Anda di halaman 1dari 48

PEDOMAN PELAYANAN

KLINIK FISIOTERAPI
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

RUMAH SAKIT JIWA DAERAH


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
Alamat : Jalan Jenderal Sudirman No. 345 Sungailiat Bangka Prov. Babel
Telepon (0717) 92068, Faximile (0717) 92528 Sungailiat 33215
2020
BAB I PENDAHULAN

A. Latar Belakang
Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pelayanan Fisioterapi merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatanperlu mendapat perhatian khusus,karena sebagaimana diketahui
bahwa Pelayanan Fisioterapi selain telah dirasakan besar manfaatnya untuk
mengatasi problem gerak dan fungsi diharapkan mampu untuk menjadi
pengobatan alternative, sebagai pengembangan metode pengobatan yang
selama ini diakui dan berkembang di masyarakat. Oleh karena itu didalam
pelaksanaan pemeriksaan fisioterapiakan didapatkan penegaan diagnosa,
problem list, rencana program terapi dan dilanjutkan dengan hasil evaluasi
dan rencana tindak lanjut yang tepat dengan demikian Pelayanan Fisioterapi
harus dikelola oleh mereka yang benar – benar profesional dalam bidang
fisioterapi untuk peningkatan mutu pelayanan di Rumah sakit.
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan pencegahan, penyembuhan,
pemulihan dan rehabilitasi dibidang kesehatan jiwa dan ketergantungan obat
yang dilaksanakan secara terpadu dan bermutu, sebagai tempat
pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan bagi
tenaga dibidang kesehatan jiwa (Profil RSJD Prov. Kep. Bangka Belitung
tahun 2016).

B. Tujuan Pedoman
1. Pedoman ini dibuat sebagai acuan bagi pelayanan fisioterapi di Rumah
Sakit Jiwa Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Daya hal ini
karena pemeriksaan fisioterapi adalah salah satu komponen penting dalam
penatalaksanaan pasien yang dapat berperan meningkatkan problem
gerak dan fungsi, sehingga pengobatan terhadap pasien menjadi lebih
terarah.
2. Sebagai acuan bagi tenaga fisioterapi dalam menyusun rencana
pengembangan berbagai jenis dan jenjang pelayanan fisioterapi di Rumah
Sakit Jiwa Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
3. Sebagai acuan dalam melaksanakan konsep asuhan fisioterapi dan
evaluasi pelaksanaan pengembangan pelayanan di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung mempunyai ruang lingkup pelayanan, asuhan klinis
fisioterapi, standar ketenagaan, standar fasilitas, tatalaksana pelayanan,
logistik, keselamatan pasien, keselamatan kerja serta pengendalian mutu.

