Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jamur merupakan tumbuhan yang mudah dijumpai di alam bebas misalnya di
hutan atau pun kebun.  Jamur dapat tumbuh di mana–mana terutama pada musim
hujan.  Jamur yang ada di alam ini sangat bermacam–macam dan masing–masing
memiliki ciri yang berbeda.
Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan jamur yang banyak digemari
oleh masyarakat.  Selain kelezatannya, jamur tiram juga sangat bermanfaat bagi
kesehatan tubuh.  Kandungan gizinya yang tinggi dengan berbagai macam asam
amino esensial yang terkandung di dalamnya, jamur tiram juga mengandung
senyawa-senyawa lainnya yang penting bagi aspek medis.  Pada masyarakat
Jepang dan Cina, menu makanan yang terbuat dari jamur sudah menjadi menu
yang turun temurun karena mengetahui khasiatnya yang sangat baik bagi tubuh.
Di Indonesia, konsumsi jamur tiram dari tahun ke tahun diketahui semakin
meningkat seiring dengan kebutuhan masyarakat akan produk pangan yang sehat
dan terjangkau (ganeshamicsoft.indojamur.com, 2010).
Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian
dalam ganeshamicsoft.indojamur.com (2010), kandungan gizi jamur tiram terdiri
atas protein rata-rata sebanyak 3.5–4% dari berat basah.  Berarti dua kali lipat
lebih tinggi dibandingkan asparagus dan kubis.  Bila diukur berat kering
kandungan proteinnya 19-35%. Sedangkan beras hanya 7,3%, gandum 13,2%,
kedelai 39,1% dan susu sapi 25,2%.
Jamur mempunyai nilai gizi tinggi terutama kandungan proteinnya 15-20 %
dari berat keringnya.  Daya cernanya pun tinggi mencapai 34-89 %.  Sifat nutrisi
kelengkapan asam amino yang dimiliki oleh jamur lebih menentukan mutu
gizinya.  Jamur segar umumnya mengandung 85-89 % air.  Kandungan lemak
cukup rendah antara 1,08-9,4 % dari berat kering terdiri dari asam lemak bebas
mono ditriglieserida, sterol dan phoshpolipida
(Jamurtiramputih’s Weblog.htm..  2008).
Sedangkan karbohidrat terbesar dalam bentuk heksosan dan pentosan polimer
karbohidrat dapat berupa glikogen, khitin dan sebuah polimer N-asetil glikosamin
yang merupakan komponen struktural sel jamur.  Khitin merupakan unsur utama
serat jamur titam putih (Jamurtiramputih’s Weblog.htm., 2008).
Jamur juga merupakan sumber vitamin antara lain thiamin, niacin, biotin dan
asam askorbat.  Vitamin A dan D jarang ditemukan pada jamur, namun dalam
jamur tiram putih terdapat ergosterol yang merupakan prekursor vitamin D.
Jamur umumnya kaya akan mineral terutama phosphor, mineral lain yang
dikandung, diantaranya kalsium dan zat besi
(Jamurtiramputih’s Weblog.htm., 2008).
Makin hari budidaya jamur tiram semakin diminati oleh berbagai
kalangan.  Mulai dari pegawai negeri hingga pegawai swasta.  Hal ini tampaknya
akibat dari imbas meningkatnya pengetahuan masyarakat akan manfaat dan
kandungan gizi jamur tiram.  Jenis jamur konsumsi ini memiliki nilai yang
ekonomis karena dapat dikonsumsi dari berbagai kalangan.  Nilai ekonomi
jamur tiram berkisar antara Rp 7.000 – Rp 8.000 / kg di tingkat petani daerah
Bogor.  Sedangkan harga jual jamur tiram di luar pulau jawa lebih besar lagi
nilainya.  Misalnya saja di Lampung Rp 10.000 – Rp 12.000 untuk setiap
kilogram nya dari petani.

