Anda di halaman 1dari 25

PEDOMAN PELAYANAN FISIOTERAPI

UPTD PUSKESMAS KALIJAMBE

JL SOLO-PURWODADI KM.15
SRAGEN 57275-JAWA TENGAH
TELF.(0271)6811397
EMAIL: puskesmaskalijambesrggmail@gmail.com
2023

1
PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN
DINAS KESEHATAN KABUPATEN SRAGEN
UPTD PUSKESMAS KALIJAMBE
Jalan Raya Solo-Purwodadi Km 15 telp (0271)6811397 Kalijambe
E-mail : puskesmaskalijambesrg@gmail.com Kode Pos 57275

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem Kesehatan Nasional merumuskan bahwa pembangunan nasional


bidang kesehatan bertujuan tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya. Pembangunan kesehatan diselenggarakan oleh semua komponen bangsa,
baik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/masyarakat secara sinergis berhasil guna
dan berdaya guna, sehingga terwujud derajad kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya melalui prinsip-prinsip perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian
masyarakat, adil dan merata, serta mengutamakan manfaat.
Hasil pembangunan kesehatan nasional menunjukkan perbaikan pada berbagai
indikator, peningkatan umur harapan hidup, penurunan angka kematian ibu karena
proses maternal, penurunan angka kematian bayi, dan sebagainya. Namun demikian
masih ada permasalahan yakni makin meningkatnya berbagai penyakit degenerasi
pada penduduk usia lanjut, serta berbagai masalah disabilitas yang membutuhkan
perhatian yang lebih besar. Hal ini antara lain diakibatkan kurang gerak, pola hidup
yang serba duduk dan kecelakaan akibat kerja.
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu
dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan
fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara
manual, peningkatan gerak, peralatan, pelatihan fungsional dan komunikasi.
Fisioterapi didasari pada teori ilmiah dan dinamis yang diaplikasikan secara
luas dalam hal penyembuhan, pemulihan pemeliharaan, dan promosi fungsi gerak
tubuh yang optimal, meliputi: mengelola gangguan gerak dan fungsi, meningkatkan
kemampuan fisik dan fungsinal tubuh, mengembalikan, memelihara dan
mempromosikan fungsi fisik yang optimal, kebugaran dan kesehatan jasmani, kualitas
hidup yang berhubungan dengan gerakan dan kesehatan, mencegah terjadinya
gangguan, gejala dan perkembangan, keterbatasan kemampuan fungsi, serta
kecacatan yang mungkin dihasilkan oleh penyakit, gangguan, kondisi, ataupun cedera.
Dalam pelayanan kesehatan, saat ini pelayanan Fisioterapi di Indonesia tidak
saja dapat diakses pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat rujukan, namun sudah
dapat dijumpai pada beberapa fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
2
dasar/primer/Puskesmas (Data Dasar Puskesmas, 2013) termasuk praktik mandiri,
sehingga dibutuhkan pengaturan dan penyesuaian agar aksessibilitas dan mutu
pelayanan fisioterapi dapat dipertanggung jawabkan, memenuhi kebutuhan masyarakat
sekaligus memenuhi tuntutan perkembangan pelayanan kesehatan termasuk
perkembangan akreditasi fasilitas pelayanan kesehatan.

B. Tujuan

Memberikan pelayanan fisioterapi pada individu, keluarga, kelompok dan


masyarakat. Memecahkan masalah dan kebutuhan kesehatan gerak fungsional tubuh
manusia dengan menerapkan ilmu pengetahuan teknologi fisioterapi secara aman,
bermutu, efektif dan efisien dengan pendekatan holistik paripurna, dituntun oleh kode
etik, berbasis bukti, mengacu pada standar/pedoman serta dapat dipertanggung
jawabkan.

C. Sasaran

Sasaran yang berkaitan dengan pelayanan fisioterapi antara lain:

1. Fisioterapis

2. Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan baik tingkat dasar/primer, rujukan


maupun praktik mandiri.

3. Pemerintah/Pemerintah Daerah.

4. Masyarakat dan organisasi profesi terkait.

D. Ruang Lingkup Pelayanan

Dalam pelayanan kesehatan tingkat pertama/primer, fisioterapi berperan dalam


pelayanan kesehatan gerak dan fungsi tubuh kepada individu dan/kelompok, yang
bersifat umum dengan pengutamaan pelayanan pengembangan dan pemeliharaan
melalui pendekatan promotif dan preventif tanpa mengesampingkan pemulihan dengan
pendekatan kuratif dan rehabilitatif.

E. Batasan Operasional

3
Pelayanan fisioterapi dalam pelayanan kesehatan ditingkat pertama/primer
antara lain kegiatan promotif dan preventif seperti memberikan pengurangan nyeri
dan program untuk meningkatkan fleksibilitas, daya tahan, dan keselarasan postur
dalam aktivitas sehari-hari. Selain upaya promotif dan preventif, fisioterapis juga
memberikan layanan pemeriksaan, membantu individu dalam memulihkan
kesehatan, mengurangi rasa sakit (kuratif dan rehabilitatif). Fisioterapis memainkan
peran dalam masa akut, kronis, pencegahan, intervensi dini untuk
muskuloskeletal yang berhubungan dengan pekerjaan cedera, mendesain ulang
pekerjaan individu, serta rehabilitasi, dan diperlukan untuk memastikan
layanan/intervensi diberikan secara komprehensif dan tepat berfokus pada individu,
masyarakat dan lingkungan.