D. Batasan Operasional
1. Fisioterapi
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan
memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan
dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan
gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi,
dan komunikasi.
2. Fisioterapis
Fisioterapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan fisioterapi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Fisioterapis dapat melaksanakan praktik fisioterapi pada sarana
kesehatan, praktik perseorangan dan/atau berkelompok.
3. Diagnosis Fisioterapi
Diagnosis Fisioterapi adalah hasil proses kajian klinis yang
menghasilkan identifikasi adanya gangguan ataupun potensi
timbulnya gangguan, keterbatasan fungsi dan ketidakmampuan atau
kecacatan.Tujuan diagnosis mengarahkan fisioterapis untuk
menetapkan prognosis dan strategi intervensi yang paling tepat bagi
pasien/klien dan untuk memberikan informasi. Dalam proses diagnosis
fisioterapis dimungkinkan memerlukan informasi tambahan dari profesi
lain. Dalam proses diagnosis, bila ditemukan hal-hal diluar
pengetahuan, pengalaman atau keahlian,fisioterapis akan merujuk
pasien/klien kepada profesi lain yang tepat.
4. Standar Pelayanan Fisioterapi
Standar pelayanan fisioterapi meliputi penyelengaraan pelayanan,
manajemen pelayanan, dan sumber daya serta harus dapat diterapkan
kepada pasien/klien dalam pemberian pelayanan pada semua kasus,
5. Ketenagaan Fisioterapi
adalah tenaga yang mencakup ketenagaan pelayanan fisioterapi yang
terdiri dari fisioterapis dan tenaga penunjang pelayananfisioterapi
adalah sebagai berikut, Fisioterapis terdiri dari fisioterapis
dengan pendidikan fisioterapi jenjang Diploma III, DiplomaIV, Strata-
1/Profesi, Strata 2/ Spesialisasi, dan Strata-3. Tenaga penunjang
pelayanan fisioterapi adalah tenaga administrasi dan tenagamultifungsi
(camgiver)
6. Pasien/klien
Pasien/klien adalah individu dan atau populasi yang membutuhkan
untuk mengembangkan, memelihara dan pemulihkan kemampuan
gerak dan fungsi fisik sepanjang rentang kehidupan. Adanya
fenomena transisi epidemologi, transisidemografi, emerging dan re-
emerging deseases, kecelakaan lalulintas dan kerja, perilaku hidup
menunjukkan peningkatan kebutuhan pelayanan fisioterapi.
7. Standar Prosedur Operasional ( SPO )
Standar Prosedur Operasional ( SPO ) adalah kumpulan instruksi, l
angkah – langkah yang telah dibakukan untuk menyelesaikan proses
kerja rutin tertentu.
8. Sarana,Prasarana dan Alat Fisioterapi
Sarana, prasarana dan alat fisioterapi adalah kebutuhan akan sarana,
prasarana dan alat dikembangkan menurut jenis dan kelas sarana
kesehatan serta kekhususan pelayanan fisioterapi dengan
rnemperhatikan jenis, jumlah, kualitas, keamanan dan keakuratan.
Peralatan fisioterapi sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI No.65
Tahun 2015. Untuk menjamin kualitas, keamanan dan keakuratan
peralatan fisioterapi dilakukan pemeliharaan, perbaikan dan kalibrasi
secara berkala. Sarana, prasarana dan alat fisioterapi sesuai jenis,
kelas dan kekhususan pelayanan.
9. Proses Fisioterapi
Prosese fisioterapi adalah upaya Fisioterapis melakukan asuhan
fisioterapi dengan pendekatan penyelesaian masalah dan atau
pemenuhan kebutuhan, menggunakan metode ilmiah,berpegang
teguh pada Sumpah dan Kode Etik Profesi Fisioterapi, mengacu pada
standar profesi serta standar pelayanan, sesuai dengan
kewenangannya dalam siklus kegiatan prosesfisioterapi yang meliputi:
a. Asesmen Fisioterapi :
Asesmen fisioterapi yaitu pemeriksaan pada perorangan atau
kelompok untuk merumuskan keadaan nyata atau yang
berpotensi untuk terjadi kelemahan keterbatasan fungsi,
ketidakmampuan atau kondisi kesehatan lain dengan cara
pengambilan perjalanan penyakit, atau history taking,
sceeening, teskhusus, pengukuran dan evaluasi dari hasil
pemeriksaan melalui analisis dan sintesis dalam sebuah proses
pertimbangan klinik dalam standar asesmen dikembangkan
teknis pengukuran yang dilakukan untuk proses pengumpulan
data.
b. Diagnosa dan Prognosa Fisioterapi.
Diagnosa adalah suatu label yang mengambarkan keadaan multi
dimensi pasien atau klien yang dihasilkan dari Pemeriksaan dan
pertimbangan klinis, yang dapat menunjukan adanya disfungsi
gerak mencakup gangguan/ kelemahan (impairmen) limitasi
fungsi(functional limltetion), ketidakmampuan (disabilities)
sindroma (syndromes), mulai dari sistem sel dan biasanya pada
level sistem gerak dan fungsi. Prognosa adalah prediksi
perkembangan/'keadaan diagnostik pasien atau klien dimasa
mendatang setelah mendapatkan intevensi fisioterapi.
c. Perencanaan dan Persetujuan Tindakan Fisioterapi.
Perencanaan dimulai dengan pertimbangan kebutuhan
intervensi dan biasanya menuntun kepada pengembangan
intervensi, termasuk hasil sesuai dengan tujuan yang terukur
yang disetujui pasien atau klien, keluarga atau petugas
kesehatan lainnya dan menjadi pemikiran perencanaan altematif
untuk dirujuk kepada pihak lain, bila dipandang kasusnya tidak
tepat untuk fisioterapi.
d. Intervensi Fisioterapi.
Intervensi fisioterapi merupkan implementasi, modifikasi
perencanaan untuk mencapai tujuan yang disepakati dan dapat
termasuk penanganan secara manual, peningkatan gerakan,
peralatan fisis, peralatan elektro terapuetis dan peralatan
mekanis, pelatihan fungsional, penentuan bantuan dan peralatan
bantu,intruksi dan konseling, dokumentasi, koordinasi dan
komunikasi.
e. Evaluasi Fisioterapi.
Keharusan untuk evaluasi atau re-asesmen untuk menetapkan
keadaan diagnostik baru pasein atau klien setelah menjalani
periode intervensi dan untuk menetapkan kriteria penghentian
tindakan.
f. Rekam Fisioterapi
Bahwa setiap pemberian dan atau tindakan pelayanan
fisioterapi harus disertai dengan alat bukti yang disebut rekam
fisioterapi dengan sanksi pelanggaran yang menyertainya sesuai
Permenkes RI Nomor 269/MENKES/Per/III/2008 tentang Rekam
Medis.Rekam fisioterapi dimulai sejak pasien/klien diterima
disarana pelayanan fisioterapi, hingga berakhimya masa
pelayanan. Setiap pemberian pelayanan tersebut diatas wajib
disertakan bukti pernberian pe!ayanan yang tertuang dalam
berbagai jenis formulir. Pengisian rekam fisioterapi dilakukan
oleh fisioterapis yang melaksanakan pelayanan terhadap
pasien/klien. Sebagai acuan disusun formulirformulir rekam
fisioterapi, antara lain:
1) Rujukan masuk dan keluar
2) Persetujuan/penolakan intervens ifisioterapi.
3) Catatanprosesdanperkembangan terintegrasi Hasil
pemeriksaan dan pengukuran khusus
4) Catatan hasil asesmen ulang serta asesmen akhir pada
penyelesaian pelayanan.
5) Rekomendasi tindak lanjut pelayanan untuk pasien/klien.
6) Ringkasan riwayat keluar(dischargesummary)
10. Pemantapan Mutu ( Quality Assurance ) Fisioterapi Pemantapan mutu
( quality assurance ) fisioterapi adalah semua kegiatan yang ditujukan
untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan fisioterapi.
Pemantapan Mutu terbagi menjadi 2 :
a. Pemantapan Mutu Internal ( Internal Quality Control ) Adalah kegiatan
pencegahan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh fisioterapis
secara terus menerus agar tidak terjadi atau mengurangi kejadian
error/penyimpangan sehingga diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat.
b. Pemantapan Mutu Eksternal ( PME ) Adalah kegiatan yang
diselenggarakan secara periodik oleh pihak lain untuk memantau dan
menilai penampilan fisioterapi dalam bidang pemeriksaan tertentu.
Penyelenggaraan kegiatan Pemantapan Mutu Eksternal bisa
dilaksanakan oleh pihak satuan pengawas internal, pemerintah, swasta
atau internasional.
11. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Instalasi Fisioterapi Kesehatan dan
Keselamatan Kerja ( K3 ) fisioterapi merupakan bagian dari pengelolaan
fisioterapi secara keseluruhan. Fisioterapis melakukan berbagai tindakan
dan kegiatan terutama berhubungan dengan peralatan/machine, bahandan
manusia/pasien.Bagi petugas fisioterapi yang selalu kontak langsung
dengan alat/mesin dan pasien adanya hubungan arus pendek pada mesin
berpotensi kebakaran atau bisa tersengat aliran listriksedangkan pada
pasien yang memiliki penyakit menular dapat berpotensi terkena infeksi.
Infeksi ini juga dapat terjadi dari petugas ke petugas lainnya, atau
keluarganya dan ke masyarakat. Untuk mengurangi bahaya yang terjadi,
perlu adanya kebijakan yang ketat. Petugas harus memahami keamanan
alat fisioterapi dan tingkatannya, mempunyai sikap dan kemampuan untuk
melakukan pengamanan sehubungan dengan pekerjaannya sesuai
dengan SPO yang ditetapkan.
E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang Nomor. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
376/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Fisioterapi 4. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 tentang
Registrasi Tenaga Kesehatan. 5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 80 Tahun 2013 tentang Penyelengaraan Pekerjaan dan
Praktik Fisioterapis
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 378/Menkes/SK/IV/2008 tentang
Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit, sepanjang
mengatur pelayanan fisioterapi;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 517/MENKES/SK/VI/2008 tentang
Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 778/MENKES/SK/VIII/2008 tentang
Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

BAB II STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


1. Kepala Ruangan fisioterapi RSJD Prov Kep BABEL dengan kualifikasi
minimal DIII fisioterapi, serta berkemampuan memimpin dengan uraian
tugas sebagai berikut :
a. Mengkoordinir kegiatan fisioterapi
b. Merencanakan pengadaan alat fisioterapi
c. Menentukan tugas dan fungsi petugas fisioterapi
d. Membantu menentukan jenis pemeriksaan fisioterapi
e. Mengadakan komunikasi dengan profesi lain
f. Menyebar luaskan dan membangun pengetahuan dan kesadaran
mengenai visi (shared vision), misi, tujuan dan value RS kepada
seluruh staf fisioterapi
g. Melakukan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengendalian dan evaluasi (POACE) dalam pelaksanaan tugas dan
fungsi instalasi fisioterapi
h. Memberikan usulan program kerja dan anggaran (RBA)
i. Mensosialisasikan, mengimplementasikan dan mengevaluasi Service
Excellence untuk seluruh staf Fisioterapi
j. Mengembangkan kemampuan SDM Unit fisioterapi sehingga berperan
aktif terwujudnya pelayanan fisioterapi yang unggul.
k. Mengatur, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan daftar jaga staf
fisioterapi
2. Staff Fisioterapi
Staf fisioterapi adalah memiliki kualifikasi minimal D III fisioterapi dibawah
kepala instalasi fisioterapi yang memiliki uraian tugas sebagai berikut :
a. Melaksanakan tugas dan intruksi kepala ruang fisioterapi
b. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pelayanan fisioterapi di
poli fisioterapi ruangan dewasa maupun anak serta rehab sosial dan
napza.
c. Mencatat/mendokumentasikan hasil tindakan fisioterapi.
d. Mengevaluasi pasien yang telah mendapatkan pelayan fisioterapi
e. Bertanggung jawab terhadap peralatan dan sarana prasarana serta
fasilitas fisioterapi
f. Bertanggung jawab atas kalibrasi, maintenance dan kontrol alat
fisioterapi dalam keadaan baik saat digunakan.
g. Mengecek persediaan form kebutuhan fisioterapi dan bahan habis
pakai (BHP)
h. Membersihkan pad electrode dan tranduser yang akan dan setelah
dipakai serta merapihkannya ke tempat penyimpanan
i. Membersihkan dan merapihkan prasarana pemeriksaan fisioterapi
seperti meja trolly, sand bag dll
j. Membuat laporan/melengkapi persayaratan administrasi/klem
tindakan fisioterapi
k. Membuat jadwal kunjungan dan tindakan yang akan diberikan
diruang napza dan rehab sosial dan rawat inap lainnya