B. Tujuan Praktikum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Tjitrosoepomo (2001), menyatakan bahwa jamur tiram (Pleurotus


ostreatus) memiliki tudung berbentuk setengah lingkaran mirip
cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung dan berwarna putih hingga
krem, memiliki tangkai yang tumbuh menyamping, bentuknya seperti tiram
(ostreatus), permukaannya hampir licin, diameter 5-20 cm. Tepi tudung mulus
sedikit berlekuk. Pada waktu muda, tubuh buah diselubungi oleh velum universal.
Jiak tubuh membesar, tinggallah selaput pada pangkal tangkai tubuh buah sebagai
bursa. Dari tepi tubuh buah ke tangkai terdapat pula selaput yang menutupi sisi
bawah tubuh buah dinamakan velum partiale. Jika tubuh buah membesar, maka
selaput ini akan robek dan merupakan suatu cicncin (annulus) pada bagian atas
tubuh buah. Himenofora pada sisi bawah tubuh buah, membentuk papan-papan
atau lamella yang tersusun radial, dapat juga himenofora membuat tonjolan
berupa buluh-buluh. Himenium meliputi sisi bawah tubuh buah tadi dan mula-
mula terletak di bawah velum partiale. Letak himenium yang demikian itu disebut
angiokarp.
Darma (2002), menyatakan bahwa Kandungan nutrisi jamur kuping
sendiri terdiri kadar air, protein, lemak, karbohidrat, serat, abu dan nilai energi
sebesar 351 kal. Kandungan lemak di dalam jamur, lebih dari 72% lemak dalam
jamur ini termasuk unsaturated sehingga aman dan sehat jika dimakan. Vitamin di
dalam jamur ini sendiri terdiri atas thiamine (vit. B-1), riboflavin (vit. B-
2), niasin, biotin,vitamin C, dan sebagainya. Sedangkan, kandungan mineral jamur ini
tersusun oleh K, P, Ca, Na, Mg, Cu, dan beberapa elemen mikro lainnya. Kandungan
serat di dalam jamur berkisar antara 7,4-27,6%.
Gunawan (2000), menyatakan bahwa Jenis jamur kuping yang paling
memiliki nilai bisnis yang tinggi adalah yang memiliki warna coklat pada bagian
atas tubuh buah dan warna hitam pada bagian bawah tubuh buah, serta ukuran
tubuh buah kecil. Jamur kuping merupakan salah satu jamur konsumsi yang
umum dikeringkan terlebih dahulu, kemudian direndam dengan air dalam waktu
relatif singkat sehingga jamur ini akan kembali seperti bentuk dan ukuran
segarnya.
Hastiono (2004), menyatakan bahwa Cara reproduksi vegetatif dari jamur
kuping adalah dengan membentuk tunas, dengan konidia, dan fragmentasi
miselium. Sedangkan, reproduksi generatif jamur kuping adalah dengan
menggunakan alat yang disebut basidium, basidium berkumpul dalam badan yang
disebut basidiokarp, yang selanjutnya menghasilkan spora yang disebut
basidiospora.
Kistinnah (2010), menyatakan bahwa secara alamiah, jamur dapat
berkembang biak dengan dua cara, yaitu secara aseksual dan seksual. Secara
aseksual dilakukan dengan pembelahan, yaitu dengan cara sel membagi diri untuk
membentuk dua sel anak yang serupa, penguncupan, yaitu dengan cara sel anak
yang tumbuh dari penonjolan kecil pada sel inangnya atau pembentukan spora.
Spora aseksual ini berfungsi untuk menyebarkan speciesnya dalam jumlah yang
besar dengan melalui perantara angin atau air. Ada beberapa macam spora
aseksual, di antaranya seperti berikut:
a.      Konidiospora, merupakan konidium yang terbentuk di ujung atau di sisi hifa. Ada
yang berukuran kecil, bersel satu yang disebut mikrokonidium, sebaliknya
konidium yang berukuran besar dan bersel banyak disebutmakrokonidium.
b.      Sporangiospora, merupakan spora bersel satu yang terbentuk dalam kantung yang
disebut sporangium, pada ujung hifa khusus.
