II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Ayam sentul merupakan salah satu jenis ayam lokal yang berasal dari
wilayah Ciamis, Jawa Barat dan memiliki potensi yang tinggi sebagai penghasil
telur dan daging. Ayam sentul telah dibudidayakan secara turun temurun sejak abad
ke-8 dan memiliki wilayah sebaran di Provinsi Jawa Barat antara lain Kabupaten
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Aves
Subkelas : Neornithes
Ordo : Galliformes
Famili : Phasianidae
Genus : Gallus
11
Salah satu keunggulan ayam sentul dibanding ayam lokal lainnya terletak
pada sifat fisik yang khas, terutama pada warna bulu yang bervariasi diantaranya
dominan abu-abu, variasi abu kehitaman, abu keemasan, abu putih, dan pada jantan
ujung helai bulu dihiasi warna merah, kuning, maupun hijau bergantung pada galur
ayam sentul tersebut (Kementan, 2013; Mariandayani, dkk., 2013). Sifat unggul
ayam sentul juga terlihat dari pertumbuhan yang lebih cepat, lebih tahan penyakit,
serta produksi telur yang relatif lebih tinggi dibandingkan ayam lokal lain.
Widjastuti (2009) menyatakan bahwa dalam satu periode peneluran ayam sentul
mampu menghasilkan telur sebanyak 10-18 butir dengan fertilitas di atas 80% dan
daya tetas 70-80%. Secara kuantitatif, bobot ayam sentul jantan dewasa berkisar
antara 2,0-2,6 kg sementara betina 1,3-1,6 kg, waktu dewasa kelamin dan bertelur
pertama dicapai kurang lebih pada umur 6 bulan dengan produksi telur tahunan
Isyanto, 2018).
Berdasarkan warna bulu, ayam sentul terbagi atas enam galur, dimana tiap
bahwa ayam sentul terdiri atas galur Sentul Abu (abu polos), Sentul Batu (abu
kehitaman), Sentul Debu (abu seperti debu), Sentul Geni (abu kemerahan), Sentul
Emas (abu kekuningan), dan Sentul Jambe (abu dengan merah jingga). Perbedaan
warna bulu yang terdapat antar galur memiliki keterkaitan dengan produktivitas
Ayam sentul dengan warna bulu lebih gelap cenderung menyerap panas lebih
12
banyak dibandingkan yang berbulu lebih terang (Meyliyana, dkk., 2013) Hal ini
tubuh saat mengalami paparan panas yang jika berlebih berdampak pada heat
stress.
Mengkudu (Morinda citrifolia L.) telah dikenal sejak 1500 tahun lalu oleh
penyakit. Seluruh bagian tanaman mengkudu mulai dari akar, kulit batang, daun,
dan buah dapat dimanfaatkan untuk mengobati berbagai jenis penyakit seperti
pernapasan dan lain sebagainya (Bangun, dkk., 2002; Wang, dkk., 2002)
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheophyta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
13
Subkelas : Asteridae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Subfamili : Rubioideae
Genus : Morinda
tanaman tropis yang hidup secara liar dan dapat tumbuh di tepi pantai hingga
ketinggian 1.500 m di atas permukaan laut, baik di lahan subur maupun marginal.
hijau mengkilap dengan ukuran besar, tebal, dan berbentuk jorong lanset dengan
ukuran 15-50 × 5-17 cm. Perbungaan bertipe bonggol bulat dengan mahkota bunga
berwarna putih berbentuk corong yang panjangnya dapat mencapai 1,5 cm. Buah
masak, dan setelah matang berwarna putih transparan bertekstur lunak. Buah
mengkudu lunak banyak mengandung air yang beraroma seperti keju busuk,
dimana bau tersebut timbul akibat bercampurnya asam kaprik, asam kaproat, dan
asam kaprilat yang menyumbangkan bau tengik dan rasa tidak enak (Bangun, dkk.,
2002).