B. Distribusi Ketenagaan
1. Ruang poli fisioterapi anak dan dewasa
Uraian Pekerjaan Kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh petugas fisioterapi
adalah sebagai berikut :
 Registrasi Pasien
 Memeriksa dan memproses perelengkapan administrasi
 Proses fisioterapi
 Pengendalian mutu
2. Ruang Napza dan Rehabilitasi sosial dan rawat inap lainnya
 Registrasi Pasien
 Memeriksa dan memproses perelengkapan administrasi
 Proses fisioterapi
 Pengendalian mutu

C. Pengaturan Jaga
Fisioterapi merupakan salah satu penunjang medik di RSJD Prov Kep BABEL,
Jadwal jaga petugas sesuai jam dinas kantor. Adapun pengaturan jaga adalah
sebagai berkut:
a. Pengaturan jadwal petugas fisioterapi dibuat dan di pertanggung
jawabkan oleh kepala ruang fisioterapi
b. Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu satu bulan
c. Bagi yang petugas fisioterapi yang berhalangan/izin harus mengetahui
Kepala ruang Fisioterapi dan mengetahui Kepala Seksi pemeliharaan,
pengembangan fasilitas medik dan Penunjang Medis.
d. Setiap jadwal jaga petugas fisioterapi harus ada supervisor sebagai
pengganti tugas sementara kepala instalasi fisoterapi bila berhalangan.
e. Jadwal jaga harus tercantum nama penanggung jawab administrasi
fisioterapi
f. Daftar jaga petugas fisioterapi harus jelas yang terdiri dari nama, no HP
dan ruangan tempat tugas fisioterapis.
BAB III STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang
1. Denah fisioterapi lantai 1

Tangga
Lantai 2
Ruang Fisioterapi Dewasa Gudang

Ruang
makan

Toilet

Toilet

Ruang Tunggu Pasien

2. Denah fisioterapi lantai 2

Ruang Tunggu Pasien Ruang Fisioterapi Anak

Toilet

Toilet

Toilet

Toilet

Toilet

Ruang SI Ruang
Istirahat
terapis
B. Standar Fasilitas
Ruang Fisioterapi memiliki sarana, prasarana dan peralatan adalah sebagai
berikut :
1. Sarana
Fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan fisioterapi seyogyanya menyediakan sarana memadai dan
memenuhi aspek kemudahan dan keselamatan (safety)
pengguna/masyarakat agar pelayanan fisioterapi berjalan secara aman,
dan optimal. Lokasi gedung/bangunan tempat penyelenggaraan
pelayanan/poli fisioterapi rawat jalan, terletak dekat dengan loket
pendaftaran, memperhatikan kemudahan akses untuk mencapai lokasi
bagi pasien rawat jalan maupun rawat inap, dengan petunjuk arah yang
mudah terlihat/dipahami. Gedung/ruang pelayanan fisioterapi rawat jalan
harus didesain memenuhi prinsip-prinsip keselamatan dan kemudahan
akses bagi difabel/penyandang disabilitas serta kemudahan akses bagi
pasien rawat inap yang akan dilakukan intervensi di bagian fisioterapi
rawat jalan.
Sarana penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di RSJD Prov Kep BABEL
sesuai standar Klas tipe B Khusus sebagai berikut:
a. Ruangan Tunggu
b. Ruangan Pendaftaran
c. Ruangan Administrasi dan penyimpanan rekam medik
d. Ruangan Pemeriksaan
e. Ruangan Tindakan individu:
 Ruangan Neuromuskular
 Ruangan Muskuloskeletal
 Ruangan Integument
 Ruangan Pediatri
 Ruangan Manual Terapi
f. Ruangan Istirahat Staf
g. Toilet
h. Dapur
i. Gudang
2. Prasarana
Penyelenggaraan pelayanan fisioterapi didukung pengelolaan administrasi
dengan kelengkapan prasarana administrasi manual dan elektronik
(komputer) dengan jumlah dan kualitas yang memadai. Tersedia formulir
rekam medik fisioterapi yang dibutuhkan, termasuk dan tidak terbatas
pada formulir-formulir uji dan pengukuran. Fasilitas pelayanan kesehatan
menyediakan media informasi yang cukup, baik cetak dan/atau elektronik
untuk menunjang kebutuhan pelayanan fisioterapi maupun sebagai upaya
meningkatkan kualitas/kompetensi sumber daya manusia.
Penyelenggaraan pelayanan fisioterapi harus didukung daya listrik yang
sesuai kebutuhan dan peralatan yang dipergunakan, dan harus
menggunakan stabilisator untuk menjamin kestabilan tegangan dan
keamanan peralatan elektroterapeutis yang digunakan.
3. Peralatan
Setiap penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan
kesehatan dan/atau praktik mandiri harus didukung peralatan yang
memenuhi 2 (dua) jenis peralatan yaitu peralatan pemeriksaan
uji/pengukuran, dan jenis peralatan itervensi dalam jumlah yang cukup.
Peralatan intervensi elektroterapeutis dan peralatan lain yang perlu diuji
dan kalibrasi harus dilakukan uji fungsi dan kalibrasi secara berkala oleh
pihak terkait/yang berwenang, serta dibuatkan prosedur penghapusan
(recall) sehingga tidak mengganggu pelayanan. Peralatan
penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di RSJD Prov Kep BABEL sesuai
standar Klas tipe B Khusus sebagai berikut :
 Stetoskop
 Tensimeter
 Spirometer
 Stop watch
 Meteran gulung
 Goniometer
 Chest deep caliper
 Static cycle
 Treadmill test
 Pulse rate otomat
 Timbangan
 Skin fold
 Antropometer
 Senter
 Reflex Hammer set
 Cermin sikap
 Torniquet
 Strength duration curve
 Kamera digital
 Kontour kit
 Penggaris
 Compression test
 Peg board
 Needle test
 Ruddar test
 Pulse oxymetry
 Neon Box
 Axial Resistance Exercise
 Finger Ladder
 Handwrist & Forearm Table
 Mekano Terapi Unit (MTU)
 Springpull Exerciser (pegas)
 Legskate
 Hand grip Exerciser
 Papan Licin
 Matras
 Strap/Sabuk
 Fisio ball
 Walker Dewasa & anak
 Tongkat ketiak (kruk)
 Fore arm crutch (canadian kruk)
 Paralel bar dewasa
 Paralel bar anak
 Suspension walker
 Sand bag set
 Dumble set
 Hand sling set
 Grip exerciser
 Therapy pressure splint
 Alat musik terapi unit
 Perlengkapan rekreasi
 Balance exerciser
 Cermin sikap
 Stool
 Bed terapy
 Bobath table
 Suction portable
 PD Table/wadge matrass
 Nebulizer
 Oksigen Portable
 Cold Packs
 Infra merah
 Ultrasonic Therapy
 Shortwave Diathermy
 Microwave Diathermy
 Hot packs
 Cervical/ Lumbal Traction
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Cakupan Pelayanan