F. Landasan Hukum

Landasan Hukum Pelayanan Fisioterapi antara lain:

1. Peraturan Pemerintah No.32 Tahun2014 tentang Tenaga Kesehatan.

2. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1363/MENKES/SK/XII/2001 tentang


Registrasi dan Ijin Praktik Fisioterapi.

3. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 376/Menkes/SK/III/2007 tentang


Standart Profesi Fisioterapi

4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.80 Tahun 2013 tentang


Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Fisioterapi

4
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Fasilitas pelayanan kesehatan bertanggung jawab terhadap pemenuhan


kebutuhan kualifikasi fisioterapis yang sesuai, termasuk pada kebutuhan pendidikan
dan pelatihan dalam rangka pengembangan profesionalisme serta pelayanan.
Pemenuhan sumber daya manusia fisioterapis di fasilitas pelayanan kesehatan
dilakukan berdasarkan analisis beban kerja dan/atau rasio pelayanan pasien per hari
kerja (1 fisioterapis: 8-10 pasien/klien per hari kerja) dengan mempertimbangkan
kebutuhan kualifikasi fisioterapis yang sesuai.

Puskesmas yang menyelenggarakan pelayanan fisioterapi paling sedikit harus


memiliki 1 (satu) orang fisioterapis dengan kualifikasi profesi dan/atau fisioterapis
kualifikasi minimal ahli madya yang memiliki kemampuan dalam berkomunikasi dengan
masyarakat dan profesi lain, serta memiliki kompetensi dalam upaya promotif dan
preventif di bidang fisioterapi.

B. Distribusi Ketenagaan

Keberhasilan program pelayanan kesehatan tergantung berbagai faktor baik


sosial, lingkungan, maupun penyediaan kelengkapan pelayanan/perawatan dimana
fisioterapi memiliki peran yang penting dalam program pelayanan kesehatan baik di
tingkat dasar maupun rujukan.
Dalam pelayanan kesehatan tingkat pertama/primer di Puskesmas, fisioterapis
dapat terlibat sebagai anggota utama dalam tim, berperan dalam pelayanan kesehatan
dengan pengutamaan pelayanan pengembangan dan pemeliharaan melalui
pendekatan promotif dan preventif tanpa mengesampingkan pemulihan dengan
pendekatan kuratif dan rehabilitatif.
Pada pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, fisioterapis berperan dalam
perawatan pasien dengan berbagai gangguan neuromuskuler, muskuloskeletal,
kardiovaskular, paru, serta gangguan gerak dan fungsi tubuh lainnya. Fisioterapis juga
berperan dalam pelayanan khusus dan kompleks, serta tidak terbatas pada area rawat
inap, rawat jalan, rawat intensif, klinik tumbuh kembang anak, klinik geriatri, unit stroke,
klinik olahraga, dan/atau rehabilitasi.

5
C. Jadual Kegiatan

Jadual pelayanan fisioterapi di UPTD Puskesmas Kalijambe adalah:


1. Hari Senin – Kamis, jam 07.30-12.00 WIB
2. Hari Jumat jam 7.30-11.00 WIB
3. Hari Sabtu jam 7.30-11.30 WIB

6
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang

Gedung 1

Unit pelayanan

Rawat Inap R.PTM


Gd. 4
R. Gizi

Pintu masuk

Fisioterapi
utara
R. Imunisasi

B. Standar Fasilitas

Setiap penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan


dan/atau praktik mandiri harus didukung peralatan yang memenuhi 2 (dua) jenis
peralatan yaitu peralatan pemeriksaan uji/pengukuran, dan jenis peralatan intervensi
dalam jumlah yang cukup.
Peralatan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di
Puskesmas paling sedikit terdiri dari: Stetoskop, Tensimeter, Meteran gulung,
goniometer, Alat pengukur waktu, Cermin, Infra red radiation

7
BAB IV

TATALAKSANA PELAYANAN

A. Lingkup Kegiatan

Keberhasilan program pelayanan kesehatan tergantung berbagai faktor, baik


sosial, lingkungan, maupun penyediaan kelengkapan pelayanan/perawatan dimana
fisioterapi memiliki peran yang penting dalam program pelayanan kesehatan baik di
tingkat dasar maupun rujukan.
Beberapa pelayanan fisioterapi antara lain:
1. Fisioterapi pada kasus muskuloskeletal seperti: orthopaedi, cedera
olahraga, dan kesehatan haji, melalui pendekatan joint manipulation, soft tissue
manipulation, kinessio tapping and splinting, dan exercise therapy.
2. Fisioterapi pada kasus neuromuskuler seperti: neurologi dan tumbuh
kembang (anak/geriatri), melalui pendekatan bobath dan proprioseptive neuromuscular
fascilitation.

