Anda di halaman 1dari 24

ANALISIS KUALITAS LAYANAN FISIOTERAPI TERHADAP TINGKAT

KEPUASAN PASIEN DENGAN KASUS NEUROMUSKULER PRAKTIK


MANDIRI FISIOTERAPI DI JAWA TIMUR

Proposal Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk memperoleh Gelar Sarjana Fisioterapi

OLEH

AZZAHRA ANINDYA AISYAPUTRI

201910490311068

PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam undang – undang nomor 32 tahun 2009 dijelaskan bahwa pelayanan

kesehatan merupakan setiap dan/ serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu,

berintegrasi, dan berkelanjutan untuk memelihara dan meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,

pengobatan penyait, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan atau masyarakat

(Varadina Ayu N., 2016). Tujuan pelayanan kesehatan adalah untuk memenuhi

kebutuhan individu atau masyarakat untuk mengatasi, menetralisir atau menormalkan

masalah kesehatan dan kelainan yang ada di masyarakat (Nopiani, 2019). Salah satu

cakupan pelayanan kesehatan yang mungkin saat ini sudah banyak orang ketahui

adalah fisioterapi, menurut Kemenkes, 2015 disebutkan bahwa fisioterapi merupakan

bentuk pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mengembangkan, memelihara, dan

memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan

menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,

elektroterapi, dan mekanis) pelatihan fungsi, dan komunikasi yang ditujukan kepada

individu atau kelompok.

Fisioterapi didasarkan pada teori ilmiah dan dinamis yang banyak digunakan

terkait dengan penyembuhan, pemulihan, pemeliharaan, dan peningkatan fungsi tubuh

yang optimal. Ini termasuk mengobati gangguan gerakan dan fungsional,

meningkatkan kemampuan fisik dan fungsional tubuh, dan memulihkan,

mempertahankan, seta meningkatkan fungsi tubuh normal. Kesehatan yang optimal,

kebugaran dan kesehatan fisik, olahraga dan kualitas hidup yang berhubungan dengan
kesehatan, pencegahan timbulnya penyakit, gejala dan perkembangan, kapasitas

fungsional terbatas dan penurunan yang mungkin disebabkan oleh penyakit,

kecacatan, kondisi atau cedera. Fisioterapis adalah sumber daya manusia atau tenaga

kerja dalam bidang kesehatan yang telah lulus dari pendidikan fisioterapi sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan (Peraturan Menteri Kesehatan No 65,

2015).

Kualifikasi pertama adalah Fisioterapis Ahli Madya yang merupakan lulusan

Program vokasi atau diploma tiga Fisioterapi sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangundangan kemudian, kualifikasi kedua, Fisioterapis Sarjana Sains Terapan

atau Sarjana Terapan yang merupakan lulusan Program Diploma Empat atau Sarjana

Terapan Fisioterapi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, Fisioterapis Profesi merupakan lulusan Program Profesi Fisioterapi

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan yang terakhir adalah,

Fisioterapis Spesialis merupakan lulusan Program Spesialis Fisioterapi sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun pendidikan fisioterapi spesialis

belum ada di Indonesia (Manurung, 2017). Dalam perawatan kesehatan, Organisasi

Perdagangan Dunia (WTO) mengakui fisioterapis sebagai layanan profesional dalam

perdagangan bebas di seluruh dunia selama Putaran Uruguay 1986-1994. Fisioterapis

sebagai suatu profesi yang telah disosialisasikan oleh WHO untuk mengklasifikasikan

tenaga kesehatan dalam International Standard Occupational Classification (ISCO

2008) dan terdaftar dalam kelompok kerja sebagai ISCO Code 2264 Fisioterapi

(Kemenkes, 2015).

Dalam pelayanan kesehatan tingkat lanjut, fisioterapis berperan dalam

perawatan pasien dengan berbagai gangguan neuromuskular, muskuloskeletal,

kardiovaskular, paru, gerak, dan fungsi tubuh lainnya. Fisioterapis juga berperan
dalam pelayanan khusus dan kompleks, termasuk namun tidak terbatas pada rawat

inap, rawat jalan, unit perawatan intensif, klinik pengembangan anak, klinik geriatri,

unit stroke, klinik olahraga, dan/atau rehabilitasi (Kemenkes, 2015). Fisioterapi

neuromuskular untuk saat ini mungkin sering dijumpai dalam masyarakat terutama

pada kalangan lansia, menurut Kemenkes (2015) fisioterapi neuromuskular meliputi

neurologi dan tumbuh kembang (pediatrik/gerontologis) dengan pendekatan seperti

Bobath, proprioceptive neuromuscular facilitation, Feldenkrais, tickle manuver cough

for cerebral palsy, dan dolphin therapy. Manajemen fisioterapi neuromuskular adalah

ilmu yang mempelajari pengobatan terapi fisik pada kasus muskuloskeletal.