Tanaman mengkudu baik akar, kulit, daun, bunga, dan buah mengandung
glikosida flavon, linoleat acid, alizarin, amino acid, acubin, L-asperuloside, kaproat
acid, kaprilat acid, ursolat acid, rutin, proxeronine, dan terpenoid yang memiliki
khasiat sebagai fitofarmaka. Dilaporkan dari penelitian Yang, dkk (2008) bahwa
daun mengkudu mengandung flavonoid total sebanyak 245 mg/100 g fw, dimana
asperulosida, dan alizarin yang aktif berperan sebagai antimikroba terutama bakteri
dan jamur sehingga penting digunakan dalam mengatasi peradangan dan alergi.
dan Shigella sp. (Sari, 2015). Salah satu senyawa alkaloid utama yang terkandung
yang tidak mengandung gula, asam amino, dan asam nukleat. Xeronine berperan
inaktif, dan mengatur fungsi protein sel. Bangun, dkk (2002) juga melaporkan
yang lengkap diantaranya karbohidrat 52,42%, serat kasar 33,38%, air 7,12%, abu
4,82%, lemak 1,51%, dan protein 0,75%. Mineral yang terkandung diantaranya
kalium (30-150 ppm), kalsium, natrium, magnesium, dan selenium yang merupakan
salah satu antioksidan yang kuat. Sementara kandungan vitamin C berkisar antara
dapat mencegah dari kondisi stress oksidatif akibat radikal bebas dan peroksidasi
lipid. Berdasarkan penelitian Cohen dan Braun (2007) terhadap aktivitas radikal
anion superoksida, sari buah mengkudu memiliki aktivitas antioksidan yang lebih
besar dibanding senyawa antioksidan lain yaitu 2,8 kali vitamin C, 1,4 kali
piknogenol, dan 1,1 kali bubuk biji anggur. Sementara penelitian Su, dkk (2005)
pada ekstrak buah mengkudu terhadap radikal bebas tipe 2,2-diphenyl picryl
iridoid lainnya yang memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan terhadap radikal
bebas yang diujicobakan. Selain itu kandungan xeronine dan mineral selenium
dalam buah mengkudu juga berperan sebagai antioksidan yang baik pula.
Tembaga (Cu) merupakan salah satu mineral mikro yang sangat diperlukan
oleh mahluk hidup termasuk unggas. Mineral ini berperan dalam proses
erat dengan sejumlah aktivitas enzim oksidasi dan reduksi intra maupun
elektron dalam sel, tirosinase untuk produksi melanin kulit, superokside dismutase
hidroksilase dalam produksi sitokolamin dalam otak dan kelenjar adrenal, lisil
16
oksidase dalam mendukung cross linking antara elastin dan kolagen, serta
pencernaan dan dibawa oleh darah lalu berikatan dengan protein albumin.
Tembaga dilepas di jaringan hati dan ginjal lalu berikatan dengan protein
tembaga dari total kandungan tembaga dalam tubuh. Tembaga dieksresikan paling
banyak melalui empedu, sedikit dalam urin, dan relatif sedikit dalam keringat serta
terhuyung-huyung, mudah jatuh, dan jika dibiarkan dapat mati seketika. Gangguan
lain yang dapat muncul diantaranya gangguan pada tulang dan saluran pencernaan,
kemandulan, depigmentasi pada rambut, serta lesi pada saraf otak dan tulang
berdampak pada tertimbunnya tembaga dalam hati hingga terjadi hemolisis sel
darah merah yang berujung pada pecahnya sel darah akibat lapisan sel mengalami
umumnya berupa senyawa garam tembaga seperti tembaga sulfat, tembaga oksida,
tembaga karbonat, dan tembaga proteinat. Untuk unggas, tembaga biasa diberikan
dalam bentuk tembaga oksida (Baker, dkk., 1991). NRC (1980) menetapkan
batasan maksimal pemberian logam mineral dalam pakan yang aman untuk
2.3.2 Zn
dalam menjaga dan memelihara kesehatan tubuh melalui keterlibatan dalam proses
metabolisme dan fungsi berbagai enzim. Mineral ini dibutuhkan oleh organ tubuh
seperti kulit, mukosa saluran cerna, dan hampir seluruh sel. Zn banyak berperan
dalam berbagai aktivitas enzim, pertumbuhan dan diferensiasi sel, serta penting
ternak relatif sedikit, namun mutlak harus ada karena Zn tidak dapat dikonversi dari
polimerase (RNA, DNA) dan sintesis protein; berperan dalam pertumbuhan dan
tersebut dari hati; membentuk kompleks insulin seng dalam sel R-beta pankreas dan
merilis insulin jika diperlukan; serta memegang peranan sebagai komponen penting
penyusun struktur dan fungsi membran sel (Underwood, 2001; Linder, 1985;
jaringan tertentu yang dominan menyimpan Zn. Namun, konsentrasi tertinggi dari
Zn terdapat pada jaringan tulang, liver, kulit, dan bulu. Konsentrasi mineral Zn
dalam organ tidak tetap dan bervariasi tergantung umur, jenis kelamin, dan jumlah
mineral yang terdapat dalam pakan. Tingkat absorbsi Zn pada ternak ayam berkisar
dengan adanya asam fitat dalam ransum yang berasal dari biji-bijian, dimana
senyawa ini mampu mengikat Zn secara kuat di dalam saluran pencernaan. Prasad
Defisiensi Zn pada unggas umumnya terjadi pada anak ayam dengan gejala
tidak alami, luka pada sayap dan kaki, serta parakeratosis pada kulit dan
lainnya, dimana ternak unggas memiliki toleransi 20-30 kali dosis optimum Zn
mineral Zn dalam ransum unggas menurut NRC (1994) sebesar 40-75 mg/kg
ransum.