B. Metode

Pelayanan fisioterapi berfokus pada pasien melalui alur yang dapat diakses
secara langsung ataupun melalui rujukan tenaga kesehatan lain maupun sesama
fisioterapis. Selain itu perlu adanya alur rujukan fisioterapi ke fasilitas pelayanan
kesehatan/rumah sakit lain apabila pasien/klien menolak pelayanan fisioterapi
dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan tersebut tidak memiliki kemampuan pelayanan
fisioterapi yang diinginkan/dibutuhkan. Rujukan tersebut harus disertai dengan
surat keterangan/catatan klinis fisioterapi yang ditandatangani oleh fisioterapis
bersangkutan.
Setelah pelayanan fisioterapi selesai diberikan, fisioterapis merujuk
kembali pasien/klien kepada tenaga kesehatan lain atau fisioterapis perujuk
sebelumnya.
Alur pelayanan fisioterapi tertuang dalam standar prosedur operasional (SPO)
yang ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan diimplementasikan
dalam diagram alur yang mudah dilihat/diakses oleh pengguna dan/atau masyarakat.
1. Rawat Jalan
Alur pasien rawat jalan terlampir (lampiran 2), adapun langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut:
a. Pasien yang mengalami/berpotensi mengalami gangguan gerak dan
fungsi tubuh dapat melakukan pendaftaran secara langsung, atau melalui rujukan dari

8
tenaga medis di poliklinik pada fasilitas pelayanan kesehatan setempat/Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP), atau dari praktik mandiri (dengan membawa
surat rujukan fisioterapi). Pelayanan fisioterapi di puskesmas dilakukan sesuai dengan
alur pelayanan di puskesmas, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Setelah pendaftaran, petugas mengarahkan pasien ke bagian pelayanan
fisioterapi (sesuai dengan tingkat fasilitas pelayanan kesehatan) untuk
mendapatkan proses fisioterapi yang dilakukan oleh fisioterapis. Pemeriksaan awal
diperlukan untuk menemukan indikasi atau tidaknya program fisioterapi atau untuk
mengarahkan kebutuhan fisioterapi yang tepat sesuai dengan kekhususannya. Apabila
tidak ditemukan indikasi, fisioterapis mengarahkan/merujuk pada tenaga kesehatan
yang tepat/mengembalikan kepada perujuk secara tertulis. Apabila ditemukan indikasi
awal maka selanjutnya dilakukan proses sesuai prosedur fisioterapi.
c. Setelah pasien menjalani rangkaian proses fisioterapi dan penyelesaian
administrasinya, pasien dapat pulang atau kembali kepada dokter/dokter
gigi/DPJP/pengirim sebelumnya disertai pengantar catatan klinis/resume dari
fisioterapis yang bertanggung jawab (dapat disertai rekomendasi).

2. Rawat Inap
Alur pasien rawat inap terlampir (lampiran 3), adapun langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut:
a. DPJP membuat rujukan/permintaan secara tertulis kepada bagian
fisioterapi/fisioterapis. Selanjutnya petugas ruangan menyampaikaninformasi rujukan
kepada fisioterapis yang bersangkutan/bagian pelayanan fisioterapi untuk diregistrasi
dan ditindaklanjuti.
b. Selanjutnya fisioterapis dapat melakukan pemeriksaan awal untuk
menemukan indikasi. Apabila tidak ditemukan indikasi, fisioterapis secara tertulis
menyampaikan kepada DPJP. Apabila ditemukan indikasi, maka dapat langsung
dilakukan proses fisioterapi selanjutnya sesuai prosedur fisioterapi, termasuk
menentukan tujuan/target,intervensi maupun episode pelayanan fisioterapinya, serta
rencana evaluasinya. Dalam proses tersebut, secara berkala fisioterapis
menyampaikan informasi perkembangan secara tertulis dalam rekam medik.
c. Setelah program fisioterapi selesai, fisioterapis merujuk kembali kepada
DPJP dengan disertai catatan klinis fisioterapi termasuk rekomendasi apabila
diperlukan dengan mempertimbangkan keberlanjutan program fisioterapi pasien
setelah selesai perawatan di rumah sakit.
d. Seluruh proses fisioterapi dicatat dalam rekam medic yang telah
disediakan, termasuk administrasi keuangan.