Penatalaksanaan fisioterapi neuromuskular merupakan gabungan dari beberapa

disiplin ilmu seperti anatomi dan fisiologi, patologi, dan manajemen fisioterapi,

dengan tujuan untuk memberikan gambaran tentang tata laksana kasus fisioterapi di

bidang fisioterapi muskuloskeletal. Tujuan dari manajemen fisioterapi neuromuskular

adalah untuk melakukan manajemen fisioterapi sistem saraf pusat neuromuskular dan

sistem saraf tepi. Dimulai dengan pemeriksaan dan diakhiri dengan intervensi untuk

meningkatkan aktivitas fungsional pasien (Nugroho et al., 2019).

Saat ini, masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan dasar masyarakat kita,

sehingga kita tahu bahwa layanan kesehatan memainkan peran yang sangat penting.

Dengan berkembangnya fisioterapi di kalangan masyarakat umum, berbagai fasilitas

pelayanan fisioterapi juga semakin mudah ditemukan, baik di rumah sakit,

puskesmas maupun klinik mandiri (Rizal et al., 2021). Pelayanan fisioterapi di

Indonesia saat ini tidak hanya tersedia di institusi kesehatan tingkat rujukan, tetapi

sudah tersedia di beberapa institusi kesehatan dasar/primer, termasuk praktik mandiri

(Data Puskesmas 2013), penyediaan dan koordinasi. Kemampuan untuk mengklaim

aksesibilitas dan kualitas layanan terapi fisik dan memenuhi kebutuhan dan
persyaratan masyarakat untuk pengembangan layanan kesehatan, termasuk

pengembangan akreditasi untuk penyedia layanan kesehatan (Kemenkes, 2015).

Dengan diterapkannya sistem Jaminan Kesehatan Nasional oleh pemerintah demi

mewujudkan amanat UUD 1945 no 28 bagian H, maka terjadi peningkatan jumlah

pasien di unit instalasi rehabilitasi medis dengan tenaga pelaksana pelayanan adalah

seorang fisioterapis. Untuk menghindari penurunan kualitas pelayanan dengan adanya

peningkatan jumlah pasien maka perlu analisis yang komprehensif tentang beban

kerja serta lamanya waktu pelaksanaan proses fisioterapi dalam satu hari kerja.

Dengan demikian, pemilik fasilitas kesehatan dapat mengambil keputusan strategis

untuk tetap mempertahankan atau meningkatkan kualitas layanan fisioterapis di

rumah sakit, puskesmas, maupun praktik mandiri (Manurung, 2017).

Tennakoon & de Zoysa (2014) menyebutkan bahwa fisioterapis akan

menghadapi tantangan yang besar dengan meningkatnya persaingan seiring dengan

bertumbuhnya klinik fisioterapi mandiri. Kualitas pelayanan muncul sebagai variabel

yang penting dalam permasalahan ini, dengan kata lain pemberian pelayanan dalam

klinik mandiri fisioterapi harus sangat diperhatikan. Febriana (2016) menyebutkan

bahwa kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan yang

mengendalikan tingkat keunggulan untuk melayani konsumen, jika pelayanan yang

diterima memenuhi harapan, maka kualitas pelayanan dianggap baik dan memuaskan.

Salah satu hasil dari kualitas pelayanan yang baik adalah kepuasan pasien. Kepuasan

pasien merupakan tolak ukur yang penting dalam menilai kualitas pelayanan yang

telah banyak digunakan dalam dunia kesehatan termasuk fisioterapi (Rizal et al.,

2021). Hadiyati et al.,( 2017) menyebutan kepuasan timbul dari kesesuaian antara

pelayanan yang diberikan dengan harapan pasien. Saat ini, layanan kesehatan yang

berkualitas adalah yang terkait dengan preferensi, harapan, dan kebutuhan pasien.
Pandangan pasien tentang apa yang penting bagi mereka tentang layanan perawatan

kesehatan merupakan aspek penting dari perawatan kesehatan. Harapan pasien adalah

harapan terhadap pelayanan medis yang diterima pasien. Dengan mengukur harapan

pasien, pelayanan yang diberikan dapat memenuhi harapan pasien.

B. Rumusan masalah

a. Bagaimanakah analisis kualitas pelayanan fisioterapi terhadap tingkat

kepuasan pasien dengan kasus neuromuskular praktik mandiri fisioterapi di

Jawa Timur?

