Anda di halaman 1dari 245

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/372676537

Hama Tanaman Perkebunan

Book · July 2023

CITATIONS READS

0 1,110

7 authors, including:

Sutiharni Sutiharni Nurul Chairiyah


University of Papua, Indonesia University of Borneo, Tarakan
12 PUBLICATIONS 3 CITATIONS 19 PUBLICATIONS 58 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

Lutfi Afifah Nurmaisah Nurmaisah


Universitas Singaperbangsa Karawang Universitas Borneo Tarakan
28 PUBLICATIONS 34 CITATIONS 13 PUBLICATIONS 11 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Penerbit Muhammad Zaini on 27 July 2023.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Editor: Araz Meilin

Hama dalam arti luas adalah semua bentuk gangguan


baik pada manusia, ternak dan tanaman. Pengertian
HAMA UTAMA
hama dalam arti sempit yang berkaitan dengan kegiatan TANAMAN

HAMA UTAMA TANAMAN PERKEBUNAN


budidaya tanaman adalah semua hewan yang merusak
tanaman atau hasilnya yang mana aktivitas hidupnya
ini dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis.
Adanya suatu hewan dalam satu pertanaman sebelum
PERKEBUNAN
menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam
pengertian ini belum termasuk hama. Namun demikian Sutiharni | Nurul Chairiyah | Sri Wahyuni
potensi mereka sebagai hama nantinya perlu dimonitor Wilyus | Lutfi Afifah | Nurmaisah
dalam suatu kegiatan yang disebut pemantauan Sutiharni | Suhartini Azis
(monitoring). Secara garis besar hewan yang dapat Randi Syafutra | Hayata
menjadi hama dapat dari jenis serangga, moluska,
tungau, tikus, burung, atau mamalia besar. Mungkin di
suatu daerah hewan tersebut menjadi hama, namun di
daerah lain belum tentu menjadi hama.
HAMA UTAMA
TANAMAN PERKEBUNAN

Sutiharni
Nurul Chairiyah
Sri Wahyuni
Wilyus
Lutfi Afifah
Nurmaisah
Sutiharni
Suhartini Azis
Randi Syafutra
Hayata

Editor
Araz Meilin
HAMA UTAMA TANAMAN PERKEBUNAN

Penulis:
Sutiharni; Nurul Chairiyah; Sri Wahyuni; Wilyus; Lutfi Afifah;
Nurmaisah; Sutiharni; Suhartini Azis; Randi Syafutra; Hayata

Editor:
Araz Meilin

Penyunting:
Nanda Saputra, M.Pd.

Desain Sampul dan Tata Letak


Indra

ISBN: 978-623-8065-49-3
Cetakan: Juni 2023
Ukuran: A5 (14 x 20 cm)
Halaman: viii + 235 Lembar

Penerbit:
Yayasan Penerbit Muhammad Zaini
Anggota IKAPI (026/DIA/2021)

Redaksi:
Jalan Kompleks Pelajar Tijue
Desa Baroh Kec. Pidie
Kab. Pidie Provinsi Aceh
No. Hp: 085277711539
Email: penerbitzaini101@gmail.com
Website: https://penerbitzaini.com/

Hak Cipta 2023@ Yayasan Penerbit Muhammad Zaini


Hak cipta dilindungi undang-udang. Dilarang keras menerjemahkan,
memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku
ini tanpa izin tertulis dari Penerbit atau Penulis.
PRAKATA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan
ke hadirat Allah SWT, karena rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan buku Hama Utama Tanaman
Perkebunan ini. Bunga rampai ini merupakan buku
kolaborasi yang dituliskan oleh beberapa dosen yang
bergabung dalam Asosiasi Dosen Kolaborasi Lintas
Perguruan Tinggi.
Adapun bunga rampai ini tidak akan selesai tanpa
bantuan, diskusi dan dorongan serta motivasi dari
beberapa pihak, walaupun tidak dapat disebutkan satu
persatu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-
banyaknya.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa buku ini masih
jauh dari kesempurnaan. Dengan demikian, penulis
mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan serta
perkembangan lebih lanjut pada bunga rampai ini.
Wassalamu’alaikumsalam, Wr.Wb.

Tim Penulis

Hama Utama Tanaman Perkebunan iii


KATA PENGANTAR

Hama dalam arti luas adalah semua bentuk gangguan


baik pada manusia, ternak dan tanaman. Pengertian hama
dalam arti sempit yang berkaitan dengan kegiatan budidaya
tanaman adalah semua hewan yang merusak tanaman
atau hasilnya yang mana aktivitas hidupnya ini dapat
menimbulkan kerugian secara ekonomis. Adanya suatu
hewan dalam satu pertanaman sebelum menimbulkan
kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian ini
belum termasuk hama.
Namun demikian potensi mereka sebagai hama
nantinya perlu dimonitor dalam suatu kegiatan yang
disebut pemantauan (monitoring). Secara garis besar
hewan yang dapat menjadi hama dapat dari jenis serangga,
moluska, tungau, tikus, burung, atau mamalia besar.
Mungkin di suatu daerah hewan tersebut menjadi hama,
namun di daerah lain belum tentu menjadi hama.

Ketua Umum Asosiasi DKLPT

Nanda Saputra, M.Pd.


ID. A23DKLPT10001

iv Hama Utama Tanaman Perkebunan


DAFTAR ISI

PRAKATA ........................................................................................ iii


KATA PENGANTAR...................................................................... iv
DAFTAR ISI..................................................................................... v
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. Potensi dan Peran Tanaman Perkebunan di
Indonesia............................................................................... 1
B. Status dan Golongan Hama yang
Mengakibatkan Kehilangan Hasil Panen
Pada Tanaman Perkebunan............................................. 10
BAB II
EKOSISTEM PERKEBUNAN DAN
PERMASALAHANNYA................................................................ 27
A. Definisi Ekosistem............................................................... 27
B. Ekosistem Perkebunan...................................................... 30
C. Permasalahan yang Dijumpai Pada Ekosistem
Perkebunan........................................................................... 35
BAB III
DEFENISI, STATUS DAN KEJADIAN HAMA PADA
TANAMAN PERKEBUNAN........................................................ 43
A. Defenisi Hama...................................................................... 43
B. Status Hama.......................................................................... 46
C. Kejadian Hama pada Tanaman Perkebunan............. 55

Hama Utama Tanaman Perkebunan v


BAB IV
HAMA UTAMA PADA TANAMAN KELAPA ........................ 65
A. Pendahuluan......................................................................... 65
B. Kumbang kelapa (kumbang tanduk): Oryctes
rhinoceros Linnaeus (Coleoptera: Scarabidae)......... 66
C. Kumbang Sagu: Rhynchophorus. (Curculionidae:
Coleoptera)........................................................................... 71
D. Kumbang Brontispa longissima Gestro
(Coleoptera: Chrysomelidae).......................................... 75
E. Sexava nubila Stal (Orthoptera: Tettigoniidae).......... 78
F. Artona catoxantha Hampson (Lepidoptera:
Zygaeninidae)....................................................................... 82
G. Ulat api (Lepidoptera: Limacoodae)............................ 85
H. Tikus ........................................................................................ 89
BAB V
HAMA KELAPA SAWIT............................................................... 95
A. Tungau Oligonychus sp.................................................... 95
B. Ulat Api (Setothosea asigna, Setora nitens, Darna
trima, dan Parasa lepida)................................................. 97
C. Kumbang Oryctes rhinoceros......................................... 101
D. Penggerek Tandan Buah Tirathaba mundella.......... 104
BAB VI
HAMA UTAMA PADA TANAMAN KARET........................... 109
A. Penggerek Batang (Xyleborus sp.)................................ 109
B. Kutu Tanaman...................................................................... 110
C. Kutu Tempurung (Coccus sp.)......................................... 112
D. Uret (Helotrichia serrata, H. sufoflava, H. fessa,
Anomala varians, Leucopholis sp. dan
Exopholis sp.)........................................................................ 113

vi Hama Utama Tanaman Perkebunan


E. Rayap (Captotermes Curvignatus, Icrotermes
Inspiratus, Macrotermis Gilvus)...................................... 114
F. Tungau.................................................................................... 116
G. Tikus (Rattus sp.)................................................................. 117
H. Babi (Sus Venrrucosus)...................................................... 117
BAB VII
HAMA UTAMA PADA TANAMAN KOPI............................... 119
A. Sejarah dan Potensi Tanaman Kopi di Indonesia.... 119
B. Jenis-Jenis Hama Utama Pada Tanaman kopi......... 122
BAB VIII
HAMA UTAMA PADA TANAMAN KAKAO.......................... 147
A. Karakteristik Tanaman Kakao......................................... 147
B. Syarat Tumbuh Tanaman Kakao.................................... 152
C. Jenis Hama Utama Pada Tanaman Kakao................. 155
BAB IX
HAMA UTAMA TAMANAN TEH............................................. 171
A. Pendahuluan......................................................................... 171
B. Keadaan Umum PR Desa Cirumput, PBN PTPN
VIII Gunung Mas, dan PBS PT Sinar Inesco.............. 173
C. .Hama Utama Tanaman Teh di PR Desa Cirumput,
PBN PTPN VIII Gunung Mas, dan PBS PT Sinar
Inesco...................................................................................... 175
D. Pengendalian Hama Tanaman Teh di Indonesia..... 178
BAB X
HAMA UTAMA PADA TANAMAN TEBU.............................. 183
A. Jenis Hama yang Menyerang Tanaman Tebu.......... 183
B. Pengendalian Terpadu Hama Tanaman Tebu........... 194

Hama Utama Tanaman Perkebunan vii


DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 199
BIOGRAFI........................................................................................ 223
INDEKS............................................................................................ 231

viii Hama Utama Tanaman Perkebunan


BAB I
PENDAHULUAN
Sutiharni
Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Papua

A. Potensi dan Peran Tanaman Perkebunan di


Indonesia
Pertanian di Indonesia merupakan salah satu sektor
kunci perekonomian Indonesia. Meskipun kontribusi sektor
pertanian terhadap produk domestik bruto nasional telah
menurun secara signifikan dalam setengah abad terakhir,
saat ini sektor pertanian masih memberikan pendapatan
bagi sebagian besar rumah tangga Indonesia. Pada tahun
2013, sektor pertanian menyumbang 14,43 persen dari PDB
nasional, sedikit mengalami penurunan dibandingkan satu
dekade sebelumnya (2003) yang mencapai 15,19 persen.
(Estu, 2014). Pada tahun 2012, sektor ini menyediakan
lapangan kerja untuk sekitar 49 juta orang Indonesia, yang
mewakili 41 persen dari total angkatan kerja di negara ini.
Saat ini sekitar 30 persen lahan Indonesia digunakan untuk
pertanian. Sektor pertanian Indonesia ditinjau dan diatur
oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Umumnya, sektor pertanian di Indonesia terdiri dari dua
jenis berdasarkan skala per 1 meter, yaitu; (1). Perkebunan
besar baik milik negara maupun perusahaan swasta,
cenderung fokus pada komoditas ekspor; seperti minyak
sawit dan karet (2). Produksi petani kecil, kebanyakan

Hama Utama Tanaman Perkebunan 1


rumah tangga yang melakukan pertanian tradisional, fokus
pada komoditas hortikultura untuk memasok konsumsi
makanan masyarakat lokal dan regional, seperti beras,
kedelai, jagung, buah-buahan dan sayuran.(Anon, 2015).
Indonesia terletak di daerah tropis sehingga mengalami
hujan lebat dan sinar matahari hampir sepanjang waktu,
yang merupakan elemen penting untuk pertanian.
Sebagian besar komoditas pertanian global dapat hidup
di Indonesia (Johannes, 2010). Negara Indonesia memiliki
tanah subur yang melimpah, penghasil utama dari berbagai
produk pertanian tropis. Komoditas pertanian penting di
Indonesia meliputi minyak sawit, karet alam, kakao, kopi,
teh, singkong, beras dan rempah-rempah tropis.(Anon,
2015)
Perkebunan adalah kegiatan yang melaksanakan
pengelolaan tanaman tertentu pada tanah atau media
tumbuh dalam ekosistim yang sesuai dengan bantuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, permodalan dan manajemen
untuk kemakmuran pelaku usaha perkebunan dan
kesejahteraan rakyat Indonesia. Komoditas yang ditanam
umumnya tanaman besar yang tumbuh dalam waktu
relatif lama dari bulanan hingga tahunan misalnya seperti
tanaman tebu, tembakau, sawit, karet dsb. Karena sifat
tanaman yang intensif maka Perkebunan menerapkan budi
daya tanaman monokultur. Sebagaimana yang tertuang
pada UU No. 18 tahun 2004 lahan perkebunan adalah
lahan pertanian yang luas, biasanya terletak didaerah
tropis dan subtropis dan hal ini sesuai dengan kondisi
daerah di Indonesia. Ukuran luas perkebunan tergantung

2 Hama Utama Tanaman Perkebunan


dari ukuran volume komoditas yang ditanam namun harus
ada ukuran luas minimum untuk menjaga hasil produksi
yang menguntungkan.
Industri hasil perkebunan merupakan salah satu
bagian dari industri agro yang pada semester I – 2022
memiliki kinerja ekspor sebesar USD14,21 miliar atau
56,6% dari total ekspor industri agro yang mencapai
USD25,12 miliar. Komoditas industri hasil perkebunan
Indonesia yang mainstream meliputi kelapa, kelapa sawit,
kakao, kopi, teh dan minyak atsiri. Industri agro masih
memegang peranan penting terhadap pertumbuhan
sektor industri. Pada triwulan II tahun 2022, industri agro
mampu memberikan kontribusi sebesar 50,41% terhadap
sektor industri pengolahan nonmigas. Begitu pula dengan
pencapaian realisasi investasi baru yang berasal dari modal
asing maupun dalam negeri yang pada periode tersebut
meningkat hingga menyentuh angka Rp36,52 Triliun, jauh
melampaui periode yang sama tahun sebelumnya.
Menurut Rahardja (2020), bahwa perkebunan
mempunyai 3 (tiga) fungsi yaitu: (1). Ekonomi, untuk
peningkatan kesejahteraan rakyat dan penguatan
struktur ekonomi daerah maupun nasional, (2) Ekologi,
peningkatan konversi tanah dan air dan penyangga
kawasan lindung dan (3). Sosial budaya, sebagai pemersatu
bangsa. Oleh karena itu untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat sehingga perkebunan mempunyai peran yang
strategis dalam pembangunan nasional, antara lain untuk
penyediaan lapangan kerja, penyedia bahan baku industri
pengolahan misalnya tebu untuk gula sawit untuk CPO

Hama Utama Tanaman Perkebunan 3


atau minyak goreng, memberikan nilai tambah dan daya
saing produksi dan penerimaan devisa negara. Perkebunan
mengemban amanat untuk mendukung pembangunan
nasional, hal ini diamanatkan dalam UU no 39 tahun 2014
tentang perkebunan, bahwa perkebunan adalah segala
kegiatan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya
manusia, sarana produksi, alat dan mesin, budidaya, panen,
pengelolaan dan pemasaran terkait tanaman perkebunan.
Selain juga berperan dalam hal isu lingkungan yang
merupakan isu global yang mendukung program KLH.
Pengembangan komoditas perkebunan di areal yang
marginal merupakan wujud kontribusi perkebunan dalam
memelihara lingkungan/konservasi
Pemikiran agar perkebunan tetap eksis, menurut
Rahardja (2020), perlu adanya strategi peningkatan
potensi perkebunan Indonesia ke depan antara lain: (1).
Memaksimalkan pemanfaatan sumber daya alam, dan fokus
pada kegiatan penelitian dan pengembangan komoditas
perkebunan (terutama benih unggul) secara optimal; (2).
Meningkatkan kerja sama penelitian dan komersialisasinya
dengan Lembaga penelitian dan pengembangan, Perguruan
Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan sektor
swasta; (3). Meningkatkan percepatan dan mekanisme
umpan balik inovasi perkebunan melalui teknologi dan
sarana penanganan pasca panen yang mampu menjaga
kualitas produksi; (4). Meningkatkan relevansi, kualitas,
nilai tambah teknis dan nilai tambah ekonomis disektor
perkebunan; (5). Memberikan skala prioritas keterkaitan dan
keselarasan program antar Kementrian dan institusi yang

4 Hama Utama Tanaman Perkebunan


terkait pengelolaan perkebunan, khususnya Kementrian
Pertanian (Kementan), Kementerian Perindustrian
(Kemenperin), Kementrian BUMN dan Kementrian
Perdagangan (Kemendag) dengan kebutuhan pelaku
usaha perkebunan dan petani, yang saling menunjang;
dan (6). Menetapkan kebijakan perkebunan yang berpihak
kepada pelaku usaha perkebunan dan petani.
Kajian Ruslan dan Octavia (2021), membahas bahwa
sebagai salah satu kategori bidang sektor pertanian,
Indonesia menjadi salah satu negara yang kuat dan
mampu mampu bertahan dari sisi ekonomi dalam
menghadapi berbagai krisis dan ancaman resesi dunia.
Pertanian sukses menjadi penyumbang devisa negara
sekaligus meningkatkan PDB Indonesia. Pertanian tumbuh
meyakinkan baik pada sisi produktivitas maupun ekspor.
PDB Pertanian tumbuh 2,20% pada triwulan ke III tahun
2022. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS)
tahun 2022, nilai ekspor pertanian Januari-Oktober 2022
adalah sebesar 550,11 triliun rupiah atau naik 7,37%
dibandingkan periode yang sama tahun 2021, dalam
pencapaian tersebut untuk sub sektor perkebunan turut
andil menjadi penyumbang terbesar ekspor di sektor
pertanian dengan kontribusi sebesar 520,76 triliun rupiah
(94,66%). Peluang ekspor komoditas perkebunan semakin
besar dan terus meningkat, terbukti ekspor komoditas
perkebunan yang melonjak paling besar disumbang oleh
kelapa sawit, karet, kakao, kelapa dan kopi.
Subsektor perkebunan memiliki potensi yang cukup
besar dalam mendorong ekonomi nasional, selain

Hama Utama Tanaman Perkebunan 5


sebagai penyedia bahan pangan, subsektor ini memiliki
kontribusi yang cukup signifikan terhadap pembentukan
output nasional. Gambar 1 menunjukkan perkembangan
pangsa PDB subsektor perkebunan selama periode 2011
hingga 2020 terhadap total PDB nasional dan PDB sektor
pertanian, perikanan, dan kehutanan. Data yang tersajikan
bahwa meskipun pangsa subsektor perkebunan terhadap
total output nasional dan sektor pertanian, perikanan,
dan kehutanan cenderung menurun selama satu dekade
terakhir, kontribusinya cukup signifikan.

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Keterangan:
Pangsa terhadap output nasional
Pangsa terhadap output pertanian, kehutanan, dan perikanan
Gambar 1. Perkembangan Pangsa Produk Domestik
Bruto (PDB) Subsektor Perkebunan
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2021)

Pada tahun 2011, subsektor perkebunan berkontribusi


2020
sekitar 3,87 persen terhadap ekonomi nasional dan
mengalami penurunan menjadi sekitar 3,63 persen
pada 2020. Sementara itu, rata-rata pangsa subsector

6 Hama Utama Tanaman Perkebunan


perkebunan terhadap PDB pertanian, kehutanan, dan
perikanan selama periode 2011 hingga 2020 mencapai
26,91 persen dengan tren yang juga cenderung menurun.
Pangsa PDB subsektor perkebunan yang semakin menurun
tersebut disebabkan kalah cepatnya pertumbuhan output
subsektor ini dibandingkan dengan beberapa subsektor
pertanian lainnya. Selama lima tahun terakhir, laju
pertumbuhan PDB subsektor perkebunan berfluktuasi dan
kalah dari beberapa subsektor pertanian lainnya, seperti
subsektor tanaman hortikultura, subsektor peternakan, dan
subsektor perikanan (Gambar 2.). Bahkan, pada tahun 2020,
laju pertumbuhan PDB subsektor perkebunan melambat
menjadi hanya sebesar 1,33 persen dari yang sebelumnya
4,56 persen pada 2019. Pandemi Covid-19 nampaknya
cukup memberikan dampak yang signifikan terhadap
perekonomian nasional, termasuk subsektor perkebunan

Gambar 2. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto


(PDB Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Menurut
Subsektor, 2016-2020
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2021)

Meskipun laju pertumbuhan cenderung melambat,


subsektor perkebunan secara konsisten masih menjadi

Hama Utama Tanaman Perkebunan 7


penyumbang utama output sektor pertanian, kehutanan,
dan perikanan selama lima tahun terakhir (Tabel 1). Pada
2020, subsektor perkebunan memberikan kontribusi
sebesar 26,49 persen terhadap pembentukan output sektor
pertanian, kehutanan, dan perikanan. Pentingnya peran
subsektor perkebunan juga dikonfirmasi oleh hasil analisis
Kementerian Pertanian (2020) yang mengukur dampak
pembangunan perkebunan terhadap pertumbuhan
ekonomi. Hasil estimasi model regresi menunjukkan
bahwa elastisitas perubahan pangsa subsektor perkebunan
terhadap peningkatan PDB nasional sebesar 0,26. Hal ini
menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1 persen pangsa
subsektor perkebunan akan meningkatkan PDB nasional
sebesar 0,26 persen dari nilai sebelumnya. Kinerja subsektor
perkebunan ini harus terus ditingkatkan ke depannya.
Karena itu, upaya yang lebih optimal harus dilakukan untuk
meningkatkan output subsektor perkebunan, terutama
melalui peningkatan produktivitas

8 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Tabel 1. Pangsa Setiap Subsektor Terhadap PDB Sektor Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan, 2016-2020 (persen)
Jasa Kehutanan
Tanaman Tanaman Tanaman pertanian dan
Tahun Peternakan Perikanan
pangan hortikultura perkebunan dan penebangan
perburuan kayu
2016 25,44 11,21 25,65 12,03 1,46 5,24 18,98
2017 24,55 11,04 26,37 11,96 1,46 5,12 19,51
2018 23,65 11,51 25,74 12,22 1,45 5,12 20,30
2019 22,18 11,87 25,71 12,76 1,46 5,17 20,85
2020 22,41 11,84 26,49 12,30 1,43 5,14 20,40
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2021

Hama Utama Tanaman Perkebunan


9
Besarnya kontribusi subsektor perkebunan terhadap
ekonomi nasional juga ditunjukkan dari perannya terhadap
pemasukan devisa negara melalui ekspor komoditas
strategis yang cukup besar, antara lain minyak kelapa
sawit, karet, kakao, kopi, dan gula. Indonesia merupakan
produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah
Pantai Gading dan Ghana. Sebagian besar produksi kakao
Indonesia diekspor ke luar negeri, utamanya Malaysia,
Amerika, India, Cina, dan Belanda (BPS, 2020).

B. Status dan Golongan Hama yang Mengakibatkan


Kehilangan Hasil Panen Pada Tanaman Perkebunan
Hama adalah organisme yang dianggap merugikan
serta kehadirannya tidak diinginkan dalam kegiatan sehari-
hari manusia. Meski ditujukan untuk semua organisme,
namun istilah hama cenderung digunakan kepada hewan
pengganggu tumbuhan. Menurut Dadang (2006), bahwa
hama dalam arti luas adalah semua bentuk gangguan
baik pada manusia, ternak dan tanaman. Pengertian
hama dalam arti sempit yang berkaitan dengan kegiatan
budidaya tanaman adalah semua hewan yang merusak
tanaman atau hasilnya yang mana aktivitas hidupnya ini
dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis.
Pengertian hama diberbagai bidang ilmu pengetahuan
didefinisikan tergantung dari sudut pandang dari bidang
ilmunya. Untuk itu pada tulisan ini diuraikan pengertian
hama menurut para ahli: (1). Nur Fariqah (2006), hama
adalah sebagai binatang perusak tanaman hutan yang
menimbulkan kerusakan, sehingga dapat menyebabkan

10 Hama Utama Tanaman Perkebunan


tingkat kerugian yang melampaui batas toleransi
(ekonomi) 2). Hadiastono.(2006), hama adalah semua
jenis penyebab kerusakan baik tumbuhan maupun
hewan merusak tanaman pertanian, dan jika ditinjau dari
segi kepentingan manusia, secara ekonomis merugikan
karena dapat menurunkan produksi tanaman baik secara
kualitas maupun kuantitas; 3). Pracaya (2008), hama
merupakan binatang perusak tanaman yang berguna
untuk masyarakat; 4). Flint dan Vande Bosch (1981)
dalam Purnomo (2010), hama adalah seluruh organisme
yang sifatnya mampu mengurangi ketersediaan, kualitas,
ataupun nilai sumberdaya yang dimiliki oleh manusia; 5).
Damalyani dan Lestari (2011), hama adalah pengganggu
tanaman yang kasat mata seperti keong, kutu dan ulat; 6).
Andriansyah (2013), hama adalah semua organisme atau
agensia biotik (serangga, vertebrata, tungau, bakteri, virus,
cendawan, cacing/nematoda, dan tumbuhan atau gulma)
yang merusak tanaman atau hasil tanaman dengan cara-
cara yang bertentangan dengan kepentingan manusia;
7). Mary dan Robert (1990) dalam Sukri dan Rahmad
(2016), hama merupakan makhluk hidup yang bersaing
dengan manusia dengan cara mengurangi ketersediaan
kualitas atau jumlah beberapa sumberdaya manusia
berupa tumbuhan atau hewan peliharaan; 8). Meilin dan
Naramsir (2016), hama adalah hewan (serangga) yang
bersifat sebagai pengganggu atau perusak baik secara
ekonomis maupun secara estetis; 9). Djojosumarto (2008)
dalam Nurhidayati et al (2020), hama sebagai makhluk
hidup yang bersifat mengganggu tanaman berupa hewan

Hama Utama Tanaman Perkebunan 11


yang keberadaannya dapat dilihat dengan mata telanjang;
10). Wati et al (2021), hama adalah salah satu organisme
pengganggu tanaman (OPT) yang karena aktifitasnya
dapat dapat merusak tanaman dan menyebabkan kerugian
pada tanaman; 11). Faozan (2021), hama tanaman memiliki
kemampuan merusak, adanya hama tersebut tak hanya
mengganggu pertumbuhan tanaman, tetapi juga dapat
mematikan tumbuhan hingga berdampak pada gagal
panen; 12). Rahayu, Rizal, Marmaini (2021), hama adalah
hewan yang merusak secara langsung pada tanaman
dan kerusakan tersebut menyebabkan kerugian ekonomi
karena dapat menurunkan kwalitas dan kwantitas produksi
tanaman, terdapat beberapa jenis, diantaranya adalah
insekta (serangga), molusca (bekicot, keong), rodenta
(tikus), mamalia (babi), nematoda, dll.
Selain hama tanaman, untuk melakukan tindakan
perlindungan tanaman sering dihadapkan dengan gejala-
gejala pada tanaman yang disebabkan oleh penyebab
non-biologis (abiotik) termasuk suhu ekstrem, kekurangan
nutrisi dan efek sub-mematikan dari herbisida. Oleh karena
itu, langkah pertama yang penting dalam setiap strategi
perlindungan tanaman adalah mengidentifikasi hama yang
menjadi perhatian saat ini atau hama potensial. Identifikasi
ini akan meletakkan dasar bagi setiap keputusan masa
depan atau sistim peramalan hama yang akan disusun.
Menurut Borror (1970) dunia binatang digolongkan
menjadi 14 filum, diantara filum terebut yang berperanan
sebagai hama adalah Nemathelminthes / Ashelminthes,
Mollusca, Arthropoda, dan Chordata. Ketiga famili pertama

12 Hama Utama Tanaman Perkebunan


karena tidak bertulang belakang dimasukkan ke dalam
kelompok Invertebrata, sedangkan yang bertulang
belakang dimasukkan dalam kelompok vertebrata. Dari
keempat filum di atas lebih dari 75 % jenis binatang yang
kita kenal. termasuk dalam filum Arthropoda. Oleh karena
itu sebagian besar hama termasuk dalam filum ini.
Kajian yang diuraikan oleh Gazali dan Ilhamiyah
(2022), bahwa binatang dikatakan sebagai hama apabila
populasinya menyebabkan kerusakkan yang merugikan
secara ekonomi. Atas dasar tersebut maka hama
sering dikelompokkkan menurut kisaran bahaya yang
diakibatkannya yaitu sebagai berikut :
1. Hama Utama atau Hama Kunci
Merupakan spesies hama yang pada kurun waktu
lama selalu menyerang pada suatu daerah dengan
intensitas serangan yang berat sehingga memerlukan
usaha pengendalian yang seringkali dalam daerah
yang luas. Tanpa usaha pengendalian maka hama ini
akan mendatangkan kerugian ekonomik bagi petani.
Biasanya pada suatu agroekosistem hanya ada satu
atau dua hama utama, sisanya adalah termasuk dalam
katagori hama yang lain.
2. Hama Kadang Kala atau Hama Minor
Merupakan jenis hama yang kurang relatif
penting kerusakkan yang diakibatkan masih dapat
ditoleransikan oleh tanaman. Kadang-kadang
populasinya pada suatu saat meningkat melebihi
aras toleransi ekonomik tanaman. Peningkatan ini

Hama Utama Tanaman Perkebunan 13


mungkin disebabkan karena gangguan pada proses
pengendalian alamiah, keadaan iklim yang tidak
menentu, atau kesalahan pengelolaan oleh manusia.
Disamping disebut hama kadang-kadang, atau hama
kadangkala (Occasional pest), status hama ini sering
juga disebut sebagai hama minor atau hama sekunder.
Kelompok hama ini seringkali peka terhadap perlakuan
pengendalian yang ditujukan pada hama utama, oleh
karena itu mereka juga perlu kita awasi agar tidak
menimbulkan apa yang disebut letusan hama kedua.
3. Hama potensial
Merupakan sebagian besar jenis serangga herbivore
yang saling berkompetisi dalam memperoleh
makanan. Organisme-organisme tersebut tidak pernah
mendatangkan kerugian yang berarti dalam kondisi
pengelolaan agroekosistem yang normal. Namun,
karena kedudukannya dalam rantai makanan, maka
mereka mempunyai potensi untuk menjadi hama
yang membahayakan apabila terjadi perubahan cara
pengelolaan ekosistem oleh manusia.
4. Hama Migran
Merupakan hama yang tidak berasal dari agro-
ekosistem setempat, tetapi datang dari luar karena
sifatnya yang berpindah-pindah (migran). Banyak
serangga belalang, ulat grayak, dan burung yang
memiliki sifat demikian. Hama ini kalau datang pada
suatu tempat dapat menimbulkan kerusakkan yang
berarti, tetapi hanya dalam waktu pendek karena
mereka kemudian pindah ke daerah lainnya.

14 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Kajian yang diuraikan oleh Hasibuan (2020); Gazali dan
Ilhamiyah (2022), bahwa hama utama atau hama penting
pada tanaman perkebunan, dapat digolongkan sebagai
berikut:

1. Filum Chordata. (Binatang Bertulang Belakang)


Filum Chordata terdiri atas sub-filum Vertebrata
dan Tunicata (Avertebrata). Secara filogenetik, sub-
filumVertebrata terdiri atas sejumlah kelas. Di antara kelas-
kelas tersebut, yang mempunyai anggota yang berpotensi
sebagai hama adalah kelas-kelas Mamalia dan Aves.
# Klas mammalia: tikus, bajing, kelinci, babi hutan, gajah,
kera.
Kelas Mamalia (hewan menyusui, mammalia)
merupakan kelas hewan vertebrata yang dicirikan
terutama oleh adanya kelenjar susu yang pada
betina menghasilkan susu sebagai sumber makanan
anaknya, adanya rambut, dan tubuh yang endoterm
atau berdarah panas. Mamalia terdiri atas lebih dari
5.000 genus dalam 425 famili dan 46 ordo, bergantung
pada sistem klasifikasi ilmiah yang dipakai. Secara
filogenetik, mamalia merupakan semua turunan dari
nenek moyang monotremata (seperti echidna) dan
mamalia theria (berplasenta dan berkantung atau
marsupial). Mamalia yang berpotensi sebagai hama
berasal dari ordo sebagai berikut:
a. Ordo Rodentia: khususnya dari famili Muridae
(tikus), antara lain Rattus argentiventer (tikus
sawah), Rattus rattus (tikus-rumah hitam), Rattus

Hama Utama Tanaman Perkebunan 15


norvegicus (tikus-rumah cokelat, dan Mus, antara
lain Mus musculus Linnaeus (mencit), famili
Sciuridae khususnya berbagai jenis bajing dalam
sub-famili Sciurinae antara lain Callosciurus notatus
(bajing kelapa), dan famili Hystricidae (antara lain
Hystrix javanica (landak jawa, periksa nama ilmiah)
dan Hystrix sumatrae (landak sumatera)
b. Ordo Primata: khusunya dari famili Cercopithecidae
(primata), antara lain aneka jenis kera, terutama
Macaca fascicularis (kera ekor-panjang) dan aneka
jenis lutung Trachypithecus spp.
c. Ordo Artiodactyla: khususnya dari famili Suidae,
antara lain Sus scrofa (babi hutan) dan Sus scrofa
domesticus (babi ternak)
d. Ordo Chiroptera: khususnya dari famili
Pteropodidae, terutama berbagai jenis codot,
antara lain Pteropus vampyrus (codot besar atau
kalong) dan Pteropus hypomelanus (codot kecil)
e. Ordo Artiodactyla: khususnya dari famili Cervidae
antara lain Rusa timorensis (rusa), famili Tragulidae
antara lain berbagai jenis pelanduk atau kancil
Tragulus spp.
## Klas aves (burung): burung pemakan biji-bijian.
Kelas Aves (burung, bird atau aves) merupakan
hewan vertebrata endotermik yang mempunyai
sayap dan bulu (feathers), berrahang berupa paruh
tanpa gigi, berkembang biak dengan cara bertelur,
bermetabolisme cepat, dan berangka ringan. Kelas

16 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Aves terdiri atas banyak ordo, yang dikelompokkan
ke dalam super-ordo dan infra-kelas. Ordo yang
mempunyai spesies yang berpotensi sebagai OPT
adalah:
a. Ordo Passeriformes yang di dalamnya termasuk
famili Ploceidae yang antara lain terdiri atas
spesies manyar Ploceus spp., gelatik dan emprit
Padda spp., dan bondol Lonchura spp. dan famili
Corvidae yang di dalamnya terdapat genus Corvus
(gagak), antara lain Corvus enca (gagak paruh-
ramping) dan Corvus macrorhynchos (gagak paruh
tebal).
b. Ordo Psittaciformes yang di dalamnya terdapat
famili Cacatuidae yang di dalamnya termasuk
berbagai jenis kakatua dalam genus Probosciger,
Callocephalon, Nymphicus, Calyptorhynchus,
Eolophus, Lophochroa, dan Cacatua

Gambar 3. Kelompok Famili Chordata kelas Mamalia


Sumber: https://www.mediamengajar.com/2018/05/perbedaan-
hama-dan-penyakit-pada-tanaman.html

Hama Utama Tanaman Perkebunan 17


Gambar 4. Filum Chordata kelas Aves, a. Bondol,
b.Gelatik Jawa dan c. Manyar
Sumber : http://belajarperlintan.blogspot.com/2018/09/21-berbagai-
jenis-opt-golongan-binatang.htm

2. Filum Moluska
Filum Moluska merupakan hewan triploblastik
selomata yang bertubuh lunak, bercangkang maupun
tidak bercangkang, tidak berkaki, dan tubuhnya tidak dapat
dibedakan menjadi kepala, dada, dan perut. hama terdiri
atas keong bercangkang (snail) dan tidak bercangkang
(slug) yang tergolong ordo Pulmonata dan sub-ordo
Stylomatophora. Cangkang digunakan sebagai tempat
menyembunyikan tubuh lunaknya bila terjadi gangguan.
Keong berbiak dengan telur yang diletakkannya dalam
jumlah besar pada celah-celah tanah, di bawah serasah,
atau di tempat-tempat tersembunyi lainnya. Telur menetas
sebagai larva akuatik atau semi-akuatik yang disebut
trokofora (trochophore). Trokofora selanjutnya berkembang
menjadi veliger yang pada keong bercangkang ditandai
dengan mulai terbentuknya cangkang.

18 Hama Utama Tanaman Perkebunan


# Klas Gastropoda: bekicot, keong, siput

(a) (b)
Gambar 5. Filum Moluska (a). bekicot Achatina fulica
dan (b) Siput Semak Bradybaena similaris (Ferussac)
Sumber: https://mplk.politanikoe.ac.id/index.php/siput- atau-bekicot-
hama

Gambar 6. Filum Moluska, Siput Setengah Telanjang


Parmarion hopularis
Sumber: https://mplk.politanikoe.ac.id/index.php/siput-atau- bekicot-
hama#siput-setengah-telanjang

3. Filum Arthropoda
Filum Arthropoda (hewan beruas, arthropods) terdiri
atas hewan dengan tubuh bagian luar mengeras dan

Hama Utama Tanaman Perkebunan 19


beruas-ruas. Bagian luar tubuh mengeras oleh lapisan kitin
yang berdungsi sebagai rangka luar (eksoskleton). Ruang
tubuh merupakan rongga darah (haemocoele) yang di
dalamnya terdapat alat pencernaan berbentuk tabung.
Pernapasan dengan menggunakan permukaan tubuh,
insang, atau trakea. Mulut terdiri atas beberapa tipe yang
disesuaikan dengan cara makan. Daur hidup terdiri atas
fase atau instar yang masing-masing berlangsung dalam
waktu tertentu. Filum Arthropoda terdiri atas sub-filum
Trilobita, Chelicerata, Myriapoda, Crustacea, dan Hexapoda
dan setiap sub-filum terdiri atas sejumlah kelas. Kelas yang
mempunyai anggota yang berpotensi sebagai hama adalah
kelas Insecta dalam sub-filum Hexapoda.

a. Ordo Coleoptera

Gambar 7. Fillum Arthropoda Kelas Insekta Ordo


Coleoptera
Sumber: https://mplk.politanikoe.ac.id/images/gambar/Ordo_
Serangga/Dewasa_Coleoptera001.png

20 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Ordo Coleoptera: aneka kumbang. Ukuran tubuh kecil
sampai besar. Sayap depan keras, tebal, dan menanduk,
tanpa vena, dan berfungsi sebagai pelindung. Sayap
belakang berupa membran yang melipat ketika sedang
istirahat. Larva dan dewasa bertipe alat mulut penggigit-
pengunyah atau ada yang mempunyai alat mulut seperti
cucuk (rostrum) untuk penetrasi ke dalam jaringan tanaman.
Larva tidak mempunyai kaki abdominal, tetapi umumnya
mempunyai tiga pasang kaki toraksal. Metamorfosis
terdiri atas fase telur, larva, pupa, dan imago. Famili yang
mempunyai anggota berpotensi sebagai OPT adalah
Scarabaeidae (scarab beetles), Buprestidae (Buprestids),
Bostrichidae (shot-hole borers), Coccinellidae (ladybird
beetles), Tenebrionidae, Lagriidae, Meloidae (blister beetles),
Chrysomelidae (leaf beetles), Curculionidae (weevils or
snout beetles), Bruchidae (bruchids or seed weevils), dan
Cerambicidae (longhorns)

b. Ordo Lepidoptera

Gambar 8. Fillum Arthropoda, Kelas Insekta, Ordo


Lepidoptera
Sumber: https://mplk.politanikoe.ac.id/images/gambar/Ordo_
Serangga/Dewasa_Lepidoptera_001.png

Hama Utama Tanaman Perkebunan 21


Ordo Lepidoptera: aneka kupu-kupu dan ngengat.
Tubuh berukuran kecil sampai besar, mempunyai dua
pasang sayap yang permukaannya bersisik. Larva
mempunyai alat mulut bertipe penggigit-pengunyah,
sedangkan imago bertipe penghisap. Terdiri atas dua
tipe, ngengat (moth) dengan sayap yang kurang indah
dan kupu-kupu (buterfly) dengan sayap yang indah. Famili
yang mempunyai anggota berpotensi sebagai hama
adalah Gelechiidae, Gracillariidae, Lyonetiidae, Plutellidae,
Cossidae, Tortricidae, Pyralidae, Nymphalidae, Lycaenidae,
Pieridae, Papilionidae, Geometridae, Sphingidae, Erebidae,
dan Noctuidae.

c. Ordo Orthoptera

Gambar 9. Filum Arthropoda Kelas Insekta, Ordo


Orthoptera
Sumber: https://mplk.politanikoe.ac.id/images/gambar/Ordo_
Serangga/Dewasa_Orthoptera_

22 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Ordo Orthoptera: aneka belalang dan jengkrik. Ukuran
tubuh sedang sampai besar, fase dewasa bersayap atau
tidak bersayap. Yang bersayap mempunyai dua pasang
sayap, sayap depan panjang menyempit, menebal, banyak
vena, seperti kertas perkamen, sayap belakang berupa
membran, melebar, dan juga mempunyai banyak vena. Alat
mulut penggigit-pengunyah. Betina mempunyai ovipositor
yang berkembang baik, jantan ada yang mempunyai alat
penghasil suara. Metamorfosis terdiri atas fase telur, nimfa,
dan imago. Contoh: belalang kembara oriental Locusta
migratoria subsp. manilensis dari famili Acrididae dan
belalang pedang Sexava spp. dari famili Tettigoniidae

d. Ordo Isoptera

Gambar 10. Filum Arthropoda Kelas Ordo Isoptera (Rayap)


Sumber:https://fumida.co.id/mengenal-tipe-tipe-hama-rayap/

Rayap merupakan serangga eusosial dalam taksonomi,


infrafrodo Isopetra atau sebagai epifamily Termitoide

Hama Utama Tanaman Perkebunan 23


dalam ordo Blattodea (kecoa). Rayap dulu termasuk dalam
golongan yang terpisah dari kecoa dan lebih dekat dengan
semut. Akan tetapi penemuan terakhir menyatakan bahwa
rayap masih berkerabat dengan kecoa pemakan kayu.
Karena sifatnya yang pemakan kayu inilah, rayap sering
disebut dengan hama. Hama rayap bisa sangat merugikan.

Rayap Kayu Kering (Drywood Termite)


Rayap kayu kering atau Drywood Termite, biasanya
dijumpai di daerah sekitar pesisir atau daerah yang lembap.
Tempat-tempat yang lembap dapat memudahkannya
untuk mendapatkan air dengan mengekstrak dari kayu.
Mereka memakan baik kayu keras maupun kayu lunak di
sepanjang dan seluruh biji-bijian kayu. Rayap kering banyak
hidup dan membangun sarang pada sebuah struktur kayu.
Ukuran rayap ini jauh lebih kecil daripada rayap tanah.
Sesuai namanya, rayap ini hidup dan membangun sarang
di dalam struktur kayu. Gejala serangan rayap kayu kering
adalah dengan munculnya frass atau kotoran rayap pada
kayu yang berbentuk seperti serbuk gergaji.