9
C. Langkah Kegiatan

Asuhan fisioterapi pada pasien merupakan proses siklus kontinyu dan bersifat
dinamis yang dilakukan oleh fisioterapis yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan,
diintergrasikan dan dikoordinasikan dengan pelayanan lain yang terkait melalui rekam
medik, sistem informasi dan sistem komunikasi yang efektif.
1. Pemeriksaan pasien
Pemeriksaan fisioterapi diarahkan pada diagnosis fisioterapi, terdiri dari
pemeriksaan dan evaluasi yang sekurang-kurangnya memuat data anamnesa yang
meliputi identitas umum, telaah sistemik, riwayat keluhan, dan pemeriksaan (uji dan
pengukuran) impairment, activities limitation, pasticipation restrictions, termasuk
pemeriksaan nyeri, resiko jatuh, pemeriksaan penunjang (jika diperlukan), serta
evaluasi. Pemeriksaan fisioterapi dilakukan oleh fisioterapis yang memiliki kewenangan
berdasarkan hasil kredensial/penilaian kompetensi fisioterapis yang ditetapkan oleh
pimpinan fisioterapi. Beberapa uji dan pengukuran dalam pemeriksaan fisioterapi:
a. Kapasitas aerobic dan ketahanan (aerobic capacity/endurance)
b. Karakteristik antropometri
c. Kesadaran, perhatian dan kognisi (arousal, attention, and cognition)
d. Alat bantu dan alat adaptasi (assistive and adaptive devices)
e. Circulation (arterial,venous, lymphatic)
f. Integritas saraf cranial dan saraf tepi (cranial and peripheral nerve
integrity)
g. Hambatan lingkungan, rumah, pekerjaan, sekolah dan rekreasi
(environmental, home, and work barriers)
h. Ergonomi dan mekanika tubuh (ergonomics and body mechanics)
i. Berjalan,lokomosi dan keseimbangan (gait, locomotion, and balance)
j. Integritas integumen (integumentary integrity)
k. Integritas dan mobilitas sendi (joint; integrity and mobility)
l. Motorfunction (motor control & motor learning)
m. Kinerja otot, antara lain strength, power, tension dan endurance
n. Perkembangan neuromotor dan integritas sensoris
o. Kebutuhan, penggunaan, keselamatan, alignmen, dan pengepasan
peralatan ortotik, protektif dan suportif
p. Nyeri
q. Postur
r. Kebutuhan prostetik
s. Lingkup gerak sendi (ROM), termasuk panjang otot

10
t. Integritas reflex
u. Pemeliharaan diri dan penatalaksanaan rumah tangga (termasuk ADL
dan IADL).
v. Integritas sensoris
w. Ventilasi dan respirasi
x. Pekerjaan, sekolah, rekreasi dan kegiatan kemasyaraka- tan serta integrasi
atau reintegrasileisure(termasuk IADL).
Hasil pemeriksaan dituliskan pada lembar rekam medik pasien/klien baik
pada lembar rekam medik terintegrasi dan/atau pada lembar kajian khusus fisioterapi.
2. Penegakan Diagnosis

Diagnosis fisioterapi adalah suatu pernyataan yang mengambarkan keadaan


multidimensi pasien/klien yang dihasilkan melalui analisis dan sintesis dari hasil
pemeriksaan dan pertimbangan klinis fisioterapi, yang dapat menunjukkan adanya
disfungsi gerak/potensi disfungsi gerak mencakup gangguan/kelemahan fungsi tubuh,
struktur tubuh, keterbatasan aktivitas dan hambatan bermasyarakat. Diagnosis
fisioterapi berupa adanya gangguan dan/atau potensi gangguan gerak dan fungsi
tubuh, gangguan struktur dan fungsi, keterbatasan aktivitas fungsional dan
hambatan partisipasi, kendala lingkungan dan faktor personal, berdasarkan
International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF) atau berkaitan
dengan masalah kesehatan sebagaimana tertuang pada International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problem (ICD-10).
Diagnosis fisioterapi dituliskan pada lembar rekam medik pasien baik pada
lembar rekam medik terintegrasi dan/atau pada lembar kajian khusus fisioterapi.
3. Perencanaan intervensi
Fisioterapis melakukan perencanaan intervensi fisioterapi berdasarkan hasil
pemeriksaan dan diagnosis fisioterapi, prognosis dan indikasi-kontra indikasi,
setidaknya mengandung tujuan, rencana penggunaan modalitas intervensi, dan dosis,
serta diinformasikan/dikomunikasikan kepada pasien/klien atau keluarganya. Intervensi
berupa program latihan atau program lain yang spesifik, dibuat secara tertulis serta
melibatkan pasien dan/atau keluarga sesuai dengan tingkat pemahamannya.
Program perencanaan intervensi dituliskan pada lembar rekam medik pasien baik
pada lembar rekam medik terintegrasi dan/atau pada lemba kajian khusus
fisioterapi, dapat dievaluasi kembali jika diperlukan dengan melibatkan pasien/klien
atau keluarganya.
4. Intervensi
Intervensi fisioterapi berbasis bukti mengutamakan keselamatan pasien/klien,
dilakukan berdasarkan program perencanaan intevensi dan dapat dimodifikasi setelah
dilakukan evaluasi serta pertimbangan teknis dengan melalui persetujuan pasien/klien
11
dan/atau keluarganya terlebih dahulu. Semua bentuk intervensi termasuk dan tidak
terbatas pada teknologi fisioterapi dibuatkan kebijakan dalam bentuk prosedur baku
yang ditandatangani dan disahkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan atau
fisioterapis sendiri untuk praktik mandiri. Intervensi khusus berupa
manipulasi/massage mempertimbangkan hak dan kenyamanan pasien/klien dan
keluarganya, dilakukan secara etik dengan fasilitas dan ruangan yang memadai.
Ukuran keberhasilan intervensi fisioterapi memiliki bahasa yang sama sehingga
memberikan dasar untuk membandingkan hasil yang berkaitan dengan pendekatan
intervensi yang berbeda. Komponen ukuran keberhasilan intervensi berupa
kemampuan fungsi termasuk fungsi tubuh dan struktur, aktivitas, dan
partisipasi,mengacu pada diagnosis fisioterapi.
5. Evaluasi/Re-Evaluasi
Dilakukan oleh fisioterapis sesuai tujuan perencanaan intervensi, dapat berupa
kesimpulan, termasuk dan tidak terbatas pada rencana penghentian program atau
merujuk pada dokter/profesional lain terkait. Kewenangan melakukan evaluasi/re-
evaluasi diberikan berdasarkan hasil kredensial fisioterapi yang ditetapkan oleh
pimpinan fisioterapis.