Cakupan Pelayanan fisioterapi di RSJD Prov Kep BABEL sesuai


dengan klasifikasi kelas B khusus, yaitu dapat memberikan pelayanan
kesehatan kepada individu untuk semua jenis gangguan gerak dan fungsi
tubuh secara paripurna melalui pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif. Kelengkapan pelayanan/perawatan dimana fisioterapi memiliki
peran yang penting dalam program pelayanan kesehatan baik di tingkat dasar
maupun rujukan.
Dalam pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer), fisioterapis dapat
terlibat sebagai anggota utama dalam tim, berperan dalam pelayanan
kesehatan dengan pengutamaan pelayanan pengembangan dan
pemeliharaan melalui pendekatan promotif dan preventif tanpa
mengesampingkan pemulihan dengan pendekatan kuratif dan rehabilitatif.
Pada pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, fisioterapis berperan dalam
perawatan pasien dengan berbagai gangguan neuromuskuler,
musculoskeletal, kardiovaskular, paru, serta gangguan gerak dan fungsi tubuh
lainnya. Fisioterapis juga berperan dalam pelayanan khusus dan kompleks,
serta tidak terbatas pada area rawat inap, rawat jalan, rawat intensif, klinik
tumbuh kembang anak, klinik geriatri, unit stroke, klinik olahraga, dan/atau
rehabilitasi. Fisioterapi musculoskeletal antara lain orthopaedi, cedera
olahraga, dan kesehatan haji, melalui pendekatan antara lain dengan joint
manipulation, soft tissue manipulative, kinesio tapping and splinting, dan
exercise therapy. Fisioterapi neuromuskuler antara lain neurologi dan tumbuh
kembang (anak/geriatri), melalui pendekatan antara lain bobath,
proprioceptive neuromuscular fascilitation, feldenkraise, tickle manuver cough
for cerebral palsy, dan dolphin therapy. Fisioterapi kardiovaskulopulmonal
antara lain jantung, paru, dan intensiv care, melalui pendekatan antara lain
manual lymphatic drain vein, visceral manipulation, muscle energy therapy,
basic cardiac life support, dan berbagai terapi latihan baik individu maupun
kelompok (misal tai chi, senam ashma, senam stroke).
Fisioterapi Integumen dan kesehatan wanita antara lain wound management,
wellnes/spa, kecantikan.

B. Alur pelayanan
Alur Pelayanan fisioterapi berfokus pada kemudahan dalam mengakses
pelayanan secara langsung ataupun melalui rujukan tenaga kesehatan lain
maupun sesama fisioterapis sesuai dengan standar prosedur
operasional(SPO) yang ditetapkan. Alur rujukan fisioterapi ke fasilitas
pelayanan kesehatan/rumah sakit lain apabila pasien/klien menolak
pelayanan fisioterapi dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan tersebut tidak
memiliki kemampuan pelayanan fisioterapi yang diinginkan/dibutuhkan.
Rujukan tersebut disertai dengan surat keterangan/catatanklinis fisioterapi
yang ditandatangani oleh fisioterapis bersangkutan.
Setelah pelayanan fisioterapi selesai diberikan, fisioterapis merujuk
kembali pasien/klien kepada tenaga kesehatan lain atau fisioterapis perujuk
sebelumnya.
1. Rawat Jalan
a. Pasien yang berpotensi mengalami gangguan gerak dan fungsi
tubuh dapat melakukan pendaftaran secara langsung,atau
melalui rujukan dari tenaga medis di poliklinik/Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP), atau dari praktik
mandiri (dengan membawa surat rujukan fisioterapi)
b. Setelah pendaftaran, petugas mengarahkan pasien kebagian
pelayanan fisioterapi untuk mendapatkan proses fisioterapi yang
dilakukan oleh fisioterapis. Asesmen awal diperlukan untuk
menemukan indikasi atau tidaknya program fisioterapi atau untuk
mengarahkan kebutuhan fisioterapi yang tepat sesuai dengan
kekhususannya.Apabila tidak ditemukan indikasi, fisioterapis
mengarahkan/ merujuk pada tenaga kesehatan yang tepat/
mengembalikan kepada perujuk secara tertulis. Apabila ditemukan
indikasi awal maka selanjutnya dilakukan proses sesuai prosedur
fisioterapi.
c. Setelah pasien menjalani rangkaian proses fisioterapi dan
penyelesaian administrasinya, pasien dapat pulang atau kembali
kepada dokter/doktergigi/ DPJP/ pengirim sebelumnya disertai
pengantar catatan klinis / resu me dari fisioterapis yang
bertanggung jawab (dapat disertai rekomendasi).

Gambar 4.1 Diagram Alur Pasien Rawat Jalan

2. Rawat Inap
a. DPJP membuat rujukan/permintaan secara tertulis kepada
bagian fisioterapi/ fisioterapis. Selanjutnya petugas ruangan
menyampaikan informasi rujukan kepada fisioterapis
bersangkutan/bagian pelayanan fisioterapi untuk diregistrasi
dan ditindak lanjuti.
b. Selanjutnya fisioterapis dapat melakukan asesmen awal
untuk menemukan indikasi. Apabila tidak ditemukan indikasi,
fisioterapis secara tertulis menyampaikan kepada
DPJP.Apabila ditemukan indikasi, maka dapat langsung
dilakukan proses fisioterapi selanjutnya sesuai prosedur
fisioterapi,termasukmenentukan tujuan/target,intervensi
maupun episode pelayanan fisioterapinya, serta rencana
evaluasinya.Dalam proses tersebut, secara berkala
fisioterapis menyampaikan informasi perkembangan secara
tertulis dalam rekam medik.
c. Setelah program fisioterapi selesai, fisioterapis merujuk
kembali kepada Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP)
dengan disertai caatan klinis fisioterapi termasuk
rekomendasi apabila diperlukan dengan mempertimbangkan
keberlanjutan program fisioterapi pasien setelah selesai
perawatan di RSJD Prov Kep BABEL Seluruh proses
fisioterapi dicatat dalam rekam medik yang telah disediakan,
termasuk administrasi keuangan.

Gambar 4.2 Diagram Alur Pasien Rawat Inap

C. PROSES PELAYANAN
Asuhan fisioterapi pada pasien merupakan proses siklus kontinyu dan
bersifat dinamis yang dilakukan oleh fisioterapis yang memiliki
kompetensi yang dibutuhkan, diintergrasikan dan dikoordinasikan dengan
pelayanan lain yang terkait melalui rekam medik, sistem informasi dan
sistem komunikasi yang efektif.
1. Assesmen pasien
Assesmen fisioterapi diarahkan pada diagnosis fisioterapi, terdiri dari
pemeriksaan dan evaluasi yang sekurang-kurangnya memuat data
anamnesa yang meliputi identitas umum, telaah sistemik, riwayat
keluhan, dan pemeriksaan (uji dan pengukuran) impairment, activities
limitation, pasticipation restrictions, termasuk pemeriksaan nyeri, resiko
jatuh, pemeriksaan penunjang (jika diperlukan), serta evaluasi.
Assesmen fisioterapi dilakukan oleh fisioterapis yang memiliki
kewenangan berdasarkan hasil kredensial/penilaian kompetensi
fisioterapis yang ditetapkan oleh pimpinan fisioterapi. Beberapa uji dan
pengukuran dalam pemeriksaan fisioterapi:
a. Kapasitas aerobik dan ketahanan (aerobic capacity/endurance)
b. Karakteristik antropometri
c. Kesadaran, perhatian dan kognisi (arousal, attention, and cognition)
d. Alat bantu dan alat adaptasi (assistive and adaptive devices)
e. Circulation (arterial, venous, lymphatic)
f. Integritas saraf kranial dan saraf tepi (cranial and peripheral nerve
integrity)
g. Hambatan lingkungan, rumah, pekerjaan, sekolah dan rekreasi
(environmental, home, and work barriers)
h. Ergonomi dan mekanika tubuh (ergonomics and body mechanics)
i. Berjalan, lokomosi dan keseimbangan (gait, locomotion, and
balance)
j. Integritas integument (integumentary integrity)
k. Integritas dan mobilitas sendi (joint; integrity and mobility)
l. Motor function (motor control & motor learning)
m. Kinerja otot, antara lain strength, power, tension dan endurance
n. Perkembangan neuromotor dan integritas sensoris
o. Kebutuhan, penggunaan, keselamatan, alignmen, dan pengepasan
peralatan ortotik, protektif dan suportif.
p. Nyeri
q. Postur
r. Kebutuhan prostetik
s. Lingkup gerak sendi (ROM), termasuk panjang otot
t. Integritas refleks
u. Pemeliharaan diri dan penatalaksanaan rumah tangga (termasuk
ADL dan IADL).
v. Integritas sensoris
w. Ventilasi dan respirasi
x. Pekerjaan, sekolah, rekreasi dan kegiatan kemasyarakatan serta
integrasi atau reintegrasi leisure (termasuk IADL).
Hasil assesmen dituliskan pada lembar rekam medik pasien/klien baik
pada lembar rekam medik terintegrasi dan/atau pada lembar kajian
khusus fisioterapi. Lembar assesmen pasien/klien fisioterapi tercantum
dalam Formulir 1 terlampir.

2. Penegakan Diagnosis
Diagnosis fisioterapi adalah suatu pernyataan yang mengambarkan
keadaan multi dimensi pasien/klien yang dihasilkan melalui analisis
dan sintesis dari hasil pemeriksaan dan pertimbangan klinis fisioterapi,
yang dapat menunjukkan adanya disfungsi gerak/potensi disfungsi
gerak mencakup gangguan/kelemahan fungsi tubuh, struktur tubuh,
keterbatasan aktifitas dan hambatan bermasyarakat. Diagnosis
fisioterapi berupa adanya gangguan dan/atau potensi gangguan gerak
dan fungsi tubuh, gangguan struktur dan fungsi, keterbatasan aktifitas
fungsional dan hambatan partisipasi, kendala lingkungan dan faktor
personal, berdasarkan International Classification of Functioning,
Disability and Health (ICF) atau berkaitan dengan masalah kesehatan
sebagaimana tertuang pada International Statistical Classification of
Diseases and Related Health Problem (ICD-10).
Diagnosis fisioterapi dituliskan pada lembar rekam medik pasien baik
pada lembar rekam medik terintegrasi dan/atau pada lembar kajian khusus
fisioterapi.

3. Perencanaan intervensi
Fisioterapis melakukan perencanaan intervensi fisioterapi berdasarkan
hasil assesmen dan diagnosis fisioterapi, prognosis dan indikasi-kontra
indikasi, setidaknya mengandung tujuan, rencana penggunaan
modalitas intervensi, dan dosis, serta diinformasikan/dikomunikasikan
kepada pasien/klien atau keluarganya. Intervensi berupa program latihan
atau program lain yang spesifik, dibuat secara tertulis serta melibatkan
pasien dan/atau keluarga sesuai dengan tingkat pemahamannya.
Program perencanaan intervensi dituliskan pada lembar rekam medik
pasien baik pada lembar rekam medik terintegrasi dan/atau pada
lembar kajian khusus fisioterapi, dapat dievaluasi kembali jika
diperlukan dengan melibatkan pasien/klien atau keluarganya.
4. Intervensi
Intervensi fisioterapi berbasis bukti mengutamakan keselamatan
pasien/klien, dilakukan berdasarkan program perencanaan intevensi
dan dapat dimodifikasi setelah dilakukan evaluasi serta pertimbangan
teknis dengan melalui persetujuan pasien/klien dan/atau keluarganya
terlebih dahulu. Semua bentuk intervensi termasuk dan tidak terbatas
pada teknologi fisioterapi dibuatkan kebijakan dalam bentuk prosedur
baku yang ditandatangani dan disahkan oleh pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan atau fisioterapis sendiri untuk praktik mandiri.
Intervensi khusus berupa manipulasi/massage mempertimbangkan hak
dan kenyamanan pasien/klien dan keluarganya, dilakukan secara etik
dengan fasilitas dan ruangan yang memadai. Ukuran keberhasilan
intervensi fisioterapi memiliki bahasa yang sama sehingga memberikan
dasar untuk membandingkan hasil yang berkaitan dengan pendekatan
intervensi yang berbeda. Komponen ukuran keberhasilan intervensi
berupa kemampuan fungsi termasuk fungsi tubuh dan struktur,
aktivitas, dan partisipasi, mengacu pada diagnosis fisioterapi.
Intervensi fisioterapi dicatat dalam formulir intervensi dan monitoring
fisioterapi sebagaimana tercantum dalam Formulir 5 terlampir.

5. Evaluasi/ Re-Evaluasi
Dilakukan oleh fisioterapis sesuai tujuan perencanaan intervensi, dapat
berupa kesimpulan, termasuk dan tidak terbatas pada rencana
penghentian program atau merujuk pada dokter/profesional lain terkait.
Kedepannya kewenangan melakukan evaluasi/re-evaluasi diberikan
berdasarkan hasil kredensial fisioterapi yang ditetapkan oleh pimpinan
fisioterapis.
6. Komunikasi dan Edukasi
Fisioterapi menjadikan komunikasi dan edukasi kepada pasien dan
keluarganya, tenaga kesehatan lain terkait, serta masyarakat, sebagai
bagian dari proses pelayanan fisioterapi berkualitas yang berfokus
pada pasien. Fisioterapis memiliki dan menggunakan identitas resmi
yang mudah dilihat dan dipahami oleh pasien dan/atau keluarganya
serta para pemangku kepentingan sebagai bagian dari identitas
profesi. Fisioterapis memperkenalkan diri dan memberikan informasi
mengenai kondisi pasien/klien serta rencana tindakan/intervensi,
termasuk komunikasi terapeutik pada pasien dan/atau keluarganya.
Bila ditemukan hal-hal di luar kompetensi, pengetahuan, pengalaman
atau keahlian, fisioterapis merujuk pasien/klien kepada tenaga
kesehatan lain yang tepat dengan disertai resume fisioterapi.
Penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan
kesehatan, didukung media komunikasi dan edukasi agar proses
pelayanan berlangsung sesuai dengan tujuan, termasuk media edukasi
berupa leaflet/brosur yang diperlukan.

7. Dokumentasi
Penyelenggara pelayanan fisioterapi memperhatikan pentingnya
dokumentasi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam pelayanan
fisioterapi yang bermutu dan dapat dipertanggung jawabkan. Pelayanan
fisioterapi didukung lembar rekam medik fisioterapi dan formulir lain
yang diangggap perlu. Seluruh proses fisioterapi didokumentasikan
pada lembar rekam medik pasien/klien baik pada lembar rekam medik
terintegrasi dan/atau pada lembar kajian khusus fisioterapis, serta
dapat diakses oleh profesional kesehatan lain terkait.
D. PROSEDUR PELAYANAN
Secara umum, prosedur fisioterapi tertuang dalam Miscellaneous
Diagnostic And Therapeutic Procedures, International Classification of
Deseases 9th Revision Clinical Modification (ICD9-CM), dikelompokkan
dalam kode 93 (Physical Therapy, Respiratory Therapy, Rehabilitation,
And Related Procedures) sebagai berikut :
  93.0 Diagnostic Physical Therapy
  93.1 Physical Therapy Exercises
  93.2 Other Physical Therapy Musculoskeletal Manipulation
  93.3 Other Physical Therapy Therapeutic Procedures
  93.4 Skeletal Traction And Other Traction
  93.5 Other Immobilization, Pressure, And Attention To Wound
  93.6 Osteopathic Manipulative Treatment
  93.8 Other Rehabilitation Therapy
  93.9 Respiratory Therapy.
E. HAK PASIEN/ KLIEN DAN KELUARGA
Fisioterapis menghormati kebutuhan pasien/klien dan keluarga yang
berkaitan dengan pelayanan fisioterapi yang dibutuhkan. Fisioterapis
membangun kepercayaan dan komunikasi terbuka dengan pasien dan/atau
keluarganya untuk memahami dan melindungi nilainilai budaya,
psikososial serta nilai spiritual. Fisioterapis memahami kebijakan dan
prosedur yang berkaitan dengan hak pasien dan keluarga, menghormati
hak pasien dan keluarga untuk mendapatkan semua informasi yang
berhubungan dengan pelayanan fisioterapi yang diberikan, termasuk
informasi sumber-sumber pelayanan fisioterapi yang dapat diakses
dengan mudah oleh pasien/klien jika membutuhkan pelayanan fisioterapi
lanjutan.
Pasien/klien dan keluarga yang tepat atau mereka yang berhak
mengambil keputusan diikut sertakan dalam keputusan pelayanan dan proses
fisioterapi dan berhak menolak pemberian pelayanan/intervensi fisioterapi,
atau meminta pelayanan fisioterapi di tempat lain/fasilitas pelayanan
kesehatan lain.
BAB V LOGISTIK

Keperluan logistik di Instalasi fisioterapi meliputi bahan medis yang dipenuhi


oleh instalasi farmasi seperti : handscoon, masker, alcohol swab, gel
ultrasound, dll. Sedangkan untuk bahan – bahan Alkes dan ATK (Alat Tulis
Kantor ) dipenuhi melalui bagian pengadaan / logistik
1. Alur Permintaan Barang Bahan Medis dan Non Medis

2. Perencanaan Pengadaan bahan fisioterapi harus mempertimbangkan hal –


hal sebagai berikut :
a. Tingkat Persediaan Pada umumnya tingkat persediaan harus selalu
sama dengan jumlah persediaan yaitu jumlah persediaan minimum
ditambah jumlah safety stock. Tingkat persediaan minimum adalah
jumlah bahan yang diperlukan untuk memenuhi kegiatan operasional
normal, sampai pengadaan berikutnya dari pembekal atau ruang
penyimpanan umum. Safety stock adalah jumlah persediaan cadangan
yang harus ada untuk bahan – bahan yang dibutuhkan atau yang
sering terlambat diterima dari pemasok.
b. Perkiraan jumlah kebutuhan Perkiraan kebutuhan dapat diperoleh
berdasarkan jumlah pemakaian atau pembelian bahan dalam periode
6-12 bulan yang lalu dan proyeksi jumlah pemeriksaan untuk periode 6-
12 bulan untuk tahun yang akan datang. Jumlah rata – rata pemakaian
bahan untuk satu bulan perlu dicatat.
c. Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan bahan ( delivery time
BAB VI KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian
Pengertian Keselamatan pasien ( patient safety ) rumah sakit adalah
suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem
tersebut meliputi : assesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan.
B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan
C. Tatalaksana Keselamatan Pasien Keselamatan pasien merupakan salah satu
kegiatan rumah sakit yang dilakukan melalui assasmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko., kegiatan ini
dilakukan melalui monitoriung indikator mutu pelayanan tiap unit kerja
terutama yang terkait dengan pelaksanaan patient safety, tindakan preventif,
tindakan korektif.
1. Monitoring indikator mutu pelayanan Kegiatan ini merupakan kegiatan
assesmen risiko. Indikator mutu pelayanan rumah sakit dan unit kerja
secara rinci dijelaskan pada Pedoman Mutu Pelayanan, Pedoman Mutu
Pelayanan unit fisioterapi secara rinci ada pada BAB VIII Pengendalian
Mutu. Indikator mutu pelayanan yang menyangkut patient safety secara
rinci dapat dilihat pada format indikator mutu pelayanan pada pedoman
mutu pelayanan. Indikator tersebut merupakam milik unit kerja, ditentukan
periode pengambilandata dan analisisnya. Bila terjadi penyimpangan atau
terjadi kejadian yang tidak diinginkan pimpinan unit melaporkan pada
pertemuan manajemen seperti diatur pada tindakan preventif.
2. Tindakan Preventif Tindakan Preventif sebenarnya adalah sistem yang
diharapkan dapat mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan
tindakan yang seharusnya dilakukan. Tindakan preventif dilakukan melalui
pencegahan kejadian tidak diinginkan.
3. Tindakan Korektif Tindakan Korektif adalah pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko Tindakan
Korektif dilakukan terhadap laporan yang diputuskan dalam pertemuan
tertutup oleh kepala bidang melalui inspeksi dan verifikasi. Hasil inspeksi
harus menunjukan telah dilakukannya tindakan koreksi.
BAB VII KESELAMATAN KERJA