C. Tujuan umum

a. Untuk menganalisis kualitas pelayanan fisioterapi terhadap tingkat kepuasan

pasien dengan kasus neuromuskular praktik mandiri fisioterapi di Jawa Timur.

D. Tujuan khusus

a. Untuk menganalisis kualitas pelayanan fisioterapi kasus neuromuskular

praktik mandiri fisioterapi di Jawa Timur.

b. Untuk menganalisis tingkat kepuasan pasien dengan kasus neuromuskular

praktik mandiri fisioterapi di Jawa Timur.

c. Untuk menganalisis hubungan kualitas pelayanan fisioterapi terhadap tingkat

kepuasan pasien dengan kasus neuromuskular praktik mandiri fisioterapi di

Jawa Timur.

E. Manfaat penelitian

a. Bagi fisioterapi

Memberikan gambaran tentang bagaimana hubungan kualitas pelayanan

fisioterapi terhadap tingkat kepuasan pasien.

b. Bagi institusi pelayanan


Memberikan informasi dan gambaran tentang bagaimana hubungan kualitas

pelayanan fisioterapi terhadap tingkat kepuasan pasien serta dapat berguna

untuk mengembangkan institusi pelayanan itu sendiri menjadi lebih baik.

c. Bagi masyarakat

Memberikan informasi tentang kualitas pelayanan praktik mandiri fisioterapi

dan dapat menjadi referensi dalam memilih klinik yang diinginkan.

d. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan pelajaran dan referensi bagi peneliti

selanjutnya.

F. Keaslian penelitian
Tabel 1.1
No. Penulis dan Judul penelitian Metode penelitian Hasil penelitian
tahun
penelitian
1. Sulaiman & Hubungan mutu Desain penelitian: Berdasarkan hasil analisis data
Anggriani pelayanan kuantitatif deskriptif tentang pengaruh mutu pelayanan
tahun 2019 terhadap Variabel dependen: fisioterapi terhadap kepuasan
kepuasan pasien Hubungan mutu pasien di poli fisioterapi RSU Siti
di poli pelayanan Hajar Medan, diteumkan hasil
Fisioterapi RSU Variabel independen: bahwa terdapat hubungan antara
Siti Hajar kepuasan pasien di mutu pelayanan dengan kepuasan
poli fisioterapi RSU pasien berdasarkan kehandalan
Siti Hajar (reliability), ketanggaan
(responsiveness), jaminan
(assurance), kepedulian
(empathy), dan bukti langsung
2. Tennakoon Patient Desain penelitian: Penelitian ini mengukur tingkat
& de Zoysa satisfaction with cross – sectional study kepuasan pasien terhadap
tahun 2014 physiotherapy Variabel dependen: pelayanan fisioterapi di beberapa
services in an kepuasan pasien rumah sakit besar di Sri Lanka.
Asian Country: Variabel independen: Secara keseluruhan tercatat
A report from pelayanan fisioterapi pasien memiliki tingkat kepuasan
Sri Lanka di Negara Asia yang tinggi, penilaian seperti ini
harus diproses secara
berkelanjutan karena kedepanya
akan dapat membantu untuk
dapat meningkatkan kualitas
pelayanan secara bertahap dan
terus – menerus.
3. Kaseger et Analisis Faktor Desain penelitian: Dari penelitian ini didapatkan
al., tahun Kualitas cross – sectional study hasil berupa terdapat hubungan
2021 Pelayanan yang Variabel dependen: antara kehandalan (reliability),
Mempengaruhi faktor kualitas ketanggaan (responsiveness),
Kepuasan pelayanan jaminan (assurance), kepedulian
Pasien dalam Variabel independen: (empathy), dan bukti langsung
Pelayanan kepuasan pasien dalam (tangible) dengan kepuasan
Rawat Jalan di pelayanan rawat jalan pasien dalam pelayanan rawat
Wilayah Kerja jalan di wilayah kerja puskesmas
Puskesmas X x.
4. Rizal et al., Dimensi kualitas Desain penelitian: Dari hasil penelitian ditemukan
tahun 2021 pelayanan dan cross – sectional study bahwa terdapat hubungan antara
dampaknya Variabel dependen: lima aspek kualitas pelayanan
terhadap tingkat dimensi kualitas (konkret, keandalan, daya
kepuasan pasien pelayanan dan tanggap, keamanan dan empati)
dampaknya dan kepuasan pasien, derajat
Variabel independen: terbukti (67,2%). Responden
tingkat kepuasan yang melaporkan hal tersebut
pasien merasa puas dan (32,9%) tidak
puas. Hasil ini harus dijadikan
bahan evaluasi untuk perbaikan
sistem manajemen dalam hal
pelayanan.
5. Morera- Patients’ Desain penelitian: Penelitian ini mengidentifikasi
Balaguer et experience qualitative thematic faktor-faktor yang pasien anggap
al., tahun regarding analysis study sebagai faktor dan hambatan
2021 therapeutic Variabel dependen: untuk mencapai hubungan
person-centered pengalaman pasien terapeutik yang berpusat pada
relationships in mengenai hubungan orang dalam rehabilitasi. Pasien
physiotherapy yang berpusat pada merasa bahwa fisioterapis perlu
services: A orang terapeutik mempertimbangkan dan
qualitative study Variabel independen: meningkatkan kesadaran diri
dalam pelayanan mereka sendiri dan kemampuan
fisioterapi untuk mengatur emosi mereka,
serta keterampilan komunikasi,
untuk mengembangkan hubungan
terapeutik yang berpusat pada diri
sendiri. Penelitian ini
menunjukkan bahwa tidak hanya
perilaku dan karakteristik
profesional yang memengaruhi
pengalaman pasien dalam
hubungan terapeutik, tetapi
koordinasi yang lebih besar di
antara para profesional dan desain
pusat rehabilitasi yang lebih baik
dapat mengarah pada hasil yang
lebih berpusat pada individu. .
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pelayanan kesehatan