6. Komunikasi dan Edukasi


Fisioterapi menjadikan komunikasi dan edukasi kepada pasien dan
keluarganya, tenaga kesehatan lain terkait, serta masyarakat, sebagai bagian dari
proses pelayanan fisioterapi berkualitas yang berfokus pada pasien. Fisioterapis
memiliki dan menggunakan identitas resmi yang mudah dilihat dan dipahami oleh
pasien dan/atau keluarganya serta para pemangku kepentingan sebagai bagian dari
identitas profesi. Fisioterapis memperkenalkan diri dan memberikan informasi
mengenai kondisi pasien/klien serta rencana tindakan/intervensi, termasuk komunikasi
terapeutik pada pasien dan/atau keluarganya.
Bila ditemukan hal-hal di luar kompetensi, pengetahuan, pengalaman atau
keahlian, fisioterapis merujuk pasien/klien kepada tenaga kesehatan lain yang tepat
dengan disertai resume fisioterapi. Penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di fasilitas
pelayanan kesehatan, didukung media komunikasi dan edukasi agar proses pelayanan
berlangsung sesuai dengan tujuan, termasuk media edukasi berupa leaflet/brosur yang
diperlukan.
7. Dokumentasi
Penyelenggara pelayanan fisioterapi memperhatikan pentingnya dokumentasi
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam pelayanan fisioterapi yang bermutu dan
dapat dipertanggungjawabkan, yaitu berupa buku Register Fisioterapi.

12
D. Hak Pasien/Klien dan Keluarga

Fisioterapis menghormati kebutuhan pasien/klien dan keluarga yang berkaitan


dengan pelayanan fisioterapi yang dibutuhkan. Fisioterapis membangun kepercayaan
dan komunikasi terbuka dengan pasien dan/atau keluarganya untuk memahami
kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan hak pasien dan keluarga, menghormati
hak pasien dan keluarga untuk mendapatkan semua informasi yang berhubungan
dengan pelayanan fisioterapi yang diberikan, termasuk informasi sumber-sumber
pelayanan fisioterapi yang dapat diakses dengan mudah oleh pasien/klien jika
membutuhkan pelayanan fisioterapi lanjutan.
Pasien/klien dan keluarga yang tepat atau mereka yang berhak mengambil
keputusan diikusertakan dalam keputusan pelayanan dan proses fisioterapi dan berhak
menolak pemberian pelayanan/intervensi fisioterapi, atau meminta pelayanan
fisioterapi di tempat lain/fasilitas pelayanan kesehatan lain, dan disediakan formulir
persetujuan/penolakan (informed concent) yang sesuai.

13
BAB V

LOGISTIK

Logistik adalah serangkaian kegiatan pengelolaan, penyimpanan,


pendistribusian dan pengendalian barang maupun informasi yang dibutuhkan oleh unit
lain dan pihak lain yang membutuhkan. Logistik pada pelayanan fisioterapi terdiri dari:

A. Sarana

Fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan


fisioterapi seyogyanya menyediakan sarana memadai dan memenuhi aspek
kemudahan dan keselamatan (safety) pengguna/masyarakat agar pelayanan fisioterapi
berjalan secara aman dan optimal.lokasi gedung/bangunan tempat penyelenggaraan
pelayanan/poli fisioterapi rawat jalan, terletak dengan loket pendaftaran,
memperhatikan kemudahan akses untuk mencapai lokasi bagi pasien rawat jalan
maupun rawat inap, engan petunjuk arah yang mudah terlihat/dipahami. Gedung/ruang
pelayanan fisioterapi rawat jalan harus didesain memenuhi prinsip-prinsip keselamatan
dan kemudahan akses bagi difabel/penyandang disabilitas serta kemudahan akses bagi
pasien rawat inap yang akan dilakukan intervensi di bagian fisioterapi rawat jalan.

B. Prasarana

Penyelenggaraan pelayanan fisioterapi didukung pengelolaan administrasi


dengan kelengkapan prasarana administrasi manual dan elektronik (komputer) dengan
jumlah dan kualitas yang memadai. Tersedia formulir rekam medik fisioterapi yang
dibutuhkan, termasuk dan tidak terbatas pada formulir-formulir uji dan pengukuran.
Fasilitas pelayanan kesehatan menyediakan media informasi yang cukup, baik
cetak dan/atau elektronik untuk menunjang kebutuhan pelayanan fisioterapi maupun
sebagai upaya meningkatkan kualitas/kompetensi sumber daya manusia.
Penyelenggaraan pelayanan fisioterapi harus didukung daya listrik yang sesuai
kebutuhan dan peralatan yang dipergunakan, dan harus menggunakan stabilisator
untuk menjamin kestabilan tegangan.

C. Peralatan

Setiap penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan


dan/atau praktik mandiri harus didukung peralatan yang memenuhi 2 (dua) jenis
14
peralatan, yaitu peralatan pemeriksaan uji/pengukuran, dan jenis peralatan intervensi
dalam jumlah yang cukup.