A. Pedoman umum
Pedoman Umum Kesehatan dan Keselamatn Kerja ( K3 ) fisioterapi
merupakan bagian dari pengelolaan pelayanan fisioterapi secara keseluruhan
harus memperhatikan hal-hal berikut:
1. Untuk alat-alat yang menggunakan listrik harus memakai arde dan
stabilisator
2. Dalam melakukan pelayanan harus memakai pelindung sesuai pedoman
universal precation infection.
3. Penataan ruang, aksebilitas, penerangan dan pemilihan material harus
sesuai dengan ketentuan yang mengacu pada patien safety
4. Kalibarasi dan pemeliharaan alat dilakukan secara berkala.
5. Ketersedian APAR
B. Pedomana khusus
Bagi petugas fisioterapi yang selalu kontak dengan pasien, maka
berpotensin tertular penyakit/infeksi. Infeksi juga dapat terjadi dari petugas
ke petugas lainnya, atau keluarganya dan ke masyarakat. Untuk
mengurangi bahaya yang terjadi, perlu adanya kebijakan yang ketat
terutama berkaitan dengan hand hygine dan five moment cuci tangan.
Petugas harus memahami keamanan fisioterapi dan tingkatannya,
mempunyai sikap dan kemampuan untuk melakukan pengamanan
sehubungan dengan pekerjaannya sesuai SPO, serta mengontrol material
secara baik menurut praktik fisioterapi yang benar.
1. Petugas / Tim K3 Fisioterapi Pengamanan kerja di fisioterapi pada
dasarnya menjadi tanggung jawab setiap petugas terutama yang
berhubungan langsung dengan pasien. Untuk mengkoordinasikan,
menginformasikan, memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan
keamanan fisioterapi, terutama untuk fisioterapi yang melakukan
berbagai jenis pelayanan dan kegiatan pada satu sarana, diperlukan
suatu Tim fungsional keamanan fisioterapi. Kepala fisioterapi adalah
penanggung jawab tertinggi dalam pelaksanaan K3 fisioterapi.Dalam
pelaksanaannya kepala fisioterapi dapat menunjuk seorang petugas
atau membentuk tim K3 fisioterapi. Petugas atau tim K3 fisioterapi
mempunyai kewajiban merencanakan dan memantau pelaksanaan K3
yang telah dilakukan oleh setiap petugas fisioterapi, mencakup :
a. Melakukan pemeriksaan dan pengarahan secara berkala terhadap
metoda/prosedur dan pelaksanaannya, bahan habis pakai dan
peralatan kerja, termasuk untuk kegiatan penelitian.
b. Memastikan semua petugas fisioterapi memahami dan dapat
menghindari bahaya infeksi.
c. Melakukan penyelidikan semua kecelakaan di dalam fisioterapi
yang memungkinkan terjadinya pelepasan/kebocoran/penyebaran
bahan infektif.
d. Melakukan pengawasan dan memastikan semua tindakan
dekontaminasi yang telah dilakukan jika ada tumpahan/percikan
bahan infektif.
e. Memastikan bahwa tindakan disinfeksi telah dilakukan terhadap
peralatan fisioterapi yang akan diservis atau diperbaiki.
f. Menyediakan kepustakaan/rujukan K3 yang sesuai dan informasi
untuk petugas fisioterapi tentang perubahan prosedur, metode,
petunjuk teknis dan pengenalan pada alat baru.
g. Menyusun jadwal kegiatan pemeliharaan kesehatan bagi petugas
fisioterapi.
h. Memantau petugas fisioterapi yang sakit atau absen yang mungkin
berhubungan dengan pekerjaan di fisioterapi dan melaporkannya
pada pimpinan fisioterapi.
i. Memastikan bahwa bahan bekas pakai dan limbah/sampah infektif
dibuang secara aman setelah melalui proses dekontaminasi
sebelumnya.
j. Mengembangkan sistem pencatatan dan mengembangkan
prosedur untuk pemberitahuan kepada petugas fisioterapi tentang
pengendalian infektif.
k. Memberitahu kepala fisioterapi mengenai adanya KLB yang harus
dilaporkan kepada pejabat kesehatan setempat ataupun nasional
dan badan tertentu.
l. Membuat sistem panggil untuk keadaan darurat yang timbul di luar
jam kerja.
m. Membuat rencana dan melaksanakan pelatihan K3 fisioterapi bagi
seluruh petugas fisioterapi.
n. Mencatat secara rinci setiap kecelakaan kerja yang terjadi di
fisioterapi dan melaporkannya kepada kepala fisioterapi.
o. Setiap fisioterapis sebaiknya membuat pokok – pokok K3 fisioterapi
yang penting dan ditempatkan di lokasi yang mudah dibaca oleh
setiap petugas fisioterapi.
2. Kesehatan Petugas Fisioterapi Kesehatan petugas fisioterapis harus
terpelihara dengan baik. Untuk menjamin kesehatan para petugas
fisioterapi harus dilakukan hal- hal sebagai berikut :
a. Pemberian imunisasi Setiap fisioterapi harus mempunyai program
imunisasi, terutama bagi petugas yang bekerja dengan tingkat
keamanan biologis 2,3 dan 4.Vaksinasi yang diberikan adalah :
 Vaksinasi Hepatitis B untuk semua petugas fisioterapi
 Vaksinasi Rubella untuk petugas wanita usia reproduksi
Pada wanita hamil dilarang bekerja dengan TORCH
( Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes virus ).
b. Pemantauan Kesehatan Bila petugas fisioterapi sakit lebih dari 3
hari tanpa keterangan yang jelas tentang penyakitnya maka
petugas yang bertanggung jawab terhadap K3 fisioterapi harus
melapor pada kepala fisioterapi tentang kemungkinan terjadinya
pajanan yang diperoleh dari fisioterapi dan menyelidikinya.

3. Sarana dan Prasarana K3 fisioterapi umum yang perlu disiapkan di


fisioterapi adalah :
a. Kacamata pelindung khusus
b. Kain/sapu tangan penutup mata
c. Jas/rompi/baju olah ragafisioterapi
d. Sarung tangan/hand scoon
e. Tissue biasa/basah
f. Masker
g. Alas kaki/sepatu tertutup
h. Wastafel yang dilengkapi dengan sabun ( skin desinfektan ) dan air
mengalir
i. Hand rub
j. Kontainer khusus untuk insenerasi jarum, lancet
k. Sarana dan prasarana K3 fisioterapi pada pasien khusus ( Avian
Influenza ) seperti pada fisioterapi umum dengan ditambahkan
maksker N-95, kacamata goggle, tutup kepala plastik.
4. Pengamanan pada keadaan darurat
a. Sistem tanda bahaya
b. Smog detektor
c. Sistem evakuasi
d. Perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan ( P3K )
e. Alat komunikasi darurat baik didalam atau keluar fisioterapi
f. Sistem informasi darurat
g. Pelatihan khusus berkala tentang penanganan keadaan darurat
h. Alat pemadam kebakaran/APAR, masker, pasir dan sumber air
terletak pada lokasi yang mudah dicapai
i. Alat seperti kampak, palu, obeng, tangga dan tali
j. Nomor telepon ambulan, pemadam kebakaran dan polisi di setiap
ruang fisioterapi
5. Memperhatikan tindakan pencegahan terhadap hal-hal berikut :
a. Mencegah penyebaran bahan infeksi, misalnya :
 Menggunakan peralatan standar
 Cuci Pad elektode setelah digunakan
 Bersihkan tranducer setelah digunakan
 Melakukan dekontaminasi permukaan meja kerja
dengan desinfektan sesuai dengan kondisi
 Mencegah material yang digunakan terkena bahan
infeksi pasien
6. Penanganan Kecelakaan di Fisioterapi Kecelakaan yang bisa terjadi di
fisioterapi disebabkan oleh hubungan arus pendek dan luka bakar
akibat over dosis. Untuk mencegah timbulnya bahaya yang lebih luas,
wajib di sediakan informasi mengenai cara penanganan yang benar
jika terjadi kecelakaan didalam fisioterapi. Agar mudah terbaca,
informasi ini hendaknya dibuat dalam bentuk bagan yang sederhana
dan dipasang pada dinding dalam ruang fisioterapi. Selain itu, harus di
sediakan peralatan untuk menangani keadaan tersebut seperti :
a. Peralatan harus menggunakan arde
b. Peralatan harus menggunakan stabilisator
c. Handuk/Kain lap/sapu tangan untuk kompres
d. Kulkas/ icu cup
e. Bascom
7. Pengamanan terhadap Bahan Khusus Bahan Kimia
a. Penggolongan Bahan Kimia
Dalam menjalankan aktivitasnya, petugas fisioterapibisa terpapar
berbagai bahan kimia. Di fisioterapi, bahan kimia umumnya
digunakan dalam jumlah sangat sedikit namun mencakup jenis
yang sangat beragam. Pada dasarnya banyak bahan kimia
berbahaya karena dapat menimbulkan kebakaran, ledakan atau
gangguan kesehatan bagi petugas fisioterapi
b. Bahan Kimia yang tidak boleh Tercampur ( Incompatible
Chemicals)
8. Penanganan Limbah Fisioterapi dapat menjadi salah satu sumber
penghasil limbah cair, padat dan gas yang berbahaya bila tidak
ditangani secara benar. Karena itu pengolahan limbah harus dilakukan
dengan semestinya agar tidak menimbulkan dampak negatif.
a. Penanganan Prinsip pengolahan limbah adalah : pemisahan dan
pengurangan volume. Jenis limbah harus diidentifikasi dan dipilah
– pilah dan mengurangi keseluruhan volume limbah secara
kontinue.
b. Penampungan Harus diperhatikan serana penampungan limbah
harus memadai, diletakkan pada tempat yang pas, aman dan
hygienis. Pemadatan adalah cara yang efisien dalam penyimpanan
limbah yang bisa dibuang dengan landfill, namun pemadatan tidak
boleh dilakukan untuk limbah infeksius dan limbah benda tajam.
c. Pemisahan limbah Untuk memudahkan mengenal berbagai jenis
limbah yang akan dibuang adalah dengan cara menggunakan
kantong berkode ( umumnya menggunakan kode warna ). Sesuai
kebijakan.
d. Standarisasi kantong dan kontainer pembuangan limbah
Keberhasilan pemisahan limbah tergantung kepada kesadaran,
prosedur yang jelas serta keterampilan petugas sampah/clining
service pada semua tingkat.
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU

A. Mutu Pelayanan
1. Pengertian Mutu
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan ( komitmen ) yang
selalu dicurahkan pada pekerjaan
c. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar
d. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan
2. Pihak yang Berkepentingan dengan Mutu
a. Konsumen
b. Pembayar / perusahaan / asuransi
c. Manajemen
d. Karyawan
e. Masyarakat
f. Pemerintah
g. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut diatas berbeda sudut pandang dan
kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multi dimensional.
3. Dimensi Mutu
a. Kenyamanan
b. Keselamatan
c. Kesinambungan
d. Efektifitas pelayanan
4. Mutu terkait dengan Input, Proses, Output
Mutu terkait dengan Input, Proses, Output adalah :
a. Input ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan
pelayanan kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan,
bahan, teknologi, organisasi, informasi dan lain – lain. Pelayanan
kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu pula.
Hubungan struktur dengan mutu pelayanan kesehatan adalah
perencanaan dan peggerakan pelayanan kesehatan.
b. Proses ialah interaksiprofesional antara pemberi pelayanan dengan
konsumen ( Pasien / Masyarakat ). Proses ini merupakan variable
penilaian mutu yang penting.
c. Output ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang
terjadi pada konsumen ( pasien / masyarakat ), termasuk kepuasan dari
konsumen tersebut
B. Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Untuk menjamin pengawasan mutu pelayanan fisioterapi dapat dibentuk suatu


komite/sub komite pelayanan fisioterapi dibawah suatu wadah komite
pelayanan. Staandar pelayanan minimal yang harus dipenuhi adalah.

1. Waktu tunggu rawat jalan pelayanan fisioterapi ≤ 30 menit


Judul Indikator Waktu tunggu rawat jalan pelayanan
fisioterapi ≤ 30 menit
Dasar Pemikiran PMK 65 thn 2015 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi
Dimensi mutu 1. Efektivitas
2. Fokus kepada pasien
3. Ketepatan Waktu
4. Kesinambungan
Tujuan Tersedianya pelayanan fisioterapi setiap
harinya yang mudah dan cepat diakses
oleh pasien pada hari kerja
Definisi Operasional Waktu tunggu adalah waktu tunggu yang
diperlukan mulai pasien kontak dengan
petugas pendaftaran sampai pasien
dilayani oleh fisioterapi
Jenis Indikator Proses
Numerator Jumlah waktu tunggu pasien rawat jalan
pelayanan fisioterapi ≤ 30 menit
Denominator Jumlah pasien rawat jalan yang difisoterapi
Target ≤ 30 menit
Kriteria : - Inklusi Semua Pasien yang mendapatkan
pelayanan ≤ 30 menit.
Semua Pasien yang datang kepoli
-Eksklusi
fisioterapi.
Formula Pengukuran Numerator x 1 menit
Denominator
Sumber data Catatan pearan pasien fisioterapi (log
book)
Frekuensi pengumpulan Bulanan
data
Periode analisis 1 bulan

Cara pengumpulan Data Ruang fisioterapi


Catatan : survey observasi langsung
( sampling) bila pasien > 50 pasien
perbulan
Sampel Logbook waktu tunggu pasien rawat jalan

Rencana analisis data Menggunakan diagram garis digunakan


untuk menampilkan data dari waktu ke
waktu
Instrumen Pengambilan pengumpulan logbook waktu tunggu rawat
Data jalan

Penanggung Jawab Kepala Instalasi Rawat Jalan

2. Kejadian Kesalahan Tindakan Fisioterapi


Judul Adanya kejadian kesalahan
tindakan/intervensi fisioterapi
Dasar Pemikiran PMK 65 thn 2015 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi
Dimensi mutu Keselamatan dan Kenyamanan
Tujuan Tergambarnya kejadian kesalahan klinis
dalam tindakan fisioterapi.
Definisi Operasional Kesalahan tindakan fisioterapi adalah
memberikan atau tidak memberikan
tindakan fisioterapi yang diperlukan yang
tidak sesuai dengan rencana asuhan dan/
atau tidak sesuai dengan pedoman/ standar
pelayanan fisioterapi
Jenis Indikator Proses
Numerator Jumlah pasien yang mengalami kesalahan
tindakan rehabilitasi medis
Denominator Jumlah keseluruh pasien yang diprogram
fisioterapi
Target 0%
Kriteria : - Inklusi Semua pasien fisioterapi
-Eksklusi Semua pasien di rumah sakit
Formula Pengukuran Numerator x100%
Denominator

Sumber data Laporan Fisioterapi, Rekam medis


Frekuensi pengumpulan Satu bulan sekali
data

Periode analisis 1 bulan sekali

Cara pengumpulan Data Laporan pasien fisioterapi

Sampel Laporan fisioterapi, Rekam medis

Rencana analisis data Menggunakan diagram garis digunakan


untuk menampilkan data dari waktu ke
waktu
Instrumen Pengambilan Formulir pengumpulan data pasien poli
Data fisioterapi
Formulir rekapitulasi bulanan

Penanggung Jawab Kepala Unit Fisioterapi

3. Kejadian drop out pasien terhadap pelayanan fisioterapi yang direncanakan


Judul Kejadian Drop Out Pasien Terhadap
Pelayanan Fisioterapi Yang
Direncanakan
Dasar Pemikiran PMK 65 thn 2015 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi
Dimensi mutu Kesinambungan
efektifitas pelayanan

Tujuan Tergambarnya kesinambungan pelayanan


fisioterapi sesuai yang direncanakan
Fisioterapis
Definisi Operasional Kejadian drop out pasien fisioterapi adalah
pasien tidak bersedia meneruskan program
fisioterapi yang telah direncanakan oleh
fisioterapis.
Jenis Indikator Proses
Numerator Jumlah keseluruhan pasien yang diprogram
rehabilitasi
Denominator Jumlah keseluruhan pasien yang drop out
selama 1 bulan
Target < 50 %
Kriteria : - Inklusi Jumlah pasien drop out
-Eksklusi
Formula Pengukuran Numerator x100%
Denominator

Sumber data Laporan fisioterapi


Frekuensi pengumpulan 1 bulan
data

Periode analisis 1 bulan sekali

Cara pengumpulan Data Retrospektif

Sampel Laporan fisioterapi, Rekam medis


Rencana analisis data Menggunakan diagram garis digunakan
untuk menampilkan data dari waktu ke
waktu
Instrumen Pengambilan Formulir pengumpulan data pasien poli
Data fisioterapi
Formulir rekapitulasi bulanan

Penanggung Jawab Kepala Unit Fisioterapi

BAB IX PENUTUP

Pedoman pelayanan fisioterapi disusun agar menjadi acuanterselenggara


pelayanan di ruangan pasien fisioterapi RSJD Kep Prov BABEL yang
bermutu, terukur, dan dapat dipertanggung jawabkan sehingga dapat
memberikan kontribusi untuk terwujudnya derajat kesehatan masyarakat
yang optimal berorientasi kepadakeselamatan pasien/klien dan kepuasan
masyarakat. Dalam perjalanan waktu, sesuai perkembangan dan tuntutan
pedoman pelayanan fisioterapi ini akan dilakukan revisi bila diperlukan

Anda mungkin juga menyukai