24 Hama Utama Tanaman Perkebunan


GLOSARIUM
Binatang : binatang makhluk bernyawa yang mampu
bergerak, berpindah tempat, dan bereaksi
terhadap rangsangan, tetapi tidak berakal
budi; hewan;
Hama : biang keladi kerusakan; perusak
Identifikasi : perbuatan menetapkan identitas seseorang
benda dsb;
Kerusakan : 1 keadaan (hal) rusak atau dirusakkan; 2
menderita rusak (kecelakaan dsb)
Klasifikasi : penggolongan (menurut jenis); penyusunan
dl golongan-golongan; pembagian menjadi
golongan-golongan.
Pertanian : perihal bertani (mengusahakan tanah
dengan tanam-menanam)
Perkebunan : 1 hal berkebun; 2 perusahaan kebun; tanah-
tanah yg dijadikan kebun; ~ budi daya
perkebunan (karet, kopi, dsb)
Potensi : daya kekuatan; kemampuan; kesanggupan;
Produktivitas: kemampuan untuk menghasilkan sesuatu;
daya produksi
Tanaman : 1. tumbuhan yg biasa ditanam orang, 2. hasil
menanam; yg ditanam.
Serangga : binatang kecil yg kakinya beruas-ruas,
bernapas dengan pembuluh napas, tubuh,
dan kepalanya berkulit keras (spt belalang,
semut, lebah)

Hama Utama Tanaman Perkebunan 25


BAB II
EKOSISTEM PERKEBUNAN DAN
PERMASALAHANNYA
Nurul Chairiyah
Universitas Borneo Tarakan

A. Definisi Ekosistem
Ekosistem merupakan unit struktural dan fungsional
ekologi tempat organisme hidup berinteraksi satu
sama lain dan lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain,
ekosistem adalah rantai interaksi antara organisme dan
lingkungannya. Berdasarkan informasi lainnya, ekosistem
dapat dikatakan sebagai area geografis yang terdiri dari
komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik meliputi
tanaman, hewan, dan organisme lainnya. Komponen
abiotik meliputi batuan, suhu, dan kelembaban (Hartono,
2019; National Geographic, 2023).
Komponen biotik dan abiotik saling mempengaruhi
dan bergantung pada setiap faktor lainnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Interaksi antara
komponen ini juga melibatkan aliran energi dan siklus
materi. Jika terdapat satu atau dua jenis organisme
mengalami kepunahan, maka akan terdapat gangguan
dalam aliran energi maupun siklus materi. Oleh karena itu
dapat dikatakan apabila ada perubahan lingkungan, maka
akan ada organisme yang mengalami kepunahan ataupun
terjadi pertumbuhan populasi yang tidak seimbang.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 27


Sebagai contoh, jika terjadi perubahan suhu suatu
ekosistem akan memengaruhi tanaman apa yang akan
tumbuh di sana. Hewan herbivora yang bergantung pada
tanaman untuk makan dan berlindung harus beradaptasi
dengan perubahan, dengan cara pindah ke ekosistem lain,
ataupun punah. Hewan dan tumbuhan yang mati akan
mengalami proses dekomposisi oleh makroorganisme dan
mikroorganisme (Hartono, 2019; National Geographic,
2023).
Berdasarkan luasnya, ekosistem bisa berukuran sangat
besar ataupun sangat kecil. Kolam pasang surut yang
terbentuk saat air pasang surut merupakan ekosistem
kecil yang lengkap. Kolam pasang surut terdiri dari
ganggang, yang melakukan fotosintesis untuk membuat
makanan. Herbivora seperti abalon memakan ganggang.
Karnivora seperti bintang laut memakan hewan lain di
kolam pasang surut, seperti kerang atau remis. Kolam
pasang surut bergantung pada tingkat perubahan air laut.
Beberapa organisme, seperti rumput laut, tumbuh subur
di lingkungan perairan, saat air pasang masuk dan kolam
penuh. Organisme lain, seperti umang-umang, tidak dapat
hidup di bawah air dan bergantung pada kolam dangkal
yang ditinggalkan oleh air surut. Dengan cara ini, bagian
biotik ekosistem bergantung pada faktor abiotik (National
Geographic, 2023).

28 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Gambar 2.1. Jenis ekosistem: (A) ekosistem alami
(Smith, 2022), (B) ekosistem buatan (Buckler, 2022)

Seluruh permukaan bumi merupakan rangkaian


ekosistem yang saling terhubung. Ekosistem sering
terhubung dalam bioma yang lebih besar. Bioma adalah
sebagian besar daratan, laut, atau atmosfer. Hutan, kolam,
terumbu karang, dan tundra adalah semua jenis bioma,
misalnya. Bioma tersebut dikelompokkan berdasarkan
jenis tumbuhan dan hewan yang hidup di dalamnya. Di
dalam setiap hutan, setiap kolam, setiap karang, atau
setiap bagian tundra, akan dijumpai banyak ekosistem
yang berbeda.
Berdasarkan asal usul terbentuknya, ekosistem
dikelompokkan menjadi dua, yaitu ekosistem alami dan
ekosistem buatan manusia. Ekosistem buatan manusia
dapat dikatakan kurang stabil dibanding dengan ekosistem
yang alami. Hal ini dikarenakan ekosistem buatan manusia
memiliki keanekaragaman hayatinya lebih rendah. Salah
satu contoh ekosistem buatan manusia adalah ekosistem
perkebunan.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 29


B. Ekosistem Perkebunan
Berdasarkan UU No 18 tahun 2004, perkebunan
adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman
tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya
dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan
barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta
manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku
usaha perkebunan dan masyarakat. Tanaman tertentu yang
dimaksud adalah tanaman semusim dan/atau tanaman
tahunan yang ditetapkan sebagai tanaman perkebunan.
Aktivitas perkebunan umumnya diselenggarakan
dengan tujuan meningkatkan pendapatan masyarakat,
meningkatkan pendapatan negara, menyediakan lapangan
kerja, meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan daya
saing, memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku
industri dalam negeri, dan mengoptimalkan pengelolaan
sumberdaya alam secara berkelanjutan.
Perkebunan merupakan salah satu sistem pertanian
komersial tertua di dunia. Seperti pada perkebunan tropis,
sejak 1500 M, banyak orang-orang di daerah beriklim
sedang menyukai hasil dari budidaya perkebunan tropis.
Aktivitas perkebunan tropis ini diinisiasi oleh orang Eropa
pada masa kolonial. Tanaman komersial yang dibudidayakan
di perkebunan berupa jenis tanaman perkebunan tropis
yang sangat khas dan ditemukan di banyak bagian Asia,
Afrika, dan Amerika tropis dan subtropis. Beberapa hasil
utama perkebunan tersebut adalah karet, kelapa sawit,
kapas dan kopra, minuman seperti kopi, teh dan kakao,

30 Hama Utama Tanaman Perkebunan


buah-buahan seperti nanas dan pisang, serta tebu, rami
dan goni.

Gambar 2.2. Ilustrasi perkebunan pada masa kolonial


(North Wind Picture Archives, 2023)
Ditinjau dari segi lingkungan, perkebunan merupakan
bagian dari agroekosistem yang di dalamnya terdapat
interaksi antara komponen biotik dan abiotik. Ekosistem
perkebunan dicirikan oleh adanya keanekaragaman yang
terencana dan tidak terencana. Keanekaragaman terencana
mencakup pengaturan spasial dan temporal tanaman dan
hewan peliharaan yang sengaja dimasukkan petani ke
dalam sistem, bersama dengan organisme bermanfaat
yang sengaja ditambahkan. Keanekaragaman yang tidak
terencana mencakup adanya tanaman gulma, herbivora,
predator, mikroba, dan organisme lain yang bertahan
dalam sistem setelah diubah menjadi perkebunan atau
berasal dari lahan sekitarnya. Kedua jenis keanekaragaman
tersebut memiliki pengaruh yang kuat pada produktivitas
agroekosistem, stabilitas, pengaturan hama, proses tanah,

Hama Utama Tanaman Perkebunan 31


dan pergerakan organisme antara pertanian dan habitat
alami di lanskap pertanian (Power, 2013).
Walaupun cukup beragam, namun ekosistem
perkebunan cenderung memiliki keanekaragaman
spesies hewan dan tumbuhan yang lebih rendah daripada
ekosistem alami seperti hutan. ekosistem perkebunan
secara umum hanya terdiri dari satu hingga empat spesies
tanaman utama dan enam hingga sepuluh spesies hama
utama. Sebuah ekosistem perkebunan secara intensif
dimanipulasi oleh manusia melalui aktivitas pengolahan
tanah, interkultivasi, dan perawatan dengan pestisida. Hal
ini sangat penting dalam pengelolaan hama karena populasi
hama sangat dipengaruhi oleh aktivitas tersebut. Ekosistem
perkebunan yang merupakan ekosistem buatan cenderung
lebih rentan terhadap kerusakan hama dan wabah bencana
karena kurangnya keanekaragaman spesies tumbuhan dan
serangga. Selain itu, perubahan cuaca yang mendadak
dan aktivitas manusia juga turut menyebabkan kerusakan
ekosistem. Namun demikian, Ekosistem perkebunan
membentuk kompleks rantai makanan dan jaring makanan
yang berinteraksi bersama untuk menghasilkan unit yang
stabil dan seimbang (Karuppuchamy & Venugopal, 2016).
Keseimbangan ekosistem perkebunan dapat
diwujudkan melalui dukungan beberapa aspek, yaitu
produktivitas, stabilitas, keberlanjutan (sustainability),
pemerataan (equitability). Produktivitas sebagai salah satu
aspek penyokong ekosistem perkebunan, didefinisikan
sebagai output dari produk yang bernilai per unit input
sumberdaya. Nilai produktivitas berdasarkan pada hasil

32 Hama Utama Tanaman Perkebunan


atau pendapatan per hektar atau total produksi barang dan
jasa per rumah tangga atau negara dan dipengaruhi pula
oleh sifat produk dan sumber daya. Penilaian dilakukan
untuk mengukur efisiensi produksi dan mempertahankan
produktivitas pertanian. Stabilitas dapat didefinisikan
sebagai ketetapan suatu produktivitas pertanian saat ada
kendala yang muncul dari fluktuasi dan siklus normal
di lingkungan sekitarnya. Variabel lingkungan yang
mempengaruhi antara lain variabel fisik, biologis, sosial dan
ekonomi yang berada di luar agroekosistem. Sedangkan
variabel yang termasuk ke dalam fluktuasi antara lain iklim
atau permintaan untuk produk pertanian. Keberlanjutan
(sustainability) didefinisikan sebagai kemampuan
agroekosistem untuk mempertahankan produktivitasnya
ketika mengalami kendala ataupun gangguan yang besar.
Gangguan tersebut umumnya bersifat relatif, tidak dapat
diprediksi yang berpotensi menimbulkan gangguan yang
besar. Efek dari gangguan tersebut dapat berupa salinitas,
toksisitas, erosi, hutang ataupun penurunan permintaan
pasar. Pemerataan (equitability) didefinisikan sebagai
pemerataan distribusi produktivitas agroekosistem.
Umumnya pemerataan mengacu pada distribusi produksi
total barang dan jasa agroekosistem seperti ladang,
pertanian, desa ataupun negara (Conway, 1987; Marten
1988).
Berbicara mengenai ekosistem perkebunan tentunya
tidak lepas dari keanekaragaman hayati. Keanekaragaman
hayati mengacu pada semua spesies tumbuhan, hewan, dan
mikroorganisme yang ada dan berinteraksi dalam suatu

Hama Utama Tanaman Perkebunan 33


ekosistem. Pada ekosistem perkebunan yang merupakan
bagian dari agroekosistem, penyerbuk, musuh alami,
cacing tanah, dan mikroorganisme tanah adalah semua
komponen keanekaragaman hayati utama yang memiliki
peran ekologis penting, sehingga memediasi proses seperti
introgresi genetik, kontrol alami, siklus hara, dekomposisi,
dan lainnya. Jenis dan kelimpahan keanekaragaman hayati
akan berbeda di seluruh ekosistem yang berbeda ditinjau
dari umur, keanekaragaman, struktur, dan pengelolaan.
Bahkan, ada variabilitas besar dalam pola dasar ekologi
dan agronomi di antara berbagai ekosistem yang dominan
(Altieri, 1999; Power & Flecker, 2023). Secara umum, tingkat
keanekaragaman hayati dalam ekosistem perkebunan
bergantung pada empat ciri utama (Altieri, 1999):
1. Keanekaragaman vegetasi di dalam dan di sekitar
ekosistem;
2. Permanenan berbagai tanaman dalam ekosistem;
3. Intensitas pengelolaan;
4. Luasnya isolasi ekosistem dari vegetasi alami.
Semua agroekosistem bersifat dinamis dikarenakan
pengelolaan yang berbeda sehingga pengaturan tanaman
dalam ruang dan waktu terus berubah. Perubahan tersebut
dipengaruhi oleh faktor biologis, budaya, sosial ekonomi,
dan lingkungan. Variasi lanskap seperti itu menentukan
tingkat karakteristik heterogenitas spasial dan temporal
dari wilayah perkebunan, yang akhirnya menyesuaikan
dengan jenis keanekaragaman hayati yang ada (Ye et al,
2014; Brymer et al., 2020; Egerer et al., 2020; Jeanneret et
al., 2021).

34 Hama Utama Tanaman Perkebunan


C. Permasalahan yang Dijumpai Pada Ekosistem
Perkebunan
Perkebunan diketahui memberikan kontribusi bagi
perekonomian regional dan nasional pada sebagian besar
negara di daerah tropis. Walaupun dapat meningkatkan
pendapatan regional ataupun negara, perkebunan
memiliki beberapa masalah yang terkait dengan isu
lingkungan. Permasalahanan tersebut antara lain, erosi
tanah, penurunan kesuburan tanah, polusi, penyerapan
karbon dan penurunan keanekaragaman hayati, serta
hama dan penyakit.
1. Erosi tanah
Erosi tanah umumnya terjadi pada perkebunan yang
tidak memiliki naungan yang memadai atau indeks
kerapatan tanam yang rendah. Erosi mengakibatkan
berkurangnya tanah di antara akar tersier dan
kuartener, terutama tanah di sekitaran gulma. Akar
yang terbuka akan mengering dan mati. Hal ini
menyebabkan berkurangnya daya serap air dan unsur
hara di sistem perakaran (Hartemink, 2005).
Peristiwa erosi tanah ini juga menjadi masalah
yang krusial untuk tanaman perkebunan di dataran
tinggi di lereng curam dan di perkebunan baru. Pada
penelitian tanaman kopi diketahui bahwa perkebunan
kopi yang tidak memiliki naungan yang memadai
akan menyebabkan kehilangan unsur N tanah yang
cukup besar. Namun sebaliknya, perkebunan kopi
dengan naungan yang cukup memadai tingkat
erosi hingga kurang dari 2%. Adanya peristiwa erosi

Hama Utama Tanaman Perkebunan 35


turut menyebabkan berkurangnya kesuburan kimia
tanah. Dilansir pada penelitian sebelumnya, diketahui
bahwa kebun kopi yang mengalami erosi tanah
memiliki tanah yang cenderung lebih masam dan
memiliki tingkat kesuburan tanah yang lebih rendah
dibandingkan denganh lahan yang tidak mengalami
erosi (Hartemink, 2005).
2. Penurunan kesuburan tanah
Unsur hara berperan penting dalam mempertahankan
kesuburan tanah. Penurunan kesuburan tanah terjadi
ketika jumlah unsur hara yang diambil dari tanah
dalam produk yang dipanen melebihi jumlah unsur
hara yang diberikan. Dalam situasi ini, kebutuhan
unsur hara tanaman dipenuhi dari cadangan tanah
sampai cadangan tersebut tidak dapat memenuhi
kebutuhan tanaman. Hal ini mengakibatkan penurunan
pertumbuhan dan hasil tanaman. Ada beberapa hal
yang dapat menyebabkan hilangnya nutrisi yang
terkandung di dalam tanah, antara lain budidaya
tanaman, erosi tanah, dan pencucian. Selain itu, salah
satu unsur hara, yaitu nitrogen, juga dapat hilang
dari tanah sebagai gas melalui proses denitrifikasi
(Queensland Government, 2013).
3. Polusi
Tanaman perkebunan sering ditanam dengan input
agrokimia tingkat tinggi seperti pestisida, herbisida,
dan pupuk anorganik. Input zat kimia tersebut dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan bila tidak
dilakukan secara tepat (Hartemink, 2005; Ranjitham

36 Hama Utama Tanaman Perkebunan


et al 2020). Sebagai contoh adalah terjadinya polusi air
yang diakibatkan oleh aktivitas perkebunan maupun
pertanian. Kontributor utama di bidang perkebunan
yang berpotensi menyebabkan polusi air adalah
nutrisi, pestisida, garam, sedimen, karbon organik,
patogen, logam berat, dan residu obat. Berbagai jenis
pencemaran pertanian dapat bervariasi, tergantung
pada keadaan. Peristiwa pencemaran ini dapat
menimbulkan dampak negatif, seperti eutrofikasi.
Peristiwa eutrofikasi disebabkan karena adanya
kombinasi zat pemicu stres, yang mencakup sedimen,
nutrisi, dan bahan organik (Mateo-Sagasta & Tural,
2018; Ranjitham et al 2020).
Pencegahan polusi air dapat dilakukan dengan
adanya pemantauan kualitas air. Program pemantauan
kualitas air umumnya meninjau indikator polusi utama,
seperti konsentrasi amonium, nitrat, fosfat, oksigen
(atau kebutuhan oksigen), garam, patogen dan padatan
tersuspensi, dan kadang-kadang juga pestisida dan
logam berat turut ditinjau. Indikator lainnya, seperti
suhu atau pH, juga perlu didokumentasikan karena
berdampak langsung pada biota, atau memediasi
dampak muatan polutan. Misalnya, suhu berperan
penting dalam terjadinya blooming alga terkait dengan
keberadaan muatan nitrat dan fosfat. Hal ini dapat pula
mempengaruhi kelarutan oksigen dalam air dan suhu
tinggi dapat menyebabkan perairan anoxic. Banyak
indikator yang perlu diukur dalam air tanah maupun
air permukaan terutama jika sumber air itu digunakan

Hama Utama Tanaman Perkebunan 37


manusia untuk keperluan sehari-hari (Mateo-Sagasta
& Tural, 2018).
Dilansir dari sumber lainnya, kegiatan perkebunan
yang merupakan subsektor dari pertanian berpotensi
melepaskan karbon dioksida, metana, dan dinitrogen
oksida yang merupakan gas rumah kaca. Emisi gas
rumah kaca merupakan faktor pendorong perubahan
iklim. Emisi karbon dioksida terjadi melalui pembakaran
biomassa, terutama di daerah deforestasi dan padang
rumput. Pertanian padi beririgasi merupakan salah satu
sumber emisi metana. Dinitrogen oksida dihasilkan
oleh proses alami, tetapi didorong oleh pencucian,
penguapan dan limpasan pupuk nitrogen, dan oleh
penguraian sisa tanaman dan kotoran hewan (FAO,
2023; Syngenta, 2023).
4. Penyerapan Karbon
Walaupun berpotensi menghasilkan emisi gas rumah
kaca yang menyebabkan perubahan iklim, perkebunan
juga dapat bertindak sebagai penyerap karbon melalui
penyerapan – pengikatan – gas rumah kaca seperti
karbon dioksida. Diketahui penyerapan karbon tanah
di lahan pertanian dapat mengimbangi 4% emisi gas
rumah kaca global tahunan yang disebabkan oleh
manusia (Henderson et al, 2022; Syngenta, 2023). Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa penyerapan karbon
berpotensi sebagai salah satu solusi dalam perubahan
iklim (Chan et al., 2008; Lal, 2009; Siringoringo,
2014). Selain mengurangi dampak perubahan iklim,

38 Hama Utama Tanaman Perkebunan


penyerapan karbon tanah dapat meningkatkan
kesuburan tanah (Chan et al., 2008; Siringoringo, 2014).
5. Penurunan keanekaragaman hayati, serta serangan
hama dan penyakit
Aktivitas perkebunan turut andil dalam menghasilkan
dampak yang signifikan terhadap keanekaragaman
hayati, melalui berbagai mekanisme, antara lain;
sebagai instrumen politik dan ekonomi, melalui harga
komoditas atau subsidi; sebagai teknologi produksi
dengan menggunakan pestisida, pupuk, dan gangguan
tanah; dan sebagai proses biologis yang menghasilkan
fragmentasi habitat dan invasi spesies (Hartemink,
2005; Power & Flecker, 2023).
Ekspansi perkebunan turut pula mengubah
lanskap menjadi mosaik ekosistem yang dikelola dan
tidak dikelola. Hal ini mengakibatkan hilangnya habitat
dan fragmentasi bagi banyak spesies flora dan fauna.
Sebagai bagian dari aktivitas pertanian komersial
modern, perkebunan cenderung didominasi oleh
monokultur. Ekosistem perkebunan bervariasi secara
substansial dalam konteks yang mempengaruhi
keanekaragaman hayati. Pengelolaan ekosistem
perkebunan untuk hasil produktivitas tinggi seringkali
menghasilkan kekayaan spesies tanaman yang rendah,
karena hanya spesies dengan produktivitas relatif
tinggi yang dipilih. Berkurangnya diversitas tumbuhan
mempengaruhi komposisi dan kelimpahan biota terkait,
seperti satwa liar, penyerbuk, hama serangga, musuh
alaminya, invertebrata tanah, dan mikroorganisme.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 39


Karena basis sumber daya yang kurang beragam,
keragaman genetik dan spesies tanaman yang rendah
menghasilkan keragaman yang lebih sedikit pada
tingkat trofik yang lebih tinggi, seperti herbivora dan
predator. Selain itu, meluasnya penggunaan varietas
tanaman yang seragam secara genetik dan lebih baik
dapat menyebabkan erosi keanekaragaman genetik
yang melekat pada kultivar tradisional dan ras tanah
(Power & Flecker, 2023).
Tanaman monokultur yang seragam secara genetik
seringkali lebih rentan terhadap hama dan penyakit.
Oleh karena itu aplikasi pestisida cenderung lebih
tinggi. Namun aplikasi pestisida dapat membunuh
dan melukai berbagai organisme nontarget, seperti
satwa liar, organisme penyerbuk, musuh alami, dan
organisme pengurai. Sistem monokultur yang juga
dikatakan sebagai sistem produksi hasil tinggi juga
membutuhkan tingkat penambahan nutrisi yang
tinggi. Kebutuhan nutrisi yang cukup tinggi biasanya
dipenuhi melalui aplikasi pupuk kimia. Namun, bahan
kimia ini dapat memiliki efek signifikan pada komunitas
mikroorganisme tanah dan invertebrata yang sangat
beragam yang mengatur siklus hara dalam ekosistem.
Melalui arus dan limpasan, dampak agrokimia seperti
pestisida dan pupuk dapat meluas jauh melampaui
pertanian dan dapat memengaruhi komunitas biologis
di ekosistem air tawar dan laut yang jauh (Hartemink,
2005; Power & Flecker, 2023).

40 Hama Utama Tanaman Perkebunan


GLOSARIUM
Bahan baku : bahan yang dibeli dan digunakan dalam
membuat produk akhir barang jadi yang
akan dijual kepada konsumen.
Atmosfer : lapisan gas yang melingkupi bumi,
dari permukaannya sampai jauh di luar
angkasa.
Bioma : wilayah yang memiliki sifat geografis
atau iklim yang sama yang meliputi
komunitas tumbuhan, hewan, organisme
tanah, bakteri, dan virus.
Dekomposisi : proses yang dilakukan oleh jamur dan
bakteri yang mendorong degradasi
bahan organik dan pelepasan nutrisi ke
lingkungan.
Ekologi : cabang ilmu biologi yang mempelajari
interaksi antara makhluk hidup dengan
makhluk hidup lain dan juga dengan
lingkungan sekitarnya.
Erosi : pengikisan permukaan bumi oleh tenaga
yang melibatkan pengangkatan benda-
benda, seperti air mengalir, es, angin,
dan gelombang atau arus
Fauna : keseluruhan kehidupan hewan suatu
habitat, daerah, atau strata geologi
tertentu
Flora : keseluruhan kehidupan jenis tumbuh-
tumbuhan suatu habitat, daerah
Gulma : tumbuhan yang termasuk bangsa
rumput yang merupakan pengganggu
bagi kehidupan tanaman.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 41


Hama : hewan yang mengganggu produksi
pertanian
Herbivora : hewan yang bertahan hidup dengan
mengkonsumsi tumbuhan
Kultivar : varietas tanaman yang dibudidayakan,
mempunyai sifat-sifat yang mantap dan
dibedakan dari varietas lainnya secara
khas, berdasarkan bentuk, rasa, warna,
ketahanan pada penyakit, atau sifat
lainnya
Predator : binatang yang hidupnya dari memangsa
binatang lain; hewan pemangsa hewan
lain
Mikroorganisme: makhluk hidup sederhana yang terbentuk
dari satu atau beberapa sel yang hanya
dapat dilihat dengan mikroskop, berupa
tumbuhan atau hewan yang biasanya
hidup secara parasit atau saprofit,
misalnya bakteri, kapang, amoeba
Rantai makanan : perolehan makanan pada organisme
yang terjadi dalam bentuk rangkaian
Spasial : berkenaan dengan ruang atau tempat
Tanaman : tanaman yang hidup hanya untuk satu
semusim musim.
Tanaman : tanaman yang hidup selama tiga atau
tahunan lebih musim tanam.
Temporal : berkenaan dengan waktu-waktu tertentu
Tundra : daerah beku dan tandus di kutub utara,
tumbuhan tidak dapat hidup, biasanya
hanya berupa padang lumut
Vegetasi : istilah untuk keseluruhan komunitas
tetumbuhan di suatu tempat tertentu

42 Hama Utama Tanaman Perkebunan


BAB III
DEFENISI, STATUS DAN KEJADIAN HAMA
PADA TANAMAN PERKEBUNAN
Sri Wahyuni
Universitas Flores, Nusa Tenggara Timur

Aktivitas budidaya tanaman perkebunan tidak pernah


lepas dari masalah yang mempengaruhi kemampuan
tanaman untuk berproduksi secara maksimal. Salah
satu masalah yang memiliki dampak besar terhadap
pertumbuhan, perkembangan maupun produksi tanaman
perkebunan adalah rusaknya tanaman akibat serangan
hama. Kerugian akan sangat terasa apabila tingkat serangan
tinggi dan menimbulkan kerusakan serta menyerang
hamparan yang luas pada area perkebunan sehingga
menimbulkan kerugian secara ekonomi. Oleh sebab itu,
diperlukan pengetahuan dan pemahaman mengenai hama
dan bagaimana kemunculannya hingga dapat memberikan
dampak kerugian pada area perkebunan.

A. Defenisi Hama
Hama (pest) secara luas diartikan sebagai organisme
pengganggu tanaman dari golongan hewan perusak
tanaman, patogen penyebab penyakit dan gulma
pengganggu tanaman atau dengan kata lain, semua
mahluk hidup yang mampu merusak tanaman dan
menimbulkan kerugian secara ekonomi. Namun dalam

Hama Utama Tanaman Perkebunan 43


arti sempitnya, hama adalah binatang yang mengganggu/
merusak tanaman yang dibudidayakan oleh manusia.
Predikat suatu mahluk hidup menjadi “hama” timbul
berdasarkan kebutuhan manusia (Antroposentrik). Sejatinya
manusia merupakan spesies kunci dalam ekosistem, oleh
sebab itu manusia senantiasa memperlakukan alam
sesuai dengan kehendaknya, sementara hewan yang
dianggap sebagai hama juga memiliki kepentingan
yang sama terhadap tanaman seperti sumber makanan,
tempat hidup bahkan menjadi tempat untuk berkembang
biak. Penggunaan sumberdaya yang sama inilah yang
mengakibatkan manusia senantiasa bersaing dengan
hama. Manusia akan berupaya sebisa mungkin untuk
menekan perkembangan hama dan hama sesuai dengan
karakteristiknya senantiasa memanfaatkan tanaman
sebagai sumber penghidupannya dengan cara merusak
tanaman sepanjang hidupnya.
Serangan hama pada tanaman budidaya dapat
merusak bagian tanaman :
1. Akar : kerusakan pada akar tanaman dapat
menghambat proses penyerapan unsur hara, air atau
proses metabolisme lainnya.
2. Batang, cabang, ranting : hama dapat menggangu atau
menghentikan proses tranportasi nutrisi dari akar ke
daun dan sebaliknya sehingga tanaman mengalami
kelayuan bahkan kematian.
3. Daun : mengganggu proses fotosintesis yang
disebabkan berkurangnya area atau luasan daun
akibat aktivitas makan atau merusak dari hama.

44 Hama Utama Tanaman Perkebunan


4. Buah : buah yang terserang hama akan rusak dan pada
biji dapat menjadi hampa
Meskipun hama merupakan binatang namun tidak
semua binatang dapat digolongkan sebagai hama, dari
14 filum binatang hanya 4 filum yang berpotensi sebagai
hama yaitu :
1. Nemathelminthes : Nematoda merupakan jenis cacing
dengan ukuran mikro (panjang : 10-1,5mm, diameter :
30-36µm), jenis hama ini dapat mengakibatkan puru/
bisul pada akar, merusak jaringan akar sehingga fungsi
akar terganggu.
2. Molusca : Siput baik yang hidup di darat (siput
telanjang, siput setengah telanjang dan siput
bercangkang penuh) maupun siput yang hidup di air
(keong), hama dari filum ini biasanya menyerang pada
daun dan batang muda.
3. Chordata : Mamalia (hewan menyusui), golongan ini
dapat merusak pada semua bangian tanaman dengan
cara dimakan ataupun dicabut.
4. Arthropoda : Binatang beruas (insekta dan Arachnida)
menyerang pada hampir semua bagian tanaman.
Serangga merupakan hama yang memiliki jenis
paling banyak dengan kemampuan adaptasi yang
baik sehingga penyebarannya sangat luas. Kerusakan
tanaman yang ditimbulkan dari filum ini sangat
beragam dapat berupa kerusakan langsung maupun
tidak langsung akibat aktivitas makan ataupun
peletakan telur. Oleh sebab itu, definisi hama sebagai

Hama Utama Tanaman Perkebunan 45


binatang perusak, maka kata “binatang perusak” selalu
merujuk pada serangga dengan kata lain hama identik
dengan serangga.

B. Status Hama
Secara alamiah aktivitas mahluk hidup seperti makan,
berkembang biak dan tinggal dalam suatu ekosistem
adalah sebuah upaya dalam menyumbangkan aliran energi
kepada lingkungan agar alur energi dalam ekosistem
tetap berjalan dan seimbang. Hama atau binatang yang
digolongkan sebagai hama menempati urutan sebagai
konsumen tingkat 1 atau yang biasa disebut dengan hewan
herbivora (pemakan tumbuhan). Peran herbivora dalam
siklus ekosistem sebagai pengendali populasi produsen
(tumbuhan) dan keberadaan herbivora juga sangat
menentukan kelangsungan hidup konsumen pada trofi
yang lebih tinggi lainya. Namun dalam perkembangannya,
manusia sebagai penentu dalam keberlanjutan ekosistem
berdasarkan cara pengelolaannya menjadikan manusia
mampu mengeksploitasi tatanan komponen penyusun
dalam ekosistem sesuai dengan keinginan dan
kebutuhannya. Oleh sebab itu, kemunculan mahluk hidup
dalam suatu ekosistem dengan predikat sebagai perusak
tanaman yang dibudidayakan bermula dan berasal dari
adanya kepentingan manusia.
Beberapa peneliti dan para ahli menggolongkan status
hama berdasarkan beberapa aspeksebagai berikut :

46 Hama Utama Tanaman Perkebunan


1. Aspek Ekonomi
Pada aspek ini hama dikelompokkan berdasarkan
dampak kerugian secara ekonomi yang ditimbulkan
akibat kerusakan melalui aktivitas hama tersebut.
a. Hama utama
Hama utama (Major pest) atau biasa juga disebut
sebagai hama kunci (Key pest). Hama jenis ini
merupakan hama yang selalu ada dipertanaman,
mampu menyerang dalam areal yang luas dan
dalam kurun waktu yang lama. Akibat dari
serangannya mampu menimbulkan kerugian
secara ekonomi yang cukup tinggi sehingga
dibutuhkan suatu tindakan pengendalian secara
kontinu dan memakan biaya. Jenis hama seperti
ini sangat ditakuti oleh petani-petani komoditi
perkebunan
b. Hama kadang kala
Hama kadangkala (occasional pest) atau hama
minor (minor pest). Hama dari jenis ini merupakan
hama yang kurang penting di pertanaman
mengingat kerusakan yang ditimbulkan tidak
sampai pada kerugian secara ekonomi namun
statusnya dapat berubah apabila terjadi kesalahan
dalam menerapkan teknik pengendalian, maka
statusnya akan naik menjadi hama utama.
Kesalahan teknik pengendalian yang diterapkan
akan mengubah kondisi ekosistem khususnya
pada aliran energi yang berjalan, penggunaan
pestisida secara bijaksana akan menimbulkan

Hama Utama Tanaman Perkebunan 47


hilangnya musuh alami dipertanaman dan
serangga sasaran utama namun akan menjadikan
hama kadangkala menjadi kuat dalam tatanan
ekosistem yang disebabkan musnahnya hama
utama dan musuh alami sehingga status hama
kadangkala akan berubah menjadi hama utama.
c. Hama potensial
Hama potensial (potential pest) merupakan hewan
herbivora yang aktivitas makannya tidak pernah
menimbulkan kerusakan yang berarti mengingat
jenis ini merupakan serangga-serangga
kompetitor untuk mendapatkan tanaman inang
bukan hanya untuk makan tetapi untuk aktivitas
lainnya (berlindung, meletakkan telur, kopulasi
dan sebagainya), dikatakan potensial karena
tatanannya dalam rantai makanan.
d. Hama Migran
Hama migran (migratory pest), sesuai namanya
hama ini memiliki siklus untuk melakukan migrasi
dari satu daerah ke daerah lainnya disebabkan
karena daerah asalnya mengalami perubahan
faktor fisik dalam ekosistem, hama ini bersifat
sementara dalam waktu yang singkat namun
kerugian yang ditimbulkan cukup besar karena
hama ini berpindah dalam jumlah besar.
2. Aspek proses produksi
Status hama hama dari golongan ini berdasarkan pada
fase pertanaman, dibagai dalam 2 golongan yaitu :

48 Hama Utama Tanaman Perkebunan


# Hama pra-panen
Hama pra-panen adalah jenis-jenis hama yang
mengganggu atau merusak tanaman mulai dari
pembibitan hingga tanaman memasuki masa
produksi atau atau biasa dikenal dengan hama
dipertanaman atau area perkebunan.
a. Hama pasca-panen
Hama yang termasuk dalam golongan ini
adalah hama-hama yang menyerang hasil
panen biasa juga disebut sebagai hama gudang
karena menyerang dan merusak hasil panen di
penyimpanan, oleh sebab itu disarankan adanya
perlakuan benih ketika benih tersebut harus di
simpan dalam waktu lama, demikian juga untuk
hasil yang disimpan harus memperhatikan kondisi
penyimpanaan seperti suhu dan temeratur ruang
penyimpanan.
3. Aspek bagian tanaman yang dipanen
Status hama pada golongan ini dibedakan berdasarkan
bagian tanaman yang diserang apakah bagian
yang dipanen langsung atau bagian tanaman yang
mempengaruhi kuantitas dan kualitas bagian tanaman
yang panen
a. Hama primer
Hama primer adalah hama penting yaitu jenis-
jenis hama yang menyerang atau merusak
langsung pada bagian yang terpenting pada
tanaman atau bagian yang dipanen (memiliki

Hama Utama Tanaman Perkebunan 49


nilai ekonomi). Kerusakan yang ditimbulkan
disebut sebagai kerusakan mutlak sehingga
pada kasus pemantauan menggunakan rumus
tingkat kerusakan mutlak untuk melihat keparahan
intensitas serangannya.
b. Hama skunder
Hama skunder merupakan hama yang merusak
bagian tanaman yang menunjang produksi
misalnya jenis hama yang menyerang batang
dan daun sementara bagian yang dipanen adalah
buah, akibat kerusakan pada daun atau batang
akan menurunkan kualitas buah seperti buah
menjadi sedikit atau kecil-kecil karena luasan area
fotosintesis terganggu.
Hama skunder juga biasa digunakan pada ham-
hama yang menyerang biji-bijian dipenyimpanan
misalnya Sitophylus sp menyerang biji (hama
primer) yang mengakibatkan biji berlubang dan
menghasilkan serbuk berupa tepung, tepung di
rusak oleh Tribolium sp (hama skunder).
Istilah skunder juga digunakan pada jenis-
jenis hama yang memiliki pola sebaran sporadis
yaitu jenis-jenis hama yang dalam ekosistem
sebarannya dapat dikendalikan oleh keberagaman
musuh alami yang ada.

50 Hama Utama Tanaman Perkebunan


4. Aspek cara menyerang
a. Hama Penggerek
Hama penggerek (borrer pest) merupakan jenis
hama yang menyerang bagian tanaman dengan
cara menggerek/mengebor. Bagian tanaman yang
dapat diserang adalah umbi, batang, pucuk dan
biji. Contohnya adalah penggerek buah kakao
(PBK), Penggerek buah kopi (PBKo) dan Penggerek
pucuk tebu.
b. Hama pengorok daun
Hama pengorok daun (leaf miner) adalah
hama yang menyerang daun dengan cara
mengorok yaitu hama masuk kejaringan daun
dan memakan bagian mesofil/endodermis daun
dan meninggalkan jaringan epidermis atas dan
bawah daun sehingga bekas korokan akan terlihat
transparan karena bagian hijau daun telah hilang.
Biasanya alur/liang korokan yang dibuat akan
terlihat meliuk-liuk seperti ular.
c. Hama pencucuk – penghisap
Hama pencucuk-penghisang menyerang tanaman
dengan cara menusukkan styletnya kebagian
tanaman kemudian menghisap cairan tanaman
sehingga tanaman akan layu jika yang diserang
adalah batang atau daun muda dan jika menyerang
biji maka biji akan hampa.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 51


d. Hama penghisap
Status hama pengisap ini disematkan karena
memiliki type alat mulut menghisap yang secara
morfologi terlihat adanya sulur yang serupa
belalai berfungsi untuk menghisap cairan tanaman
seperti pada bangsa kutu-kutuan.
e. Hama pemakan
Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama jenis
ini adalah yang paling jelas terlihat dan mudah
diidentifikasi karena adanya kerusakan langsung
berupa bekas gigitan disepanjang area tanaman
yang diserang.
5. Aspek kisaran inang
Status hama berdasarkan kisaran inang atau
kemampuan hama dalam beradaptasi terhadap jenis
makanannya, berdasarkan penggolongan ini maka
dapat diketahui jenis hama yang spesifik terhadap
inangnya.
a. Hama polifag
Kata polifag (poli =banyak, fag/fagus = makan)
artinya hama yang mampu memakan banyak
jenis tanaman dari family yang berbeda. Contoh :
belalang (Valanga sp) bisa memakan semua daun
atau batang muda dari berbagai macam jenis
tanaman mulai dari tanaman pangan, hortikultura
maupun perkebunan bahkan pada gulma.

52 Hama Utama Tanaman Perkebunan


b. Hama oligofag
Hama oligofag juga mampu memakan berbagai
jenis tanaman dalam beberapa genus namun
masih dalam satu family, contoh : ulat api (Thosea
asigna) yang menyerang tanaman bangsa palm
seperti kelapa sawit, kelapa dan pinang. Hama ini
merpakan salah satu jenis hama pada kelapa sawit
yang aling ditakuti karena mampu menurunkan
hasil hingga 70%.
c. Hama monofag
Hama yang tergolong dalam hama monofag
adalah hama yang hanya mampu memakan
satu jenis atau satu genus inang saja, contoh :
Cronopomorpha cramenella hanya menyerang
buah kakao maka disebut penggerek buah kakao,
Hypothenemus hampeii atau hama penggerek
buah kakao dan sebagainya
6. Aspek komoditas
Penggolangan hama pada aspek ini didasarkan pada
penggolongan inangnya termasuk dalam komoditas
tertentu. Seperti hama tanaman pangan, merupakan
semua jenis hama yang menyerang pada tanaman
pangan seperti penggerek batang merah jambu pada
tanaman padi, Spodoptera frugiperda pada tanaman
jagung dan lainnya. Hama tanaman perkebunan yang
menyerang tanaman perkebunan seperti PBK pada
tanaman kakao, PBKo pada tanaman kopi dan hama
yang menyerang tanaman hortikultura disebut sebagai

Hama Utama Tanaman Perkebunan 53


hama tanaman hortikultura seperti Plutela xilostella
pada tanaman kubis, spodoptera litura pada buah
tomat dan sebagainya.
a. Aspek tatanama
Penggolongan hama juga dapat dibedakan
berdasarkan penamaan, penamaan dibuat agar
dapat membedakan satu jenis hama dengan jenis
yang lain.
b. Nama umum
Penyematan nama umum pada suatu jenis hama
kadang-kadang menunjukkan suatu ciri khusus
dari tanaman tersebut dapat berupa warna, cara
makan, ataupun bagian tanaman yang diserang.
Contoh hama keong emas merujuk pada warnanya
yang keemasan, hama putih palsu karena warnanya
yang putih. Hama penggerek buah karena
merusak buah dengan cara menggerek, hama
puru karena merusak dengan cara membentuk
puru (bisul). Penamaan dengan cara seperti ini
akan memudahkan petani dalam melakukan
identifikasi dan hama lebih mudah dikenali secara
luas dalam lingkup nasional dari daerah manapun
karena penamaanya merujuk pada kondisi umum
hama tersebut.
c. Nama ilmiah
Nama ilmiah merujuk pada aturan tatanama
berdasarkan sistematikanya yang menjadi acuan
diseluruh dunia. Penamaan jenis/species pada

54 Hama Utama Tanaman Perkebunan


serangga hama menggunakan sistem binomial
yang secara umum diklasifikasikan dalam 7
penggolongan yaitu kingdom, fillum, klas, ordo,
famili, sub famili, species. Sistem binomial adalah
tatanama yang terdiri dari 2 kata. Kata pertama
menunjukkan nama familly dan nama kedua
menunjukkan nama species. Penamaan hama
dengan cara ini memudahkan peneliti dalam
melakukan identifikasi hama secara akurat.