Peralatan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di


Puskesmas palng sedikit terdiri atas:

1. Stetoskop
2. Tensimeter
3. Meteran gulung
4. Goniometer
5. Alat pengukur waktu
6. Cermin
7. Infra merah

15
BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat pelayanan kesehatan


menjadi aman. Sasaran Keselamatan Pasien meliputi:

A. Ketepatan Identifikasi Pasien

Ketepatan Identifikasi Pasien adalah suatu upaya pengecekan indentitas pasien


selama proses di Pelayanan Fisioterapi, seperti: nama, tanggal lahir dan nomor MR.
Identifikasi dimaksudkan agar :

1. Benar Pasien

2. Benar informasi yang diberikan pasien terkait dengan keluhannya.

3. Benar dalam menentukan tindakan fisioterapi

4. Benar dalam memberikan dosis terapi dan latihan

5. Benar dokumentasi

B. Meningkatkan Komunikasi Efektif

Meningkatkan komunikasi secara efektif, dimulai dari awal, lengkap, dimengerti,


tidak duplikasi dan tepat kepada penerima informasi, dilakukan baik secara verbal,
tertulis maupun elektronik. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kesalahan persepsi dan
meningkatkan kesehatan pasien

C. Ketepatan dan Ketelitian Pemeriksaan

Ketepatan dan ketelitian pemeriksaan adalah suatu upaya kami dalam


mengumpulkan data dan informasi terkait keluhan pasien secara menyeluruh dan
benar. Hal ini dimaksudkan agar :

1. Memperoleh data/infomasi secara objektif mengenai keluhan pasien

2. Memudahkan dalam mengarahkan kepada suatu kesimpulan/diagnosa.

16
3. Sebagai acuan dalam menentukan rencana tindakan selanjutnya.

4. Sebagai acuan dalam mengevaluasi setiap tindakan secara berkala

D. Ketepatan Lokasi, Prosedur dan Waktu terapi

Ketepatan lokasi, prosedur dan waktu terapi adalah suatu upaya dalam
mencegah kesalahan prosedur lokasi dan waktu terapi. Fisioterapi berupaya untuk
menerapkan prinsip mulai dari pemilihan modalitas yang paling aman terlebih dahulu,
selanjutnya efektif dan goal oriented.

E. Pengurangan Resiko Infeksi

Mencegah penularan infeksi, kami menerapkan 6 (enam) langkah cuci tangan.


Melalui budaya ini diharapkan tidak terjadi penularan infeksi pada lingkungan pelayanan
fisioterapi.

F. Pengurangan Resiko Pasien Jatuh

Resiko jatuh adalah suatu upaya untuk mengidentifikasi pasien terhadap


resiko/kemungkinan jatuh selama dilingkungan Pelayanan Fisioterapi. Mulai dari cara
pasien datang hingga proses pasien pulang.

17
BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Garis-garis Besar Haluan Negara menetapkan bahwa faktor tenaga kerja


sebagai sumber daya manusia dalah merupakan faktor yang sangat menentukan
keberhasilan Pembangunan Nasional yang sedang kita laksanakan. Manusia sebagai
tenaga kerja merupakan pelaksana sekaligus sasaran dari semua sektor kegiatan
pembangunan, dalam upaya manusia untuk mencapai suatu kehidupan yang sejahtera,
adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.

Berbagai upaya dilakukan untuk membina dan mengarahkan tenaga kerja agar
dapat bekerja secara optimal, salah satunya adalah “Upaya Perlindungan Tenaga
Kerja”, dimana selama bekerja kita harus memperhatikan keselamatan kerja terhadap
semua bahaya dan resiko bahaya yang terkandung dalam pekerjaan, baik resiko
kecelakaan, maupun penyakit akibat kerja.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam keselamatan kerja antara lain:

A. Kecelakaan kerja

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak terduga dan tidak
diharapkan, sehingga mengakibatkan cidera atau sakit pada manusia, atau kerusakan
pada harta benda, atau gangguan pada proses produksi.

Menurut Heinrich (1931) ada 5 (lima) faktor berurutan yang dapat menimbulkan
cidera, yaitu: Kebiasaan, Kesalahan seseorang, Hazard, Kecelakaan, Cidera.

B. Beban lingkungan kerja

Beban lingkungan kerja adalah sesuatu yang diterima, dialami, atau diderita
tenaga kerja di daerah sekitar dilaksanakannya suatu pekerjaan, pada waktu tenaga
kerja melakukan pekerjaannya guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.

Adapun macam-macam beban atau bahaya lingkungan kerja:

1. Faktor bahaya kimia


Faktor bahaya kimia terdiri dari: partikel (debu dan asap) dan non partikel (gas
dan uap)
18
2. Faktor-faktor fisika lingkungan kerja

Faktor-faktor fisika lingkungan kerja antara lain:

a) Iklim kerja

Iklim kerja adalah keadaan lingkungan kerja yang merupakan perpaduan antara
parameter-parameter suhu udara dan suhu radiasi. Parameter-parameter iklim kerja
yang perlu diukur adalah: suhu udara kering, suhu basah, kelembaban, suhu basah
alami, kecepatan gerakan udara, dan suhu radiasi. Adapun nilai batas suhu bawah
alami lingkungan kerja adalah 21ºC-30ºC

b) Kebisingan

Kebisingan adalah bunyi/suara yang tidak dekehendaki atau tidak diinginkan


karena bersifat mengganggu dan merusak pendenganran.

c) Penerangan

Penerangan dengan intensif cahaya yang memadai merupakan usaha guna


membantu mata untuk melihat dan memeriksa pelaksanaan suatu pekerjaan serta
mengurangi kecelakaan.