1. Definisi

Pelayanan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah

sebagai suatu usaha untuk membantu menyiapkan atau mengurus yang

diperlukan orang lain. Pelayanan yang baik merupakan suatu kebutuhan

masyarakat dan sering kali menjadi tolak ukur dalam keberhasilan. Pelayanan

dapat dianggap baik apabila pelayanan sesuai dengan keinginan konsumen

tetapi sebaliknya jika pelayanan yang diterima tidak sesuai dengan yang

diharapkan maka kualitas pelayanan dianggap buruk (Febriana, 2016).

Pelayanan kesehatan adalah segala upaya dalam suatu organisasi, baik secara

individu maupun kolektif, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

mencegah dan mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan individu,

keluarga, kelompok, dan masyarakat (Sriyanti, 2016).

Pelayanan kesehatan merupakan salah satu komponen sistem

kesehatan suatu negara yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Undang-undang Kesehatan No. 36/2009 memberikan pengertian tentang

institusi kedokteran, baik tindakan medis yang merupakan tindakan promotif,

preventif, kuratif, atau rehabilitatif yang diselenggarakan dan/atau


dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, yang menggambarkannya

sebagai tempat terorganisir. UU 36/2009 juga memberikan gambaran bahwa

pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif bertujuan untuk

menginformasikan kepada masyarakat tentang pola hidup sehat dan mencegah

terjadinya permasalahan kesehatan masyarakat atau penyakit. Sedangkan

pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif lebih berfokus pada

pada penyembuhan dan pengobatan suatu penyakit serta mengembalikan

bekas penderita ke dalam masyarakat (Megatsari et al., 2019).

2. Tujuan

Tujuan pelayanan kesehatan adalah untuk memenuhi kebutuhan

individu atau masyarakat untuk mengatasi, menetralisir atau menormalkan

masalah kesehatan dan kelainan yang ada di masyarakat. Seiring dengan

meningkatnya tingkat pendidikan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat,

maka kebutuhan dan tuntutan masyarakat pun meningkat. Perawatan

kesehatan meningkat sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi upaya yang

dapat dilakukan selain meningkatkan kinerja petugas kesehatan dan

memberikan layanan kesehatan terbaik (Nopiani, 2019).

3. Jenis

Menurut Hodgetts dan Cassio (1983) dalam Wowor et al., (2016) ada dua

jenis pelayanan kesehatan yaitu:

a) Pelayanan medis

Tujuan utamanya adalah untuk menyembuhkan penyakit dan

memulihkan kesehatan, dan sasarannya adalah individu atau keluarga.

b) Pelayanan kesehatan masyarakat

Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta


mencegah penyakit dan sasaran utamanya masyarakat.

B. Pelayanan Fisioterapi

1. Definisi

Fisioterapi merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang bertujuan

untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh

sepanjang hayat melalui manipulasi manual, peningkatan motorik, peralatan

(fisika, elektroterapi, mekanik), pelatihan fungsional, dan komunikasi untuk

individu dan/atau kelompok (Kemenkes, 2015). Menurut WHO (World Health

Organization) fisioterapi adalah menilai, merencanakan, dan melaksanakan

program-program rehabilitasi yang meningkatkan atau memulihkan fungsi

motorik manusia, memaksimalkan kemampuan gerak, meredakan sindrom

nyeri, dan mengobati atau mencegah tantangan fisik yang berhubungan

dengan cedera, penyakit, dan gangguan lainnya. 