C. Kejadian Hama pada Tanaman Perkebunan


Kemunculan hama pada tanaman perkebunan
sesungguhnya selalu berfluktuasi, tidak pernah naik
atau turun secara berkelanjutan, berbeda dengan
tanaman hortikultura dan pangan. Hal ini disebabkan
perubahan fisiologi tanaman tahunan lebih panjang
dibandingkan dengan tanaman hortikultura dan tanaman
pangan. Panjangnya waktu perubahan fisiologi tanaman
perkebunan memberikan peluang terhadap tubuh
tanaman menciptakan daya tahan atau pertahanan secara
biotik terhadap serangan hama atau biasa disebut sebagai
evolusi tanaman. Namun suatu saat serangan hama dapat
meningkat dan menjadi eksplosif karena perubahan dari
faktor yang mempengaruhinya.
Kejadian atau kemunculan hama pada suatu ekosistem
perkebunan dapat terjadi karena : 1) perubahan ekosistem
asli, 2) masuknya hama baru, 3) ketahanan tanaman.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 55


1. Perubahan ekosistem asli
Kondisi kosistem merupakan faktor paling penting
dalam menyusun peranan komponen-komponen
pendukungnya kedalam tingkatan trofi aliran energi.
Suatu organisme penyusun ekosistem seharusnya
berperan sesuai dengan fungsinya di alam dengan
tetap memegang prinsip keseimbangan populasi.
Ketika populasi suatu organisme dalam ekosistem
mulai tidak terkendali maka statusnya dalam ekosistem
sudah berubah dan harus dikendalikan.
Perubahan lingkungan asli secara global
dipengaruhi oleh perubahan iklim. Beberapa ahli
menyatakan bahwa perubahan iklim dalam konteks
hama menjadi penyebab utama dalam perubahan
keragaman dan kelimpahan hama, sebaran georafis,
biotipe hama, hubungan atau interaksi hama dengan
tanaman inangnya, aktivitas dan kelimpahan musuh
alami, kepunahan spesies serta efikasi dan teknologi
pengendalian yang akan diterapkan.
Faktor-faktor iklim seperti temperatur, kelembaban
dan fotoperiodisitas berpengaruh terhadap siklus
hidup, keperidian, lama hidup serta kemampuan
diapause serangga. Secara umum serangan hama
akan meningkat pada musim kemarau karena tidak
adanya terpaan air hujan dan didukung dengan
kebutuhan air pada hama yang juga meningkat
untuk menyeimbangkan suhu tubuh dengan suhu
lingkungan. Selain itu, pada musim kering/kemarau
perubahan fisiologis tanaman juga memberi peran

56 Hama Utama Tanaman Perkebunan


terhadap keparahan tingkat serangan hama dimana
pada kondisi kering, figor tanaman berkurang sehingga
mudah dirusak oleh hama.
Dampak perubahan iklim terhadap ekosistem
dalam 5 tahun terakhir telah memicu 3 periode
perkembangan hama tanaman yaitu eskalasi,
peningkatan status dan degradasi.
Eskalasi yaitu kondisi dimana hama tanaman yang
penting semakain meningkatkan populasinya dan
semakin merusak, Contoh : Pertumbuhan populasi
kutu Aspidiotus destructor Sign. dipengaruhi perubahan
ekosistem oleh iklim. Populasi tinggi terjadi di musim
kering tetapi untuk pertumbuhannya diperlukan
keadaan yang cukup lembab sehingga tanaman
kelapa muda dibawah naungan kelapa tua adalah
yang pertama terinfestasi. Kasus lain memperlihatkan
pertumbuhan populasi Myzus persicae Sulz dalam 15
hari tampak meningkat dengan cepat pada keadaan
kisaran suhu 15,40C - 33,70C dengan suhu rata-rata
28,4 oC, pertumbuhan populasi menjadi tertekan
lebih rendah. Selanjutnya pada kisaran suhu tinggi
14,30C-41,70C dengan rata-rata 30oC pertumbuhan
populasi menjadi sangat tertekan.
Perubahan stataus hama yang dulunya hama
minor menjadi hama utama karena adanya perubahan
temperatur seperti pada kasus Pseudotheraptus sp. yang
mengalami perubahan status dari hama minor menjadi
hama utama yang di atur dalam Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 93/PERMENTAN/OT.140/12/2011

Hama Utama Tanaman Perkebunan 57


dan dinyatakan perubahannya dalam Permentan
nomor 31/PERMENTAN/KR.010/7/2018 menjadi hama
OPTK (organisme pengganggu tanaman karantina)
pada kelapa golongan II kategori A.1.
Degradasi adalah dimana terjadi penurunan
aktivitas hama akibat terjadinya kenaikan atau
penurunan temperatur seperti pada kasus Spodoptera
frugiperda yang mengalami penurunan aktivitas pada
kondisi suhu di bawah 20oC dan diatas 30oC kondisi-
kondisi tersebut di atas secara nyata memperlihatkan
hubungan antara iklim dan kejadian hama pada suatu
pertanaman.
Perkebunan di Indonesia yang dikembangkan
dalam skala besar dengan hamparan luas dan
dikelola secara profesional pada umumnya memiliki
ekosistem yang sederhana karena jenis tanaman yang
tidak beragam atau cenderung monokultur seperti
perkebunan kelapa sawit, tebu, teh, karet, kapas dan
sebagainya. Perubahan ekosistem yang awalnya
komplek menjadi lebih sederhana akan memunculkan
hama dipertanaman. Ekosistem sederhana senantiasa
menyediakan sumber makanan sepanjang waktu
sehingga hama tetap bertahan berada di area
pertanaman, selain itu musuh alami (predator ataupun
parasitoid) kurang berperan optimal dikarenakan
minimnya keragaman sumber nektar sebagai sumber
makanan bagi parasitoid dan tidak beragamnya jenis
serangga lain yang dapat dimangsa oleh predator.
Beberapa contoh jenis hama yang selalu ada

58 Hama Utama Tanaman Perkebunan


diperkebunan adalah Cricula trifenestrata menyerang
tanaman jambu mete, Helopeltis antonii pada
tanaman teh, Nothopeus hemipterus pada tanaman
cengkeh, Cronopomorpha cramerella pada tanaman
kakao, Oryctes rynocheros pada tanaman kelapa dan
sebagainya.
Sementara itu, perkebunan di Indonesia juga
banyak yang dikembangkan dengan pola tanam
agroforestry. Perkebunan pola ini dikembangkan
pada derah-daerah dengan topografi berlereng.
Tujuan pola pengembangan perkebunan dengan
model agroforestry selain produksi adalah konservasi
dan efisiensi penggunaan lahan. Akhir-akhir ini juga
dikembangkan sebagai salah satu langkah dalam
merespon perubahan iklim. Dimana kegagalan
produksi pada tanaman utama yang terjadi akibat
adanya perubahan iklim dapat diantisipasi kerugiannya
secara ekonomi karena petani masih memperoleh
pendapatan dari tanaman lainnya. Ekosistem pada
perkebunan dengan pola agroforestry lebih kompleks
dimana selain membudidayakan tanaman utama,
dalam satu ekosistem juga membudidayakan tanaman
lain yang dapat berfungsi sebagai tanaman pelindung
ataupun tanaman sela.
Kejadian hama pada ekosistem perkebuan
agroforestry ini lebih dipengaruhi oleh kondisi iklim
mikro, dimana kondisi suhu dan kelembaban menjadi
faktor penentu kemunculan hama. Kompleksnya strata

Hama Utama Tanaman Perkebunan 59


tanaman dalam ekosistem ini cenderung menciptakan
kondisi suhu rendah dengan kelembaban yang tinggi.
Tingkat serangan penggerek buah kakao (PBK)
mengalami peningkatan saat area pertanaman
kekurangan cahaya yang mengakibatkan kelembaban
menjadi tinggi, kondisi lingkungan yang demikian
identik dengan kondisi lingkungan saat sore atau
malam hari. Fenomena tersebut mendukung
perkembangan PBK yang dapat aktif sepanjang hari
karena PBK merupakan serangga nokturnal. Oleh
sebab itu, untuk tipe perkebunan dengan pola tanam
agroforestry seperti tanaman kakao hendaknya
melakukan penerapan P3S (pemangkasan, pemupukan,
panen teratur dan sanitasi). pemangkasan dan sanitasi
secara berkala agar kondisi ekosistem pertanaman
mendapakatkan sinar matahari cukup agar suhu dan
kelembaban tidak mendukung bagi perkembangan
hama.
2. Masuknya hama baru
Kejadian hama juga dapat muncul akibat adanya
gangguan ekosistem karena masuknya hama baru.
Hadirnya hama baru dalam ekosistem akan merubah
alur rantai makanan. Hama baru cenderung tidak
memiliki musuh alami pada ekosistem barunya, apabila
faktor lingkungan medukung perkembangannya
maka hama tersebut dapat dengan cepat menjadi
dominan dalam ekosistem. Contoh kasus hama baru
di perkebunan adalah kemunculan hama Spodoptera
frugiperda yang awal kedatangannya di Indonesia

60 Hama Utama Tanaman Perkebunan


menyerang tanaman jagung sebagai inang utamanya
namun saat ini sudah ditemukan pada tanaman kapas.
Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa
15% hama invasif mampu beradaptasi baik dengan
kondisi lingkungan barunya, kondisi ini disebabkan
karena hama invasif cenderung memiliki kemampuan
penyebaran yang tinggi, pertumbuhan cepat dengan
waktu generasi singkat serta toleransi yang tinggi
terhadap kondisi lingkungan.
3. Ketahanan tanaman
Tanaman dan hama senantiasa melakukan interaksi
secara terus menerus sehingga baik tumbuhan
maupun hama melakukan penyesuaian. Penyesuaian
ini atau yang dikenal dengan evolusi yang bertujuan
agar tumbuhan memperoleh pertahanan terhadap
kerusakan yang ditimbulkan oleh hama. Dalam proses
penyesuaian yang terjadi tumbuhan melakukan
penyesuaian secara fisik dan secara kimiawi.
Secara fisik tumbuhan akan melakukan perubahan
berupa penebalan kutikula, rambut-rambut yang tebal
dan tajam, kulit biji yang berlapis dan sebagainya
sehingga dengan kondisi yang demikian tanaman
terhindar dari serangan hama. Contoh ketahanan
tanaman secara fisik pada tanaman kapas varietas
Rahtim-101 memiliki bulu-bulu bercabang dan lebat
yang mengakibatkan tungau Tetranychus telarius L
sulit untuk memasukkan stiletnya kedalam jaringan
tanaman.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 61


Tumbuhan juga melakukan perubahan terhadap
ecara kimia di dalam tubuhnya berupa dihasilkannya
senyawa-senyawa skunder (alkaloid, glikosida,
betanine, minyak esensial, saponin, asam organik),
senyawa mirip hormon (juvabion, mirip senyawa
feromon), nilai nutrisi (asam amino esensial) dan proses
fisiologis (dipercepat dan adanya protein khusus).
Contoh Kandungan tanin yang tinggi pada tanaman
kapas, dapat menghambat nafsu makan Heliotis sp.
Tanaman kapas yang mengandung pigmen gossypol
semakin tinggi dapat menyebabkan mortalitas larva
Heliothis sp. juga semakin meningkat. Sehingga
semakin tahan tanaman maka serangan hama tidak
menjadi kendala bagi pertumbuhan ataupun produksi
namun jika ketahanan tanaman lemah maka serangan
hama akan menimbulkan kerusakan yang merugikan
bagi tanaman.

62 Hama Utama Tanaman Perkebunan


GLOSARIUM
Agroforestry : bentuk pengelolaan sumber daya yang
memadukan kegiatan pengelolaan pohon
kayu-kayuan dengan penanaman tanaman
jangka pendek.
Antroposentrik: sebuah konsep dari etika lingkungan yang
memandang bahwa manusia sebagai
pusat dari semuanya
Endodermis : lapisan pembatas antara korteks, dan stele.
Filum : tingkat klasifikasi atau peringkat taksonomi
di bawah kerajaan dan di atas kelas.
Fisiologis : salah satu dari cabang biologi yang
mempelajari berlangsungnya sistem
kehidupan
Fotosintesis : suatu proses pembentukan karbohidrat
dari bahan anorganik yang dilakukan
tumbuhan yang mengandung zat hijau
daun.
Inang : tumbuhan yang menyediakan sumber
makanan dan substrat bagi insekta
tertentu dan fauna lainnya
Invasif : mahluk hidup yang memiliki kemampuan
berkembang biak cepat, mudah
beradaptasi dan meluas dengan cepat.
Klasifikasi : sebuah metode untuk menyusun data
secara sistematis menurut kaidah yang
telah ditetapkan
Konservasi : proses pengelolaan suatu tempat agar
makna kultural yang dikandungnya
terpelihara dengan baik

Hama Utama Tanaman Perkebunan 63


Koevolusi : peristiwa ketika variasi dan seleksi suatu
spesies memengaruhi variasi dan seleksi
dari spesies lainnya
Mesofil : jaringan dasar yang terbentuk dari bagian
parenkim palisade dan bagian jaringan
spons.
Metabolisme : proses pengolahan unsur hara yang telah
diserap oleh tubuh untuk diubah menjadi
energi
Sporadis : keadaan penyebaran tumbuhan atau
penyakit/hama di suatu daerah yang tidak
merata dan hanya dijumpai di beberapa
daerah.
Stylet : proyeksi semacam jarum yang digunakan
buat menembus jaringan tanaman serta
hewan
Vigor : kekuatan jaringan tanaman akibat tekanan
osmotik.

64 Hama Utama Tanaman Perkebunan


BAB IV
HAMA UTAMA PADA TANAMAN KELAPA
Wilyus
Universitas Jambi

A. Pendahuluan
Berdasarkan data dari FAO tahun 2014 – 2018
Indonesia merupakan negara terdepan sebagai produsen
kelapa dunia, dari 93 negara penghasil kelapa dunia, dikuti
oleh Filipina, India, Sri langka dan Brazil. Rata-rata produksi
kelapa Indonesia 18,04 juta ton kelapa butir, berkontribusi
sebesar 29,69% terhadap produksi kelapa dunia (Anwar,
2021).
Di Indonesia tanaman kelapa tersebar di semua
provinsi. Areal Tanaman kelapa terluas berada di Provinsi
Riau, diikuti berturut turut oleh Sulawesi Utara, Jawa Timur,
Sulawesi Tenggara, Jawa Tengah, Maluku Utara, Jawa
Barat, Nusa Tenggara Timur, Jambi dan Maluku. (Direktrat
Jenderal Perkebunan, 2021)
Rata-rata produksi per ha bervariasi antara berbagai
daerah berkisar antara 0,478 ton/ha sampai 1,042 ton/
ha. Rendahnya rata-rata produksi pada beberapa daerah
disebabkan oleh berbagai faktor pembatas produksi,
seperti hama tanaman. Dalam tulisan ini dijelaskan
berbagai hama penting pada tanaman kelapa.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 65


B. Kumbang kelapa (kumbang tanduk): Oryctes
rhinoceros Linnaeus (Coleoptera: Scarabidae)
1. Biekologi O. rhinoceros
Kumbang tanduk termasuk Filum Arthropoda, Class
Insecta, Ordo Coleoptera, Famili Scarabedae, Genus
Oryctes, Species Oryctes rhinoceros (Kalshoven 1981).
Pertumbuhan dan perkembangan O. rhinoceros mengalami
metamorfosis sempurna, yaitu melalui fase telur-larva-
pupa dan imago (Gambar 4.1)

Gambar 4.1. Siklus hidup O. rhinoceros

Lama siklus hidup O. rhinoceros bervariasi tergantung


pada habitat dan kondisi lingkungannya. Lama siklus hidup
hama ini mulai dari telur sampai dewasa membutuhkan
waktu sekitar 6-9 bulan (Riostone, 2010). Satu imago
betina O. rhinoceros menghasilkan sekitar 30-70 butir telur
(Trisno, 2021).
Larva O. rhinoceros berwarna putih agak kekuningan,
memiliki bentuk silinder, gemuk, membentuk setengah

66 Hama Utama Tanaman Perkebunan


lingkaran atau melengkung. Larva hidup pada bahan
organic yang melapuk. Pupa berada dalam kokon yang
dibuat dari bahan-bahan organik disekitar tempat
hidupnya (Andre et al., 2020).
Imago O. rhinoceros jantan memiliki panjang tubuh 41-
43 mm lebih panjang dari pada ukuran imago betina yang
hanya berukuran, 37- 43 mm. Abdomen betina mempunyai
banyak bulu. Imago berwarna coklat kehitaman dengan
kondisi tubuh mengkilap (Wesi et al., 2014). Kepala
mempunyai tanduk. Tanduk kumbang jantan lebih panjang
dari tanduk kumbang betina (Pallipparambil, 2015).
Kelapa, kelapa sawit dan sagu telah umum
diketahui sebagai inang hama ini. Disamping itu
pinang diduga juga dapat diserang. Pertumbuhan
dan perkembangan kumbang ini dipengaruhi oleh
faktor iklim. (Hasibuan, 2019). Larva akan berkembang
dengan baik pada suhu optimal 27°C, dengan
kelembapan relatif yaitu 85-95% (Susanto et al.,
2012). O. rhinoceros berkembang biak pada berbagai
bahan organic yang sedang/sudah melapuk. Peremajaan
kebun kelapa akan menimbulkan masalah karena dapat
menyediakan breeding site (tempat berkembang biak)
hama ini.
Secara alamiah di lapangan dapat dijumpai musuh
alami O. rhinoceros terutama golongan entomopatogen.
Bacillus thuringiensis, Metarhizium anisopliae, Beauveria
Bassiana dan nematoda Heterorhabditis sp. sudah banyak
dilaporkan mampu menginfeksi dan menimbulkan
kematian pada O. rhinoceros. Sihombing et al. (2014)

Hama Utama Tanaman Perkebunan 67


melaporkan bahwa B. thuringiensis, M, anisopliae, dan
B. bassiana potensial menimbulkan kematian pada O.
rhinoceros. M. anisopliae menyebabkan mortalitas 100%
pada Larva O. rhinoceros instar 1 (L1), larva instar 2 (L2)
dan larva instar 3 (L3) di laboratorium (Salim et al., 2013).
Dafrosa (2016) melaporkan bahwa nematoda
Heterorhabditis sp. lebih berpotensi mengendalikan
O. rhinoceros karena daya bunuhnya yang lebih cepat.
Nematoda dengan konsentrasi 375-450 nematoda/ml air
dapat mengakibatkan kematian pada larva O. rhinoceros
instar II mencapai 80-90 %. Nematoda Heterorhabditis sp.
bersimbiosis dengan bakteri Photohabdas spp. (Tabasum
dan Shahina, 2004; Khairunnisa et al., 2014).
2. Gejala Serangan O. rhinoceros
O. rhinoceros menempati posisi paling penting
sebagai hama tanaman kelapa, dan sudah umum dikenal
oleh petani kelapa. Hama ini merusak daun muda yang
belum terbuka, pelepah, batang dan titik tumbuh. Imago
menggerek terutama bagian sisi batang pada pangkal
pelepah yang lebih rendah. Gerekannya sampai di titik
tumbuh. Imago ini juga menyerang pelepah pertama
pada mahkota dengan memakan jaringan tanaman yang
masih muda sehingga pertumbuhan pelepah baru akan
terganggu dan bentuknya tidak normal sehingga sangat
mengganggu proses fotosintesis (Gambar 4.2).

68 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Gambar 4.2 Tanaman kelapa terserang O. rhinoceros
pada daun dan pelepah

Serangan hama ini pada pucuk/daun muda yang


belum membuka mengakibatkan sebagian daun
terpotong sehingga setelah daun membuka tampak
seperti guntingan-guntingan atau potongan-potongan
pada daun seperti huruf “V” (Silaban, 2016). Pada tanaman
muda yang berumur 2 tahun atau kurang, kumbang
merusak titik tumbuh sehingga menyebabkan tanaman
mati. Pada areal kebun kelapa yang baru ditanam, populasi
kumbang 5 ekor per ha dapat menimbulakn kematian
tanaman sebanyak 50% (Balitka, 1989).
3. Rekomendasi pengendalian O. rhinoceros
Pengendalian O. rhinoceros dilakukan dengan
penerapan pengelolaan hama terpadu (PHT), yaitu
melalui strategi preemtif dan responsif. Strategi preemtif
adalah mengelola/memodifikasi lingkungan kebun
kelapa sehingga tercipta berbagai factor penghambat
perkemabangan hama ini sekaligus mengurangi berbagai
factor pemicu perkembangannya. Kegiatan preemtif
direncanakan dan dilaksanakan sebelum hama berkembang
atau bahkan sebelum pembangunan kebun, berdasrkan

Hama Utama Tanaman Perkebunan 69


pemahaman lingkungan kebun, bioekologi dan prilaku
hama. Strategi responsif adalah kegiatan pengendalian
yang dilakukan berdasarkan hasil monitoring hama pada
agroekosistem kelapa.
Kegiatan pengendalian tersebut adalah:
a. Sanitasi
Sanitasi dilakukan dengan cara
membersihkan/ memusnahkan/mengubur /
menutup breeding site (tempat peletakan telur
serta hidupnya larva dan pupa O. rhinocdros
seperti tanaman yang mati dan membusuk.
b. Pengendalian hayati,
Pe n g e n d a l i a n d i l a k u k a n d e n g a n
mengkonservasi/ aplaikasi entomopatogen pada
breeding site sedini mungkin dan berkelanjutan
sebelum munculnya hama sehingga dapat
berfungsi menghambat perkembangan O.
rhinoceros. Musuh alami yang sudah sering
dimanfaatkan adalah, Metharizium sp, Beauveria
bassiana dan nematoda Heterorhabditis sp dan
Baculovirus oryctes.
c. Pengendalian secara mekanis
Mengambil kumbang dalam lubang pada
bagian tanaman yang terserang kemudian
membunuhnya. Alat yang digunakan dapat
berupa pengait yang dibuat dari kawat/besi.

70 Hama Utama Tanaman Perkebunan


d. Penggunaan perangkap
Penggunaan perangkap dengan feromon
sebagai pemikat pemerupakan salah satu
alternatif yang sangat baik untuk mengendalikan
O. rhinoceros Metode ini cocok dilakukan pada
tanaman menghasilkan (TM).
e. Penggunaan material penolak serangga (Reppelent)
Naphthalene (Kapur Barus) dapat
dimanfaatkan sebagai Reppelent kumbang tanduk.
Kapur Barus memiliki efektifitas yang sangat baik,
kecuali apabila intensitas serangan sudah tinggi.
f. Pengendalian kiwiawi
Pengendalian secara kimia merupakan
alternatif terkhir karena dapat menimbulkan
dampak samping yang banyak. Insektisida
formulasi larutan diaplikasikan dengan
penyemprotan dan formulasi granular (karbofuran
dan karbosulfan) dengan cara penaburan pada
ketiak daun (pucuk daun)..

C. Kumbang Sagu: Rhynchophorus. (Curculionidae:


Coleoptera)
1. Bioekologi Rhynchophorus
Kumbang sagu termasuk Filum Arthropoda, Class
Insecta, Ordo Coleoptera, Famili Curculionidae, Genus
Rhynchophorus. Di Indonesia dilaporkan dua Species
yaitu Rhynchophorus ferrugineus Oliv dan Rhynchophorus
bilineatus (Mont.). Serangga ini mengalami metamorphosis

Hama Utama Tanaman Perkebunan 71


sempurna. Telur biasanya diletakkan oleh kumbang betina
pada luka-luka batang atau luka bekas gerekan Oryctes.
Telurnya bewarna kuning terang, berukuran panjang 2,5
mm. Satu imago betina dapat bertelur sebanyak 400-530
butir selama periode oviposisi 5 – 8 minngu. Telur akan
menetas setelah 3 hari. Larva memiliki bentuk seperti tong.
Larva yang sudah tumbuh maksimal mencapai panjang 5-6
cm dan lebar bagian tengah 2 cm. Periode larva belangsung
selama 2,5-6 bulan. Pupa terdapat dalam kepompong.
Fase pupa berlangsung 2−3 minggu. Daur hidup hama
ini berkisar 3,50−7 bulan (Kalshoen, 1981). Bentuk umum
imago kumbang sagu adalah elytra bewarna merah-oranye
dengan bercak hitam pada pronotum (Gambar 4.3).

Gambar 4.3. Telur, larva, pupa, dan imago R. ferrugineus


(Mubin et al, 2021)

Hama ini dilaporkan tersebar diberbagai wilayah yang


penyebaran tumbuhan inangnya sama dengan inang O.
rhinoceros. Tanaman penting yang menjadi inangnya
disamping kelapa adalah sagu, aren, kelapa sawit dan
kurma.
Di beberapa daerah di Indonesia larva Rhyncgophorus
dikonsumsi manusia sebagai makanan faporit karena
kandungan gizinya yang tinggi. Menurut Kalshoven (1981)
musuh alami spesifik hama ini belum diketahui. Tetapi Mubin

72 Hama Utama Tanaman Perkebunan


et al (2021) menyatakan bahwa parasitoid larva (Scolia
erratica), nematode entomopatogen (Heterohadbditis
indicus, Steinernema riobrave, dan S. carpocapsae adalah
musush alami ham ini yang direkomendasikan untuk
pengendalaliannya.
2. Gejala serangan
Pada tanaman kelapa yang terserang hama ini terlihat
adanya lubang-lubang bekas gerekan, baik pada pucuk,
pangkal pelepah, bahkan batang. Serangannya terutama
terjadi pada pada bekas luka akibat serangan O. rhinoceros
atau luka karena sebab lainya. Biasanya pada lubang
gerekan yang masih relatif baru terdapat kotoran bekas
gerekan bewarna putih atau putih kekuningan sampai
coklat dan lembab dan juga ada satu atau lebih imago
Rhynchophorus. Gerekan hama ini sering sampai ke umbut/
titik tumbuh mengakibatkan tanamn mati (Gambar 4.4)

Gambar 4.4. Tanaman kelapa terserang Rhynchophorus


(Trisnadi, 2018)

Hama Utama Tanaman Perkebunan 73


3. Rekomendasi pengendalian Rhynchophorus
Pengendalian Rhynchophorus pada perinsipnya sama
dengan pengendalian hama tanaman yang lain yaitu
dengan penerapan pengelolaan hama terpadu (PHT),
melalui strategi preemtif dan responsif.
Kegiatan pengendalian tersebut dilakukan secara
terpadu, komprehensif dan kompetibel meliputi:
a. Sanitasi
1) Memusnahkan/mengubur tanaman inang
yang baru ditebang karena dapat dijadikan
tempat peletakan telur dan sumber pakan
oleh larva dan imago rhynchophorus.
2) Membersihkan dan menutup bekas luka
tanaman akibat gerekan o. Rhinoceros dan
sebab mekanik lain.
b. Pengendalian hayati
Pe n g e n d a l i a n d i l a k u k a n d e n g a n
mengkonservasi/ aplaikasi parasitoid larva
(Scolia erratica), nematode entomopatogen
(Heterohadbditis indicus, Steinernema riobrave,
dan S. Carpocapsae.
c. Pengendalian secara mekanis
Mengambil telur, larva, pupa dan imago
Rhynchophorus dalam lubang/pada bagian
tanaman yang terserang dengan tangan/
menggunakan alat, kemudian membunuhnya.
Alat yang digunakan dapat berupa pengait yang
dibuat dari kawat/besi.

74 Hama Utama Tanaman Perkebunan


d. Penggunaan perangkap
Penggunaan perangkap dengan feromon
sebagai pemikat pemerupakan salah satu
alternatif yang sangat baik untuk mengendalikan
Rhynchophorus.
e. Pengendalian kiwiawi
Pengendalian secara kimia merupakan
alternatif terkhir karena dapat menimbulkan
dampak samping yang banyak. Insektisida
formulasi larutan diaplikasikan dengan
penyemprotan dan formulasi granular dengan
cara penaburan pada ketiak daun (pucuk daun).

D. Kumbang Brontispa longissima Gestro (Coleoptera:


Chrysomelidae)
1. Bioekologi B. longissima
Kumbang B. longissima termasuk Filum Arthropoda,
Class Insecta, Ordo Coleoptera, Famili Chrysomelidae,
Genus Brontispa (Kalshovenn 1981). Pertumbuha dan
perkembangan B. longissima mengalami metamorphosis
sempurna (Gambar 4.5). Siaklus hidup B. longissima dari
telur sampai imago meletakan telur pertama sekitar 74,32
hari. Dalam keadaan lingkungan obtimal larva dan imago
dapat hidup dan merusak tanaman inang selama 231 hari
(Rahman dan Alouw, 2014).

Hama Utama Tanaman Perkebunan 75


Gambar 4.5. B. longissima (a) telur, (b) larva, (c)
pupa, (d) imago (Rahma dan Alouw, 2014)

Telur kumbang ini berwarna coklat, umumnya


diletakkan pada daun muda yang belum terbuka secara
bekelompok 2-4 butir. Periode stadia telur berkisar 4-5 hari
(Hosang dan Tumewan, 2005). Larva instar awal berukuran
panjang rata-rata 2 mm dan terdapat duri pada kedua
sisinya. Larva instar akhir berukuran panang 9-10 mm.
Perkembangan larva melalui empat instar selama sekitar
36 hari (Siahaan, 2007). Periode pupa berlangsung selama
4-7 hari (Hosang et al., 2007).
Kumbang B. longissima merupakan hama penting pada
berbagai tanaman palmae seperti kelapa, sagu, pinang,
kurma, dan pinang hias di berbagai wilayah. Penyebaran
ham ini cukup luas dan massif meliputi berbagai negara
dimana terdapat inangnya. Di Indonesia dilaporkan hama
ini ditemukan di Maluku, Irian Jaya, Sulawesi Utara, Sulawesi
Selatan (Alouw dan Novianti, 2010), Kalimntan Barat, Bali,
Lampung, Sumatera Selatan, Yokyakarta, Sulawsi Tengah,
Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Sumatera Utara
(Sing dan Rethinan, 2005; Alouw dan Hosang, 2008).
Musuh alami B. longissimi adalah parasitoid
Tetrastichus brontispae, predator Chelisoches morio, dan
entomopatogen Metarhizium anisopliae (Lumentut et al.,

76 Hama Utama Tanaman Perkebunan


2018). Parasitoid T. brontispae dilaporkan memarasit
60-90% pupa dan 10% larva (Kalshoven. 1981).
2. Gejala Serangan B. longissima
Hama ini bersifat nokturnal, sehingga prilakunya
hampir selalu berada dalam lipatan daun dan memakan
epidermisnya dari dalam. Serangannya ditunjukan oleh
gejala daun seperti menguning-coklat-mengering dan
mati (Gambar 4.6)

Gambar 4.6. Tanaman kelapa terserang B. longissima


(Mubin et al., 2021)

3. Rekomendasi Pengendalian B. longissima


Pengendalian B. longissima pada perinsipnya sama
dengan pengendalian hama tanaman yang lain yaitu
dengan penerapan pengelolaan hama terpadu (PHT),
melalui strategi preemtif dan responsif.
Kegiatan pengendalian meliputi:
a. Pengendalian secara kultur teknis
1) Menjaga vigor tanaman dengan pemupukan
dan pengairan yang cukup.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 77


2) Mencegah supaya tanaman tidak ternaungi
oleh tumbuhan lain, karena hama ini tidak
menyukai cahaya.
b. Pengendalian hayati,
Pe n g e n d a l i a n d i l a k u k a n d e n g a n
mengkonservasi/ aplikasi parasitoid T. Brontispae.
Konservasi bisa dilakukan dengan menanam
refugia di sekitar kebun.
c. Pengendalian kiwiawi
Pengendalian secara kimia merupakan
alternatif terkhir. Di pembibitan dan pada tanaman
yang masih muda (rendah) aplikasikan insektisida
racun lambung/kontak memalui penyemprotan.
Pada tanaman yang sudah tinggi aplikasi
insektisida melalui infus batang atau akar.

E. Sexava nubila Stal (Orthoptera: Tettigoniidae)


1. Bioekologi S. nubila
S. nubila termasuk Filum Arthropoda, Class Insecta,
Ordo Orthoptera, Famili Tettigonidae, Genus Sexava.
Serangga ini mengalami metamorphosis tidak sempurna
(Gambar 4.7a dan Gambar 4.7b).

Gambar 4.7a. Telur (a), nimfa (b) dan dewasa (c) dan
dewasa betina (d) S. nubila (Alouw dan Hosang, 2016).

78 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Gambar 4.7b. Variasi warna imago dewasa S. nubila
imago betina berwarna hijau, dan imago betina berwana
coklat serta imago jantan berwarna hijau kehitaman
(Hosang, 2008)

Imago betina meletakan telur di dalam tanah


sedalam 1-5 cm diantara akar dan pangkal batang. Stadia
telur sekitar 50 hari. Hama ini merupakan penerbang
yang buruk, lambat dan sedikit berpindah. Pada siang
hari dia umumnya bersembunyi di bawah daun-daun
muda dari pohon kelapa, dan aktif pada malam hari.
(Kalshoven, 1981).
Hama ini bersifat polipagus. Namun penyebaran
hama ini secara geografis terbatas. Sexava menjadi
hama utama tanaman kelapa di Kawasan Timur
Indonesia, seperti di Kepulauan Maluku, Sulawesi dan
Papua (Darwis, 2004).
Musuh alami hama ini dari golongan parasitoid
adalah Leefmansia bicolor, Doirania leefmansia ;
predator adalah burung dan reptil (Kalshoven 1981);
dan patogen adalah protozoa Gregarine, Nosema
sp, dan Adelina sp (Hosang et al., 1988). Lala (2016)
melaporkan burung bentet (Lanius schach) merupakan

Hama Utama Tanaman Perkebunan 79


agens pengendalian hayati yang menjanjikan terhadap
hama S. nubila di Pulau Salibabu.
2. Gejala Serangan S. nubila
Pada umumnya S. nubila memakan daun, namun
jika populasi tinggi biasanya juga menyerang buah yang
masih muda. Baik nimfa maupun imagonya memakan
daun mengakibatkan daun tidak beraturan disekitar tulang
daun. (Gambar 4.8).

Gambar 4.8. Gejala serangan Sexava nubila pada daub


kelapa
(Mubin et al., 2021)

3. Rekomendasi pengendalian S. nubila


Pengendalian S. nubila pada perinsipnya sama dengan
pengendalian hama tanaman yang lain yaitu dengan
penerapan pengelolaan hama terpadu (PHT), melalui
strategi preemtif dan responsif.
Kegiatan pengendalian meliputi:
a. Sanitasi
Sanitasi dilakukan dengan membersihkan
piringan untuk menghindari peletakan telur S.
nubila

80 Hama Utama Tanaman Perkebunan


b. Pengendalian hayati
Pe n g e n d a l i a n d i l a k u k a n d e n g a n
mengkonservasi/ aplikasi parasitoid seperti L.
bicolor, predator seperti burung bentet.
c. Pengendalian secara mekanis
Pengendalian secara mekanis dilakkan dengan
mengambil telur dari tanah disekitar pangkal
batang dan memusnahkannya. Kegiatan ini sejalan
dengan sanitasi kebun.
d. Pengendalian kiwiawi
Pengendalian secara kimia merupakan
alternatif terkhir. Di pembibitan dan pada tanaman
yang masih muda (rendah) aplikasikan insektisida
racun lambung/kontak memalui penyemprotan.
Pada tanaman yang sudah tinggi aplikasi
insektisida melalui infus batang atau akar.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 81


F. Artona catoxantha Hampson (Lepidoptera:
Zygaeninidae)
1. Bioekologi A. catoxantha
Hama ini mengalami metamorphosis tidak sempurna,
(Gambar 4.9).

Gambar 4.9a. Artona: a. telur; b. larva; c. kokon dengan


pupa; d. ngengat yang baru keluar dari pupa; e. ngengat
dengan posisi istirahat dan dengan sayap direntang
(Kalshoven, 1981).

Gambar 4.9b. Ngengat betina, jantan dan larva A.


catoxantha (Winotai, 2014).

82 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Siklus hidup A. catoxantha berlangsung 5 – 5,5 bulan
di dataran rendah. Ngengat betina meletakan telur
berkelompok di permukaan bawah daun, berukuran
panjang 5 mm. Periode telur 3 -5 hari. Larvanya bewarna
terang dengan garis violet kehitaman di bagian dorsal,
panjang tubuh maksimum 11 mm. Pupa berbentuk oval
di dalam kokon berada di bawah daun. Ngengat bewarna
coklat kehitaman dengan panjang rentang sayap 13-16
mm (Kalshoven 1981)
Penyebaran hama ini meliputi berbagai negara yang
tersebar inangya seperti Mianmar, Malaisia, Singapura,
Indonesia, Filipina, Thailan dan Papua New Guini (Winotai,
2014). Inang utama hama ini adalah kelapa, sagu dan
tanaman palam hias. Disamping itu juga menyerang tebu
dan pisang jenis. Parasitoid berperan penting dalam
menekan populasi A. catoxantha di lapangan. Terdapat
parasitoidnya dari Ordo Hymenotera dan Diptera yang
potensial; dari ordo Hymenoptera yaitu Apanteles
artonae, Euplectromorpha viridiceps; dan dari ordo
Diptera yaitu Neoplectrus bicarinatus (Kalshoven. 1981).
2. Gejala Serangan A. Catoxantha
S. Nubila merupakan hama penting pada berbagai
tanaman kelapa dan sagu. Gejala serangan hama ini
diketahui dari adanya kerusakan pada helaian daun
bersamaan dengan munculnya jendela-jendela kecl pada
mesopil daun. Pada tingkat serangan berat hampir seluruh
daun menguning, kering seperti terbakar dan gugur
bahkan banyak hampir lidindya yang tinggal. Kemudian
dikuti berturut-turut oleh buah muda dan buah yang lebih

Hama Utama Tanaman Perkebunan 83


tua ggur. Serangan hama ini dapat menurunkan produksi
90-97% (Ditjenbun. 2022). Pohon yang lebih muda rendah
(muda) biasanya terserang lebih duluan dan pada beberapa
kasus mengakibatkan kematian (Winotai, 2014) (Gamabar
4.10)

Gambar 4.10. Tanaman kelapa terserang A. catoxantha

3. Rekomendasi pengendalian A. catoxantha


Pengendalian A. catoxantha pada perinsipnya sama
dengan pengendalian hama tanaman yang lain yaitu
dengan penerapan pengelolaan hama terpadu (PHT),
melalui strategi preemtif dan responsif.
Kegiatan pengendalian meliputi:
a. Sanitasi
Sanitasi dilakukan dengan membersihkan
kebun untuk menghindari adanya tumbuhan
inang yang lain dan sisa pelepah daun sebagai
suber hama.
b. Pengendalian hayati
Pe n g e n d a l i a n d i l a k u k a n d e n g a n
mengkonservasi parasitoid seperti A. artonae,
E. viridiceps; N. bicarinatus.

84 Hama Utama Tanaman Perkebunan


c. Pengendalian secara mekanis
Pengendalian secara mekanis dilakkan dengan
mengambil/mengumpulkan daun terserang A.
catoxantha dan diperlakukan untuk memusnahkan
telur, larva, pupa yang ada.
d. Pengendalian kiwiawi
Pengendalian secara kimia merupakan
alternatif terkhir karena dapat menimbulkan
dampak samping yang banyak. Di pembibitan
dan pada tanaman yang masih muda (rendah)
aplikasikan insektisida racun lambung/kontak
memalui penyemprotan. Pada tanaman yang
sudah tinggi aplikasi insektisida melalui infus
batang atau akar.

G. Ulat api (Lepidoptera: Limacoodae)


1. Bioekologi ulat api
Larva hama ini bergerak seperti siput atau keong pada
sol (tapak) lebar dan umumnya mempunyai duri yang
bersengat yang dapat menimbulkan rasa pedih pada kulit
manusia yang terkena (Gambar 4.11). Ada beberapa species
ulat api sebagai hama pada tanaman kelapa Parasa lepida,
Darna trima, Ploneta diducta, Darna cotenata, D. trima,
Ploneta deducta, Trichogyia albistrigella, Setora nitens,
Cania sericea, Thosea sinensis, T. moluccana, Chalcocelis
albigutta, dan Chacocelides castaneipars (Kalshovenn 1981).
Pertumbuhan dan perkembangan hama ini mengalami
metamorfosis sempurna. Larva adalah fase yang memakan
dan menimbulkan kerusakn pada tanaman.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 85


Gambar 4.11 Larva berbagai jenis ulat api (ESRI
Indonesia, 2021)

Ulat api pada umumnya bersifat polipagus, seperti P.


lepida, D. trima, P. deducta, S. nitens, T. sinensis, C. albigutta,
dan C. castaneipars. Ulat api tersebar diberbgai negara
di negara Asia Tenggara, Indian Cina. Di Indonesia hampir
diseluruh daerah pertanamn kelapa dan kelapa sawit
ditemui ulat api.
Di lapangan terdapat bebagai jenis musuh alami
potensial sebagai pengendali alami. Predator yang sering
ditemukan dan sudah banyak dikembangkan untuk
pengendaliannya adalah Sycanus (kepik berleher panjang).
Sycanus memiliki rostrum yang panjang, mempunyai
keperidiaan yang tinggi, lama hidup imaga sekita 2 bulan,
kemapuan mencari mangsa tinggi dan bersifat polifag
Zulkefli et al, 2004). Bebagai jenis parsitoid spesifik untuk
jenis ulat api tertentu juga sudah banyak dilaporkan
tersedia di lapangan, seperti Apanteles parase, Neoplectrus
sp., Euplectrus spp., Rongas sp.,. Di Filipina Paraphylax
soriansi dan Brachymeria obsecurata secara bersama-
sama memarasit ulat api T. sinensis 70 – 90%. Patogen

86 Hama Utama Tanaman Perkebunan


yang ditemukan menginfeksi hama ini adalah Bacillus
thuringiensis dan granulosis virus (Kalshoven, 1981).
2. Gejala serangan ulat api
Ulat api aktif malam hari dan lebih menyukai daun
yang tua. Gejala serangan berat ditunjukan oleh daun
tanaman sepeti kelihatn lidinya saja, karena Sebagian besar
helaian daun habis dimakan (Gambar 4.12)

Gambar 4.12. Tanaman kelapa terserang ulat api


(FAO, 1990)

3. Rekomendasi pengendalian ulat api


Pengendalian ulat api pada perinsipnya sama dengan
pengendalian hama tanaman yang lain yaitu dengan
penerapan pengelolaan hama terpadu (PHT), melalui
strategi preemtif dan responsif. Kegiatan pengendalian
tersebut dilakukan secara terpadu, komprehensif dan
kompetibel meliputi;
a. Sanitasi
Sanitasi dilakukan dengan membersihkan
kebun untuk menghindari adanya tumbuhan
inang yang lain dan sisa pelepah daun sebagai
suber hama.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 87


b. Pengendalian hayati,
Pe n g e n d a l i a n d i l a k u k a n d e n g a n
mengkonservasi parasitoid dan predator
dengan menanam/memelihara refugia tumbuhan
berbunga disekitar kebun. Kepik predator Sycanus
dapat diperbanyak secara masal di labaoratorium
dan dilepaskan ke lapang. Untuk tanaman yang
masih kecil rendah dapat dilakukan penyemprotan
dengan bioinsektisida menggunakan B.
thuringiensis.
c. Pengendalian secara mekanis
Pengendalian secara mekanis dilakkan dengan
mengambil/mengumpulkan telur, larva dan pupa
ulat api dengan tangan/alat yang sesui seperti
gunting memusnahkan. Cara ini lebih sesuai untuk
tanaman yang belum tinggi.
d. Pengendalian kiwiawi
Pengendalian secara kimia merupakan
alternatif terkhir karena dapat menimbulkan
dampak samping yang banyak. Di pembibitan
dan pada tanaman yang masih muda (rendah)
aplikasikan insektisida racun lambung/kontak
memalui penyemprotan. Pada tanaman yang
sudah tinggi aplikasi insektisida melalui infus
batang atau akar.