Suriawiria (2000), menyatakan bahwa untuk kehidupan dan perkembangan
jamur memerlukan sumber nutrient atau makanan dalam bentuk unsur-unsur
kimia, misalnya nitrogen, fosfor, belerang, kalium, karbon yang telah tersedia
dalam jaringan kayu, walaupun dalam jumlah yang sedikit. Oleh karena itu,
diperlukan penambahan dari luar, misalnya dalam bentuk pupuk yang digunakan
sebagai campuran pembuatan substrat tanaman atau media tumbuh jamur.
Budiati (2010) bentuk umum jamur berupa benang-benang yang dilapisi
dinding sel kaku yang disebut hifa. Hifa bercabang-cabang membentuk miselium.
Beberapa jamur uniseluler misalnya khamir (ragi) tidak membentuk miselium.
Terdapat dua jenis miselium yaitu miselium vegatatif/somatik  berfungsi untuk
menyerap zat organik dari lingkungannya, sedangkan miselium
reproduktif  menghasilkan spora untuk perkembangbiakan. Beberapa jenis jamur
pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan membentuk miselium yang
membulat yang tahan terhadap pengaruh lingkungan yang disebut sklerotia.
Oktavita (2009), menyatakan bahwa jamur tiram putih merupakan salah
satu jamur kayu yang sekarang telah banyak dibudidayakan orang. Media tanam
atau substratnya yang sudah umum digunakan adalah gergajian kayu alba
(sengon), tetapi sembarang gergajian kayu sebetulnya dapat digunakan, tentunya
kayu yang tidak beracun, kemudian di campur dengan bahan-bahan yang lain
dengan berbandingan tertentu. Faktor penting yang harus diperhatikan dalam
budidaya jamur tiram ini adalah masalah higienis, aplikasi bibit unggul, teknologi
produksi bibit (kultur murni, bibit induk, bibit sebar), teknologi produksi media
tumbuh/substrat dan pemeliharaan serta cara panen jamur tiram. Pada budidaya
jamur tiran suhu udara memegang peranan yang penting untuk mendapatkan
pertumbuhan badan buah yang optimal. Pada umumnya suhu yang optimal untuk
pertumbuhan jamur tiram, dibedakan dalam dua fase yaitu fase inkubasi yang
memerlukan suhu udara berkisar antara 22-28o C dengan kelembabon 60-70 %
dan fase pembentukan tubuh buah memerlukan suhu udara antara 16-22o C.
Pasaribu (2002), menyatakan bahwa Jamur kuping mempunyai bentuk
tubuh buah kecil (sering disebut jamur kuping tikus) digemari oleh konsumen
karena waranya lebih muda, dan rasanya sesuai dengan selera.  Jamur kuping yang
tubuh buahnya melebar (jamur kuping gajah) rasanya sedikit kenyal atau alot
sehingga kurang disenangi karena harus diiris kecil-kecil bila akan dimasak. Jamur
kuping selain untuk ramuan makanan juga unuk pengobatan yaitu untuk mengurangi
panas dalam, dan juga mengurangi rasa sakit pada kulit akibat luka bakar.
Philip (2006), menyatakan bahwa Jamur kuping (Auricularia auricula)
merupakan salah satu kelompok jelly fungi yang masuk ke dalam kelas
Basidiomycota dan mempunyai tekstur jelly yang unik. Fungi yang masuk ke
dalam kelas ini umumnya makroskopis atau mudah dilihat dengan mata
telanjang. Miseliumnya bersekat dan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:
miselium primer (miselium yang sel-selnya berinti satu, umumnya berasal dari
perkembangan basidiospora) dan miselium sekunder (miselium yang sel penyusunnya
berinti dua, miselium ini merupakan hasil konjugasi dua miselium primer atau
persatuan dua basidiospora).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu Pelaksanaan
1. Hari/Tanggal : Sabtu / 27 April 2019
2. Waktu : 11.00 WITA - Selesai
3. Tempat : Celebes Mushroom Farm (Desa Simbang, Kecamatan
Simbang, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan)

B. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Timbangan
b. Ember
c. Drum Sterilisasi
d. Alas Pencampur
e. Alat Pencampur
f. Plastik log
g. Cincin paralon
h. Kapas
i. Karet gelang
j. Spatula
k. Rak
l. Semprotan
m. Pembakar spiritus
n. Korek api
2. Bahan
a. Serbuk kayu
b. Bekatul
c. Serbuk kapur
d. Air
e. Bibit jamur tiram
f. Alkohol

C. Cara Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Menimbang bahan yang digunakan media (serbuk kayu, bekatul, serbuk
kapur) dengan perbandingan serbuk kayu (100) : Bekatul (10) :  Serbuk
kapur (1)
3. Mencampur bahan yang ada sesuai takaran dan mengaaduknya secara
merata
4. Menambahkan air ke dalam campuran secukupnya dan memperhatikan
ketika bahan diperas tidak keluar airnya (kandungan air 80 % dari bahan
kering )
5. Bahan campuran tersebut selanjutnya dimasukan ke dalam plastik
transparan tetapi jangan sampai ½ penuh. Masukan sisa plastik ke ring
cincin paralon lalu ikat dengan karet gelang,bagian yang berlubang
ditengah cincin diisi kapas secukupnya kemudian ditutup kertas koran dan
diikat dengan kater gelang
6. Bahan yang sudah dibungkus plastik dimasukan kedalam drum untuk
proses sterilisasi .Air untuk mengukus hanya 25 cm dari dasar
drum.Lamanya proses pengukusan 3 jam dengan suhu 100ºC 
7. Setelah selesai sterilisasi ,media-media tersebut didinginkan minimal 5
jam kemudian buka cincinnya untuk memasukan bibit jamur
menggunakan spatula yang sudah diberi alkohol dan telah dipanaskan
untuk mensterisasi alat (spatula) yang digunakan
8. Setelah selesai memasukan bibit jamur,media didiamkan selama 2-3 bulan
dengan penyiraman secara rutin (3x sehari) sampai jamur tumbuh dan siap
dipanen
BAB IV
HASIL DAN PENGAMATAN

A. Hasil Pengamatan
BAGLOG
MINGGU
JAMUR TIRAM

B. Pembahasan
Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat
menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang
berklorofil. Oleh karena itu, jamur mengambil zat-zat makanan yang sudah jadi
yang dibuat oleh organisme lain untuk kebutuhan hidupnya. Karena
ketergantungannnya terhadap organisme lain, maka jamur digolongkan sebagai
tanaman heterotrofik.

Jamur terdiri dari bermacam-macam jenis, ada yang merugikan dan ada yang
menguntungkan bagi kehidupan manusia. Jamur yang merugikan antara lain
karena bersifat patogen yaitu dapat menyebabkan penyakit pada manusia, hewan
maupun tumbuhan.

Budidaya jamur merupakan salah satu budidaya yang tidak mengenal musim dan
tidak membutuhkan tempat yang luas. Jenis-jenis jamur yang umum
dibudidayakan ialah jamur yang menguntungkan bagi manusia diantanya jamur
merang (Volvariella volvaceae),jamur tiram (Pleurotus ostreatus),jamur kuping
(Auricularia polytricha),jamur payung (Lentinus edodes),dan jamur kancing
(Agaricus Sp). Media untuk pertumbuhan jamur dapat menggunakan limbah yaitu
limbah pertanian(merang dan daun pisang) dan limbah industri (serbuk gergaji).
Ramuan atau campuran yang digunakan sebagai media juga bermacam-macam,
sedangkan metode yang digunakan untuk budidaya jamur ini juga bermacam-
macam, seperti cara ilmiah, konvensional,tradisional,dan semi modern.

            Jenis jamur yang kami budidayakan adalah jamur tiram putih (Pleurotus
ostreatus) dan juga jamur kuping (Auralia aurita).

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jamur kayu yang
sangat baik untuk dikonsumsi manusia. Selain karena memiliki rasa yang enak,
jamur tiram juga memiliki nilai gizi yang tinggi. Jamur tiram mengandung protein
sebanyak 19 – 35 % dari berat kering jamur, dan karbohidrat sebanyak 46,6 – 81,8
%. Selain itu jamur tiram mengandung  tiamin atau vit. B1, riboflavin atau vit.
B2, niasin, biotin serta beberapa garam mineral dari unsur-unsur Ca, P, Fe, Na,
dan K dalam komposisi yang seimbang. Bila dibandingkan dengan daging ayam
yang kandungan proteinnya 18,2 gram, lemaknya 25,0 gram, namun
karbohidratnya 0,0 gram, maka kandungan gizi jamur masih lebih lengkap
sehingga tidak salah apabila dikatakan jamur merupakan bahan pangan masa
depan.

Jamur tiram juga bermanfaat dalam pengobatan, seperti :

a.                   Dapat menurunkan tingkat kolesterol dalam darah.

b.                  Memiliki kandungan serat mulai 7,4 % sampai 24,6% yang sangat


baik bagi pencernaan.

c.                   Antitumor, antioksidan, dll.

