Anda di halaman 1dari 20

IV PEMBAHASAN

4.1 Budidaya Tanaman Kacang Panjang

Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) sudah lama dibudidayakan

oleh orang Indonesia. Sebenarnya kacang panjang berasal dari India dan Afrika.

Kemudian menyebar penanamanya ke daerah-daerah Asia Tropika hingga ke

Indonesia. Adapun klasifikasi kancang panjang adalah sebagai berikut: Divisi:

Spermatophyta; Kelas: Angiospermase; Ordo: Rosales; Famili: Leguminoceae;

Genus: Vigna; Spesies: Vigna sinensis L.

Kacang panjang merupakan tanaman semusim (annual) yang bersifat

membelit(merambat) dan setengah membelit. Daun kacang panjang merupakan

dau majemuk yang tersusun tiga helaian dan melekat pada tangkai daun yang agak

panjang serta berwarna kehijauan. Tiap tanaman kacang panjang

dapat menghasilkan 20-40 klaster, tiap klaster dapat menghasilkan 5-8 kuntum

bunga dan biasanya dari bunga yang terbentuk menjadi 3-5 polong (tergantung

jenisnya. Waktu mekar bunga sangat cepat (kurang lebih 2 jam) dan terbentuknya

polong sejak mulai terjadinya fertilisasi juga berlangsung cepat (10-14 hari)

dibanding jenis sayuran polong lainya.(Soedomo, 1998 yang dikutip oleh Ulum,

2007).

Kacang panjang bersifat dwiguna, artinya sebagai sayuran polong dan

sebagai penyubur tanah. Tanaman sebagai penyubur tanah karena pada

akarakarnya terdapat bintil-bintil bakteri Rhizobium. Bakteri tersebut berfungsi

mengikat nitrogen bebas dari udara. Maka dari itu kacang panjang banyak

ditanam oleh petani di pematang sawah baik monokultur maupun sebagai tanaman

sela. Selain itu kacang panjang banyak mengandung zat gizi seperti protein,

16
kalori, vitamin A dan vitamin B. Daun kacang panjang sangat baik bagi wanita

yang sedang menyusui karena dapat memperbanyak air susu ibu. Nilai gizi kacang

panjang dan daun kacang per 100 g bahan mengandung energi 44 Kkal, protein

2.7 g, Lemak 0.3 g, Karbohidrat 7.8 g, Ca 49 mg, P 437 mg, Fe 0.7 mg, vitamin A

50 RE, dan vitamin B 0.13 mg.

Kacang panjang dapat ditaman setiap saat dan dapat tumbuh dengan baik

pada ketinggian 0-800 m dpl. Jenis tanah yang cocok untuk pertumbuhannya

adalah latosol (lempung berpasir), regosol dan alluvial dengan pH 5,5 – 6,5. Suhu

udara yang dibutuhkan adalah 18-32º C dengan suhu optimal 25 ºC. Tanaman ini

membutuhkan banyak sinar matahari dan curah hujan berkisar antara 600-2.000

mm/tahun. Waktu tanam yang baik adalah awal atau akhir musim hujan.

Dalam pelaksanaan budidaya kacang panjang ketika praktikum, tidak

ditemui kendala yang berarti dalam hal penanganan hama dan penyakit. Hal ini

dikarenakan penyakit maupun hama yang menyerang tanaman kacang pada

kelompok delapan tidak banyak, sehingga untuk pengendalian dengan pestisida

tidak dilakukan. Pemupukan tetap dilakukan seperti biasanya. Pemupukan

dilakukan dengan menggunakan pupuk kimia yakni Urea, TSP, dan KCL dengan

dosis masing-masing adalah 150 kg.ha-1, 75 kg.ha-1, dan 100 kg.ha-1.

Dalam kegiatan budidaya kacang panjang, salah satu hal yng harus

diperhatikan adalah pemasangan lanjaran. Lanjaran sangat diperlukan karena tiper

pertumbuhan dari kacang panjang ini adalah melilit atau merambat. Selain itu,

lanjaran difungsikan agar buah tidak bersentuhan ketanah sehingga buah tidak

busuk.selain pemberian lanjaran, kegiatan pemangkasan juga penting dilakukan.

17
Hal ini bertujuan agar keadaan lingkungan sekitar pertanaman tidak lembab yang

dapat memicu munculnya patogen penyebab penyakit.

Pemanenan umumnya dilakukan setelah tanaman berumur 50-60 hari atau

bergatung pada varietas yang digunakan serta lokasi daerah penanaman. Ciri-ciri

kacang panjang yang sudah siap dipanen adalah polong sudah terisi penuh, polong

mudah dipatahkan, dan warna polong hijau merata. Pemanenan dapat dilakukan

dengan cara dipetik. Kegiatan pemanenan dapat dilakukan secara bertahap setiap

tiga hari sekali dan sebaiknya dilakukan pada saat pagi hari.

4.2 Budidaya Jamur

Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan jamur yang banyak digemari

oleh masyarakat. Selain kelezatannya, jamur tiram juga sangat bermanfaat bagi

kesehatan tubuh. Kandungan gizinya yang tinggi dengan berbagai macam asam

amino esensial yang terkandung di dalamnya, jamur tiram juga mengandung

senyawa-senyawa lainnya yang penting bagi aspek medis. Pada masyarakat

Jepang dan Cina, menu makanan yang terbuat dari jamur sudah menjadi menu

yang turun temurun karena mengetahui khasiatnya yang sangat baik bagi

tubuh. Di Indonesia, konsumsi jamur tiram dari tahun ke tahun diketahui semakin

meningkat seiring dengan kebutuhan masyarakat akan produk pangan yang sehat

dan terjangkau

Budidaya Jamur merupakan salah satu usaha peningkatan ekonomi dan

pangan yang sangat marak berkembang di masyarakat belakangan ini, bisnis dari

budidaya jamur memang menjanjikan hasil yang lumayan saat ini maka dari itu

banyak masyarakat yang turut serta dalam usaha budidaya jamur ini. Selain

mudah dalam proses pengerjaannya, budidaya jamur tidak membutuhkan modal

18
yang terlalu besar sehingga sangat tepat diterapkan pada masyarakat yang taraf

ekonominya sedang ataupun rendah, bahkan saat ini banyak petani padi, jagung,

tembakau maupun peternak yang banting stir berprofesi menjadi pembudidaya

jamur, bahkan membudidayakan jamur juga banyak diandalkan sebagai pekerjaan

sampingan.

Klasifikasi jamur tiram adalah sebagai berikut, kingdom: Myceteae;

Divisi: Amastigomycota; Subdivisi: Basidiomycotae; Kelas: Basidiomycetes;

Ordo: Agaricales; Familia: Agaricaeae; Genus: Pleurotus; Spesies: Pleurotus

ostreatus.

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) ialah jamur yang hidup di kayu

dan mudah dibudidayakan menggunakan substrat serbuk kayu yang dikemas

dalam kantong plastik dan diinkubasikan dalam rumah jamur (kumbung). Disebut

jamur tiram putih karena tubuh buahnya berwarna putih, dengan tangkai

bercabang dan tudungnya bulat seperti cangkang tiram berukuran 3-15 cm

(Suryani & Nurhidayat, 2011).

Djarijah (2001) menyatakan jamur tiram dapat dibedakan jenisnya

berdasarkan wama tubuh buahnya. Jamur tiram putih (Pleurotus florida dan

Pleurotus ostreatus) memiliki tudung berwarna putih dengan memiliki diameter 3

cm – 14 cm. Jamur tiram merah jambu (Pleurotus flabellatus, P. djamor, dan P.

incarnatus) memiliki tudung berwarna kemerah-merahan. Jamur tiram kelabu (P.

sayor caju atau P. cystidiosus) memiliki tudung berwarna abuabu kecoklatan atau

kuning kehitam-hitaman dengan lebar 6 cm – 14 cm. Jamur tiram abu-abu (P.

abalonus) dikenal dengan jamur abalon karena tudungnya berwarna putih sedikit

abu-abu dan abu-abu kecoklatan dengan lebar 5 cm – 12 cm. Jamur tiram kuning

19
kecoklatan (P. sapidus) memiliki diameter tudung 5-12 cm berwarna kuning

kecoklatan.

Shifriyah et al. (2012) menyatakan jamur tiram mengandung 5,49%

protein, 59% karbohidrat, 1,56% serat, 0,17% lemak. Selain itu, setiap 100 g

jamur tiram segar mengandung 8,9 mg kalsium, 1,9 mg besi, 17 mg fosfor, 0,15

mg vitamin B, 0,75 mg vitamin B2, 12,4 mg vitamin C, dan 45,65 kalori mineral.

Kalsum et al. (2011) menyatakan bahwa kandungan senyawa kimia jamur tiram

secara klinis berkhasiat mengobati berbagai penyakit seperti tekanan darah tinggi,

diabetes, anemia, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan polio,

influenza, dan kekurangan gizi. Jamur tiram juga mempunyai khasiat untuk

kesehatan adalah menghentikan pendarahan dan mempercepat pengeringan luka

pada permukaan tubuh, mencegah penyakit diabetes melitus, penyempitan

pembuluh darah, menurunkan kolesterol darah, kanker, serta memperlancar buang

air besar.

Tjokrokusumo (2008) menyatakan bahwa kandungan serat jamur tiram

yang kaya khitin cukup baik untuk memperbaiki kinerja metabolisme pencernaan

dan kandungan lemak yang rendah jamur tiram sangat disukai oleh masyarakat

karena membantu mengurangi kadar lemak dalam darah sehingga akan mampu

mencegah penyakit jantung koroner dan gula dalam darah, sehingga cocok bagi

orang yang menjalankan diet, penyakit kolesterol dan darah tinggi.

Dalam pelaksanaan budidaya jamur tiram perlu diperhatikan beberapa hal

yang sangat penting, diantaranya sterilisasi bahan dan waktu pelaksanaan

inokulasi harus sangat diperhatikan. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi

kontaminan pada baglog, sehingga jamur yang tidak diharapkan tidak tumbuh,

20
hanya jamur tiram saja yang tumbuh. Selain itu, suhu pada rumah kumbung juga

perlu diperhatikan. Salah satu cara menjaga suhu tersebut adalah dengan

melakukan pengabutan apabila suhu ruangan kumbung terlalu panas. Dalam

pembuatan kumbung juga perlu diperhatikan dalam hal sirkulasi udara, sehingga

suhu dan kelembaban udara pada kumbung tetap terjaga agar jamur dapat

berkembang dengan optimal.

4.3 Budidaya Hidroponik

Hidroponik (latin; hydro: air; ponos: kerja) adalah suatu metode bercocok

tanam tanpa menggunakan media tanah, melainkan dengan menggunakan larutan

mineral bernutrisi atau bahan lainnya yang mengandung unsur hara seperti sabut

kelapa, serat mineral, pasir, pecahan batubata, serbuk kayu, dan lain-lain sebagai

pengganti media tanah (Roidah, 2014). Prinsip dasar dari hidroponik adalah

memberikan atau menyediakan nutrisi yang dibutuhkan tanaman dalam bentuk

larutan.

Teknik budidaya tanaman secara hidroponik telah banyak digunakan oleh

petani di Indonesia khususnya untuk membudidayakan tanaman sayur. Budidaya

tanaman secara hidroponik memiliki beberapa keuntungan seperti : (1) tidak

membutuhkan lahan yang besar dan perawatan lebih praktis sehingga

membutuhkan sedikit tenaga kerja, (2) pemakaian pupuk lebih efisien, (3)

tanaman tumbuh lebih pesat dan kebersihan terjamin, (4) penanaman dapat

dilakukan terus menerus tanpa tergantung musim, (5) dapat dilakukan

penjadwalan pemanenan sehingga dapat memproduksi tanaman secara kontinyu,

serta (6) harga jual sayuran hidroponik lebih mahal (Lingga, 2005). Sedangkan

kelemahannya adalah biaya awal atau investasi cukup mahal apabila dilakukan

21
dalam skala luas dan rentan akan serangan penyait jika menggunakan sistem NFT

jika satu tanaman terserang penyakit, maka akan mudah menyebar ketanaman

yang lain.

Dewasa ini, teknik budidaya tanaman secara hidroponik banyak diminati

oleh masyarakat, terutama mereka yang tinggal diareal lahan yang sempit atau

padat penduduk. Hal ini lah mengapa hidroponik juga disebut sebagai urban

farming. Budidaya hidroponik maupun hasilnya banyak diminati karena sekarang

masyarakat sudah mulai sadar akan kesehatan, karena tanaman hidroponik

umumnya bebas dari pestisida. Selama berbudidaya tanaman secara hidroponik

ada beberapa aspek yang harus diperhatikan seperti jenis tanaman yang akan

dibudidayakan, jenis media tanam, dan jenis sistem budidaya hidroponik yang

akan digunakan. Jenis tanaman yang dibudidayakan dengan hidroponik adalah

jenis tanaman dengan nilai ekonomi yang tinggi.

Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa teknik hidroponik yang banyak

dilakukan oleh masyarakat atau petani hidroponik, yaitu wicks system, drip

irigation system, aeroponic system, dan NFT (Nutrient Film Technique).

Wicks System atau sistem sumbu adalah sistem hidroponik yang paling

sederhana yakni dengan memanfaatkan sumbu yang kemudian dihubungkan

antara larutan nutrisi pada bak penampung dengan media tanam. Sistem ini

termasuk pasif dan nutrisi mengalir ke dalam media pertumbuhan dari dalam

wadah menggunakan sejenis sumbu. Jadi larutan nutrisi akan ditarik ke media

yang selanjutnya disalurkan ke media tanam dari bak atau tangki penampungan

melewati sumbu. Dengan memanfaatkan daya kapilaritas sumbu maka air dan

nutrisi dapat mencapai akar tanaman. Wick system bekerja dengan baik untuk

22
tumbuhan kecil. Sistem hidroponik ini tidak bekerja dengan baik untuk tanaman

yang membutuhkan banyak air.

Drip Irigation System atau sistem fertigasi adalah teknik aplikasi unsur

hara melalui sistem irigasi. Sesuai dengan pengertian fertigasi sendiri yang

merupakan singkatan dari fertilisasi (pemupukan) dan irigasi. Dengan teknik

fertigasi biaya tenaga kerja untuk pemupukan dapat dikurangi, karena pupuk

diberikan bersamaan dengan penyiraman. Sistem fertigasi tidak hanya air saja

yang diteteskan namun air tersebut telah dicampur larutan nutrisi. Sehingga

pertumbuhan tanaman tetap terjaga. Artinya dalam satu tetes sudah mengandung

nutrisi yang lengkap. Kemudian pengoperasiannya juga tergolong mudah.

Keuntungan lain adalah peningkatan efisiensi penggunaan unsur hara karena

pupuk diberikan dalam jumlah sedikit tetapi terus-menerus serta mengurangi

kehilangan unsur hara (khususnya nitrogen) akibat leaching atau pencucian dan

denitrifikasi atau kehilangan nitrogen akibat perubahan menjadi gas.

Aeroponic System atau sistem pengabutan merupakan cara bercocok tanam

hidroponik di udara, dimana akar tanamannya menggantung di udara tanpa media

dan kebutuhan nutrisinya dipenuhi dengan cara spraying ke akarnya. Kecanggihan

sistem ini memungkinkan memperoleh hasil yang baik dan tercepat dibandingkan

sistem hidroponik lainnya. Hal ini disebabkan oleh larutan nutrisi yang diberikan

berbentuk kabut langsung masuk ke akar, sehingga tanaman lebih mudah

menyerap nutrisi yang banyak mengandung oksigen.

Nutrient Film Technique merupakan cara yang paling populer dalam

istilah hidroponik. Konsep dasar NFT ini adalah suatu metode budidaya tanaman

dengan akar tanaman tumbuh pada lapisan nutrisi yang dangkal dan tersirkulasi

23
sehingga tanaman dapat memperoleh cukup air, nutrisi dan oksigen. Tanaman

tumbuh dalam lapisan polyethylene dengan akar tanaman terendam dalam air

yang berisi larutan nutrisi yang disirkulasikan secara terus menerus dengan

pompa. Daerah perakaran dalam larutan nutrisi dapat berkembang dan tumbuh

dalam larutan nutrisi yang dangkal sehingga bagian atas akar tanaman berada di

permukaan antara larutan nutrisi dan styrofoam, adanya bagian akar dalam udara

ini memungkinkan oksigen masih bisa terpenuhi dan mencukupi untuk

pertumbuhan secara normal. NFT cocok diterapkan pada jenis tanaman berdaun

seperti selada.

4.4 Perbanyakan Tanaman Melalui Sambung Pucuk pada Tanaman

Bougenville

Tanaman hias bougenville merupakan tanaman hias yang umum dijumpai

dan banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan bougenville

memilik banyak varian warna bunga sehingga memiliki nilai estetika yang tinggi

apabila dipelihara dihalaman rumah. Selain itu, pada beberapa varietas, tanaman

bougenville ada yang memiliki daun varigata, hal ini tentu saja akan meningkaan

nilai ekonomis dari tanaman tersebut.

Salah satu cara untuk meningkatkan nilai estetika dari tanaman

bougenville adalah dengan melakukan sambung pucuk dengan tanaman

bougenville lain yang memiliki warna bunga atau daun yang berbeda. Teknik ini

lebih dikenal dengan sebutan grafting.

Grafting merupakan salah satu teknik perbanyakan vegetatif yang

dilakukan dnegan cara menyambungkan batang bawah dan batang atas dari

tanaman yang berbeda sedemikian rupa sehingga tercapai persenyawaan,

24
kombinasi ini akan terus tumbuh membentuk tanaman baru (Purnomosidi et al.,

2002).

Dalam pelaksanaan sambung pucuk pada tanaman bougenville, terdapat

beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya adalah pemilihan batang bawah

(rootstock), batang atas (entris), waktu pelaksanaan, dan keahlian pelaksana.

Dalam pemilihan batang bawah, perlu diperhatikan bahwa batang yang akan

disambung adalah yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Batang yang telah

dipilih kemudian di potong horizontal kemudian dibelah untuk menyisipkan

batang atas. Dalam pemilihan batang atas, dipilih entris yang muda, kemudian

dibuat sayatan pada kedua sisi dan disisakan satu atau dua daun sebagai penanda

apakah pelaksanaan penyambungan berhasil atau tidak. Waktu pelaksanaan juga

penting diperhatikan. Sebaiknya pelaksanaan sambung pucuk dilaksanakan pada

pagi ini. Hal ini dikarenakan jaringan dan sel-sel pada tanaman masih memiliki

turgiditas yang tinggi.

4.5 Budidaya Tanaman Buah dalam Pot

Tabulampot (tanaman buah dalam pot) merupakan kegiatan budidaya atau

menanam tanaman buah didalam pot. Hal ini diterapkan sebagai solusi untuk

mengatasi permasalahan penyempitan lahan pertanian khususnya diperkotaan.

Sehingga dengan adanya inovasi tabulampot, masyarakan perkotaan tetap dapat

melakukan budidaya tanaman buah diarea pekarangan rumah mereka.

Penanaman tanaman buah-buahan dalam pot seperti juga dalam menanam

tanaman tahunan secara umum sebaiknya dilakukan pada awal musim penghujan.

Hal itu dilakukan untuk mendapatkan kondisi lingkungan yang menguntungkan

25
bagi pertumbuhan tanaman yang kita tanam dan untuk mempermudah

pemeliharaan tanaman (Hieronymus, 2008).

Menumbuhkan tanaman buah dalam pot yang dapat tumbuh secara baik

batang dan daun sangat mudah dan hampir semua orang bisa melakukannya

(BPTP Sumatera Barat, 2007). Tetapi, permasalahan yang timbul adalah bila

tabulampot harus tumbuh batang, daun, serta keluar bunga dan buah maka tidak

semua orang bisa. Hanya dengan pemeliharaan tanaman dan perawatan tanaman

yang tekun yang bisa membuat tanaman berbunga dan berbuah. Perawatan dan

pemeliharaan tabulampot tidak dapat dapat dilakukan sembarangan, ada trik-trik

khusus yang dapat dilakukan agar tabulampot mampu berbunga dan banyak

berbuah.

Adapun syarat yang harus diperhatikan melakukan budidaya tabulampot

adalah lingkungan tumbuh harus tepat, penggunaan bibit yang memenuhi syarat,

pemilihan pot danmedia tanam yang sesuai, perawatan tanaman harus tepat,

penggunaan perangsang bunga dan buah.

Dalam melakukan perawatan, perlu dilakukan pemangkasan cabang dan

daun. Pemangkasan yang tepat merupakan salah satu cara pembentukan pohon

agar tanaman mudah dipelihara karena pendek dan memiliki percabangan teratur.

Dengan perwatan serupa itu, pemangkasan juga dilakukan dengan membuang

bagian-bagian tanaman yang rusak,mati, atau terkena penyakit agar pohon sehat

dan selalu prima. Dengan kondisi yang sehat, tanaman dapat menghasilkan

produk yang berkualitas.

Pemupukan tanaman dapat dilakukan melalui akar lewat tabah, maupun

melalui daun dalam bentuk larutan yang disemprotkan. Dengan pemupukan,

26
tanaman dapat tumbuh pesat dan merata sehingga diharapkan cepat berbunga dan

berbuah. Lewat pemupukan teratur dan tepat dosisnya tanaman dalam pot dapat

diatur masa pembuahannya sehingga dapat berbuah di luar musim, hal ini telah

dicoba dan berhasil dengan baik pada mangga.

4.6 Perbanyakan Tanaman Melalui Penyetekan

Kegiatan perbanyakan tanaman melalui penyetekan adalah merupakan

salah satu teknik perbanyakan secara vegetatif. Dimana penyetekan pada

umumnya memanfaatkan bagian batang maupun daun dari tanaman. Penyetekan

dapat dilakukan baik pada tanaman buah maupun tanaman hias.

Purnomosidhi et al. (2007) menjelaskan bahwa perbanyakan dengan cara

stek adalah perbanyakan tanaman dengan menumbuhkan potongan/bagian

tanaman seperti akar, batang atau pucuk sehingga menjadi tanaman baru. Stek

pucuk umum dilakukan untuk perbanyakan tanaman buah-buahan. Secara garis

besar, langkah-langkah perbanyakan stek pucuk adalah sebagai berikut: memilih

pohon induk yang dikehendaki sebagai sumber pengambilan stek, memilih

disesuaikan dengan sifat yang dikehendaki, menurut tujuan pertanaman, memilih

cabang dari pohon induk yang sesuai dengan persyaratan untuk bahan stek,

memotong cabang yang terpilih dengan arah potong serong atau miring,

memangkas daun sehingga tersisa sepasang daun, memotong daun yang tersisa

sehingga tertinggal 1/3 – 1/2 bagian, merendam pangkal stek dengan zat

perangsang (misalnya Rootone F) untuk merangsang pertumbuhan akar stek,

menanam stek dalam polibag yang telah diisi dengan media, menempatkan

polibek dalam naungan, menyiram dengan air secukupnya dan teratur.

27
Perbanyakan tanaman dengan stek merupakan cara pembiakan tanaman

dengan sederhana, cepat dan tidak memerlukan teknik tertentu(khusus). Bagi

penangkar tanaman hias, pembiakan dengan cara stek ini mempunyai arti yang

sangat penting, sebab dengan material (bahan tanaman) yang sangat sedikit dapat

dihasilkan jumlah bibit yang benyak. Di samping itu, bibit tanaman akan seragam

dalam ukuran tinggi, umur dan ketahanan terhadap penyakit (Rukmana, 1995).

Keberhasilan dengan cara stek ditandai oleh terjadinya regenerasi akar dan

pucuk pada bahan stek sehingga menjadi tanaman baru yang true to name atau

true to type. Regenerasi akar dan pucuk dipengaruhi oleh faktor intern yaitu dari

tanaman itu sendiri dan ekstern yaitu dari lingkungan sekitar. Salah satu faktor

intern yang mempengaruhi regenerasi akar dan pucuk adalah fitohormon yang

berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh. Faktor intern yang paling penting dalam

mempengaruhi regenerasi akar dan pucuk pada stek adalah faktor genetik. Jenis

tanaman yang berbeda mempunyai regenerasi yang berbeda pula. Untuk

menunjang keberhasilan perbanyakan tanaman dengan cara stek, tanaman sumber

seharusnya memiliki sifat-sifat unggul serta tidak terkena hama dan penyakit.

Selain itu, manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan status fisiologi tanaman

sumber juga penting dilakukan agar tingkat keberhasilan stek tinggi. Kondisi

lingkungan dan status fisiologi yang penting bagi tanaman sumber diantaranya:

status air, temperatur, cahaya, dan kandungan karbohidrat pada bahan stek

(Nugroho, 1992).

4.7 Budidaya Aglonema

Aglaonema atau sri rejeki dijuluki dengan “ratu daun”. Nama aglaonema

berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata “aglaos” dan “nema/nematos”

28
yang artinya terang/mengkilap. Tanaman ini masih satu famili dengan talas-

talasan (Aracaeae) serta kerabat dekat dengan Spathipyllu dan Philodendron.

Penyebaran utama di Asia Tenggara meliputi Filipina, Indonesia, Malaysia,

Thailand, Laos, Vietnam, Brunai Darussalam, dan Myanmar. Kemudian tanaman

ini menyebar ke Cina, Florida,dan Amerika.

Sejarah tanaman aglaonema di Indonesia tidak terlepas dari nama

penyilngan pertama aglaonema di Indonesia Gregorius Hambali yang sangat

dikenal dengan sebutan pak Gren di kalangan kolektor tanaman hias,berkat

ketekunan dan keterampilannya dari tahun ketahun pak Gren dapat menghasilkan

tanaman atau melahirkan berbagai varietas baru dari tangannya ( Ika Kurniawati,

2010 ).

Di Indonesia, Tanaman Aglaonema sp. merupakan tanaman hias

primadona. Tanaman ini juga dikenal sebagai ratu tanaman hias karena daya tarik

utamanya terletak pada keindahan daunnya, sehingga mempunyai nilai ekonomi

yang tinggi (Dewi et al., 2012). Tanaman Aglaonema sp. mempunyai nama lain

seperti Chinese Evergreen, karena orang yang pertama kali mebudidayakannya

orang Cina. Hat Deleon dari USA hasil persilangan antara Aglaonema custisii dan

Aglaonema treubi. Aglaonema hibrida yang dihasilkan diberi nama Aglaonema

Silver Queen (Leman, 2006).

Tanaman Aglaonema sp dimanfaatkan sebagai tanaman penghias ruangan,

karena keindahan dari tanaman ini yaitu terletak pada bentuk, corak, dan warna

daunnya. Tanaman Aglaonema sp termasuk tanaman yang pertumbuhannya

lambat, padahal permintaan pasar akan tanaman tersebut tinggi (Wahyuni et al.,

2014).

29
Perbanyakan aglaonema umumnya dilakukan secara vegetatif melalui stek

batang, namun hasil tunas yang tumbuh hanya berkisar antara 1 hingga 3 tunas,

sedangkan untuk budidaya tanaman ini diperlukan banyak bahan tanaman

sehingga merusak tanaman induk, oleh karena itu saat ini mulai digunakan metode

kultur jaringan untuk budidaya tanaman aglaonema. Perbanyakan Aglaonema sp.

secara kultur jaringan dapat memberikan solusi bagi permasalahan yang muncul

akhir-akhir ini, misalnya terbatasnya jumlah tanaman indukan, mahalnya harga

jual bibit, serta rendahnya kualitas dan kuantitas bibit yang dihasilkan melalui stek

batang maupun cangkok (Dewi et al., 2012).

Cara perbanyakan dengan kultur jaringan, tanaman Aglaonema sp dapat

diperoleh bibit dalam keadaan seragam dan dalam jumlah yang banyak. Cara yang

dapat dilakukan yaitu dengan mikropropagasi mata tunas pada batang Aglaonema

sp. Mikropropagasi menghasilkan tanaman Aglaonema sp yang steril dalam

jumlah yang besar. Menurut Yuwono (2008), metode regenerasi yang paling baik

adalah pembentukan tunas aksilar, karena planlet yang dihasilkan akan benar-

benar sama dengan tanaman induknya. Penggunaan eksplan mata tunas juga

dikarenakan pada bagian ini termasuk bagian yang juvenile dan sel-selnya masih

aktif membelah sehingga diharapkan eksplan lebih mudah di induksi (Putri et

al.,1990).

Dalam kegiatan budidaya aglonema dilapang, banyak hal yang harus

menjadi perhatian bagi para penangkar, diantaranya adalah cahaya. Aglonema

membutuhkan cahaya matahari yang cukup untuk melakukan fotosintesisnya.

Akan tetapi, beberapa jenis aglonema menyukai lokasi yang teduh, sehingga

diperlukan pemberian naungan berupa paranet 70-90%. Temperatur optimum

30
yang dikehendaki tanaman aglonema adalah 240C-290C. Kelembaban udara yang

dibutuhkan adalah 50% (Purwanto, 2006).

31
V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil praktikum budidaya tanaman kacang panjang dapat disimpulkan

bahwa teknik budidaya kacang panjang yang dilakukan sudah diterapkan dengan

baik. Teknik budidaya yang dilakukan sudah sampai ke panen. Dalam

pelaksanaannya tidak dilakukan pengendalian hama dan penyakit karena

intensitasnya yang masih rendah.

Hasil praktikum budidaya jamur dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan

budidaya hal yang penting diperhatikan adalah sterilisasi baik alat dan bahan

maupun media. Sehingga persentase tumbuh jamur tiram yang diinginkan sesuai

dengan harapan. Sterilisasi dalam kegiatan budidaya bertujuan untuk menghindari

kontaminan dari jamur lain.

Dari hasil praktikum sambung pucuk bunga bougenville dapat

disimpulkan bahwa kegiatan yang dilakukan cukup berhasil, karena persentasi

keberhasilan yang tinggi. Dalam kegiatan penyambungan perlu diperhatikan hal-

hal yang dapat meningkatkan persentase keberhasilan, seperti tingkat ketuaan

bahan entres, waktu pelaksanaan, dan keahlian pelaksana.

Hasil praktikum tanaman buah dalam pot dapat disimpulkan bahwa dalam

kegiatan budidaya tabulampot, perawatan tanaman merupakan hal yang penting

dilakukan. Hal ini dikarenakan berkaitan dengan kemampuan tanaman untuk

menghasilkan.

32
Hasil praktikum stek batang dapat disimpulkan bahwa keberhasilan yang

dilakukan cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari berbagai jenis tanaman hias yang

ditanam mayoritas sudah tumbuh tunas baru.

Hasil praktikum budidaya aglonema dapat disimpulkan bahwa kegiatan

budidaya tanaman hias aglonema sangat mudah dilakukan. Hal ini terlihat dari

semua tanaman aglonema yang ditanam tumbuh dengan biak. Dalam kegiatan

budidaya aglonema, hal yang perlu diperhatikan adalah kelembaban udara baik di

disekitar tanaman maupun di dalam pot.

5.2 Saran

Dalam kegiatan praktikum sebaiknya praktikum mengikuti segala arahan

yang diberikan oleh asisten, agar kegiatan praktikum dapat berjalan dengan

lancar.

33
DAFTAR PUSTAKA

Andayani, N. 2011. Buku Pintar Series Tanaman Bunga Potong. Direktorat


Jenderal Hortikultura. Kementrian Pertanian. Jakarta.
Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budaya. UI Press. Jakarta.
BPTP Sumatera Barat, 2007, Pengaruh Waktu Pemotongan Bagian Tanaman Di
atas Tongkol (Topping) pada Tanaman. BPTP. Sumatera Barat.
Dewi, I, D. K. Wahyuni, Purnobasuki. 2012. Perkembangan kultur daun
Aglaonema sp. Var Siam Pearl, Aglaonema sp. var Lady Valentin dan
aglaonema sp. var Lipstick dengan perlakuan zat pengatur tumbuh IAA
dan BAP. Berk. Penel. Hayati. 17:197-203.

Effendi, S. 1985. Stek dan Cara Perawatannya. Yasaguna. Jakarta.

Firmansyah, M.A. (2000). Pengaruh macam media cangkok dan zat perangsang
akar terhadap komponen akar tunas anakan salak. Jurnal Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian. Departemen Pertanian Indonesia.
Bogor.

Haryani. 1991. Bunga-bunga Bermakna Dalam bonus Trubus No.263 Th XXII.


Trubus. Jakarta.
Haryanto, E., T, Suhartini., E, Rahayu. 1994. Budidaya Kacang Panjang. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Hieronymus, S. 2008. Ragam dan Khasiat Tanaman Obat. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Kalsum, U., S. Fatimah, dan C. Wasonowati. 20110 Efektivitas pemberian air leri
terhadap pertumbuhan dan hasil jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus).
Jurnal Agrovigor. 4(2): 86-92.
Kurniawati, I. 2010. Budidaya Aglaonema .Ghyas Putra. Semarang.
Leman. 2006. Aglaonema Tanaman Pembawa Keberuntungan. Penebar Swadaya
Jakarta.
Lingga, P. 2011. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Nugroho, H. 1992. Perbanyakan, dan Perawatan Tanaman. Gramedia. Bogor.

Pratiwi, et al. (2004). Physiology of Crop Plants. UI Press. Jakarta.


Purnomosidi, P., Supraman, M. R. James, Mulawarman. 2002. Perbanyakan dan
Budidaya Tanaman Buah-buahan. ICRAF & Winrock International.
Bogor.

34
Purwanto, A.W. 2006. Aglaonema Pesona Kecantikan Sang Ratu Daun .Kanisius.
Yogyakarta.
Putri, S. S., Sulistiorini, dan Tjondro. 1990. Aglaonema. Kanisius. Jakarta.

Rochiman, K. dan S.S. Harjadi. (1973). Pembiakan Vegetatif. Departemen


Agronomi dan Hortikultura.IPB Press. Bogor.
Roidah, I. S. 2014. Pemanfaatan lahan dengan menggunakan sistem hidroponik..
Jurnal Universitas Tulunganggung BONOROWO. 1(2).
Rukmana, R. 1995. Bunga Potong Mawar. Kanisius. Yogyakarta.
Shifriyah, A., K. Badami, dan S. Suryawati. 2012. Pertumbuhan dan produksi
jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) pada penambahan dua sumber
nutrisi. Jurnal Agrovigor, 5(1): 1-13 hal.
Suryani dan Nurhidayat. 2011. Untung Besar Dari Bisnis Jamur Tiram. Agro
Media Pustaka. Jakarta.
Tjokrokusumo, D. 2008. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) untuk meningkatkan
ketahanan pangan dan rehabilitasi lingkungan. JRL. 4(1): 53-62.
Ulum, R. B. 2007. Uji karakter agronomi lima genotipe kacang panjang (Vigna
sinensis L.) untuk diseleksi sebagai tetua. (Skripsi). Universitas Lampung.

35

Anda mungkin juga menyukai