Penerangan yang buruk dapat mengakibatkan:

1) Kelelahan pada mata.


2) Meningkatkan angka kecelakaan.
3) Memperpanjang waktu kerja.
4) Kerusakan alat penglihatan.
d) Getaran

Nilai batas aman getaran yang dipakai dalam batas aman bagi tenaga kerja,
yang paling kecil dapat mengganggu kesehatan adalah 14 mm/detik.

e) Radiasi

Radiasi yang harus diperhatikan antara lain:

1) Radiasi radioaktif, seperti: alpha, beta, gama, uranium, cobalt,dsb.


2) Radiasi gelombang elektromagnetik, seperti: micro wave, laser, infra red,
radiasi panas, dan sinar X.

19
C. Penyakit akibat kerja

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan karena pekerjaan dan
atau lingkungan pekerjaannya. Beberapa faktor yang mengyebabkan penyakit akibat
kerja antara lain:

1. Faktor fisik
a. Penerangan (lighting)

Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek-obyek yang


dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu. Bila penerangan tidak
memadai, tenaga kerja menggunakan indra mata yang dipaksakan, sehingga timbul
kelelahan pada mata. Kelelahan ini mengakibatkan kelelahan mental, yang
manifestasinya berupa sakit kepala, penurunan kemampuan maupun kecepatan
berpikir, konsentrasi berkurang, ketegangan otot-otot, dll.

b. Suhu udara (panas)

Penyakit akibat suhu udara (panas) antara lain:

c. Kejang panas

Kejang panas diakibatkan karena suhu udara tinggi, sehingga tubuh berusaha
mengatur dengan cara mengeluarkan keringat banyak dan terus-menerus, padahal
keringat membawa garam didalam darah, sehingga lama kelamaan kadar garam dalam
darah berkurang. Gejala yang timbul adalah kejang otot tubuh, sakit perut, mual,
muntah, lemah dan pingsan.

d. Penat panas

Penat panas diakibatkan karena suhu ruang kerja sangat panas. Gejalanya
adalah berkeringat banyak, tekanan darah turun, lemah dan pingsan.

e. Suara

Suara adalah getaran yang merambat melalui media mencapai telinga dan
menimbulkan sensasi pendengaran. Sedangkan kebisingan adalah suara yang tidak
dikehendaki. Gangguan akibat kebisingan berupa turunnya daya dengar, atau terjadi
ketulian bila kekuatan atau intensitas suara melebihi85 dB. Kejadian ini umumnya
berangsur-angsur, yang mula-mula sifatnya sementara, namun bila terus-menerus
berada di lingkungan bising, maka akan menjadi menetap. Sedangkan bila kebisingan
berupa ledakan yang sangat kuat, bisa lagsung merusak alat pendengaran.

f. Getaran/vibrasi mekanik

20
Setiap alat tubuh dapat ikut bergetar (resonansi) pada frekuensi tertentu.
Misalnya viscera (alat dalam) beresonansi terhadap getaran 9 Hz. Pada frekuensi lebih
tinggi dapat berpengaruh terhadap tulang, nadi, kepala dan leher. Sementara yang
paling banyak dipengaruhi adalah mata.

g. Radiasi
Penyakit akibat kerja akibat radiasi disebabkan oleh radiasi sinar Infra merah.
2. Faktor kimia

Beberapa faktor kimia antara lain:

a. Korosif

Korosif menyebabkan kerusakan pada bagian tubuh yang dikenainya.

b. Racun

Racun menyebabkan gejala berupa sesak nafas, batuk berdahak, clubing


finger,dll.

3. Faktor biologis

Penyakit akibat kerja ini timbul karena tenaga kerja melakukan pekerjaan
menangani bahan biologis atau pekerjaannya dapat merangsang pertumbuhan biologis.

D. Ergonomi

Salah satu upaya perlindungan tenaga kerja adalah yang disebut ergonomi,
yang bertujuan untuk menciptakan atau mencapai kenyamanan, ketentraman dan
ketenangan bekerja, dengan menciptakan suatu tata cara kerja yang nyaman, serasi,
sehat dan selamat, sehingga tenaga kerja dapat melaksanakan pekerjaannya dengan
efisiensi dan produktivitas yang tinggi.

Cara kerja yang benar adalah cara melakukan suatu pekerjaan yang memenuhi
dan mengikuti norma-norrma ergonomi yang berlaku, atau dengan kata lain, untuk
menciptakan suatu cara kerja yang benar, harus dengan penerapan ergonomi secara
baik dan benar.