88 Hama Utama Tanaman Perkebunan


H. Tikus
1. Penjelasan umum
Tikus yang biasa ditemukan menyerang tanaman
kelapa adalah tikus pohon (Rattus tioamanicus (Miller).
Tikus jenis ini kebanyakan hidup dipohon kelapa, juga
menajdi hama pada tanaman kelapa sawit, coklat, kopi.
Di alam terdapat berbagai jenis musuh alaminya seperti
burung hantu, anjing, kucing dan ular. Burung hantu jenis
Tyto alba adalah musuh alamai tikus yang paling efektif
mengendalikan tikus.
Pada tanaman yang masih kecil tikus melobangi dan
memakan memakan bonkol tanaman. Pada tanaman yang
sudah berbuah, tikus melubangi buah yang masih muda
dekat petiole, berbeda dengan serangn bajing berupa
lubang tidak beraturan di bagian bawah buah.
a. Rekomendasi pengendalian tikus
Pengendalian tikus pada perinsipnya sama
dengan pengendalian hama tanaman yang lain
yaitu dengan penerapan pengelolaan hama
terpadu (PHT), melalui strategi preemtif dan
responsif. Kegiatan pengendalian tersebut
dilakukan secara terpadu, komprehensif dan
kompetibel meliputi:
b. Sanitasi
Sanitasi dilakukan dengan membersihkan
kebun dan tajuk pohon untuk menghindari
adanya tempat bersembunyi/bersarang tikus

Hama Utama Tanaman Perkebunan 89


c. Pengendalian hayati
Pe n g e n d a l i a n d i l a k u k a n d e n g a n
mengkonservasi burung hantu Tito alba sebagai
predator tikus.
d. Pengendalian secara mekanis
1) Pengendalian secara mekanis dilakkan dengan
mengambil/mengumpulkan anak tikus pada
sarang-sarangnya di pohon.
2) Membalut batang kelapa dengan seng plat
sebagai barrier (penghalang) supaya tikus
darii bawah tidak bisa manjat.
3) Perangkap tikus, untuk menangkap tikus
dapat dirancang berbagai model.
e. Pengendalian kiwiawi
Pengendalian secara kimia merupakan
alternatif terkhir karena dapat menimbulkan
dampak samping yang banyak. Mempergunakan
umpan beracun.

90 Hama Utama Tanaman Perkebunan


GLOSARIUM
Bioekologi : penelaahan makhluk dalam kaitannya
dengan lingkungan hidupnya
Breeding site : tempat perkembang biakan hama
(tempat peletakan telur, makan dan
berkembangnya larva sampai jadi pupa
dan imago)
Entomopatogen : m i k r o o r g a n i s m e y a n g d a p a t
menimbulkan infeksi atau penyakit
pada serangga
Feromon : senyawa kimia atau campuran dari
beberapa senyawa yang dikeluarkan
oleh satu individu yang dapat
mempengaruhi perilaku tertentu
individu lainnya dalam satu spesies
Fotosintesis : proses pembuatan atau pembentukan
makanan oleh tumbuhan berklorofil
dengan bantuan energi cahaya
matahari.
Gejala serangan : identifikasi kerusakan dan pertumbuhn
tanaman akibat serangan hama
Hama : herbivora yang dapat merugikan secara
ekonomi tanaman yang dibudidayakan
manusia
Hama utama : hama yang selalu menyerang pada
setiap musim pada suatu daerah dan
dapat menimbulkan kerugian secara
ekonomi sehingga memerlukan
pengendalian
Imago : serangga dewasa

Hama Utama Tanaman Perkebunan 91


Instar : fase hidup serangga muda antara
pergantian kulit
Kokon : sarang (rumah) tempat pupa berdiam
sampai jadi imago
Larva : serangga muda
Metamorfosis : proses perubahan bentuk serangga dari
telur sampai menjadi imago
Musuh alami : organisme yang dapat menekan
perkembangan hama dengan cara
memakan (memangsa), memarasit dan
menimbulkan infeksi (penyakit)
Parasitoid : binatang yang sebagian siklus
hidupnya berkembang dan makan
dalam tubuh hama (inangnya) dan
umunya mengakibatkan kematian pada
inangnya tersebut.
Pengelolaan : adalah proses perencanaan, plaksanaan
hama terpadu dan evaluasi penegendalian hama secara
(PHT) taktis, praktis dan strategis dengan
pertimbanan ekologis, ekonomis,
teknologis dan sosial secara kompetibel,
komprehensif dan berkelanjutan.
Pengendalian pengendalian hama dengan
hayati memanfatkan musuh alami hama
Pengendalalian pengendalian hama dengan
kimiawi menggunakan bahan kimia
Pengendalian pengendalian hama dengan
secara mekanis menggunakan alat-alat tertentu seperti
perangkap hama

92 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Perangkap alat yang dirancang sedemikian rupa
sehinga hama tertarik dan terperangkap
padanya.
Polipagus mempunyai kisaran inang atau mangsa
yang luas, meliputi berbagai jenis dari
berbagai Famili
Predator pemangsa atau pemakan binatang yang
dijadikan mangsanya selama hidupnya
dalam jumlah banyak.
Preemtif melaksanakan perencanaan dan
pelaksanaannya dalam seluruh fungsi
perlindungan tanaman berdasarkan
pemahaman bioekologi hama
untuk meningkatkan: kesehatan/
vigor tanamn, ketahanan ekologis;
menekan perkembangan hama; dan
meningkatkan peran musuh alami.
Pre pupa fase peralihan antara larva instar terakhir
dan pupa,
Pupa salah satu fase kehidupan serangga yang
mengalami metamorfosis sempuran
sebelum fase imago.
Responsif tindankan pengendalian hama
dilakukan berdasarkan data pematauan
ekosistem, diambil sebagai respon
terhadap keberadaan hama dan fungsi
musuh alami.
Sanitasi membersihkan lingkungan pertanaman
dari berbgai tempat yang dapat
mendorong perkembangan hama

Hama Utama Tanaman Perkebunan 93


Reppelent senyawa kimia yang mempunyai
kemampuan mencegah serangga untuk
terbang mendekat dan mendarat atau
menggigit pada tanaman.
Refugia tumbuhan (tanaman berbunga maupun
gulma) yang tumbuh di sekitar tanaman
atau dibudidayakan yang dapat menjadi
tempat perlindungan, sumber pakan
(berupa nektar dan madu) atau tempat
tinggal sementara bagi musuh alami
seperti predator dan parasitoid.

94 Hama Utama Tanaman Perkebunan


BAB V
HAMA KELAPA SAWIT
Lutfi Afifah, S.P., M.Si
Univeritas Singaperbangsa Karawang

A. Tungau Oligonychus sp
Oligonychus sp. Oligonychus sp. (Arachnida: Acari:
Tetranychidae) adalah salah satu genus tungau pada
famili Tetranychidae. Banyak spesies dalam famili ini yang
menjadi hama tanaman, lebih dari 200 spesies yang telah
dideskripsikan. Tungau yang menyerang tanaman kelapa
sawit adalah tungau merah (Oligonychus). Bagian diserang
adalah daun. Serangan tungau merah menyebabkan daun
berubah warna menjadi kuning coklat berkarat atau jingga.
Tungau ini berukuran 0,5 mm. Imago betina dari tungau ini
berbentuk bulat elips sedangkan imago jantan membulat
dan menyempit pada bagian posterior (Gambar 2).

Gambar 1. Imago betina (kiri) dan imago jantan


Oligonychus sp. (Denmark & Welbourn, 2018)

Hama Utama Tanaman Perkebunan 95


Tungau merah ini hidup di sepanjang tulang anak
daun sambil mengisap cairan daun sehingga warna daun
berubah menjadi mengkilat berwarna kecoklatan (Gambar
2). Hama ini berkembang pesat dan membahayakan dalam
keadaan cuaca kering pada musim kemarau. Gangguan
tungau pada persemaian dapat mengakibatkan rusaknya
bibit. Tungau ini bisa menyerang pada saat tanaman
yang sudah menghasilkan (TM) atau tanaman belum
menghasilakan (TBM) (Turnip, 2021) Tungau bersembunyi
dibalik daun, serangan ditandai dengan adanya muncul
bitnik kuning dipermukaan daun.

Gambar 2. Tungau merah Oligonychus sp. dan gejala


kerusakan pada tanaman kelapa sawit (Beard, 2008)

Pengendalian terhadap tungau merah ini dapat


dilakukan dengan berbagai cara dengan memperhatikan
konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pengendalian
secara biologis dilakukan dengan mengandalkan musuh
alami (predator) antara lain: genus Amblyseius, Metaseiulus,
Phytoseiulus, Stethorus, dan Orius (Pramudianto & Sari,
2017). Penyemprotan dengan akarisida bisa dilakukan

96 Hama Utama Tanaman Perkebunan


dengan menggunakan bahan aktif tetradion 75,2 gr/lt
(Tedion 75 EC) disemprotkan dengan konsentrasi 0,1-0,2%.

B. Ulat Api (Setothosea asigna, Setora nitens, Darna


trima, dan Parasa lepida.
Ada beberapa spesies ulat api yang menyerang
tanaman kelapa sawit diantaranya adalah Setothosea
asigna, Setora nitens, Darna trima, dan Parasa lepida
(Gambar 3).

Gambar 3. Setothosea asigna, Setora nitens, Darna trima,


dan Parasa lepida (spesies berurutan dari kiri)

Setothosea asigna mempunyai siklus hidup selama


106-138 hari. Telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk
oval, dan transparan. Telur diletakkan berderet 3 – 4 baris
sejajar dengan permukaan daun sebelah bawah, biasanya
pada pelepah daun ke-6 samapai ke-17. Satu tumpukan
telur berisi sekitar 44 butir. Telur menetas setelah 4 – 8
hari. Ulat berwarna hijau kekuningan dengan bercak-
bercak yang khas di bagian punggungnya. Pada bagian
punggung juga dijumpai duri-duri, stadia larva ini
berlangsung selama 49-50 hari untuk menjadi kepompong.
Kepompong terdapat pada permukaan tanah yang relatif
gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa
sawit. Kepompong diselubungi oleh kokon yang terbuat

Hama Utama Tanaman Perkebunan 97


dari air liur ulat, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat
gelap. Stadia kepompong berlangsung selama ± 39,7
hari. Serangga dewasa (ngengat) memiliki sayap depan
berwarna coklat tua dengan garis transparan dan bintik-
bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat
muda (Ditjenbun, 2021).
Setora nitens memiliki siklus hidup yang lebih pendek
dari Setothosea asigna yaitu selama 42 hari. Telur memiliki
bentuk hampir sama dengan telur Setothosea asigna hanya
saja peletakan telur antara satu sama lain tidak saling
tindih. Telur menetas setelah 4 – 7 hari. Ulat mula-mula
berwarna hijau kekuningan kemudian hijau dan biasanya
berubah menjadi kemerahan menjelang masa kepompong.
Ulat ini dicirikan dengan adanya satu garis membujur di
tengah punggung yang berwarna biru keunguan. Stadia
larva selama 50 hari. Kepompong berlangsung sekitar 17 –
27 hari. Ngengat mempunyai lebar rentangan sayap sekitar
35 mm. Sayap depan berwarna coklat dengan garis-garis
yang berwarna lebih gelap (Ditjenbun, 2021).
Darna trima mempunyai siklus hidup sekitar 60 hari.
Telur bulat kecil, berukuran sekitar 1,4 mm, berwarna kuning
kehijauan dan diletakkan secara individual di permukaan
bawah helaian daun kelapa sawit. Telur menetas dalam
waktu 3-4 hari. Ulat yang baru menetas berwarna putih
kekuningan kemudian menjadi coklat muda dengan
bercak-bercak jingga, dan pada akhir perkembangannya
bagian punggung ulat berwarna coklat tua. Stadia ulat
berlangsung selama 26-33 hari. Menjelang berkepompong,
ulat membentuk kokon dari air liurnya dan berkepompong

98 Hama Utama Tanaman Perkebunan


di dalam kokon tersebut. Kokon berwarna coklat tua,
berbentuk oval, lama stadia kepompong sekitar 10-14 hari.
Ngengat berwarna coklat gelap dengan lebar rentangan
sayap sekitar 18 mm. Sayap depan berwarna coklat gelap,
dengan sebuah bintik kuning dan empat garis hitam. Sayap
belakang berwarna abu-abu tua (Ditjenbun, 2021).
P. lepida mempunyai siklus hidup 60 – 76 hari. Telur
berbentuk bulat dan berwarna kekuningan pucat. Diameter
telur yang baru diletakkan adalah 0,4 – 0,6 mm. Stadia
telur 2 – 4 hari. Larva instar pertama yang baru muncul
dari lepida berwarna kekuningan dengan warna kehijauan
dan bulu-bulu runcing kecil ditemukan pada tubuh.
Stadia larva berlangsung 30 – 40 hari. Pupa sangat keras,
berwarna hitam kecokelatan. Stadia pupa 28 – 32 hari.
Ngengat dewasa (jantan dan betina) dari lepida berwarna
hijau dan kecoklatan dengan mata majemuk hitam. Betina
bertelur sekitar 10 – 50 butir telur di permukaan bawah
daun dewasa (Ditjenbun, 2021).
Ulat muda biasanya bergerombol di sekitar tempat
peletakkan telur dan mengikis daun mulai dari permukaan
bawah daun kelapa sawit serta meninggalkan epidermis
daun bagian atas. Bekas serangan terlihat jelas seperti
jendela-jendela memanjang pada helaian daun, sehingga
akhirnya daun yang terserang berat akan mati kering
seperti bekas terbakar. Mulai instar ke 3 biasanya ulat
memakan semua helaian daun dan meninggalkan lidinya
saja dan sering disebut gejala melidi. Gejala ini dimulai dari
daun bagian bawah. Dalam kondisi yang parah tanaman
akan kehilangan daun sekitar 90%. Pada tahun pertama

Hama Utama Tanaman Perkebunan 99


setelah serangan dapat menurunkan produksi sekitar
69% dan sekitar 27% pada tahun kedua (Turnip, 2021).
Pada kelompok tanaman menghasilkan (TM) serangan
ulat api akan berdampak pada penurunan produktifitas
tanaman karenan terganggunya proses fotosintesis
yangmengakibatkan terganggunya proses pembentukan
bunga dan buah. Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan beberapa perusahaan, serangan ulat api dapat
menurunkan produksi sebanyak 25% pada tahun pertama,
dan menurunkan produksi sebanyak 50% − 75% pada
tahun kedua dan ketiga.(Ditjenbun, 2021).
Ambang ekonomi dari hama ulat api untuk S. asigna
dan S. nitens pada tanaman kelapa sawit rata-rata 5 - 10
ekor perpelepah untuk tanaman yang berumur tujuh tahun
ke atas dan lima ekor larva untuk tanaman yang lebih
muda. Beberapa teknik pengendalian ulat api yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut : pengendalian secara
mekanik, yaitu pengutipan ulat ataupun pupa di lapangan
kemudian dimusnahkan, pengendalian secara hayati,
dilakukan dengan penggunaan parasitoid larva seperti
Trichogramma sp dan predator berupa Eocanthecona sp,
penggunaan virus entomopatogen seperti Granulosis
Baculoviruses, MNPV (Multiple Nucleo Polyhedro Virus),
penggunaan cendawan entomopatogen Bacillus
thuringiensis. Penggunaan insektisida, dilakukan dengan:
Penyemprotan pada tanaman yang berumur 2,5 tahun
dengan menggunakan penyemprotan tangan, sedangkan
tanaman yang berumur lebih dari 5 tahun penyemprotan
dilakukan dengan mesin penyemprot. Penyemprotan udara

100 Hama Utama Tanaman Perkebunan


dilakukan apabila dalam suatu keadaan tertentu luas areal
yang terserang sudah meluas yang meliputi daerah dengan
berbagai topografi

C. Kumbang Oryctes rhinoceros


Hama Oryctes rhinoceros atau yang sering disebut
kumbang tanduk/badak merupakan salah satu hama utama
pada tanaman kelapa sawit (Gambar 4). Hama O. rhinoceros
menyerang tanaman kelapa sawit yang baru ditanam
sampai tanaman tua. Pada areal peremajaan (replanting),
serangan hama O. rhinoceros dapat mengakibatkan
tertundanya masa produksi kelapa sawit sampai satu tahun
dan kematian tanaman hingga 25 %.
Kumbang ini merupakan serangga dari ordo
Coleoptera famili Sacarabaeidae. Bioekologi dari ham aini
siklus hidupnya mulai dari telur, larva, pupa, dan imago.
Metamorfosis dari serangga ini adalah metamorfosis
holometabola / metamorfosis sempurna. Lama siklus
hidup mulai dari telur hingga dewasa adalah sekitar 6-9
bulan. Gejala serangan berupa bekas guntingan dengan
pola seperti huruf ‘V’. Kumbang membuat gerekan melalui
tangkai pelepah sampai ke pucuk, mengarah vertikal ke
titik tumbuh.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 101


Gambar 4. Kumbang Oryctes rhinoceros pada daun
kelapa sawit (Bagas, 2023)

Gambar 5. Gejala serangan Oryctes rhinoceros pada


daun kelapa sawit yang membentuk huruf V (Hosang &
Warokka, 2018).

Pengendalian yang bisa dilakukan antara lain


pengendalian fisik: pembersihan dan atau pembakaran
seluruh tempat berkembangbiak seperti, tumpukan serbuk
gergaji, batang kelapa, bagian tanaman yang membusuk
atau kayu lapuk dll. Sedangkan pengendalian secara
mekanis yaitu dengan mengumpulkan dan memusnahkan
larva yang terdapat pada sisa-sisa batang tanaman yang

102 Hama Utama Tanaman Perkebunan


membusuk, atau penangkapan kumbang dewasa. Serangan
hama ini cukup membahayakan jika terjadi pada tanaman
muda, sebab jika sampai mengenai titik tumbuhnya
menyebabkan penyakit busuk dan mengakibatkan
kematian. Pengendalian kumbang ini dilakukan dengan
cara menjaga kebersihan kebun, terutama di sekitar
tanaman. Sampah-sampah dan pohon yang mati dibakar,
agar larva hama mati. Pengendalian secara biologi dengan
menggunakan cendawan entomopatogen Metarhizium
anisopliae dan virus entomopatogen Baculovirus oryctes.
Selain itu pemasangan perangkap feromon juga bisa
dilakukan, pemasangan feromon efektif untuk menangkap
serangga jantan saja. Feromon biasanya menggunakan
metil eugenol atau cue lure.
Areal perkebunan kelapa sawit menyediakan bahan
organik yang menjadi habitat ideal untuk perkembangan
hama O. rhinoceros. Larva hama O. rhinoceros berkembang
di areal dengan kandungan bahan organik tinggi seperti
pada kompos dan tumpukan janjang kosong kelapa sawit
yang ada di lapangan. Agar laju perkembangbiakan hama
O. rhinoceros tidak terjadi dengan cepat perlu dilakukan
pegendalian secara intensif. Umumnya, pengendalian
serangan hama dilakukan dengan dua metode yaitu kimia
dan biologi tergantung tingkat serangan yang dihadapi
dilapangan. Pengendalian hama O. rhinoceros dengan
metode kimia dapat dilakukan menggunakan insektisida
berbahan aktif delmatrin / lamda cihalotrin / Karbosulfan.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 103


D. Penggerek Tandan Buah Tirathaba mundella
Hama penggerek tandan buah adalah ngengat
Tirathaba mundella (Gambar 6). Hama ini meletakkan
telurnya pada tandan buah, dan setelah menetas larvanya
(ulat) akan melubangi buah kelapa sawit. Tirathaba
mundella banyak menyerang tanaman kelapa sawit muda
berumur 3-4 tahunan, tetapi pada kondisi tertentu juga
ditemui pada tanaman tua. Gejala serangannya berupa
bekas gerekan yang ditemukan pada permukaan buah
dan bunga. Bekas gerekan tersebut berupa feces dan
serat tanaman (Gambar 7). Siklus hidup hama ini kurang
lebih 1 bulan, larva muda bewarna putih kotor dan larva
yang lebih tua warnanya coklat. Larva tua panjangnya 4
cm dan ditumbuhi dengan rambut-rambut panjang yang
jarang. Menjelang berpupa larva membentuk kokon dari
sisa gerekan dan kotorannya yang direkat dengan benang
liur pada tandan buah yang diserang (Ditjenbun, 2016).
Pupa berwarna coklat gelap dan stadia pupa berlangsung
sekitar 5-10 hari atau sekitar 1,5 minggu. Pupa kemudian
berkembang menjadi ngengat.
Larva menggerek bunga betina, mulai dari bunga
yang seludangnya baru membuka sampai dengan buah
matang. Bunga yang terserang akan gugur dan apabila
ulat menggerek buah kelapa sawit yang baru terbentuk
sampai ke bagian inti maka buah tersebut akan rontok
(aborsi) atau berkembang tanpa inti. Akibatnya fruitset
buah sangat rendah akibat hama ini. Buah muda dan buah
matang biasanya digerek pada bagian luarnya sehingga
akan meninggalkan cacat sampai buah dipanen atau juga

104 Hama Utama Tanaman Perkebunan


menggerek sampai inti buahnya. Sisa gerekan dan kotoran
yang terekat oleh benang-benang liur

Gambar 6. Hama Tirathaba mundella yang menyerang


tanaman sawit (Ditjenbun, 2016)

Gambar 7. Gejala serangan hama Tirathaba mundella yang


menyerang tandan tanaman sawit (Ditjenbun, 2016)

larva akan menempel pada permukaan tandan buah


sehingga kelihatan kusam. Larva Tirathaba mundella
dapat memakan bunga jantan Pada serangan baru, bekas

Hama Utama Tanaman Perkebunan 105


gerekan masih berwarna merah muda dan larva masih aktif
di dalamnya. Sedangkan pada serangan lama, bekas gerek
berwarna kehitaman dan larva sudah tidak aktif karena
larva telah berubah menjadi kepompong. Serangan hama
ini dapat menyebabkan buah aborsi.
Pengendalian dapat dilakukan dengan cara: Sanitasi
buah busuk dan terserang, buah busuk dikumpulkan
pada satu lubang yang diaplikasi insektisida Fipronil dan
ditutup dengan tanah. Aplikasi dengan insektisida sistemik
yaitu Fipronil dengan konsentrasi 7,5 ml/ 15 liter, dengan
volume semprot 370-400 liter / ha supaya buah benar-
benar basah tersemprot insektisida. Adanya perbedaan
stadia hama yang menyerang di lahan, maka perlu aplikasi
susulan yaitu 2 minggu setelah aplikasi pertama. Aplikasi
terakhir atau ketiga dilakukan pada 1 bulan setelah aplikasi.
Hal ini dilakukan karena daur hidup hama ini sekitar 1
bulan. Aplikasi semprot diusahakan tidak dilakukan secara
bersamaan pada semua kebun, diatur supaya tidak ikut
mati dan menurun populasinya. Menurunkan kelembaban
dengan pengendalian gulma. Monitoring serangan hama
selalu dilakukan. Monitoring populasi dilakukan dengan
mengamati jumlah dan intensitas serangan pada tandan
buah kelapa sawit, pohon per pohon, setiap sebulan
sekali. Pada tanaman kelapa sawit tua dianjurkan untuk
digunakan teropong. Apabila 30% dari tanaman kelapa
sawit dapat dijumpai paling tidak satu tandan buah
terserang hama ini sampai 50% (pada tanaman muda) atau
60% (pada tanaman tua), maka perlu dilakukan tindakan
pengendalian.

106 Hama Utama Tanaman Perkebunan


GLOSARIUM
Arachnida : Kelas hewan invertebrata Arthropoda
dalam subfilum Chelicerata. Istilah
arachnid berasal dari bahasa Yunani
arachne, berarti laba-laba
Ordo : Suatu tingkat atau takson antara kelas
dan familia.
Famili : Suatu takson yang berada antara ordo
dan genus, merupakan taksonomi yang
di dalamnya terdiri atas beberapa genus
yang secara filogenetis terpisah dari
famili lainnya.
Tungau : Sekelompok hewan kecil bertungkai
delapan yang, bersama-sama dengan
caplak, menjadi anggota superordo
Acarina.
Pengendalian : Sebuah pendekatan yang meng-
Hama Terpadu integrasikan berbagai jenis metode
pengendalian hama. Manajemen hama
terpadu bertujuan untuk menekan
populasi hama hingga di bawah tingkat
kerusakan ekonomis (economic injury
level).
Larva : Fase pradewasa dari serangga, biasanya
mengalami metamorfosis.
Kepompong : Salah satu fase dari metamorfosis
sempurna, fase pradewasa dari serangga,
yang inaktif.
Imago : Fase dewasa dari serangga

Hama Utama Tanaman Perkebunan 107


Entomopatogen: M i k r o o r g a n i s m e y a n g m a m p u
menebabkan sakit pada serangga, seperti
bakteri, cendawan, virus, dan nematoda
entomopatogen, mikroorganisme ini
hidup dalam tubuh serangga.
Feromon : Feromon (serapan dari bahasa Belanda:
feromoon) adalah sejenis zat kimia
yang berfungsi untuk merangsang dan
memiliki daya pikat seksual pada jantan
maupun.
Metil eugenol : Senyawa kimia yang bersifat atraktan
atau sebagai penarik serangga, dapat
digunakan untuk pengendalian.
Ngengat : Salah satu jenis serangga yaitu kupu-
kupu malam dari ordo Lepidoptera,
Kupu-kupu mala mini memiliki corak
sayap yang gelap, kurang menarik, tidak
cerah.

108 Hama Utama Tanaman Perkebunan


BAB VI
HAMA UTAMA PADA TANAMAN KARET
Nurmaisah, S.Pd., M.Sc
Universitas Borneo Tarakan, Tarakan

A. Penggerek Batang (Xyleborus sp.)


Gejala serangan yang diakbiatkan oleh hama
penggerek batang yaitu terdapat lubang gerek pada
bagian batang atau cabang tanaman karet dan disertai
tepung bekas gerekan. Cabang-cabang tanaman karet
yang terserang hama menjadi lebih mudah patah hingga
dapat menyebabkan kematian bagian tanaman.

Gambar 1.Hama Penggerek Batang Tanaman Karet


Xyleborus sp

Pengendalian dapat dilakukan dengan cara bagian


permukaan kulit pohon karet dikupas (scrapping), hingga
kedalaman kulit sehat, kemudian dioles dengan larutan
insektisida yang berbahan aktif deltametrin, lamda
silahotrin dengan interval 7 hari dan 4 kali aplikasi.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 109


B. Kutu Tanaman
Gejala serangan yang diakibatkan oleh kutu tanaman
pada bagian pucuk batang dan daun muda menjadi
berwarna kuning, menjadi kering dan akhirnya mati. Kutu
yang sering menimbulkan kerusakkan pada tanaman karet
terdiri dari berbagai jenis, misalnya Saissetia nigra, Laccifer
greeni, Laccifer lacca, Ferrisiana virgata, dan Planococcus
citri. Saissetia berwarna cokelat muda sampai hitam dan
berbentuk sperti perisai. Laccifer badanya seperti tertutup
lapisan lilin putih yang mengeras dan kutu ini hidupnya
berkelompok. Ferrisiana berwarna kuning muda sampai
kuning tua dan badannya seperti tertutup lilin tebal.
Sedangkan Planococcus berwarna cokelat sampai cokelat
gelap dengan badan seperti tertutup lilin tebal, tepung
lilin, atau benang lilin halus berkilap. Kutu mengeluarkan
kotoran yang mengandung gula sehingga kotorannya
sering ditumbuhi jamur jelaga dan banyak ditumbuhi
semut. Kutu merusak bagian tanaman karet dengan cara
menusukkan alat penusuk ke bagian pucuk batang dan
daun muda untuk mengisap cairan di dalamnya. Akibatnya
bagian tanaman yang diisap oleh kutu tersebut menjadi
kuning dan kering sehingga pertumbuhan tanaman
terhambat dan mati kekeringan.

110 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Gambar 2. Kutu Tanaman Saissetia nigra dan Planococcus
citri

Tindakan pengendalian dan pencegahan terhadap


serangan kutu dapat dilakukan dengan cara mekanis,
biologis, dan kimiawi. Secara mekanis, kutu-kutu diambil
dan dibuang dari bagian tanaman yang diserang, dijaga
jangan sampai ada daun, pucuk, atau batang yang rusak.
Secara biologis, di perkebunan karet dilepas musuh
alami untuk mengendalikan kutu tersebut, misalnya
Eublema sp. Anysis sp. Scymnus sp., dan Coccinella sp.
Secara kimia, pengendalian populasi kutu dapat dilakukan
dengan insektisida. Insektisida untuk mengendalikan kutu
jenis Seissetia dan Laccifer adalah Albolineum 2%, Formalin
0,15 %, atau Anthio 33EC sebanyak 0,9 – 1,2 liter/ha.
Penyemprotannya dilakukan setiap 3 minggu sekali.
Sedangkan insektisida untuk mengendalikan kutu jenis
Ferrisiana dan Planococcus adalah Azodrin 60 WSC, Bayrusil
250 EC, Bidrin 24 WSC, Dunacide 400 EC, Dimecron 50
SCW, Hostation 40EC, Nogos 50 EC, Orthene 75 SP, Sevin
85S, Sevithion 40/10 WP, Supracide 40 EC, atau Anthio
33 EC. Bahan lain yang lebih murah dan mudah didapat
adalah Solze. Solze dapat dibuat dari campuran 0,25 kg lem

Hama Utama Tanaman Perkebunan 111


kayu dengan 0,5 kg sabun batangan yang dilarutkan dalam
6 liter air mendidih. Kemudian, ke dalamnya ditambahkan
12 liter minyak solar. Bila akan digunakan, campuran ini
diencerkan dengan air, 20 cc/liter air. Penyemprotan
dilakukan 1– 2 minggu sekali.

C. Kutu Tempurung (Coccus sp.)


Gejala serangan hama kutu tempurung menyerang
bagian batang, ranting atau daun karet di pembenihan
daerah dataran tinggi; daun yang terserang berubah warna
menjadi kuning dan gugur; batang/ranting yang terserang
akan mengering; dan timbulnya jamur jelaga (Capnodium
sp.) pada permukaan tanaman yang terserang kutu.

Gambar 3: Kutu Tempurung Keterangan (A) Pradewasa,


B (Dewasa)

Pengendalian dapat dilakukan dengan cara bagian


permukaan karet yang terserang hama kutu tempurung
dibersihkan atau dikerok diberi pelumas atau disemprot
dengan insektisida berbahan aktif deltametrin, lamda dan
sihalotrin.

112 Hama Utama Tanaman Perkebunan


D. Uret (Helotrichia serrata, H. sufoflava, H. fessa,
Anomala varians, Leucopholis sp. dan Exopholis
sp.)
Gejala serangan yang diakibatkan oleh hama uret
tanah tanaman menjadi layu, berwarna kuning, bahkan
dapat mengakibatkan kematian dikarenakan tanaman karet
tersebut tidak memiliki akar lagi. Penyebabnya adalah uret
tanah, koloni uret memakan akar tanaman di pembenihan
sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat dan
rebah; apabila tanah dibongkar akan ditemukan larva uret
dengan akar lateral yang telah habis dimakan.
Ada banyak jenis uret tanah yang biasa menyerang
yang biasa menyerang tanaman karet, antara lain
Helotrichia serrata, Helotrichia rufoflava, Helotrichia
fessa, Anomala varians, Leucopholis sp., Exopholis sp. Dan
Lepidiota sp. Warna uretnya putih dan bentuknya seperti
hurup C. Kumbangnya memiliki moncong atau tanduk.
Uret tanah termasuk golongan serangga hama yang
berbahaya bagi tanaman karet. Hama ini memakan bagian
tanaman yang ada di dalam tanah, sedangkan kumbangnya
tidak. Tanaman di pembibitan sering mengalami serangan
berat hingga 30 – 50 %.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 113


Gambar 4: Hama uret yang menyerang bagian akar
tanaman karet
Pengendalian serangan hama uret dapat dilakukan
dengan cara mekanis dan kimiawi. Secara mekanis,
kumbangnya dikumpulkan pada saat pengolahan tanah
dan dibunuh agar tidak bisa lagi berkembang biak.
Sedangkan secara kimia, areal kebun disemprot dengan
endosulfan 0,1 %. Cara lain yang dapat digunakan dengan
menaburkan Carbofuran, diazinon 10 G di sekitar batang.
Banyaknya butiran yang dipakai adalah 5,0 – 10g/pohon.
Insektisida insektisida ini dapat juga ditaburkan di atas
tanah pada saat penyiapan arial.

E. Rayap (Captotermes Curvignatus, Icrotermes


Inspiratus, Macrotermis Gilvus)
Gejala serangan yang diakibatkan oleh hama rayap
yaitu terdapat jalur rayap yang diselubungi tanah di sekitar
batang atau di sepanjang batang/ranting; biasanya pada
kebun yang terserang Jamur Akar Putih (JAP) akan diiringi
dengan serangan rayap sehingga mempercepat matinya
tanaman.

114 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Rayap merupakan jenis serangga tanah yang
menyerang tanaman karet pada berbagai tingat umur.
Rayap menyerang kulit batang lalu memakan getah karet,
bila tidak diobati maka lama kelamaan karet mati karena
kehabisan getahnya. Rayap memakan bagian batang
untuk membuat sarang di sekitar batang. Aktivitas rayap
ini mampu mengganggu pertumbuhan tanaman karet
bahkan menyebabkan kematian pada pembibitan.

Gambar 5: Hama rayap yang terdapat pada tanaman


karet

Pengendalian yang dilakukan untuk serangan dari


hama rayap yaitu dengan cara menghancurkan koloni
rayap yang berada di sekitar tanaman karet dengan cara
menggali tanah; membersihkan tunggultunggul tanaman
sisa pembukaan lahan baru; membuat saluran drainase
untuk menjaga kelembaban tanah; memanfaatkan jamur
entomopatogen seperti Beauveria bassiana, Metarhizium
sp. dengan cara ditabur, aplikasi termitisida bahan aktif
hexaflflumoran, fifipronil.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 115


F. Tungau
Gejala serangan yang diakbiatkat oleh hama tungau
yaitu tanaman berbentuk tidak normal, kerdil menguning,
dan akhirnya gugur. Gejala ini muncul pada saat musim
kemarau. Penyebabnya adalah tungau. Jenis tungau yang
sering merusak tanaman karet adalah Hemitarsonemus
yang berwarna kuning coklat sampai hijau dan ulatnya
berwarna keputihan serta jenis Paratetranychus yang
berwarna merah. Panjang tubuh Hemitarsonemus betina
0,2 mm dan jantannya 0,15 mm. Sedangkan ukuran tubuh
Paratetranychus dua kali lebih besar dari Hemitarsonemus.
Tungau menyerang tanaman karet dengan cara
menusukkan penusuknya ke daun muda, daun tua, maupun
pucuk dan kemudian mengisap cairannya sehingga bentuk
daun menjadi tidak normal dan kerdil. Lambat daun akan
menguning dan akhirnya berguguran.

Gambar 6: Hama Tungau Tanaman Karet


Pengendalian hama tungau dapat dikendalikan
dengan cara mekanis dan kimiawi. Secara mekanis, tungau
yang ada di kebun dibunuh. Sedangkan kimia diberantas
dengan akarisida yang dianjurkan seperti Thiodan 35 EC
0,15%, Kelthan MF 0,2%, Morestan 25 WP 0,2 %, Moracide

116 Hama Utama Tanaman Perkebunan


40 EC 0,2 % atau Folidol 0,06%. Penyemprotan ditujukan
langsung ke pucuk serta ke permukaan bawah daun.

G. Tikus (Rattus sp.)


Tikus menjadi hama tanaman karet pada fase
perkecambahan dan persemaian. Pada waktu
perkecambahan tikus memakan bagian biji yang sedang
dikecembakan dan saat penyemaian memakan bagian
daun-daun bibit yang masih muda. Biji, kecambah dan
bibit di makan habis, kulit tanaman muda terkelupas dan
tampak ada bekas gerekan. Pengendalian dapat dilakukan
secara kultur teknis yaitu dengan cara pengaturan pola
tanaman, pengaturan waktu tanam, pengaturan jarak
tanam, penggunaan tanaman perangkat. Pengendalian
secara mekanis membunuh tikus secara langsung dengan
bantuan alat.

H. Babi (Sus Venrrucosus)


Babi merupakan hewan yang merusak tanah di sekitar
tanaman karet, sehingga tanaman karet muda akan
tumbang namun tidak dimakan. Apabila babi dalam jumlah
banyak, maka sering menimbulkan kerusakan yang cukup
berarti karena tanaman karet muda banyak yang tercabut
dan mati.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 117


GLOSARIUM
Hama : Hama merupakan salah satu jenis organisme
pengganggu tanaman yang keberadaannya
sangat tidak diinginkan karena besarnya
kerugian yang ditimbulkan akibat aktivitas
hidup dari organisme ini pada pertanaman.
OPT : Organisme Penganggu Tanaman
Bahan aktif : Zat aktif merupakan zat yang memang
terbukti memberikan efek farmakologis
pada tubuh manusia atau hewan dalam
dosis tertentu.
Pestisida : Menurut peraturan Pemerintah No. 7
tahun 1973 Pengertian pestisida adalah
semua zat kimia atau bahan lain serta
jasad renik dan virus yang dipergunakan
untuk memberantas atau mencegah hama-
hama dan penyakit-penyakit yang merusak
tanaman atau hasil-hasil pertanian.
Insektisida : Bahan yang mengandung senyawa kimia
yang bisa mematikan semua jenis serangga.
Akarisida : Jenis pestisida yang digunakan untuk
membunuh tungau.
Pengendalian: Pengendalian dengan menggunakan
Kimiawi senyawa kimia (pestisida).

118 Hama Utama Tanaman Perkebunan


BAB VII
HAMA UTAMA PADA TANAMAN KOPI
Sutiharni
Agroteknologi Faperta Universitas Papua

A. Sejarah dan Potensi Tanaman Kopi di Indonesia


Di Indonesia sudah lama dikenal berbagai jenis
kopi, diantaranya yaitu Kopi Arabika dan kopi Robusta.
Penyebaran tumbuhan kopi ke Indonesia dibawa oleh
seorang berkebangsaan Belanda pada abad ke17 sekitar
tahun 1646 yang mendapatkan biji arabika mocca dari
Arabia. Oleh Gubernur Jenderal Belanda di Malabar, jenis
kopi ini dikirim ke Batavia pada tahun 1696. Karena tanaman
ini mati oleh banjir, pada tahun 1699 didatangkan lagi bibit-
bibit baru, yang kemudian berkembang di sekitar Jakarta
dan Jawa Barat, dan akhirnya menyebar ke berbagai bagian
di kepulauan Indonesia (Prastowo, 2010). Selanjutnya
dikemukakan kopi Arabika di Indonesia pada umumnya
termasuk varietas typical (Coffea arabica var Typica).
Sekitar satu abad kopi arabika telah berkembang sebagai
tanaman rakyat. Perkebunan kopi pertama diusahakan di
Jawa Tengah (Semarang dan Kedu) pada awal abad ke-19,
sedang perkebunan kopi di Jawa Timur (Kediri dan Malang)
baru dibuka pada abad ke-19, dan di Besuki pada akhir
taun 1900-an. Hampir dua abad kopi arabika menjadi satu-
satunya jenis kopi komersial yang ditanam di Indonesia.
Budidaya kopi arabika ini mengalami kemunduran karena

Hama Utama Tanaman Perkebunan 119


serangan penyakit karat daun (Hemileia vastatrix) yang
masuk ke Indonesia sejak tahun 1876. Kopi arabika hanya
bisa bertahan di daerah-daerah tinggi (1000meter ke atas),
di mana serangan penyakit ini tidak begitu hebat.
Kopi Robusta (Coffea canephora) masuk ke Indonesia
pada tahun 1900. Kopi ini ternyata tahan terhadap
penyakit karat daun, dan memerlukan syarat tumbuh
dan pemeliharaan yang ringan, sedang produksinya jauh
lebih tinggi. Oleh karena itu kopi ini cepat berkembang,
saat ini lebih dari 90% dari areal pertanaman kopi 6
Indonesia terdiri atas kopi Robusta (Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan, 2010). Pada tahun 1955/1956
telah dimasukkan sejumlah nomor seleksi dan kultivar
Arabika dari luar negeri. Dari introduksi ini telah terpilih
beberapa nomor lini S, yang berasal dari India, yang lebih
tahan terhadap penyakit karat daun, dan dapat ditanam
pada ketinggian 500 meter ke atas. Lini S ini dilepas
untuk digunakan petani pada tahun 1963/1964, setelah
mengalami pengujian seperlunya (Rosmawati, 2018).
Dengan demikian, maka seluruh zona vertikal secara
potensial dapat ditanami kopi, dengan overlapping zone
setinggi 300 meter (antar ketinggian 500 dan 800 meter),
dimana secara komersial dapat ditanam kopi Robusta
maupun Arabika” (Prastowo, 2010).
Indonesia tercatat sebagai penghasil kopi (Coffea sp.)
terbesar ketiga di dunia, setelah Brazil dan Vietnam,
memiliki 39 jenis kopi berdasarkan indikasi geografis.
Kopi merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan
karena 95 % dari luas areal perkebunan kopi tersebut

120 Hama Utama Tanaman Perkebunan


merupakan perkebunan rakyat.yang memiliki peran
penting meningkatkan perekonomian masyarakat
mempunyai peranan yang sangat besar sebagai penghasil
devisa negara dan sumber pendapatan petani. Pada
tahun 2010 luas areal kebun kopi mencapai 1.210.365 Ha
dengan produksi 686,92 ton dengan nilai devisa US$ 814,3
juta terus meningkat setiap tahun, tahun 2017, ekspor
meningkat mencapai 467,8 ribu ton dan menyumbang
devisa US$ 1.187,16 juta. (Ditjenbun, 2013; BPS, 2017).
Hasil laporan Putu (2022), nilai ekspor olahan kopi tahun
2021 mencapai 604,4 juta USD yang diekspor ke sekitar
75 negara.
Pada Pangsa pasar utama kopi Indonesia menjangkau
berbagai Negara di Asia, Afrika, Australia, Amerika, dan
Eropa. Hingga saat ini, peluang ekspor kopi masih terbuka
lebar, dan prospek pasar di dalam negeri juga cukup baik.
Kopi arabika (Coffea arabica L.) merupakan salah satu
jenis kopi yang banyak dikembangkan di Indonesia karena
kualitas dan harganya yang relatif lebih baik dibanding
jenis kopi lainnya. Jika dibudidayakan dengan baik, kopi
arabika mulai berproduksi pada umur 2,5 sampai 3 tahun
tergantung kesuburan tanah dan iklim yang mendukung.
Pada umur 7 sampai 9 tahun, merupakan puncak produksi
kopi arabika. Pada umur ini, kopi arabika berproduksi
mencapai 5 sampai 15 kuintal biji kopi/hektar/tahun. Jika
pertanaman dikelola dengan baik, produksi per tahun bisa
mencapai 20 kuintal/hektar (Najiyati dan Danarti, 2006)
Rendahnya produktivitas dan mutu hasil kopi yang
kurang memenuhi standar, merupakan permasalahan

Hama Utama Tanaman Perkebunan 121


utama perkebunan kopi di Indonesia. Serangan hama
utama pada tanaman kopi merupakan salah satu faktor
pembatas produksi, sekaligus menyebabkan kualitas kopi
yang dihasilkan menurun (Laila et al., 2011)

Gambar 1. Perkebunan Kopi


Sumber:https://www.filosofikopi.com/2017/08/hama-dan-penyakit-
tanaman-kopi-di.html

B. Jenis-Jenis Hama Utama Pada Tanaman kopi


Perkembangan tanaman kopi dewasa ini semakin
meningkat, hal ini terbukti dengan pemerintah
meningkatkan ekspor non migas terutama kopi yang
belakangan ini memiliki pasaran dunia, sangat banyak
yang menyukainya untuk dijadikan minuman. Tetapi
dengan adanya perkembangan eskpor tersebut, tidak
menutup kemungkinan budidaya tanaman kopi tak lepas
dari gangguan hama yang merugikan dalam pemeliharaan
kopi.
Hama utama Kopi yang ditemukan pada perkebunan
tanaman kopi yang dibudidayakan, yaitu:

122 Hama Utama Tanaman Perkebunan


1. Penggerek buah kopi Hypothenemus hampei
(Coleoptera: Scolytidae)
Penggerek buah kopi, Hypothenemus hampei
(Ferrari), merupakan serangga pengganggu tanaman
kopi yang paling mematikan di seluruh dunia. Betina
dewasa membuat lubang di coffee berry, tempat mereka
menyimpan telurnya; setelah menetas, larva memakan
biji kopi di dalam buah beri, sehingga mengurangi hasil
dan kualitas yang dapat dipasarkan produk. Serangga ini
menghabiskan sebagian besar hidupnya di dalam buah
kopi, sehingga sangat sulit untuk dikendalikan.