Jamur tiram tumbuh pada serbuk kayu, khususnya yang memiliki serat lunak
seperti jenis kayu albasiah. Suhu optimum untuk pertumbuhan tubuh buah jamur
tiram adalah 20 – 28°C, dengan kelembaban 80 – 90 %. Pertumbuhan jamur tiram
membutuhkan cahaya matahari tidak langsung, aliran udara yang baik, dan tempat
yang bersih.

Jamur kuping (Auricularia Sp.) merupakan salah satu kelompok jelly fungi yang
masuk ke dalam kelas Basidiomycota dan mempunyai tekstur jelly yang unik.
Fungi yang masuk ke dalam kelas ini umumnya makroskopis atau mudah dilihat
dengan mata telanjang. Auricularia auricula umumnya kita kenal sebagai jamur
kuping. Jamur ini disebut jamur kuping karena bentuk tubuh buahnya melebar
seperti daun telinga manusia (kuping).

Karakteristik dari jamur kuping ini adalah memiliki tubuh buah yang kenyal
(mirip gelatin) jika dalam keadaan segar.Namun, pada keadaan kering, tubuh buah
dari jamur kuping ini akan menjadi keras seperti tulang. Bagian tubuh buah dari
jamur kuping berbentuk seperti mangkuk atau kadang dengan cuping seperti
kuping, memiliki diameter 2-15 cm, tipis berdaging, dan kenyal.
Warna tubuh buah jamur ini pada umumnya hitam atau coklat kehitaman akan
tetapi adapula yang memiliki warna coklat tua. Jenis jamur kuping yang paling
memiliki nilai bisnis yang tinggi adalah yang memiliki warna coklat pada bagian
atas tubuh buah dan warna hitam pada bagian bawah tubuh buah, serta ukuran
tubuh buah kecil. Jamur kuping merupakan salah satu jamur konsumsi yang
umum dikeringkan terlebih dahulu, kemudian direndam dengan air dalam waktu
relatif singkat sehingga jamur ini akan kembali seperti bentuk dan ukuran
segarnya.

Tahapan budidaya jamur yang kita lakukan ialah  :

1.      Persiapan media

            Tahapan pertama yang dilakukan untuk budidaya jamur tiram yaitu
menyiapkan media tanam. Media tanam yang umumnya digunakan antara lain
serbuk kayu, bekatul, dan serbuk kapur. Serbuk kayu yang digunakan yaitu serbuk
kayu yang sudah mengalami proses pengomposan atau telah didiamkan selama
beberapa saat.

            Kegunaan dari masing-masing media tanam, yaitu :

a.       Serbuk kayu sebagai media tumbuh miselium jamur tiram.

b.      Bekatul sebagai bahan makanan tambahan sebagai sumber karbohidrat,


lemak, dan protein.

c.       Serbuk kapur sebagai sumber mineral dan sebagai bahan untuk


mengokohkan media tanam.

2.      Pencampuran media

            Tahapan yang kedua dalam budidaya jamur tiram ini adalah pencampuran
media. Dari media tanam yang telah dipersiapakan yaitu sserbuk kayu, bekatul
dan serbuk kapur dicampur jadi satu dengan perbandingan tertentu. Adapun
perbandingannya yaitu serbuk kayu (100) : bekatul (10) : serbuk kapur (1).
Setelah tercampur, menambahkan air secukupnya dan memperhatikan ketika
bahan diperas tidak keluar airnya (kandungan air 80 % dari bahan kering ).

3.      Pengantongan

            Tahapan selanjutnya yaitu pengantongan. Media tanam yang telah


dicampur kemudian di masukkan di dalam kantong plastik yang tahan panas
dengan ukuran kurang lebih 2 kg. Media tanam yang dimasukkan kurang lebih ½
bagian dari plastik dan dipadatkan untuk membantu mempercepat tumbuhnya
hifa. Kemudian memasukan sisa plastik ke  cincin paralon lalu ikat dengan karet
gelang,bagian yang berlubang ditengah cincin diisi kapas secukupnya kemudian
diikat dengan karet gelang.

4.      Sterilisasi

            Setelah media selesai dikantong, media dimasukkan kedalam drum untuk
disterilisasi guna mematikan organisme hidup yang merugikan pertumbuhan
jamur, juga untuk menyempurnakan tahap akhir dari serbuk kayu sebagai media
tanam yang selektif untuk pertumbuhan jamur. Waktu yang diperlukan untuk
sterilisasi kurang lebih 3-4 jam dalam suhu 100ºC. Selesai sterilisasi baglock
diturunkan dan didiamkan hingga dingin. Karena media yang masih panas
nantinya akan menghambat pertumbuhan hifa. 