Norma-norma ergonomi terdiri dari:

1. Pembebanan kerja fisik

Pembebanan kerja fisik dipengaruhi oleh iklim, sosio-ekonomi dan derajad


kesehatan masyarakat. Pembebanan kerja fisik yang benar adalah tidak melebihi 30-
40% dari “kemampuan kerja maksimum” tenaga kerja dalam waktu 8 jam sehari dengan
memperhatikan peraturan jam kerja yang berlaku. Beban fisik yang lebih berat dan
21
dilakukan beberapa kali, harus dikurangi jam kerjanya dan diberikan istirahat yang
sesuai dengan berat beban pekerjaan yang dihadapi.

Kemampuan kerja maksimum ditentukan dengan penghitungan denyut nadi,


yang diusahakan tidak melebihi 30-40 kali permenit diatas denyut nadi sebelum
bekerja.

2. Sikap tubuh dalam bekerja

Dalam melakukan suatu pekerjaan, sikap tubuh harus merupakan sikap


ergonomik, sehingga dapat dicapai suatu efisiensi dan produktivitas kerja yang optimal
dengan tetap memberikan rasa nyaman dalam bekerja.

Beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai sikap tubuh dalam bekerja
antara lain:

b. Sikap kerja duduk adalah lebih baik dan lebih nyaman dibanding sikap kerja
berdiri yang sangat melelahkan.
c. Selalu menghindari sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja.
d. Diupayakan sekecil mungkin adanya beban statis.
e. Kursi kerja harus dirancang untuk dibuat sedemikian rupa sehingga tenaga
kerja akan memperoleh kedudukan yang mantap dan memberikan relaksasi otot-otot
yang sedang tidak dipakai, dan tidak mengalami penekanan-penekanan pada bagian
tubuh yang dapat mengganggu sirkulasi dan sensibilitas.
f. Meja kerja harus dirancang untuk dibuat sedemikian rupa sehingga sesuai
bagi tenaga kerja maupun jenis pekerjaannya, dimana tenaga kerja dapat melihat
seluruh permukaan meja dengan jelas tanpa kesilauan, dan akan dapat melakukan
pekerjaandengan sebaik-baiknya tanpa membuat gerakan-gerakan tubuh yang tidak
perlu.
g. Luas pandangan adalah daerah pndangan yang jelas terlihat bila tenaga
kerjadalam keadaan berdiri tegakdan diukur dari tinggi mata, yaitu 0-30 derajad vertikal
dan 0-50 derajad horisontal.
3. Mengangkat dan mengangkut

Dalam pelaksanaan mengangkat dan mengangkut akan dipengaruhi berbagai


faktor, seperti:

a. Beban yang diperkenankan, jarak angkat dan intensitas pembebanan.


b. Kondisi lingkungan kerja
c. Keterampilan tenaga kerja
d. Peralatan kerja dan keamanannya.

Prinsip kinetik cara mengangkat dan mengangkut ada 2 (dua), antara lain:

22
a. Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat, dan sebanyak
mungkin otot tulang belakang dibebaskan dari pembebanan.
b. Momentum gerakan badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan yang
akan dilakukan.

23
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Program pengendalian mutu mencakup program evaluasi dan peningkatan


mutu. Data hasil evaluasi dapat merupakan umpan balik dalam upaya peningkatan
mutu. Ada 2 (dua) kriteria dalam program ini, yaitu:

1. Adanya program evaluasi dan peningkatan mutu tertulis tentang


pelaksanaan fisioterapi. Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain:
a. Perencanaan evaluasi tentang pelaksanaan asuhan fisioterapi
b. Mekanisme evaluasi dilaksanakan secara teratur dan terukur.
c. Hasil evaluasi dimanfaatkan sebagai umpan balik peningkatan standar
fisioterapi.
2. Adanya program evaluasi dan peningkatan mutu tertulis tentang kepuasan
pelanggan. Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain:
a. Perencanaan evaluasi tentang kepuasan pelanggan.
b. Mekanisme evaluasi dilaksanakan secara teratur dan terukur.
c. Hasil evaluasi dimanfaatkan sebagai umpan balik peningkatan citra
pelayanan fisioterapi.

24
BAB IX

PENUTUP

Standar pelayanan fisioterapi disusun agar terselenggara pelayanan fisioterapi


yang bermutu, terukur dan dapat dipertanggung jawabkan sehingga dapat memberikan
kontribusi untuk terwujudnya derajad kesehatan masyarakat yang optimal berorientasi
kepada keselamatan pasien/klien dan kepuasan masyarakat. Oleh karena itu,
penerapan standar pelayanan fisioterapi pada fasilitas kesehatan ini, menjadi bagian
penting dari upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan secara keseluruhan dan
akan dilakukan bimbingan, monitoring dan evaluasi secara berkala dan
berkesinambungan.

Dengan tersusunnya standar pelayanan fisioterapi diharapkan dapat


memberikan pelayanan fisioterapi yang bermutu dan dapat dipertanggung jawabkan,
memperjelas tugas dan fungsi fisioterapi sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannnya, serta diperolehnya kesamaan persepsi dan interpretasi dalam
menjalankan tugas, fungsi, tanggung jawab serta hak dam kewajiban tiap individu
disetiap pelayanan kesehatan khususnya pelayanan fisioterapi.

25

Anda mungkin juga menyukai