Gambar 2. Serangan dan imago Hypothenemus.hampei


(Ferrari) pada buah kopi
Sumber: https://www.kampustani.com/cara-membasmi-hama-
penggerek-buah-kopi/

Hama ini sangat merugikan, karena mampu merusak


biji kopi dan sering mencapai populasi yang tinggi. Pada
umumnya, hanya kumbang betina yang sudah kawin
yang akan menggerek buah kopi; biasanya masuk buah
dengan buat lubang kecil dari ujungnya. Kumbang betina
menyerang buah kopi yang sedang terbentuk, dari 8
minggu setelah berbunga sampai waktu panen. Buah yang
sudah tua paling disukai. Kumbang betina terbang dari pagi

Hama Utama Tanaman Perkebunan 123


hingga sore. Hama ini mengarahkan serangan pertamanya
pada bagian kebun kopi yang bernaungan, lebih lembab
atau di perbatasan kebun. Jika tidak dikendalikan, serangan
dapat menyebar ke seluruh kebun. Dalam buah tua dan
kering yang tertinggal setelah panen, dapat ditemukan
lebih dari 100 penggerek. Karena itu penting sekali
membersihkan kebun dari semua buah yang tertinggal.

Daur hidup.
Kumbang betina menggerek ke dalam biji kopi dan
bertelur sekitar 30-50 butir. Telur menetas menjadi larva
yang menggerek biji kopi. Larva menjadi kepompong
didalam biji. Dewasa (kumbang) keluar dari kepompong.
Jantan dan betina kawin di dalam buah kopi, kemudian
sebagian betina terbang ke buah lain untuk masuk, lalu
bertelur lagi. Jantan tidak bisa terbang sehingga tetap di
dalam buah tempat lahirnya sepanjang hidup.

Gambar 3. Daur Hidup Hypothenemus. Hampei (Ferrari)


Sumber: http://eprints.ulm.ac.id/2776/1/SNLB-1602-150-155%20
Muliasari%20et%20al..pdf

124 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Kumbang penggerek buah kopi (PBKo) H. hampei
(Ferrari) bermetamorfosa sempurna (holometabola), yaitu
telur–larva–pupa–dewasa. Telur berbentuk elips, putih
transparan, dan berwarna kekuningan ketika akan menetas,
berukuran sangat kecil, 0,52–0,69 mm. Larva membentuk
seperti huruf “C”, tidak bertungkai, mempunyai kepala
yang jelas, dan berwarna putih. Panjang tubuh larva instar
terakhir 1,88–2,30 mm. Bentuk prepupa mirip dengan larva,
hanya bentuknya kurang cekung, dan berwarna putih
susu. Ukuran pupa bervariasi, panjangnya 1,84–2,00 mm.
Kumbang berwarna hitam kecokelatan dan tungkainya
berwarna lebih muda dengan ukuran betina (1,7 mm x 0,7
mm) lebih besar daripada jantan (1,2 mm x 0,7 mm). Tubuh
kumbang berbentuk bulat pendek dengan pronotum
menutupi kepala. Kumbang betina meletakkan telur di
dalam lubang gerekan sebanyak 35–50 butir selama
hidupnya, dan apabila menetas 33–46 butir (92%) menjadi
betina.
Siklus hidup PBKo (dari telur sampai dewasa) 24–45
hari. Kumbang betina dapat bertahan hidup sampai 190
hari, sedangkan jantan maksimum 40 hari. Sebagian besar
kumbang betina yang telah kawin akan keluar untuk
mencari buah kopi baru sebagai tempat peletakan telur.
Kumbang dapat bertahan hidup pada buah kopi kering
yang telah menghitam, yang masih menempel pada pohon
maupun telah berjatuhan ke tanah. Kumbang jantan tetap
hidup di dalam buah yang terserang. Hama PBKo ini sangat
merugikan karena dapat berkembang biak sangat cepat
dengan jumlah yang banyak.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 125


Gejala Serangan
Hama PBKo menyerang semua jenis kopi (Arabika,
Robusta, dan Liberika). Kumbang betina mulai menyerang
pada 8 minggu setelah pembungaan saat buah kopi
masih lunak untuk mendapatkan makanan sementara,
kemudian menyerang buah kopi yang sudah mengeras
untuk berkembang biak. Kumbang betina akan menggerek
bagian ujung bawah buah, dan biasanya terlihat adanya
kotoran bekas gerekan di sekitar lubang masuk. Ada dua
tipe kerusakan yang disebabkan oleh hama ini, yaitu gugur
buah muda dan kehilangan hasil panen secara kuantitas
maupun kualitas. Serangan pada buah kopi yang bijinya
masih lunak mengakibatkan buah tidak berkembang,
warnanya berubah menjadi kuning kemerahan, dan
akhirnya gugur, sedangkan serangan pada buah yang
bijinya telah mengeras akan berakibat penurunan mutu
biji kopi karena biji berlubang. Biji kopi yang cacat sangat
berpengaruh negatif terhadap susunan senyawa kimianya,
terutama pada kafein dan gula pereduksi yang akan
mempengaruhi citarasa.

2. Hama Penggerek cabang kopi (Xylosandrus


Compactus) (Coleoptera: Scolytidae,)
Potensi kerusakan yang disebabkan oleh invasi
kumbang ambrosia eksotis ke Hawaii adalah salah satu
perhatian paling signifikan bagi industri kopi, kehutanan, dan
tanaman hias. Sebagian besar kumbang invasif ini berasal
dari daerah beriklim sedang dan menemukan lingkungan
yang cocok untuk reproduksi dan kelangsungan hidup
di Hawaii, dengan kondisi iklim yang menguntungkan,

126 Hama Utama Tanaman Perkebunan


adanya keragaman inang alternatif, dan kurangnya musuh
alami Scolytinae Penggerek ranting hitam milik suku
Xyleborini, juga dikenal sebagai kumbang ambrosia, yang
mengacu pada spesies yang secara eksklusif memakan
jamur (jamur ambrosia) yang dibudidayakan di dalam
lubang bekas gerekan yang dibangun di dalam kayu
oleh kumbang betina dewasa. Kumbang betina dewasa
membuat lubang masuk biasanya di bagian bawah ranting,
yang kemudian diinokulasi dengan jamur. Jamur adalah
satu-satunya sumber makanan bagi kumbang. Kerusakan
fisik dan ekonomi pada tanaman yang terinfestasi dapat
disebabkan oleh aksi terowongan kumbang dewasa, atau
jamur yang disediakan kumbang untuk keturunannya.

Gambar 4. Serangan dan imago penggerek cabang kopi


(Xylosandrus morigerus)
Sumber : https://www.researchgate.net/figure/Xylosandrus-
compactus-Eichhoff-1-Overall-appearance-of-an-adult-female-2-
Group-of_fig6_287254381

Kematian cabang akibat serangan serangan penggerek


cabang hitam dapat menurunkan hasil panen yang
cukup berarti. Lavabre (1958) in Hara dan Beardsley

Hama Utama Tanaman Perkebunan 127


(1979), mengatakan bahwa pada kopi robusta serangan
X. compactus dapat menurunkan hasil sekitar 20%.
Penyebaran penggerek cabang hitam kopi terjadi melalui
perpindahan hama dari satu pohon ke pohon lainnya.
Semakin rapat jarak antar pohon, kemungkinan terjadinya
perpindahan (penularan) hama ke pohon lainnya semakin
besar (Hindayana et al., 2002) Perpindahan tersebut
biasanya dilakukan oleh serangga betina dewasa yang
sudah kawin dan keluar dari lubang gerek untuk mencari
inang yang baru.
X. compactus menyerang lebih 200 tanaman inang,
termasuk tanaman asli, semak, tanaman pembibitan, dan
tanaman hias lanskap, pertama kali ditemukan di Oahu
pada tahun 1960 menyerang pink tecoma, Tabebuia
heterophylla Britton (syn. T. pentaphylla (L.) Hemsley), dan
sekarang hadir di semua pulau utama negara bagian.
Kumbang ini berasal dari Asia dan terutama tersebar di
daerah subtropis dan tropis serta beradaptasi dengan
lingkungan yang hangat. Ini terjadi secara luas di Jepang,
Vietnam, Indonesia, Malaya, Sri Lanka, Madagaskar, India
selatan, Seychelles, Mauritius, Afrika Barat, Fiji, Kuba,
dan Brasil. Di Amerika Serikat, penggerek ranting hitam
pertama kali dilaporkan di Fort Lauderdale, FL, pada tahun
1941 dan sejak itu menyebar ke seluruh Amerika Serikat
bagian tenggara, di sepanjang dataran pantai dari Texas
hingga Carolina Utara.

128 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Daur Hidup
Perkembangan kumbang ini dalam satu generasi 3-6
minggu. Perbandingan jantan dan betina 1:20. Kumbang
betina kawin dalam terowongan induknya sebelum
terbang. Kumbang betina membuat terowongan dalam
cabang atau ranting, kemudian membuat ruangan yang
tidak teratur untuk meletakkan telur-telurnya. Kumbang
bubuk ini bisa juga mengakibatkan datangnya cendawan
ambrosia yang tumbuh di dinding terowongan. Cendawan
tersebut dimakan oleh kumbang bubuk sebelum bertelur.
Betina hidup sampai 58 hari sementara jantan tetap berada
di ruang bekas gerekan dengan rentang hidup 6 hari
(Ngoan et al.,1976 in Dixon (2003). Betina membuat lubang
masuk ke ranting, lalu menggali lubang tersebut selama
kira-kira 15 jam, kemudian berhenti untuk menunggu
perkembangan jamur Ambrosia yang ia bawa masuk ke
lubang itu. Sesudah dinding dalam lubang diselubungi
jamur tersebut, ia kawin sama jantannya. Imago jantan
berukuran panjang kira-kira setengah panjang imago
betina, tidak dapat terbang, mula-mula berwarna cokelat
cerah tetapi dalam 3- 4 hari menjadi cokelat kemerah-
merahan. Kumbang betina meletakkan telur di dalam
lubang gerekan. Panjang kumbang bubuk ini sekitar 1,5
mm. Warnanya cokelat tua.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 129


Gambar 5. Siklus hidup Penggerek cabang kopi
(Xylosandrus Compactus)
(Sumber: exento.Hawaii.edo)

Telur, jumlah telur sekitar 80 butir diletakkan dalam


kelompok kecil terdiri dari 8 – 15 butir, ukuran 15 butir
telur berkisar antara 0,53 x 0,26 mm hingga 0,59 x 0.30
mm, dengan rata-rata 0,55 x 0,28 mm, dan masa inkubasi
bervariasi dari 3-5 hari. berukuran sangat kecil, kurang dari
0,1 cm, halus, dan berbentuk oval. Oviposisi terjadi 4-7
hari setelah betina menggerek ranting, diletakkan dalam
kelompok ruang kosong di dalam lubang gerekan, dan
mereka menetas 3-5 hari setelah diletakkan Siklus hidup
lengkap dari telur hingga dewasa terjadi rata-rata 28,5
hari pada 23 sampai 270C dan kelembaban relative 50-
60% ((Hara dan Beardsley 1979). Sepuluh hari kemudian
menjadi larva.
Larva, tubuh larva berwarna putih krem dengan
panjang sekitar 2 mm dan tidak berkaki; kapsul kepala
berwarna putih saat pertama kali diletakkan kemudian
berubah menjadi warna coklat pucat; abdomen menunjuk
ke posterior pada larva muda tetapi membulat pada larva

130 Hama Utama Tanaman Perkebunan


dewasa). Larva tidak berkaki, berwarna putih, terdiri atas
2 instar, memakan jamur ambrosia sebagai makanannya.
(Ngoan et al., 1976 in Hara dan Beardsley 1979). Pupa,
mula-mula berwarna putih, tetapi kemudian menjadi
cokelat cerah dengan sayap hitam (betina) (Hara &
Beardsley 1979). Panjang stadium pupa mirip dengan
stadium dewasa, tubuh berwarna putih krem dan exarate.
Rentang durasi telur, larva, dan pupa adalah 4±6, 7-8, dan
8-9 hari, pada 250C, sesudah 10 hari sebagai larva jadi
pupa. Stadia pupanya 7 hari, kemudian ia keluar sebagai
dewasa. (Ngoan et al., 1976 in Hara dan Beardsley 1979).
Penggerek cabang dewasa ini bisa terbang dari pohon
tempat berkembangnya ke pohon lain untuk menyebarkan
hama ini. Munurut (Kalshoven, 1981) pada ranting yang
diserang oleh X. compactus juga dapat ditemukan X.
morigerus. Imago betina berukuran panjang 0,16-0,18 cm,
mula-mula berwarna cokelat cerah tetapi dalam 3-4 hari
berubah warna menjadi hitam mengkilap.

Gejala serangan
Menurut Drizd (2003), aktivitas larva ketika makan
jamur tersebut menyebabkan rusaknya jaringan tanaman
pada lubang, sehingga mengakibatkan semakin lebar dan
panjangnya lubang gerek. Serangan X. compactus ditandai
oleh adanya lubang gerek berdiameter sekitar 1-2 mm
pada permukaan cabang tanaman kopi. Lubang gerek ini
menuju ke bagian dalam ranting hingga mencapai panjang
20-50 mm. Lubang gerek dibuat oleh X. compactus betina
dewasa sebagai tempat tinggalnya. Setelah menggerek,
serangga betina meletakkan telur dalam lubang tersebut

Hama Utama Tanaman Perkebunan 131


hingga menetas dan sampai tumbuh dewasa. Larva yang
berada di dalam lubang gerek tidak memakan jaringan
tanaman tetapi memakan jamur ambrosia. Jamur ambrosia
tersebut kemudian tumbuh di dalam lubang gerekan untuk
menjadi satu-satunya bahan makanan kumbang dan
larvanya. Jamur ambrosia (Ambrosiella spp. dan Raffaelea
spp.) merupakan jamur non-patogenik, tetapi bersama
dengan jamur ambrosia kumbang juga dapat membawa
jamur Fusarium dan Ceratocystis yang patogenik terhadap
tanaman.
Daun cabang atau ranting yang digerek layu,
menguning, dan mengering yang kemudian diikuti dengan
mengeringnya ranting dibagian atas lubang gerekan.
Kehadiran jamur patogenik membantu mempercepat
kematian cabang dan ranting. Serangga betina dewasa yang
telah kawin akan keluar dari lubang gerek untuk mencari
inang baru. Akibat adanya lubang gerek di dalam ranting
menyebabkan terganggunya transportasi nutrisi sehingga
ujung ranting layu, daun menguning, ranting hitam dan
dapat menyebabkan kematian ranting. Apabila serangan
berat terjadi pada sebagian besar ranting, maka dapat
mengakibatkan kematian tanaman. Serangan X. compactus
pada tanaman muda menyebabkan daun-daunnya gugur
sehingga pertumbuhan dan pembuahannya terhambat,
sedangkan serangan pada tanaman yang telah tua
menyebabkan ranting-rantingnya mengering sehingga
hasil kopi menurun. Larva hama penggerek cabang
menggerek cabang kopi, tampaknya bahwa kumbang kecil
ini lebih senang menyerang cabang atau ranting yang tua

132 Hama Utama Tanaman Perkebunan


atau sakit, juga menyerang ranting muda yang masih lunak.
Kumbang kecil ini termasuk kedalam golongan serangga
yang mengembangbiakkan makanan untuk anak-anaknya,
yaitu jamur Ambrosia. Hal ini terjadi karena lubang gerekan
pada cabang sudah memotong jaringan pembuluh yang
menyebabkan transportasi nutrisi terganggu sehingga
ujung cabang layu, daun menguning, kemudian cabang
dan daun menjadi berwarna hitam dan mati (Rahayu et
al., 2006). Menurut Egonyu et al. (2009), jika X. compactus
menyerang cabang kopi yang masih muda, maka cabang
tersebut akan mati hanya dalam beberapa minggu.

3. Penggerek batang/cabang, Zeuzera coffeae,


(Lepidoptera: Cossidae)
Ciri khasnya adalah sayap depan dengan vena 6 dari
sudut atas sel. Ketiga segmen toraks memiliki sepasang
bintik hitam kecil. Perutnya berwarna hitam, ditumbuhi
bulu-bulu putih. Sayap depan dengan bintik-bintik kecil,
hitam dan semua usang kecuali yang di sepanjang costa,
margin luar dan margin dalam. Sayap belakang dengan
beberapa bintik kecil usang dan rangkaian marginal yang
menonjol dari apex ke vena 2, di mana mereka kadang-
kadang menyatu. Pada betina, bintik-bintik pada sayap
depan jumlahnya lebih sedikit daripada jantan, tetapi lebih
menonjol dan diwarnai dengan warna biru metalik. Larva
dan pupa berwarna coklat kemerahan.

Daur hidup
Sebagian besar siklus hidup hama ini yang hidup di
dalam batang atau cabang tanaman, Betina bertelur di

Hama Utama Tanaman Perkebunan 133


batang tanaman inang. Mereka disusun dalam beberapa
baris di cabang-cabang tanaman. Telur hama Z. coffeae
berwarna kuning kemerahan/kuning ungu dan akan
berubah menjadi kuning kehitaman, menjelang menetas.
Telur diletakkan dicelah kulit kayu. Larva menetas dari telur
dalam waktu sekitar sepuluh hari, berwarna merah cerah
sampai ungu, sawo matang, dan ditubuh larva terdapat
bintik-bintik hitam yang tebal yang berpasangan pada ruas
tubuh larva, mempunyai panjang 4,4 cm – 5 cm, dengan
panjang lubang gerekan hingga 30 cm, mempunyai
stadium berkisar 3 – 5 minggu, Larva berwarna kuning
kemerah-merahan dengan kepala hitam. Pupa atau
kepompong dibuat dalam liang gerekan, terbentuk di
dalam lubang gerekan, menjelang menjadi imago, exuvium
pupa menjulur di lubang gerekan,. Ngengat, sayap depan
ngengat berbintik hitam dengan dasar putih tembus
pandang. Seekor betina dapat meletakkan telur 340-970
butir

Gambar 6. Imago Penggerek batang kopi (Zeuzera coffeae)


Sumber: Papua Insects Foundation (papua-insects.nl)

134 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Gejala serangan
Penggerek batang kopi (Z. coffeae) menyerang
tanaman kopi di bagian batang yang menyebabkan batang
berlubang, keropos dan bahkan menyebabkan batang
busuk. Pada lubang gerekan terdapat kumpulan kotoran
sisa gerekan bercampur kotoran larva di mulut lubang
gerekan dan kadang kotoran-kotoran sisa gerekan dan
larva jatuh ke permukaan tanah, ulat ini merusak bagian
batang/cabang dengan cara menggerek empulur (xylem)
batang/cabang, selanjutnya gerekan membelok ke arah
atas. Menyerang tanaman muda. Pada permukaan lubang
yang baru digerek sering terdapat campuran kotoran
dengan serpihan jaringan. Akibat gerekan ulat, bagian
tanaman di atas lubang gerekan akan merana, layu, kering
dan mati.
Serangga ini menyebabkan kerusakan tanaman pada
saat stadium larva, umumnya membuat lubang gerekan
pada bagian batang, tetapi dapat juga ditemukan pada
bagian ranting/cabang tanaman kopi. Lubang yang
terbentuk, semacam terowongan, mengakibatkan batang
yang terserang menjadi rapuh/mudah patah, layu atau
bahkan kering dan mati karena distribusi hara dan air
terganggu, daun-daun muda akan berguguran sehingga
pertumbuhan dan pembuahan terhambat.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 135


Gambar 7. Serangan Hama Penggerek Batang (Zeuzera
coffeae) pada tanaman kopi
Sumber:https://www.istockphoto.com/id/search/
stack/792375270?assettype=image

4. Kutu hijau Coccus viridis, (Hemiptera: Coccidae)


Salah satu hama utama persemaian bibit kopi (Coffea
arabica L.) adalah kutu hijau, Coccus viridis Kutu hijau
adalah serangga yang tidak berpindah tempat dalam
kebanyakan fase hidupnya sehingga tetap tinggal di satu
tempat untuk menghisap cairan dari tanaman. Kutu hijau
menyerang cabang, ranting dan daun pohon kopi Arabica
dan Robusta. Ada beberapa jenis semut yang menjaga

136 Hama Utama Tanaman Perkebunan


dan mendukung koloni kutu hijau ini karena kutu hijau
ini mengeluarkan cairan manis. Ada juga jenis semut yang
tidak menjaganya. Kutu hijau lebih suka musim kemarau
dan juga lebih senang di dataran rendah daripada di
dataran tinggi.
Daur Hidup
Telur ditaruh di bawah badan betina sampai menetas.
Betina dapat bertelur beberapa ratus butir. Waktu bertelur
sampai menetas adalah 45-65 hari. Nimfa tetap berada
dibawah badan induknya sampai waktu cukup untuk
pindah tempat dan hidup terpisah. Dewasa jantan jarang
sekali, kebanyakan koloni kutu berkelamin betina. Biasanya
75-80% mati karena pemangsa, parasitoid, dan jamur.

(a) (b)
Gambar 8. Coccus viridis: (a). nimfa; (b) imago (kutu
dewasa) (Harni et al., 2015)

Kutu hijau C. viridis bermetamorfosa tidak sempurna


(hemimetabola), yaitu telur–nimfa–dewasa.Telur berwarna
hijau keputihan, diletakkan secara tunggal di bawah badan
kutu betina sampai menetas. Nimfa berbentuk oval,
berwarna hijau kekuningan, terdiri dari tiga instar, tetap

Hama Utama Tanaman Perkebunan 137


berada di bawah badan induknya sampai pada saatnya
akan pindah tempat dan hidup terpisah. Nimfa yang baru
muncul panjangnya kurang dari 1 mm. Dewasa berukuran
2,5-5 mm, berbentuk bulat telur, berwarna hijau muda,
tubuhnya dilindungi oleh perisai agak keras yang berwarna
hijau muda hingga hijau tua. Kebanyakan koloni kutu
berkelamin betina, dan pada kepadatan yang tinggi akan
dihasilkan koloni kutu berkelamin jantan. Kutu dewasa
mampu memproduksi telur 50-600 butir. Reproduksinya
secara parthenogenesis dan ovovivipar yang mampu
menghasilkan keturunan hingga 200 ekor.

Gejala Serangan
Berdasarkan kajian yang diuraikan oleh Harni et al.,
2015 bahwa kutu hijau menyerang tanaman kopi dengan
cara mengisap cairan daun dan cabang yang masih hijau
sehingga menyebabkan daun menguning dan mengering.
Kutu ini biasanya menggerombol dan tinggal di permukaan
bawah daun, terutama pada tulang daun. Daun atau
ranting-ranting muda yang terserang, terutama permukaan
bawah daun ditumbuhi jamur embun jelaga (Capnodium
sp.) berwarna hitam. yang akan menutup daun kopi pada
pembibitan. Selain menutupi daun, embun jelaga juga
akan menutupi buah kopi sehingga akan mempengaruhi
proses asimilasi., menyebabkan gangguan fotosintesis dan
terhambatnya pertumbuhan tanaman.
Kutu tempurung juga menyerang tunas di bagian
bawah daun, terutama dekat tulang daun dan buah muda.
hidup berkelompok di pangkal daun, tampak kutu kecil

138 Hama Utama Tanaman Perkebunan


berwarna putih kehijauan Kutu mengisap cairan tanaman
sehingga tanaman menjadi kerdil dan daun baru lambat
tumbuh. Akhirnya tanaman mengering dan layu. Kutu
tempurung, dan banyak semut di sekitarnya. Terjadi
simbiosis mutualisme antara kutu hijau dengan semut.
Beberapa semut seperti Azteca instabilis, Camponotus spp.,
dan Crematogaster spp. aktif melindungi koloni kutu hijau
dari predator dan parasitoid. Semut mendapatkan embun
madu sebagai sumber makanannya, hasil sekresi dari kutu
hijau. sering menutupi bagian permukaan tanaman.
Perkembangan kutu hijau sangat dibantu oleh keadaan
cuaca kering, kepadatan populasinya terjadi pada akhir
musim kemarau. Kutu hijau juga berkembang lebih baik di
dataran rendah daripada dataran tinggi. Populasi kutu hijau
akan meningkat dengan cepat apabila mendapat asuhan
semut yang tepat, yaitu semut gramang. Dengan kehadiran
semut gramang 50 individu kutu hijau berkembang menjadi
1.500–1.800 individu dalam 4 bulan, sedangkan dengan
kehadiran semut hitam berkembang hanya menjadi 400–
1.000 individu.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 139


Gambar 9. Tanaman kopi yang terserang hama kutu hijau
(Coccus viridis)
Sumber: https://www.planterandforester.com/2020/04/hama-kutu-
hijau-pada-kopi-arabica.html

Gambar 10. Asosiasi kutu hijau dengan semut dan


jamur embun jelaga
Sumber:https://www.planterandforester.com/2020/04/hama-kutu-
hijau-pada-kopi-arabica.html

5. Kutu putih Ferrisia virgata (Homoptera: Coccidae,)

Kutu putih mengisap cairan dari tanaman kopi dengan


mulut yang seperti jarum. Dia menyerang banyak jenis

140 Hama Utama Tanaman Perkebunan


tanaman selain kopi, termasuk lamtoro, jambu mete,
kakao, jeruk, kapas, tomat, singkong, dll. Kotoran kutu
putih mengandung gula dari tanaman; jika kotoran
dibuang pada daun kopi, jamur dapat tumbuh pada
kotoran tersebut dan merusak daun kopi. Jamur tersebut
juga dapat mengurangi sinar matahari yang diserap oleh
daun, sehingga mengganggu fotosintesis (proses daun
mengambil tenaga matahari untuk tumbuh). Jamur ini
biasanya berwarna hitam, tetapi bisa warna lain juga. Kutu
putih mempunyai banyak jenis musuh alami, termasuk
tawon parasitoid, kumbang kubah, lalat jala dan jamur.
Karakter spesifik hama ini yaitu memiliki warna tubuh
putih dan kuning, dengan lapisan lilin berwarna putih,
tepiantubuhnya terdapat seperti benang-benang kecil,
serta pada bagian ekor memiliki dua benang yang lebih
Panjang dari benang lainnya di sekitar tubuh (Chandra,
2008). Hama ini bersifat polifag, imago betina dapat
memproduksi minimal 64 butir telur (Awadallah et al.,
(1979) sampai dengan 737 (Ghose dan Paul (1972), butir
telur dalam waktu 3-4jam.

Daur hidup
Betina dapat menghasilkan 200-450 telur. Telur
menetas dan menjadi nimfa, yang mengisap cairan
tanaman. Setelah ganti kulit beberapa kali, nimfa menjadi
dewasa. Bentuk betina dan jantan dewasa cukup berbeda.
Betina berbentuk oval dengan banyak lilin putih pada
badannya; sebagian lilin ini seperti benang, juga ada
ekor dari lilin tersebut (lihat foto di kanan). Betina tidak

Hama Utama Tanaman Perkebunan 141


mempunyai sayap, tetapi jantan punya. Badan jantan agak
kurus dengan antena agak panjang. Betina hidup 1 sampai
2 bulan, tetapi jantan hanya 1 sampai 3 hari.

Gambar 11. Ferrisia virgata dewasa (Nurmasari, 2020)


Sumber:https://biotropika.ub.ac.id/index.php/biotropika/article/
view/622/379

Waktu yang dibutuhkan untuk peralihan bentuk telur


menjadi nimfa berkisar antara 4–9 hari. Individu jantan
membutuhkan waktu 20–60 hari setelah nimfa menetas
Untuk menjadi imago dan individu betina akan menjadi
imago dalam jangka waktu yang lebih pendek yaitu
antara 20–45 hari setelah nimfa menetas. Ada perbedaan
bentuk yang cukup signifikan antara F.virgata betina dan
jantan. Betina berbentuk oval dengan strukur serupa lilin
berwarna putih pada tubuhnya. Sebagian dari struktur
lilin ini berbentuk menyerupai benang, juga ada ekor
dari lilin tersebut. Individu jantan memiliki sayap, namun
betinanya tidak. Tubuh imago jantan berbentuk lebih kurus

142 Hama Utama Tanaman Perkebunan


dari imago betina dengan antena agak panjang. Imago
betina memiliki siklus hidup selama 1–2 bulan, sedangkan
imago jantan hanya bertahan hidup selama 1–3 hari. Selain
kopulasi, perkembang biakan hama ini dapat dilakukan
secara partenogenesis oleh imago betina (Kalshoven,
1981). Kerusakan yang ditimbulkan oleh F. virgata diawali
dengan munculnya gejala keriputpada bagian tanaman.
Bagian tanaman yang terkena serangan akan berangsur
menjadi kering dan mengalami keguguran daun (Bellotti
et al., 2003).

Gambar 12. Siklus hidup Ferrisia virgata (Nurmasari, 2020)

Hama Utama Tanaman Perkebunan 143


GLOSARIUM
Binatang : binatang makhluk bernyawa yang mampu
bergerak, berpindah tempat, dan bereaksi
terhadap rangsangan, tetapi tidak berakal
budi; hewan;
Budidaya : usaha yg menghasilkan sesuatu yg baik
dan menguntungkan
Daur hidup : urutan perubahan makhluk hidup dulu
masa antara terjadinya pembuahan
sel telur sampai individu yg hasilnya dr
pembunuhan untuk memulai berikutnya
untuk memulai kembali peristiwa
kehidupan spt induknya;
Gejala : keadaan yg menjadi tanda-tanda akan
serangan timbulnya sesuatu akibat penyebab
adanya yang menyerang
Hama : biang keladi kerusakan; perusak
Identifikasi : perbuatan menetapkan identitas
seseorang benda dsb;
Inang tanaman: organisme yg menjadi tempat parasit
atau Inang tumbuh dan makan
alternatif
Kerusakan : 1 keadaan (hal) rusak atau dirusakkan; 2
menderita rusak (kecelakaan dsb)
Klasifikasi : penggolongan (menurut jenis);
penyusunan dl golongan-golongan;
pembagian menjadi golongan-golongan.
Kualitas tingkat baik buruknya sesuatu

144 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Kuantitas kuantitas n banyaknya (benda dsb);
jumlah (sesuatu): kita jangan hanya
mementingkan, tetapi kualitas pun harus
dipikirkan
Penggerek : yg menggerek;
Pertanian : perihal bertani (mengusahakan tanah
dengan tanam-menanam)
Perkebunan : 1 hal berkebun; 2 perusahaan kebun;
tanah-tanah yg dijadikan kebun; ~ budi
daya perkebunan (karet, kopi, dsb)
Potensi : daya kekuatan; kemampuan; kesanggupan;
Produktivitas : kemampuan untuk menghasilkan sesuatu;
daya produksi
Tanaman : 1. tumbuhan yg biasa ditanam orang, 2.
hasil menanam; yg ditanam.
Serangga : binatang kecil yg kakinya beruas-ruas,
bernapas dengan pembuluh napas, tubuh,
dan kepalanya berkulit keras (spt belalang,
semut, lebah)

Hama Utama Tanaman Perkebunan 145


BAB VIII
HAMA UTAMA PADA TANAMAN KAKAO
Suhartini Azis
Universitas Muhammadiyah Bulukumba

A. Karakteristik Tanaman Kakao


Tanaman kakao merupakan tanaman hutan tropis
yang memiliki nilai ekonomis karena dapat dimanfaatkan
sebagai bahan makanan dan minuman. Tanaman kakao
berasal dari Amerika Tengah yang mulai diperkenalkan
oleh orang spanyol pada Tahun 1560 di Minahasa dan
dikembangkan pada Tahun 1880 di Jawa Tengah dan
menyebar di jawa timur dan barat (Baon & Wardani, 2010).
Tanaman kakao berkembang sangat pesat pada Tahun
1951 menjadi komoditas penting di Indonesia (Siregar et
al., 2010).

Gambar 8.1. Tanaman Kakao (Sumber: Dokumentasi


Pribadi)

Hama Utama Tanaman Perkebunan 147


Tanaman kakao sebagai tanaman perennial (tahunan)
berbentuk pohon dengan ketinggian sekitar 3-8 meter
(Steenis, 2008). Tanaman kakao berdasarkan sistematika
Tjitrosoepomo (1988) sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Devisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa (ordo) : Malvales
Suku (family) : Sterculiaceae
Marga (genus) : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao L.
Karakteristik tanaman kakao secara morfologi sebagai
berikut:
1. Akar
Akar tunggang yang bercabang pada tanaman kakao
dapat tumbuh dengan cepat dengan umur 1 minggu
mencapai 12, 1 bulan mencapai 16-18 cm, dan 3
bulan mencapai 25 cm, dan pada umur 2 tahun dapat
memanjang hingga 50 cm. Akar kakao disebut sebagai
akar lateral (mendatar) yang dapat berkembang dekat
di permukaan tanah. Akar lateral tanaman kakao dapat
menjangkau jauh di luar proyeksi tajuk ujungnya yang
membentuk cabang-cabang kecil yang susunannya
rumit (Lukito, 2010).
2. Batang
Tanaman kakao memiliki batang berkayu yang bersifat
dimorfisme yang artinya terdapat dua jenis tunas
vegetatif. Tunas yang pertumbuhannya arah ke atas

148 Hama Utama Tanaman Perkebunan


atau disebut tunas ortrotop (tunas air), dan tunas
yang pertumbuhannya arah ke samping atau disebut
plagiotrop (Lukito, 2010). Selain arah pertumbuhan,
perbedaan tunas tersebut dapat dilihat pada rumus,
ukuran helaian, dan daun tangkai daun. Pada tanaman
kakao dewasa, sepanjang batang pokok terdapat
banyak tunas air (wiwilan) yang bersifat ototrop
sehingga membentuk jorket. Tunas air menyebabkan
tanaman berbatang ganda dan memiliki tajuk yang
bersusun sehingga tanamannya tinggi. Pada teknik
budidaya yang benar, tunas air ini selalu di buang agar
tinggi tajuk tanaman kakao selalu terpelihara pendek
dan tanamannya berbuah banyak. Tumbuhnya tunas
dipengaruhi karena adanya perubahan suhu siang dan
malam yang sehingga tanpa adanya naungan maka
akan lebih sering bertunas. Serangan hama akan lebih
sering terjadi ketika tanaman kakao bertunas.
3. Daun
Tanaman kakao mempunyai daun tunggal yang terdiri
atas tangkai dan helai daun. Helai berbentuk bulat telur
terbalik memanjang dengan ukuran sekitar 8-50 cm
dengan lebar 3-20 cm. Tangkai berbentuk silinder dan
memiliki sisik yang halus. Bagian pangkal berbentuk
runcing atau disebut acutus sementara pada ujung
meruncing yang disebut sebagai acuminatus. Daun yang
tumbuh pada tunas ototrop memiliki ukuran tangkai
yang lebih panjang dibanding dengan plagiotrop. Daun
kakao juga memiliki sifat khusus diantaranya terdapat
dua persendian yang berada pada pangkal dan ujung

Hama Utama Tanaman Perkebunan 149


tangkai daun sehingga memungkinkan pergerakan
yang menyesuaikan dengan arah datangnya sinar
cahaya matahari (Siregar et al., 2010). Sementara pada
bagian kuncup dilindungi oleh sepasang stipula yang
terletak pada pangkal tangkainya yang akan rontok
ketika daun mulai tumbuh.
4. Bunga
Bunga majemuk pada tanaman kakao berwarna putih
keunguan dan atau kemerahan. Bunga sempurna yang
dapat tumbuh dan berkembang melalui bekas ketiak
daun pada batang dan cabang atau disebut sebagai
kauliflori. Tempat tumbuhnya bunga menjadi lebih
besar dan menebal, atau sering disebut bantalan
(cushion) bunga. Bunga kakao terdiri dari lima kelopak
independen, lima daun mahkota, sepuluh tangkai sari
tersusun dalam dua lingkaran, dan masing-masing
terdiri dari lima tangkai sari tetapi hanya satu lingkaran
subur (fertile) dan lima daun buah yang menyatu.
Ovarium terdiri dari lima buah karpel (carpelum) yang
terdapat 40-60 bakal biji (ovulum). Bakal biji tersusun
mengelilingi poros tengah (plasenta) buah. Bunga
tanaman kakao berpotensi menjadi buah hanya sekitar
1% dari dari 12.000/pohon untuk setiap tahunnya
(Siregar et al., 2010).

150 Hama Utama Tanaman Perkebunan


(a) (b) (c)

(d) (e) (f)


Gambar 8.2. Morfologi Tanaman Kakao (a) Akar; (b)
Batang; (c) Daun; (d) Bunga; (e) Buah; dan (f) Biji
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

5. Buah dan Biji


Warna buah tanaman kakao pada dasarnya terdiri
atas warna yaitu a) hijau saat masih muda dan kuning
saat sudah masak, dan b) merah saat masih muda
dan orange saat sudah masak. Ukuran dan bentuk
buah bervariasi tergantung pada kultivarnya seperti
permukaan halus untuk spesies criollo dan permukaan
halus untuk spesies forastero. Buah dapat masak pada
umur 4-6 bulan yang tergantung pada ketinggian
tempat tanaman kakao berada. Buah kakao atas
3 bagian yaitu pod (kulit), pulp (daging), dan biji.
Bagian kulit terdapat 3 lapisan yaitu endocarp yang
lebih keras dibanding lainnya, mesokarp yang lebih
tebal dibanding yang lain dengan mencapai 75%

Hama Utama Tanaman Perkebunan 151


dari buah, dan eksokarp (Limbongan & Djufry, 2013).
Pada bagian daging berwarna putih dengan rasa asam
manis dan mengandung zat yang dapat menghambat
perkecambahan (Karmawati et al., 2010). Bagian dalam
buah terdapat biji yang berbentuk bulat telur dengan
panjang sekitar 2,5 cm dan lebar 1,25 cm dengan
jumlah mencapai 50 biji per buah.

