujuan untuk menciptakan atau mencapai kenyamanan, ketentraman dan
ketenangan bekerja, dengan menciptakan suatu tata cara kerja yang nyaman, serasi,
sehat dan selamat, sehingga tenaga kerja dapat melaksanakan pekerjaannya dengan
efisiensi dan produktivitas yang tinggi.
Cara kerja yang benar adalah cara melakukan suatu pekerjaan yang memenuhi
dan mengikuti norma-norrma ergonomi yang berlaku, atau dengan kata lain, untuk
menciptakan suatu cara kerja yang benar, harus dengan penerapan ergonomi secara
baik dan benar.
Beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai sikap tubuh dalam bekerja
antara lain:
b. Sikap kerja duduk adalah lebih baik dan lebih nyaman dibanding sikap kerja
berdiri yang sangat melelahkan.
c. Selalu menghindari sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja.
d. Diupayakan sekecil mungkin adanya beban statis.
e. Kursi kerja harus dirancang untuk dibuat sedemikian rupa sehingga tenaga
kerja akan memperoleh kedudukan yang mantap dan memberikan relaksasi otot-otot
yang sedang tidak dipakai, dan tidak mengalami penekanan-penekanan pada bagian
tubuh yang dapat mengganggu sirkulasi dan sensibilitas.
f. Meja kerja harus dirancang untuk dibuat sedemikian rupa sehingga sesuai
bagi tenaga kerja maupun jenis pekerjaannya, dimana tenaga kerja dapat melihat
seluruh permukaan meja dengan jelas tanpa kesilauan, dan akan dapat melakukan
pekerjaandengan sebaik-baiknya tanpa membuat gerakan-gerakan tubuh yang tidak
perlu.
g. Luas pandangan adalah daerah pndangan yang jelas terlihat bila tenaga
kerjadalam keadaan berdiri tegakdan diukur dari tinggi mata, yaitu 0-30 derajad vertikal
dan 0-50 derajad horisontal.
3. Mengangkat dan mengangkut
Prinsip kinetik cara mengangkat dan mengangkut ada 2 (dua), antara lain:
22
a. Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat, dan sebanyak
mungkin otot tulang belakang dibebaskan dari pembebanan.
b. Momentum gerakan badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan yang
akan dilakukan.
23
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
24
BAB IX
PENUTUP
25