2.4 Kreatinin
fosfokreatin yang terjadi di otot. Kreatin bukan merupakan derivat dari otot itu
sendiri, melainkan disintesis melalui dua tahap di ginjal dan hati. Sintesisnya
berawal dari perubahan gugus guadino dari arginin menjadi glisin di ginjal dan
dalam otot dimana keberadaannya berkaitan dengan siklus ATP dan penyediaan
sintesis ATP dari ADP melalui perombakan fosfokreatin agar konsentrasi ATP
ATP dengan hasil samping berupa kreatin. Karena reaksi dengan kreatin kinase
20
bersifat ireversibel, kreatin yang dihasilkan akan difosforilasi oleh ATP sehingga
kecil kreatin diubah menjadi kreatinin yang dilepas ke aliran darah melalui suatu
Kreatinin yang dihasilkan akan dibawa oleh aliran darah menuju ginjal
untuk difiltrasi dan dieksresikan melalui urin. Kreatinin dengan bebas melintasi
membran glomerulus dan hanya sebagian kecil yang disekresikan ke dalam tubulus
nefron sehingga kreatinin tidak mengalami proses reabsorbsi, bahkan jika kadar
kreatinin dalam serum darah tinggi sejumlah kecil kreatinin akan disekresikan oleh
tubulus proksimal (Todd dan Sanford, 1974). Kramer, dkk (2004) menyatakan
bahwa peningkatan kadar kreatinin dalam darah dan jumlah kreatinin dalam urin
merupakan indeks laju filtrasi glomerulus (LFG) yang lebih teliti dibandingkan
nitrogen urea darah karena kecepatan produksinya terutama dipengaruhi massa otot
yang jarang sekali mengalami perubahan, selain itu kreatinin juga tidak mengalami
reabsorbsi.
(2) Aktivitas fisik yang tinggi dapat meningkatkan kadar kreatinin darah
(3) Gangguan fungsi filtrasi glomerulus, nefrosis tubulus akut, dan gagal ginjal
(4) Asupan makanan tinggi protein dapat meningkatkan kadar kreatinin darah
Nitrogen urea darah merupakan konsentrasi urea dalam plasma atau serum
darah dan merupakan produk akhir dari katabolisme asam amino yang dibentuk di
hati kemudian didistribusikan menuju ginjal untuk dieksresikan melalui urin. Price
(2005) menyatakan bahwa urea merupakan produk utama dari metabolisme protein
dalam tubuh. Urea dalam konsentrasi yang tinggi bersifat toksik karena sifatnya
mengukur jumlah nitrogen sehingga sering disebut sebagai urea nitrogen darah
(Blood Urea Nitrogen/ BUN). Urea dibentuk di hati melalui empat tahapan antara
lain transaminasi, deaminasi oksidatif glutamat, transpor amonia, dan reaksi siklus
Siklus urea berlangsung di matriks mitokondria dan sitosol dari sel hati.
Dalam matriks mitokondria terjadi dua jenis reaksi, pertama adalah reaksi
sitrulin dari karbomil fosfat dan ornitin. Sementara reaksi yang terjadi dalam sitosol
membebaskan urea dan membentuk kembali ornitin. Ornitin, sitrulin, dan arginin
merupakan jenis asam amino. Siklus ini berlangsung secara kontinu untuk
22
indikator laju filtrasi ginjal (LFG) selain kreatinin karena pembuangannya diatur
oleh ginjal. Oleh karenanya, jika terjadi kerusakan sel glomerulus maka filtrasi urea
akan menurun dan menyebabkan urea yang beredar dalam aliran darah menjadi
aminoglikosida
(5) Kelainan fungsi ginjal seperti nephritis sekunder, nephritis akut, nephritis