B. Syarat Tumbuh Tanaman Kakao


Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik dengan
memperhatikan beberapa hal diantaranta syarat tumbuh.
Fungsi syarat tumbuh untuk mencegah dari berbagai
gangguan hama pada tanaman. Syarat tumbuh tanaman
kakao dipengaruhi oleh faktor kondisi lingkungan (iklim)
dan tanah (Rubiyo & Siswanto, 2012).
1. Kondisi lingkungan (iklim)
Kondisi iklim merupakan salah satu faktor lingkungan
yang paling utama dalam mempengaruhi produktivitas
tanaman kakao. Iklim berperan penting dalam
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman (Manurung et al., 2015), serta produksi
yang tidak dapat dikontrol oleh manusia (Lawal
& Omonona, 2014). Kondisi iklim yang paling
berpengaruh diantaranya curah hujan, intensitas
cahaya, kelembaban udara, suhu, dan angin (Siregar
et al., 2010).
a. Curah Hujan
Curah hujan harus relatif lebih merata setiap tahun
karena ketika kekeringan maka daun akan gugur

152 Hama Utama Tanaman Perkebunan


sehingga menyebabkan kemampuan fotosintensi
juga berkurang (Erwiyono et al. 2012) dan ketika
curah hujan berlebihanpun juga berdampak pada
penurunan hasil produksi buah (Ajayi et al. 2010).
Curah hujan yang ideal untuk tanaman kakao
berkisar antara 1.500 s/d 2.500 mm/th (Indah et
al., 2014).
b. Intensitas Cahaya
Pertumbuhan tanaman kakao membutuhkan
naungan yang bertujuan untuk mengurangi
intensitas cahaya matahari yang terlalu tinggi
sehingga berdampak pada produktivitas.
Naungan yang baik ketika 70-80% intensitas
sinar matahari menembus tajuk pohon penaung
(Indah et al., 2014). Adanya pohon penaung akan
mempengaruhi terhadap pertumbuhan tanaman
sekitar 65% (Panjaitan et al., 2011). Intensitas
cahaya matahari yang tinggi berpengaruh pada
ukuran tanaman seperti daun yang menjadi
sempit, diameter batang kecil, dan batang berelatif
kerdil (Karmawati et al., 2010).
c. Kelembaban Udara
Kelembaban udara dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya tempat dari permukaan laut dengan
standar efektif pada tanaman kakao sekitar 70-
80% (Utami et al., 2018), agar dapat mencegah
terjadinya penyerapan air (Dumadi, 2011).
Kelembaban udara yang ditinggi disebabkan

Hama Utama Tanaman Perkebunan 153


karena tingginya tempat dari permukaan laut yang
mencapai 10% per 100m (Syarkawi et al., 2015).
d. Suhu
Suhu yang tepat pada tanaman kakao sekitar
18-32oC (Indah et al., 2014). Tanaman kakao
sangat rawan terhadap perubahan suhu yang
dengan mudahnya tidak dapat diabaikan
karena akan berdampak pada pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Adanya perubahan suhu
yang akan mempengaruhi produksi hasil tanaman
kakao (Santosa et al., 2018; Yoroba et al., 2019;
Ardiani et al., 2022)
e. Angin
Angin dapat berpengaruh terhadap kerusakan
mekanis dan menurunkan kelembaban sehingga
berdampak pada kematian tanaman. Secara
efektif, maksimum kecepatan angin yang tepat
pada tanaman kakao sekitar 4m/detik (Indah et
al., 2014).
2. Kondisi Tanah
Produksitivitas tanaman kakao yang baik karena
dipengaruhi oleh kondisi tanah (Snoeck et al., 2016).
Kondisi tanah yang paling berpengaruh terharap
tanaman kakao sebagai berikut:
a. Tekstur Tanah
Tanaman kakao sangat cocok pada tanah yang
bertekstur clay loam (lempung liat), perpaduan
seimbang antara pasir (50%), debu (10-20%), dan

154 Hama Utama Tanaman Perkebunan


tanah liat (30-40%) (Wahyudi et al., 2008). Tekstur
tanah yang seimbang akan memiliki kemampuan
yang baik dalam menahan air yang cukup tinggi
dan sirkulasi udara yang dimiliki juga cukup baik
(Liyanda et al., 2012).
b. Derajat Keasaman (pH)
Tanah yang efektif ketika memiliki pH sebesar <
4-8,5 (Indah et al., 2014) dan jika kurang dari itu
maka akan menyebabkan unsur hara mikro dan
kadar Al terlarut sehingga menjadi toksik dan
dapat menghambat lajur perkembangan dan
pertumbuhan tanaman (Pujiyanto, 2015).
c. Kemiringan Tanah
Kemiringan tanah merupakan salah satu hal yang
wajib diperhatikan karena akan menjadi salah
satu faktor penentu dalam keberhasilan produksi
tanaman kakao (Hazriyal et al., 2015). Kemiringan
tanah di atas 15% akan berpotensi terjadi erosi
yang menyebabkan tanah terdegradasi, kualitas
fisik, biologi, dan kimia ikut berkurang (Pambudi
& Hermawan, 2010).

C. Jenis Hama Utama Pada Tanaman Kakao


Tanaman kakao merupakan salah satu tanaman
perkebunan yang dibudidaya oleh petani di Indonesia.
Namun ironisnya pada tanaman tersebut kerap kali
ditemukan berbagai hama yang mengganggunya.
Beberapa hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat

Hama Utama Tanaman Perkebunan 155


berbagai jenis hama yang dapat menyerang pada tanaman
kakao. Menurut Maryani & Daniati (2019) menyatakan
bahwa ditemukan sebanyak 7 spesies hama pada tanaman
kakao yaitu penggerek buah kakao (Conopomorpha
cramerella Snellen), penggerek cabang (Zeuzera coffeae),
kepik penghisap buah (Helopeltis spp.), kumbang daun
(Crysomelidae), ulat kilan/jengkal (Hyposidra talaca), tupai
(Callosciurus notatus), dan tikus (Rattus sp.). Selain hama
tersebut, ada beberapa hama lainnya diantaranya ulat
matahari (Parasa lepida dan Ploneta diducta), ulat jaran
(Dasychira inclusa), kutu putih (Pseudococcus Lilacinus),
dan lalat buah atau kakao mot (Acrocercops cranerella)
(Rappan, 2019).
Serangan hama akan menghambat pertumbuhan dan
perkembangan terutama dapat menyebabkan turunnya
produksi pada tanaman kakao sehingga perlukan
berbagai upaya pengendalian untuk menekan penyebaran
hama. Hama utama pada tanaman kakao dan cara
pengendaliannya dijelaskan secara rinci sebagai berikut.

1. Hama Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha


cramerella Snellen)
Siklus hidup hama penggerek buah kakao
(Conopomorpha cramerella Snellen) diawali dari telur larva,
pupa, ngengat (serangga dewasa). Sehingga siklus hidup
pada serangga ini disebut juga metamofosis sempurna
yang membutuhkan waktu sekitar 35 hari (Maya et al.,
2006).

156 Hama Utama Tanaman Perkebunan


(a) (b)

(c) (d)
Gambar 8.3. Siklus Hidup Hama Penggerek Buah Kakao
(Conopomorpha cramerella Snellen) (a) Telur; (b) Larva;
(c) Pupa; dan (d) Ngengat
(Sumber: Maya et al., 2006)

Perubahan pada buah kakao akan sangat nampak


jelas ketika terserang oleh hama penggerek buah kakao
(Conopomorpha cramerella Snellen) (Suherlina et al., 2020).
Adapun beberapa perubahan yang dapat terlihat secara
jelas sebagai berikut.
a. Buah akan mengeras dan hitam, menyebabkan
kematian jaringan plasenta pada biji yang berdampak
pada ketidaksempurnaan biji, biji saling melekat satu
sama lain, proses pemasakan yang lebih awal sehingga
buah tidak memungkinkan untuk dipanen, larva
dapat menyebabkan kerusakan pada biji sehingga
menyebabkan perubahan warna menjadi kuning,

Hama Utama Tanaman Perkebunan 157


dan jika dipetik buah akan terasa berat namun jika
digoyang tidak terdengar adanya suara biji di dalam
buah (Syatrawati & Asmawati, 2015).
b. Warna buah tidak merata pada saat masak (hijau
kuning), permukaan kulit terdapat lubang gerekan
kecil, dalam buah akan nampak bekas gerakan larva,
biji berukuran relatif kecil, dan tidak bernas (Maryani
& Daniati, 2019)

(a) (b) (c) (d)


Gambar 8.4. Tingkat Perubahan Buah Akibat Seranga
Hama Penggerek Buah Kakao (a) tidak; (b) Ringan; (c)
Sedang; dan (d) Berat.
(Sumber: Pratama et al., 2021)

Keberadaan hama penggerek buah kakao tergolong


salah satu hama yang dapat menyebabkan kerusakan
terbesar terutama pada hasil produksi sehingga diperlukan
berbagai upaya pengendalian. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan dengan menerapkan sistem pemangkasan,
pemupukan, panen teratur, dan sanitasi (P3S). Penerapan
P3S dengan cara berikut.
a. Pemangkasan dilakukan agar penetrasi dan distribusi
cahaya meningkat serta terjadi keseimbangan
perteumbuhan baik vegetatif maupun generative
(Asrul, 2013). Pemangkasan dilakukan untuk

158 Hama Utama Tanaman Perkebunan


mengurangi cabang yang kurang produktif.
Pemangkasan terbagi menjadi 3 jenis yaitu a) pangkas
bentuk yang merupakan pemangkasan pada cabang
primer di umur 1-2 tahun; b) pangkas pemeliharaan
merupakan pemangkasan pada tunas air (wiwilan) pada
batang utama dan cabang; dan c) pangkas produksi
merupakan pemangkasan yang dilakukan berdasarkan
musim seperti saat musim hujan (pangkas berat) dan
musim kemarau (ringan) dengan tujuan cahaya bisa
masuk secara tidak langsung (Nasaruddin, 2009).
b. Pemupukan dilakukan dengan tujuan meningkatkan
unsur hara dalam tanah untuk menjaga pertumbuhan
dan meningkatkan produksi tumbuhan kakao (Asrul,
2013). Pemupukan berimbang yang mengandung N,
P dan K dan atau pupuk organic melalui tabur sekitar
tanaman dengan jarak ±50 cm dari tanaman.
c. Panen teratur dilakukan pada buah yang masak sekali
seminggu agar bisa mempersingkat perputaran hidup
hama penggerek sehingga dapat menurunkan tingkat
serangan hama dan berdampak pada peningkatan
kualitas biji pada buah kakao (Karmawati et al., 2010)
d. Sintasi dilakukan dengan cara mengubur kulit
buah, plasenta, dan buah busuk untuk memperkecil
kemungkinan menyebarnya agresi OPT dan penyakit
(Novizan, 2002).
Selain melakukan P3S, beberapa pengendalian lainnya
dapat dilakukan berdasarkan beberapa hasil penelitian
sebagai berikut:

Hama Utama Tanaman Perkebunan 159


a. Menggunakan predator pada musuh alam hama
penggerek dapat dilakukan. Seperti pemberian semut
hitam yang terbuat dari daun kelapa yang dilipat dan
diletakkan di atas jorket (Indah et al., 2014).
b. Melakukan pembungkusan atau penyarungan
pada buah melalui pemberian kantong plastik yang
dibiarkan terbuka sebagai ventilasi ketika buah masih
muda dengan ukuran sekitar 8-15 cm (Maryani &
Daniati, 2019).
c. Pemberian fungisida Dithen M-45 dan insektisida
furudan 3GR agar mencegah pertumbuhan serangga
dan akan dilakukan jika terdapat serangan hama pada
tanaman kakao (Riono, 2020)

2. Hama Penggerek Cabang (Zeuzera coffeae)


Hama penggerek cabang memiliki kemampuan
menyerang pada cabang tanaman dengan cara mnggerek
bagian kulit sekunder batang sehingga berpotensi matau
atau patah pada batang atau cabang. Siklus hidup hama
penggerek cabang (Zeuzera coffeae) diawali dari telur
larva, pupa, imago (serangga dewasa). Siklus hidup
hama penggerek cabang dimulai dari telur sampai imago
membutuhkan waktu sekitar 3-4 bulan (Maryani & Daniati,
2019).
Perubahan pada tanaman kakao akan sangat nampak
jelas ketika terserang oleh hama penggerek cabang
(Zeuzera coffeae). Adapun beberapa perubahan menurut
Lestari & Purnomo (2018) diantaranya:

160 Hama Utama Tanaman Perkebunan


a. Dapat merusak cabang atau batang dengan cara
menggerek menuju jaringan xylem;
b. Terdapat kotoran dan bekas gerekan pada liang/
lubang;
c. Gerekan dapat membuat batang atau cabang layu,
kering dan mati;
d. Hilangnya lapisan pada permukaan kulit;
e. Dapat menyerang baik pada batang atau cabang tua
maupun muda

(a) (b) (c)

(d) (e)
Gambar 8.5. Hama Penggerek Cabang (Zeuzera coffeae)
(a) Larva; (b) Pupa; (c) Kerusakan pada Permukaan; (d)
Liang Gerekan di permukaan; dan Liang Gerekan di
dalam Batang (e)
(Sumber: Lestari & Purnomo, 2018)

Hama Utama Tanaman Perkebunan 161


Terdapat berbagai upaya yang dapat dilakukan dalam
mengendalikan hama penggerek cabang (Zeuzera coffeae).
Menurut Adriansyah (2013) terdapat tiga cara dalam
mengendalikan hama penggerek cabang yaitu:
a. Pengendalian kultur teknis yang dapat dilakukan
melalui sanitasi dan pemusnahan cabang atau
batang dengan tujuan menghentikan penyerangan
dan perkembangan siklus hidup hama dapat terhenti.
Selain itu, juga dapat dilakukan penyemprotan larutan
garam pada lubang gerekan dengan menggunakan
handshack agar larva dapat keluar dari cabang atau
batang.
b. Pengendalian hayati dilakukan dengan mengaplikasikan
musuh alami hama berupa jamur Beauveria
bassiana karena memiliki sifat pathogenesis. Jamur
tersebut dilarukan dalam air detergen dan disaring
menggunakan kain lalu dilarutkan kembali ke dalam air
bersih sebanyak 4 literkemudian disemprotkan le liang
(lubang) gerekan. Pengendalian hayati juga dilakukan
dengan menginokluasi musuh alami yang dapat
bersifat sebagai predator seperti Eucarcella kockiana,
Sturnia chatterjaena, dan Amyosoma zeuzera.
c. Pengendalian kimiawi dilakukan dengan menyumbat
liang menggunakan kapas yang telah dicelup larutan
insektisida atau jiga bisa melalui penyuntikan langsung
ke liang dengan menggunakan cairan insektisida.

162 Hama Utama Tanaman Perkebunan


3. Hama Kepik Penghisap Buah (Helopeltis spp.)
Kepik pengisap buah merupakan salah satu jenis hama
utama yang paling banyak di jumpai pada tanaman kakao
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia (Sembiring &
Dinata, 2018). Serangga ini sangat menyukai daerah yang
terdapat banyak naungan dengan siklus hidup diawali
dengan telur (6-7 hari), nimfa (10-11 hari), hingga ke
imago (57 hari) (Maryani & Daniati, 2019). Hama ini dapat
menyerang di berbagai bagian tanaman kakao seperti
buah, daun, ranting dan cabang.
Menurut Indah et al (2014) beberapa tanda-tanda atau
gejala pada tanaman kakao ketika terserang oleh hama
pengisap buah diantaranya:
a. Terdapat bercak cekung kecil berwarna hitam yang
terletak pada ujung buah.
b. Buah akan terlihat keting dan mati
c. Layu dan mati (die back) pada bagian pucuk dan
ranting.
d. Bagian ranting mengering dan merangas.

Gambar 8.6. Kerusakan pada Buah oleh Hama Kepik


Penghisap Buah (Helopeltis spp.)
(Sumber: Wattimena, 2019)

Kerusakan yang disebakan oleh hama kepik penghisap


buah sangat mempengaruhi terhadap kuantitas dan

Hama Utama Tanaman Perkebunan 163


kualitas pada tanaman kakao sehingga diperlukan tindakan
untuk mengatasinya. Hama dapat dikendalikan dengan
berbagai pengendalian diantaranya:
a. Pengedalian melalui agen hayati dengan cara
pemberian semut hitam Dolichoderus thoracicus
(Dolichoderus bituberculatus) pada tanaman kakao
(Wattimena (2019).
b. Selain semut hitam, juga dapat dikendalikan melalui
semut rangrang (Oecophylla smaragdina) dengan
cara menempatkan atau memindahkan koloni dengan
menaruh bangkai binatang pada pohon sebagai
penarik semut rangrang (Sembiring & Dinata, 2018).
c. Pemanfaatan APH Beauveria bassiana dengan dosis
1-1,5 kg pada biakan padat/ha atau sekitar 50-100 gr
spora/ha, jumlah volume semprot sebesar 500 l/ha
(Maryani & Daniati, 2019).
d. Pengendalian hama kepik juga akan efektif apabila
dilakukan pemangkasan secara teratur (Artha, 2015).
e. Penyemprotan berbagai pestisida nabati dan insektisida
kimia untuk mengurangi intensitas penyerangan hama
(Maryani & Daniati, 2019).

4. Hama Kumbang Daun (Crysomelidae)


Tanaman kakao dapat diserang oleh berbagai jenis
hama yang dapat berkembang baik pada kondisi hangat
dan lembat sehingga dibutuhkan pemahaman dan strategi
yang tepat dalam mengatasinya (Milz et al., 2016). Siklus
hidup kumbang daun di awali dari telur yang terletak
pada permukaan daun, larva secara bergerombol, lalu

164 Hama Utama Tanaman Perkebunan


kumbang dengan tubuh dan sayap yang sagat tebal dan
keras (Maryani & Daniati, 2019). Hama kumbang daun
dapat menyebabkan kerusakan tanaman kakao dengan
berbagai gejala yang ditimbulkan. Maryani & Daniati
(2019) melaporkan beberapa gejala yang diakibatkan oleh
hama kumbang daun sebagai berikut.
a. Pada bagian pucuk akan terlihat sobek dan berlubang-
lubang sehingga akan menyebabkan sebagian pada
daun kering dan mati sementara sebagian akan
berkembang menjadi tidak normal dengan lubang
yang permanen.
b. Fotosintesis akan terganggu dan secara tidak langsung
berpengaruh pada pembentukan bunga dan pengisian
buah.

Gambar 8.7. Kerusakan pada Daun yang disebabkan


oleh Hama Kumbang Daun (Crysomelidae)
(Sumber: Maryani & Daniati, 2019)

Kerusakan yang disebabkan pada hama akan


berdampak pada penurunan hasil produksi pada
buah kakao sehingga memerlukan berbagai tindakan
pengendalian dalam menekan kerusakan yang disebabkan

Hama Utama Tanaman Perkebunan 165


oleh hama tersebut. Beberapa tindakan pengendalian yang
dilakukan (Maryani & Daniati, 2019) yaitu:
a. Pemangkasan rutin dengan membuang tunas yang
terserang haman
b. Penyemprotan pestisida nabati seperti larutan daun
sirsak, mimba, babadotan, dan tembakau,
c. Pemberian insektisida kimia yang berbahan aktif
seperti BPMC, sipermetrin, dan MIPC yang sesuai
dengan anjuran.

5. Hama Ulat Kilan/Jengkal (Hyposidra talaca)


Hama ulat kilan memiliki morfologi dan perilaku yang
unik karena cara berjalan pada ulat ini berjingkat-jingkat
karena tidak memiliki kaki dengan cara menarik ujung
tubuh bagian belakang ke depan sehingga tubuhnya
membentuk lengkungan. Sikus hidup ulat kilan diawali
telur dengan lama stadia 5-10 hari, larva lama stadia 12-34
hari, pupa lama stadia 6-10 hari, hingga pada imago lama
stadia 24-32 hari (Hidayah et al., 2017). Hama ulat ini akan
dapat diketahui keberadaannya dengan melihat beberapa
perubahan pada tanaman kakao.
Gejala atau perubahan yang terjadi pada tanaman
kakao akibat adanya oleh hama ulat kilan (Hyposidra
talaca) yaitu daun berlubang sehingga mengakibatkan
pada tanaman menjadi gundul dan juga serangannya
sangat cepat pada bibit tanaman (Maryani & Daniati, 2019).

166 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Gambar 8.8. Kerusakan Daun yang disebabkan oleh
Hama Ulat Kilan (Hyposidra talaca) (Sumber: Aulia, 2022)

Perubahan yang terjadi pada tanaman kakao akan


mempengaruhi terhadap perkembanbiakan tanaman
sehingga perlu cara untuk menindaknya. Adapun cara
pengendaliannya sebagai berikut.
a. Pengendalian biologi dengan cara menggunakan
beberapa ekstrak tanaman yang berpotensi untuk
menghambat pertumbuhan ulat kilan. Pengendalian
secara biologi dapat mengganggu perilaku dengan
aktivitas menghambat makan dan fisiologis sehingga
pertumbuhan ikut terggangu. Tanaman yang dapat
digunakan diantaranya esktrak biji mahoni (Suharti
et al., 2015), esktrak daun bintaro (Juliati et al., 2016),
dan esktrak daun suren (Lestari & Darmawati, 2013).
b. Pemanfaatan insektisida seperti lamda sihalotrin,
sihalotrin, sipermetrin sebagai alternatif paling terakhir
dan sesuai dengan kondisi eksplosi yang tentunya
sesuai dengan takaran dan ajuran yang berlaku
(Maryani & Daniati, 2019).

Hama Utama Tanaman Perkebunan 167


GLOSARIUM
Fotosintesis : proses biokimia pembentukan karbohidrat
dari bahan anorganik yang dilakukan oleh
tumbuhan, terutama tumbuhan yang
mengandung zat hijau daun, yaitu klorofil.
Fungisida : jenis pestisida berupa zat kimia yang
umumnya digunakan untuk mengendalikan
fungi atau jamur pantogen penyebab
penyakit pada tanaman.
Kakao : tanaman budidaya perkebunan yang
bernilai ekonomi tinggi karena dapat
digunakan dengan berbagai hal seperti
makanan dan ataupun minuman.
Liang : lubang kecil yang dapat disebabkan oleh
hama seperti hama penggerek yang
biasanya terdapat pada bagian batang dan
cabang.
Metamorfosis: suatu proses perkembangan biologi
pada hewan yang melibatkan perubahan
penampilan dan/atau struktur setelah
kelahiran atau penetasan.
Pengendalian: cara untuk mengatasi atau mengontrol
terhadap proses pertumbuhan dan
perkembangan yang dilakukan pada hama.
Pestisida : zat kimia atau bahan lain serta jasad
renik dan virus yang dipergunakan untuk
memberantas atau mencegah hama dan
penyakit pada tanaman.
Predator : segala jenis hewan yang memiliki kebiasaan
memakan hewan lain.

168 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Sanitasi : upaya menjaga kebersihan lingkungan dan
kesehatan masyarakat melalui pengawasan
terhadap faktor lingkungan.
Xylem jaringan pengangkut tumbuhan yang
berfungsi untuk mengangkut air dan garam
mineral, dari akar menuju daun

Hama Utama Tanaman Perkebunan 169


BAB IX
HAMA UTAMA TAMANAN TEH
Randi Syafutra
Program Studi Konservasi Sumber Daya Alam,
Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung

A. Pendahuluan
Tanaman teh (Camelia sinensis) merupakan komoditas
perkebunan yang memiliki peranan strategis bagi Indonesia
karena menyumbang devisa melalui ekspor dan menyerap
tenaga kerja yang besar (A. A. Pradana, 2016). Bahkan
Indonesia saat ini telah menjadi produsen teh terbesar ke
tujuh dunia setelah China, India, Kenya, Sri Lanka, Turki,
dan Vietnam (Ditjenbun Kementan RI, 2021). Walaupun
merupakan tanaman tahunan asal daerah subtropis,
tanaman teh dapat tumbuh dengan baik di Indonesia
khususnya pada daerah pegunungan dengan kriteria:
(1) suhu udara yang sejuk sekitar 13°C sampai 25°C, (2)
kelembaban relatif pada siang hari tidak kurang dari 70%,
(3) cahaya matahari yang cerah, (4) curah hujan tahunan
tidak kurang dari 2000 mm, serta (5) tanah yang subur
dan tidak bercadas (Rahmah, 2022). Awal mula tanaman
teh yang ditanam di Indonesia merupakan tanaman teh
varietas sinensis asal China. Pada tahun 1877, tanaman teh
varietas assamica asal Sri Lanka didatangkan dan ditanam
di perkebunan Gambung, Jawa Barat yang nantinya
menjadi Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK). Tanaman

Hama Utama Tanaman Perkebunan 171


teh varietas assamica lebih sesuai dengan iklim Indonesia
dibandingkan teh varietas sinensis dan hasil produksinya
lebih tinggi. Maka dari itu, tanaman teh varietas asamica
secara bertahap akan menggantikan tanaman teh varietas
sinensis (Somantri, 2014).
Perkebunan teh di Indonesia terbagi atas tiga jenis
berdasarkan status pengusahaannya, yaitu Perkebunan
Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN), dan
Perkebunan Besar Swasta (PBS). Luas PR, PBN, dan PBS pada
tahun 2020 berturut-turut adalah 46% (51.235 ha), 34%
(38.333 ha), dan 20% (22.740 ha) dari total luas 112.308 ha.
Selain itu pada tahun 2020, 76% perkebunan teh Indonesia
berada di Jawa Barat (85.208 ha dengan produksi 101.240
ton) dan 24% berada di Sumatera Utara (5.946 ha dengan
produksi 9.519 ton), Sumatera Selatan (1.494 ha dengan
produksi 3.488 ton), Sumatera Barat (3.644 ha dengan
produksi 6.133 ton), Jambi (1.764 ha dengan produksi
3.854 ton), Banten (93 ha dengan produksi 41 ton), Jawa
Tengah (8.881 ha dengan produksi 16.594 ton), Yogyakarta
(134 ha dengan produksi 41 ton), dan Jawa Timur (2.146 ha
dengan produksi 2.619 ton) (Ditjenbun Kementan RI, 2021)
PR tidak berbentuk hamparan luas tetapi berbentuk
perkebunan teh berukuran kecil sampai dengan sedang
dan tersebar, karena tiap perkebunan pada umumnya
memiliki status kepemilikan oleh petani yang berbeda
dan berada di antara pemukiman warga. Sedangkan PBN
dan PBS berbentuk hamparan luas dan terbagi menjadi
beberapa afdeling yang di dalamnya terdapat beberapa
blok. Pembagian ini ditujukan untuk memudahkan dalam

172 Hama Utama Tanaman Perkebunan


penjadwalan kegiatan penyemprotan hama, pemetikan,
dan lain-lain (R. Pradana, 2013). Pengelolaan tanaman teh
pada PR umumnya dilakukan secara konvensional dan
tidak terdapat standar pengelolaan kebun dan struktur
kepengurusan yang kompleks seperti yang terdapat pada
PBN dan PBS. Cara pengelolaan tanaman teh sangat
mempengaruhi produksi tanaman teh, karena cara
pengelolaan yang tepat mampu menekan dan menghindari
berbagai permasalahan yang dapat mengganggu kegiatan
budidaya tanaman teh (A. A. Pradana, 2016). Salah satu
permasalahan yang terkait erat dengan budidaya tanaman
teh adalah serangan hama.
Bab ini membahas hama utama tanaman teh di tiga
perkebunan teh, yaitu PR Desa Cirumput, PBN PTPN VIII
Gunung Mas, dan PBS PT Sinar Inesco. Selain itu, bab ini
juga membahas terkait pengendalian hama tanaman teh
di Indonesia.

B. Keadaan Umum PR Desa Cirumput, PBN PTPN VIII


Gunung Mas, dan PBS PT Sinar Inesco
PR Desa Cirumput terletak di Kecamatan Cugenang,
Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Jarak terdekat dari
Puncak Bogor ± 20 km ke arah Selatan. Lokasi kebun teh di
desa ini pada umumnya tersebar dan tidak dalam satu area
yang luas karena status kepemilikan lahan yang berbeda.
Luas kebun teh di desa ini bervariasi dan sebagian dari
kebun teh telah beralih fungsi menjadi tempat tinggal
maupun lahan pertanian untuk komoditas hortikultura. PR
Desa Cirumput sebagian besar ditanam secara polikultur

Hama Utama Tanaman Perkebunan 173


dengan tanaman pisang atau pepaya dan di sekelilingnya
terdapat pertanaman hortikultura maupun permukiman
penduduk. Perkebunan teh di desa ini berada pada
ketinggian 930 mdpl (Ummam, 2019).
PBN PT Perkebunan VIII (PTPN VIII) atau yang
dikenal sebagai Perkebunan Teh Gunung Mas berlokasi
di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat. Perkebunan Teh Gunung Mas terletak di daerah
yang berbukit di sekitar lereng Gunung Pangrango dengan
ketinggian 800-1.300 mdpl dan memiliki luas area 380,85
ha yang terbagi menjadi tiga afdeling, yaitu afdeling
Gunung Mas I (GUM I), afdeling Gunung Mas II (GUM II),
dan afdeling Cikopo (Ummam, 2019).
PBS PT Sinar Inesco atau yang dikenal sebagai
Perkebunan Teh Sambawa berlokasi di Kabupaten
Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Perkebunan Teh Sambawa
memiliki luas total 629,82 ha yang terbagi ke dalam dua
afdeling, yaitu afdeling Sundapura 321,26 ha dan afdeling
Sundapurwa 308,2 ha. Wilayah perkebunan tersebar di
tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Taraju, Bojonggambir,
dan Sodonghilir yang meliputi Desa Raksasari, Banyuasih,
Kartanegla, dan Cukangjayaguna. Rerata ketinggian
perkebunan 952 m dpl dengan topografi berbukit,
bergelombang, dan landai (Rahmah, 2022).

174 Hama Utama Tanaman Perkebunan


C. Hama Utama Tanaman Teh di PR Desa Cirumput,
PBN PTPN VIII Gunung Mas, dan PBS PT Sinar
Inesco
Hama utama tanaman teh di PR Desa Cirumput, PBN
PTPN VIII Gunung Mas, dan PBS PT Sinar Inesco merupakan
hama perusak pucuk yang dapat dilihat pada Tabel 1,
sedangkan penampakan hama utamanya dapat dilihat
pada Gambar 1.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 175


Tabel 1. Hama utama tanaman teh di tiga perkebunan teh.

176
Hama Utama Tanaman PBN PBS
Teh Gejala Serangan Hama Utama PR Desa PTPN VIII PT
Nama Nama Tanaman Teh Cirumput Gunung Sinar
Umum Ilmiah Mas Inesco
Ulat Hyposidra Daun teh berlubang, umumnya mulai V V
Jengkal talaca dari bagian pinggir daun kemudian
meluas atau lubang-lubang pada
permukaan daun. Serangan berat hama
ini dapat menyisakan tulang daun saja.
Kepik Helopeltis Permukaan daun dipenuhi bercak- V V
Penghisap antonii bercak cokelat sirkular, daun mengerut,
Daun dan mengering.

Hama Utama Tanaman Perkebunan


Helopeltis V
bradyi
Wereng Empoasca Tulang daun berwarna merah V V V
Pucuk Teh sp. kecokelatan, daun melengkung ke
bagian dalam, dan tepi daun mengering
kemudian meluas.
Hama Utama Tanaman PBN PBS
Teh Gejala Serangan Hama Utama PR Desa PTPN VIII PT
Nama Nama Tanaman Teh Cirumput Gunung Sinar
Umum Ilmiah Mas Inesco
Ulat Caloptilia Jalur korokan pada permukaan bawah V V V
Pelipat theivora daun, tepi daun melipat, dan kemudian
Daun daun melipat secara melintang dengan
Melintang bercak-bercak cokelat memenuhi
permukaan daun.
Ulat Homona Daun muda melipat secara membujur, V V V
Pelipat coffearia tepi daun dijalin menggunakan benang
Daun sutera, dan terdapat bercak-bercak
Membujur cokelat atau lubang pada permukaan
Adoxophyes V
daun.
sp.
Sumber: A. A. Pradana (2016) dan Rahmah (2022).

Hama Utama Tanaman Perkebunan


177
Gambar 1. Penampakan hama utama tanaman teh di
tiga perkebunan teh. Sumber: (1) Hyposidra talaca (©
Siupoon Kwan), (2) Helopeltis antonii (© Prajwal J Ullal),
(3) Helopeltis bradyi (© Shiwan Lu), (4) Empoasca sp.
(© Jason M Crockwell), (5) Caloptilia theivora (© Roger
C Kendrick), (6) Homona coffearia (© sk2), dan (7)
Adoxophyes sp. (© msone).

D. Pengendalian Hama Tanaman Teh di Indonesia


Pengendalian hama tanaman teh di Indonesia pada
umumnya masih menggunakan pestisida sintetis (A. A.
Pradana, 2016). Pada PBS PT Sinar Inesco, pengendalian
hama tanaman teh menggunakan pestisida sintetis yang
diaplikasikan secara campuran disebut pestisida multiguna.
Pencampuran pestisida ini diharapkan dapat menghemat
biaya, waktu, dan tenaga kerja. Pestisida yang dicampurkan
berbahan aktif deltametrin, imidakloprid, dan tembaga
hidroksida, serta tembaga dan starter yang dilarutkan ke
dalam air. Penyemprotan pestisida sintetis menggunakan
pressure sprayer berkapasitas 3.000 liter dan mist blower
(Gambar 2) berkapasitas 18 liter dengan dosis 0,5 liter/

178 Hama Utama Tanaman Perkebunan


ha serta volume semprot 200 liter/ha. Penyemprotan
pestisida sintetis dilakukan dua kali dalam satu gilir petik,
yaitu sekitar 16 hari dan 8 hari sebelum jadwal pemetikan
(Rahmah, 2022). Walaupun demikian, PBN PTPN VIII
Gunung Mas pernah menggunakan pestisida nabati seperti
penggunaan umbi gadung dan penggunaan perangkap
imago Hyposidra talaca (R. Pradana, 2013).

Gambar 2. Penyemprotan pestisida sintetis dengan mist


blower.
Sumber: © Nida Nur Rahmah.

Penggunaan pestisida sintetis masih belum mampu


mengendalikan serangan hama tanaman teh. Hal ini
dibuktikan dengan tingkat serangan H. talaca di PBN
PTPN VIII Gunung Mas pada tahun 2013 mencapai
40% walaupun pengendalian menggunakan pestisida
sintetis telah lama dilakukan (R. Pradana, 2013). Menurut
A. A. Pradana (2016), kurang efektifnya pengendalian
hama tanaman teh menggunakan pestisida sintetis
disebabkan oleh penjadwalan pengaplikasian pestisida
sintetis yang dilakukan mengikuti penjadwalan panen

Hama Utama Tanaman Perkebunan 179


tanpa melihat dinamika tingkat serangan dan populasi
hama di perkebunan teh. Selain itu, luasnya perkebunan
teh (terutama di PBN dan PBS) tidak diimbangi oleh
kemampuan pekerja untuk melakukan aplikasi pestisida
sintetis secara serempak, sehingga keberadaan hama
tanaman teh akan selalu ada akibat pengaplikasian
pestisida sintetis yang tidak dapat menjangkau seluruh
hama dalam luasan perkebunan teh. Sebagai solusi atas
keterbatasan pengendalian hama tanaman teh dengan
menggunakan pestisida sintetis, maka musuh alami dari
hama tanaman teh dapat digunakan seperti artropoda
predator dan parasitoid. Das, Roy, & Mukhopadhyay (2010)
menyatakan bahwa musuh alami dari hama tanaman
teh berdampak signifikan dalam mengendalikan hama
tersebut.
Pada PR Desa Cirumput, artropoda predator didominasi
oleh anggota Libellulidae serta parasitoid didominasi oleh
anggota Braconidae dan Mymaridae. Pada PBN PTPN VIII
Gunung Mas, artropoda predator didominasi oleh anggota
Oxyopidae, Syrphidae, dan Formicidae serta parasitoid
didominasi oleh anggota Braconidae dan Mymaridae (A.
A. Pradana, 2016; Ummam, 2019). Sedangkan pada PBS PT
Sinar Inesco, laba-laba menjadi artropoda predator serta
Macrocentrus sp. (anggota Braconidae) menjadi parasitoid
yang menyerang ulat pelipat daun membujur (Homona
coffearia dan Adoxophyes sp.) (Rahmah, 2022). Penampakan
beberapa musuh alami dari hama utama tanaman teh di
PR Desa Cirumput, PBN PTPN VIII Gunung Mas, dan PBS
PT Sinar Inesco dapat dilihat pada Gambar 3.

180 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Gambar 3. Penampakan beberapa musuh alami dari
hama utama tanaman teh di tiga perkebunan teh.
Sumber: (1) Orthetrum sabina (© Soh Kam Yung), (2)
Oxyopes javanus (© Naufal Urfi Dhiya›ulhaq), (3) Eristalis
horticola (© Julian Oliver), (4) Anoplolepis gracilipes (©
Nigel Main), (5) Macrocentrus sp. (© Anita Gould), dan
(6) Anagrus sp.(© Marie Lou Legrand).

GLOSARIUM
Artropoda : filum hewan tanpa tulang belakang yang
memiliki badan beruas-ruas, seperti
kepiting, udang, serangga, dan kelabang
Hama : hewan yang mengganggu produksi
pertanian seperti babi hutan, tupai, tikus,
dan terutama serangga
Hortikultura : seluk-beluk kegiatan atau seni bercocok
tanam sayur-sayuran, buah-buahan, atau
tanaman hias
Imago : stadium dewasa sesudah metamorfosa
serangga
Konvensional: berdasarkan konvensi (kesepakatan) umum
(seperti adat, kebiasaan, kelaziman)

Hama Utama Tanaman Perkebunan 181


Nabati : mengenai (berasal dari) tumbuh-tumbuhan
Parasitoid : makhluk yang pola hidupnya berada di
antara parasit dan predator, seperti larva
serangga penyengat yang memakan bagian
dalam tubuh inangnya sampai mati
Pengendalian: proses, cara, perbuatan mengendalikan
Pestisida : zat yang beracun untuk membunuh hama
Polikultur sistem penanaman pada sebidang tanah
dengan berbagai jenis tanaman (padi,
palawija, tebu, dan sebagainya) berdasarkan
pola urutan musim
Predator binatang yang hidupnya dari memangsa
binatang lain
Sintetis tidak diturunkan langsung dari hasil alam
Subtropis deretan daerah tekanan tinggi yang
sumbunya hampir sejajar dengan garis
lintang geografi
Varietas kelompok tanaman (seperti perdu) dalam
jenis atau spesies tertentu yang dapat
dibedakan dari kelompok lain berdasarkan
suatu sifat atau sifat tertentu

182 Hama Utama Tanaman Perkebunan


BAB X
HAMA UTAMA PADA TANAMAN TEBU
Hayata
Universitas Batanghari Jambi

A. Jenis Hama yang Menyerang Tanaman Tebu


Upaya peningkatan produktivitas tanaman tebu sering
terkendala oleh serangan hama. Hama pada tanaman tebu
menyebabkan penurunan produksi gula sekitar 10%. Hama
penting pada tanaman tebu ialah penggerek pucuk dan
tiga jenis penggerek batang (Subiyakto, 2016). Ada tujuh
jenis hama penggerek yang sering ditemukan di lapangan.
Empat jenis di antaranya menyebabkan kerugian secara
ekonomi, yaitu penggerek pucuk Scirpophaga excerptalis
Walker (Lepidoptera: Pyralidae), penggerek batang
berkilat Chilo auricilius Dudgeon (Lepidoptera: Pyralidae),
penggerek batang bergaris Chilo saccharariphagus Bojer
(Lepidoptera: Pyralidae), dan penggerek batang raksasa
Phragmataecia castanea Hubner (Lepidoptera: Cossidae)
serta tiga jenis penggerek lain yang menyebabkan kerugian
ekonomi ringan (Pawirosemadi 2011) dalam (Subiyakto,
2016). Diinformasikan oleh (Meidalima, 2014), bahwa
hama utama tebu antara lain penggerek batang bergaris
(Chilo saccharipaghus), penggerek batang berkilat (Chilo
auricilius) dan penggerek pucuk (Scirpophaga nivella).
Tulisan ini menginformasikan tentang hama utama pada
tanaman tebu dan pengendaliannya.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 183


1. Penggerek Batang Tebu
Penggerek batang tebu (C. sachariphagus dan C.
auricilius) merupakan hama penggerek utama tebu
di Indonesia disamping penggerek lainnya. Hama ini
menyerang pada bagian batang dan mulai menyerang
tebu yang berumur 1,5–2 bulan. Telur serangga penggerek
batang C. sachariphagus dan C. auricilius relatif sama,
berbentuk elips dan pipih. Telur diletakkan tersusun
menyerupai susunan genting dalam 2 atau 3 baris. Susunan
telur tersebut terletak di permukaan atas atau permukaan
bawah daun. Susunan telur juga dapat ditemukan di pelepah
daun yang masih muda. Telur yang baru diletakkan terlihat
jernih, sedangkan telur yang hampir menetas berwarna
kehitaman. Telur terlihat jelas, karena tidak ditutupi oleh
rambut-rambut. Ukuran telur-telur itu berkisar 1 mm atau
lebih (Meidalima & Kawaty, 2015). Jumlah telur yang
dihasilkan oleh imago betina sekitar 50-100 butir per hari
dan diletakkan pada malam hari selama 3-5 hari.
Larva penggerek batang yang baru menetas bergerak
ke bawah melalui pelepah daun menuju kelopak daun di
batang yang akan digerek, kemudian menetap di ruas-
ruas batang. Larva dapat berpindah ke batang tebu yang
lain dengan membentuk benang dari liurnya. Larva yang
bergantung itu di hembus angin pindah ke batang tebu
yang lain. Larva yang baru menetas ini berukuran antara
2,2-2,5 mm. Larva instar lima panjang tubuhnya dapat
mencapai 4 cm dan lebar berkisar antara 4-5 mm. Larva
penggerek batang tebu dapat ditemukan apabila batang
tanaman tebu yang menunjukkan gejala serangan itu

184 Hama Utama Tanaman Perkebunan


dibelah. Di dalam batang tebu tersebut dapat ditemukan
lebih dari 1 ekor larva instar 1 dan 2 (Gambar 1). Larva
yang ditemukan hanya satu ekor apabila telah mencapai
instar 3 atau pupa.

Gambar 1. Larva (kiri) dan gejala serangan penggerek


batang (kanan)

Imago penggerek batang bergaris berwarna kecoklatan


tanpa bintik hitam di sayap belakang. Imago penggerek
batang berkilat, disayap belakangnya terdapat dua bintik
hitam. Sayap belakang kedua spesies penggerek batang
tersebutmemiliki rumbai-rumbai. Imago aktif pada malam
hari.Selama penelitian berlangsung, di lapangan tidak
ditemukan imago penggerek batang, baik yang berkilat
maupun bergaris.
Gejala serangan penggerek batang di lapangan
tidak dapat dibedakan antara gejala yang disebabkan
oleh serangan penggerek batang bergaris atau berkilat.
Gejala yang disebabkan oleh kedua spesies serangga
hama penggerek batang tersebut jelas terlihat setelah

Hama Utama Tanaman Perkebunan 185


pelepah daun tebu diklentek. Pada bagian luar terdapat
tepung bekas gerekan. Jika tepung gerekan masih basah
menandakan bahwa lobang gerekan baru terbentuk, dan
larva masih berada di dalam batang tebu. Sebaliknya jika
tepung sudah mengering, umumnya hama sudah keluar
dari batang tebu atau sudah menjadi imago.
Kumbang (Rhabdoscelus obscurus) termasuk dalam
family Curculionidae dan subfamily Rhynchophorinae
Ordo Coleoptera, diindikasikan hama tersebut merupakan
hama utama pada tanaman tebu kerinci di Jambi yang
pradewasanya dikenal juga dengan hama uret. Hama uret
ini dapat merusak bagian dalam batang tanaman tebu
hingga menyebabkan kematian (Adrian et al., 2019)

2. Penggerek Pucuk
Penggerek pucuk tebu (S. nivella). Telur penggerek
pucuk mulai ditemukan pada tanaman tebu berumur 1,5
bulan. Gejala serangan penggerek pucuk baru terlihat pada
tanaman tebu berumur 2 bulan. Telur diletakkan secara
berkelompok di permukaan atas atau permukaan bawah
daun. Kelompok telur ditutupi oleh sisik berwarna coklat
kekuningan yang berasal dari abdomen imago betina
(Gambar 2a). Larva yang baru menetas bergerak menuju
daun yang masih muda dengan cara menggantung pada
benang-benang halus yang dikeluarkan dari mulutnya.
Larva akan menggerek daun dan menuju ibu tulang
daun, larva menggerek menuju titik tumbuh batang dan
menembus batang. Larva dapat menembus batang tebu
sampai 3 atau 4 ruas teratas. Selama perkembangannya

186 Hama Utama Tanaman Perkebunan


larva berada di dalam batang tebu. Setiap batang berisi
satu ekor penggerek pucuk.