Pelayanan fisioterapi merupakan salah satu bentuk pelayanan

kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat untuk meningkatkan

atau memulihkan fungsi motorik manusia, memaksimalkan mobilitas,

menghilangkan rasa sakit, dan mengobati atau mencegah tantangan fisik yang

terkait dengan cedera, penyakit, dan cacat lainnya. Pelayanan fisioterapi

diberikan sesuai dengan standar profesi dan pelayanan, memanfaatkan potensi

sumber daya yang ada, dengan tujuan mengkomunikasikan keselamatan dan

kepuasan dalam norma, etika, hukum, dan sosial budaya (Sulaiman &

Anggriani, 2019).
Pada pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, fisioterapis berperan dalam

perawatan pasien dengan berbagai gangguan neuromuskuler, musculoskeletal,

kardiovaskular, paru, serta gangguan gerak dan fungsi tubuh lainnya.

Fisioterapis juga berperan dalam pelayanan khusus dan kompleks, serta tidak

terbatas pada area rawat inap, rawat jalan, rawat intensif, klinik tumbuh

kembang anak, klinik geriatri, unit stroke, klinik olahraga, dan/atau

rehabilitasi. Fisioterapi muskuloskeletal antara lain orthopaedi, cedera

olahraga, dan kesehatan haji, melalui pendekatan antara lain dengan joint

manipulation, soft tissue manipulative, kinesio tapping and splinting, dan

exercise therapy. Fisioterapi neuromuskuler antara lain neurologi dan tumbuh

kembang (anak/geriatri), melalui pendekatan antara lain bobath,

proprioceptive neuromuscular fascilitation, feldenkraise, tickle manuver

cough for cerebral palsy, dan dolphin therapy. Fisioterapi

kardiovaskulopulmonal antara lain jantung, paru, dan intensive care, melalui

pendekatan antara lain manual lymphatic drain vein, visceral manipulation,

muscle energy therapy, basic cardiac life support, dan berbagai terapi latihan

baik individu maupun kelompok (tai chi, senam ashma, senam stroke).

Fisioterapi Integumen dan kesehatan wanita antara lain wound management,

wellnes/spa, kecantikan (Kemenkes, 2015).

2. Tujuan

Tujuan pelayanan fisioterapi adalah memberikan layanan kepada

individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Dengan menerapkan ilmu

pengetahuan dan teknologi fisioterapi secara aman, berkualitas, efektif dan

efisien dengan menggunakan pendekatan holistik sepenuhnya, dipandu oleh

standar etika berbasis bukti, fungsi fungsional tubuh manusia Mengacu pada
standar/pedoman dan tanggung jawab yang mengatasi masalah pergerakan

umum dan kebutuhan kesehatan (Kemenkes, 2015).

3. Klasifikasi

Tingkat fasilitas pelayanan fisioterapi yang tercantum dalam Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan

Fisioterapi yaitu (Bramanto, 2017):

a) Pelayanan fisioterapi di Puskesmas

Pelayanan fisioterapi di Puskesmas pada hakekatnya adalah

pelayanan kesehatan gerak dan pelayanan kesehatan fungsional yang

mengutamakan pelayanan pengembangan dan pemeliharaan dengan

pendekatan promotif dan preventif tanpa mengorbankan pemulihan

dengan pendekatan kuratif dan rehabilitatif Penawaran kepada individu

dan/atau kelompok.

b) Pelayanan fisioterapi di Rumah Sakit Umum

Pelayanan fisioterapi di rumah sakit umum sesuai dengan

klasifikasinya memberikan pelayanan kesehatan kepada individu

secara paripurna melalui pendekatan promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif untuk semua jenis gangguan gerak dan fungsi fisik.

c) Pelayanan fisioterapi di Rumah Sakit Khusus

Pelayanan fisioterapi di rumah sakit khusus, menurut

klasifikasinya, memberikan pelayanan kesehatan untuk gangguan

gerak dan fungsi tubuh tertentu, tergantung kekhususan pelayanan

rumah sakit.
d) Pelayanan fisioterapi di Praktik Mandiri

Pelayanan fisioterapi dalam praktek individu memberikan

pelayanan fisioterapi individu dan/atau kelompok dalam bentuk

pendekatan pengembangan, pemeliharaan, restoratif, suportif,

preventif, kuratif dan rehabilitasi, tergantung pada kompetensi yang

diberikan oleh fisioterapis.

C. Kualitas pelayanan

1. Definisi

Kata kualitas memiliki banyak definisi. Salah satunya adalah bahwa

kualitas adalah keadaan dinamis yang terkait dengan memenuhi atau

melampaui harapan produk, layanan, orang, proses, dan lingkungan. Definisi

lain menjelaskan kualitas sebagai strategi bisnis fundamental untuk

menghasilkan barang dan jasa yang secara eksplisit dan implisit memenuhi

kebutuhan dan kepuasan konsumen internal dan eksternal, kualitas layanan

sangat penting untuk kelangsungan hidup dan mendapatkan kepercayaan

pelanggan. Menurut Kotler, definisi kualitas adalah semua karakteristik

produk atau jasa yang mempengaruhi kemampuannya untuk memenuhi

kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Berdasarkan beberapa pengertian

kualitas di atas dapat diartikan bahwa kualitas hidup kerja harus merupakan

suatu pola pikir, yang dapat menerjemahkan tuntutan dan kebutuhan pasar

konsumen dalam suatu proses manajemen dan proses produksi barang atau

jasa terus menerus tanpa hentinya sehingga memenuhi persepsi kualitas pasar

konsumen tersebut (Febriana, 2016).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

pelayanan merupakan suatu usaha untuk membantu menyiapkan atau


mengurus yang diperlukan orang lain. Definisi pelayanan yang lebih rinci

adalah suatu kegiatan atau sekumpulan kegiatan yang tidak terlihat dan terjadi

sebagai akibat dari interaksi antar konsumen, karyawan atau orang lain yang

disebabkan oleh penyedia layanan untuk tujuan menyelesaikan masalah

konsumen. Pelayanan juga didefinisikan sebagai aktivitas yang dilakukan oleh

seseorang atau sekelompok orang berdasarkan faktor material, dengan

menggunakan cara tertentu, melalui sistem tata cara, guna mencapai

kepentingan orang lain sesuai dengan haknya (Febriana, 2016).

Kualitas layanan dapat ditentukan oleh seberapa jauh perbedaan antara

kenyataan dan yang diharapkan pelanggan dari layanan yang mereka terima.

Sumber lain menyebutkan bahwa kualitas pelayanan adalah tingkat

keunggulan yang diharapkan dan yang mengendalikan tingkat keunggulan

untuk melayani konsumen. Jika pelayanan yang diterima memenuhi harapan,

maka kualitas pelayanan dianggap baik dan memuaskan. Kualitas pelayanan

dianggap optimal apabila pelayanan yang diterima melebihi harapan

pelanggan. Sebaliknya jika pelayanan yang diterima kurang dari yang

diharapkan, maka kualitas pelayanan dianggap buruk. Dari sini dapat kita

simpulkan bahwa kualitas pelayanan suatu perusahaan adalah sejauh mana

dapat berjalan sesuai harapan pelanggan (Febriana, 2016).

Kualitas pelayanan dapat dicapai dengan mewujudkan kebutuhan dan

keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi

harapan pelanggan. Kualitas layanan merupakan evaluasi kognitif jangka

panjang dari pelanggan terhadap penyampaian layanan dari suatu perusahaan.

Dengan demikian kualitas layanan (service quality) dapat diketahui dengan

cara membandingkan persepsi para pelanggan atas pelayanan yang secara


nyata mereka terima atau peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya

mereka harapkan atau inginkan terhadap atribut-atribut pelayanan suatu

perusahaan (Lily & Yurike, 2015).

D. Kepuasan pasien

1. Definisi

Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa Latin “satis” artinya

cukup baik, memadai dan “facio” artinya melakukan atau membuat. Kepuasan

bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu

memadai (Lily & Yurike, 2015). Kepuasan adalah emosi yang diperoleh dari

tingkat pelayanan yang dicapai setelah membandingkan dengan yang

diharapkan pasien. Kepuasan pasien adalah faktor utama dan sangat penting.

Jika pasien tidak puas dengan pelayanan yang diberikan, maka pasien tidak

akan mencari atau menerima pelayanan tersebut, meskipun pelayanan tersebut

tersedia, mudah diperoleh, dan mudah dijangkau (Butar-butar & Simamora,

2016). Kepuasan pasien merupakan salah satu tujuan peningkatan mutu

pelayanan medis karena kepuasan pasien merupakan hasil dari pelayanan

medis. Pasien menjadi tidak puas apabila kinerja pelayanan medis yang

diterimanya tidak sesuai dengan harapannya.

Kepuasan pasien merupakan hal yang sangat penting dalam pemberian

pelayanan medis. Karena pasien berhak menerima apa yang dianggapnya

sebagai pelayanan medis yang bermutu baik dengan cara yang memuaskan

(Tulangow & Jeiska, 2015). Rizal et al., (2021) menyebutkan kepuasan pasien

merupakan tolak ukur yang penting dalam menilai kualitas pelayanan yang

telah banyak digunakan dalam dunia kesehatan termasuk fisioterapi.


2. Faktor – faktor yang mempengaruhi

Menurut Yulianthini, SE & Suwendra (2016), faktor-faktor yang

mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan adalah sebagai

berikut:

a) Gambaran lingkungan dan struktural, misalnya arahan yang jelas,

lingkungan yang tenang, dan tersedianya ruang tunggu yang nyaman.

b) Kebersihan ruangan.

c) Hubungan interpersonal, misalnya apakah petugas memberikan

pelayanan dengan ramah dan hangat kepada pasien

d) Kompetensi klinis dari penyedia layanan kesehatan, misalnya

kemampuan staff, dan petugas untuk menunjukkan keterampilan dalam

tugas teknis, menyediakan informasi yang akurat dan penuh ketelitian.

e) Tarif pelayanan yang dapat dijangkau dan sesuai dengan yang

didapatkan oleh pasien.

E. Alat ukur

1. Kualitas pelayanan

Untuk mempermudah penilaian dan pengukuran kualitas pelayanan

dikembangkan suatu alat ukur kualitas layanan yang di sebut SERVQUAL

(service quality). SERVQUAL ini merupakan skala multi item yang dapat

digunakan untuk mengukur persepsi pelanggan atas kualitas layanan yang

meliputi lima dimensi yaitu (Puji Lestari, 2018):

a. Tangibles (bukti langsung), yaitu besarnya kemampuan satu pihak

dalam memberikan service kepada pihak eksternal. Performance dan

daya kekuatan dalam memberikan berbagai fasilitas dan bentuk nyata


dari perusahaan serta kehidupan disekitarnya adalah bukti nyata dari

service yang diberikan.

b. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memenuhi

kebutuhan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan.

c. Responsiveness (daya tangkap), yaitu kemampuan untuk membantu

dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada

para pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas.

d. Assurance (jaminan), adalah pengetahuan yang harus dimiliki pegawai

untuk menumbuhkan ketergantungan para pelanggan kepada pelayanan

perusahaan yang memiliki beberapa komponen antara lain:

a) Communication (komunikasi), yaitu selalu memberikan informasi

secara terus menerus dengan kata kata yang sopan dan tata

bahasa yang dapat dimengerti oleh konsumen.

b) Credibility (kredibilitas), adanya jaminan atas kepercayaan yang

diberikan kepada pelanggan, sifat kejujuran.

c) Security (keamanan), adanya keyakinan yang tinggi dari pasien

terhadap pelayanan yang diberikan.

d) Competence (kompetensi) yaitu adanya kemampuan yang

dimiliki dan dibutuhkan agar dapat memberikan pelayanan

kepada pelanggan.

e) Courtesy (sopan santun) dalam memberikan pelayanan kepada

pelanggan dan ramah.

e. Empathy (empati), yaitu dapat memahami keinginan dari pelanggan.


BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka konsep penelitian

Pelayanan fisioterapi

Praktik mandiri di Jawa Timur

Tujuan pelayanan

Indikator kualitas pelayanan

Tangibles Reliability Responsiveness Assurance Empathy


(bukti fisik) (kehandalan) (daya tanggap) (jaminan) (empati)

Bangunan Performance Ketepatan Keamanan Perhatian


Fasilitas Dependibility Kecepatan Pengetahuan Kepedulian
Informasi Kesopanan Keadilan

Kepuasan pasien

Gambar 3.1

B. Hipotesis penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka hipotesis penelitian yaitu adanya tingkat
kepuasan pasien yang tinggi terhadap layanan klinik mandiri fisioterapi di Jawa Timur.

Butar-butar, J., & Simamora, R. H. (2016). Hubungan Mutu Pelayanan Keperawatan Dengan

Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap di RSUD Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah.

Jurnal Ners Indonesia, 6(1), 51–64.

https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JNI/article/view/4358/4177

Febriana, N. I. (2016). Analisis Kualitas Pelayanan Bank Terhadap Kepuasan Nasabah Pada

Bank Muamalat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Tulungagung. An-Nisbah: Jurnal

Ekonomi Syariah, 3(1). https://doi.org/10.21274/an.2016.3.1.145-168

Hadiyati, I., Sekarwana, N., Sunjaya, D. K., & Setiawati, E. P. (2017). Konsep Kualitas

Pelayanan Kesehatan berdasar atas Ekspektasi Peserta Jaminan Kesehatan Nasional.

Majalah Kedokteran Bandung, 49(2), 102–109.

https://doi.org/10.15395/mkb.v49n2.1054

Kaseger, H., Akbar, H., Amir, H., Astuti, W., & Ningsih, S. R. (2021). Analisis Faktor

Kualitas Pelayanan yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien dalam Pelayanan Rawat Jalan

di Wilayah Kerja Puskesmas X. Jurnal Ilmiah Kesehatan Karya Putra Bangsa, 3(1),

23–33.

Kemenkes. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2015

Tentang Standar Pelayanan Fisioterapi. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1662,

39–55.

Lily, H., & Yurike, V. (2015). Pengaruh Kualitas Layanan Dan Persepsi Harga Terhadap

Kepuasan Pelanggan Pada Maskapai Penerbangan Tiger Air Mandala. E-Journal

WIDYA Ekonomika, 1(2338–7807), 11.

Manurung, N. S. (2017). Manajemen Proses Fisioterapi Pada Satu Rumah Sakit Swasta Di
Jakarta Timur. Jurnal Ilmiah Fisioterapi, 20, 54. http://repository.uki.ac.id/2986/

Megatsari, H., Laksono, A. D., Ridlo, I. A., Yoto, M., & Azizah, A. N. (2019). Perspektif

Masyarakat Tentang Akses Pelayanan Kesehatan. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan,

21(4), 247–253. https://doi.org/10.22435/hsr.v21i4.231

Morera-Balaguer, J., Botella-Rico, J. M., Catalán-Matamoros, D., Martínez-Segura, O. R.,

Leal-Clavel, M., & Rodríguez-Nogueira, Ó. (2021). Patients’ experience regarding

therapeutic person-centered relationships in physiotherapy services: A qualitative study.

Physiotherapy Theory and Practice, 37(1), 17–27.

https://doi.org/10.1080/09593985.2019.1603258

Nopiani, C. S. (2019). Pelayanan Kesehatan Masyarakat Di Puskesmas Simpang Tiga

Kecamatan Banyuke Hulu Kabupaten Landak. Jurnal Ilmu Manajemen Dan Akuntansi,

7(1), 1–7.

Nugroho, Y. S., Achmad, F., & Rohman, M. (2019). program studi Pendidikan Vokasional.

5(0274), 375637.

Puji Lestari, F. A. (2018). Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan terhadap

Kepuasan Pelanggan. Sosio E-Kons, 10(2), 179.

https://doi.org/10.30998/sosioekons.v10i2.2718

Rizal, F., Marwati, T. A., & Solikhah, S. (2021). Dimensi Kualitas Pelayanan Dan

Dampaknya Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien: Studi Di Unit Fisioterapi. Jurnal

Kesmas (Kesehatan Masyarakat) Khatulistiwa, 8(2), 54.

https://doi.org/10.29406/jkmk.v8i2.2624

Sriyanti, C. (2016). Mutu Layanan Kebidanan dan Kebijakan Kesehatan. In modul bahan

ajar cetak kebidanan.


Sulaiman, S., & Anggriani, A. (2019). Hubungan Mutu Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien

di Poli Fisioterapi RSU Siti Hajar. Jurnal Endurance, 4(2), 252.

https://doi.org/10.22216/jen.v4i2.3965

Tennakoon, T., & de Zoysa, P. (2014). Patient satisfaction with physiotherapy services in an

Asian country: A report from Sri Lanka. Hong Kong Physiotherapy Journal, 32(2), 79–

85. https://doi.org/10.1016/j.hkpj.2014.07.001

Tulangow, T., & Jeiska, R. (2015). Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Kepuasan Pasien di Instalasi Rawat Inap F RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado. Jikmu,

5(2a), 354–361.

Varadina Ayu N. (2016). Model Pelayanan Kesehatan (Studi Deskriptif Tentang Model

Pelayanan Program Antenatal care di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang).

Kebijakan Dan Manajemen Publik, 4. https://doi.org/10.1016/j.midw.2020.102780

Wowor, H., Liando, D. M., & Rares, J. (2016). PELAYANAN KESEHATAN DI PUSAT

KESEHATAN MASYARAKAT (PUSKESMAS) AMURANG TIMUR KABUPATEN

MINAHASA SELATAN. Jurnal Ilmu Sosial & Pengelolaan Sumberdaya

Pembangunan, 3, 103–122.

Bramantoro, Taufan.Pengantar Klasifikasi Dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan : Penjelasan

Praktis Dari Undang-undang Dan Peraturan Menteri Kesehatan / Taufan

Bramantoro .2017

Yulianthini, N. N., SE, M., & Suwendra, I. W. (2016). Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Kepuasan Pasien Rawat Inap. Jurnal Manajemen Indonesia, 4(1).

Anda mungkin juga menyukai