5.      Inakulasi bibit

            Inakulasi adalah tahap penanaman bibit. Saat proses inakulasi harus dalam
kondisi steril baik tempat, alat yang digunakan dan praktikkannya. Pada proses
inakulasi yang dilakukan adalah menyiapkan baglock. Kemudian menggunakan
spatula yang telah disterilkan memasukkan bibit kedalam baglock kurang lebih 3-
5 gram. Terakhir tutup kembali baglock dengan kapas dan tempatkan pada rak
yang sudah disediakan.

6.      Inkubasi
   Inkubasi adalah tahap akhir sebelum panen yaitu tahap perkembangan bibit
jamur. Proses inkubasi ini dilakukan di laboratorium budidaya jamur UMS.

                        Pada MKP Bud. Jamur ini hasil yang kami peroleh ialah terjadi
kontaminasi pada saat inkubasi. Hal ini ditan dai dengan adanya warna hitam yang
menyebar pada media yang merupakan tanda tumbuhnya bakteri atau jamur lain
yang tidak diinginkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga terjadi kontaminasai antara lain

1.      Kebersihan(kesterilan), merupakan faktor yang paling penting. Namun pada


saat proses pembuatan, pembuatan secara aseptik kurang terjaga, sehingga
menimbulkan kontaminsai.

2.      lingkungan yang digunakan juga kurang menjamin tingkat sterilitasnya.


Karena, tempat inkubasi yang berdekatan dengan tempat sterilisasi yang
merupakan gudang. Selain itu, tempat sterilisasinya juga berada di gudang,
sehingga memudahkan kontaminan masuk dengan mudah masuk ke media.

3.      Pada saat inolulasi, seharusnya setelah ditutup dengan kapas, ditutup lagi
dengan kertas koran(menurut sumber yang saya baca)
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pada saat budidaya jamur kali ini terjadi kontaminasi
2. Hal-hal yang mempengaruhi terjadi kontaminasi ialah, tingkat sterilisasi
yang kurang.
3. Budidaya jamur merupakan salah satu budidaya yang tidak mengenal
musim dan tidak membutuhkan tempat yang luas
4. Tahap-tahap budidaya jamur antara lain persiapan media, pencampuran
media, pengantongan, sterilisasi, inokulasi bibit, inkubasi.
5. Tempat yang cocok untuk budidaya jamur ialah(padad saat inkubasi)
tempat yang lembab, tidak terkena sinar matahari langsung, serta terjaga
kebersihannya.

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Budiati, Herni. 2010. Biologi untuk SMA kelas X. Jakarta : Gema Ilmu.

Darma, I. G. K. T. 2002. Diktat: Budidaya Jamur Pangan. Laboratorium


Pathology Hutan. Fakultas Kehutanan. Bogor : IPB.

Gunawan, A.W. 2000. Usaha Pembibitan Jamur. Jakarta: Penebar Swadaya.

Hastiono S. 2004. Hikmah hidup bersama cendawan. J Warta

Kistinnah, Idun. 2010. Biologi : Makhluk Hidup dan Lingkungannya. Jakarta :


Erlangga.

Oktavita. 2009. Tempat Budidaya Jamur Tiram.http://oktavita.com/tempat-


budidaya-jamur-tiram.htm. diakses 07 Januari 2013.

Pasaribu, D. R. Permana, E. R, Alda. 2002. Aneka Jamur Unggulan yang


Menembus Pasar. Jakarta: PT. Grasindo.

Phillips, Roger. 2006. Mushrooms. Pub. McMilan.

Suriawiria, H. U. 2000.Sukses Beragrobisnis Jamur Kayu, Shiitake, Kuping, dan


Tiram. Jakarta: Penebar Swadaya.

Tjitrosoepomo, Gembong. 2001. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press.


LAPORAN PRAKTKUM LAPANGAN MIKOLOGI
(BUDIDAYA JAMUR TIRAM)

OLEH

NAMA : NURHIDAYAH SYARIFUDDIN


NIM : 216 330 001
KELAS : VI.A
DOSEN : ARIYANTI, S.Pd.,M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
2019
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai