Anda di halaman 1dari 11

Sintaksis : Jurnal Ilmiah Pendidikan P-ISSN 2775-5606

Vol 1 No 1 Juni 2021 E-ISSN 2775-6483

EKOWISATA HUTAN MANGROVE SEBAGAI DESTINASI PARIWISATA DI


BELAWAN SUMATERA UTARA

Yuna Auliani Wijaya

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Corresponding Author : Yuna Auliani Wijaya

Abstract: Ecotourism is a form of tourism that is very closely related to the principle of conservation.
Mangrove forests in Belawan have potential as ecotourism areas, where almost all regions in Indonesia
already have ecotourism areas as a mainstay tourist attraction for their respective regions. Mangrove forest
ecotourism has very complex functions, including dampening ocean waves and storms, protecting beaches
from abrasion and erosion processes, as shelters and foraging for food, as well as spawning grounds for
various species of brackish water biota, as a place for recreation, and producing wood. With good relations
and active cooperation between local communities, local governments and the central government, it is not
impossible that the potential of mangrove forests as an ecotourism area in Belawan can be developed and
become one of the most popular marine tourism objects.
Keywords: Mangrove Forest, Ecotourism

Abstrak: Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip konservasi. Hutan
mangrove di Belawan sangat memiliki potensi sebagai kawasan ekowisata, dimana hampir seluruh daerah di
Indonesia telah memiliki kawasan ekowisata sebagai objek wisata andalan bagi daerah masing-masing.
Ekowisata hutan mangrove mempunyai fungsi yang sangat kompleks, antara lain peredam gelombang laut
dan badai, pelindung pantai dari proses abrasi dan erosi, sebagai tempat berlindung dan mencari makan,
serta tempat berpijah berbagai spesies biota perairan payau, sebagai tempat rekreasi, dan penghasil kayu.
Dengan adanya hubungan yang baik dan kerja sama yang giat antara masyarakat lokal, pemerintah lokal
dan pemerintah pusat, bukan tidak mungkin potensi hutan mangrove sebagai kawasan ekowisata di Belawan
dapat dikembangkan dan menjadi salah satu objek wisata bahari yang sangat digemari dan menjadi
andalan.
Kata Kunci: Hutan Mangrove, Ekowisata

A. PENDAHULUAN
Wisatawan saat ini sangat peka terhadap permasalahan lingkungan. Menyesuaikan
dengan kondisi positif ini, konsep-konsep pariwisata dikembangkan sehingga timbul
inovasi-inovasi baru dalam kepariwisataan. Salah satu konsep pariwisata yang sedang
marak ialah ekowisata, dengan berbagai teknik pengelolaan seperti pengelolaan sumber
daya pesisir yang berbasiskan masyarakat yang dilaksanakan secara terpadu, dimana dalam
konsep pengelolaan ini melibatkan seluruh stakeholder yang kemudian menetapkan
prioritas±prioritas, dengan berpedoman tujuan utama, yaitu tercapainya pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Konsep ekowisata ini dinilai cocok untuk dikembangkan di Indonesia, dengan
beberapa alasan yang melandasinya, pertama; Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati
dan ekowisata bertumpu pada sumberdaya alam dan budaya sebagai atraksi. Namun disisi
lain Indonesia juga mengalami ancaman terbesar dari degradasi keanekaragaman hayati
baik darat maupun laut, sehingga memerlukan startegi yang tepat dan alat/sarana yang
tepat pula, guna melibatkan kepedulian banyak pihak, untuk menekan laju kerusakan alam.
Kedua perlibatan masyarakat, konsep ini cocok untuk mengubah kesalahan-kesalahan
dalam konsep pengelolaan pariwisata terdahulu, yang lebih bersifat komersial dan
memarginalisasikan masyarakat setempat, serta mampu menyerap tenaga kerja yang lebih

71
Sintaksis : Jurnal Ilmiah Pendidikan P-ISSN 2775-5606
Vol 1 No 1 Juni 2021 E-ISSN 2775-6483

besar. Pengelolaan dan pelestarian mangrove bisa diterapkan melelui ekowisata hutan
mangrove, dengan berbagai teknik pengelolaan seperti pengelolaan sumber daya pesisir
yang berbasiskan masyarakat yang dilaksanakan secara terpadu, dimana dalam konsep
pengelolaan ini melibatkan seluruh stakeholder yang kemudian menetapkan prioritas±
prioritas. Dengan berpedoman tujuan utama, yaitu tercapainya pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan.

B. METODE PENELITIAN
Penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan
metode penelitian kuantittatif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian dengan tujuan
untuk mengetahui nilai masing-masing variabel yang sifatnya independen tanpa membuat
hubungan maupun perbandingan dengan variabel lain. Variabel tersebut dapat
menggambarkan secara sistematik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu.
Penelitian deskriptif dilakukan dengan tujuan utama untuk menggambarkan atau
mendeskripsikan tentang suatu keadaan secara objektif. Metode penelitian Kuantitatif
merupakan metode yang menggunakan prosedur-prosedur statistik ataupun pengukuran
dengan memusatkan pada fenomena sosial yang mempunyai karakteristik tertentu dan
dijabarkan dalam beberapa komponen, variabel dan Indikator. Dalam metode kuantitatif
hubungan antara variabel dianalisis degan teori yang objektif.
Populasi merupakan keseluruhan jumlah yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti
lebih lanjut dan ditarik kesimpulannya. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kawasan hutan mangrove di belawan yang berpotensi sebagai kawasan ekowisata.
Dalam penelitian ini digunakan cara untuk menentukan sampel data yaitu dengan Non-
Probability Sampling yaitu data yang digunakan sebagai sampel harus memilih kriteria-
kereteria tertentu. Pemilihan sampel melalui kereteria berdasarkan Purposive Sampling
yang merupakan teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan peneliti.
Metode Pengumpulan Data, Pada penelitian ini, data yang dikumpulkan melalui dua
tahap. Tahap pertama peneliti melakukan studi pustaka, yaitu dengan mencari buku, jurnal
dan literature yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Tahap kedua
peneliti mengumpulkan data melalui media internet dengan cara mengundung unsur
mengenai pentingnya hutan mangrove sebagai destinasi dan potensi dalam menjaga
ekosistem laut.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


Ekowisata Hutan Mangrove
Dalam paradigma lama, pariwisata yang lebih mengutamakan pariwisata masal, yaitu
yang bercirikan jumlah wisatawan yang besar/berkelompok dan paket wisata yang
seragam (Faulkner B., 1997), dan sekarang telah bergerak menjadi pariwisata baru,
(Baldwin dan Brodess, 1993), yaitu wisatawan yang lebih canggih, berpengalaman dan
mandiri, yang bertujuan tunggal mencari liburan fleksibel, keragaman dan minat khusus
pada lingkungan alam dan pengalaman asli.
Dalam usaha pengembangannya Indonesia wajib memperhatikan dampak- dampak
yang ditimbulkannya, sehingga yang paling tepat dikembangkan adalah sektor ekowisata
dan pariwisata alternatif yang diartikan sebagai konsisten dengan nilai-nilai alam, sosial
dan masyarakat yang memungkinkan adanya interaksi positif diantara para pelakunya.
Secara global, sektor pariwisata (termasuk ekowisata) pada saat ini menjadi harapan
bagi banyak Negara termasuk Indonesia sebagai sektor yang dapat diandalkan dalam
pembangunan ekonomi. Pada saat ini sektor pariwisata telah menjadi industri swasta yang
terpenting di dunia. Menurut World Travel and Tourism Council, terbukti pada tahun 1993

72
Sintaksis : Jurnal Ilmiah Pendidikan P-ISSN 2775-5606
Vol 1 No 1 Juni 2021 E-ISSN 2775-6483

pariwisata merupakan industri terbesar di dunia dengan pendapatan lebih dari US$ 3,5
triliyun atau 6 %.
Masalah kerusakan sumber daya alam dan lingkungan pada saat ini sangat menonjol
dan menjadi isu internasional yang mendapat perhatian khusus. Di sisi lain, justru
kepariwisataan alam mengalami perkembangan yang meningkat dan signifikan.
Kepariwisataan alam kemudian berkembang ke arah pola wisata ekologis yang dikenal
dengan istilah ekowisata (ecotourism) dan wisata minat khusus (alternative tourism).
Pergeseran dalam kepariwisataan internasional terjadi pada awal dekade delapan
puluhan. Pergeseran paradigma pariwisata dari mass tourism ke individual atau kelompok
kecil, maka wisata alam sangat berperan dalam menjaga keberadaan dan kelestarian obyek
dan daya tarik wisata (ODTW) alam pada khususnya dan kawasan hutan pada umumnya.
Wisatawan saat ini sangat peka terhadap permasalahan lingkungan. Menyesuaikan
dengan kondisi positif ini, konsep-konsep pariwisata dikembangkan sehingga timbul
inovasi-inovasi baru dalam kepariwisataan. Salah satu konsep pariwisata yang sedang
marak ialah ekowisata, dengan berbagai teknik pengelolaan seperti pengelolaan sumber
daya pesisir yang berbasiskan masyarakat yang dilaksanakan secara terpadu, dimana dalam
konsep pengelolaan ini melibatkan seluruh stakeholder yang kemudian menetapkan
prioritas-prioritas. Dengan berpedoman tujuan utama, yaitu tercapainya pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Konsep ekowisata ini dinilai cocok untuk dikembangkan di Indonesia, dengan
beberapa alasan yang melandasinya, pertama; Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati
dan ekowisata bertumpu pada sumberdaya alam dan budaya sebagai atraksi.
Namun disisi lain Indonesia juga mengalami ancaman terbesar dari degradasi
keanekaragaman hayati baik darat maupun laut, sehinggamemerlukan startegi yang tepat
dan alat/sarana yang tepat pula, guna melibatkan kepedulian banyak pihak, untuk menekan
laju kerusakan alam. Kedua pelibatan masyarakat, konsep ini cocok untuk mengubah
kesalahan-kesalahan dalam konsep pengelolaan pariwisata terdahulu, yang lebih bersifat
komersial dan memarginalisasikan masyarakat setempat, serta mampu menyerap tenaga
kerja yang lebih besar. Namun lebih dari itu, demi keberhasilan usaha ini tidak semua
kawasan yang memiliki mangrove memiliki potensi pariwisata untuk dikembangkan, yang
mana dapat ditentukan atas faktor- faktor berikut :
x Lokasi harus memenuhi kategori seperti keunikan dan dapat dijangkau
x Perencanaan ekowisata dan persiapan oleh masyarakat untuk menjalankan ekowisata
sebagai usaha bersama
x Keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan kegiatan ekowisata
x Interpretasi atas alam dan budaya yang baik
x Kemampuan untuk mencipakan rasa nyaman, aman kepada wisatawan, dan juga usaha
pembelajaran kepada wisatawan,
x Menjalin hubungan kerja yang berkelanjutan kepada pemerintah dan organisasi-
organisasi lain yang terlibat.
Dilemanya ialah kegiatan pariwisata tidak melulu menghasilkan hal-hal yang indah
atau ideal, bahkan sangat sering hal-hal negatif dalam lingkungan dan masyarakat karena
kegiatan pariwisata yang terlalu intensif dan secara bersamaan tidak terkelola dengan baik,
dan akhirnya membunuh sumber daya yang melahirkan pariwisata itu sendiri. Oleh karena
itu pembudidayaan ekowisata harus dilakukan secara berkelanjutan, yaitu dengan
memperhatikan lingkungan, masyarakat dan pergerakan perekonomian yang terjadi
sebelum dan selama ekowisata dijalankan.
Ekowisata mampu memberikan kontribusi secara langsung melalui konservasi, yang
berupa penambahan dana untuk menyokong kegiatan konservasi dan pengelolaan
lingkungan, termasuk didalamnya penelitian untuk pengembangan. Selain itu, pengunjung

73
Sintaksis : Jurnal Ilmiah Pendidikan P-ISSN 2775-5606
Vol 1 No 1 Juni 2021 E-ISSN 2775-6483

atau wisatawan membantu dalam usaha perlindungan dengan memberikan informasi atas
NHJLDWDQ LOHJDO GDQ PHPEDQWX GDODP PHPIRUPXODVLNDQ VHPDFDP ³EXNX SHWXQMXN´
pengunjung selama melakukan kunjungan atau berwisata. Sedangkan kontribusi ekowisata
secara tidak langsung melalui konservasi berupa meningkatnya kesadaran publik terhadap
konservasi pada tingkat lokal, nasional bahkan internasional. selain itu, pendidikan
konservasi selama berwisata menjadi bagian pengalaman yang terbentuk selama
wisatawan ber-ekowisata, yaitu dengan melibatkan wisatawan secara langsung terhadap
kegiatan pelestarian.
Ekowisata tidak setara dengan wisata alam. Tidak semua wisata alam akan dapat
memberikan sumbangan positif kepada upaya pembudidayaan dan berwawasan
lingkungan, jenis pariwisata tersebut yang memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu
yang menjadi ekowisata dan memiliki pasar khusus.

Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove


Fungsi hutan mangrove mencakup fungsi fisik (menjaga garis pantai agar tetap stabil,
melindungi pantai dari erosi laut/abrasi, intrusi air laut mempercepat perluasan lahan, dan
mengolah bahan limbah), fungsi biologis (tempat pembenihan ikan, udang, tempat
pemijahan beberapa biota air, tempat bersarangnya burung, habitat alami bagi berbagai
jenis biota) dan fungsi ekonomi (sumber bahan baker, pertambakan, tempat pembuatan
garam, dan bahan bangunan.
Hal ini membuktikan bahwa kawasan mangrove telah menjadi kawasan tempat
breeding & nurturing bagi ikan-ikan dan beberapa biota laut lainnya. Hutan mangrove juga
berfungsi sebagai habitat satwa liar, penahan angin laut, penahan sediment yang terangkut
dari bagian hulu, sumber nutrisi biota laut, pengolah limbah organic, penghalang erosi
pantai, dan penghasil kayu dan non kayu.
Hutan mangrove mengurangi dampak tsunami melalui dua cara, yaitu : kecepatan air
berkurang karena pergesekan dengan hutan mangrove yang lebat, dan volume air dari
gelombang tsunami yang sampai ke daratan menjadi sedikit karena air tersebar ke banyak
saluran (kanal) yang terdapat di ekosistem mangrove.
Secara fisik hutan mangrove berfungsi dan bermanfaat sebagai penahan abrasi pantai,
penahan intrusi (peresapan) air laut, penahan angin, menurunkan kandungan gas karbon
dioksida (CO2 ) di udara, dan bahan-bahan pencemar di perairan rawa pantai. Secara
Biologi hutan mangrove berfungsi dan bermanfaat sebagai tempat hidup (berlindung,
mencari makan, pemijahan dan asuhan) biota laut seperti ikan dan udang), sumber bahan
organik sebagai sumber pakan konsumen pertama (pakan cacing, kepiting dan golongan
kerang/keong), yang selanjutnya menjadi sumber makanan bagi konsumen di atasnya
dalam siklus rantai makanan dalam suatu ekosistem, tempat hidup berbagai satwa liar,
seperti monyet, buaya muara, biawak dan burung.
Dilihat dari fungsi dan manfaat sosial dan ekonomi, hutan mangrove juga berfungsi
dan bermanfaat sebagai tempat kegiatan wisata alam (rekreasi, pendidikan dan penelitian),
penghasil kayu untuk kayu bangunan, kayu bakar, arang dan bahan baku kertas, penghasil
tannin untuk pembuatan tinta, plastik, lem, pengawet net dan penyamakan kulit, penghasil
bahan pangan (ikan/udang/kepiting, dan gula nira nipah), dan tempat sumber mata
pencaharian masyarakat nelayan tangkap dan petambak.

Pembudidayaan Hutan Mangrove


Untuk melakukan pembudidayaan tumbuhan ini, cara budidaya yang tepat perlu
diperhatikan supaya dapat menciptakan hasil yang maksimal. Pertama-tama yang kita
lakukan adalah mengumpulkan buah mangrove untuk dijadikan bibit tanaman
mangrove. Pastikan bibit mangrove berasal dari tumbuhan mangrove yang berasal dari

74
Sintaksis : Jurnal Ilmiah Pendidikan P-ISSN 2775-5606
Vol 1 No 1 Juni 2021 E-ISSN 2775-6483

lokasi setempat atau terdekat dan anda juga harus memastikan kondisi tanahnya yang
sesuai. Kemudian, untuk memulainya, kita dapat langsung menanam langsung buahnya,
dimana kemungkinan berhasil sekitar 20-30%, atau bisa juga dengan cara menyemaikan
bibitnya dengan kemungkinan 60-80%. Untuk memperoleh bibit yang baik, pengumpulan
buah mangrove dapat dilakukan pada bulan September hingga Maret.
Untuk cara menanam, harus memperhatikan beberapa hal mengenai cara tanam atau
semai yang baik. Pemilihan tempat sangat penting untuk diperhatikan, seperti tanah yang
lapang dan datar, dan pastikan terendam air saat pasang, sehingga tidak memerlukan
penyiraman. Selain pemilihan tempat, pembuatan bedeng persemaian juga harus
diperhatikan, seperti bedeng diberi naungan ringan bisa dari daun nipah dan sejenisnya,
kemudian media bedengan berasal dari tanah lumpur di sekitarnya, dan bedeng dapat
dibuat dengan ukuran 1×5 meter atau 1×10 meter dengan ketinggian berkisar 1 meter.
Untuk melakukan pembibitan dan penanaman, pertama-tama buatlah lubang pada
plastik atau botol mineral sebelum diisi tanah, agar air yang berlebihan dapat keluar.
Kemudian, buah dapat disemaikan langsung ke dalam kantong plastik atau botol air
mineral yang sudah berisi tanah. Untuk buah bakau, lebih baik terlebih dahulu menyimpan
di tempat yang teduh dan ditutupi karung basah selama 5-7 hari untuk menghindari batang
bibit.
Ada beberapa faktor ligkungan yang berperan penting untuk menentukan
pertumbuhan pohon mangrove ini, diantaranya adalah fisiografi pantai, pasang surut,
gelombang dan arus, iklim (cahaya, curah, hujan, suhu, angin), tanah, oksigen terlarut,
salinitas, dan hara.
Untuk memelihara dan menjaga pohon mangrove ini dapat dilakukan dengan
membuat penyangga pada batang tumbuhan mangrove baru dengan menggunakan batang
dari kayu atau bambu yang kemudian ditalikan pada batang tanaman dan ditancapkan pada
sekitar tanaman mangrove itu tumbuh. Dan cara lainnya adalah dengan melakukan
pengawasan rutin karena kemungkinan akan hadirnya pihak-pihak lain yang bisa merusak
kawasan ekosistem pohon mangrove.

Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Ekowisata


Ekowisata hutan mangrove Sei Nagalawan merupakan pengembangan ekowisata yang
melibatkan masyarakat setempat secara aktif. Masyarakat yang mengelola ekowisata
tergabung dalam Kelompok Perempuan Muara Tanjung dan Kelompok Pria Kayu Bambai
yang kemudian bersatu dibawah naungan Kelompok Muara Baimbai. Pembagian kerja
dilakukan dengan saling berkoordinasi. Kaum perempuan biasanya berfokus pada bagian
kebersihan lokasi ekowisata, kantin dan pengelolaan produk mangrove. Berbeda dengan
kelompok perempuan, kelompok pria lebih aktif terlibat pada pekerjaan yang bersifat fisik
misalnya membangun fasilitas ekowisata, membangun jembatan, menangkap ikan serta
pada bagian penjagaan tiket.
Partisipasi masyarakat setempat yang tergabung dalam kelompok pengelola ekowisata
hutan mangrove terus dilakukan mulai pada tahapan perencanaan, implementasi,
monitoring dan evaluasi. Program yang telah mereka lakukan, yaitu :
1. Pada tahap perencanaan masyarakat yang tergabung dalam kelompok pengelola diajak
untuk mengidentifikasi masalah dan persoalan, potensi pengembangan untuk membuat
perencanaan. Tahap ini dilakukan dalam bentuk diskusi bersama misalnya ketika akan
melakukan penerimaan anggota baru, pembangunan fasilitas tambahan dan perencanaan
lainnya. Dalam hal perencanan tentu diutamakan anggota yang lebih senior dan sudah
lama bergabung untuk memberikan masukan dan arahan namun tidak menutup untuk
menerima masukan dari anggota-anggota kelompok.
2. Pada tahap implementasi masyarakat diajak terlibat aktif dalam pelaksanaan program

75
Sintaksis : Jurnal Ilmiah Pendidikan P-ISSN 2775-5606
Vol 1 No 1 Juni 2021 E-ISSN 2775-6483

yang telah dibuat dan ikut serta dalam pengelolaan ekowisata mangrove. Disini seluruh
anggota diajak bergotong royong setiap sabtu, selain itu juga ikut ambil bagian ketika
kunjungan di lokasi ekowisata membludak. Mereka bekerja sama saling membagi
tugas. Ada yang menjaga tiket, pemotongan tiket, guide, kantin dan seluruh fasilitas
wisata yang ada. Implementasi program yang telah direncanakan dilakukan secara
bersama-sama.
3. Aspek monitoring dan evaluasi hal ini terlihat dari keterlibatan masyarakat terhadap
pengawasan ekowisata. Biasanya pasca kegiatan selalu ada evaluasi yang dilakukan
tentang kinerja yang telah mereka lakukan. Selain itu secara aktif anggota kelompok
mengecek kondisi fasilitas, bibit magrove yang sudah ditanam dan mendiskusikannya
kembali.
Hal inilah yang menjadi indikator terlibatnya masyarakat dalam pengelolaan
ekowisata. Mereka membangun kawasan ekowisata secara bersama-sama sehingga mereka
juga terlibat dalam segala kegiatan baik dari perencanaan hingga pada tahap evaluasi.
Mereka mengerjakan apa yang bisa dikerjakan secara jujur secara bersama. Dalam
perjalanannya semua anggota kelompok diajak untuk bersama-sama membangun
ekowisata mangrove. Hal ini dikarenakan kepemilikannya yang dimiliki secara bersama-
sama sehingga tidak ada yang mendominasi dan didominasi. Ketua bertugas membimbing
seluruh anggotanya tanpa ada menggurui mereka. Apalagi ketika berbicara hal penting,
maka ketua akan mengajak seluruh anggota kelompok untuk hadir dan berdiskusi untuk
mengambil keputusan. Anggota kelompok juga memiliki pemahaman yang baik tentang
keorganisasian. Mereka menjalankan pekerjaaan sesuai dengan apa yang telah disepakati
secara bersama-sama.
Pembagian tugas biasa dilakukan dengan berdiskusi terlebih dahulu. Bila sedang
ramai seperti di akhir pekan atau hari libur maka hampir sebagian anggota kelompok
terlibat dalam pengelolaan. Pembagian kerja dilakukan secara spesifik misalnya 2-3 orang
bertugas untuk menjaga pintu masuk dan menjual tiket, 2 orang bertugas menjaga
pemotongan tiket, 2 orang menjaga parkir, 5 orang menjaga kantin, 5 orang menjaga
tempat penjualan oleh-oleh, 2 orang menjaga toilet, 8 orang membuat oleh-oleh serta
beberapa orang menjaga kawasan ekowisata. Keterlibatan Pemerintah Dalam
Pengembangan Kawasan Ekowisata Hutan Mangrove Ekowisata hutan mangrove yang
merupakan ekowisata yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat setempat. Walaupun
dikelola secara swadaya masyarakat setempat terus melakukan berbagai kegiatan untuk
mendapatkan campur tangan pemerintah dalam mengembangkan kawasan ekowisata
terutama dalam bentuk modal
Pemerintah belum sepenuhnya mendukung keberadaan ekowisata. Hal ini dibuktikan
dengan tidak adanya bantuan yang diberikan untuk pengembangan ekowisata walaupun
kelompok pengelola ekowisata sudah banyak mengajukan proposal bantuan dana. Pada
perjalanannya, pemerintah hanya memberikan bantuan berupa promosi dengan
mengatakan bahwa ekowisata hutan mangrove Belawan merupakan hasil binaan mereka
dan melakukan kegiatan-kegiatan berbau lingkungan di kawasan ekowisata.
Hal ini tentu membuat tata kelola kepariwisataan yang baik (good tourism
governance) belum berjalan maksimal. Prinsip dari penyelenggaraan tata kelola
kepariwisataan yang baik pada intinya adalah adanya koordinasi dan sinkronisasi program
antar pemangku kepentingan yang ada serta pelibatan partisipasi aktif yang sinergis
(terpadu dan saling menguatkan) antara pihak pemerintah, swasta/industri pariwisata dan
masyarakat setempat yang saling terkait. Kendati demikian konsep community based-
management telah tercapai, hal ini dapat dilihat dari keterlibatan masyarakat setempat
secara aktif dalam mengembangkan ekowisata yang berkelanjutan.

76
Sintaksis : Jurnal Ilmiah Pendidikan P-ISSN 2775-5606
Vol 1 No 1 Juni 2021 E-ISSN 2775-6483

Potensi Hutan Mangrove Sebagai Kawasan Ekowisata Di Belawan Sumatera Utara


Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau
tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri
tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem
perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini
merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan
anaerob. Dalam dua dekade ini keberadaan ekosistem mangrove mengalami penurunan
kualitas secara drastis.
Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman pantai, estuari atau muara
sungai, dan delta di tempat yang terlindung daerah tropis dan sub tropis. Dengan demikian
maka mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan dan pada
kondisi yang sesuai mangrove akan membentuk hutan yang ekstensif dan produktif.
Karena hidupnya di dekat pantai, mangrove sering juga dinamakan hutan pantai, hutan
pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Istilah bakau itu sendiri dalam bahasa
Indonesia merupakan nama dari salah satu spesies penyusun hutan mangrove yaitu
Rhizophora sp. sehingga dalam percaturan bidang keilmuan untuk tidak membuat bias
antara bakau dan mangrove maka hutan mangrove sudah ditetapkan merupakan istilah
baku untuk menyebutkan hutan yang memiliki karakteristik hidup di daerah pantai.
Sumberdaya ekosistem hutan mangrove mempunyai beberapa peranan, baik secara
fisik, kimia maupun biologi, sangat menunjang untuk pemenuhan kebutuhan hidup
manusia dan sebagai penyangga keseimbangan ekosistem di wilayah pesisir. Ekosistem
mangrove berperan sebagai pelindung dan penahan pantai, penghasil bahan organik,
habitat fauna mangrove, pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan
kapal-kapal di lautan, sumber bahan baku industri dan obat- obatan, kawasan pariwisata,
pendidikan, penelitian dan konservasi.
Kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses kepada semua orang untuk
melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman alam, intelektual dan budaya masyarakat
lokal (Khan, 2003). Dan yang telah mengalami kerusakan sekitar 5,30 juta hektar.
Kerusakan tersebut antara lain disebabkan oleh konversi mangrove menjadi kawasan
pertambakan, pemukiman, dan industri, padahal mangrove berfungsi sangat strategis
dalam menciptakan ekosistem pantai yang layak untuk kehidupan organisme akuatik.
Keseimbangan ekologi lingkungan perairan pantai akan tetap terjaga apabila keberadaan
mangrove dipertahankan karena mangrove dapat berfungsi sebagai biofilter, agen pengikat
dan perangkap polusi. Permasalahan utama adalah pengaruh dan tekanan habitat mangrove
bersumber dari keinginan manusia untuk mengonversi areal hutan mangrove menjadi areal
pengembangan perumahan, industri dan perdagangan, kegiatan-kegiatan komersial
maupun pergudangan.
Mengingat beberapa fungsi dan manfaat penting kawasan mangrove, perlu diterapkan
atau digalakkan prinsip save it (lindungi), study it (pelajari), dan use it (manfaatkan).
Semua itu tentu memerlukan koordinasi antara stakeholders dan masyarakat di sekitar
kawasan tersebut maupun para pencita lingkungan, terutama kalangan akademisi. Untuk
itu, diperlukan faktor-faktor pendukung agar pemanfaatan kawasan mangrove berjalan
sesuai dengan tujuan pengelolaan mangrove yang lestari yaitu teknologi, diversifikasi
pemanfaatan upaya sustainable, dan pengelolaan terpadu.
Hutan mangrove dapat dijadikan area pariwisata apabila memberikan nilai ekonomi
dalam kegiatan ekosistem di dalam lingkungan yang dijadikan sebagai obyek wisata,
menghasilkan keuntungan secara langsung untuk pelestarian lingkungan, memberikan
keuntungan secara langsung dan tidak langsung bagi para stakeholders, membangun
konstituensi untuk konservasi secara lokal, nasional dan internasional, mempromosikan
penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan, dan mengurangi ancaman terhadap

77
Sintaksis : Jurnal Ilmiah Pendidikan P-ISSN 2775-5606
Vol 1 No 1 Juni 2021 E-ISSN 2775-6483

kenekaragaman hayati yang ada di obyek wisata tersebut. Mangrove sangat berpotensi
sebagai tempat berpariwisata di pinggir pantai. Mangrove dapat dijadikan sarana edukatif
dan sarana pariwisata melalui fungsinya selain menahan ombak namun juga dapat menjadi
habitat para hewan perairan. Mangrove berpotensi menjadi sarana ekowisata dimana pada
wisata ini bertujuan untuk melestarikan mangrove itu sendiri yang berupa konservasi
lingkungan juga terdapat manfaat secara ekonomi. Salah satu pemanfaatan mangrove
sebagai sarana pariwisata :
x Sumber informasi yang dimaksud adalah informasi mengenai hutan mangrove,
bagaimana membudidayakan hutan mangrove, cara penyemaian mangrove agar anak-
anak maupun masyarakat luar dapat berinteraksi langsung bagaimana cara pembibitan
dan bagaimana perawatannya, manfaat- manfaat apa saja yang dapat didapatkan dari
mangrove.
x Dapat dibangun berupa kolam sentuh yang berada di pohon mangrove yang dapat
didesain sesuai areanya agar masyarakat pengunjung dapat mengetahui habitat asli
fauna yang menempati mangrove.
x Dapat melihat burung-burung pantai yang singgah di mangrove karena burung-burung
pantai akan berbeda dengan burung-burung darat. Burung- burungnya merupakan
burung lepas dan memiliki karakteristik burung laut yang alami yang memiliki
keterikatan dengan ekologi hutan mangrove. Artinya, walaupun burung-burung tersebut
tidak dikurung namun burung- burung tersebut akan terus berada di dalam hutan
mangrove.
x Sebagai sarana memancing karena terdapat berbagai macam ikan, kepiting dan hewan
air lainnya.
Pembangunan ekowisata di kawasan hutan mangrove dapat dikaji dari aspek ekologi
hutan mangrove. Hal ini disebabkan hutan mangrove merupakan objek yang utama dalam
kegiatan ekowisata. Pembangunan ekowisata berperan untuk konservasi sumberdaya alam
(hutan mangrove) dan membantu masyarakat lokal dalam memenuhi kesejahteraan hidup.
Pembangunan ekowisata memberikan perubahan terhadap kualitas hidup, struktur sosio-
ekonomi, dan organisasi sosial dalam masyarakat lokal.

D. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan yaitu :
1. Hutan mangrove dapat dijadikan ekowisata apabila memenuhi beberapa syarat, kriteria
penilaian dapat dijadikan pedoman dalam ekowisata seperti ketebalan dan kerapatan
pohon, jenis flora atau fauna mangrove, dan kisaran pasang surut. Selain itu juga harus
memberi nilai ekonomi dalam kegiatan ekosistem di lingkungan obyek wisata;
menghasilkan keuntungan secara langsung untuk pelestarian lingkungan dan tidak
langsung bagi para stakeholders; membangun konstituensi untuk konservasi secara
lokal, nasional dan internasional; mempromosikan penggunaan sumber daya alam yang
berkelanjutan; dan mengurangi ancaman terhadap kenekaragaman hayati yang ada di
obyek wisata tersebut.
2. Pengembangan pariwisata khususnya ekowisata magrove haruslah berbasis kerakyatan
(ecotourism based community developmnet) dimana prinsip dasarnya adalah
memprioritasan keikutsertaan masarakat lokal dalam pengembangangannya. Agar
pembudidayaannya maksimal dan keuntungan yang diperoleh dapat dirasakan
masyarakat secara merata.
3. Keseimbangan dan harmoni antar masyarakat, lingkungan dan wisatawan menjadi
tujuan utama pembangunan pariwisata berbasis kerakyatan sehingga keberlanjutan
pembangunan pariwisata dapat pula terpenuhi.

78
Sintaksis : Jurnal Ilmiah Pendidikan P-ISSN 2775-5606
Vol 1 No 1 Juni 2021 E-ISSN 2775-6483

4. Dalam persaingan industri pariwisata yang telah mencapai tingkat global, paradigma
baru pengembangan pariwisata khususnya ekowisata mangrove merupakan pilihan tepat
karena sektor ini memiliki ciri-ciri unik dan rasional yang yang sangat menguntungkan
masyarakat. Adapun ciri-ciri tersebut adalah memanfaatkan kekayaan alam hutan
mangrove dalam prinsip ekowisata dan mengikut sertakan masyarakat setempat dalam
pembudidayaaan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan serta perolehan
manfaatnya.
5. Hutan mangrove mempunyai manfaat ganda dan merupakan mata rantai yang sangat
penting dalam memelihara keseimbangan biologi di suatu perairan. Selain itu hutan
mangrove merupakan suatu kawasan yang mempunyai tingkat produktivitas tinggi.
Tingginya produktivitas ini karena memperoleh bantuan energi berupa zat-zat makanan
yang diangkut melalui gerakan pasang surut.
6. Mangrove membantu dalam pengembangan dalam bidang sosial dan ekonomi
masyarakat sekitar pantai dengan mensuplai benih untuk industri perikanan. Selain itu
telah diketemukan bahwa tumbuhan mangrove mampu mengontrol aktivitas nyamuk,
karena ekstrak yang dikeluarkan oleh tumbuhan mangrove mampu membunuh larva
dari nyamuk Aedes aegypti (Thangam and Kathiresan,1989).
7. Produk-produk ekowisata yang ditawarkan oleh hutan mangrove dapat beragam
tergantung pada lokasi dan keadaan hutan mangrove yang akan dijadikan area
ekowisata, seperti wisata perahu, penginapan dan restoran di atas air, jembatan kayu,
outbond, penanaman pohon mangrove langsung pada habitatnya, camping ground,
pemancingan, penjualan suvenis khas mangrove seperti baju batik mangrove, dan
sebagainya.
8. Hutan mangrove di kecamatan Sei Nagalawan memiliki prospek cemerlang untuk
dikembangkankan bila kita lihat dari kacamata ekowisata walaupun sektor ini masih
jarang kita temukan dan di budidayakan, namun sektor ini memang di tujukan untuk
wisatawan khusus. Hutan mangrove sendiri mempunyai peran dan fungsi yang sangat
penting antara lain: mangrove memiliki banyak manfaat, seperti perlindungan pantai
dari abrasi dan ombak.

Daftar Pustaka
x Alponita, Rizki, A. ,Triastuti., & Sarintan. E. D. 2020. Analisa Vegetasi Pakan Gajah Di
Aek Nauli Elephant Conservation Camp (ANECC). Jurnal Akar Volume 2 Nomor 2
Edisi Agustus 2020.
x A Sihombing, T Sipayung, SE Damanik, P Nainggolan. 2019. Pengaruh Pembangunan
Infrastruktur Jalan, Pertanian Dan Kesehatan Terhadap Pendapatan Asli Daerah (Pad)
Di Kabupaten Simalungun. Jurnal Regional Planning. ISSN 2252-553X. Vol 8 (2) 2019.
x Damanik, Janianton dan Helmut F. Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata dari Teori Ke
Aplikasi. Yogyakarta. CV. Andi Offset.
x Damanik, S. E. 2019. Pemberdayaan Masyarakat Desa Sekitar Hutan. Uwais Inspirasi
Indonesia.
x Damanik, S. E. 2009. Studi Sifat Hasil Pembakaran Arang dari Enam Jenis Kayu.
Sumatera Utara : LPPM Universitas Simalungun.
x Damanik, S. E. (2015). Perencanaan pengembangan wisata alam dan pendidikan
lingkungan di kawasan hutan Aek Nauli Kecamatan Lumban Julu. Habonaron Do Bona,
1(1), 18.
x Damanik, Sarintan Efratani. 2019. Perencanaan Pembangunan Kehutanan. Jawa Timur:
Uwais Inspirasi Indonesia.
x Damanik, S. E. 2017. Techniques of Efficiency Measurement in Ecology Research of
Forest Management Using Data Envelopment Analysis. International Journal of

79
Sintaksis : Jurnal Ilmiah Pendidikan P-ISSN 2775-5606
Vol 1 No 1 Juni 2021 E-ISSN 2775-6483

Applied Engineering Research ISSN 0973-4562 Volume 12, Number 24 (2017) pp.
16024-16031.
x Damanik, S. E., Purwoko, A., & Hidayat, R. (2019, March). A mixed integer
programming model for forest harvest scheduling problem. In Journal of Physics:
Conference Series (Vol. 1175, No. 1, p. 012044). IOP Publishing.
x Damanik, S. E.. (2020, March). Agricultural Ecology of Irrigation Systems and
Sustainable Development in Simalungun region, Indonesia. Utopía y Praxis
Latinoamericana; ISSN 1316-5216; ISSN-e 2477-9555 Año 25, n° Extra 1, 2020,
pp.272-281.
x Damanik, S. E., Purwoko, A., & Hidayat, R. (2019, March). A mixed integer
programming model for forest harvest scheduling problem. In Journal of Physics:
Conference Series (Vol. 1175, No. 1, p. 012044). IOP Publishing.
x Damanik, S. E., Sahata Purba 2019. Perencanaan Pola Kemitraan Dalam Peningkatan
Kesejahteraan Petani Kphxiii Kawasan Doloksanggul Kabupaten Humbang
Hasundutan. Sebatik 2621-069X. Vol 23 No 2 (2019): Desember 2019.
x Damanik, S, D., Marlon S., Suwardi L., & Agus P. 2017. Planning For Sustainable
Waste Management Model In Pematangsiantar City. International Journal of Recent
Scientific Research. Vol. 8, Issue, 3, pp. 15796-15801, March, 2017.
x Damanik, S, D., 2015. Role of Eden Park Ecotourism100 Local Economic
Evelopmenting the District Lumban Julu Indonesia. Global Journal of Management and
Business Research: F Real Estate, Event & Tourism Management. ISSN: 2249-4588 &
Print ISSN: 0975-5853. Volume 15 Issue 2 Version 1.0 Year 2015.
x Damanik, S, D., 2015. Waste Management and Asset Service Improvement in
Pematangsiantar. International Journal of Academic Research in Business and Social
Sciences. June 2015, ISSN: 2222-6990. Vol. 5, No. 6.
x Drumm, Andy and Alan Moore. 2002. Ecotourism Development. An Introduction to
Ecotourism Planning. The Nature Conservancy. Arlington, Virginia, USA.
x Fandeli, Chafid. Pengusahaan Ekowisata. Jogjakarta: Fakultas Kehutanan. Universitas
Gajah Mada. 2000.
x Irwanto, Isyak, Ummu, H., Sarintan E. D., & Pinondang N. 2020. Pengaruh Lembaga
Pemberdayaan Masyarakatnagori Dan Tim Penggerak Pemberdayaankesejahteraan
Keluarga Terhadap Pembangunannon Fisik Di Kecamatan Raya. Jurnal Regional
Planning, ISSN 2252-553XVol. 9 No. 1 Februari 2020.
x Mesliani, Surya., Sarintan E. D., Tuahman S., & Anggiat S. 2019. Pengaruh Kinerja
Pegawai Dinas Sosial Dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengembangan Wilayah Di
Kabupaten Toba Samosir. Jurnal Regional Planning. ISSN 2252-553X. Vol. 8 No.2
Agustus 2019.
x Mukhlison. Chafid Fandeli. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Yogyakarta : Fakultas
Kehutanan Uniersitas Gadjah Mada.
x Muniarti. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata. Skripsi FISIP-
UNS. Surakarta. 2008.
x Natori, Masahiko. 2001 (ed). A guidebook for Tourism Based Community
Development. Japan : Aptec.
x Omarsaid, Cipto, 2009. Keterkaitan Lingkungan Bahari dan Ekowisata. Pusat Penelitian
Kepariwisataan, Institut Teknologi Bandung.
x Pendit, S. Nyoman, 1999. Ilmu Pariwisata Sebuah pengantar Perdana. Cetakan Ke
Enam. Jakarta : Pt. Pradnya Paramita.
x Pitana, 1999. Community Management Dalam Pembangunan Pariwisata : Dalam
Majalah Ilmiah Pariwisata Vol.2 No. 2. Denpasar : Program Studi Pariwisata Unud.

80
Sintaksis : Jurnal Ilmiah Pendidikan P-ISSN 2775-5606
Vol 1 No 1 Juni 2021 E-ISSN 2775-6483

x Purba, T.,Sarintan. E. D. 2020. Peran Penyuluh Kehutanan Dalam Menunjang


Keberhasilan Pembangunan Kehutanan (Studi Kasus Desa Pondok Bulu Kabupaten
Simalungun). Jurnal Akar 2 (1), 1-14.
x Saragih, Gilbert, H., Benteng H. S., Sarintan E. D. 2019. Pengaruh Jenis Tumbuhan
sebagai Sumber Nektar terhadap Produksi Lebah Madu Apis di Raya Huluan Kabupaten
Simalungun. Jurnal Akar. Volume 1 Nomor 2 Edisi Agustus 2019.
x Soekardijo, R.G, 1997. Anatomi Pariwisata Memahami Pariwisata Sebagai Systematic
Linkage. Jakarta : Pt. Gramedia Pustaka Utama.
x Sudiarta, Made. 2006. Ekowisata Hutan Mangrove : Wahana Pelestarian Alam dan
Pendidikan Lingkungan. Jurnal Manajemen Pariwisata Vol. 5 No 12.
x Suhandi, A. Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat di Indonesia. (Makalah
disampaikan pada Heritage and Ecotourism Seminar). Surakarta. 2001. (Tidak
diterbitkan).
x Yoeti. A Oka, 1992, Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung : Angkasa Offset.
x Yoeti. A Oka, 2000, Ecotourism, pariwisata Berwawasan Lingkungan. Jakarta : PT.
Pertja.Sumber Lain.

81

Anda mungkin juga menyukai