Gambar 2. Serangan penggerek pucuk pada tanaman


tebu; (a) telur, (b) gejala kerusakan, (c) ulat, (d) ngengat
(Foto: Sujak)
Sumber: (Subiyakto, 2014)

Telur diletakkan secara berkelompok di bawah


permukaan daun dan ditutupi bulu-bulu berwarna cokelat
kekuningan, panjang kelompok telur sekitar 22 mm
(Gambar 2b). Bentuk telur lonjong, berwarna putih kelabu,
ukuran 1 mm. Stadia telur 8-9 hari. Ulat yang baru menetas
menggerek dan menembus daun muda yang masih belum
membuka, menuju ke tulang daun untuk membuat lorong
gerekan ke titik tumbuh. Ulat muda berwarna putih dan ulat
dewasa putih kekuningan, panjang sekitar 30 mm (Gambar
2c). Dalam satu batang tebu biasanya hanya dijumpai satu
ekor ulat. Stadia ulat mencapai 35 hari. Pupa berada di
dalam lubang gerekan, berwarna kuning pucat, panjang
sekitar 20 mm. Stadia pupa berlangsung 8-12 hari. Dewasa
atau ngengat berwarna putih, panjang sekitar 20 mm
(Gambar 2d). Ngengat betina ditandai seberkas rambut
merah oranye di ujung abdomen. Ngengat berwarna putih,
beukuran 45-50 mm. Ngengat betina bertelur pada malam

Hama Utama Tanaman Perkebunan 187


hari, satu betina mampu bertelur 60-70 butir (Samoedi
1986 dalam (Subiyakto, 2016)).

3. Tikus
Tikus merupakan salah satu hama utama di perkebunan
tebu terutama perkebunan rakyat (PR). Pada lokasi
pertanaman tebu yang berdekatan dengan persawahan,
umumnya serangan tikus terjadi setelah panen padi
berakhir. Beberapa jenis hama tikus yang dikenal merusak
tanaman tebu (Gambar 3) adalah tikus wirok (Bandicota
indica), tikus yang sering ditemui di pesawahan (Rattus
argentiventer, R. exulans dan R. nitidus) (Wibawanti 2019
dalam (Muliasari & Trilaksono, 2020).

Gambar 3. Jenis hama tikus. a. tikus wirok (B. indica), b


tikus ladang (R. exulans), c. tikus sawah (R. argentiventer)

Tanaman tebu dapat diserang oleh tikus sawah (R.


argentiventer), Tikus Wirok (B. indica) dengan rata-rata
intensitas serangan mencapai 8,6% (Muliasari & Trilaksono,
2020).
Gejala kerusakan yang disebabkan oleh tikus
berdasarkan stadia pertumbuhan tanaman tebu yaitu : a)
Pada stadia bibit, bibit tebu yang dirusak oleh tikus adalah
stek yang belum bertunas (bagal atau stek pucuk) dan stek
yang sudah bertunas (rayungan). Ruas-ruas bibit bagal
dikerat oleh tikus, sedangkan pada rayungan kerusakan

188 Hama Utama Tanaman Perkebunan


pada bagian batang sedikit di atas permukaan tanah
sehingga daun yang berada di atasnya menjadi layu, kering
dan mati. b) Tanaman muda umur 2-3 bulan, kerusakan
pada tanaman muda mirip dengan kerusakan pada bibit
rayungan yaitu batangnya dirusak sehingga daun yang
berada di atasnya menjadi mati. Kerusakan pada tanaman
muda tampak jelas yaitu daun seperti bekas dipangkas
dengan pisau yang tumpul. c) Tanaman tua umur lebih
dari 3 bulan, tanaman tebu yang sudah mencapai tinggi
2 m atau lebih, kerusakan terjadi pada pada batang di
dalam tanah, batang di atas permukaan tanah dan pucuk.
Kerusakan tersebut biasanya disertai dengan kerusakan
akar, sehingga daun menjadi layu, kuning, kering dan
tanaman mudah dicabut. Kerusakan yang diakibatkan
tikus pada pertanaman tebu (Gambar 4) sering kali
berat, padahal tikus tidak dapat hidup dan berkembang
biak dengan hanya makan tanaman tebu saja. Faktor
yang menyebabkan tikus menyerang pertanaman tebu,
terutama di pulau Jawa adalah tidak tersedianya pakan lain
yang disukai tikus di tempat tersebut selain tanaman tebu.
Berbeda dengan kerusakan pada pertanaman tebu yang
memang jauh dari pertanaman lainnya seperti padi dan
palawija, kehadiran tikus pada area tersebut mutlak hanya
untuk mendapatkan tanaman tebu, disamping makanan
lainnya yang ada di sekitar pertanaman tebu tersebut
(Santoso 2016).

Hama Utama Tanaman Perkebunan 189


Gambar 4. Gejala kerusakan bekas gigitan tikus pada
tanaman tebu
Sumber: (Hayata, 2018)

Keberadaan hama dapat menyebabkan kerusakan


(injury) pada tanaman, penurunan kualitas dan kuantitas
hasil (damage) yang pada akhirnya dapat menyebabkan
kerugian (loss). Standar ambang ekonomi serangan
hama tikus di PG Jatitujuh yaitu 0%. Berdasarkan hasil
pengamatan diperoleh rata-rata insidensi serangan sebesar
8.6% termasuk kategori serangan tinggi.
Menurut Samsuri (2018) upaya pengendalian hama
yang dapat dilakukan yaitu 1) Pengaturan waktu tanam
tebu Pengaturan waktu tanam tebu selain untuk tujuan
masa tebang tebu yang bertahap juga untuk mengurangi
kerusakan oleh tikus pada pertanaman tebu. 2) Sanitasi
tebu Sanitasi dilakukan dengan kegiatan klentek. Klentek
merupakan kegiatan pembuangan daun tua dari batang
tebu yang bertujuan untuk membersihkan lingkungan
tumbuh, mencegah kebakaran, menciptakan sirkulasi
udara yang baik, mempercepat pembentukan sukrosa dari

190 Hama Utama Tanaman Perkebunan


monosakarida dan memudahkan kegiatan penebangan.
3) Gropyokan yaitu melakukan pembongkaran lubang-
lubang aktif yang merupakan tempat bersarangnya tikus.
4) Emposan/gaskus/gas tikus Kegiatan pengemposan
dilakukan dengan cara mencari lubang tikus kemudian
masukan belerang lalu nyalakan gas untuk membakar
belerang. Pengendalian ini lebih efektif dibandingkan
gropyokan. 5) Rodentisida Pengendalian secara kimia
dengan menggunakan racun tikus atau rodentisida.
Rodentisida biasanya diberikan dalam bentuk umpan atau
makanan tikus dengan harapan setelah memakan umpan
tersebut tikus dapat dikendalikan
Serangan tikus di daerah-daerah tertentu terjadi
hampir setiap tahun, sehingga kemungkinan kerugian
sangat besar. Pada daerah-daerah yang berbatasan
dengan sawah perlu adanya kerjasama dengan petani padi
untuk mengamati adanya serangan tikus pada tanaman
padi. Segera setelah panen, dilakukan gropyokan dan
pengasapan pada lubang-lubang persembunyian maupun
pemasangan umpan beracun. (Mubyarto, 1984).

4. Uret Perusak Akar


Lepidiota stigma (Coleoptera: Scarabaeidae) merupakan
salah satu serangga hama yang potensial menimbulkan
kerusakan pada tanaman tebu. Hama tersebut merusak
tanaman tebu muda dengan cara memakan akar dan
membuat lobang gerekan yang cukup besar pada pangkal
batang tebu. Gejala awal tanaman tebu muda terserang L.
stigma yaitu layu pada bagian pucuk tanaman, daun tebu

Hama Utama Tanaman Perkebunan 191


yang semula hijau menjadi berwarna kekuningan mirip
dengan gejala kekeringan, diikuti oleh kematian tanaman.
Apabila serangan L. stigma berlanjut hingga tanaman
dewasa, maka potensi penurunan produksi tebu sangat
besar atau bahkan gagal panen (Indrayani, 2017).
Musim penghujan memberi kondisi yang
menguntungkan bagi perkembangan L. stigma yang
mengakibatkan meningkatnya serangan ke seluruh
pertanaman sehingga diperlukan penanaman ulang
yang membutuhkan biaya ekstra. Stadia larva menyerang
perakaran, sedangkan stadia dewasa mencari makanan
pada kanopi tanaman di sekitar lahan tebu, terutama pada
pada malam hari (Indrayani, 2017).
L. stigma termasuk hama polifagus yang merusak
perakaran tanaman tebu. Serangan L. stigma dapat terjadi
pada individu maupun populasi tanaman (Gambar 5).
Penyebaran L. stigma pada tanaman tebu dapat terjadi secara
cepat karena tersedia tanaman dan ratun tebu secara terus-
menerus. Selain itu, ketersediaan tanaman inang alternatif
seperti keladi (talas), pisang, kelapa, gadung, kacang-
kacangan, labu, ganyong, semangka, dan sebagainya
juga berkontribusi terhadap penyebaran populasi
L. stigma. Hasil observasi terdahulu menunjukkan bahwa
populasi L. stigma pada lahan tebu yang berdekatan dengan
pemukiman penduduk (desa) lebih tinggi dibandingkan
dengan lahan yang berjarak ± 100 m dari desa (Kalshoven,
1981).

192 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Gambar 5. Serangan L. stigma pada individu (A) dan
populasi tanaman (B).
Sumber : (Indrayani, 2017)

Biasanya serangan L. stigma cepat menyebar pada


tanaman tebu dalam rumpun yang sama sehingga
mengakibatkan tanaman rebah dengan akar terangkat.
Imago L. stigma aktif pada malam hari dan bertelur di
tanah yang mengandung bahan organik tinggi. Larva L.
stigma berkembang cepat dan dalam waktu 2,5 bulan
ukuran tubuhnya telah mencapai ± 4 cm. Jika dibiakkan
di laboratorium, satu siklus hidup L. stigma mencapai ±
380 hari (Kalsoven, 1981).
Teknik pengendalian L. stigma secara mekanis pernah
diterapkan dengan mengumpulkan dan memusnahkan
larva (uret), menangkap imago menggunakan lampu
perangkap, dan penggenangan lahan. Pengendalian
secara mekanis maupun budi daya yang pernah diterapkan
belum bermanfaat secara optimal dalam menurunkan
serangan L. stigma. Pengendalian secara hayati dengan
memanfaatkan jamur Metarhizium anisopliae merupakan
solusi yang cukup bijak untuk mengatasi serangan L.
stigma. Isolat unggul lokal jamur M. anisopliae (JTMa-2)

Hama Utama Tanaman Perkebunan 193


sangat patogenik terhadap L. stigma dan berpeluang untuk
dikembangkan menjadi biopestisida. Pestisida kimia mulai
jarang digunakan dalam pengendalian L. stigma karena
telah terbukti mengakibatkan pencemaran lingkungan,
khususnya pada tanah yang menjadi habitat alami berbagai
biota (Indrayani, 2017).

B. Pengendalian Terpadu Hama Tanaman Tebu


Sesuai dengan dinamika perkembangan teknologi,
teknik pengendalian hama dapat dibedakan menjadi empat,
yaitu 1) pengendalian hama secara tradisional dan alami
(sebelum 1942) melalui kultur teknis, pranoto mongso,
pestisida alami, dan pestisida nabati, 2) pengendalian hama
berbasis pestisida kimia (1942-1985), 3) pengen-dalian
hama terpadu (PHT) berbasis keseimbangan lingkungan
(1986-2000), dan 4) PHT berbasis ekologi (2000-sekarang)
(Untung 2006). Perkembangan PHT pada tanaman tebu
berjalan lambat dan masih berbasis teknologi. Hal ini terlihat
dalam tindakan pengendalian, yang meliputi monitoring
hama secara intensif, penanaman benih tebu bebas
hama, pengolahan tanah yang baik, pergiliran tanaman,
pengaturan waktu tanam, penanaman varietas toleran
hama, pengambilan telur, larva dan imago secara langsung
maupun dengan bantuan alat dan memusnahkannya,
pengendalian hayati dengan menggunakan parasitoid
telur, penggunaan jamur Metarhizium, pestisida nabati,
dan peraturan pemerintah/ undang-undang (Subiyakto,
2016).

194 Hama Utama Tanaman Perkebunan


PHT pada tanaman tebu seharusnya sudah sampai
pada PHT berbasis ekologi, yaitu PHT tidak hanya sebatas
penerapan teknologi, tetapi berkembang menjadi
suatu konsep mengenai proses penyelesaian masalah
ekologi. Pemikiran PHT berbasis ekologi didorong oleh
pengembangan dan penerapan PHT berdasarkan pada
pengertian ekologi lokal hama dan pemberdayaan petani.
PHT berbasis ekologi disesuaikan dengan masalah yang ada
di setiap lokasi. PHT lebih menekankan pada pengelolaan
proses dan mekanisme ekologi lokal daripada intervensi
ekologi (Subiyakto, 2016).
1. Pengelolaan Lahan
Langkah utama dalam pengendalian hama melalui
pengelolaan lahan ialah mengembalikan residu
tanaman yang meliputi daun dan pucuk tanaman tebu
dan menanam tanaman pupuk hijau Clotalaria juncea
di antara barisan tanaman tebu. Tanaman pupuk
hijau ditebang setelah berumur sekitar 2 bulan dan
biomassanya dikembalikan ke lahan (Subiyakto, 2016).
2. Menanam Benih Bebas Hama dan Varietas Toleran
Benih tebu bersertifikat adalah benih yang dijamin
sehat atau bebas hama dan penyakit serta terjaga
kemurniannya. Penanaman benih tebu yang terinfeksi
hama akan menjadi sumber hama di pertanaman.
Penggunaan varietas tebu toleran hama merupakan
komponen penting untuk mengurangi kerugian
ekonomi yang disebabkan oleh hama penggerek. Cara
ini dapat dipadukan dengan komponen pengendalian
hama yang lain (Subiyakto, 2016).

Hama Utama Tanaman Perkebunan 195


3. Monitoring
Pemantauan secara luas bertujuan mengetahui
distribusi geografis hama dalam setiap musim,
memprediksi terjadinya ledakan hama, dan
mengidentifikasi migrasi jenis hama. Pemantauan
hama di pertanaman bertujuan mengambil keputusan
perlunya dilakukan pengendalian atau tidak. Jika
hasil pemantauan di pertanaman tersebut mencapai
ambang pengendalian hama penggerek batang, yaitu
tercapai kerusakan 2% untuk kebun bibit dan 5% untuk
tebu giling, harus dilakukan tindakan pengendalian.
Pemantauan hama dengan perangkap antara lain
dilakukan dengan perangkap lampu, perangkap
lem, dan feromon. Pemantauan dimaksudkan untuk
mengetahui dinamika populasi hama sepanjang
musim (Subiyakto, 2016).
4. Pengendalian Hayati
Pengelolaan hama pada tanaman tebu di Indonesia
pada umumnya menerapkan sistem pengendalian
secara hayati, yaitu memanfaatkan musuh alami dalam
sistem pengendalian hama. Perlu juga pemahaman
yang menyeluruh tentang pengaruh perubahan iklim
terhadap fisiologi dan fenologi tanaman, dinamika
populasi serangga hama dan musuh alaminya,
sehingga dapat dilakukan pengelolaan hama yang
efektif dan efisien. Hal yang penting untuk dipahami
adalah pengaruh lingkungan abiotik akibat perubahan
iklim terhadap interaksi tritrofik antara tanaman inang,
herbivora, dan musuh alaminya, sehingga dapat

196 Hama Utama Tanaman Perkebunan


dikembangkan teknik pengendalian hayati yang efektif
(Nurindah & Yulianti, 2018)
Pengendalian hayati merupakan komponen
penting dalam pengendalian hama penggerek pada
tanaman tebu. Di Indonesia, pengendalian hayati
dilakukan dengan pelepasan parasitoid lalat Jatiroto
Diatraeophaga sriatalis 30 pasang/ha. Pelepasan lalat
tersebut dapat menurunkan serangan penggerek
batang dari 18%menjadi 6% (Boedijono1977)
dalam (Subiyakto, 2014). pelepasan parasitoid telur
Trichogramma chilonis setiap minggu dosis 100 ribu
ekor per ha efektif menekan 8% kerusakan batang
yang disebabkan oleh penggerek dan meningkatkan
produksi tebu 35 t/ha (Goebel et al. 2010 dalam
(Subiyakto, 2014)).
5. Pengendalian Secara Mekanis
Apabila terjadi serangan penggerek di pucuk tanaman
(Gambar 5a), pucuk dapat diroges atau dipotong
sedikit demi sedikit, dimulai dari pucuk ke bawah
(Gambar 5b). Pelaksanaan roges dapat dimulai
pada saat tanaman tebu berumur dua bulan sampai
enam bulan. Rogesan intensif dapat mengurangi
kerusakan serangan penggerek pucuk sampai 50%
atau menyelamatkan gula 283 kg/ha (Samoedi 1977
dalam (Subiyakto, 2016)) dalam Pengendalian mekanis
juga dapat dilakukan dengan memusnahkan telur dan
larva yang dijumpai di tanaman.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 197


6. Pengendalian Secara Kimia dan Nabati
Pengendalian secara kimiawi dengan insektisida
dilakukan apabila cara pengendalian lain tidak
memberikan hasil. Insektisida dapat diaplikasikan
apabila telah tercapai ambang pengendalian. Ambang
pengendalian hama penggerek pucuk ialah apabila
tercapai kerusakan 2% untuk kebun bibit dan 4% untuk
tebu giling. Insektisida yang dianjurkan antara lain
insektisida berbahan aktif karbofuran 5G dengan dosis
25-40 kg/ha, diaplikasikan di tanah (Subiyakto, 2016).
GLOSARIUM
Entomopatogen : mikroorganisme yang dapat
menimbulkan infeksi atau penyakit
pada serangga
Imago : serangga dewasa
Instar : fase hidup serangga muda antara
pergantian kulit
Gejala serangan : identifikasi kerusakan dan pertumbuhn
tanaman akibat serangan hama
Larva : serangga muda

198 Hama Utama Tanaman Perkebunan


DAFTAR PUSTAKA

Adrian, R., Nasamsir, N., & Meilin, A. (2019). Survei Serangan


Hama Pada Perkebunan Tebu (Saccharum officinarum
L.) di Provinsi Jambi. Jurnal Media Pertanian, null, null.
https://doi.org/10.33087/JAGRO.V4I1.77
Adriansyah. 2013. Penggerek Batang Tanaman Kakao
(Zeuzera coffear). http://detiktani.blogspot.
com/2013/06/penggerek-batang-tanaman-kakao-
zeuzera.html diakses pada tanggal 10 Januari 2023.
Ajayi, I.R., Afolabi, M.O., Ogunbodede, E.F., & Sunday, A.
G. 2010. Modeling Rainfall as a Constraining Factor
for Cocoa Yield in Ondo State. American Journal of
Scientific and Industrial Research, 1(2): 127-134.
Ardiani, F., Wirianata, H., & Noviana, G. 2022. The Effect of
Climate on Cocoa Production in Gunungkidul Regency.
Jurnal Agro Industri Perkebunan, 10(1): 45-52.
Artha, I.N. 2015. Budidaya Tanaman Kakao. Bali: Universitas
Udayana.
Asrul, L. 2013. Agribisnis Kakao. Jakarta: Penerbit Media
Bangsa.
Aulia, T. 2022. Mengatasi Hama Ulat Jengkal pada Pohon
Coklat, Berikut Beberapa Tips Jitunya! Diakses
pada tanggal 01 Januari 2022 https://bibitunggul.
co.id/mengatasi-hama-ulat-jengkal-pada-pohon-
cokelatberikut-beberapa-tips-jitunya/
Alimin, 2021. Pengendalian OPT tanaman Karet Pusat
Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian
Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 199


Alouw, J.C. dan D. Novianti. 2010. Status hama Brontispa
longissima (Gestro) pada pertanaman kelapa di
kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua. Buletin Palma
No. 39:154-161. DOI: http://dx.doi.org/10.21082/
bp.v0n39.2010.154-161
Alouw, J.C.dan M,L,A. Hosang. 2008. Survey Hama
Kumbang Kelapa Brontispa longisima (Gestro) dan
Musuh Alaminya di Provinsi Sulawesi Utara. Buletin
Palma. No. 34: 9-17. Diakses 23 September 2022.
https://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/
palma/article/view/8327/7131
Alouw, J.C.dan M,L,A. Hosang.2016. Sexava nubila
(Orthoptera: Tettigoniidae): Ledakan dan Kerusakannya
pada Tanaman Kelapa Sawit. Buletin Palma.17(2):97-104.
DOI:10.21082/bp.v17n2.2016.97-104
Andre M, Yaherwandi, S Efendi. 2020. Biologi pradewasa
Oryctes rhinoceros L (Coleoptera: Scarabidae) pada dua
jenis limbah organik kelapa sawit. Prosiding Seminar
Nasional, Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta.
1-16. Diakses 23 September 2022. http://eprints.upnyk.
ac.id/id/eprint/24313
Altieri MA. 1999. The Ecological Role of Biodiversity
in Agroecosystems. Agriculture, Ecosystems and
Environment, 74: 19–31
Amir, A. M. dan, & Prabowo, H. (2011). Hama Tanaman.
81–96.
Anon, (2015). Pertanian di Indonesia (Agriculture in
Indonesia)”. Indonesia Investments.
Anwar, 2021. Indonesia Negara Penghasil Kelapa Terbesar di
Dunia. Diakses 23 September 2022. https://www.kompas.
com/wiken/read/2021/12/26/081100181/indonesia-
negara-penghasil-kelapa-terbesar-di-dunia-ini-

200 Hama Utama Tanaman Perkebunan


alasannya?page=all#:~:text=Dari%20pusat%2Dpusat
%20produksi%20tersebut,terhadap%20total%
20produksi% 20kelapa%20dunia.
Antonius, 2019. Studi Inventarisasi Serangan Hama
Pada Karet Alam (Hevea brasilliensis) Di Desa Baras
Kecamatan Dedai Kabupaten Sintang.
Awadallah KT, Ammar ED, Tawafik MFS, Rashad A, (1979).
Life history of the white mealybug Ferrisia virgata
(Ckll.) (Homoptera: Pseudococcidae). Zeitschrift für
Deutsche Entomologen 26:101-110
Azhari Rizki, Rudyk Nababan dan Lukmanul Hakim, (2021).
Strategi Pengendalian Hama Tanaman Padi Dalam
Peningkatan Produksi Pertanian Oleh Dinas Pertanian
Kabupaten Karawang. Jurnal Agri Sains, Vol. 5 No. 2:
199-210.
Badan Pusat Statistik, (2017). Statistik Kopi Indonesia Tahun
2017. BPS Indonesia.
Bagas. 2023. Pengendalian Hama Oryctes rhinoceros di
Perkebunan Kelapa Sawit - Sulung Research Station.
https://srs-ssms.com/id/pengendalian-hama-oryctes-
rhinoceros-di-perkebunan-kelapa-sawit/
Baon, J.B & Wardani, S. 2010. Sejarah dan Perkembangan
Kakao. Dalam Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia (ed). Buku Pintar Budidaya Kakao. Jakarta:
AgroMedia Pustaka.
Beard, J. J. 2008. A new species of spider mite, Oligonychus
palus sp. nov. (Prostigmata: Tetranychidae), from
tropical Australia. Australian Journal of Entomology,
47(2), 102–106. https://doi.org/10.1111/J.1440-
6055.2008.00635.X/ABSTRACT
Balitka. 1989. Pengendalian kumbang kelapa secara
terpadu. FAO/UNDP IPM Project. Manado, 29p

Hama Utama Tanaman Perkebunan 201


Borror DJ. Triplehorn C.A & Johnson NF. 1996. Pengenalan
Pelajaran Serangga Edisi Keenam. Partosoedjono S,
penerjemah; Brotowidjoyo MD, editor. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: An
Introduction to The Study of Insects.
Brymer ALB, Toledo D, Spiegal S, Pierson F, Clark PE,
Wulfhorst JD. 2020. Social-Ecological Processes and
Impacts Affect Individual and Social Well-Being in
a Rural Western U.S. Landscape. Sustainable Food
System, Vol 4:1-16
Buckler E.2022. What Is Plantation Agriculture And Involved
Success Factors?. https://cropforlife.com/what-is-
plantation-agriculture/. Tanggal akses 19 Januari 2023
Chan KY, Cowie A, Kelly G, Singh B, Slavich P. 2008. Scoping
Paper-Soil Organic Carbon Sequestration Potential or
Agriculture in NSW. NSW: DPI Science & Research
Technical Paper.
Chandra D, (2008). Inventarisasi Hama dan Penyakit Pada
Pertanaman Jarak Pagar (Jathropa curcas Linn) di
Lampung dan Jawa Barat. Tidak Diterbitkan. Skripsi.
Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Conway GR. 1987. The Properties of Agroecosystems.
Agricultural Systems, Vol 24: 95-117
Dadang, (2006). Pengenalan Pestisida dan Teknik Aplikasi.
Workshop Hama dan Tanaman Jarak : Potensi
Kerusakan dan Teknik Pengendaliannya, Bogor.
Dafrosa Br S. L, 2016. Aplikasi Nematoda Entomopatogen
pada Larva Oryctes Rhinoceros L Menggunakan Tiga
Variasi Dosis yang Berbeda. Skripsi. Jurusan Biologi
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam.

202 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Universitas Negeri Semarang. Diakses 23 September
2022. http://lib.unnes.ac.id/25655/1/4411412016.pdf
Darwis M. 2004. Hama Sexava spp mendera kelapa di
Sangihe dan Talaud sudah haruskah kita menyerah..?
Laporan akhir sintesa kebijakan perkebunan.
Puslitbangbun. Bag. Pro. Pengembangan Teknologi
Agribisnis Tanaman Perkebunan. Bogor
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2021. Statistik Perkebunan
Unggulan Nasional Tahun 2020-2022. Direktorat
Jenderal Perkebunan Kementrian Pertanian Republik
Indonesia.Diakses 23 September 2022. https://
ditjenbun.pertanian.go.id/template/uploads/2022/08/
STATISTIK-UNGGULAN-2020-2022.pdf
Damaiyani Janis, Dewi Ayu Lestari, (2011). Inventarisasi
Hama dan Penyakit Pada Koleksi Paku- Pakuan Kebun
Raya Purwodadi. Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus: 7A
(173–177). https://berkalahayati.org/files/journals/1/
articles/219/submission/219-657-1-SM.pdf
Das, S., Roy, S., & Mukhopadhyay, A. (2010). Diversity of
artropod natural enemies in the tea plantations of
North Bengal with emphasis on their association with
tea pest. Current Science, 99(10), 1457–1463.
Denmark, & Welbourn. 2018. Southern red mite -
Oligonychus ilicis (McGregor). https://entnemdept.ufl.
edu/creatures/orn/shrubs/southern_red_mite.htm
Ditjenbun. 2016. Ulat Penggerek Tandan Sawit Tirathaba
mundella Walker (Lepidoptera: Pyralidae) | SinTa. https://
sinta.ditjenbun.pertanian.go.id/ulat-penggerek-
tandan-sawit-tirathaba-mundella-walker-lepidoptera-
pyralidae/
Ditjenbun. 2021. Mengenal Ulat Api Pada Kelapa Sawit
Dan Pengendaliannya. https://ditjenbun.pertanian.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 203


go.id/mengenal-ulat-api-pada-kelapa-sawit-dan-
pengendaliannya/
Ditjenbun Kementan RI. (2021). Statistik Perkebunan
Unggulan Nasional 2020-2022. Jakarta: Direktorat
Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian Republik
Indonesia.
Ditjenbun, (2013). Kopi Berkelanjutan.http://ditjenbun.
deptan.go.id/pascapanen/berita-203-kopi-
berkelanjutan-.html.
Dixon W. N., R. E. Woodruff and J. L. Foltz, (2003). Black
Twig Borer, Xylosandrus compactus (Eichhoff) (Insecta:
Coleoptera: Curculionidae: Scolytinae). University of
Florida IFAS Extension: 1-5p
Dridz, Lara, (2000). The Black Twig Borer: A study of the
black Twig Borer: ATwig study of Damage Done to
Unprotected Hawaian Coffe. http://www.11 of.edu/
mccord/The %20 Black %20 Twig % 20 Borer pdf.
Djafaruddin, (1996). Dasar-dasar Perlindungan Tanaman.
Bumi Aksara. Jakarta. Hal: 1-11.
Dumadi, S.R. 2011. The Moisture Content Increase of Dried
Cocoa Beans During Storage at Room Temperature.
JITE, 1(12): 45-54.
Egerer M, Liere H, Lucatero A, Philpott SM. 2020. Plant
Damage in Urban Agroecosystems Varies with Local
and Landscape Factors. Ecosphere, Vol 11: 1-19
Egonyu, J., Kucel, P., Kangire, A., Sewaya, F., & Nkugwa,
C, (2009). Impact of The Black Twig Borer on
RobustaCcoffee in Mukono and Kayunga Districts,
Central Uganda. Journal of Animal & Plant Sciences,
3(1), 163– 169.
Egonyu, J. P., Ahumuza, G., & Ogari, I. (2016). Population
Dynamics of Xylosandrus compactus (Coleoptera:

204 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Curculionidae: Scolytinae) on Coffea canephora in
the Lake Victoria Crescent Agroecological Zone
of Uganda Population Dynamics of Xylosandrus
compactus (Coleoptera: Curculionidae: Scolytinae.
African Zoology, 51(3), 121–126. http://doi.org/10.10
80/15627020.2016.1215262
Ellisa Putri, Fitri Dwi Susanti, L. pusputa. (2012). Kebijakan
Tanggap Ledakan Hama Penting Tanaman Perkebunan.
In Jurnal Hama dan Penyakit Tanaman (Vol. 1, Issue
1, pp. 1–21).
Erwiyono, R., Prawoto, A.A., & Murdiyati, A.S. 2012. Efisiensi
Resorpsi Hara Pada Tanaman Kakao Di Dataran Rendah
Pada Tanah Aluvial. Pelita Perkebunan, 28(1): 32-44.
ESRI Indonesia. 2021. Bioekologi Ulat Pemakan Daun
Kelapa Sawit. Diakses 23 September 2022. https: //
storymaps.arcgis.com/stories/7cb20b1e463b437
59d35b3d0359be736
Estu Suryowati, (2014). Djumena, Erlangga, ed. “Satu
Dekade, Kontribusi Pertanian terhadap PDB Menurun”.
Kompas.com (dalam bahasa Indonesian).
FAO. 1990. Pedoman Pengendalian Hama dan Penyakit
Kelapa. Diakses 23 September 2022. http://www.
litbang.pertanian.go.id/download/58/
FAO. 2023. Prospects for The Environment: Agriculture and
The Environment. https://www.fao.org. Tanggal akses
19 Januari 2023
Faozan Tri Nugroho, (2021). Jenis-Jenis Hama dan Penyakit
pada Tumbuhan yang Perlu Diketahui. https://www.
bola.com/ragam/read/4636040/jenis-jenis-hama-dan-
penyakit-pada-tumbuhan-yang-perlu-diketahui
Gazali Akhmad dan Ilhamiyah, (2022). Hama Penting
Tanaman Utama dan Taktik Pengendaliannya. Penerbit

Hama Utama Tanaman Perkebunan 205


Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-
Banjary Banjarmasin. 175 hal.
Ghose SK, Paul PK, (1972). Observations on The Biology
of The Mealybug Ferrisia virgata (Cockerell)
(Pseudococcidae: Hemiptera). Proceedings of the
Zoological Society (Calcutta) 25:39-48.
Hara, A. H., & Beardsley, J. W. (1979). The Biology of The
Black Twig Borer, Xylosandrus compactus (Eichhoff), in.
Proceedings of the Hawaiian Entomological Society
XIII(1), 55–70.
Harni Rita, Samsudin, Widi Amaria, Gusti Indriati, Soesanthy,
Khaerati, Efi Taufiq, Abdul Muis Hasibuan, Arlia Dwi
Hapsari, (2015). Teknologi Pengendalian Hama dan
Penyakit Tanaman Kopi. Indonesian Agency For
Agricultural Research And Development (Iaard) Press.
56pp.
Hindayana, D., Judawi, D., Priharyanto, D., Luther, G.C.,
Purnayara, G.N.R., Mangan, J., Untung, K., Sianturi, M.,
Mundy, R. dan Riyanto. (2002). Musuh Alami, Hama
dan Penyakit Tanaman Kopi. Proyek Pengendalian
Hama Terpadu. Direktorat Perlindungan Perkebunan.
Direktorat Bina Produksi Perkebunan. Departemen
Pertanian. Jakarta. 52pp Hartemink AE. 2005. Plantation
Agriculture in The Tropics Environmental Issues. Outlook
on Agriculture Vol 34 (1): 11–21
Hartono R. 2019. Pentingnya Keseimbangan Ekosistem Pada
Tanaman Perkebunan. http://disperta. pasuruankab.
go.id/. Tanggal akses 19 Januari 2023
Hasibuan S. 2019. Hama tanaman perkebunan dan metode
pengendalianya. Edisi pertama. CV Gema Ihsani.
Medan.

206 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Hazriyal, H., Anhar, A., & Karim, A. 2015. Evaluasi Karakteristik
Lahan dan Produksi Kakao di Kecamatan Peudawa dan
Peunaron Kabupaten Aceh Timur. Jurnal Manajemen
Sumberdaya Lahan, 4(1): 579-590.
Hidayah, H.N., Irawan, A., & Anggraini, I. 2017. Serangan
Ulat Jengkal (Hyposidra talaca Wlk.) pada Bibit Pakoba
(Syzygium luzonense (Merr.) Merr.) di Persemaian.
Agrologia, 6(1): 37-43.
Hosang, M.L.A. 2008. Biologi Hama Sexava spp Orthoptera:
tettigonidae). Diakses 23 September 2022. https://
adoc.pub/balai-penelitian-tanaman-kelapa-dan-
palma-lain-manado.html.
Hosang, M.L.A., Alouw, J.C., Novrianto, H. 2007. Biological
control of Brontispa longissima (Gestro) in Indonesia.
Indonesian Coconut and Other Palm Research
Institute. Manado. Diakses 23 September 2022.
https://www.greenschool.org/wp-content/uploads/
sites/2/2014/10/Biological-control-of-Brontispa-
longissima.pdf
Hosang, M.L.A. dan R. Tumewan. 2005. Status Hama
Brontispa longissima dan Pengendaliannya. Balai
Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma. Manado. Diakses
23 September 2022. http://repository.pertanian.
go.id/bitstream/handle/123456789/4046/STATUS%
20HAMA%20BRONTISPA%20LONGISSIMA%2%
28GESTRO%29%20PADA%20PERTANAMAN%20
K E L A PA % 2 0 D I % 2 0 K A B U PAT E N % 2 0 B I A K % 2 0
N U M F O R % 2 C % 2 0 P R OV I N S I % 2 0 PA P UA . p d f ?
sequence=1&isAllowed=y
Hosang, M. L. A., & Warokka, J. S. 2018. Survei Hama dan
Penyakit Kelapa di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Balai Penelitian Tanaman Kelapa Dan Palma Lain,
1(31), 54–70.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 207


Henderson B, Lankoski J, Flynn E, Sykes A, Payen F, MacLeod
M. 2022. Soil carbon sequestration by Agriculture:
Policy Options. OECD Food, Agriculture and Fisheries
Papers, No. 174, OECD Publishing, Paris, https://doi.
org/10.1787/63ef3841-en.
Hasibuan Syafrizal, (2020). Hama Penting Tanaman
Perkebunan Bagian Pertama dan Metode Pengendalian.
Penerbit Gema Insani. Deli Serdang Sumatera Utara.
137 hal.
Indah, P.N., Augustien, N., & Mulyadi. 2014. Budidaya
Tanaman Kakao. Jawa Tengah: Semesta Anugrah.
Indrayani, I. (2017). … Jamur Metarhizium Anisopliae (Metsch.)
Sorokin Untuk Pengendalian Secara Hayati Hama Uret
Tebu Lepidiota Stigma (Coleoptera …. In Perspektif.
http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.
php?article=1671972&val=18132&title=POTENSI
Jamur Metarhizium Anisopliae Metsch Sorokin
Untuk Pengendalian Secara Hayati Hama Uret Tebu
Lepidiota Stigma Coleopterascarabaeidaepotency of
Metarhizium Anisopliae
Jinyeong Choi, Seunghwan Lee, 2018. Review of the genus
Coccus Linnaeus from Korea, with description of a new
species.
Johannes Simbolon, (2010). “The rise of Agriculture and
Indonesia’s future”. Jakarta.
Jeanneret Ph, Aviron S, Alignier A, Lavigne C, Helfenstein
J, Herzog F, Kay S, Petit S. Ageoecology Landscapes.
Landscape Ecology, 36: 2235-2257
Juliati., Mardhiansyah, M., & Arlita, T. 2016. Uji Beberapa
Konsentrasi Ekstrak Daun Bintaro (Cerbera manghas l.)
sebagai Pestisida Nabati untuk Mengendalikan Hama

208 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Ulat Jengkal (Plusia sp.) pada Trembesi (Samanea
saman (Jacq.) Merr.) Jom faperta UR, 3(1).
Karmawati, E., Mahmud, Z., Syakir, M., Joni, M., Ardana, K.,
& Rubiyo. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kakao.
Bogor: Pusat Badan Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan.
Karuppuchamy P, Venugopal S. 2016. Integrated Pest
Management. Ecofriendly Pest Management for Food
Security. Elsevier Inc. pp. 651-684
Kalshoven, LGE, 1981. Pest of Crops in Indonesia. Revised
and translated by P.A. Van der Laan, University of
Amsterdam. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta.
Khairunnisa S, MI Pinem, dan F Zahara. 2014. Uji efektifitas
entomopatogen sebagai pengendalipengerek pucuk
kelapa sawit (Oryctes rhinoceros L) (Coleoptera:
scarabidae) di Laboratorium. Jurnal Online
agroekoteknologi. 2(2): 607-620.
Kuswardani, R. A. (2013). Hama tanamanpertanian.
Kuswardani Retna Astuti dan Maimunah, (2013). Buku Ajar
Hama Tanaman Pertanian. Medan Area University
Press. Medan. 76h
Lal R. 2009. The Potential for Soil Carbon Sequestration.
In Agriculture and Climate Change: An Agenda for
Negotiation in Copenhagen. (Brief 5). Focus 16.
Lala F. 2016. Kemapanan Burung Bentet Kelabu (Lanius
schach) Asal Yogyakarta di Pulau Salibabu. Buletin
Palma. 17(1): 25 – 34. Diakses 23 September 2022.
https://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/
palma/article/view/7116.
Laila, M.S.I, Agus, N dan Saranga, A.P., (2011). Aplikasi Konsep
Pengendalian Hama Terpadu Untuk Pengendalian

Hama Utama Tanaman Perkebunan 209


Hama Bubuk Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.).
Jurnal Fitomedika 7(3).
Lawal, J.O & Omonona, B. 2014. The Effects Of Rainfall and
Other Weather Parameters on Cocoa Production in
Nigeria. Comunicata Scientiae, 5(4): 518–523.
Lestari, F & Darwiati, W. 2012. Uji Efikasi Ekstrak Daun Dan
Biji Dari Tanaman Suren, Mimba Dan Sirsak Terhadap
Mortalitas Hama Ulat Gaharu. Jurnal Penelitian Hutan
Tanaman, 11(3):165- 171.
Lestari, P & Purnomo. 2018. Intensitas Serangan Hama
Penggerek Batang Kakao di Perkebunan Rakyat
Cipadang, Gedongtataan, Pesawaran. Jurnal Agro
Industri Perkebunan, 6(1): 1-8.
Limbongan, J., & Djufry, F. 2013. Pengembangan Teknologi
Sambung Pucuk Sebagai Alternatif Pilihan Perbanyakan
Bibit Kakao. J Litbang Pert, 32(4): 166-172.
Liyanda, M., Karim, A., & Abubakar, Y. 2012. Analisis Kriteria
Kesesuaian Lahan Terhadap Produksi Kakao pada Tiga
Klaster Pengembangan di Kabupaten Pidie. Jurnal
Agrista, 16(2): 62-79.
Lukito, 2010. Budidaya Kakao. Jakarta: Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia.
Lumentut, N., S. Karindah, L.A. Meldi dan Hosang. 2018.
Kelimpahan Brontispa longisima Gestro (Coleoptera:
Chrysomelidae) dan Musuh Alami pada Tanaman
Kelapa. Buletin Palma. 19 (1): 1-14.
Mahardika. dkk. 2021. Rayap Pada Beberapa Tanaman
Perkebunan Serta Teknik Pengelolaannya.
Marten GG.1988. Productivity, Stability, Sustainability,
Equitability and Autonomy as Properties for
Agroecosystem Assessment. Agricultural Systems, 26:
291-316

210 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Manurung, M.T., Irsal., & Haryati. 2015. Pengaruh Curah
Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Tanaman
Karet. Jurnal Online Agroekoteknologi, 3(2): 564–573.
Maryani, Y & Daniati, C. 2019. Buku Saku Hama dan Penyakit
Tanaman Kakao. Jakarta: Direktorat Perlindungan
Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan
Kementerian Pertanian.
Maya, D.I.T., Priyono, B., Ruzelfin., & Abiyoso, K. 2006.
Pedoman Teknis Pengendalian Hama Penggerek Buah
Kakao (PBK) pada Tanaman Kakao. Jakarta: Dirjen
Perkebunan Departemen Pertanian.
Milz, J., Brandt, R., Wijayanto, N., Afwandi, A., & Terhorst,
H. 2016. Pengelolaan Kebun Kakao Berkelanjutan:
Sebuah Pengantar Sistem Agroforestri Tersuksesi yang
Dinamis. Jakarta: FORCLIME Forests and Climate
Change Programme
Mateo-Sagasta J, Tural H. 2018. Agricultural Pollution Sources
and Pathways. In Mateo-Sagasta, Javier; Zadeh, S. M.;
Turral, H. (Eds.). More people, more food, worse water?:
a global review of water pollution from agriculture.
Rome, Italy: FAO; Colombo, Sri Lanka: International
Water Management Institute (IWMI). CGIAR Research
Program on Water, Land and Ecosystems (WLE). pp.41-
51.
Meilin Araz dan Nasamsir, (2016). Serangga dan Peranannya
Dalam Bidang Pertanian Dan Kehidupan. Jurnal Media
Pertanian Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 Hal. 18 – 28. Media
Komunikasi Hasil Penelitian dan Review Literatur
Bidang Ilmu Agronomi ISSN 2503-1279. http://jagro.
unbari.ac.id/index.php/agro/article/view/12/3
Meidalima, D. (2014). Parasitoid Hama Penggerek
Batang dan Pucuk Tebu di Cinta Manis, Ogan Ilir

Hama Utama Tanaman Perkebunan 211


Sumatera Selatan. Biosaintifika: Journal of Biology &
Biology Education, 6, 1–7. https://doi.org/10.15294/
BIOSAINTIFIKA.V6I1.2928
Meidalima, D., & Kawaty, R. R. (2015). Eksplorasi dan
Pengamatan Intensitas Serangan Hama Penting
Tanaman Tebu di PTPN VII, Cinta Manis Sumatera
Selatan. Biosaintifika: Journal of Biology & …. https://
journal.unnes.ac.id/nju/index.php/biosaintifika/article/
view/3542
Muliasari, A. A., & Trilaksono, R. (2020). Pengendalian Hama
dan Penyakit Utama Tebu (Saccharum officinarum
L.) di PT PG Rajawali II Jatitujuh Majalengka. Jurnal
Sains Terapan. https://jurnal.ipb.ac.id/index.php/jstsv/
article/view/31461
Mubin M, H.S. Khairani, H. Triwidodo, dan D. Bandi. 2021.
Pengenalan Hama dan Penyakit pada Komoditas
Jambu Mete, Kelapa, Sirih, dan Pinang. Unit Kajian
Pengendalian Hama Terpadu Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB University. Bogor.
Munif Abdul dan Ati Wasiati, (2007). Peran Perlindungan
Tanaman dalam Mendukung Revitalisasi Pertanian dan
Pasar global. Makalah disampaikan dalam Seminar
Nasional Pengendalian Hayati: Peran Pendidikan
Pertanian dalam Menunjang Ketahanan Pangan Melalui
Pengelolaan Agroekosistem yang Berkelanjutan,
Universitas Jember, https://node2.123dok.com/
dt03pdf/123dok/000/342/342823.pdf.pdf?X
Najiyati, S dan Danarti., (2006). Kopi: Budidaya dan
Penanganan Lepas Panen. Penebar Swadaya.
Nasaruddin. 2009. Kakao, Budidaya dan Beberapa Aspek
Fisiologisnya. Depok: Yayasan Forest Indonesia.

212 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif.
Agromedia Pustaka: Jakarta.
National Geographic. 2023. Ecosystem. https://education.
nationalgeographic.org/resource/ecosystem. Tanggal
akses 19 Januari 2023
North Wind Picture Archives. 2023. The Plantation System.
https://education.nationalgeographic.org/resource/
plantation-system Tanggal akses 19 Januari 2023
Nur Fariqah Haneda, (2006). Module Pelatihan Hama Dan
Penyakit Hutan. Itto Project Participatory Establishment
Collaborative Sustainable Forest Management In
Dusun Aro, Jambi. Serial Number : PD 210/03 Rev.
3 (F) Faculty Of Forestry IPB. https://docplayer.info/
55647471-Oleh-nur-fariqah-haneda.html
Nurhidayati, Aris Sudianto, Suhartini, (2020). Penerapan dan
Pemanfaatan Teknologi Sistem Pakar Untuk Diagnosa
Hama Dan Penyakit Jamur Tiram Pada Kelompok Tani
Desa Dasan Borok Kabupaten Lombok Timur. Infotek
: Jurnal Informatika dan Teknologi Vol. 3 No. 2, hal.
131-139. https://ejournal.hamzanwadi.ac.id/index.
php/infotek/article/view/2316/0
Nurindah, N., & Yulianti, T. (2018). Strategi pengelolaan
serangga hama dan penyakit tebu dalam menghadapi
perubahan iklim. In Buletin Tanaman Tembakau, Serat
& Minyak Industri.
Nurmansyah Ali, (2022). Prediksi Kehilangan Hasil Panen
Akibat Serangan Hama dan Penyakit Kian Penting.
PPID IPB. https://ppid.ipb.ac.id/dr-ali-nurmansyah-
menyebut-prediksi-kehilangan-hasil-panen-akibat-
serangan-hama-dan-penyakit-kian-penting/
Nward, Daegan, George Beccaloni, and Paul Eggleton.
2007. “Death of an Order: A Comprehensive Molecular

Hama Utama Tanaman Perkebunan 213


Phylogenetic Study Confirms That Termites Are Eusocial
Cockroaches.
Pallipparambil, G. R. 2015. New Pest Respon (Coconut
Rhinoceros Beetle).Washington: U.S. Departement of
Agriculture Press.
Pambudi, D.T & Hermawan, B. 2010. Hubungan antara
Beberapa Karakteristik Fisik Lahan dan Produksi Kelapa
Sawit. Jurnal Akta Agrosia, 13(1): 35-39.
Panjaitan, S., Wahyuningtyas, R.S., & Ambarwati, D. 2011.
Pengaruh Naungan terhadap Proses Ekofisiologi dan
Pertumbuhan Semai Shorea selanica (DC). Blume di
Persemaian. Jurnal Penelitian Dipterokarpa, 5(2): 78-82.
Pratama, F., Mulyani, C., & Juanda, B.R. 2021.
Intensitas Serangan Hama Penggerek Buah Kakao
(Conopomorpha cramerella Snell) dan Kehilangan Hasil
Kakao (Theobroma Cacao) di Kecamatan Peunaron.
AGROSAMUDRA, Jurnal Penelitian, 8(2): 29-38.
Power AG. 2013. Ecology of Agriculture. Encyclopedia of
Biodiversity (Second Edition). Elsevier Inc. pp. 9-15
Power AG, Flecker AS. 2023. Agroecosystems and
Biodiversity. https://nationalzoo.si.edu. Tanggal akses
19 Januari 2023
Pradana, A. A. (2016). Hama Utama Teh dan Musuh
Alaminya pada Perkebunan Teh Rakyat dan Perkebunan
Teh Perusahaan Negara (Skripsi). Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Pradana, R. (2013). Pengelolaan Kebun dan Upaya
Pengendalian Hama Ulat Jengkal (Hypiosidra talaca)
dengan Aplikasi Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus
pada Tanaman Teh di PT Perkebunan Nusantara VIII
Gunung Mas Bogor, Jawa Barat (Skripsi). Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

214 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Pramudianto, & Sari, K. P. 2017. Tungau Merah (Tetranychus
Urticae Koch) pada Tanaman Ubikayu dan Cara
Pengendaliannya. Buletin Palawija, 14(1), 36–48.
https://doi.org/10.21082/BULPA.V14N1.2016.P36-48
Prastowo, B., E. Karmawati, Rubijo, Siswanto, C. Indrawanto,
S.J. Munarso, (2010). Budidaya dan Pasca Panen Kopi
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. (2010).
Budidaya Dan Pasca Panen Kopi. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan. Jember.
Purnomo H, (2010). Pengantar Pengendalian Hayati. C.V
Andi Offset. Yogyakarta
Queensland Government. 2013. Soil Fertility Decline. https:
//www.qld.gov.au. Tanggal akses 19 Januari 2023
Ranjitham M, Manjunath MV, Bharath G, Deepak RU,
Desika R. 2020. An Overview of Agricultural Pollution:
An Emerging Issue. International Research Journal of
Engineering and Technology (IRJET), Vol 07: 1774-1776
Rahayu Esti, Syamsul Rizal, Marmaini, (2021). Karakteristik
Morfologi Serangga Yang Berpotensi Sebagai Hama
Pada Perkebunan Kelapa (Cocos Nucifera L) Di Desa
Tirta Kencana Kecamatan Makarti Jaya Kabupaten
Banyuasin. Jurnal Indobiosains. Vol. 3 No. 2, 39-46.
https://univpgri-palembang.ac.id/e_jurnal/biosains
Rahmah, N. N. (2022). Keanekaragaman dan Dinamika
Populasi Hama di Perkebunan Teh Sambawa PT Sinar
Inesco, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat (Skripsi).
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ramdan Evan Purnama, (2018). Teaching Materials and
files: Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Staffsite
Universitas Gunadarma. http://evan_ramdan.staff.
gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.4

Hama Utama Tanaman Perkebunan 215


Rahma dan Alouw, J.C. 2014. Biologi dan Tabel Hidup
Hama Brontispa longissima var. longissima Gestro
(Coleoptera: Chrysomelidae) pada Tanaman Kelapa
(Cocos nucifera). B. Palma 15(1): 33 - 39
Rahayu, S., Setiawan, A., Husaeni, E. A., & Suyanto, S.
(2006). Pengendalian Hama Xylosandrus compactus
Pada Agroforestri Kopi Multistrata Secara Hayati: Studi
Kasus dari Kecamatan Sumberjaya, Lampung Barat.
Agrivita, 28(3), 1–12.
Rappan, T. 2019. Jenis Hama Penyakit Tanaman Kakao
serta Cara Pengendaliannya. Diakses Tanggal 20
Januari 2022. http://cybex.pertanian.go.id/mobile/
artikel/72594/Jenis- Hama-Penyakit-Tanaman-Kakao-
Serta-Cara-Pengendaliannya/
Riono, Y. 2020. Pertumbuhan Bibit Kakao (Teobroma cacao
L) dengan Berbagai Pemberian Dosis Serbuk Gergaji
pada Varietas (Bundo-F1) di Tanah Gambut. Jurnal
Selodang Mayang, 6 (3): 163-171
Rubiyo & Siswanto. (2012). Peningkatan Produksi dan
Pengembangan Kakao (Theobroma cacao L.) di
Indonesia. Buletin RISTRI, 3(1): 33–48.
Rosmawati, M. (2018). Identifikasi Serangga Hama di Kebun
Kopi Jaya Giri Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Pasundan.
Bandung.
Riostone, 2010. Kumbang Kelapa Oryctes rhinoceros.
Diakses 23 September 2022. http://riostones.blogspot.
com/2009/08/kumbang-kelapa-ory
Ruslan Kadir dan Octavia Rizky Prasetyo, (2021).
Produktivitas Tanaman Perkebunan: Kopi, Tebu,

216 Hama Utama Tanaman Perkebunan


dan Kakao. Makalah Kebijakan No. 42. Center for
Indonesian Policy Studies. Jakarta. 48 hal.
Santosa, E., Sakti, G.P., Fattah, M.Z., Zaman, S., & Wahjar,
A. 2018. Cocoa Production Stability in Relation to
Changing Rainfall and Temperature in East Java,
Indonesia. Journal of Tropical Crop Science, 5(1), 6–17.
https://doi.org/10.29244/jtcs.5.1.6-17
Sembiring, A.K & Dinata, M. 2018. Identifikasi dan Observasi
Hama pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) di
Desa Cubadak Kecamatan Lima Kaum Kabupaten
Tanah Datar. Bio-Lectura: Jurnal Pendidikan Biologi,
5(2): 200-205.
Siregar, T.H.S., Slamet R., & Laeli, N. 2010. Budidaya Cokelat.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Somantri, R. (2014). The Story in A Cup of Tea: Secangkir
Kisah Pecinta Teh (R. A. Koswara, Ed.). Jakarta:
TransMedia Pustaka.
Snoeck, D., Koko, L., Joffre, J., Bastide, P., & Jagoret, P.
2016. Cacao Nutrition and Fertilization. Sustainable
Agriculture Reviews, 19. DOI: 10.1007/978-3-319-
26777-7_4.
Steenis, V. 2008. Flora. Cetakan ke-12. Jakarta: PT. Pradnya
Paramita.
Suharti, T., Kurniaty, R., Siregar, N., & Darwiati, W. 2015.
Identifikasi dan Teknik Pengendalian Hama dan
Penyakit Bibit Kranji (Pongamia pinnata). Jurnal
Perbenihan Tanaman Hutan, 3(2): 91-100.
Suherlina, Y., Yaherwandi., & Efendi, S. 2020. Sebaran
dan Tingkat Serangan Hama Penggerek Buah Kakao
(Conopomorpha cramerella Snellen) pada Lahan
Bukaan Baru di Kabupaten Dharmasraya. Jurnal
Agronida, 6(1): 44-54.

Hama Utama Tanaman Perkebunan 217


Syarkawi., Husni., & Sayuthi, M. 2015. Pengaruh Tinggi
Tempat Terhadap Tingkat Serangan Hama Penggerek
Buah Kakao (Conopomorpha Cramerella snellen) di
Kabupaten Pidie. J Floratek, 10(2): 52-­60.
Syatrawati & Asmawati. Tingkat Serangan Hama Penggerek
Buah Kakao (Conopomorpha cramerella Snellen) pada
Lima Klon Kakao Lokal. J. Agroplantae, 4(1): 25-29.
Siringoringo HH. 2014. Peranan Penting Pengelolaan
Penyerapan Karbon dalam Tanah. Jurnal Analisis
Kebijakan Kehutanan, Vol 11(2): 175-192
Smith E. 2022. Drones v. Deforestation: The Amazon’s
Indigenous Communities Fight Back. https://theowp.
org/.Tanggal Akses 19 Januari 2023
Salim, Meldy L.A dan Hosang. 2013. Serangan Oryctes
Rhinoceros Pada Kelapa Kopyor Di Beberapa Sentra
Produksi Dan Potensi Metarhizium Anisopliae Sebagai
Musuh Alami. Buletin Palma. 14 (1): 47-53. Diakses
23 September 2022. https://ejurnal.litbang.pertanian.
go.id/index.php/palma/article/view/5380/4573
Siahaan, I.R.T.U. 2007. Pengenalan Hama Perusak Pucuk
Daun Kelapa Brontispa longissima (Gestro)Serta
pengendaliannya. Dirjen Perkebunan. BPTP. Medan.
2007.
Sihombing R.H, S. Oemry, L. Lubis. 2014. Uji Efektifitas
Beberapa Entomopatogen Pada Larva Oryctes
rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabaeidae) di
Laboratorium. Jurnal Online Agroekoteknologi. 2 (4):
1300-1309. Diakses 23 September 2022. https://jurnal.
usu.ac.id/index.php/agroekoteknologi/article/view/
8419
Singh, S.P. dan P. Rethinam. 2005. Coconut leaf beetle
Brontispa longissima. APCC, Jakarta. 35p. Diakses 23

218 Hama Utama Tanaman Perkebunan


September 2022. http://coconutpests.org/pests-and-
diseases-of-coconut/coconut-hispine-beetle
Susanto A, AE Prasetyo, S. Prawirosukarto. 2012.
Pengendalian Terpadu Oryctes Rhinoceros di
Perkebunan Kelapa Sawit. Pusat Kelapa Sawit Medan.
Diakses 23 September 2022. https://www.researchgate.
net/publication/334360433_Pengendalian_Terpadu_
Oryctes_rhinoceros_di_Perkebunan_Kelapa_Sawit
Soekirman dan Setiawan, B. 2010. Pengendalian Hama
Penyakit pada Tanaman Karet. Balit Getas. Salatiga.
Su’udi, dkk. 2015. Petunjuk Lapang Sekolah Lapang
Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) Karet. Direktorat
Perlindungan Perkebunan. Direktorat Jenderal
Perkebunan. Kementerian Pertanian.
Syngenta. 2023. How can agriculture play a role in
addressing climate change?. https://www.syngenta.
com. Tanggal Akses 19 Januari 2023
Sukri Zayin, Hariyono Rakhmad, (2016). Sistem Pakar
Diagnosis Hama dan Penyakit Tanaman Jeruk
Menggunakan Metode Euclidean Distance. JUSTINDO,
Jurnal Sistem & Teknologi Informasi Indonesia, Vol.
1, No. 2. http://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/
JUSTINDO/article/view/573S
Sri Hendrastuti and Hidayat, (2018). Modul 1 Book Section
Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman, kegiatan 2: Sejarah
Penting Hama dan Penyakit Tumbuhan. Universitas
Terbuka http://repository.ut.ac.id/4437/
Sidiq, M. (n.d.). Ketahanan Tanaman Terhadap Hama. In
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran.”
Subiyakto, S. (2014). DA & Sujak (2014) Pengendalian
Hama dan Penyakit Penting pada Tanaman Tebu. In
Seminar Hasil Penelitian pada Balai Penelitian ….

Hama Utama Tanaman Perkebunan 219


Subiyakto, S. (2016). Hama Penggerek Tebu Dan
Perkembangan Teknik Pengendaliannya. In
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
http://repository.pertanian.go.id/bitstream/
handle/123456789/1235/Hama Penggerek Tebu
Dan Perkembangan Teknik Pengendaliannya.
pdf?sequence=1&isAllowed=y
Susniahti, N., Sumeno, H., & Sudarjat. (2005). Ilmu Hama
Tumbuhan. Bandung. Universitas Padjadjaran., 1–81.
Tabbasum KA and Shahina F. 2004. In vitro mass
rearing of different species of entomopathogenic
nematodes in monoxenic solid culture. Pakistan.
Journal of nematology. 22:167-175. Diakses 23
September 2022. https://www.researchgate.net/
publication/287196261_Tabassum_KA_and_Shahina_F_
2004_In_vitro_mass_rearing_of_different_species_of_
entomopathogenic_nematodes _in_monoxenic_solid_
culture_Pak_J_Nematol_22_167-175
Tjitrosoepomo., G. 1988. Taksonomi tumbuhan
(Spermathopyta). Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Trisno. 2021. Deteksi populasi kumbang badak kelapa
(Oryctes rhinoceros L.) diperkebunan rakyat Desa
Tanjung Medan mengunakan pheromone trap. Skripsi.
UIN Sultan Syarif Kasim Riau. Diakses 23 September
2022. http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/57084
Tejasarwana, R. S. Wuryaniingsih, J. Prasetya, P. K. U. (2004).
Balithi Balithi. Hort, 14(Edisi Khusus), 343–350.
Turnip, K. N. T. T. 2021. Inventory of Pest Type and Its Control
Way in Palm Oil Nursery (Elaeis guineensis jacq.) PT
Perkebunan Nusantara IV Dolok Sinumbah. Biologica

220 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Samudra, 3(1), 87–93. https://doi.org/10.33059/jbs.
v3i1.2414
Ummam, A. K. (2019). Hama Perusak Pucuk Teh dan Musuh
Alaminya pada Perkebunan Teh Rakyat Desa Cirumput,
Cugenang, Cianjur dan Perkebunan Teh PTPN VIII
Gunung Mas, Bogor (Skripsi). Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Utami, R.R., Purnomo, D., & Yunindanova, M.B. 2018.
Pengaruh Dosis Pemupukan N Terhadap Kualitas Biji
Kakao di Punung Pacitan. Agrotech Res J, 2(2): 41-46.
Wahyudi, T.R., Panggabean., & Pujianto. 2008. Panduan
Lengkap Kakao. Jakarta: Penebar Swadaya.
Wattimena, C.M.A. 2019. Identifikasi Gejala Serangan Hama
dan Penyakit Utama Tanaman Kakao (Theobroma cacao
L) serta Upaya Pengendaliannya. Journal of Dedication
to Papua Community, 2(1): 66-74.
Wati Cheppy, Arsi, Tili Karenina, Riyanto, Yogi Nirwanto,
Intan Nurcahya, Dewi Melani, Dwi Astuti, Dewi
Septiarini, Sri Rezeki Fransiska Purba, Evan Purnama
Ramdan, Dwiwiyati Nurul, (2021). Hama dan Penyakit
Tanaman. Yayasan Kita Menulis. https://kitamenulis.
id/2021/03/26/hama-dan-penyakit-tanaman/
Widodo Rahardja, (2020). Pemikiran Tentang Perkebunan
Dan Prospek Kedepan. Asosiasi Gula Indonesia.
https://asosiasigulaindonesia.org/pemikiran-tentang-
perkebunan-dan-prospek-kedepan/
Wardani, N. (2017). Spesifik Lokasi Untuk Ketahanan
Pangan Pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Prosiding Seminar Nasional Agroinovasi, 1015–1026.
Wesi, Jasmi, dan A Lusi Z. 2014. Kepadatan populasi O.
rhinoceros (Oryctes rhinoceros L.) pada tanaman
sawit di perkebunan kelapa sawit Di PTPN VI unit

Hama Utama Tanaman Perkebunan 221


usaha Ophir Pasaman Barat. Jurnal Program Studi
Pendidikan Biologi (STKIP) Saumatra Barat. Diakses 23
September 2022. http://jurnal.um-tapsel.ac.id/index.
php/agrohita/article/view/1652
Winotai, A. 2014. Integrated Pest Management of
Important Insect Pests of Coconut. Coconut Research
and Development Journal. 30(1): 19-36. DOI: https://
doi.org/10.37833/cord.v30i1.82
Wiyono, S. (2014). Pengendalian Hama Terpadu Biointensif
pada Tanaman Perkebunan. Prosiding Seminar Nasional
Perkebunan, 18–23.
Wiyono, S. (2007). Perubahan Iklim, Pemicu Ledakan Hama
dan Penyakit Tanaman. 2007–2008.
Ye Y, Zhang J, Chen L, Ouyang Y, Parajuli P. 2014. Dynamics
of Ecosystem Service Values in Response to Landscape
Pattern Changes From 1995 to 2005 in Ghuang Zhou
Southern China. Applied Ecology and Environmental
Research, Vol 13(1): 21-36
Yoroba, F., Kouassi, B.K., Diawara, A., Yapo, L.A.M., Kouadio,
K., Tiemoko, D.T., Kouadio, Y.K., Koné, I.D., & Assamoi, P.
2019. Evaluation of Rainfall and Temperature Conditions
for a Perennial Crop in Tropical Wetland: A Case Study
of Cocoa in Côte d’Ivoire. Advances in Meteorology,
2019. https://doi.org/10.1155/2019/9405939
Zulkefli, M., K. Norman, M.W. Basri. 2004. Life cycle of
Sycanus dichotomus (Hemiptera: Reduviidae) a
common predator of bagworm in oil palm. Jurnal of
Oil Palm Research. 16(2): 50-56. Diakse 23 September
2022. http://jopr.mpob.gov.my/wp-content/uploads/
2013/09/joprv16dec2004-zulkefli1.pdf

222 Hama Utama Tanaman Perkebunan


BIOGRAFI

Sutiharni. Lahir di Bandung 30 Juni 1961.


Anak kedelapan dari 14 bersaudara. Lahir
dari keluarga TNI (Angkatan Udara) dari
alm. Bapak Mulyadi bin Sarjan dan almh.
Ibu Fatima binti Santani. Menikah pada
tanggal 01 Maret 1983 dengan Wahyoe
Witjaksono.
Dosen Universitas Papua; Alamat Perguruan Tinggi:
Jalan Gunung Salju Amban Manokwari; Fakultas Pertanian
Universitas Papua; Jurusan Budidaya Pertanian Prodi
Agroteknologi; S1: Agronomi Faperta UNCEN; S2: Ilmu
Hama Tumbuhan Pascasarjana UGM; Pernah menempuh
Program Doktoral di Program S3 Ilmu Pertanian Pasca
Sarjana UGM, Ilmu yang Ditekuni: Ilmu Hama Tumbuhan.
Email: naningmulyadi@gmail.com, No. HP: 082238136454.

Nurul Chairiyah, Lahir di Sanga-sanga


pada tanggal 12 Desember 1988 sebagai
anak terakhir dari empat bersaudara.
Menyelesaikan pendidikan dasar di SD
YPTH Sanga-sanga tahun 2000. Kemudian
menyelesaikan pendidikan menengah di
SLTP Negeri 1 Sanga-sanga pada tahun 2003, dan SMA
Negeri 10 Samarinda tahun 2006. Pendidikan sarjana
ditempuh di Jurusan Biologi Universitas Brawijaya, lulus

Hama Utama Tanaman Perkebunan 223


tahun 2011. Pada tahun yang sama dengan kelulusan
pendidikan sarjana, penulis diterima di Program Studi S2
Biologi di Universitas Brawijaya dan menamatkannya pada
tahun 2014.
Penulis menjadi tenaga pengajar biologi di SMA
Negeri 10 Samarinda semenjak tahun 2015 hingga tahun
2018. Kemudian menjadi tenaga pengajar di Program Studi
Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Borneo
Tarakan sejak tahun 2019 hingga sekarang. Pada tahun
2020, penulis ikut menyumbangkan opini yang tergabung
dalam buku “Antologi dari Bumi Paguntaka: Perspektif
Minda Akademia UBT” dan “Antologi dari Bumi Paguntaka:
Covid-19: Dampak dan Solusi”. Selain itu penulis juga
turut berperan dalam pembuatan buku referensi Dasar
Agronomi.

Dr. Sri Wahyuni, SP.,M.Si lahir di


Makassar, 19 September 1981. Dari ayah
bernama M. Soekartono dan Ibu bernama
Rubiana. Ia adalah istri dari Edy Lugito.
Penulis bertempat tinggal di Kelurahan
Kelimutu, Kecamatan Ende Tengah,
Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.
Penulis telah menyelesaikan pendidikan Sarjana
pada Program Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan,
Universitas Udayana (1998-2001). Di Universitas yang sama
Lulus pada jenjang Magister di Program Studi Pertaian
Lahan Kering (2002-2006) dan jenjang Doktoral pada
Program Studi Ilmu Pertanian (2013-2017)

224 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Karirnya dimulai sebagai dosen tetap yayasan
perguruan Tinggi Flores (2006-sekarang). Menjabat
Sebagai Wakil Dekan Bidang Kurikulum, Administrasi
Umum dan Kemahasiswaan (2008-2012). Menjadi Dekan
Fakultas Pertanian Universitas Flores (2017-Sekarang).
Ketua Perkumpulan Penulis dan Motivator Nasional
Wilayah Ende (2022-Sekarang), Founder Kelas Kreatif Uma
Rema Class (2020 – Sekarang).

Dr. Ir. Wilyus, M.Si., lahir di Tepi Selo


Kecamatan Lintau Buo Kabpaten Tanah
Datar 23 September 1964, dari ayah
bernama Khairudin dan Ibu bernama
Rosmi. Penulis memiliki seorang istri
bernama Adi Sunarti. Penulis bertempat
tinggal di Desa Mendalo Darat Kecamatan Jambi Luar Kota
Kabupaten Muaro Jambi.
Penulis menempuh dan menyelesaikan pendidikan
strata satu (S1) di Program Studi Hama dan Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Andalas tahun
1988, pendidikan strata dua (S2) di Program Studi
Entomologi Fitopatologi Institut Pertanian Bogor tahun
1997, dan pendidikan Doktor (S3) di Program Studi Ilmu
Pertanian Universitas Sriwijaya 2012. Karir penulis dimulai
sebagai dosen tetap Universitas Jambi dari tahun 1991
– sekarang; Ketua Jurusan Agroekoteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Jambi 2013 – 2017; Wakil Dekan
Bidang Akademik, Kerjasama dan Sistem Informasi Fakultas
Pertanian Universitas Jambi tahun 2017-2021; dan sebagai

Hama Utama Tanaman Perkebunan 225


dosen tidak tetap di Sekoloah Tinggi Ilmu Pertanian
Yayasan Graha Karya Muaro Bulian tahun 2021-sekarang.

Lutfi Afifah, S.P., M.Si, penulis kelahiran


Ponorogo, 6 Agustus 1989. Ia adalah
Dosen di Program Studi Agroteknologi,
Fa k u l t a s Pe r t a n i a n , U n i v e r s i t a s
Singaperbangsa Karawang. Pada tahun
2015 ia lulus sarjana S1 dari Departemen
Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor. Ia melanjutkan
sekolah magister S2 di Program Studi Entomologi IPB. Saat
ini, riset yang ditekuni adalah riset mengenai
keanekaragaman serangga pada berbagai habitat,
implementasi Pengendalian Hama Terpadu (PHT),
Penggunaan agens hayati seperti cendawan
entomopatogen untuk mengendalikan hama, dsb. Mata
kuliah yang menjadi tanggung jawab penulis di Fakultas
Pertanian, Unsika antara lain: Dasar Perlindungan Tanaman,
Teknologi Pengendalian Hama, Teknologi Pengendalian
Penyakit Tumbuhan, Pengendalian Hama Terpadu,
Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman, dsb. Buku
yang telah dihasilkan penulis yaitu: Buku Dasar Perlindungan
Tanaman. Selain menulis buku, penulis juga aktif dalam
aktivitas penelitian dan pengabdian masyarakat di bidang
Pengendalian Hama, serta menjadi pemakalah dalam
seminar nasional/internasional. Pelatihan professional:
Integrated Pest Management and Food Safety University of
Wageningen (2017) dan menjadi co-facillitator pada
Refresher Course Food safety and phytosanitary measures

226 Hama Utama Tanaman Perkebunan


in global horticulture supply chains University of
Wageningen x Unsika (2019), kemudian juga mengikuti
course Food System for Healthier and Sustainable Diet
(2023) di University of Wageningen, Belanda. Beberapa
publikasi yang dihasilkan bisa diakses pada: https://scholar.
google.com/citations?user=TJcmyA0AAAAJ&hl=en&
authuser=1 serta. Email: lutfiafifah@staff.unsika.ac.id.

Nurmaisah, S.Pd., M.Sc., lahir di Tarakan


31 Maret 1990. Dari ayah bernama Usman
dan Ibu bernama Masnun, S.Pd. Ia
memiliki seorang suami bernama Bilal
Jagad Kelana, S.H., M.H. Penulis bertempat
tinggal di Kelurahan Karang Anyar,
Kecamatan Tarakan Barat Provinsi Kalimantan Utara. Telah
menyelesaikan studi strata satu di Program Studi Pendidikan
Biologi di Universitas Borneo Tarakan (2007-2011).
Lulus strata dua di Program Studi Biologi Universitas
Gadjha Mada Yogyakarta (2014-2016). Karirnya dimulai
sebagai dosen tetap di Universitas Borneo Tarakan
Fakultas Pertanian Jurusan Agroteknologi (2017-sekarang).
Sekretaris Jurusan Program Studi Agroteknologi Fakultas
Pertanian, Universitas Borneo Tarakan (2021-2025).

Suhartini Azis, lahir pada tanggal 08 Juli


1986 di Kabupaten Bulukumba Provinsi
Sulawesi Selatan. Lulusan S1 pada
program studi Pendidikan Biologi di
Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu

Hama Utama Tanaman Perkebunan 227


Pendidikan Muhammadiyah Bulukumba pada Tahun 2015
sampai 2019 yang saat ini kampus tersebut berubah status
menjadi Universitas Muhammadiyah Bulukumba. Kemudian
tahun 2011 sampai 2013 melanjutkan pendidikan S2 ke
Program Megister Pendidikan Biologi di Universitas Negeri
Makassar. Pada Tahun 2016 sampai 2022 menempuh
pendidikan S3 di Program Doktor Pendidikan Biologi di
Universitas Negeri Malang.
Sebagai pengalaman praktisi, penulis pernah bekerja
±2 tahun sebagai tenaga pendidik biologi di salah satu
sekolah yang ada di kota Makassar. Sejak tahun 2014
sampai saat ini menjadi salah satu dosen tetap di program
studi Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah
Bulukumba. Sejak jadi mahasiswa S1 mahasiswa telah aktif
menulis baik di bulletin kampus dan juga dalam bentuk
buku. Penulis selain aktif pada kegiatan akademik, juga
aktif berbagai kegiatan Lembaga eskternal kampus seperti
Lembaga Kahayya Riset Center.
Penulis memiliki minat kajian atau keilmuan
(kepakaran) saat ini dibidang model/strategi pembelajaran,
bahan/media ajar pembelajaran, keragaman tumbuhan,
taksonomi, dan etnobotani. Beberapa buku dan artikel
telah dipublikasi dalam jurnal nasional dan iternasional
bereputasi serta prosiding nasional maupun internasional
bereputasi.

228 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Randi Syafutra, S.Si., M.Si., lahir di Kota
Pangkalpinang pada tanggal 6 Mei 1992,
yang memiliki Ayah bernama Mulkan dan
Ibu bernama Sumarti, serta Istri bernama
Dita Amelia, S.Pd.. Penulis memperoleh
gelar Sarjana Sains (S.Si.) di Universitas
Bangka Belitung (UBB) pada tahun 2013 dan Magister
Sains (M.Si.) di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun
2016. Penulis memiliki fokus penelitian terkait zoologi.
Penulis juga bersertifikasi BNSP pada bidang Lingkungan
Hidup (Environment) dengan kualifikasi sebagai Drafting
Team Member of Environmental Impact Analysis. Penulis
merupakan dosen dan menjabat sebagai Ketua Program
Studi Konservasi Sumber Daya Alam Universitas
Muhammadiyah Bangka Belitung (Prodi KSDA Unmuh
Babel) Periode 2021-2024. Penulis aktif di organisasi seperti
KNPI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Syarikat Islam,
dan NGO Lingkungan: ALOBI (Animal Lovers of Bangka
Island) dan F2B (Flora Fauna Bangka).
Email:
randi.syafutra@unmuhbabel.ac.id
randi_syafutra@apps.ipb.ac.id
randi.syafutra@hotmail.com

Drs. Hayata, MP, lahir di Bukiittinggi 27


November 1965. Dari Ayah bernama
Makmur dan Ibu bernama Daniah Burhan.
Ia memiliki seorang istri bernama Ir. Retna
Awlia, dan 2 orang anak kembar

Hama Utama Tanaman Perkebunan 229


Muhammad Farhan Hidayat, S KOM dan Muhammad
Fadlan Hiadayat, S KOM, M KOM.
Penulis bertempat tinggal di perumahan Amuntai Blok
D2 No. 23 Jl. H. Ibrahim, Kelurahan Kenali Besar, Kota Jambi.
Telah menyelesai studi strata satu di Program studi Biologi
FMIPA Universitas Andalas Padang (1984-1989). Strata
Dua di program studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan
Universitas Andalas Padang (!994-1998). Karir dimulai
sebagai dosen tetap LLDIKTI Wilayah X dpk Fakultas
Pertanian Universitas Batanghari, Jambi (1991-sekarang).
Pernah menjabat Wakil Dekan II (2014-2018), Wakil Dekan
I (2018- sekarang).

230 Hama Utama Tanaman Perkebunan


INDEKS

A Blooming 37
Abiotik 12, 27, 28, 31 Braconidae 180
Acrocercops Cranerella 156 Burung iv, 14, 16
Adoxophyes sp. 177, 178, 180
C
Afdeling 172, 174
Callosciurus Notatus 16, 156
Agroekosistem 13, 14, 31, 33,
Caloptilia Theivora 177, 178
34, 212
Camelia Sinensis 171
Agroforestry 59, 60, 63
Cendawan 11, 100, 103, 108,
agronomi 34
129, 226
Agronomi 211, 223, 224
Chilo Auricilius 183
Aliran Energi 27, 46, 47, 56
Chilo Saccharariphagus 183
Ambrosia 126, 127, 129, 131,
Chordata 12, 15, 17, 18, 45
132, 133
Chrysomelidae 21, 210, 216
Anagrus sp. 181
Coleoptera 20, 21, 101, 123,
Anoplolepis Gracilipes 181
126, 200, 204, 205, 209,
Anoxic 37 210, 216, 218
Antroposentrik 44, 63 Conopomorpha Cramerella 156,
Arthropoda 12, 13, 19, 20, 21, 157, 214, 217, 218
22, 23, 45, 107 Crysomelidae 156, 164, 165
Artropoda 180, 181 Curculionidae 21
B D
Bandicota Indica 188 Darna Trima 97, 98
Betina 15, 23, 95, 99, 104, 116, Dasychira Inclusa 156
123, 124, 125, 126, 127,
Dekomposisi 28, 34, 41
128, 129, 130, 131, 132,
133, 134, 137, 138, 141, Denitrifikasi 36
142, 143 Diversitas 39
Biotik 11, 27, 28, 31

Hama Utama Tanaman Perkebunan 231


E Gulma 11, 31, 35, 41, 43, 52
Ekonomi 3, 5, 6, 8, 10, 11, 12,
H
13, 33, 34, 39, 43, 47, 50, 59,
91, 100, 127, 221 Hama iii, iv, 10, 11, 12, 13, 14,
15, 17, 18, 19, 20, 22, 23, 24,
Ekosistem 14, 27, 28, 29, 30, 31,
25, 31, 32, 35, 39, 40, 42, 43,
32, 33, 34, 35, 39, 40, 44, 46,
44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51,
47, 48, 50, 55, 56, 57, 58, 59,
52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59,
60, 206
60, 61, 62, 64, 91, 92, 93, 95,
Ekspansi 39 96, 100, 101, 103, 104, 105,
Empoasca sp. 176, 178 106, 107, 109, 112, 113,
Emposan 191 114, 115, 116, 117, 118,
122, 123, 124, 125, 126,
Endodermis 51, 63
128, 131, 132, 133, 134,
Epidermis 51 136, 140, 141, 143, 144,
Eristalis Horticola 181 149, 152, 155, 156, 157,
Erosi 33, 35, 36, 40, 41 158, 159, 160, 161, 162,
163, 164, 165, 166, 167,
Eskalasi 57
168, 173, 175, 176, 178,
Eutrofikasi 37 179, 180, 181, 182, 199,
Evolusi 55, 61 200, 201, 202, 203, 205,
206, 207, 208, 209, 210,
F 211, 212, 213, 214, 215,
Famili 12, 15, 16, 17, 21, 22, 23, 216, 217, 218, 219, 220,
55, 93, 95, 101, 107 221, 222, 223, 224, 225, 226
Fauna 39, 41 Hara 34, 35, 36, 40
Figor Tanaman 57 Helopeltis Antonii 59, 176, 178
Filum 12, 13, 15, 18, 19, 20, 22, Helopeltis Bradyi 176, 178
23, 45, 63 Helopeltis spp. 156, 163
Flora 39, 41 Herbivora 28, 31, 40, 42, 46, 48
Fotoperiodisitas 56 Homona Coffearia 177, 178, 180
Fotosintesis 28, 44, 50, 63 Hortikultura 2, 7, 9, 52, 53, 54,
Fragmentasi 39 55, 173, 174, 181
Fungisida 160, 168 Hyposidra Talaca 156, 166, 167,
176, 178, 179, 207, 214
G
Gropyokan 191 I
Identifikasi 12, 25, 54, 55, 144

232 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Imago 21, 22, 23, 91, 92, 93, Kopulasi 48
95, 101, 107, 123, 127, 129, Kumbang 21, 101, 102, 103,
131, 134, 137, 141, 142, 123, 124, 125, 126, 127,
143, 160, 163, 166, 179, 181 128, 129, 132, 133, 141,
Imidakloprid 178 200, 201, 216, 220
Inang 48, 52, 53, 61, 63
L
Industri 3, 30, 126
Lanius Schach 209
Intensitas Serangan 13
Larva 18, 21, 22, 62, 91, 92, 93,
Interkultivasi 32 97, 98, 99, 100, 101, 102,
Invasi 39 103, 104, 105, 106, 107,
Invasif 61, 63 113, 123, 124, 125, 130,
131, 132, 133, 134, 135,
Invertebrata 13, 39, 40, 107
202, 218
J Lepidiota Stigma 191
Jamur 41, 110, 112, 114, 115, Lepidoptera 21, 22, 108, 133,
127, 129, 131, 132, 133, 203
137, 138, 140, 141, 213 Libellulidae 180
Jantan 23, 95, 99, 103, 105, 108,
124, 125, 129, 133, 137, M
138, 141, 142, 143 Macrocentrus sp. 180, 181
Mesofil 51, 64
K
Metabolisme 44, 64
Karnivora 28
Metarhizium Anisopliae 103,
Keanekaragaman Hayati 33, 34,
193
35, 39
Mist Blower 178, 179
Kelapa 3, 5, 10, 16, 215
Mollusca 12
Kelapa Sawit 3, 5, 10
Monokultur 2, 39, 40, 58
Klas 15, 16, 19, 55
Morfologi 52, 215
Klasifikasi 15, 25, 63, 144
Mymaridae 180
Komoditi 47
Komunitas 40, 41, 42 N
Konvensional 173, 181 Nabati 164, 166, 179, 182, 208
Kopi 2, 3, 5, 10, 25, 145, 216
Kopi Arabika 119, 120, 121
Kopi Robusta 120, 128

Hama Utama Tanaman Perkebunan 233


O Pestisida 32, 36, 37, 39, 40, 47,
Oligonychus sp 95, 96 118, 164, 166, 168, 178,
179, 180, 182, 202, 208
Ordo 15, 16, 17, 18, 20, 21, 22,
23, 24, 107 Ploneta Diducta 156
Orthetrum Sabina 181 Polikultur 173, 182
Orthoptera 22, 23, 200, 207 Predator 31, 40, 42, 58, 93, 94,
96, 100, 139, 160, 162, 168,
Oryctes Rhinoceros 101, 102,
180, 182, 222
200, 201, 209, 216, 218,
220, 221 Pressure Sprayer 178
Oxyopes Javanus 181 Produktivitas 5, 8, 25, 30, 31, 32,
33, 39, 145, 216
oxyopes javanus 181
Oxyopidae 180 Pseudococcus Lilacinus 156
Pupa 93, 99, 104, 131, 134
P
Parasa Lepida 97, 156 R
Parasitoid 58, 92, 94, 100, 137, Rattus Argentiventer 15, 188
139, 141, 180, 182 Rattus sp. 117, 156
Pengendalian 13, 14, 47, 56, 91, Rayap 23, 24, 114, 115, 210
92, 93, 96, 100, 102, 103, Residu 37
106, 107, 108, 109, 111,
112, 114, 115, 116, 117, S
118, 156, 158, 159, 162, Scarabidae 200
164, 165, 166, 167, 168,
Scirpophaga Excerptalis 183
173, 178, 179, 180, 182,
199, 201, 205, 206, 208, Scirpophaga Nivella 183
209, 211, 212, 214, 215, Setora Nitens 97, 98
216, 217, 219, 222, 226 Setothosea Asigna 97, 98
Penggerek Tandan Buah 104 Sintetis 178, 179, 180, 182
Perkebunan iii, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, Sosial Budaya 3
8, 9, 10, 15, 25, 29, 30, 31,
Spesies 13, 17, 32, 33, 39, 40
32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39,
145, 206, 208, 215, 216, 221 Starter 178
Pertanian 1, 2, 5, 6, 7, 8, 9, 11, Stylet 64
25, 30, 32, 33, 37, 38, 39, 40, Subsektor 5, 6, 7, 8, 9, 10
42, 145, 200, 201, 205, 209, Subtropis 2, 30, 128, 171, 182
211, 212, 223, 224
Sycanus 222

234 Hama Utama Tanaman Perkebunan


Syrphidae 180

T
Tembaga 178
Tembaga Hidroksida 178
Tettigoniidae 23, 200
Tikus iv, 12, 15, 16, 117
Tirathaba Mundella 104, 105,
203
Toksisitas 33
Trichogramma Chilonis 197
Trofi 46, 56
Trofik 40
Tundra 29, 42
Tungau 95, 96, 107, 215

U
Ulat Api 97, 203

V
Varietas 40, 42, 61, 119, 171,
172, 182, 216
Vegetasi 42
Vertebrata 11, 13, 15, 16

X
Xylem 135, 161, 169

Z
Zeuzera Coffeae 133, 134, 136,
156, 160, 161, 162

Hama Utama Tanaman Perkebunan 235

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai