Anda di halaman 1dari 259

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/376787888

Green Management Strategy

Book · October 2023

CITATIONS READS

0 299

13 authors, including:

Ketut Tanti Kustina Febrianty Febrianty


Universitas Pendidikan Nasional polytechnic palcomtech
35 PUBLICATIONS 65 CITATIONS 57 PUBLICATIONS 217 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

Aditya Wardhana Eka Dasra Viana


Telkom University Bogor Agricultural University
301 PUBLICATIONS 669 CITATIONS 8 PUBLICATIONS 4 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Ahmad Syamil on 24 December 2023.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


COVER
BUNGA RAMPAI

GREEN MANAGEMENT STRATEGY


UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf
a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral
dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23,
Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap:
i Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau
produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual
yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan
informasi aktual;
ii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
hanya untuk kepentingan penelitian ilmu
pengetahuan;
iii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali
pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan
Pengumuman sebagai bahan ajar; dan
iv Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan
pengembangan ilmu pengetahuan yang
memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak
Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku
Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga
Penyiaran.

Sanksi Pelanggaran Pasal 113


1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan
pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa
izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d,
huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
GREEN MANAGEMENT STRATEGY
Dikson Silitonga
Ketut Tanti Kustina
Syaifullah
Ine Alexsandrina Susiva Zain
Yulinda Hardiana
Febrianty
Forman Halawa
Aditya Wardhana
Eka Dasra Viana
Ahmad Syamil
Irra Chrisyanti Dewi
Eva Yuniarti Utami
Hayyumu Farina Nurhalizah

Penerbit

CV. MEDIA SAINS INDONESIA


Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.medsan.co.id

Anggota IKAPI
No. 370/JBA/2020
GREEN MANAGEMENT STRATEGY

Dikson Silitonga
Ketut Tanti Kustina
Syaifullah
Ine Alexsandrina Susiva Zain
Yulinda Hardiana
Febrianty
Forman Halawa
Aditya Wardhana
Eka Dasra Viana
Ahmad Syamil
Irra Chrisyanti Dewi
Eva Yuniarti Utami
Hayyumu Farina Nurhalizah

Editor:
Martin Yehezkiel Sianipar

Tata Letak:
Eleazar Mali P
Desain Cover:
Jevon Ivander Pagappong
Ukuran:
A5 Unesco: 15,5 x 23 cm
Halaman:
viii, 244
ISBN:
978-623-195-612-5
Terbit Pada:
Oktober 2023

Hak Cipta 2023 @ Media Sains Indonesia dan Penulis

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang keras menerjemahkan,


memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit atau Penulis.

PENERBIT MEDIA SAINS INDONESIA


(CV. MEDIA SAINS INDONESIA)
Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.medsan.co.id
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha


Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga
buku yang berjudul Green Management Strategy dapat
dipublikasikan dan sampai dihadapan pembaca. Buku ini
disusun oleh sejumlah akademisi dan praktisi sesuai
dengan kepakarannya masing-masing. Buku ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu
pengetahuan khususnya terkait dengan kajian
keberlanjutan strategi manajemen untuk membangun
keberlanjutan organisasi.
Dalam buku ini akan dijabarkan sebuah panduan yang
komprehensif mengenai konsep green management
strategy dan bagaimana penerapannya dapat membantu
organisasi mencapai kesuksesan jangka panjang sambil
memperhatikan keberlanjutan lingkungan.
Buku ini disusun dari 13 bab yang dibahas secara rinci,
diantaranya: Prinsip Dasar Manajemen Berkelanjutan;
Pendekatan Manajemen Berkelanjutan: Perspektif
Ekonomi; Sosial; Lingkungan; Organisasi Berkelanjutan
(Green Organization); Perilaku Berkelanjutan (Green
Behaviour); Manajemen Sumber Daya Manusia
Berkelanjutan (Green Human Resource Management);
Manajemen Pemasaran Berkelanjutan (Green Marketing);
Manajemen Keuangan Berkelanjutan (Green Finance);
Manajemen Operasional Berkelanjutan (Green Operation
Management); Wirausaha Berkelanjutan (Ecopreneurship);
Studi Kasus: Tanggung Jawab Lingkungan UMKM; dan
Studi Kasus: Organisasi Berkelanjutan Dalam Praktiknya.
Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan
menjadi acuan dalam memahami dan
mengimplementasikan strategi manajemen
berkelanjutan, Kami juga menyadari bahwa penyusunan

i
buku ini membutuhkan saran dan masukan yang
konstruktif demi penyempurnaan lebih lanjut.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada
Penerbit Media Sains Indonesia dan semua timnya yang
telah memfasilitasi penerbitan buku ini. Atas segala
bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak yang telah
berpartisipasi dalam penyusunan buku ini, diucapkan
banyak terima kasih.

Pematang Siantar, September 2023

Editor

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................... iii
1 PRINSIP DASAR MANAJEMEN
BERKELANJUTAN ..................................................1
Pendahuluan ..........................................................1
Pengertian Manajemen Berkelanjutan ....................2
Manfaat dan Tujuan Manajemen Berkelanjutan .....4
Risiko Manajemen Berkelanjutan
(Sustainability Management) ....................................9
Prinsip Dasar Manajemen Berkelanjutan ..............10
Keuntungan Manajemen Berkelanjutan ................16
2 PENDEKATAN MANAJEMEN BERKELANJUTAN:
PERSPEKTIF EKONOMI ........................................23
Manajemen Berkelanjutan dalam Bisnis ...............23
Prinsip Penting Manajemen Berkelanjutan
dalam Konteks Ekonomi .......................................24
Manfaat Manajemen Berkelanjutan dalam
Konteks Ekonomi..................................................27
Penerapan Manajemen Berkelanjutan...................29
Peran Manajerial dalam Mewujudkan
Manajemen Berkelanjutan dalam
Konteks Ekonomi..................................................31
Kegiatan CSR, Manajemen Keberlajutan Dan
Keberlanjutan Ekonomi Perusahaan .....................33
Konsep Sustainability Bisnis .................................33
3 PENDEKATAN MANAJEMEN BERKELANJUTAN:
PERSPEKTIF SOSIAL ............................................39
Pendahuluan ........................................................39

iii
Pengertian Manajemen Berkelanjutan
Perspektif Sosial ...................................................40
Dimensi Sosial dalam
Manajemen Berkelanjutan ....................................42
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
dalam Perspektif Sosial .........................................48
Pilar-Pilar Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan dari Perspektif Sosial .........................50
Konsep Inklusi Sosial dalam Konteks
Manajemen Berkelanjutan ....................................52
4 PENDEKATAN MANAJEMEN BERKELANJUTAN:
PERSPEKTIF LINGKUNGAN ..................................59
Sustainable Development.......................................59
Sustainable Supply Chain Management (SSCM).....60
Sustainable Supply Chain Management and
Standardization Management Systems ..................62
External Pressure on Environmental
Outcomes and Manufacturing Performance ............63
BSC as a Strategic Management System in
Green Marketing ....................................................64
Green, Sustainable and SR-HRM ...........................67
5 ORGANISASI BERKELANJUTAN
(GREEN ORGANIZATION) .......................................75
Latar Belakang dan Konteks .................................75
Definisi dan Karakteristik
Organisasi Berkelanjutan .....................................76
Prinsip-Prinsip Utama
Organisasi Berkelanjutan .....................................78
Pentingnya Membangun
Organisasi Berkelanjutan .....................................79

iv
Tantangan dan Paradoks dalam Menerapkan
Organisasi Berkelanjutan .....................................80
Keberlanjutan sebagai Tren Masa Depan
dalam Praktik Bisnis.............................................84
6 PERILAKU BERKELANJUTAN
(GREEN BEHAVIOUR) ............................................93
Pendahuluan ........................................................93
Konsep Green Behaviour .......................................96
Pengertian Green Behaviour ..................................99
Prinsip Green Behaviour...................................... 102
Ciri-Ciri Green Behaviour .................................... 105
Faktor Pembentuk Perilaku Berkelanjutan ......... 107
7 MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
BERKELANJUTAN (GREEN HUMAN
RESOURCE MANAGEMENT) ................................ 113
Pendahuluan ...................................................... 113
Konsep Dasar Manajemen Sumber Daya
Manusia Berkelanjutan....................................... 114
Prinsip-Prinsip Utama Manajemen SDM
Berkelanjutan ..................................................... 116
Strategi Rekrutmen Berkelanjutan...................... 118
Mengidentifikasi Kebutuhan Tenaga Kerja
Berkelanjutan ..................................................... 118
Mengintegrasikan Aspek Lingkungan dalam
Profil Pekerjaan ................................................... 120
Menerapkan Prinsip-Prinsip Daur Ulang dan
Efisiensi Energi dalam Proses Rekrutmen ........... 122
Mendorong Keterwakilan dan Diversitas
dalam Tim Kerja ................................................. 124
Pengembangan Karyawan Berkelanjutan ............ 125

v
Menerapkan Pendekatan Pembelajaran
Berkelanjutan dalam Organisasi ......................... 127
Memberdayakan Karyawan untuk Menjadi
Agensi Perubahan Berkelanjutan ........................ 130
Mengintegrasikan Prinsip Etika Lingkungan
dalam Pengembangan Karyawan ........................ 132
Kesimpulan......................................................... 134
8 MANAJEMEN PEMASARAN BERKELANJUTAN
(GREEN MARKETING) .......................................... 139
Pengertian Pemasaran Berkelanjutan
(Green Marketing) ................................................ 139
Jenis-Jenis Strategi Pemasaran
Berkelanjutan (Green Marketing Strategy) ........... 140
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Strategi
Pemasaran Berkelanjutan ................................... 145
Dimensi-Dimensi Strategi
Pemasaran Berkelanjutan ................................... 148
Tools Strategi Pemasaran Berkelanjutan ............. 149
9 MANAJEMEN KEUANGAN BERKELANJUTAN.....159
Pendahuluan ...................................................... 159
Tujuan Keuangan Berkelanjutan ........................ 166
10 MANAJEMEN OPERASI BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE OPERATION MANAGEMENT)........175
Pendahuluan ...................................................... 175
Aspek Lingkungan dalam
Operasi Berkelanjutan ........................................ 176
Pengelolaan Rantai Pasok Berkelanjutan ............ 179
Logistik Berkelanjutan dan
Pengurangan Emisi CO2 ..................................... 180
Inovasi Teknologi dan Digitalisasi ....................... 180

vi
Manajemen Data untuk Pemantauan dan
Pengambilan Keputusan Berkelanjutan .............. 180
Penggunaan Internet of Things (IoT) dalam
Manajemen Operasi ............................................ 181
Karyawan dan Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan .............................................. 182
Pengukuran Kinerja Berkelanjutan ..................... 183
Studi Kasus ........................................................ 184
Solusi dan Strategi yang Ditemukan: .................. 185
Hasil yang Dicapai: ............................................. 185
Kesimpulan......................................................... 188
11 WIRAUSAHA BERKELANJUTAN
(ECOPRENEURSHIP) ............................................ 193
Pendahuluan ...................................................... 193
Esensi Ecopreneurship ........................................ 198
Implementasi Ecopreneurship dalam Konsep
Pembangunan Berkelanjutan.............................. 200
Hambatan dalam Ecopreneurship........................ 203
Model Bisnis Ecopreneurship Berkelanjutan .......205
12 STUDI KASUS: TANGGUNG JAWAB
LINGKUNGAN UMKM ......................................... 211
Kesadaran Lingkungan di Kalangan UMKM ........211
Implementasi Praktik Ramah Lingkungan: ......... 215
Kolaborasi dengan Pihak Eksternal .................... 217
Dampak Lingkungan dan Sosial dari
Praktik UMKM .................................................... 220
13 STUDI KASUS: ORGANISASI
BERKELANJUTAN DALAM PRAKTIKNYA ............ 225
Pengantar ........................................................... 225

vii
PT Tjiwi Kimia ..................................................... 228
PT Tjiwi Kimia Sidoarjo dan Keberlanjutan ......... 229
Keberlanjutan Organisasi dalam
Bidang Lingkungan ............................................. 231
Keberlanjutan Organisasi dalam Bidang Sosial ...235
Keberlanjutan Organisasi dalam
Bidang Ekonomi ................................................. 239

viii
1
PRINSIP DASAR MANAJEMEN
BERKELANJUTAN

Dr. Dikson Silitonga, MM.


Institut Bisnis Nusantara (Ibn) Jakarta

Pendahuluan
Pada prinsipnya manajemen keberlanjutan
menggabungkan konsep keberlanjutan dengan
manajemen. Tujuan utama keberlanjutan adalah untuk
memenuhi kebutuhan generasi saat ini dengan cara yang
tidak membahayakan potensi generasi mendatang untuk
melakukan hal yang sama. Manajemen keberlanjutan
terdiri dari praktik organisasi yang pada akhirnya
mengarah pada pembangunan berkelanjutan. Ini
melibatkan produksi dan konsumsi ekonomi yang
mengurangi dampak lingkungan dan memfasilitasi
konservasi sumber daya. Tekanan terus-menerus pada
sumber daya alam kita telah menimbulkan biaya produksi
yang besar bagi perusahaan di seluruh dunia. Manajer
keberlanjutan memperluas fokus mereka pada pelestarian
sumber daya alam dan ekosistem secara keseluruhan.
Dengan manajemen keberlanjutan diharapkan dapat
mengurangi biaya dan risiko, meningkatkan reputasi dan
legitimasi, menghasilkan keunggulan kompetitif, dan
memajukan pembangunan berkelanjutan perusahaan
dan masyarakat.

1
Pengertian Manajemen Berkelanjutan
Manajemen yang baik menurut Williams (2001 : 8), adalah
bekerja dengan menggunakan orang lain dalam
menjalankan tugas-tugas yang membantu pencapaian
tujuan organisasi seefisien mungkin. Robbins and Coulter
(2012:36) mengemukakan bahwa manajemen juga
memperhatikan efiektivitas dan melakukan aktivitas
sedemikian rupa sehingga mencapai tujuan organisasi.
Artinya manajemen berkepentingan dengan pencapaian
tujuan organisasi yang sudah ditentukan sebelumnya.
Sejalan dengan pandangan di atas, Handoko (2003:10)
menyebutkan bahwa manajemen dapat diartikan sebagai
kerja sama dengan orang-orang untuk menentukan,
menjelaskan dan mencapai tujuan organisasi dengan
menjalankan fungsi perencanaan, pengorganisasian,
penyiapan staf, pengarahan, kepemimpinan, dan
pengawasan.

Gambar 1.1 Arti Manajemen


Menghadapi perubahan yang terus terjadi dan berjalan
secara cepat menuntut setiap organisasi mampu
merespon dengan cepat dan tepat pula sehingga mampu
terus bertahan. Ketidakmampuan merespon perubahan
yang terjadi secara cepat dan tepat dapat menyebabkan
organisasi ditinggal oleh stakeholder penggunanya. Oleh
karena itu keberlanjutan (sustainability) merupakan isu
penting dan strategis saat ini ketika banyak disruption

2
dan perubahan yang hadir ke organisasi. Didorong oleh
mega tren, seperti perubahan iklim, migrasi, globalisasi,
atau perkembangan populasi, pembangunan
berkelanjutan dan manajemen keberlanjutan kini telah
menjadi perhatian penting bagi hampir semua
perusahaan.
Konsep keberlanjutan merupakan keadaan yang
dihasilkan dari isu pembangunan berkelanjutan dengan
melibatkan komitmen untuk kemajuan ekonomi,
kesejahteraan sosial, dan pelestarian lingkungan (Benn et
al., 2013). Menurut Frostenson et al., (2022),
keberlanjutan organisasi merupakan sesuatu yang
direkayasa untuk mempertahankan organisasi tetap
tumbuh dan eksis melalui upaya internal yang kuat dan
kerja kolaboratif dengan konsumen/mitra. Singkatnya
diperlukan manajemen berkelanjutan.
Manajemen berkelanjutan adalah penerapan atau praktik
yang mencakup sektor bisnis, ekonomi, sosial, dan
lingkungan hidup, yang mana pengelolaannya
memberikan manfaat bagi generasi sekarang dan
mendatang. Tujuannya adalah untuk mencapai
keseimbangan atau sinergi bagi perusahaan. Manajemen
berkelanjutan pada hakikatnya adalah hal yang
berkelanjutan namun dilakukan dalam kerangka sistem
pengelolaan. Dengan kata lain, pengelolaan suatu
perusahaan atau organisasi bisnis dapat dilakukan sesuai
dengan konsep keberlanjutan dengan integrasi ekonomi
dan sosial dalam rencana bisnis dan strategi
pengembangan bisnis yang sedang dilaksanakan.
Dan menurut Huhn (2022:8), “tentu saja, dunia usaha,
sebagai aktor sentral dan berpengaruh dalam masyarakat
modern, harus berkontribusi dengan menggunakan
berbagai elemen pengelolaan berkelanjutan, dengan
mengurangi dampak lingkungan dan sosial, atau dengan
secara aktif dan positif memberikan kontribusi terhadap

3
pembangunan berkelanjutan melalui model bisnis, barang
dan jasa yang berfokus pada keberlanjutan. Sustainability
management dapat dicirikan oleh upaya kolektif dari
perusahaan untuk berkontribusi pada pembangunan
berkelanjutan. Karena pembuat kebijakan dan politisi
dibatasi oleh batas-batas negara, pelanggan sering kali
tidak mengetahui atau tidak peduli tentang konsekuensi
dari keputusan pembelian yang mereka lakukan, dan
perusahaan mungkin merasakan tekanan dari kekuatan
pasar jika peraturan lingkungan yang lebih ketat tidak
membuahkan hasil secara finansial. Kontribusi
sustainability management terhadap sustainable
development dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1.2. Element and Actors of Sustainable Development


and Sustainability Management (Huhn :8)

Manfaat dan Tujuan Manajemen Berkelanjutan


Tentu saja, dengan manajemen keberlanjutan yang baik,
perusahaan dapat menikmati sejumlah manfaat penting.
Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.

4
1. Meningkatkan Reputasi Perusahaan
Salah satu manfaat dari konsep manajemen
berkelanjutan adalah meningkatkan reputasi dan
ekuitas perusahaan. Memang benar bahwa sistem
manajemen berkelanjutan dapat memperkuat dan
meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap
suatu perusahaan. Oleh karena itu, tidak
mengherankan jika reputasi perusahaan terus
meningkat, maka ekuitas dan nilainya pun akan
meningkat. Perusahaan bahkan dapat mengalami
ekspansi dan pertumbuhan bisnis organik seiring
berjalannya waktu. Karena seperti yang kita ketahui,
reputasi suatu perusahaan meningkat berkat
kepuasan konsumen terhadap produk/jasa yang
dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Selain itu,
pelayanan yang baik dari perusahaan juga dapat
meningkatkan kepercayaan terhadap merek dan
perusahaan. Hal ini mencakup pengelolaan
berkelanjutan yang mempertimbangkan berbagai
aspek, seperti kondisi sosial dan lingkungan di sekitar
bisnis.
2. Pengelolaan Perusahaan yang Semakin Membaik
Peningkatan reputasi suatu perusahaan tentunya
tidak terlepas dari pengelolaannya, yang juga
ditingkatkan melalui sistem manajemen yang
berkelanjutan. Misalnya, bisnis dengan sistem dan
organisasi yang kuat dan terintegrasi akan lebih
mudah melakukan pekerjaannya dengan lebih efektif.
Dengan cara ini, tata kelola dan sistem manajemen
perusahaan akan terus ditingkatkan. Dengan cara ini,
bisnis dapat memberikan hasil terbaik bagi
konsumen. Kualitas produk dan layanan perusahaan
akan selalu ditingkatkan melalui sistem manajemen
berkelanjutan yang mendorong pengelolaan bisnis
yang lebih baik.

5
3. Efisiensi Kegiatan Operasional Perusahaan
Manfaat lain dari manajemen keberlanjutan adalah
dapat memungkinkan perusahaan menjalankan
proses perencanaan bisnis dan operasional dengan
lebih efektif. Hal ini dikarenakan manajemen
perusahaan pada hakikatnya bekerja dengan sistem
yang terintegrasi sehingga proses operasional lebih
menguntungkan bagi perusahaan. Hal ini berdampak
positif terhadap perkembangan perusahaan
khususnya secara finansial. Posisi keuangan
perseroan semakin didukung oleh investasi dari pihak
lain yang meyakini bahwa perseroan mempunyai
reputasi yang baik, hasil yang positif dan akan terus
eksis dalam jangka panjang.
4. Menghemat Biaya Produksi
Manajemen berkelanjutan dapat membuat
pengelolaan usaha menjadi lebih efektif. Salah satu
penyebab efisiensi tersebut adalah biaya produksi
(harga pokok penjualan) dan beban operasional
cenderung lebih rendah jika perusahaan menerapkan
konsep manajemen berkelanjutan tersebut. Bahkan
seluruh proses bisnis menjadi lebih hemat. Sistem
manajemen yang juga melibatkan faktor ekonomi,
sosial, dan lingkungan ini mau tidak mau membuat
perusahaan mendapat lebih banyak masukan dan
inovasi dari lingkungannya. Hal ini juga mencakup
inovasi di bidang manufaktur, yang menyebabkan
perusahaan mengeluarkan biaya lebih rendah agar
lebih hemat biaya.
5. Rekrut Sumber Daya Manusia Mudah
Keuntungan lain yang dapat diperoleh perusahaan
dengan menggunakan sistem manajemen
keberlanjutan adalah kemudahan dalam merekrut
sumber daya manusia. Memang benar, sistem

6
manajemen keberlanjutan mengintegrasikan seluruh
elemen gaya atau model manajemen perusahaan,
yang tentu saja memudahkan untuk menarik lebih
banyak kandidat. Selain itu, jika nama perusahaan
melejit, banyak kandidat berkualitas yang ingin
menjadi bagian dari perusahaan tersebut. Di sinilah
semakin mudah bagi perusahaan untuk merekrut
tenaga kerja berketerampilan tinggi dan berkontribusi
terhadap perkembangan dan pertumbuhan
perusahaan.
6. Mampu Menarik Lebih Banyak Investor
Keunggulan-keunggulan di atas dalam menerapkan
manajemen berkelanjutan tentunya akan membuat
nama perusahaan semakin terkenal di kalangan
pebisnis dan investor. Nama dan reputasi perusahaan
yang semakin berkembang akan membuat para
investor ingin menanamkan modalnya pada
perusahaan tersebut. Jika perusahaan Anda
menggunakan sistem manajemen keberlanjutan,
perusahaan Anda tidak dapat tumbuh lebih jauh
melalui investasi eksternal setelah menghitung nilai
ROI dan RoR dengan cermat. Faktanya, tidak hanya
investor saja yang datang ke bisnis Anda, banyak juga
pelanggan yang ingin menjadi mitra bisnis dan
menjalin hubungan kerjasama agar bisnis terus
berkembang.
Tabel 1.1. Manfaat Manajemen Berkelanjutan

No. Manfaat Manajemen Penyebab


Berkelanjutan
1 Meningkatkan Reputasi Bertambah dan
meningkatkan
Perusahaan
kepercayaan
konsumen akibat
Sistem manajemen
berkelanjutan

7
2 Pengelolaan Perusahaan yang • Adanya sistem
manajemen
Semakin Membaik
berkelanjutan
• Memiliki sistem
dan
pengorganisasian
terintegrasi
3 Efisiensi Kegiatan Operasional Berjalannya
manajemen
Perusahaan
perusahaan dengan
sistem terintegrasi
4 Menghemat Biaya Produksi • Biaya produksi
(cost of goods sold)
cenderung lebih
rendah
• Operating expense
cenderung lebih
rendah
5 Rekrut Sumber Daya Manusia Integrasi seluruh
faktor dalam pola
Mudah
manajemen
6 Mampu Menarik Lebih Banyak • Nama baik
Investor • Reputasi baik

Manajemen keberlanjutan yang efektif dapat membantu


mencapai tujuan berikut:
1. Manajemen ekonomi global : Manajemen
keberlanjutan memungkinkan organisasi memangkas
biaya bahan bakar dan mengurangi dampak
kesehatan dari polusi air dan udara.
2. Mengamankan masa depan yang
berkelanjutan: Manajemen keberlanjutan
memfasilitasi pembangunan berkelanjutan dan
merupakan pendekatan konstruktif untuk
mengamankan masa depan yang
berkelanjutan. Meskipun demikian, adopsi yang
meluas di sektor swasta dan publik sangat penting
untuk kesuksesan.

8
3. Memastikan pertumbuhan jangka
panjang: Keberlanjutan telah menjadi prioritas di
berbagai sektor. Bisnis telah mengakui pentingnya
mengadopsi cara berkelanjutan untuk bertahan hidup
di masa depan. Organisasi di seluruh dunia dapat
memperoleh keuntungan penggerak pertama dan
memastikan pertumbuhan linier dalam jangka
panjang melalui manajemen keberlanjutan.

Gambar 1.3 Tujuan Manajemen Berkelanjutan

Risiko Manajemen Berkelanjutan (Sustainability


Management)
Meski menawarkan banyak manfaat, namun perlu diingat
bahwa manajemen berkelanjutan juga memiliki potensi
risiko yang perlu diwaspadai. Beberapa risiko yang sering
dihadapi dunia usaha ketika hendak menerapkan
manajemen berkelanjutan antara lain:
1. Proses Implementasi yang Rumit
Salah satu risiko yang dihadapi perusahaan adalah
banyaknya tantangan terutama dalam penerapan
perubahan sistem manajemen perusahaan. Sistem
pengelolaan yang tadinya tradisional kini harus
berkembang menjadi sistem berkelanjutan. Tentu saja
hal ini menuntut seluruh karyawan untuk
beradaptasi dengan metode manajemen yang baru.

9
Oleh karena itu, proses penerapan sistem manajemen
keberlanjutan ini dapat menjadi lebih kompleks dan
memerlukan waktu bagi seluruh level karyawan di
perusahaan Anda untuk beradaptasi sepenuhnya.
2. Mengubah Pola Kepemimpinan
Risiko selanjutnya yang harus dihadapi suatu
perusahaan jika ingin menerapkan sistem manajemen
berkelanjutan adalah pola kepemimpinan. Para
pemimpin bisnis harus selalu siap menerapkan sistem
manajemen baru untuk mengelolanya dengan baik di
perusahaan. Pada hakikatnya, manajemen
berkelanjutan merupakan sebuah konsep baru yang
dapat membawa banyak manfaat bagi pertumbuhan
bisnis, baik secara organik maupun organik, melalui
merger dan akuisisi. Karena menjalankan bisnis
menurut konsep ini memiliki berbagai keuntungan
dan keuntungan yang pada akhirnya akan membantu
bisnis mencapai keuntungan dan pendapatan yang
lebih tinggi. Konsep manajemen bisnis menyampaikan
praktik manajemen berkelanjutan yang
meningkatkan operasional bisnis, termasuk generasi
masa depan yang menggantikan para pemimpin
bisnis. Bisnis Anda kemudian akan tetap eksis dan
bertahan lama berkat konsep manajemen yang tepat.

Prinsip Dasar Manajemen Berkelanjutan


Dalam manajemen harus ada prinsip-prinsip yang harus
dihormati terutama dalam pengambilan keputusan agar
tidak terjadi kesalahan-kesalahan yang mendasar. Oleh
karena itu, tidak mengherankan jika prinsip-prinsip
manajemen merupakan hal yang mendasar, penting dan
menjadi kunci keberhasilan dalam manajemen. Sifat
prinsip ini harus fleksibel. Artinya prinsip-prinsip
pengelolaan pada saat penerapannya tidak bersifat
mutlak melainkan dapat disesuaikan dengan kondisi

10
lapangan tanpa mengabaikan tujuan yang telah
ditetapkan. Menurut Henry Rayol, ada 14 prinsip umum
manajemen yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Pembagian Kerja
Setiap pegawai mempunyai keahlian yang berbeda-
beda sehingga harus dikelompokkan berdasarkan
pembagian kerjanya. Dengan menerapkan prinsip ini,
pegawai dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik
karena terdistribusi. Selain itu, ini bekerja lebih
efisien. Membagi tugas ke dalam area tertentu akan
meningkatkan tingkat akurasi saat
melaksanakannya, yang juga dapat meningkatkan
produktivitas. Pekerjaan dapat dipercayakan kepada
orang yang ahli dibidangnya.
2. Wewenang dan Tanggung Jawab
Untuk mencapai tujuan suatu organisasi, harus ada
seorang pemimpin yang mempunyai wewenang
memberi perintah. Dengan melakukan hal tersebut
maka akan memudahkan kelancaran dan optimalnya
operasional bisnis. Oleh karena itu, seseorang harus
mempunyai wewenang untuk memberikan perintah
kepada bawahannya. Itu tugas manajer. Kekuasaan
ini disertai dengan tanggung jawab yang timbul
darinya. Untuk melakukan hal ini, harus ada kontrak
atau perjanjian tertulis untuk menghindari
penyalahgunaan kekuasaan.
3. Disiplin
Disiplin juga menjadi nilai inti untuk mencapai visi
dan misi yang diinginkan. Jadi, hal ini juga
meningkatkan kesehatan organisasi melalui rasa
saling menghormati. Pekerjaan juga bisa selesai
dengan cepat jika menerapkan prinsip ini.

11
4. Perintah Terpadu
Dengan menerima perintah dari seorang manajer,
tugas menjadi lebih fokus dibandingkan ketika diberi
perintah oleh banyak orang. Jika Anda menerima
tugas dari seseorang, karyawan tersebut bertanggung
jawab atas pesanan tersebut. Lain halnya jika banyak
perintah yang membuat pegawai kebingungan dalam
pelaksanaannya. Biasanya setiap orang mempunyai
pendapat yang berbeda-beda, sehingga konflik mudah
muncul.
5. Kesatuan Pengarahan
Tujuan dari prinsip ini adalah agar karyawan
melakukan aktivitas yang sama dan mengejar tujuan
yang sama. Dengan demikian, penting untuk
membentuk tim dalam mencapai tujuan dan rencana
organisasi yang diinginkan. Dalam hal ini manajer
bertindak sebagai pengawas dan bertanggung jawab
atas kegiatan tersebut.
6. Mengutamakan Kepentingan Organisasi Di Atas
Kepentingan Pribadi
Kepentingan organisasi harus diutamakan dan
diprioritaskan. Memang organisasi itu melibatkan
banyak orang dan tujuannya juga diarahkan untuk
kepentingan bersama. Tindakan ini harus dilakukan
oleh seluruh bagian organisasi, baik karyawan
maupun manajer.
7. Penggajian Karyawan
Salah satu motivasi konstruktif karyawan adalah
mengenai sistem penggajian. Dengan menetapkan gaji
yang sesuai dengan fungsi dan jabatannya, organisasi
akan beroperasi secara efisien. Pasalnya, banyak
karyawan di beberapa perusahaan yang
mengundurkan diri atau berhenti bekerja karena

12
gajinya tidak sesuai dengan tugasnya. Oleh sebab itu,
perusahaan harus menetapkan gaji yang sesuai
karyawan sehingga kegiatan operasionalnya tidak
terhambat. Gaji seorang karyawan tidak hanya
berkaitan dengan uang saja, tetapi juga dibedakan
menjadi dua jenis yaitu: non-moneter dan moneter.
Jenis non-moneter adalah penghargaan seperti
pujian, pengakuan, dan peningkatan tanggung jawab.
Hal ini meningkatkan semangat karyawan untuk
bekerja lebih efisien dan merasa dihargai oleh
manajemen. Tipe kedua adalah moneter dan
mencakup kompensasi keuangan seperti gaji, bonus,
dan laim-lain.
8. Sentralisasi
Dalam menjalankan manajemen, tanggung jawab
harus dilaksanakan secara seimbang. Sentralisasi
kekuasaan pada posisi tertinggi seperti dewan direksi
juga penting. Ini bukan hanya keterampilan manajer
di berbagai bidang. Setiap manajer juga bertanggung
jawab kepada manajemen senior untuk menjaga
keseimbangan. Selain itu, penting untuk
mempraktikkan manajemen menengah di antara
karyawan atau yang kita sebut hierarki.
9. Hirarki (Tingkat)
Hirarki atau tingkatan ini juga diperlukan dalam
organisasi. Jabatannya memikul tanggung jawab dan
wewenang tertentu tergantung pada jabatan yang
dipegang dan keahliannya. Tingkat atas biasanya
dipegang oleh manajemen senior. Kemudian naik ke
level manajemen menengah dan level paling bawah
adalah karyawan. Prinsip ini mengisyaratkan bahwa
harus ada batasan dan batasan yang jelas dalam
segala bidang kekuasaan. Dengan cara ini, karyawan

13
akan dengan mudah memahami siapa yang menjadi
tanggung jawabnya.
10. Ketertiban
Setiap pegawai dalam organisasi harus mempunyai
kemampuan yang sesuai dengan bidang pekerjaannya
agar dapat berfungsi dengan lancar. Selain itu,
penting untuk menjaga lingkungan kerja yang baik,
mulai dari keselamatan, kebersihan, dan ketertiban
penggunaan peralatan kantor.
11. Keadilan dan Kejujuran
Keadilan dan kejujuran sudah tidak asing lagi dalam
persyaratan manajemen suatu organisasi. Setiap
perusahaan juga mewajibkan karyawannya bersikap
adil dan jujur dalam bekerja. Selain itu, manajer juga
harus memperlakukan karyawannya dengan adil.
Jangan biarkan penipuan dan eksploitasi berlebihan
terhadap karyawan karena dapat merusak
kepercayaan dan menimbulkan perpecahan. Keadaan
perusahaan yang buruk ini menimbulkan konflik
internal bahkan berujung pada kebangkrutan.
12. Stabilkan Kondisi Pekerja
Stabilitas adalah sesuatu yang harus menjadi
prioritas dalam sebuah organisasi. Penataan dan
pengelolaan personel juga harus seimbang.
Perusahaan harus mampu memberikan pelayanan
yang terbaik sesuai dengan kondisi karyawannya.
Dalam hal ini, manajemen dituntut untuk
meminimalisir perpindahan dan turnover karyawan.
Banyaknya karyawan yang ingin pindah dan
mengundurkan diri juga menimbulkan permasalahan
karena dapat menghambat operasional perusahaan.
Selain itu, banyaknya karyawan yang keluar dari
perusahaan juga mempengaruhi keuangan

14
perusahaan karena membuka posisi tersebut juga
membutuhkan modal dan kemajuan. Akibatnya,
pendapatan menurun dan menyulitkan organisasi
untuk berkembang.
13. Prakarsa
Inisiatif atau inisiatif memegang peranan penting
dalam memajukan organisasi. Karyawan
membutuhkan ide dan kreativitas baru. Melalui ide
dan kreatif, Anda dapat mendatangkan keuntungan
bagi perusahaan Anda. Perusahaan mesti selalu
berkembang dan tidak mengikuti aturan lama. Untuk
dapat beradaptasi dengan perkembangan saat ini,
diperlukan kreativitas untuk selalu membangkitkan
minat pelanggan. Jadi, setiap perusahaan hendaknya
memberikan fasilitas dan terbuka terhadap ide-ide
kreatif karyawannya. Oleh karena itu, penting untuk
mempertimbangkan saran karyawan untuk
meningkatkan perusahaan.
14. Semangat Solidaritas dan Semangat Korps
Prinsip ini dipahami sebagai semangat perjuangan
untuk berintegrasi ke dalam semangat solidaritas
buruh. Semangat solidaritas ini diterapkan untuk
menciptakan lingkungan kerja yang damai dan di
dalamnya tumbuh rasa percaya dan saling
menghargai. Tugas ini juga diemban oleh para
manajer yang berusaha mengembangkan etika dan
soft skill yang baik di tempat kerja. Dengan demikian,
solidaritas akan terjalin dan komunikasi antar rekan
kerja akan semakin baik sehingga proses informasi di
dalam perusahaan dapat berjalan dengan lancar.
Di dunia modern saat ini, keberlanjutan memainkan
peran penting dalam keputusan bisnis. Artinya
keberlanjutan menjadi prioritas utama dalam pengelolaan

15
bisnis. Di bawah ini prinsip-prinsip dasar pengelolaan
berkelanjutan dalam dunia modern, yaitu:
1. Keberhasilan manajemen berkelanjutan bergantung
pada analisis efektif dan penerapan kebijakan dan
strategi yang paling efektif. Meningkatnya biaya
produksi perusahaan karena menipisnya sumber
daya alam telah mendorong investasi pada teknologi,
kebijakan, dan strategi berkelanjutan untuk
memastikan laba atas investasi yang maksimal.
2. Manajemen berkelanjutan menggabungkan seni dan
ilmu manajemen dengan kebijakan lingkungan.
Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan
dinamika manajemen modern, beralih dari manipulasi
keuangan sederhana menuju alokasi sumber daya
dan mengurangi kekhawatiran. Landasan pengelolaan
berkelanjutan terletak pada pemahaman
ketergantungan manusia terhadap alam dan
memanfaatkannya untuk menjamin kesejahteraan
bersama bagi semua orang.
3. Pengelolaan berkelanjutan memastikan penggunaan
sumber daya alam tanpa memaparkannya pada risiko
penipisan dan memungkinkan sumber daya tersebut
beregenerasi untuk memenuhi kebutuhan masa
depan.

Keuntungan Manajemen Berkelanjutan


Manajemen merupakan suatu mekanisme untuk
mencapai tujuan secara tertib dan terarah. Tanpa
manajemen yang baik, bisnis tidak akan bisa tumbuh dan
sukses. Maka tidak heran jika setiap perusahaan akan
memilih dan mengadopsi model manajemen yang sesuai
dengan organisasi dan bidang usahanya. Beberapa
keuntungan mengadopsi manajemen berkelanjutan
(Sustainability management), adalah antara lain:

16
1. Mengadopsi manajemen berkelanjutan dapat
membantu organisasi untuk meningkatkan citra
publik mereka secara signifikan. Ini meningkatkan
kepercayaan dan memungkinkan pemilik bisnis
untuk meningkatkan basis klien mereka.
2. Teknologi berkelanjutan terkenal karena menghemat
biaya dan mempercepat produktivitas. Produktivitas
yang lebih baik berarti hasil yang lebih baik, dan
pengurangan biaya menunjukkan penggunaan
sumber daya dan peralatan yang efisien.
3. Perubahan iklim dan urgensi respons telah
mendorong lembaga pemerintah di seluruh dunia
untuk memperketat peraturan. Bisnis dapat dengan
mulus mematuhi semua peraturan tersebut dengan
bantuan manajemen keberlanjutan.
4. Pengurangan limbah adalah manfaat penting lainnya
dari keberlanjutan. Bisnis apa pun yang mengadopsi
manajemen keberlanjutan akan mengurangi jejak
limbahnya dengan beralih ke produk berkelanjutan
dalam produksi dan konsumsi.
5. Manajemen keberlanjutan mengarah pada biaya yang
lebih rendah, peningkatan efisiensi, dan produktivitas
yang lebih baik. Aspek penting lain yang berdampak
pada keberlanjutan adalah keuntungan. Ini mengarah
pada pendapatan yang lebih baik bagi perusahaan
dan memastikan kepuasan maksimal konsumen,
pemangku kepentingan, dan tenaga kerja.
6. Berbicara tentang tenaga kerja, manajemen
keberlanjutan membantu perusahaan untuk menarik
karyawan serta investor ke depan. Perusahaan yang
telah mengadopsi keberlanjutan bereputasi baik dan
memiliki catatan keuangan yang sehat. Karyawan
dapat meramalkan pertumbuhan dan kebebasan

17
untuk beroperasi secara koheren dengan teknologi
yang tersedia.
7. Menerapkan strategi berkelanjutan membutuhkan
kerja tim dan menumbuhkan budaya kolaboratif
dalam organisasi. Ini mengarah pada inovasi dan
mendukung pertumbuhan yang sehat di tingkat
perusahaan.

18
Daftar Pustaka
Benn, S., Edwards, M., & Angus-Leppan, T. (2013).
Organizational Learning and the Sustainability
Community of Practice: The Role of Boundary Objects.
Organization and Environment, 26(2), 184–202.
https://doi.org/10.1177/1086026613489559
Chabra, Atin. (2022). Pengantar Manajemen Berkelanjutan
: Tujuan, Prinsip, dan Keuntungan. https://blog-se-
com.translate.goog/sustainability/2022/06/27/an-
introduction-to-sustainability-management-objective-
principles-
advantages/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x
_tr_pto=tc (Diakses tanggal 4 Mei 2022).
Daft, Richard L. (2010). Era Baru Manajemen Edisi 9.
Jakarta : Salemba Empat.
Frostenson, M., Helin, S., & Arbin, K. (2022).
Organizational sustainability identity : Constructing
oneself as sustainable. Scandinavian Journal of
Management, 38(3), 101229.
https://doi.org/10.1016/j.scaman.2022.101229
Handoko, T, Hani. (2003). Manajemen Edisi 2. Yogyakarta
: BPFE-Yogyakarta.
Hahn, Rüdiger. (2022). Sustainability Management: Global
Perspectives on Concepts, Instruments, and
Stakeholders. Germany : Rüdiger Hahn.
Nisa. (2022). Manfaat Penerapan Sustainability
Management untuk Pertumbuhan Bisnis.
https://inmarketing.id/sustainability-management-
adalah.html (Diakses tanggal 6 Juli 2023)
Nugraha, Ganjar. (2022). Pengertian Sustainability
Management. Amekari Jurnal.
https://www.jurnal.id/id/blog/sustainability-
management/ (Diakses tanggal 20 Juli 2023)
PPM SoM. (2022). Konsep Dasar Manajemen: Pengertian
dan Karakteristik. https://ppmschool.ac.id/konsep-
dasar-manajemen/ (Diakses tanggal 6 Juni 2023)

19
………… (2022). Prinsip Manajemen: Pengertian dan
Penerapan. https://ppmschool.ac.id/prinsip-
manajemen/ (Diakses tanggal 21 Juli 2023)
Robbins, Stephen P, dan Coulter, Mary. (2012).
Management Eleventh Edition. England : Pearson.
Williams, Chuck. (2001). Manajemen. Jakarta : Salemba
Empat.

20
Profil Penulis
Dr. Dikson Silitonga, MM.
Ketertarikan penulis terhadap ilmu manajemen
dimulai sejak1983 silam. Hal tersebut membuat
penulis memilih untuk masuk Sekolah Menengah
Ekonomi Atas (SMEA) Negeri Padangsidimpuan
dengan memilih jurusan Tata Niaga dan berhasil
lulus pada tahun 1986. Penulis kemudian
melanjutkan Pendidikan ke Perguruan Tinggi dan
berhasil menyelesaikan studi S1 di Jurusan Pendidikan Dunia
Usaha prodi Tata Niaga IKIP Negeri Medan (UNIMED) pada
1991. Pada tahun 2008, penulis menyelesaikan studi S2 di
prodi Magister Management pada PPs Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi (STIE) Nusantara Jakarta. Dua tahun kemudian,
penulis melanjutkan pendidikan S3 (Program Doktoral) pada
PPs Universitas Negeri Jakarta prodi Manajemen Pendidikan
dan berhasil lulus tahun 2014. Untuk meningkatkan
kepakarannya dibidang manajemen, khususnya Manajemen
Sumber Daya Manusia, penulis mengkuti pelatihan-pelatiahan
bersertifikat, seperti Pelatiahan Certified Conpensation
Professional (CCP) tahun 2020 dan Pelatihan Certified
Professional Human Capital Management (CPHCM) tahun 2020.
Sedang dibidang ekonomi, penulis aktif mengajar mata kiliah
Ekonomi Makro/Mikro, Perekonomian Indonesia, dan Ekonomi
manajerial. Dan untuk mewujudkan karir sebagai dosen
professional, penulis aktif sebagai peneliti dibidang
kepakarannya tersebut yang sebagian besar dipublikasikan di
Jurnal Kampus. Sebagai peneliti, penulis juga aktif menulis
modul dan buku dengan harapan dapat memberikan kontribusi
positif bagi nusa dan bangsa. Dan untuk pengabdian
masyarakat, penulis juga mendirikan PANUTURI Consulting
Education pada tahun 2010.
Email Penulis : diksonpanuturi@gmail.com

21
22
2
PENDEKATAN MANAJEMEN
BERKELANJUTAN:
PERSPEKTIF EKONOMI

Ketut Tanti Kustina, SE, M.M, Ak, CA, CSRA


Universitas Pendidikan Nasional

Manajemen Berkelanjutan dalam Bisnis


Manajemen berkelanjutan (sustainability management)
dalam bisnis mengacu pada pendekatan yang berfokus
pada integrasi prinsip-prinsip ekonomi, sosial, dan
lingkungan dalam kegiatan operasional perusahaan
dengan tujuan jangka panjang yang berkelanjutan.
Definisi ini mencakup pengelolaan sumber daya alam,
perlindungan lingkungan, pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan, dan keadilan sosial. Manajemen
berkelanjutan melibatkan pengambilan keputusan yang
mempertimbangkan dampak jangka panjang dari
tindakan perusahaan terhadap lingkungan alam,
masyarakat, dan ekonomi. Pendekatan ini bertujuan
untuk mencapai keselarasan antara keberlanjutan
lingkungan, keadilan sosial, dan kesejahteraan
ekonomi(Chandra et al., 2021).
Dalam konteks bisnis, manajemen berkelanjutan
mencakup aspek-aspek seperti penggunaan sumber daya
yang efisien, pengurangan limbah dan emisi,

23
pengembangan produk dan layanan yang ramah
lingkungan, perlakuan yang adil terhadap karyawan dan
masyarakat sekitar, serta keterlibatan dalam inisiatif
sosial dan lingkungan.
Tujuan dari manajemen berkelanjutan dalam bisnis
adalah untuk menciptakan nilai jangka panjang bagi
perusahaan, stakeholder, dan masyarakat secara
keseluruhan, sambil mempertahankan keberlanjutan
planet kita. Dengan mengadopsi praktik-praktik
manajemen berkelanjutan, perusahaan dapat mengurangi
risiko lingkungan, meningkatkan efisiensi operasional,
memperkuat reputasi merek, serta berkontribusi pada
pembangunan berkelanjutan secara keseluruhan.
Dalam praktiknya, manajemen berkelanjutan melibatkan
pengukuran dan pelaporan kinerja perusahaan dalam hal
ekonomi, sosial, dan lingkungan. Metrik dan indikator
kinerja yang umum digunakan dalam manajemen
berkelanjutan meliputi jejak karbon, penggunaan energi,
efisiensi sumber daya, keberlanjutan rantai pasok,
kualitas produk dan layanan, keberagaman karyawan,
serta partisipasi dalam inisiatif sosial dan filantropi.
Secara keseluruhan, manajemen berkelanjutan dalam
bisnis merupakan pendekatan yang holistik dan proaktif
untuk menjalankan operasi perusahaan dengan
mempertimbangkan dampaknya terhadap orang, planet,
dan keuntungan jangka panjang.

Prinsip Penting Manajemen Berkelanjutan dalam


Konteks Ekonomi
Dalam konteks ekonomi, sustainability management
(manajemen berkelanjutan) mencakup pendekatan yang
bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan dalam jangka Panjang (Apostoaie, 2020) .
Ini melibatkan pengelolaan sumber daya, strategi bisnis,

24
dan pengambilan keputusan yang mempertimbangkan
dampak ekonomi yang berkelanjutan.
Dalam sustainability management dari perspektif
ekonomi, beberapa prinsip penting yang diterapkan
adalah:
1. Efisiensi sumber daya: Manajemen berkelanjutan
mendorong penggunaan yang efisien dan optimal dari
sumber daya alam, energi, dan bahan mentah. Hal ini
dilakukan dengan mengurangi limbah, meningkatkan
efisiensi produksi, dan menerapkan teknologi yang
ramah lingkungan.
2. Inovasi: Manajemen berkelanjutan mendorong inovasi
dalam produk, proses, dan model bisnis yang
berkelanjutan secara ekonomi. Inovasi ini dapat
mencakup pengembangan produk yang lebih ramah
lingkungan, penerapan teknologi hijau, atau
menciptakan model bisnis yang menggabungkan
keberlanjutan dengan keuntungan.
3. Keberlanjutan rantai pasok: Manajemen
berkelanjutan melibatkan pemantauan dan
kolaborasi dengan mitra bisnis dalam rantai pasok
untuk memastikan keberlanjutan ekonomi. Ini
mencakup memperhatikan praktik kerja yang adil,
peningkatan transparansi, serta mengurangi dampak
lingkungan dari seluruh rantai pasok.
4. Penilaian risiko dan peluang: Dalam manajemen
berkelanjutan, perusahaan secara proaktif
mengevaluasi risiko dan peluang yang terkait dengan
faktor-faktor lingkungan dan sosial. Ini mencakup
penilaian risiko lingkungan, perubahan kebijakan,
perubahan preferensi konsumen, dan inovasi yang
dapat mempengaruhi kinerja ekonomi perusahaan.

25
5. Pelaporan keuangan berkelanjutan: Manajemen
berkelanjutan melibatkan pelaporan keuangan yang
melampaui laporan keuangan tradisional. Perusahaan
secara aktif melaporkan kinerja ekonomi mereka
dalam konteks faktor-faktor lingkungan dan sosial
yang relevan. Hal ini memungkinkan para pemangku
kepentingan untuk mendapatkan pemahaman yang
lebih komprehensif tentang kinerja perusahaan dalam
aspek ekonomi yang berkelanjutan.
6. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan:
Manajemen berkelanjutan mengakui pentingnya
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, yang
mempertimbangkan aspek ekonomi dalam jangka
panjang, termasuk efisiensi operasional, inovasi, dan
pengelolaan risiko keuangan.
7. Keadilan sosial: Pendekatan ini menempatkan
pentingnya keadilan sosial dalam pengambilan
keputusan dan operasional perusahaan. Ini
melibatkan perlakuan yang adil terhadap karyawan,
pelanggan, masyarakat sekitar, dan pemangku
kepentingan lainnya, serta memperhatikan dampak
sosial yang dihasilkan oleh aktivitas bisnis.
8. Perlindungan lingkungan: Manajemen berkelanjutan
berkomitmen untuk melindungi lingkungan alam dan
mengurangi dampak negatif terhadap ekosistem. Ini
mencakup penggunaan sumber daya alam yang
efisien, pengurangan emisi gas rumah kaca,
pengelolaan limbah, dan praktik bisnis yang ramah
lingkungan.
9. Mitigasi risiko: Pendekatan ini mengidentifikasi dan
mengurangi risiko jangka panjang yang terkait dengan
aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ini melibatkan
penilaian risiko yang komprehensif, termasuk risiko

26
perubahan iklim, risiko reputasi, risiko kepatuhan
peraturan, dan risiko sosial.
10. Keterlibatan stakeholder: Manajemen berkelanjutan
menghargai pentingnya melibatkan berbagai
pemangku kepentingan dalam pengambilan
keputusan bisnis. Hal ini mencakup dialog dan
keterlibatan aktif dengan pelanggan, karyawan,
pemerintah, komunitas lokal, dan organisasi non-
pemerintah untuk memahami kebutuhan dan
kepentingan mereka.
Melalui penerapan prinsip-prinsip ini, manajemen
berkelanjutan dari perspektif ekonomi dapat membantu
perusahaan mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan,
meningkatkan efisiensi operasional, mengurangi risiko,
dan menciptakan nilai jangka panjang bagi perusahaan
dan stakeholder.

Manfaat Manajemen Berkelanjutan dalam Konteks


Ekonomi
Manajemen berkelanjutan dalam konteks ekonomi
memiliki sejumlah manfaat yang signifikan. Berikut
adalah beberapa manfaat utama dari manajemen
berkelanjutan dalam konteks ekonomi:
1. Efisiensi dan penghematan biaya
Manajemen berkelanjutan mendorong penggunaan
sumber daya yang efisien dan pengurangan limbah.
Dengan mengadopsi praktik-praktik yang lebih efisien
dalam penggunaan energi, bahan baku, dan proses
produksi, perusahaan dapat mengurangi biaya
operasional mereka. Penghematan ini dapat
mencakup pengurangan biaya energi, bahan baku,
pengelolaan limbah, dan pemeliharaan peralatan.

27
2. Inovasi dan keunggulan kompetitif
Manajemen berkelanjutan mendorong perusahaan
untuk mencari solusi inovatif yang lebih efisien dan
ramah lingkungan. Ini menciptakan peluang untuk
mengembangkan produk dan layanan baru yang
memenuhi kebutuhan pasar yang semakin peduli
terhadap keberlanjutan. Inovasi ini dapat
memberikan keunggulan kompetitif dan membantu
perusahaan memposisikan diri sebagai pemimpin
dalam industri mereka.
3. Akses ke pasar yang berkembang
Semakin banyak konsumen yang mencari produk dan
layanan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Dengan menerapkan praktik-praktik manajemen
berkelanjutan, perusahaan dapat memenuhi tuntutan
pasar yang berkembang ini dan mendapatkan akses
ke segmen pasar yang semakin penting.
4. Meningkatkan reputasi merek
Perusahaan yang mengadopsi manajemen
berkelanjutan cenderung membangun reputasi yang
baik dalam hal tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Ini dapat meningkatkan citra merek perusahaan dan
membedakannya dari pesaing. Konsumen yang
semakin sadar akan keberlanjutan cenderung lebih
memilih merek yang berkomitmen terhadap praktik
bisnis yang bertanggung jawab.
5. Mitigasi risiko
Manajemen berkelanjutan membantu perusahaan
dalam mengidentifikasi dan mengurangi risiko yang
terkait dengan aspek sosial, lingkungan, dan
keuangan. Dengan mempertimbangkan risiko seperti
perubahan kebijakan, fluktuasi harga bahan baku,
atau risiko reputasi, perusahaan dapat mengambil

28
tindakan proaktif untuk mengelola risiko dan
mengurangi dampak negatifnya.
6. Akses ke modal dan investasi
Investor dan lembaga keuangan semakin tertarik pada
perusahaan yang mempraktikkan manajemen
berkelanjutan. Perusahaan yang memiliki catatan
kinerja berkelanjutan dan transparansi dalam
pelaporan keuangan berkelanjutan cenderung lebih
mudah mendapatkan akses ke modal dan investasi
yang diperlukan untuk pertumbuhan dan ekspansi.
7. Keberlanjutan jangka panjang
Manajemen berkelanjutan membantu perusahaan
menciptakan keberlanjutan jangka panjang dengan
mempertimbangkan faktor ekonomi, sosial, dan
lingkungan. Dengan mengintegrasikan prinsip-
prinsip berkelanjutan ke dalam strategi bisnis,
perusahaan dapat membangun fondasi yang kuat
untuk pertumbuhan dan kesuksesan jangka panjang.
Dengan menerapkan manajemen berkelanjutan dalam
konteks ekonomi, perusahaan dapat mengoptimalkan
efisiensi, memperoleh keunggulan kompetitif,
membangun reputasi merek yang kuat, mengelola risiko
dengan lebih baik, dan menciptakan keberlanjutan jangka
panjang bagi bisnis merereka (Prena et al., 2019).

Penerapan Manajemen Berkelanjutan


Manajemen berkelanjutan dapat diterapkan dengan
beberapa cara, seperti yang diungkapkan dalam hasil
penelitian yang ditemukan (Budiani & Sopiah, 2022):
1. Konsep Industri Hijau
Konsep Industri Hijau adalah pendekatan di mana
perusahaan harus mengedepankan upaya efisiensi
dan efektivitas pemakaian sumber daya secara

29
berkelanjutan dalam proses produksi mereka. Hal ini
bertujuan untuk menyelaraskan pembangunan
industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup
serta memberikan manfaat bagi masyarakat.
2. Manajemen Rantai Pasokan Berkelanjutan
Pergeseran dari rantai pasokan tradisional ke rantai
pasokan berkelanjutan telah menjadi praktik umum
di berbagai industri. Manajemen rantai pasokan
berkelanjutan melibatkan pengelolaan yang holistik
untuk memastikan bahwa seluruh rantai pasokan
beroperasi secara berkelanjutan dan
mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan.
3. Inovasi Teknologi Ramah Lingkungan
Perusahaan/ organisasi dapat menerapkan
manajemen berkelanjutan dengan mengembangkan
inovasi teknologi yang ramah lingkungan, seperti
kendaraan listrik atau kendaraan hibrida. Dengan
mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengurangi
ketergantungan pada bahan bakar fosil, inovasi ini
dapat membantu mengurangi dampak lingkungan
dari industri otomotif.
4. Pengelolaan Limbah dan Daur Ulang
Industri dapat mengadopsi praktik pengelolaan
limbah yang berkelanjutan, seperti daur ulang dan
penggunaan kembali bahan yang masih dapat
digunakan. Hal ini dapat membantu mengurangi
limbah yang dihasilkan oleh industri dan mengurangi
penggunaan sumber daya alam yang berlebihan.
5. Kebijakan dan Standar Lingkungan:
Industri juga dapat menerapkan kebijakan dan
standar lingkungan yang ketat untuk memastikan
bahwa kegiatan mereka berada dalam batas yang
dapat diterima secara lingkungan. Hal ini dapat

30
melibatkan pengurangan emisi kendaraan,
penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan, dan
pengelolaan limbah yang efektif.
Dengan menerapkan manajemen berkelanjutan dalam
berbagai aktivitas bisnis, perusahaan dapat mengurangi
dampak negatif mereka terhadap lingkungan dan
masyarakat sekitar, sambil tetap menghasilkan produk
yang inovatif dan menguntungkan secara ekonomi.

Peran Manajerial dalam Mewujudkan Manajemen


Berkelanjutan dalam Konteks Ekonomi
Manajemen berkelanjutan memiliki peran penting dalam
konteks ekonomi, dan manajer memiliki peran kunci
dalam mewujudkan manajemen berkelanjutan dalam
praktik bisnis (Kramanandita et al., 2023). Berikut adalah
beberapa peran manajerial dalam mewujudkan
manajemen berkelanjutan dalam konteks ekonomi:
1. Mengembangkan strategi bisnis yang berkelanjutan:
Manajer harus mengembangkan strategi bisnis yang
mempertimbangkan dampak sosial, lingkungan, dan
ekonomi dari kegiatan bisnis dalam jangka panjang.
Hal ini dapat melibatkan pengembangan produk yang
ramah lingkungan, pengurangan limbah dan emisi,
dan pengelolaan rantai pasokan yang berkelanjutan.
2. Mengelola risiko lingkungan dan sosial: Manajer
harus mempertimbangkan risiko lingkungan dan
sosial dalam pengambilan keputusan bisnis dan
mengambil tindakan untuk mengurangi risiko
tersebut. Mereka perlu mengidentifikasi risiko-risiko
ini dan mengambil tindakan yang tepat untuk
mengurangi dampak negatifnya. Hal ini dapat
melibatkan pengembangan kebijakan dan prosedur
yang mempromosikan praktik bisnis yang
berkelanjutan

31
3. Menerapkan konsep Industri Hijau: Konsep Industri
Hijau adalah pendekatan di mana perusahaan dalam
proses produksi mengedepankan upaya efisiensi dan
efektivitas pemakaian sumber daya secara
berkelanjutan. Manajer dapat menerapkan konsep
Industri Hijau dengan mempertimbangkan
penggunaan sumber daya yang efisien dan
mengurangi dampak lingkungan dari kegiatan bisnis.
4. Mengembangkan inovasi teknologi ramah lingkungan:
Manajer dapat mendorong pengembangan inovasi
teknologi yang ramah lingkungan, seperti kendaraan
listrik atau kendaraan hibrida. Hal ini dapat
membantu mengurangi dampak lingkungan dari
kegiatan bisnis dan meningkatkan efisiensi.
5. Menerapkan kebijakan dan standar lingkungan:
Manajer dapat menerapkan kebijakan dan standar
lingkungan yang ketat untuk memastikan bahwa
kegiatan bisnis berada dalam batas yang dapat
diterima secara lingkungan. Hal ini dapat melibatkan
pengurangan emisi dan limbah, penggunaan bahan
baku yang ramah lingkungan, dan pengelolaan
limbah yang efektif.
6. Mengintegrasikan Prinsip Ekonomi, Sosial, dan
Lingkungan: Manajerial harus mempertimbangkan
dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari
kegiatan perusahaan. Mereka perlu mengintegrasikan
prinsip-prinsip ini dalam pengambilan keputusan
bisnis, seperti mempertimbangkan biaya lingkungan,
tanggung jawab sosial, dan manfaat jangka panjang
Dengan menerapkan manajemen berkelanjutan dalam
praktik bisnis, perusahaan dapat mengurangi dampak
negatif mereka terhadap lingkungan dan masyarakat
sekitar, sambil tetap menghasilkan produk yang inovatif
dan menguntungkan secara ekonomi.

32
Kegiatan CSR, Manajemen Keberlajutan Dan
Keberlanjutan Ekonomi Perusahaan
Manajemen keberlanjutan dapat membantu memastikan
bahwa kegiatan ekonomi perusahaan berkelanjutan dan
memberikan manfaat bagi masyarakat. Dengan mengukur
kinerja keberlanjutan perusahaan, manajerial dapat
memastikan bahwa kegiatan perusahaan memenuhi
kebutuhan dan harapan masyarakat sekitar.
Keberlanjutan ekonomi perusahaan dapat dipengaruhi
oleh program Corporate Social Responsibility (CSR) dan
manajemen keberlanjutan. Dengan menerapkan program
CSR yang berkelanjutan dan manajemen keberlanjutan
yang efektif, perusahaan dapat meningkatkan kinerja
keberlanjutan mereka dan memberikan manfaat bagi
masyarakat sekitar (Tristanto & Fatwara, 2021). Program
CSR yang berkelanjutan dapat membantu meningkatkan
keberlanjutan ekonomi perusahaan dengan memberikan
manfaat sosial dan ekonomi kepada masyarakat sekitar.
Program CSR yang berkelanjutan dapat membantu
meningkatkan kemandirian masyarakat dan memberikan
peluang ekonomi yang berkelanjutan

Konsep Sustainability Bisnis


Sustainability bisnis (keberlanjutan bisnis) adalah konsep
yang mengacu pada pendekatan dalam menjalankan
bisnis yang mempertimbangkan dampak sosial,
lingkungan, dan ekonomi dari kegiatan perusahaan
secara holistik. Tujuan utama dari sustainability bisnis
adalah mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan dan
menciptakan nilai jangka panjang bagi perusahaan serta
pemangku kepentingannya (Bansal, 2005).
Beberapa aspek penting dalam konsep sustainability
bisnis meliputi:

33
1. Keberlanjutan ekonomi: Bisnis yang berkelanjutan
mencari pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
dalam jangka panjang. Hal ini melibatkan pengelolaan
keuangan yang cerdas, efisiensi operasional, inovasi,
diversifikasi pendapatan, dan menciptakan nilai
ekonomi jangka panjang.
2. Keberlanjutan lingkungan: Keberlanjutan bisnis
memperhatikan dampak lingkungan dari kegiatan
perusahaan dan berupaya untuk mengurangi jejak
lingkungan. Ini melibatkan penggunaan sumber daya
yang efisien, pengelolaan limbah, pengurangan emisi
gas rumah kaca, perlindungan habitat alam, dan
adopsi praktik bisnis yang ramah lingkungan.
3. Keadilan sosial: Bisnis yang berkelanjutan
memperhatikan keadilan sosial dan dampak sosial
yang dihasilkan dari kegiatan mereka. Mereka
memperhatikan hak asasi manusia, praktik kerja
yang adil, kesetaraan peluang, pemenuhan
kebutuhan masyarakat, dan berkontribusi positif
terhadap komunitas di sekitarnya.
4. Keterlibatan pemangku kepentingan: Bisnis yang
berkelanjutan melibatkan pemangku kepentingan,
seperti karyawan, pelanggan, pemasok, komunitas
lokal, dan organisasi non-pemerintah, dalam
pengambilan keputusan dan dalam proses
perencanaan serta implementasi strategi bisnis.
Mereka mendengarkan kebutuhan dan aspirasi
pemangku kepentingan dan berupaya membangun
hubungan yang saling menguntungkan.
5. Inovasi dan adaptasi: Bisnis yang berkelanjutan
mendorong inovasi dalam produk, layanan, dan
proses bisnis. Mereka mencari solusi yang lebih
ramah lingkungan, mengadopsi teknologi yang lebih

34
efisien, dan beradaptasi dengan perubahan pasar dan
lingkungan dengan cepat.
Sustainability bisnis melibatkan pendekatan sistemik
yang mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial, dan
lingkungan dari kegiatan bisnis. Dengan mengadopsi
konsep sustainability bisnis, perusahaan dapat mencapai
pertumbuhan yang berkelanjutan, mengurangi risiko,
meningkatkan efisiensi operasional, membangun reputasi
yang baik, dan menciptakan nilai jangka panjang bagi
perusahaan serta masyarakat secara keseluruhan.

35
Daftar Pustaka
Apostoaie, C. (2020). Sustainable Finance : a Bibliometric
Analysis of the. International Journal of Management and
Applied Science, 6, 21–27.
Bansal, P. (2005). Evolving sustainably: A longitudinal study
of corporate sustainable development. Strategic
Management Journal, 26(3), 197–218.
https://doi.org/10.1002/smj.441
Budiani, A., & Sopiah, S. (2022). Green Human Resource
Management: A Systematic Literature Review (Slr) And
Bibliometric Analysis. Jurnal Syntax Fusion, 2(11), 818–
832. https://doi.org/10.54543/fusion.v2i11.224
Chandra, K., Arafah, W., & Basri, Y. Z. (2021). Analysis of the
Effect of Green Organizational Culture on Organizational
Performance and Competitive Advantages of Green
through Green Innovation in Manufacturing Industries.
Journal of Hunan University(Natural Sciences).
Kramanandita, R., Aisyah, S., & Kingwan, K. (2023).
Sosialisasi Konsep Industri Hijau Pada Perusahaan
Manufaktur Otomotif Di Kawasan Industri Mitra
Karawang. Jurnal Pengabdian Masyarakat (JUDIMAS),
1(1), 33–36. https://doi.org/10.54832/judimas.v1i1.79
Prena, G. Das, Dewi, P. P., Kustina, K. T., Dewi, I. A. O., &
Wirsa, I. N. (2019). Pengaruh Eco Efficiency, Corporate
Social Responsibility dan Accrual Quality Terhadap Nilai
Perusahaan. STATERA: Jurnal Akuntansi Dan Keuangan.
https://doi.org/10.33510/statera.2019.1.2.32-43
Tristanto, T. A., & Fatwara, M. D. (2021). Pengaruh Kinerja
Keberlanjutan Terhadap Profitabilitas Perusahaan
Badan Usaha Milik Negara (Klaster Industri Jasa
Keuangan). Mediastima, 27(2), 140–152.
https://doi.org/10.55122/mediastima.v27i2.301
Wheelen, Thomas L. & Hunger, J. David . 2018. Strategic
Management and Business Policy, thirteenth edition, New
York: Pearson

36
Profil Penulis
Ketut Tanti Kustina, SE, M.M, Ak, CA, CSRA
Penulis lahir di Bogor tanggal 16 Nopember 1981.
Penulis adalah dosen tetap pada Program
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas)
Denpasar. Menyelesaikan pendidikan S1 ditempuh
pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Udayana, lulus pada tahun 2004. Selanjutnya penulis
melanjutkan studi pada Program Studi Magister Manajemen
Program Pascasarjana Universitas Udayana dan meraih gelar
magister pada tahun 2010. Penulis merupakan dosen pada
LLDIKTI Wilayah VIII sejak tahun 2005 dpk pada Fakultas
Ekonomi Universitas Samawa Sumbawa Besar dan pada
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Pendidikan Nasional Denpasar sejak tahun 2011
hingga saat ini. Penulis mendapatkan Certified Sustainability
Specialist (CSRS) dan Certified Sustainability Assurer (CSRA)
Certificate dari National Center for Sustainability Reporting
(NCSR) sejak tahun 2019. Pada tahun 2021 penulis
melanjutkan Studi Strata 3 (S3) pada Program Studi Doktor
Manajemen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Udayana.
Email Penulis: tantikustina@undiknas.ac.id

37
38
3
PENDEKATAN MANAJEMEN
BERKELANJUTAN:
PERSPEKTIF SOSIAL

Syaifullah, S.E
Universitas Airlangga

Pendahuluan
Manajemen berkelanjutan perspektif sosial merupakan
suatu pendekatan dalam manajemen yang
memperhatikan aspek sosial. Dalam konteks manajemen
berkelanjutan, dimensi sosial memegang peran penting
dalam menjaga keberlanjutan lingkungan hidup dan
pembangunan berkelanjutan (Guo & al., 2019).
Keberlanjutan telah menjadi suatu kebutuhan mendesak
dalam mengelola organisasi dan bisnis. Manajemen
berkelanjutan muncul sebagai pendekatan yang
mengintegrasikan pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan
lingkungan, dan kesejahteraan sosial. Namun, untuk
mencapai keberlanjutan yang sejati, perspektif sosial
menjadi aspek yang tak dapat diabaikan. Perspektif sosial
dalam manajemen berkelanjutan mengarahkan perhatian
kita pada tanggung jawab terhadap masyarakat,
kesejahteraan pekerja, keadilan sosial, dan
pemberdayaan komunitas.

39
Pengenalan dimensi sosial dalam manajemen
berkelanjutan memberikan pandangan yang lebih holistik
dan menyeluruh dalam mengelola organisasi. Lebih dari
sekedar menghasilkan keuntungan finansial, pendekatan
ini mendorong perhatian terhadap dampak sosial positif
yang dihasilkan oleh organisasi. Melalui keterlibatan aktif
dengan pemangku kepentingan dan melalui kebijakan
dan praktik yang memperhitungkan nilai-nilai sosial,
manajemen berkelanjutan dari perspektif sosial dapat
memainkan peran penting dalam menciptakan
masyarakat yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan
(Caputo & al., 2017).

Pengertian Manajemen Berkelanjutan Perspektif Sosial


Menurut Archie B. Carroll, seorang ahli manajemen dan
bisnis, mengartikan Manajemen Perspektif Sosial sebagai
pendekatan yang memperhatikan tanggung jawab sosial
perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.
Menurut Carroll, tanggung jawab sosial perusahaan
mencakup empat dimensi, yaitu tanggung jawab ekonomi,
tanggung jawab hukum, tanggung jawab etika, dan
tanggung jawab filantropi. Archie B. Carroll mengartikan
Manajemen Perspektif Sosial sebagai pendekatan yang
memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dalam
menjalankan kegiatan bisnisnya (Silva Junior & al., 2023).
Menurut Carroll, tanggung jawab sosial perusahaan
mencakup empat dimensi yang saling terkait.
Pertama adalah tanggung jawab ekonomi, yang mengacu
pada tujuan perusahaan untuk mencapai keuntungan
finansial yang berkelanjutan dan memberikan kontribusi
positif pada pertumbuhan ekonomi. Tanggung jawab
ekonomi melibatkan pengelolaan sumber daya dan kinerja
keuangan perusahaan dengan cara yang efisien dan
efektif, serta menciptakan nilai bagi pemangku

40
kepentingan ekonomi seperti pemilik saham dan
karyawan.
Kedua adalah tanggung jawab hukum, yang berarti
perusahaan harus beroperasi dalam batasan hukum yang
berlaku dan mematuhi peraturan dan undang-undang
yang relevan. Tanggung jawab hukum mencakup
kepatuhan terhadap peraturan lingkungan, perlindungan
hak asasi manusia, keselamatan kerja, dan segala bentuk
ketentuan hukum lainnya yang mengatur operasional
bisnis.
Ketiga adalah tanggung jawab etika, yang melibatkan
praktik bisnis yang adil, jujur, dan bertanggung jawab.
Tanggung jawab etika mendorong perusahaan untuk
mempertimbangkan dampak moral dan nilai-nilai yang
dijunjung tinggi dalam pengambilan keputusan dan
interaksi dengan pemangku kepentingan. Ini termasuk
integritas dalam komunikasi, etika dalam persaingan
bisnis, dan kejujuran dalam pelaporan keuangan.
Terakhir adalah tanggung jawab filantropi, yang mengacu
pada sumbangan dan kontribusi perusahaan untuk
kebaikan sosial dan kemanusiaan di luar tanggung jawab
ekonomi, hukum, dan etika. Tanggung jawab filantropi
mencakup dukungan terhadap pendidikan, kesehatan
masyarakat, lingkungan, budaya, dan inisiatif sosial
lainnya sebagai bentuk kontribusi perusahaan untuk
menciptakan dampak positif dan meningkatkan kualitas
hidup masyarakat.
Manajemen berkelanjutan dari perspektif sosial juga
mengacu pada pendekatan dalam mengelola organisasi
atau bisnis yang mempertimbangkan dampak sosial dan
kesejahteraan masyarakat sebagai bagian integral dari
keberlanjutan secara keseluruhan. Perspektif sosial
mengakui bahwa organisasi tidak hanya bertanggung
jawab terhadap keuntungan finansial semata, tetapi juga

41
memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi secara
positif terhadap masyarakat dan memperhitungkan aspek
sosial dalam pengambilan keputusan bisnis.

Dimensi Sosial dalam Manajemen Berkelanjutan


1. Pengertian dimensi sosial dan perannya dalam
konteks keberlanjutan
Dimensi sosial merujuk pada aspek-aspek sosial yang
berkaitan dengan keberlanjutan, termasuk interaksi
manusia, hubungan antar individu, masyarakat, dan
faktor-faktor sosial yang mempengaruhi
kesejahteraan manusia. Dalam konteks
keberlanjutan, dimensi sosial membahas dampak dan
kontribusi dari kegiatan organisasi terhadap
masyarakat dan kualitas hidup manusia secara
keseluruhan (Soial & al., 2019). Peran dimensi sosial
dalam konteks keberlanjutan sangat penting. Berikut
adalah beberapa peran utama yang dimainkan oleh
dimensi sosial:
a. Kesejahteraan Masyarakat
Dimensi sosial menyoroti pentingnya
memperhatikan kesejahteraan masyarakat dalam
pengambilan keputusan dan kegiatan organisasi.
Hal ini melibatkan memastikan keadilan sosial,
kesetaraan, akses yang adil terhadap sumber daya
dan kesempatan, serta perlindungan hak asasi
manusia. Fokus pada kesejahteraan masyarakat
membantu memastikan bahwa keberlanjutan
tidak hanya menguntungkan organisasi, tetapi
juga berkontribusi positif terhadap masyarakat
yang terdampak.

42
b. Keterlibatan dan Partisipasi
Dimensi sosial mendorong keterlibatan dan
partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan
keputusan dan proses perencanaan
keberlanjutan. Hal ini melibatkan melibatkan
pemangku kepentingan sosial, seperti komunitas
lokal, kelompok masyarakat, dan individu-
individu yang terdampak oleh kegiatan organisasi.
Keterlibatan pemangku kepentingan membantu
memastikan bahwa keputusan yang diambil
memperhatikan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat.
c. Dampak Positif terhadap Masyarakat
Dimensi sosial juga menekankan pentingnya
menciptakan dampak positif terhadap
masyarakat. Ini mencakup upaya organisasi
untuk memberikan manfaat langsung kepada
masyarakat, seperti menciptakan lapangan kerja,
meningkatkan akses pendidikan dan kesehatan,
memajukan pembangunan komunitas, dan
mendukung inisiatif sosial. Dampak positif yang
dihasilkan membantu membangun reputasi dan
citra perusahaan yang bertanggung jawab secara
sosial.
d. Etika dan Keadilan
Dimensi sosial juga melibatkan aspek-etika dan
keadilan dalam pengambilan keputusan dan
operasional organisasi. Ini mencakup kepatuhan
terhadap prinsip-prinsip etis, integritas, dan
tanggung jawab sosial. Fokus pada etika dan
keadilan membantu mendorong keberlanjutan
jangka panjang dan memastikan bahwa kegiatan
organisasi tidak merugikan atau mengeksploitasi
masyarakat.

43
2. Faktor sosial yang perlu dipertimbangkan dalam
manajemen berkelanjutan
Dalam manajemen berkelanjutan, terdapat beberapa
faktor sosial yang perlu dipertimbangkan untuk
mencapai keberlanjutan yang lebih luas (Ta’Amnha,
2021). Berikut ini beberapa faktor sosial yang relevan:
a. Kesejahteraan dan Kesetaraan
Faktor sosial yang penting dalam manajemen
berkelanjutan adalah kesejahteraan dan
kesetaraan masyarakat. Perusahaan perlu
memastikan bahwa kegiatan operasional mereka
tidak hanya menguntungkan diri mereka sendiri,
tetapi juga memberikan manfaat bagi masyarakat
secara keseluruhan. Hal ini melibatkan upaya
untuk mengurangi kesenjangan sosial,
memperhatikan kondisi kerja yang adil,
memastikan hak asasi manusia dihormati, dan
mendorong kesetaraan gender dan inklusi sosial.
b. Keanekaragaman Budaya dan Keberagaman
Faktor sosial lainnya yang perlu dipertimbangkan
adalah keanekaragaman budaya dan
keberagaman. Organisasi perlu menghormati dan
mempertahankan keanekaragaman budaya di
dalam perusahaan dan di komunitas sekitarnya.
Ini melibatkan pengakuan terhadap nilai-nilai
budaya yang berbeda, menghormati tradisi dan
praktik lokal, serta membangun lingkungan yang
inklusif yang memungkinkan partisipasi dan
keterlibatan semua individu.

44
c. Keterlibatan Pemangku Kepentingan
Faktor sosial yang penting adalah keterlibatan
pemangku kepentingan. Perusahaan perlu
melibatkan pemangku kepentingan sosial seperti
komunitas lokal, kelompok masyarakat,
organisasi non-pemerintah, dan individu-individu
yang terdampak oleh kegiatan mereka.
Keterlibatan ini membantu memastikan bahwa
keputusan dan tindakan organisasi
memperhatikan kebutuhan dan aspirasi
pemangku kepentingan, serta menciptakan
manfaat sosial yang lebih luas.
d. Etika dan Tanggung Jawab Sosial
Etika dan tanggung jawab sosial adalah faktor
penting dalam manajemen berkelanjutan.
Perusahaan perlu mengintegrasikan prinsip-
prinsip etis dalam kegiatan operasional mereka,
seperti integritas, transparansi, dan kepatuhan
terhadap peraturan sosial. Tanggung jawab sosial
juga mencakup mengelola dampak sosial negatif
dari kegiatan organisasi dan berkontribusi pada
kebaikan masyarakat melalui inisiatif sosial dan
program keberlanjutan.
e. Pendidikan dan Kesadaran
Pendidikan dan kesadaran juga merupakan faktor
sosial yang penting dalam manajemen
berkelanjutan. Perusahaan perlu memainkan
peran dalam meningkatkan kesadaran tentang
isu-isu sosial dan lingkungan, serta memberikan
pendidikan kepada masyarakat tentang
pentingnya keberlanjutan. Hal ini melibatkan
kampanye informasi, pelatihan, dan program
edukasi yang membantu masyarakat memahami

45
dampak dari tindakan mereka dan mendorong
perubahan perilaku yang lebih berkelanjutan.
3. Implikasi dari dimensi sosial terhadap keberlanjutan
organisasi
Dimensi sosial memiliki implikasi yang signifikan
terhadap keberlanjutan organisasi. Berikut ini adalah
beberapa implikasi pentingnya dimensi sosial
terhadap keberlanjutan organisasi:
a. Reputasi dan Citra Perusahaan
Dimensi sosial dapat secara langsung
mempengaruhi reputasi dan citra perusahaan.
Ketika organisasi memperhatikan tanggung jawab
sosial dan memberikan dampak positif pada
masyarakat, hal ini dapat memperkuat reputasi
mereka sebagai perusahaan yang bertanggung
jawab dan peduli terhadap keberlanjutan. Ini
dapat meningkatkan kepercayaan dan loyalitas
pelanggan, mempengaruhi persepsi investor, serta
menarik dan mempertahankan tenaga kerja yang
berkualitas.
b. Keberlanjutan Jangka Panjang
Dimensi sosial juga berkontribusi pada
keberlanjutan jangka panjang organisasi. Dengan
memperhatikan kesejahteraan masyarakat,
kesetaraan, dan hak asasi manusia, perusahaan
dapat membangun hubungan yang kuat dengan
pemangku kepentingan sosial. Ini membantu
menciptakan lingkungan yang stabil dan
mendukung untuk operasional bisnis jangka
panjang, mengurangi risiko sosial, dan menjaga
keberlanjutan organisasi dalam jangka waktu
yang lebih lama.

46
c. Keterlibatan Pemangku Kepentingan
Dimensi sosial mendorong keterlibatan pemangku
kepentingan dalam pengambilan keputusan dan
perencanaan keberlanjutan. Dengan melibatkan
pemangku kepentingan sosial, seperti komunitas
lokal, kelompok masyarakat, dan organisasi non-
pemerintah, organisasi dapat mendapatkan
pemahaman yang lebih baik tentang kebutuhan
dan aspirasi mereka. Hal ini membantu
membangun hubungan saling percaya dan
memastikan bahwa keputusan organisasi
memperhatikan kepentingan sosial yang lebih
luas, menciptakan manfaat bersama, dan
menghindari konflik potensial.
d. Inovasi dan Diferensiasi
Dimensi sosial dapat memicu inovasi dan
diferensiasi bagi organisasi. Dengan
memperhatikan masalah sosial yang relevan,
organisasi dapat mengembangkan solusi baru,
produk, atau layanan yang menangani tantangan
sosial dan memberikan manfaat kepada
masyarakat. Ini membuka peluang untuk inovasi
bisnis yang berkelanjutan dan menciptakan
keunggulan kompetitif dalam pasar yang semakin
sadar sosial. Selain itu, diferensiasi sebagai
perusahaan yang peduli sosial dapat membantu
menarik pelanggan yang lebih sadar dan
mendukung nilai-nilai sosial.
e. Ketahanan Terhadap Perubahan
Dimensi sosial juga membantu organisasi menjadi
lebih tangguh dan mampu menghadapi
perubahan sosial yang kompleks. Dengan
memperhatikan isu-isu sosial yang muncul,
organisasi dapat mengantisipasi perubahan

47
dalam kebutuhan dan preferensi masyarakat
serta mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
Hal ini membantu organisasi tetap relevan dan
adaptif dalam menghadapi perubahan sosial,
mengurangi risiko ketidakcocokan dan
ketertinggalan yang dapat membahayakan
keberlanjutan jangka panjang.

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Perspektif


Sosial
1. Definisi dan konsep tanggung jawab sosial
perusahaan (CSR)
Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau
Corporate Social Responsibility (CSR) mengacu pada
pendekatan manajemen perusahaan yang
menggabungkan isu-isu sosial dan lingkungan ke
dalam operasi bisnis mereka, serta berinteraksi
dengan berbagai pemangku kepentingan. CSR
merupakan kewajiban yang dilaksanakan oleh
perusahaan di luar persyaratan hukum dan ekonomi
guna mencapai tujuan jangka panjang yang
berkelanjutan. Konsep ini melibatkan tanggung jawab
bermitra antara pemerintah, lembaga, sumber daya
masyarakat, dan komunitas lokal. Partisipasi aktif
perusahaan dalam menangani masalah sosial
memiliki peranan penting dalam membangun citra
merek yang dapat dipercaya dan menarik perhatian
konsumen (Velten & Lashley, 2018). CSR melibatkan
kegiatan yang saling menguntungkan bagi semua
pihak yang terlibat.
Menurut definisi The World Business Council for Sustainable
Development, Corporate Social Responsibility (CSR) dapat
diartikan sebagai komitmen perusahaan dalam
berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan, dengan berkolaborasi bersama

48
karyawan perusahaan, keluarga karyawan,
komunitas setempat, dan masyarakat secara
keseluruhan, untuk meningkatkan kualitas hidup.
Dalam pengertian lain, tanggung jawab sosial
perusahaan merupakan kewajiban perusahaan untuk
merumuskan kebijakan, mengambil keputusan, dan
melaksanakan tindakan yang memberikan manfaat
kepada masyarakat.
Carroll dalam teori paradigma tanggung jawab sosial
perusahaan menyajikan pandangan yang lebih
komprehensif mengenai Corporate Social Responsibility
(CSR). Menurut Carroll, tanggung jawab perusahaan
dapat dipahami melalui empat jenjang yang saling
terkait, yaitu ekonomi, hukum, etika, dan filantropi.
Keempat jenjang ini membentuk satu kesatuan.
Dalam menjalankan tanggung jawab ekonomisnya,
perusahaan harus menghasilkan laba sebagai dasar
untuk mempertahankan eksistensinya dan mencapai
pertumbuhan. Tanggung jawab ekonomis ini menjadi
dorongan mendasar dari perusahaan sebagai entitas
bisnis untuk mencapai keuntungan finansial (Wiliams,
2023).
Menurut Sen dan Bhattacharya yang dikutip oleh
Muhajjir mengidentifikasi ada 6 hal pokok yang
termasuk dalam CSR, yaitu :
a. Community support antara lain Memberikan
bantuan dan sokongan pada program-program
pendidikan, kesehatan, seni, dan bidang lainnya.
b. Diversity, merupakan Perusahaan menerapkan
kebijakan non-diskriminasi terhadap konsumen
dan calon pekerja, tanpa memandang gender
(jenis kelamin), kondisi fisik (cacat), atau ras
tertentu.

49
c. Employee support, berupa perlindungan kepada
tenaga kerja, insentif dan penghargaan serta
jaminan keselamatan kerja.
d. Environment, menciptakan lingkungan yang sehat
dan aman, mengelola limbah dengan baik,
menciptakan produk-produk yang ramah
lingkungan dan sebagainya.
e. Non-U.S operations, Perusahaan memiliki
tanggung jawab untuk memberikan kesempatan
kerja yang setara bagi masyarakat global, salah
satunya dengan membuka pabrik di luar negeri.
f. Product, pPerusahaan memiliki kewajiban untuk
memproduksi produk yang aman bagi kesehatan,
tidak menipu, melakukan penelitian dan
pengembangan produk secara berkelanjutan,
serta menggunakan kemasan yang dapat didaur
ulang.

Pilar-Pilar Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dari


Perspektif Sosial
Berikut adalah penjelasan lebih rinci dan mendalam
terkait pilar-pilar tersebut:
1. Sosial Kemasyarakatan
Pilar ini berkaitan dengan tanggung jawab
perusahaan terhadap masyarakat sekitar dalam
menjalankan bisnisnya. Perusahaan harus
memperhatikan kepentingan masyarakat sekitar dan
berupaya untuk memberikan manfaat yang positif
bagi mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan
seperti pemberdayaan masyarakat, penyediaan
fasilitas umum, dan dukungan terhadap kegiatan
sosial.

50
2. Pendidikan
Pilar ini berkaitan dengan tanggung jawab
perusahaan terhadap pendidikan masyarakat sekitar.
Perusahaan dapat memberikan dukungan terhadap
pendidikan dengan cara memberikan beasiswa,
membangun sekolah, atau menyediakan pelatihan
keterampilan bagi masyarakat sekitar. Hal ini dapat
membantu meningkatkan kualitas pendidikan dan
keterampilan masyarakat setempat.
3. Kesehatan
Pilar ini berkaitan dengan tanggung jawab
perusahaan terhadap kesehatan masyarakat sekitar.
Perusahaan dapat memberikan dukungan terhadap
kesehatan masyarakat dengan cara menyediakan
fasilitas kesehatan, mengadakan kampanye
kesehatan, atau memberikan bantuan medis. Hal ini
dapat membantu meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat setempat.
4. Lingkungan
Pilar ini berkaitan dengan tanggung jawab
perusahaan terhadap lingkungan hidup. Perusahaan
harus memperhatikan dampak lingkungan dari
kegiatan bisnisnya dan berupaya untuk mengurangi
dampak tersebut. Hal ini dapat dilakukan melalui
kegiatan seperti pengelolaan limbah, penghematan
energi, dan penghijauan. Hal ini dapat membantu
menjaga keberlanjutan lingkungan hidup dan
mencegah kerusakan lingkungan.
5. Ketenagakerjaan
Pilar ini berkaitan dengan tanggung jawab
perusahaan terhadap karyawan. Perusahaan harus
memperhatikan hak-hak karyawan dan memberikan
kondisi kerja yang aman dan sehat. Hal ini dapat

51
dilakukan melalui kegiatan seperti pelatihan
karyawan, program kesejahteraan karyawan, dan
pengembangan karir. Hal ini dapat membantu
meningkatkan kesejahteraan karyawan dan
produktivitas perusahaan.
6. Keadilan Sosial
Pilar ini berkaitan dengan tanggung jawab
perusahaan terhadap keadilan sosial. Perusahaan
harus memperhatikan keadilan sosial dan
menghindari diskriminasi dalam kegiatan bisnisnya.
Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan seperti
kebijakan kesetaraan gender, kebijakan anti-
diskriminasi, dan pengembangan komunitas yang
inklusif. Hal ini dapat membantu menciptakan
lingkungan bisnis yang adil dan inklusif (Supriatna,
2021).

Konsep Inklusi Sosial dalam Konteks Manajemen


Berkelanjutan
Inklusi sosial merujuk pada kesempatan yang sama dan
keterlibatan semua individu dalam kegiatan sosial dan
ekonomi, sementara keadilan melibatkan distribusi
sumber daya dan manfaat secara adil di antara pemangku
kepentingan.
1. Definisi inklusi sosial dan relevansinya dalam
manajemen berkelanjutan
Inklusi sosial merupakan konsep yang melibatkan
penerimaan, pengakuan, dan keterlibatan semua
individu dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik
(Abbas & al., 2019). Dalam konteks manajemen
berkelanjutan, inklusi sosial menjadi sangat relevan
karena memastikan bahwa tidak ada kelompok atau
individu yang terpinggirkan atau diabaikan dalam
kegiatan bisnis dan pengambilan keputusan. Dalam

52
organisasi yang menerapkan manajemen
berkelanjutan, inklusi sosial berarti memastikan
bahwa semua anggota komunitas organisasi,
termasuk karyawan, konsumen, dan komunitas lokal,
merasa didengar, dihargai, dan memiliki akses yang
sama terhadap peluang dan sumber daya.
Inklusi sosial dalam manajemen berkelanjutan
memiliki sejumlah dampak positif. Pertama, dengan
menerapkan praktik inklusi sosial, organisasi dapat
menghimpun beragam perspektif, pengetahuan, dan
keterampilan dari berbagai kelompok dalam
masyarakat. Hal ini dapat memperkaya inovasi,
pengambilan keputusan, dan kinerja organisasi
secara keseluruhan. Kedua, inklusi sosial
menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan
mendukung, yang berkontribusi pada kepuasan
karyawan, produktivitas, dan retensi tenaga kerja.
Ketiga, melalui inklusi sosial, organisasi dapat
memperluas dampak positifnya ke dalam komunitas
lokal dengan melibatkan pemangku kepentingan,
membangun kemitraan, dan memberikan kontribusi
nyata kepada masyarakat (Geme & al., 2023).
Namun, tantangan tetap ada dalam mencapai inklusi
sosial yang sepenuhnya. Terdapat hambatan
struktural dan budaya yang perlu diatasi, seperti
stereotip, diskriminasi, dan ketidakadilan sistemik.
Organisasi harus menerapkan kebijakan dan praktik
yang mendukung inklusi sosial, mulai dari kebijakan
rekrutmen yang adil, peluang pengembangan karir
yang setara, hingga program pelatihan kesadaran
yang meningkatkan pemahaman tentang
keberagaman dan kesetaraan.

53
2. Memahami dampak negatif dari eksklusi sosial dalam
konteks sosial dan lingkungan
Memahami dampak negatif dari eksklusi sosial dalam
konteks sosial dan lingkungan adalah langkah
penting dalam menerapkan inklusi sosial dalam
manajemen berkelanjutan. Eksklusi sosial, ketika
kelompok atau individu tertentu diabaikan atau tidak
memiliki akses yang sama terhadap sumber daya dan
peluang, dapat menghasilkan ketidakadilan dan
dampak yang merugikan bagi masyarakat dan
lingkungan (Allan, 2017). Secara sosial, eksklusi
sosial dapat memperdalam kesenjangan sosial dan
ekonomi antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat. Ketika sebagian besar populasi tidak
memiliki akses yang sama terhadap pendidikan,
pekerjaan yang layak, layanan kesehatan, dan
keadilan sistemik, kesenjangan yang ada akan
semakin melebar. Hal ini dapat berdampak negatif
pada stabilitas sosial, keharmonisan masyarakat, dan
pembangunan berkelanjutan secara keseluruhan.
Selain itu, eksklusi sosial juga dapat memicu konflik
sosial dan memperburuk ketegangan antar kelompok
dalam masyarakat.
3. Peran inklusi sosial dalam menciptakan organisasi
yang berkelanjutan dan berdampak positif
Inklusi sosial memiliki peran krusial dalam
menciptakan organisasi yang berkelanjutan dan
berdampak positif. Ketika organisasi menerapkan
praktik inklusi sosial, mereka memastikan bahwa
semua pemangku kepentingan, baik internal maupun
eksternal, merasa diakui, didengar, dan memiliki
akses yang sama terhadap peluang dan sumber daya.
inklusi sosial dapat membantu membangun
hubungan yang kuat antara organisasi dan
komunitasnya. Dengan melibatkan komunitas lokal

54
dalam pengambilan keputusan dan menghargai
kepentingan mereka, organisasi dapat memperkuat
ikatan sosial dan mendapatkan dukungan yang lebih
besar dari masyarakat (Cantle, 2018). Inklusi sosial
juga menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan
mendukung bagi karyawan, di mana keberagaman
dihargai dan setiap individu merasa diakui dan
dihormati. Hal ini dapat meningkatkan kepuasan
karyawan, loyalitas, dan produktivitas.

55
Daftar Pustaka
Abbas, J., Mahmood, S., Ali, H., Raza, M. A., Ali, G., Aman,
J., Bano, S., & Nurunnabi, M. (2019). The effects of
corporate social responsibility practices and
environmental factors through a moderating role of
social media marketing on sustainable performance of
business firms. Sustainability (Switzerland), 11(12).
Allan, G. (2017). Social networks and social exclusion:
sociological and policy perspectives. Routledge.
Cantle, T. (2018). Community cohesion: A new framework
for race and diversity. Springer.
Caputo, F., Veltri, S., & Venturelli, A. (2017). A Conceptual
Model of Forces Driving the Introduction of a
Sustainability Report in SMEs: Evidence from a Case
Study. International Business Research, 10(5), 39.
Geme, T., Nijman, E., Ntawuhiganayo, E. B., & Negesa, D.
(2023). Stakeholder knowledge and perceptions of the
circular economy in Ugandan cities. Frontiers in
Sustainability, 4.
Guo, L., Xu, Y., Liu, G., Wang, T., & Du, C. (2019).
Understanding firm performance on green sustainable
practices through managers’ ascribed responsibility
and waste management: Green self-efficacy as
moderator. Sustainability (Switzerland), 11(18).
Santoso, M. B., & Raharjo, S. T. (2022). Diskursus
Corporate Social Responsibility (Csr) Dalam
Mewujudkan Sustainable Development Goals (Sdgs).
Share : Social Work Journal, 11(2), 100.
Silva Junior, A. da, Martins-Silva, P. de O., Coelho, V. D.,
& Sousa, A. F. de. (2023). The corporate social
responsibility pyramid: its evolution and the proposal
of the spinner, a theoretical refinement. Social
Responsibility Journal, 19(2), 358–376.
Sosial, J. P., Michael, R., Raharjo, S. T., & Resnawaty, R.
(2019). Program Csr Yayasan Unilever Indonesia
Berdasarkan Teori Triple Bottom Line.

56
Supriatna, J. (2021). Pengelolaan lingkungan
berkelanjutan. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Ta’Amnha, M. A., Bwaliez, O. M., Magableh, I. K., Samawi,
G. A., & Mdanat, M. F. (2021). Board policy of
humanitarian organizations towards creating and
maintaining their employer brand during the COVID-
19 pandemic. Corporate Board Role Duties and
Composition, 17(3), 8–20.
Velten, L., & Lashley, C. (2018). The meaning of cultural
diversity among staff as it pertains to employee
motivation. Research in Hospitality Management, 7(2),
105–113.
Williams, D. A. (2023). Strategic diversity leadership:
Activating change and transformation in higher
education. Taylor & Francis.

57
Profil Penulis
Syaifullah, S.E
Penulis lahir di Kajuangin pada tanggal 21 Agustus
1997. Penulis memulai pendidikan di SDN 142
Lembang, lulus tahun 2010, dan melanjutkan ke SMP
Negeri 1 Lembang, lulus pada tahun 2013. Kemudian,
saya melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 8 Pinrang,
lulus pada tahun 2016. Selanjutnya, saya melanjutkan
pendidikan program S1 di Institut Agama Islam Negeri Parepare (IAIN
Parepare), dengan mengambil program Studi Ekonomi Syariah, dan
berhasil lulus pada tahun 2022. Saat ini, saya tengah melanjutkan
pendidikan di Universitas Airlangga Surabaya, jurusan Sains Ekonomi
Islam, dengan mendapatkan bantuan dana pendidikan dari negara
melalui program LPDP. Fokus utama keilmuan saya terletak pada
bidang ekonomi islam, khususnya dalam mengkaji isu-isu sosial yang
berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain
aktif sebagai mahasiswa di Universitas Airlangga, saya juga menjadi
editor di salah satu jurnal di IAIN Parepare dan aktif menulis karya
tulis ilmiah maupun opini. Dengan tekad yang kuat, saya berharap
dapat memberikan kontribusi positif bagi bangsa dan negara tercinta
ini melalui penelitian.

58
4
PENDEKATAN MANAJEMEN
BERKELANJUTAN:
PERSPEKTIF LINGKUNGAN

Ine Alexsandrina Susiva Zain, S.E.


Universitas Airlangga

Sustainable Development
Tujuan utama pembangunan adalah untuk memenuhi
keinginan dan aspirasi manusia. Banyak individu di
negara-negara berkembang memiliki ambisi yang sahih
untuk kualitas hidup yang lebih baik, tetapi kebutuhan
mendasar mereka untuk makanan, pakaian, perumahan,
dan pekerjaan tidak terpenuhi. Bencana lingkungan dan
lainnya akan selalu menjadi kemungkinan di dunia di
mana kemiskinan dan ketidaksetaraan merajalela. Untuk
mencapai pembangunan berkelanjutan, kebutuhan dasar
setiap orang harus dipenuhi, dan setiap orang harus
diberi kesempatan untuk mewujudkan tujuan mereka
untuk kehidupan yang lebih baik. Pembangunan dapat
dibuat berkelanjutan oleh umat manusia sedemikian rupa
sehingga memenuhi tuntutan saat ini tanpa
membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Ide pembangunan
berkelanjutan memang melibatkan batasan-batasan
bukan batasan absolut, tetapi batasan yang dikenakan
pada sumber daya lingkungan oleh keadaan teknologi dan

59
organisasi sosial saat ini serta oleh kapasitas biosfer
untuk menyerap dampak aktivitas manusia. Mengingat
variasi yang signifikan dalam sistem ekonomi, sosial, dan
ekologi antar negara, tidak akan pernah ada satu pun
cetak biru pembangunan berkelanjutan. Setiap negara
perlu menentukan implikasi kebijakan khusus untuk
dirinya sendiri. Pembangunan berkelanjutan harus
dipandang sebagai tujuan global terlepas dari variasi ini
(Harlem,1987). Hanya jika norma konsumsi di seluruh
dunia mempertimbangkan keberlanjutan jangka panjang,
maka standar hidup di atas minimum dapat
dipertahankan. Namun, sebagian besar dari kita hidup di
atas apa yang mungkin secara ekologis, sebagaimana
dibuktikan oleh pola penggunaan energi kita. Kebutuhan
yang dirasakan dibangun secara sosial dan budaya, oleh
karena itu mempromosikan nilai-nilai yang mendukung
norma konsumsi yang berada dalam kisaran yang layak
secara ekologis dan yang dapat diperjuangkan oleh setiap
orang secara sah sangat penting untuk pembangunan
berkelanjutan. Campur tangan manusia dalam sistem
alam selama pembangunan dapat dilihat pada pertanian
yang mapan, pengalihan aliran air, ekstraksi mineral,
pelepasan panas dan gas beracun ke atmosfer, kehutanan
komersial, dan rekayasa genetika. Inisiatif semacam itu
memiliki ruang lingkup dan pengaruh yang terbatas
hingga saat ini. Skala dan dampak intervensi saat ini lebih
besar, dan menimbulkan ancaman yang lebih besar bagi
sistem pendukung kehidupan regional dan global.
Pembangunan berkelanjutan setidaknya tidak boleh
membahayakan ekosistem yang menopang kehidupan di
Bumi, termasuk atmosfer, sungai, tanah, dan makhluk
hidup.

Sustainable Supply Chain Management (SSCM)


Bisnis semakin menekankan pada memperoleh dan
menyediakan barang dan jasa dengan cara yang

60
meminimalkan efek negatifnya terhadap lingkungan,
masyarakat, dan ekonomi. Sehubungan dengan hal
tersebut di atas, gagasan manajemen rantai pasokan
berkelanjutan (SSCM) telah menarik minat bisnis dan
akademisi karena pentingnya menempatkan tanggung
jawab perusahaan dalam hal lingkungan, masyarakat,
dan ekonomi (Panigrahi et al., 2019). Banyak publikasi
penelitian dalam disiplin kualitatif dan kuantitatif
berfokus pada manajemen rantai pasokan berkelanjutan
(SSCM) (Genovese et al., 2017). Oleh karena itu,
pertimbangan keberlanjutan harus dimasukkan ke dalam
tugas dasar SC, termasuk pengadaan, produksi,
distribusi, penyimpanan, dan pergudangan, serta
penggunaan, daur ulang, dan pembuangan. Karena tren
globalisasi kontemporer, pergeseran pasar,
ketidakstabilan permintaan, dan kendala ekonomi,
perusahaan bisnis berada di bawah tekanan besar untuk
dapat mempertahankan SC yang ada. Untuk memperoleh
keunggulan kompetitif, seseorang tidak bisa hanya
menekankan efisiensi SC internal. Sebuah perusahaan
bisnis akan memiliki posisi pasar yang kuat dalam
pengaturan global jika prinsip keberlanjutan dimasukkan
ke dalam fungsi dasar SC (Khodakarami et al., 2015).
Memahami bagaimana sustainability berinteraksi dengan
SCM sangat penting untuk operasi bisnis karena idenya
cukup luas. elain struktur tata kelola dalam lingkungan
bisnis yang berubah, SSCM mencakup sudut pandang
terintegrasi dari faktor ekonomi, lingkungan, dan sosial di
SC. Perusahaan komersial harus bekerja sama dengan
semua pemangku kepentingan mereka dan
memanfaatkan sumber daya, informasi, dan uang mereka
sebaik-baiknya untuk mengoptimalkan proposisi nilai
mereka kepada konsumen dan profitabilitas SC. Ini juga
meningkatkan keadilan sosial dan kesejahteraan semua
pemangku kepentingan sambil mengurangi efek negatif
terhadap lingkungan. Karena sifat SSCM yang dinamis,

61
peneliti dalam subjek ini harus sering mempelajari
literatur untuk menemukan area potensial untuk
penelitian baru (Winter dan Knemeyer, 2013).

Sustainable Supply Chain Management and


Standardization Management Systems
Audit lingkungan dan sistem manajemen standar, seperti
ISO 14000 dan Eco-Management, mendukung bisnis
dalam mencapai kontrol kualitas proses dan produk,
menurut artikel penelitian tentang SSCM (Kleindorfer et
al., 2005; Curkovic dan Sroufe, 2011). Untuk mencapai
kinerja keberlanjutan yang tinggi, standardisasi dan
ketertelusuran harus diperhitungkan bersamaan dengan
lean dan green selama desain produk dan kolaborasi
pemasok (Ching dan Moreira, 2014). Kerangka kerja
untuk mencapai kinerja keberlanjutan tinggi yang
mencakup audit pemasok, penilaian dan pemantauan
risiko, sertifikasi pihak ketiga, dan pelatihan pemasok
(Grosvold et al., 2014). Dalam praktiknya, standardisasi
dan audit dapat menurunkan risiko dan meningkatkan
kinerja yang berkelanjutan (Roehrich et al., 2014). Dengan
memeriksa laporan keberlanjutan dari sembilan
perusahaan, ditemukan bahwa kepatuhan, pemantauan,
dan audit merupakan blok bangunan SSCM untuk
peningkatan kinerja, penghindaran risiko, dan pemilihan
pemasok (Turker dan Altuntas, 2014). menggunakan
akuntansi keberlanjutan dan penilaian keberlanjutan
untuk mengevaluasi biaya dan keuntungan yang terkait
dengan kegiatan berkelanjutan. Para peneliti mengamati
bagaimana 86 perusahaan manufaktur di Italia mencapai
kinerja lingkungan, sosial, dan keberlanjutan mereka, dan
mereka menemukan bahwa seiring berkembangnya
SSCM, demikian pula kinerja keberlanjutan organisasi
(Gualandris dan Kalchschmidt, 2016).

62
External Pressure on Environmental Outcomes and
Manufacturing Performance
Berdasarkan pabrikan di tiga negara Asia – Malaysia,
India dan China – mengkaji dampak tekanan eksternal
terhadap hasil lingkungan dan kinerja manufaktur.
Penekanan studi ini pada kinerja manufaktur adalah
komponen kunci. Melalui analisis variabel termasuk
profitabilitas, pangsa pasar, pengurangan limbah, dan
produktivitas, beberapa penelitian telah melihat dampak
GSCM (green supply chain management) terhadap kinerja
organisasi dari sudut pandang hasil ekonomi (misalnya De
Giovanni, 2012; Eltayeb et al., 2011). Sedikit yang
diketahui tentang efek pada kinerja manufaktur. Bagi
banyak bisnis, kinerja manufaktur merupakan indikator
kunci keberhasilan dan struktur biaya mereka (Adebanjo
et al., 2016). Dua sudut pandang teoretis—teori
kelembagaan dan pandangan berbasis sumber daya
(RBV)—digunakan untuk mengeksplorasi kesulitan-
kesulitan ini. Studi ini menyelidiki apakah kekuatan
kelembagaan saja dapat membawa kinerja lingkungan
dan manufaktur yang lebih baik atau apakah strategi
berbasis sumber daya harus diterapkan sebagai
komponen mediasi. Sangat penting bagi produsen untuk
memahami hubungan ini agar dapat menangani tekanan
dari luar dengan tepat. Menurut Zhu et al. (2005),
organisasi harus memahami pentingnya memperoleh
keunggulan kompetitif dengan beradaptasi dengan
tekanan luar untuk praktik yang berkelanjutan. Untuk
melihat hubungan antara adopsi program keberlanjutan
formal, tekanan eksternal untuk berkelanjutan, dan
efisiensi produksi dan hasil lingkungan. Sementara ada
korelasi substansial antara tekanan eksternal,
pelaksanaan program keberlanjutan formal, dan hasil
lingkungan, korelasi besar tersebut tidak ada dengan
kinerja industri, menurut penelitian tersebut. Juga
disarankan bahwa tidak adanya hubungan antara praktik
63
berkelanjutan dan kinerja manufaktur tidak selalu berarti
bahwa organisasi tidak dapat memperoleh keuntungan
finansial dari penerapan praktik berkelanjutan.
Sebaliknya, keuntungan finansial ini mungkin berasal
dari aspek kinerja lain yang terkait dengan hasil
lingkungan (Adebanjo et al., 2016).

BSC as a Strategic Management System in Green


Marketing
Sustainability dipandang sebagai bidang multifaset yang
mengintegrasikan disiplin ilmu dan bidang pengetahuan
yang paling berbeda. Pembangunan berkelanjutan yang
menemukan modifikasi dan kemajuan yang diperlukan
untuk masyarakat, industri, dan berbagai pemangku
kepentingan yang terlibat diperlukan karena banyaknya
masalah sosial-lingkungan yang ada saat ini. Universitas
menonjol dalam proses mempromosikan pembangunan
berkelanjutan karena mereka adalah institusi yang
mampu melihat arah masyarakat di mana mereka
dimasukkan secara analitis dan kritis, bukan hanya
membantu mereka mengejarnya. Mereka juga bertindak
sebagai model dan laboratorium hidup untuk penerapan
praktik yang lebih hijau di kota. Penggunaan pemasaran
hijau, yang didefinisikan sebagai seperangkat semua
praktik yang melibatkan pemasaran konvensional dan
ditujukan untuk mengurangi dampak negatif atau
mempromosikan efek positif pada hubungan antara
lembaga dan lingkungan, merupakan salah satu tindakan
yang berkontribusi terhadap proses konsolidasi
universitas yang lebih berkelanjutan dan pengembangan
kampus hijau. Implementasi kebijakan lingkungan baru
dan perluasan tingkat pengetahuan penduduk tentang
dampak negatif yang disebabkan oleh manusia terhadap
lingkungan menghasilkan peningkatan konsumsi dan
produksi berkelanjutan secara eksponensial (Kuo dan
Smith, 2018; Sima et al., 2019). Selain itu, sebagai akibat

64
dari kerusakan kondisi lingkungan yang terus-menerus,
muncul budaya yang lebih berkelanjutan di sebagian
besar masyarakat (Symeonidou dan Vagiona, 2018).
Karena universitas bertanggung jawab untuk
menghasilkan dan/atau menyebarluaskan informasi dan
pengetahuan ilmiah, promosi keberlanjutan di higher
education institutions (HEIs) memiliki dampak langsung
pada masyarakat di mana mereka beroperasi (Sachs,
2008). Keterlibatan dan dedikasi HEIs untuk
pembangunan berkelanjutan dapat disaksikan di seluruh
dunia (Morais et al., 2014; Oliveira et al., 2016). HEIs telah
menggambarkan diri mereka sebagai pemain kunci dalam
penciptaan dunia yang berorientasi pada pencapaian
tujuan ini. Menurut Leal Filho dkk. (2015), penciptaan
kampus hijau bermanfaat bagi masyarakat karena
perguruan tinggi berfungsi sebagai tempat berkembang
biak bagi pemimpin masa depan dan karena merupakan
struktur terintegrasi yang mendorong kesadaran
lingkungan di berbagai sektor. Literatur memberikan
berbagai ide untuk HEIs berkelanjutan, yang semuanya
memiliki banyak karakteristik dan berusaha untuk
mengidentifikasi taktik mana yang paling relevan untuk
menjadi HEIs berkelanjutan. Singkatnya, penulis
penelitian menemukan bahwa HEIs harus berperilaku
secara terkoordinasi di empat aspek utama lingkungan
universitas—pengajaran, penelitian, penjangkauan, dan
manajemen kampusMenurut Leal Filho dkk. (2015),
penciptaan kampus hijau bermanfaat bagi masyarakat
karena perguruan tinggi berfungsi sebagai tempat
berkembang biak bagi pemimpin masa depan dan karena
merupakan struktur terintegrasi yang mendorong
kesadaran lingkungan di berbagai sektor. Literatur
memberikan berbagai ide untuk HEIs berkelanjutan, yang
semuanya memiliki banyak karakteristik dan berusaha
untuk mengidentifikasi taktik mana yang paling relevan
untuk menjadi HEIs berkelanjutan. Singkatnya, penulis

65
penelitian menemukan bahwa HEIs harus berperilaku
terkoordinasi di empat aspek utama lingkungan
universitas—pengajaran, penelitian, penjangkauan, dan
manajemen kampus (Disterheft et al., 2012; Berchin et al.,
2017; Guerra et al., 2018); evaluasi dan laporan (Lozano
2006; Alshuwaikhat dan Abubakar, 2008; Berchin et al.,
2017; Guerra et al., 2018); pedoman kelembagaan dan
pengalaman keberlanjutan di kampus (Disterheft et al.,
2012; Lozano et al., 2013; Lozano et al., 2015; Amaral et
al., 2015; Berchin et al., 2017; Guerra et al., 2018; Bizerril
et al., 2018; Aleixo et al., 2018).
Untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan
solusi yang dapat membantu mengatasi kesulitan-
kesulitan tersebut baik di dunia akademik maupun di luar
kehidupan universitas, harus mendefinisikan dan
mempelajari sejumlah teknik berkelanjutan untuk
meningkatkan kesadaran lingkungan (Thomashow, 2014).
Lima bidang utama berikut diangkat untuk
mengimplementasikan pemasaran hijau di HEIS: publik
eksternal, publik internal, opini publik umum, produk,
dan strategi. Literatur tersebut kemudian dicari indikator
yang menilai kategori tersebut sehingga HEIs dapat dikaji
dari segala sudut. Guerra et al. (2018) menempatkan
perspektif pembangunan berkelanjutan di bagian atas
peta strategis perguruan tinggi publik, kemudian
perspektif prosedur pengajaran dan pengelolaan
lingkungan, kemudian pembelajaran dan pertumbuhan
lingkungan, dan terakhir perspektif tanggung jawab
ekonomi dan keuangan di bagian bawah. Kurangnya
kesepakatan tentang model yang ideal untuk diterapkan
di PT publik, seperti yang dapat dilihat dalam literatur,
mendorong setiap institusi untuk memodifikasi sudut
pandangnya sesuai dengan realitas dan fokusnya Terlepas
dari struktur yang digunakan, penggunaan BSC di
lembaga pendidikan menampilkan dirinya sebagai alat
manajemen yang dapat berkontribusi pada perencanaan
66
strategis, dalam mewujudkan misi dan visinya serta
mengontrol kinerjanya (Guerra et al., 2018). Jalan untuk
mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)
secara substansial diperluas oleh kerangka segitiga yang
terdiri dari universitas, komunitas, dan SDGs (Zhu et al.,
2020). Rencana untuk Perguruan Tinggi harus mencakup
berbagai kegiatan yang mendukung SDGs dalam hal
partisipasi masyarakat, pengajaran, penelitian, dan
pengelolaan operasional kampus. Cara nyata universitas
berkontribusi pada SDGs adalah melalui pendidikan
berkualitas tinggi. SDG lainnya juga dapat diterapkan
secara aktif oleh HEIs, termasuk lembaga pembelajaran
jarak jauh (Mawonde dan Togo, 2019). Sebuah BSC yang
dapat membantu dalam evaluasi kelestarian lingkungan
sehubungan dengan tindakan pemasaran dapat dibentuk.
Dokumen dari empat universitas asing diperiksa, dan
untuk masing-masing universitas, dikumpulkan lima
kategori dan indikator utama. Seseorang dapat memeriksa
hubungan antara pemasaran hijau dan pembangunan
berkelanjutan dari analisis bidang-bidang ini. Inisiatif
pemasaran khusus dihargai ketika bisnis mencapai hasil
yang menonjol. Pemasaran dapat mendorong
pengembangan ide-ide baru, kolaborasi, dan proyek.
Untuk menghasilkan dan mengekspor strategi pelestarian
lingkungan yang benar, diharapkan untuk
mengkonsolidasikan strategi hijau berdasarkan rencana
strategis, yang menunjukkan praktik yang diperlukan
untuk membangun intervensi di lembaga dan masyarakat
(Fuchs et al., 2020).

Green, Sustainable and SR-HRM


Literatur tentang sustainable HRM tersebar, kompleks, dan
sulit karena multidimensi. Untuk memberikan arah,
struktur, dan bentuk ke domain penelitian saat berkembang
dan maju, penelitian ini bertujuan untuk memajukan
integrasi studi yang menganalisis sustainable HRM umum

67
dan jenis utamanya GHRM green human resource
management dan SR-HRM socially responsible human
resource management Analisis faktor bibliometrik yang
terkait dengan penelitian tentang HRM berkelanjutan dan
subbidang GHRM dan SR-HRM telah menunjukkan
peningkatan pesat dalam keluaran ilmiah tentang topik ini
sebagai akibat dari perubahan pasar dan konteks
sosiopolitik bisnis; meningkatnya minat untuk memeriksa
hubungan antara Corporate Social Responsibility (CSR),
HRM, dan sustainability; dan, lebih khusus lagi, cara
langkah-langkah HRM dapat mendorong perilaku
berkelanjutan proaktif di antara karyawan. Wilayah Asia-
Pasifik, dengan kesulitan yang semakin besar dalam
mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan, dan
pengaturan Eropa, di mana HRM menggunakan pemikiran
jangka panjang dan pendekatan multipihak, adalah wilayah
geografis yang paling mendorong perluasan sektor
pengetahuan ini. Penelitian lebih lanjut dalam bidang studi
ini mengungkapkan bahwa GHRM dan HRM Berkelanjutan
mendapat perhatian lebih besar dalam jurnal daripada SR-
HRM. Studi sebelumnya telah mengabaikan esensi HRM
Berkelanjutan dengan gagal memperhitungkan banyak
faktor keberlanjutan sekaligus. Peran penting pelatihan
hijau dalam konteks GHRM telah diselidiki secara
menyeluruh. Metode yang digunakan untuk mengukur efek
penerapannya tidak tepat, dan penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk mengidentifikasi hambatan apa pun yang
mungkin membatasi kemanjurannya. Akan bermanfaat juga
untuk melakukan lebih banyak studi multidisiplin tentang
bagaimana GHRM memengaruhi GSCM dan membantu
pengembangan Industri 4.0. Kontribusi praktis yang dapat
membantu manajer dan profesional perusahaan dalam
memahami peran penting strategi HRM berkelanjutan dalam
mengatasi tantangan bisnis saat ini: manajemen bakat dan
kemampuan kerja. Kontribusi ini diperoleh dengan
menelusuri evolusi HRM berkelanjutan dan berbagai
pendekatannya (Murillo-Ramos et al., 2023).

68
Daftar Pustaka
Adebanjo, D., Teh, P. L., & Ahmed, P. K. (2016). The impact
of external pressure and sustainable management
practices on manufacturing performance and
environmental outcomes. International Journal of
Operations and Production Management, 36(9), 995–
1013. https://doi.org/10.1108/IJOPM-11-2014-0543
Aleixo, A.M., Azeiteiro, U. and Leal, S. (2018). “The
implementation of sustainability practices in
portuguese higher education institutions”,
International Journal of Sustainability in Higher
Education, Vol. 19 No. 1, pp. 146-178.
Amaral, L.P., Martins, N. and Gouveia, J.B. (2015). “Quest
for a sustainable university: a review”, International
Journal of Sustainability in Higher Education, Vol. 16
No. 2, pp. 155-172.
Berchin, I.I., Grando, V.S., Marcon, G.A., Corseuil, L. and
Guerra, J.B.S.O.A. (2017). “Strategies to promote
sustainability in higher education institutions: a case
study of a federal institute of higher education in
Brazil”, International Journal of Sustainability in Higher
Education, Vol. 18 No. 7, pp. 1018-1038
Bizerril, M.X.A., Rosa, M.J. and Carvalho, T. (2018).
“Construindo uma universidade sustentavel: uma
discussão baseada no caso de uma universidade
Portuguesa”, Avaliação: Revista da Avaliação da
Educação Superior (Campinas)), Vol. 23 No. 2, pp. 424-
447.
Ching, H.Y. and Moreira, M.A. (2014). “Management
systems and good practices related to the sustainable
supply chain management”, Journal of Management
and Sustainability, Vol. 4 No. 2, pp. 34-45.
Curkovic, S. and Sroufe, R. (2011). “Using ISO 14001 to
promote a sustainable supply chain strategy”,
Business Strategy and the Environment, Vol. 20 No. 2,
pp. 71-93.

69
De Giovanni, P. (2012). “Do internal and external
environmental management contribute to the triple
bottom line?”, International Journal of Operations &
Production Management, Vol. 32 No. 3, pp. 265-290
Disterheft, A., Caeiro, S.S.F.S., Ramos, M.R. and Azeiteiro,
U.M.M. (2012). “Environmental management systems
(EMS) implementation processes and practices in
European higher education institutions – Top-down
versus participatory approaches”, Journal of Cleaner
Production, Vol. 31, pp. 80-90
Eltayeb, T.K., Zailani, S. and Ramayah, T. (2011). “Green
supply chain initiatives among certified companies in
Malaysia and environmental sustainability:
investigating the outcomes”, Resources, Conservation
and Recycling, Vol. 55 No. 5, pp. 495-506.
Genovese, A., Acquaye, A.A., Figueroa, A. and Koh, S.L.
(2017). “Sustainable supply chain management and
the transition towards a circular economy: evidence
and some applications”, Omega, Vol. 66, Special Issue,
pp. 344-357.
Grosvold, J., Hoejmose, S.U. and Roehrich, J.K. (2014).
“Squaring the circle: management, measurement and
performance of sustainability in supply chains”,
Supply Chain Management: An International Journal,
Vol. 19 No. 3, pp. 292-305.
Gualandris, J. and Kalchschmidt, M. (2016). “Developing
environmental and social performance: the role of
suppliers’ sustainability and buyer–supplier trust”,
International Journal of Production Research, Vol. 54
No. 8, pp. 2470-2486.
Guerra, J.B.S.O., Garcia, J., de Andrade Lima, M.,
Barbosa, S.B., Heerdt, M.L. and Berchin, I.I. (2018). “A
proposal of a balanced scorecard for an environmental
education program at universities”, Journal of Cleaner
Production, Vol. 172, pp. 1674-1690.

70
Harlem, G. (1987). Report of The World Commission on
Environment and Development: Our Common Future.
Diakses pada 1 Juli 2023 dari
https://sustainabledevelopment.un.org/content/doc
uments/5987our-common-future.pdf
Khodakarami, M., Shabani, A., Saen, R.F. and Azadi, M.
(2015). “Developing distinctive two-stage data
envelopment analysis models: an application in
evaluating the sustainability of supply chain
management”, Measurement, Vol. 70, June, pp. 62-74.
Kleindorfer, P.R., Singhal, K. and Wassenhove, L.N. (2005).
“Sustainable operations management”, Production and
Operations Management, Vol. 14 No. 4, pp. 482-492.
Kuo, T.C. and Smith, S. (2018). “A systematic review of
technologies involving eco-innovation for enterprises
moving towards sustainability”, Journal of Cleaner
Production, Vol. 192, pp. 207-220.
Leal Filho, W., Shiel, C., do Paço, A. and Brandli, L. (2015).
“Putting sustainable development in practice: campus
greening as a tool for institutional sustainability
efforts”, Sustainability in Higher Education, Chandos
Publishing, 1-19.
Mawonde, A. and Togo, M. (2019). “Implementation of
SDGs at the university of South Africa”, International
Journal of Sustainability in Higher Education, Vol. 20
No. 5, pp. 932-950
Morais, D.O.C., Oliveira, N.Q.S. and Souza, E.M. (2014).
“As praticas de sustentabilidade ambiental e suas
influe⁁ncias na nova formatação institucional das
organizações”, Revista de Gestão Ambiental e
Sustentabilidade, Vol. 3 No. 3, pp. 90-10.
Oliveira, P.F.R., Oliveira, B.F. and Rohrich, S.S. (2016).
“Sustentabilidade em instituições de ensino superior:
Uma revisão sobre as conferencias internacionais Para
a sustentabilidade em IES”, Promoting sustainable
development 1503 ENGEMA 2016, ISSN: 2359-1048,
available at:
engemausp.submissao.com.br/18/anais/
download.php?cod_trabalho=242

71
Panigrahi, S. S., Bahinipati, B., & Jain, V. (2019).
Sustainable supply chain management: A review of
literature and implications for future research. In
Management of Environmental Quality: An
International Journal (Vol. 30, Issue 5, pp. 1001–1049).
Emerald Group Holdings Ltd.
https://doi.org/10.1108/MEQ-01-2018-0003
Roehrich, J.K., Lewis, M.A. and George, G. (2014). “Are
public–private partnerships a healthy option? A
systematic literature review”, Social Science and
Medicine, Vol. 113, July, pp. 110-119.
Sachs, I. (2008). Desenvolvimento: includente,
sustentavel, sustentado, 151p. Garamond, Rio de
Janeiro, RJ, Brasil. ISBN X, 85761704.
Sima, M., Grigorescu, I. and Balteanu, D. (2019). “An
overview of campus greening initiatives at universities
in Romania”, International Journal of Sustainability in
Higher Education, Vol. 20 No. 3, pp. 410-422.
Symeonidou, S. and Vagiona, D. (2018). “The role of the
water footprint in the context of green marketing”,
Environmental Science and Pollution Research, Vol. 25
No. 27, pp. 26837-26849.
Thomashow, M. (2014). “The nine elements of a
sustainable campus”, Sustainability: The Journal of
Record, Vol. 7 No. 3, pp. 174-175.
Turker, D. and Altuntas, C. (2014). “Sustainable supply
chain management in the fast fashion industry: an
analysis of corporate reports”, European Management
Journal, Vol. 32 No. 5, pp. 837-849.
Winter, M. and Knemeyer, A.M. (2013). “Exploring the
integration of sustainability and supply chain
management: Current state and opportunities for
future inquiry”, International Journal of Physical
Distribution and Logistics Management, Vol. 43 No. 1,
pp. 18-38.

72
Zhu, B., Zhu, C. and Dewancker, B. (2020).“A study of
development mode in green campus to realize the
sustainable development goals”, International Journal
of Sustainability in Higher Education, Vol. 21 No. 4, pp.
799-818
Zhu, Q., Sarkis, J. and Geng, Y. (2005). “Green supply
chain management in China: pressures, practices and
performance”, International Journal of Operations and
Production Management, Vol. 25 No. 5, pp. 449-468

73
Profil Penulis
Ine Alexsandrina Susiva Zain, S.E.
Anak tunggal dari pasangan Zainal Arifin dan
Megah Susiwati ini lahir pada tanggal 30 Juli 1996
di Mojokerto. Ia bertempat tinggal di Bsp Regency
Jl Januari No. 25 Banjaragung, Puri Mojokerto,
Jawa Timur. Ia menempuh pendidikan di SDN
Kranggan 1 Mojokerto (2002-2008), SMPN 1
Mojokerto (2008-2011), SMAN 2 Mojokerto (2011-2014).
Pendidikan S-1 ditempuhnya di Universitas Airlangga Surabaya
Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
(lulus tahun 2018 dengan masa studi 4 tahun); Saat ini penulis
sedang menempuh pendidikan S-2 Magister Sains Manajemen
Prodi Sumber Daya Manusia Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Airlangga Surabaya. Selama menempuh pendidikan
S-1 dan S-2 penulis juga aktif di berbagai kegiatan mahasiswa
diantaranya bidang perbendaharaan dan pendanaan. Penulis
pernah berkarir sebagai customer service di sebuah perusahaan
perbankan BUMN selama 2 tahun. Ketertarikan penulis dengan
bidang sumber daya manusia dimulai sejak penulis bekerja
sebagai customer service. Ketertarikan tersebut memperdalam
pemahaman penulis dalam bidang manajemen. Semangat
belajar dan ketekunanya mendorong penulis untuk lebih jauh
menghasilkan karya jurnalistik di bidang manajemen.

Email Penulis: ine.alexsandrina@gmail.com

74
5
ORGANISASI BERKELANJUTAN
(GREEN ORGANIZATION)

Yulinda Hardiana, S.M.


Universitas Airlangga

Latar Belakang dan Konteks


Organisasi berkelanjutan (green organization) menjadi
topik yang semakin relevan saat ini karena kesadaran
yang meningkat terhadap keberlanjutan dan masalah
lingkungan. Beberapa praktisi industri saat ini
mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari
seluruh proses operasional mereka sebagai tanggapan
atas meningkatnya kesadaran masyarakat akan
keberlanjutan (Fan et al., 2023). Konsep green
organization menekankan bahwa keberlanjutan harus
dimasukkan ke dalam setiap aspek operasi dan strategi
perusahaan. Organisasi yang "hijau" adalah organisasi
yang sangat mempertimbangkan dampak jangka panjang
mereka terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar
lebih dari sekedar keuntungan ekonomi jangka
pendeknya. Organisasi ini menunjukkan komitmen untuk
bertindak secara bertanggung jawab terhadap masyarakat
dan lingkungan di tengah perubahan iklim yang cepat,
degradasi lingkungan, dan tantangan sosial yang
kompleks. Masyarakat dan lingkungan dipandang sebagai
pemangku kepentingan yang sama pentingnya seperti
para investor dan pelanggan mereka. Organisasi

75
berkelanjutan juga mendorong inovasi dalam produk dan
teknologi yang lebih ramah lingkungan serta
meningkatkan kesadaran lingkungan di kalangan
karyawan dan pelanggan mereka. Tujuan utama dari
green organization adalah menciptakan keseimbangan
yang harmonis antara pencapaian tujuan bisnis dan
keberlanjutan lingkungan yang mencakup pengurangan
jejak karbon, pengelolaan limbah dengan bijaksana, dan
penggunaan sumber daya secara efisien. Selain itu,
organisasi juga berkontribusi pada komunitas lokal
mereka, mendukung hak pekerja, membangun hubungan
yang adil dengan pemasok, dan meningkatkan
kesejahteraan sosial (Celata & Sanna, 2019).

Definisi dan Karakteristik Organisasi Berkelanjutan


Organisasi berkelanjutan adalah organisasi yang secara
sadar dan proaktif mempertimbangkan aspek lingkungan,
sosial, dan ekonomi dalam kegiatan operasionalnya
(Carroll, 2015). Mereka memiliki misi dalam mengurangi
dampak negatif dan meningkatkan dampak positif dari
setiap kegiatan operasionalnya, memulihkan modal alam,
meningkatkan sumber daya manusia, dan
mempertahankan modal etika (Winnard et al., 2018).
Tujuannya tidak lain adalah untuk mencapai
keseimbangan antara pencapaian tujuan bisnis,
pelestarian lingkungan, dan kesejahteraan sosial.
Setidaknya terdapat beberapa karakteristik yang
menunjukkan bahwa organisasi berorientasi pada
keberlanjutan. Pertama, organisasi berkelanjutan sangat
peduli dengan lingkungan dan menggunakan praktik dan
kebijakan seperti penggunaan energi terbarukan,
pengelolaan limbah yang efisien, dan penggunaan bahan
baku yang berkelanjutan. Selain itu, untuk mencapai
keberlanjutan, organisasi juga berusaha mengembangkan
solusi baru dan berinovasi dalam produk, prosedur, dan

76
layanan mereka yang biasa disebut dengan green
innovation (Leal-Millán et al., 2020). Kedua, untuk
mencapai keberlanjutan ekonomi jangka panjang,
organisasi berkelanjutan berusaha untuk mencapai
keuntungan yang sehat dan berkelanjutan dengan
memasukkan pertimbangan ekonomi ke dalam strategi
bisnis mereka tanpa mengorbankan aspek sosial dan
lingkungan. Meskipun di tengah aturan atau pembatasan
dalam hal ekonomi, sosial, dan lingkungan, mereka tetap
berusaha menghasilkan nilai untuk masa depan (Lloret,
2016). Ketiga, dalam kegiatan operasi mereka, organisasi
berkelanjutan mempertimbangkan kesejahteraan
masyarakat. Mereka mendukung prinsip sosial yang
inklusif, mendukung keadilan sosial, dan membantu
mengembangkan komunitas melalui inisiatif sosial dan
partisipasi dalam kegiatan sosial (Lima & Machado, 2019).
Keempat, organisasi berkelanjutan berkomitmen untuk
melakukan transparansi dalam pelaporan kinerja mereka
terkait lingkungan dan sosial. Mereka melibatkan
pemangku kepentingan internal dan eksternal,
melaporkan apa yang mereka lakukan, dan bertanggung
jawab atas tindakan mereka. Pelaporan lingkungan,
sosial, dan tata kelola adalah cara perusahaan
berkomunikasi dengan pemangku kepentingan sebagai
bagian dari kewajibannya untuk bertanggung jawab dan
melayani mereka (Oncioiu et al., 2020). Para pemangku
kepentingan menjadi bagian dalam membantu
perusahaan menjadi lebih transparan terkait kinerja
keuangan. Terakhir, yang tidak kalah penting adalah
terkait kesadaran dan pendidikan. Praktik keberlanjutan
harus didukung oleh semua pihak yang terlibat termasuk
karyawan dan para pemangku kepentingan. Oleh karena
itu, untuk mewujudkan organisasi berkelanjutan,
organisasi berkewajiban dalam memberikan karyawan
dan para pemangku kepentingan pengetahuan dan
keterampilan. Melalui pelatihan dan pendidikan,

77
organisasi dapat membentuk kepercayaan dan kepuasan
yang pada gilirannya mendorong partisipasi aktif dalam
insiatif berkelanjutan (Law et al., 2017)

Prinsip-Prinsip Utama Organisasi Berkelanjutan


Organisasi berkelanjutan mengadopsi pendekatan holistik
yang bertanggung jawab terhadap keberlanjutan
lingkungan, sosial, dan ekonomi. Oleh karena itu, salah
satu prinsip utamanya adalah integritas lingkungan yang
menekankan betapa pentingnya melindungi dan
melestarikan alam. Organisasi berkelanjutan harus
mengadopsi praktik seperti penggunaan bahan baku yang
berkelanjutan, pengelolaan limbah yang bijaksana, dan
energi terbarukan untuk mengurangi dampak negatif
terhadap lingkungan. Prinsip integritas lingkungan ini
mendorong organisasi untuk menjadi pelopor dalam
perlindungan lingkungan dengan mengurangi jejak
ekologis mereka dan berkontribusi pada pemulihan dan
pelestarian sumber daya alam yang penting (Ahmad et al.,
2021). Prinsip selanjutnya adalah tanggung jawab sosial
yang mengacu pada komitmen organisasi terhadap
kesejahteraan masyarakat dan pemangku
kepentingannya. Prinsip keadilan sosial dan
kesejahteraan ini melibatkan upaya untuk menciptakan
tempat kerja yang inklusif, mendukung upah yang adil,
mempromosikan kesetaraan, kesempatan, serta
partisipasi dalam inisiatif sosial yang meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sekitar. Organisasi akan
membentuk sinergi dengan komunitas lokal,
berkolaborasi dengan mitra lokal, dan berupaya untuk
memahami dan merespons kebutuhan dan aspirasi
masyarakat tempat mereka beroperasi. Organisasi
percaya bahwa model bisnis berkelanjutan dapat dicapai
melalui kontribusi dari suara masyarakat (Pilăr et al.,
2019).

78
Dalam kenyataannya, prinsip-prinsip ini saling
mendukung dan berhubungan satu sama lain. Keadilan
sosial dan integritas lingkungan adalah dua komponen
penting yang harus dimasukkan ke dalam strategi dan
operasi organisasi berkelanjutan. Organisasi harus
mengambil keputusan tidak hanya berdasarkan faktor
ekonomi atau keuangan, tetapi juga berdasarkan
konsekuensi sosial dan lingkungan jangka panjang (Said
et al., 2017). Dengan menggunakan pendekatan holistik
yang menggabungkan prinsip-prinsip ini, organisasi
berkelanjutan dapat mencapai keselarasan antara
kepentingan ekonomi, keberlanjutan lingkungan, dan
kesejahteraan sosial.

Pentingnya Membangun Organisasi Berkelanjutan


Pentingnya keberlanjutan organisasi terletak pada
dampak positif yang akan mereka hasilkan. Organisasi
berkelanjutan berkontribusi pada kesejahteraan sosial,
keberlanjutan ekonomi, dan perlindungan lingkungan.
Semua dimensi tersebut akan berdampak pada citra dan
reputasi organisasi (Martínez & Rodríguez del Bosque,
2014). Praktik-praktik berkelanjutan dapat membantu
meningkatkan reputasi bisnis dan memberikan peluang
bisnis baru dengan mengembangkan produk baru yang
berkelanjutan sesuai dengan preferensi pelanggan
(Chakravarty, 2014). Adanya motif berkelanjutan dalam
strategi organisasi juga akan memungkinkan
penyelarasan strategis untuk mendapatkan keunggulan
kompetitif yang kemudian menciptakan nilai
berkelanjutan (Hristov & Chirico, 2019). Dengan adanya
strategi berkelanjutan, organisasi dapat menarik
konsumen yang peduli dengan masalah berkelanjutan
dan membangun hubungan yang kuat dengan para
pemangku kepentingan. Dengan demikian, membangun
organisasi berkelanjutan sangat penting dan menjadi
krusial di tengah tantangan lingkungan dan sosial yang

79
semakin kompleks. Hal ini untuk memastikan masa
depan yang berkelanjutan bagi organisasi dan masyarakat
secara keseluruhan.

Tantangan dan Paradoks dalam Menerapkan


Organisasi Berkelanjutan
Membangun organisasi berkelanjutan tidaklah mudah dan
mereka pasti akan menghadapi beberapa tantangan yang
kompleks dan seringkali bertentangan. Salah satu masalah
utama adalah paradoks antara mencapai keuntungan
finansial jangka pendek dan tanggung jawab jangka panjang
terhadap lingkungan dan masyarakat. Organisasi
berkelanjutan memiliki misi jangka panjang terhadap
lingkungan dan sosial, namun mereka tidak bisa begitu saja
mengabaikan aspek finansial jangka pendeknya. Organisasi
berkelanjutan adalah organisasi yang sadar akan pentingnya
sumber daya alam terbarukan dan terbatas. Namun,
organisasi yang memiliki kinerja lingkungan yang baik
ternyata rentan mengalami penurunan kinerja keuangan
jangka pendeknya (Delmas et al., 2015). Paradoksnya,
mereka juga bergantung pada sumber daya tersebut untuk
berkembang dan sukses. Pada akhirnya, organisasi harus
mencari cara untuk mengurangi ketergantungan mereka
pada sumber daya terbatas sambil tetap memenuhi
kebutuhan bisnis mereka. Karena masalah ini, organisasi
harus melakukan pendekatan yang komprehensif untuk
menyeimbangkan kebijakan keberlanjutan dan
pertumbuhan ekonomi segera.
Selain itu, organisasi juga akan dihadapkan dalam
mengubah budayanya. Mereka harus mengubah cara
berpikir dan berperilaku dalam menerapkan praktik baru
yang lebih berkelanjutan. Perubahan budaya seringkali
menghadapi penolakan dari individu dan kelompok dalam
organisasi karena seringkali bertentangan dengan kebiasaan
lama yang sudah melekat. Oleh karena itu, sangat penting
untuk memfasilitasi budaya yang mendukung seluruh
organisasi untuk mencapai keharmonisan dan operasi

80
organisasi melalui interaksi kognitif (George et al., 2016;
Painter et al., 2019). Integrasi kognitif terjadi ketika semua
aktor dalam organisasi memiliki persamaan persepsi tentang
pentingnya keberlanjutan dan berbagi tujuan yang berkaitan
dengan keberlanjutan. Agar intgrasi kognitif ini muncul,
tidak hanya diperlukan keselarasan horizontal antara
berbagai fungsi dan departemen. Namun juga diperlukan
keselarasan vertikal antara para aktor di berbagai tingkat
organsiasi (yaitu Direksi, manajer menengah, dan manajer
lini). Namun, permasalahan lain justru muncul ketika para
pemangku kepentingan menafsirkan keberlanjutan dengan
penafsiran yang berbeda. Intepretasi yang berbeda akan
berdampak pada bagaimana keberlanjutan akan
diimplementasikan dan dipantau nantinya (Argento et al.,
2022).
Lebih lanjut, Argento et al. (2022) menjelaskan empat
skenario yang berbeda dalam konteks organisasi
berkelanjutan. Situasi ini didasarkan pada keberadaan
management control systems (MCS) serta tingkat kesamaan
sensemaking terkait strategi dan tujuan keberlanjutan
organisasi.

Sumber: (Argento et al., 2022)

Gambar 5.1.
Derajat kesamaan sensemaking (di seluruh dan di antara
tingkat organisasi)

81
Matriks ini memberikan pemahaman yang lebih
komprehensif terkait tantangan dan paradoks dalam
membangun organisasi berkelanjutan.
1. Kuadran A menunjukkan keadaan ideal di mana
sebuah organisasi yang berorientasi pada
keberlanjutan memiliki rencana dan tujuan
keberlanjutan yang disepakati bersama. Dalam
skenario ini, paradoks keberlanjutan hampir tidak
ada atau minimal.
2. Kuadran B menggambarkan situasi di mana
organisasi memiliki MCS yang inklusif. Namun,
pemahaman dan kesepakatan tentang strategi dan
tujuan keberlanjutan tidak tercapai di tingkat
organisasi yang berbeda. Oleh karena itu, meskipun
ada alat pengendalian yang dirancang dengan baik
dalam skenario ini, keberlanjutan yang diinginkan
masih sulit untuk dicapai.
3. Kuadran C menggambarkan skenario di mana
organisasi memiliki MCS konvensional yang berfokus
pada indikator keuangan, tetapi tidak ada kesamaan
sensemaking terkait strategi dan tujuan
keberlanjutan. Skenario ini menunjukkan kinerja
keberlanjutan multidimensional yang lemah dan aktor
di berbagai organisasi tidak menganggapnya relevan
meskipun organisasi memiliki orientasi keberlanjutan
secara umum.
4. Kuadran D menggambarkan skenario di mana
organisasi memiliki kesamaan sensemaking terkait
keberlanjutan tetapi tidak memiliki MCS yang
inklusif. Meskipun konsep keberlanjutan dipahami
secara umum, pencapaian kinerja keberlanjutan
multidimensional masih dipengaruhi oleh
kepentingan terus-menerus terhadap indikator
keuangan. Dalam situasi seperti ini, meskipun ada

82
keinginan untuk bertindak, keberlanjutan tetap
menjadi tantangan berat bagi organisasi untuk
diimplementasikan.
Dengan demikian, untuk mencapai keberlanjutan yang
sejalan dengan tujuan organisasi, penting untuk
memastikan bahwa aktor di berbagai level organisasi
memahami dan setuju satu sama lain. Upaya untuk
mencapai integrasi kognitif ini membutuhkan kontrol
formal dan informal (George et al., 2016; Laguir et al.,
2019). Sebagai contoh kontrol formal adalah melalui
sistem pelaporan dan evaluasi berdasarkan indikator dan
target yang telah ditetapkan; kebijakan dan prosedur yang
jelas; dan penetapan tujuan dan sasaran yang dapat
dicapai. Sedangkan, kontrol informal dapat dilakukan
melalui kontrol personal dan budaya. Kontrol personal
mencakup sikap, nilai, dan komitmen individu dalam
menerapkan praktik berkelanjutan, sementara kontrol
budaya mencakup norma dan budaya organisasi yang
mendukung tujuan berkelanjutan. Dengan
menggabungkan kedua jenis kontrol ini, organisasi dapat
memastikan bahwa semua karyawan memiliki
pemahaman yang sama tentang keberlanjutan dan
berkomitmen untuk berpartisipasi dalam upaya untuk
mencapai kinerja berkelanjutan. Organisasi yang
menggunakan integrasi kognitif yang baik akan dapat
mengatasi paradoks antara keberlanjutan dan kinerja
finansial, mengingat bahwa keberlanjutan tidak hanya
berkaitan dengan hasil akhir yang dapat diukur, tetapi
juga melibatkan nilai-nilai dan komitmen setiap orang
untuk mengadopsi prinsip-prinsip berkelanjutan.
Terakhir tetapi tidak kalah penting, organisasi
berkelanjutan juga dihadapkan pada tantangan dalam
mengukur dampak dan melaporkan kegiatan mereka
secara transparan. Oleh karena itu, organisasi harus
membuat indikator kinerja yang tepat dan membuat

83
laporan yang lengkap serta dapat dipertanggungjawabkan
kepada pemangku kepentingan. Entitas bisnis ini dapat
memberikan kontribusi yang lebih efektif terhadap
pembangunan berkelanjutan dengan menyediakan
informasi yang transparan dan akurat tentang dampak
lingkungan, sosial, dan ekonomi dari kegiatan mereka
(Petrov et al., 2019). Melalui fokus pada pembangunan
berkelanjutan dan pelaporan kinerja berkelanjutan yang
menyeluruh, agen ekonomi dapat mencapai hasil yang
lebih baik dalam menjalankan aktivitas ekonomi yang
berkelanjutan.

Keberlanjutan sebagai Tren Masa Depan dalam Praktik


Bisnis
Perubahan paradigma dalam perspektif bisnis adalah
salah satu alasan utama mengapa keberlanjutan menjadi
tren masa depan dalam praktik bisnis. Dampak sosial dan
lingkungan dari operasi bisnis menjadi lebih
dipertimbangkan daripada hanya sekedar profitabilitas
jangka pendeknya saja. Konsumen juga semakin
menginginkan barang dan jasa yang ramah lingkungan
serta praktik bisnis yang transparan. Oleh karena itu,
perusahaan perlu mengubah praktik bisnis mereka agar
lebih berkelanjutan untuk memenuhi permintaan ini.
Berkaitan dengan hal tersebut, perkembangan teknologi
di era revolusi industri 4.0 juga menjadi stimulator praktik
berkelanjutan di organisasi. Penggunaan teknologi seperti
kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), big data,
dan teknologi digital lainnya memberikan kemampuan
dalam mengumpulkan, menganalisis, dan
mengoptimalkan data terkait yang mendukung tujuan
pembangunan berkelanjutan atau disebut dengan
Sustainable Development Goals (SDGs) (Kirkpatrick &
Vacarelu, 2019; Nara et al., 2021). Teknologi tersebut
akan membantu organisasi untuk meminimalkan waste

84
dalam setiap rencana bisnisnya seperti over produksi,
waktu tunggu, transportasi, pengolahan limbah,
penyimpanan, aktivitas yang tidak perlu, dan produksi
barang cacat. Selain itu, teknologi dapat mempermudah
dalam menganalisis kelayakan proyek pembangunan yang
akan dijalankan, seperti membangun pabrik atau industri
padat karya yang dapat menampung banyak tenaga kerja.
Tentu harapannya, pembangunan tersebut memiliki
dampak sosial yang positif bagi masyarakat seperti
menurunkan tingkat pengangguran didaerah tersebut
dan mampu meningkatkan produktivitas masyarakat
sekitar. Seperti apa yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa inti dari berkelanjutan adalah bersifat inklusif
untuk seluruh masyarakat, tidak memberikan dampak
negatif terhadap lingkungan, dan penggunaan sumber
daya yang efisien.
Di sisi lain terkait ketenagakerjaan, keberlanjutan juga
menjadi faktor yang menarik bagi karyawan dalam hal
talenta dan tenaga kerja. Generasi milenial dan Gen Z
cenderung memilih bisnis yang memiliki komitmen
terhadap keberlanjutan dan tanggung jawab sosial (Borg
et al., 2020; Lerro et al., 2019). Gen Z dan milenial
merupakan generasi yang tumbuh dari era kesadaran
sosial dan lingkungan yang tinggi. Mereka sangat aware
terkait isu kesenjangan sosial, perubahan iklim, degradasi
lingkungan, dan ketidaksetaraan gender. Akibatnya,
mereka mencari bisnis yang mengutamakan praktik
bisnis yang bertanggung jawab secara sosial dan
lingkungan. Mengapa kemudian attract dan retensi
generasi milenial menjadi penting? Data hasil Sensus
Penduduk di Indonesia pada tahun 2020 menunjukkan
bahwa mayoritas penduduk di Indonesia didominasi oleh
generasi Milenial (lahir pada kurun 1981-1996) dan
generasi Z (lahir pada kurun 1997-2012). Prosentase
penduduk usia produktif (15-64 tahun) terhadap total

85
populasi pada 2020 sebesar 70,72%. Artinya, hanya
generasi milenial dan generasi X (1965-1980) saat ini yang
seluruhnya berada pada usia produktif, dan sebagian diisi
oleh generasi Z dan baby boomers (1946-1964). Namun,
hanya butuh waktu kurang dari 5 tahun bagi seluruh gen
Z untuk masuk di usia produktif. Oleh karena itu, untuk
menarik dan mempertahankan talenta, perusahaan dapat
membangun hubungan yang kuat dengan Gen Z dan
milenial dengan menunjukkan komitmen yang kuat
terhadap keberlanjutan. Dengan menunjukkan orientasi
penuh terhadap bisnis berkelanjutan, organisasi akan
mendapatkan keuntungan jangka panjang dalam hal
reputasi merek, retensi karyawan, sekaligus keuntungan
bisnis.

86
Daftar Pustaka
Ahmad, M., Ahmed, Z., Majeed, A., & Huang, B. (2021). An
environmental impact assessment of economic
complexity and energy consumption: Does
institutional quality make a difference? Environmental
Impact Assessment Review, 89.
https://doi.org/10.1016/J.EIAR.2021.106603
Argento, D., Broccardo, L., & Truant, E. (2022). The facets
of the sustainability paradox. Meditari Accountancy
Research, 30(7), 26–48.
https://doi.org/10.1108/MEDAR-10-2020-
1051/FULL/PDF
Borg, N., Scott-Young, C. M., & Naderpajouh, N. (2020).
Strategies for Business Sustainability in a
Collaborative Economy. Practice, Progress, and
Proficiency in Sustainability, 306–329.
https://doi.org/10.4018/978-1-7998-4543-0.CH016
Carroll, A. B. (2015). Corporate social responsibility: The
centerpiece of competing and complementary
frameworks. Organizational Dynamics, 44(2), 87–96.
https://doi.org/10.1016/J.ORGDYN.2015.02.002
Celata, F., & Sanna, V. S. (2019). A multi-dimensional
assessment of the environmental and socioeconomic
performance of community-based sustainability
initiatives in Europe. Regional Environmental Change,
19(4), 939–952. https://doi.org/10.1007/S10113-
019-01493-9
Chakravarty, A. K. (2014). Sustainable Supply Chains.
273–305. https://doi.org/10.1007/978-3-642-
41911-9_9
Delmas, M. A., Nairn-Birch, N., & Lim, J. (2015). Dynamics
of Environmental and Financial Performance.
Organization & Environment, 28(4), 374–393.
https://doi.org/10.1177/1086026615620238

87
Fan, Q., Abbas, J., Zhong, Y., Pawar, P. S., Adam, N. A., &
Alarif, G. Bin. (2023). Role of organizational and
environmental factors in firm green innovation and
sustainable development: Moderating role of
knowledge absorptive capacity. Journal of Cleaner
Production, 411, 137262.
https://doi.org/10.1016/J.JCLEPRO.2023.137262
George, R. A., Siti-Nabiha, A. K., Jalaludin, D., & Abdalla,
Y. A. (2016). Barriers to and enablers of sustainability
integration in the performance management systems
of an oil and gas company. Journal of Cleaner
Production, 136, 197–212.
https://doi.org/10.1016/J.JCLEPRO.2016.01.097
Hristov, I., & Chirico, A. (2019). The Role of Sustainability
Key Performance Indicators (KPIs) in Implementing
Sustainable Strategies. Sustainability, 11(20).
https://doi.org/10.3390/SU11205742
Kirkpatrick, R., & Vacarelu, F. (2019). A decade of
leveraging big data for sustainable development. UN
Chronicle, 55(4), 26–31.
https://doi.org/10.18356/5F4FE2E2-EN
Laguir, L., Laguir, I., & Tchemeni, E. (2019). Implementing
CSR activities through management control systems:
A formal and informal control perspective. Accounting,
Auditing and Accountability Journal, 32(2), 531–555.
https://doi.org/10.1108/AAAJ-05-2016-
2566/FULL/PDF
Law, M. M. S., Hills, P., & Hau, B. C. H. (2017). Engaging
Employees in Sustainable Development – a Case Study
of Environmental Education and Awareness Training
in Hong Kong. Business Strategy and The Environment,
26(1), 84–97. https://doi.org/10.1002/BSE.1903
Leal-Millán, A., Leal-Rodríguez, A., & Albort-Morant, G.
(2020). Green Innovation. Encyclopedia of the UN
Sustainable Development Goals.
https://doi.org/10.4337/9780857931504.00050

88
Lerro, M., Raimondo, M., Stanco, M., Nazzaro, C., &
Marotta, G. (2019). Cause Related Marketing among
Millennial Consumers: The Role of Trust and Loyalty
in the Food Industry. Sustainability, 11(2).
https://doi.org/10.3390/SU11020535
Lima, J. P., & Machado, M. H. (2019). Walking accessibility
for individuals with reduced mobility: A Brazilian case
study. Case Studies on Transport Policy, 7(2), 269–279.
https://doi.org/10.1016/J.CSTP.2019.02.007
Lloret, A. (2016). Modeling corporate sustainability
strategy. Journal of Business Research, 69(2), 418–
425.
https://doi.org/10.1016/J.JBUSRES.2015.06.047
Martínez, P., & Rodríguez del Bosque, I. (2014).
Sustainability Dimensions: A Source to Enhance
Corporate Reputation. Corporate Reputation Review,
17(4), 239–253.
https://doi.org/10.1057/CRR.2014.13
Nara, E. O. B., da Costa, M. B., Baierle, I. C., Schaefer, J.
L., Benitez, G. B., do Santos, L. M. A. L., & Benitez, L.
B. (2021). Expected impact of industry 4.0
technologies on sustainable development: A study in
the context of Brazil’s plastic industry. Sustainable
Production and Consumption, 25, 102–122.
https://doi.org/10.1016/J.SPC.2020.07.018
Oncioiu, I., Popescu, D. M., Aviana, A. E., Şerban, A.,
Rotaru, F., Petrescu, M., & Marin-Pantelescu, A.
(2020). The Role of Environmental, Social, and
Governance Disclosure in Financial Transparency.
Sustainability, 12(17).
https://doi.org/10.3390/SU12176757
Painter, M., Pouryousefi, S., Hibbert, S., & Russon, J. A.
(2019). Sharing Vocabularies: Towards Horizontal
Alignment of Values-Driven Business Functions.
Journal of Business Ethics, 155(4), 965–979.
https://doi.org/10.1007/S10551-018-3901-
7/FIGURES/1

89
Petrov, A. M., Nikiforova, E. V., Kiseleva, N. P., Grishkina,
S. N., & Lihtarova, O. V. (2019). Creation of the
Reporting on Sustainable Development of Companies
based on Socioeconomic Measurement Statistics.
International Journal of Recent Technology and
Engineering, 8(2), 4005–4012.
https://doi.org/10.35940/IJRTE.B3053.078219
Pilăr, L., Stanislavská, L. K., Pitrová, J., Krejčí, I., Tichá,
I., & Chalupová, M. (2019). Twitter Analysis of Global
Communication in the Field of Sustainability.
Sustainability, 11(24).
https://doi.org/10.3390/SU11246958
Said, R., Joseph, C., & Sidek, N. Z. M. (2017). Corporate
Governance and Corporate Social Responsibility (CSR)
Disclosure: The Moderating Role of Cultural Values.
Developments in Corporate Governance and
Responsibility, 12, 189–206.
https://doi.org/10.1108/S2043-
052320170000012013
Winnard, J., Lee, J., & Skipp, D. (2018). Putting resilient
sustainability into strategy decisions – case studies.
Management Decision, 56(7), 1598–1612.
https://doi.org/10.1108/MD-11-2017-
1124/FULL/PDF

90
Profil Penulis
Yulinda Hardiana, S.M.
Penulis merupakan seorang akademisi di bidang
manajemen yang telah menyelesaikan gelar S1
Manajemen-nya di Universitas Islam Sultan Agung
Semarang. Saat book chapter ini ditulis, penulis
sedang mengejar gelar Magister (S2) Sains
Manajemen di Universitas Airlangga. Penulis memiliki
ketertarikan yang kuat di bidang manajemen dan memiliki cita-
cita untuk menjadi seorang dosen profesional dan peneliti aktif.
Selama masa studinya di tingkat S1, penulis aktif terlibat dalam
kegiatan akademik di universitasnya. Penulis sering menjadi
asisten dosen dalam penelitian di bidang manajemen dan
menjadi asisten dosen untuk mengajar di kelas. Setelah berhasil
meraih gelar S1, penulis juga diberikan kesempatan oleh
almamaternya menjadi asisten dosen untuk menggarap projek
penelitian selama 10 bulan. Saat ini, penulis juga masih tetap
aktif dalam memberikan kontribusi melalui penulisan artikel
ilmiah dan penulisan buku. Penulis percaya bahwa kontribusi
dalam penulisan artikel, pengelolaan kelas, dan mentor belajar
akan mengantarkan pada cita-cita yang diimpikan. Dengan
dedikasi dan semangat yang tinggi, penulis berkomitmen untuk
terus mengembangkan diri dan memberikan kontribusi yang
berarti dalam pengembangan ilmu manajemen.
Email Penulis: yulindahardiana@gmail.com

91
92
6
PERILAKU BERKELANJUTAN
(GREEN BEHAVIOUR)

Dr. Febrianty, S.E., M.Si.


Universitas Malahayati

Pendahuluan
Wujud perilaku makhluk hidup dalam menjaga alam
semesta tersebut disebut sebagai green behaviour atau
“perilaku hijau atau perilaku berkelanjutan”. Menurut
(Goleman & Barlow, 2012), perilaku manusia dalam
menjaga dan memelihara lingkungan hidup di lingkungan
terdekatnya disebut sebagai “green behaviour”. Kesadaran
manusia untuk mencintai alam semesta menyebabkan
perilaku berkelanjutan. Oleh karena itu, Ekoliterasi
sangat penting untuk menanamkan rasa cinta kepada
alam semesta sejak dini.
Penggunaan sumber daya yang efisien, daur ulang,
pengurangan limbah, penghematan energi, transportasi
berkelanjutan, dan penggunaan produk yang ramah
lingkungan adalah beberapa contoh tindakan individu
yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif
terhadap lingkungan dan mendorong praktik yang lebih
ramah lingkungan. Perilaku berkelanjutan adalah
"tindakan manusia yang bertujuan untuk meminimalkan
dampak lingkungan dari aktivitas individu dan kelompok,
serta mempertahankan keseimbangan ekologis",
(Satterfield et al., 2013).

93
Melalui tindakan sehari-hari, orang dapat berkontribusi
secara langsung pada penyelesaian masalah lingkungan
dan menjadikan perilaku berkelanjutan penting. Kita
dapat mengurangi jejak karbon, mengurangi polusi,
melestarikan keanekaragaman hayati, dan mendorong
perubahan sosial yang positif dengan mengadopsi
perilaku yang ramah lingkungan. "Perilaku individu dapat
berperan penting dalam mencapai perubahan sosial dan
lingkungan yang lebih luas", (McKenzie-Mohr, 2011).
Tindakan hijau harus didasarkan pada prinsip, standar,
dan cinta kepada alam. Perilaku sehari-hari seseorang
dapat menunjukkan pola perilaku berkelanjutan, seperti
menjaga kebersihan rumah, membuang sampah di
tempatnya, mengonsumsi makanan sehat, mendaur
ulang sampah rumah tangga, dan menggunakan listrik
dan air seperlunya. Hal tersebut sesuai juga dengan
gagasan tentang perilaku berkelanjutan dari (Capra &
Stone, 2010) yang menjelaskan bahwa perilaku
berkelanjutan adalah etika manusia dalam
memperlakukan lingkungan hidupnya. Fokus dari
perilaku berkelanjutan adalah kaidah moral manusia
yang menjiwai perilaku cinta terhadap alam semesta.
Dalam hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya,
perilaku berkelanjutan menarik karena identitas tempat
dan kesadaran lingkungan. Identitas tempat, substruktur
dari identitas diri seseorang, mencakup pemahaman
tentang lingkungan fisik tempat mereka tinggal. Hal ini
terkait dengan tempat yang memiliki arti dan memiliki
makna baginya secara emosional. Pada abad ke-21,
diharapkan gaya hidup hijau menjadi norma umum. Gaya
hidup hijau atau berkelanjutan akan menciptakan
keseimbangan dalam ekosistem sehingga alam dapat
hidup sejahtera. Hal ini jelas bukanlah sesuatu yang
dapat dicapai tanpa upaya yang signifikan.

94
Persepsi Karakter Green Behaviour generasi milenial
adalah tentang bagaimana mengelola karakter generasi
milenial untuk membuat mereka lebih tertarik untuk
menggunakan produk hijau, melalui pendidikan karakter
sejak dini di sekolah. Karakter Green Behaviour juga
mengacu pada kesadaran masyarakat milenial untuk
memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan
yang mengarah pada tujuan yang tepat. Teori tentang
tindakan hijau mengarahkan semua pemahaman tentang
karakteristik tindakan hijau tersebut (Goleman & Barlow,
2012). Teori ini menyatakan bahwa tindakan manusia
dalam menjaga dan memelihara lingkungan hidup
dilingkungan terdekatnya dikenal sebagai tindakan hijau,
yang berasal dari rasa cinta manusia terhadap alam
semesta.
Perilaku berkelanjutan harus diajarkan kepada anak-
anak agar mereka menjadi orang dewasa yang mencintai
alam dan berperilaku berkelanjutan dimasa depan.
Pengembangan keterampilan berpikir kritis, penyelesaian
masalah, dan pendidikan karakter adalah bentuk
pengelolaan perilaku berkelanjutan pada individu,
(Syaodih & Handayani, 2015). Generasi milenial telah
menerapkan Karakter Berperilaku berkelanjutan dalam
kehidupan sehari-hari mereka untuk mendukung
pemerintah dalam perlindungan lingkungan dan
meningkatkan penggunaan barang hijau. Misalnya,
mereka sudah terbiasa menggunakan kantong belanja
yang dapat digunakan kembali, sedotan baja tahan karat,
botol minum tumbler, dan produk kecantikan/kemasan
produk yang terbuat dari bahan ramah lingkungan.
Contoh lainnya perilaku berkelanjutan adalah:
1. mengurangi penggunaan energi dengan mematikan
perangkat elektronik yang tidak digunakan,
menggunakan peralatan yang hemat energi, dan
menggunakan sumber daya terbarukan.

95
2. Mengurangi penggunaan air dengan memperbaiki
keran bocor, mengumpulkan air hujan, dan
menggunakan metode yang hemat air seperti toilet
berembun.
3. Membuang sampah dengan hati-hati dengan mendaur
ulang, mengompos, atau memilih kemasan yang
ramah lingkungan.
4. Menggunakan cara transportasi yang ramah
lingkungan, seperti berjalan kaki, bersepeda,
menggunakan transportasi umum, atau berbagi
kendaraan.
5. Membeli barang yang ramah lingkungan, seperti
barang organik, daur ulang, atau yang memiliki
sertifikasi lingkungan.

Konsep Green Behaviour


Tiga teori etika lingkungan kontemporer adalah
antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme.
Memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam
semesta, antroposentrisme adalah etika lingkungan. Nilai
terletak pada manusia dan kepentingannya. Sebagai
penguasa alam, manusia memiliki otoritas penuh. Alam
semesta, bersama dengan seluruh isinya, hanya dianggap
sebagai objek, sumber daya, alat, atau sarana untuk
memenuhi kebutuhan, keinginan, dan tujuan manusia.
Dengan demikian, segala sesuatu yang ada di alam
semesta hanya memiliki nilai dan perhatian sejauh
mendukung dan demi kepentingan manusia. Sebuah
perspektif antroposentris berpendapat bahwa alam yang
dibangun tidak memiliki nilai pada dirinya sendiri. Karena
etika antroposentrisme mendorong sikap dan perilaku
eksploitatif yang tidak peduli dengan keberlanjutan alam,
etika ini sering dituding sebagai penyebab krisis ekologi.
Akibatnya adalah egois dan instrumentalis. Biosentrisme

96
adalah etika lingkungan yang berpendapat bahwa setiap
kehidupan memiliki nilai dan harga pada dirinya sendiri,
sehingga semua makhluk hidup selain manusia harus
diperlakukan secara etis, terlepas dari apakah mereka
berguna atau tidak bagi manusia. Akibatnya, alam
semesta adalah suatu komunitas moral karena setiap
kehidupan didalamnya, baik manusia maupun makhluk
lain, memiliki nilai moral.
Gudynas dalam (Setya, 2010) menyatakan bahwa etika
sekarang berlaku tidak hanya untuk komunitas manusia
tetapi juga untuk semua komunitas biotik manusia dan
makhluk hidup lainnya. Hak hidup sama dengan sistem
kehidupan diberikan kepada semua makhluk hidup, baik
tumbuhan maupun hewan. Dengan kata lain, agar
antroposentrisme berubah menjadi biosentrisme, segala
sesuatu yang bersifat hirarkis harus dihindari, sehingga
kita dapat menyatu dengan organisme lain dan tidak
berada di atasnya. Etika, berdasarkan ekosentrisme,
mencakup semua sistem ekologi, baik biotik maupun
abiotik. Menurut perspektif ekosentrisme, kewajiban
moral manusia tidak terbatas pada makhluk hidup saja
karena lingkungan ekologis makhluk hidup dan
lingkungan abiotiknya saling terkait dan saling terkait.
Menurut perspektif ini, ekologi, sebagai bidang yang
menyelidiki perilaku lingkungan, memiliki aspek moral.
Melihat dan mempertimbangkan bahwa antroposentrisme
menyebabkan kerusakan lingkungan, yang merupakan
salah satu hasil dari modernisasi. Keyakinan bahwa
manusia adalah inti dari segalanya sekarang sangat
dipengaruhi oleh modal hidup yang saling membantu.
Berikut ini beberapa sumber yang terkait dengan
pembahasan antroposentrisme, biosentrisme, dan
ekosentrisme:
1. Attfield (2015) memberikan ulasan lengkap tentang
etika lingkungan dan membahas berbagai teori,

97
seperti antroposentrisme, biosentrisme, dan
ekosentrisme.
2. Brennan & Lo (2018) memberikan kumpulan bacaan
tentang etika lingkungan yang mencakup berbagai
teori dan pendekatan, seperti antroposentrisme,
biosentrisme, dan ekosentrisme.
3. DesJardins (2019) memberikan pengantar lengkap
tentang filosofi lingkungan.
4. Jamieson (2014) membahas masalah etika dengan
perubahan iklim dan membahas teori-teori etika
lingkungan seperti antroposentrisme, biosentrisme,
dan ekosentrisme.
5. Norton (1987) membahas nilai keanekaragaman
hayati dan membahas pendekatan etika yang
berkaitan dengan antroposentrisme, biosentrisme,
dan ekosentrisme.
6. Rolston III (1988) membahas argumen etika
lingkungan tentang teori-teori seperti
antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme.
Keberlanjutan berarti mengurangi konsumsi ekonomi
tanpa menghentikan pertumbuhan ekonomi. untuk
memastikan bahwa apa yang saat ini digunakan tidak
akan terbuang untuk waktu yang lama. Menurut (Capra
& Stone, 2010) merespon ide ini dan menawarkan
perspektif holistik dan ekologis sebagai pendekatan baru
untuk memecahkan masalah masyarakat. Paradigma
holistik dan ekologis menempatkan keseluruhan di atas
bagian-bagian untuk menggantikan perspektif
mekanistik. Paradigma holistik dan ekologis memerlukan
adopsi etika baru yang lebih bermanfaat dan tidak
merusak kehidupan; ini memerlukan pemahaman tentang
hubungan antara objek dan tempat manusia dalam
jejaring tersebut. Menurut perspektif ini, ekoliterasi

98
adalah syarat untuk mengartikulasikan ekologi. Untuk
memungkinkan masyarakat global segera menerima dan
memahami perspektif holistik-ekologis dan melakukan
perubahan yang diperlukan, Capra mengusulkan gagasan
ekoliterasi. Oleh karena itu, juga diperlukan kesadaran
moral untuk menerima dan memahami penyebab krisis
lingkungan yang melanda dunia saat ini. Kecerdasan
ekologis adalah hasil dari ekoliterasi, yang menghasilkan
perilaku yang peduli dengan lingkungan.

Pengertian Green Behaviour


"Green" berasal dari bahasa Inggris, yang berarti hijau,
dan "behaviour", yang berarti perilaku. Menurut
penggalan kata, jika digabungkan menjadi "green
behaviour atau perilaku hijau atau perilaku
berkelanjutan", kata hijau mewakili kesejukan, yang
terkait dengan konsep lingkungan. Jadi, Perilaku
berkelanjutan berhubungan dengan lingkungan. Menurut
teori Skinner (Notoatmodjo, 2007) perilaku adalah reaksi
atau respons seseorang terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar. Ini karena stimulus datang
terhadap makhluk dan kemudian makhluk tersebut
merespons. Pandangan di atas menunjukkan bahwa
perilaku individu mencakup berbagai jenis aktivitas yang
dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.
Tindakan hijau harus didasarkan pada prinsip, standar,
dan cinta kepada alam. Perilaku sehari-hari seseorang
dapat menunjukkan pola perilaku berkelanjutan, seperti
menjaga kebersihan rumah, membuang sampah di
tempatnya, mengonsumsi makanan sehat, mendaur
ulang sampah rumah tangga, dan menggunakan listrik
dan air seperlunya. Sesuai dengan definisi tindakan hijau
yang diberikan oleh (Capra & Stone, 2010) yang
menyatakan bahwa tindakan hijau manusia dapat
didefinisikan sebagai etika manusia dalam
memperlakukan lingkungan hidupnya. Fokus dari
99
perilaku berkelanjutan adalah menjiwai perilaku cinta
terhadap alam semesta. Perilaku berkelanjutan
menunjukkan bahwa setiap orang harus
bertanggungjawab dan peduli terhadap lingkungan.
Pengetahuan, perasaan, dan kecenderungan bertindak
membentuk sikap dan nilai manusia terhadap
lingkungan. Oleh karena itu, informasi tentang
lingkungan, pengalaman, dan pandangan tentang
lingkungan menentukan tindakan manusia terhadap
lingkungan.
Menurut (Indikka, 2012) perilaku berkelanjutan
didefinisikan sebagai perilaku yang didasarkan pada
prinsip, aturan, dan norma yang mengutamakan
kepedulian terhadap lingkungan. Salah satu elemen yang
sangat penting dalam membangun kepedulian siswa
terhadap lingkungan sekitarnya adalah perilaku
berkelanjutan. Menurut Soemarno dalam (Vanya, 2014)
tindakan hijau adalah cara orang dapat memelihara dan
memelihara lingkungan hidupnya dalam kehidupan
sehari-harinya. Goleman dalam (Vanya, 2014) menyebut
tindakan hijau sebagai kecerdasan ekologis. "Ekologis
artinya pemahaman terhadap organisme dan
ekosistemnya, sedangkan kecerdasan adalah kapasitas
untuk belajar dari pengalaman dan secara efektif
berhadapan dengan lingkungan." Ketika kita memiliki
kecerdasan ekologis, kita dapat menerapkan apa yang kita
pelajari tentang bagaimana tindakan manusia
memengaruhi ekosistem sehingga kita dapat mengurangi
kerusakan dan sekali lagi hidup lestari ditempat kita
sekarang.
Penjelasan tersebut sejalan dengan yang diungkapkan
oleh Yusuf dalam (Vanya, 2014) bahwa perilaku
berkelanjutan mencakup proses mengorganisasikan nilai
dan memperjelas gagasan untuk membangun
keterampilan dan sikap untuk memahami dan

100
menghargai hubungan antara lingkungan fisik,
kebudayaan, dan manusia. Sebuah pernyataan dari
(UNESCO, 2007) menyatakan bahwa: a). Memberikan
kesempatan pendidikan kepada semua orang, terutama
anak-anak dan remaja, yang memungkinkan mereka
untuk berkontribusi secara aktif pada pembangunan
berkelanjutan, b). Mempromosikan kontribusi seni dan
budaya, serta ilmu pengetahuan, dalam pengembangan
pendidikan berkelanjutan. c). Meningkatkan peran media
dalam meningkatkan kesadaran akan tantangan
lingkungan dan sosial. d). Memahami pentingnya
pendidikan moral dan spiritual untuk hidup
berkelanjutan.
Menurut perspektif Earth Charter (yang diluncurkan pada
tanggal 29 Juni 2000 di The Hague, Belanda), tindakan
hijau mengarah pada penyediaan kebutuhan bagi anak-
anak dan remaja dalam bentuk pendidikan yang
memberdayakan mereka untuk secara aktif berkontribusi
terhadap pembangunan bangsa. Hal tersebut dicapai
dengan meningkatkan kualitas pendidikan,
meningkatkan peran media massa dalam membangun
kesadaran akan tantangan ekologi dan sosial, dan
mengakui pentingnya pendidikan moral dan spiritual
untuk kehidupan yang berkabung, (The Earth Charter
Initiative, 2021). Earth Charter ini menekankan
pentingnya memahami hubungan kompleks antara
manusia, lingkungan, dan dunia secara keseluruhan.
Perspektif yang mendasari Earth Charter adalah holistik,
inklusif, dan berorientasi pada keberlanjutan.
Menurut (Hasbullah, 2005) kegiatan yang paling
menguntungkan adalah menanamkan kebiasaan hijau di
sekolah. Hal ini disebabkan fakta bahwa pendidikan
sekolah didefinisikan perilaku berkelanjutan sebagai
pendidikan yang diterima seseorang di sebuah institusi
pendidikan secara sistematis, teratur, bertingkat, dan

101
dengan persyaratan yang jelas dan ketat. Jadi dengan
kata lain, perilaku berkelanjutan dapat didefinisikan
sebagai tindakan atau perilaku yang memprioritaskan
nilai, moral, sosial, dan kelestarian lingkungan daripada
keuntungan lain, sehingga dapat mengganggu
keseimbangan ekosistem lingkungan hidup.

Prinsip Green Behaviour


Masalah kerusakan lingkungan hidup yang semakin
meresahkan kehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya di Bumi adalah dasar dari perilaku berkelanjutan.
“Kita menunjukkan empati seperti itu saat merasa sedih
melihat tanda-tanda "penderitaan" bumi, atau ketika
bertekad untuk membuat segalanya menjadi lebih baik,”
kata Goleman dalam (Vanya, 2014). Menurunnya kualitas
lingkungan hidup harus segera ditangani. Merubah pola
hidup Anda untuk menjadi lebih ramah lingkungan
adalah salah satu caranya. Dengan melakukan hal-hal
kecil seperti kebiasaan sehari-hari, kita dapat mencapai
hal tersebut. Menurut (Steg & Vlek., 2013), "perilaku pro-
environmental atau hijau adalah perilaku yang
meminimalkan kerusakan lingkungan sebanyak
mungkin, atau bahkan manfaatnya." Salah satu contoh
perilaku ini adalah dengan mengurangi penggunaan
energi dan mengurangi limbah. Menurut Sonigo (Vanya,
2014) tindakan hijau adalah tanggung jawab kolektif
antara individu, warga, pemerintah, dan industri. Perilaku
pro-lingkungan dapat sangat membantu mencapai
kelestarian lingkungan dalam jangka panjang (Steg &
Vlek., 2013).
Untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan
dan mendorong tindakan yang ramah lingkungan, maka
prinsip “Perilaku Hijau atau Perilaku Berkelanjutan”,
sangat penting untuk diimplementasikan. Beberapa

102
prinsip sikap hijau atau berkelanjutan yang umum
adalah:
1. Konservasi Sumber Daya: Menggunakan sumber daya
alam dengan bijak dan mengurangi konsumsi
berlebihan. Ini mencakup pengelolaan sumber daya
alam secara berkelanjutan, penggunaan air yang
efisien, penghematan energi, dan pengurangan
limbah.
2. Penggunaan Ramah Lingkungan: Pilih barang dan
jasa yang tidak berdampak negatif pada lingkungan,
seperti energi terbarukan, produk organik, dan
transportasi umum. Kurangi penggunaan bahan
berbahaya dan hindari produk yang menyebabkan
polusi atau kerusakan lingkungan.
3. Daur Ulang dan Pemanfaatan: Meningkatkan
keterampilan daur ulang dan pemanfaatan limbah
dapat membantu mengurangi jumlah sampah yang
dibuang ke tempat pembuangan akhir. Mengurangi
penggunaan kantong plastik sekali pakai, mendukung
program daur ulang komunitas, dan mengembalikan
barang bekas.
4. Pengurangan Emisi: Menurunkan emisi gas rumah
kaca dan polutan lainnya yang dihasilkan oleh
aktivitas manusia termasuk mengurangi penggunaan
kendaraan pribadi, menggunakan transportasi yang
lebih berkelanjutan seperti berjalan kaki, bersepeda,
atau menggunakan transportasi umum, dan
menggunakan teknologi yang lebih efisien energi.
5. Pendidikan dan Kesadaran: Meningkatkan kesadaran
akan masalah lingkungan dan pentingnya bertindak
secara berkelanjutan melalui pendidikan, kampanye
publik, dan advokasi. Memberikan informasi kepada
orang lain tentang pentingnya perilaku berkelanjutan
dan akibat dari tindakan yang merugikan lingkungan.

103
6. Kehidupan yang Seimbang: Menjaga keseimbangan
antara perlindungan lingkungan dan kebutuhan
manusia. mengakui bahwa tindakan kita berdampak
pada Bumi dan berusaha untuk menjalani kehidupan
yang sesuai dengan alam, komunitas, dan generasi
mendatang.
Tujuan dari Green Behaviour adalah untuk mengubah
cara kita berpikir dan bertindak menjadi lebih
berkelanjutan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini
dalam kehidupan sehari-hari kita, kita dapat membantu
melestarikan lingkungan dan menciptakan masa depan
yang lebih baik bagi planet ini. Oleh karena sumber daya
alam akan semakin terbatas jika manusia tidak
mengontrol pemanfaatannya, manusia harus
berkomitmen untuk menjaga dan memanfaatkan sumber
daya alam dengan efektif dan efisien. Seperti yang
ditunjukkan di bawah ini, membangun perilaku
berkelanjutan dapat dimulai dengan hal-hal terkecil dan
dapat berdampak besar jika kita melakukannya secara
konsisten:
Tabel 6.1. Prinsip Behaviour

No Keys Principles Green Behaviour


1 Respect for the a. Membuang sampah pada tempatnya
Earth b. Memilah sampah organik dan anorganik
c. Menanam dan memelihara pohon di
sekolah
d. Mematikan listrik pada ruang yang
tidak dipakai
2 Care for Life a. Memilih makanan organik
b. Memakai masker saat berpergian di
jalan raya
c. Menegur teman yang melakukan
tindakan tidak ramah lingkungan
d. Menghindari produk makanan yang
mengandung pengawet
3 Adopt Patterns a. Menghindari penggunaan kantung
of Production plastik
Consumption, b. Mengkonsumsi barang yang ramah
and lingkungan
Reproduction

104
c. Menggunakan satu botol plastik yang
bisa diisi ulang sebagai tempat minum
air
d. Mendaur ulang kertas

Sumber : (Supriatna, 2012)


Tindakan menghormati bumi, menghargai kehidupan,
dan penggunaan produksi, konsumsi, dan perilaku daur
ulang adalah tiga prinsip utama dalam pengembangan
perilaku berkelanjutan. Dengan menghormati bumi,
orang dapat melakukannya dengan menjaga kelestarian
segala sesuatu yang ada di bumi dan memanfaatkannya
dengan bijak dalam perilaku menghargai hidup. Selain
menjaga kelestarian alam, orang diharapkan dapat
menghargai hidupnya dengan melakukan pola hidup
sehat untuk semua orang. Konsumsi, produksi, dan daur
ulang juga sangat penting untuk menjaga kelestarian
Bumi karena dapat mengurangi jumlah limbah yang tidak
dapat diuraikan.

Ciri-Ciri Green Behaviour


Alam dan manusia memiliki hubungan yang selalu
berubah. Sekarang kita telah melihat banyak ancaman
mengerikan yang muncul dari kekeliruan epistemologi
Barat. Ancaman lingkungan saat ini semakin meningkat.
Bahkan Chapra memberikan harapan terutama kepada
para politikus, pimpinan bisnis, profesional disemua
tingkatan, dan lembaga pendidikan yang bertanggung
jawab untuk menyiapkan generasi berikutnya. Konsep
ekologis ini dianggap memiliki kemampuan untuk
membuka peluang untuk perbaikan lingkungan. Perilaku
berkelanjutan adalah hasil dari gagasan ekologis yang
memiliki nilai moral untuk tindakan yang menghormati
lingkungan. Namun, sikap dan gaya hidup hijau harus
dipahami. Ciri-ciri perilaku berkelanjutan antara lain:

105
1. Memahami hubungan antara manusia dengan
lingkungan
Untuk mengetahui, memahami, dan menyelami
hubungan antara manusia dan lingkungannya,
pendekatan sosio filosofis dan sosio ekologis dapat
digunakan. Namun, pendekatan struktural ekologis
dan fungsional ekologis dianggap lebih akurat
daripada pendekatan lain.
2. Memahami ekoliterasi
Ekoliterasi adalah definisi dari kesadaran tentang
pentingnya lingkungan hidup. Orang yang telah
mencapai tahap ekoliterasi memiliki kesadaran yang
kuat tentang pentingnya menjaga dan merawat bumi,
ekosistem, alam sebagai tempat tinggal, dan
perkembangan kehidupan. Digerakkan oleh
kesadaran ini, manusia menata pola dan gaya
hidupnya agar selaras dengan lingkungannya.
Selanjutnya, manusia menggunakan kesadaran ini
untuk menjalankan hidup mereka di berbagai aspek,
sehingga menjadi sebuah budaya yang merasuki
semua orang di masyarakat, yang pada akhirnya
menghasilkan masyarakat yang stabil.
3. Meningkatkan pemahaman tentang pendidikan
lingkungan hidup
Pendidikan lingkungan hidup seharusnya merupakan
proses mengorganisasi nilai dan memperjelas ide-ide
untuk membangun keterampilan dan perspektif yang
diperlukan untuk memahami dan menghargai
hubungan antara manusia, kebudayaan, dan
lingkungan fisiknya. Sangat penting untuk
memahami dan menyadari masalah lingkungan
karena dapat mendorong kepedulian dan perhatian.
Ketika menghadapi masalah lingkungan, dia harus
memahami penyebab, efek, dan cara berubah.

106
Pendidikan lingkungan juga harus mencakup etika
lingkungan. Sudut pandang dan tindakan seseorang
terhadap lingkungannya dikenal sebagai etika
lingkungan.

Faktor Pembentuk Perilaku Berkelanjutan


Perilaku berkelanjutan didefinisikan sebagai perilaku
yang mengutamakan kepedulian terhadap lingkungan,
dengan sikap dan nilai. Perilaku juga akan didorong dan
diperkuat oleh fasilitas, sikap, dan perilaku warga
sekolah, terutama guru. Menurut (Lawrence, 1980) dalam
(Notoatmodjo, 2007) ada tiga komponen yang
memengaruhi perilaku. Pertama adalah faktor
predisposisi, yang berasal dari pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
Kedua, adalah faktor pendukung, yang berasal dari
lingkungan fisik, seperti ketersediaan atau tidak
ketersediaan sarana atau fasilitas. Ketiga, Faktor
pendorong (reinforcing factor) yang muncul dalam sikap
dan perilaku kelompok referensi.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor pembentuk perilaku
berasal dari dalam dan luar siswa. Selain muatan alami
dan pengaruh dari luar, komponen ini juga berkontribusi
pada pengembangan perilaku berkelanjutan siswa.
Perilaku berkelanjutan adalah menjaga dan memelihara
lingkungan hidup karena kesadaran dan rasa tanggung
jawab terhadap kelestarian alam semesta. Seperti yang
dijelaskan oleh (Keraf, 2014) pada dasarnya manusia
memiliki rasa memiliki dan mencintai alam tempat
mereka hidup, jadi manusia harus mampu belajar
menghadapi lingkungannya.
Jadi umumnya, dapat disimpulkan bahwa banyak faktor
yang mempengaruhi sikap, keputusan, dan tindakan
individu terhadap lingkungan mereka. Berikut adalah

107
beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku
berkelanjutan:
1. Pengetahuan dan Kesadaran: Pengetahuan tentang
masalah lingkungan dan dampak tindakan kita
terhadap lingkungan sangat penting untuk perilaku
berkelanjutan. Semakin banyak orang tahu tentang
pentingnya lingkungan dan konsekuensi tindakan
yang merugikan, semakin mungkin mereka
berperilaku dengan cara yang lebih berkelanjutan.
2. Nilai dan Sikap: Pandangan seseorang terhadap
lingkungan dan nilai-nilai mereka sangat
memengaruhi perilaku berkelanjutan. Seseorang
cenderung mengambil tindakan yang mendukung
pelestarian alam jika mereka menghargai
keanekaragaman hayati, keseimbangan ekosistem,
dan perlindungan lingkungan.
3. Norma Sosial: Ketika orang merasa bahwa perilaku
berkelanjutan dihargai dan didukung oleh orang-
orang di sekitar mereka, mereka cenderung mengikuti
dan mengadopsi perilaku tersebut.
4. Fasilitas dan Infrastruktur: Ketersediaan sistem
transportasi umum yang baik, fasilitas daur ulang
yang mudah diakses, atau sumber energi terbarukan
yang tersedia dapat mendorong orang untuk
mengadopsi perilaku berkelanjutan. Ini dapat
mempengaruhi keputusan dan tindakan individu.
5. Dorongan Ekonomi: Insentif ekonomi, seperti
kenaikan harga energi atau insentif pajak untuk
energi terbarukan, dapat mempengaruhi perilaku
seseorang dalam mengadopsi praktik berkelanjutan.
Jika tindakan berkelanjutan lebih ekonomis atau
menguntungkan, orang cenderung lebih termotivasi
untuk mengubah perilaku mereka.

108
6. Pendidikan dan Komunikasi: Pendidikan lingkungan,
kampanye publik, dan sumber informasi yang mudah
diakses dapat meningkatkan pemahaman dan
kesadaran masyarakat tentang pentingnya perilaku
berkelanjutan. Ini karena pendidikan dan komunikasi
yang efektif tentang masalah dan praktik
berkelanjutan dapat memengaruhi perilaku individu.
Faktor-faktor tersebut mempengaruhi satu sama lain dan
dapat berbeda dalam pengaruhnya tergantung pada
individu dan konteks sosial. Pemahaman faktor-faktor ini
dapat membantu dalam membuat rencana yang lebih baik
untuk mendorong perilaku positif di masyarakat.

109
Daftar Pustaka
Attfield, R. (2015). Environmental Ethics: An Overview for
the Twenty-First Century. Polity.
Brennan, A., & Lo, Y.-C. (2018). Environmental Ethics:
Readings in Theory and Application (7th ed.). Cengage
Learning.
Capra, F., & Stone, K, M. (2010). Smart by Nature:
Schooling for Sustainability. The Journal of
Sustanaibilty Education.
http://www.susted.com/wordpress/content/trial-
author-change_2010_05/
DesJardins, J. R. (2019). Environmental Ethics: An
Introduction to Environmental Philosophy (6th ed.).
Wadsworth Publishing.
Goleman, D., & Barlow, Z. (2012). Ecoliterate: how
educators are cultivating emotional, social an ecological
intelligence. CA: Watershed Media.
Hasbullah. (2005). Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. PT Raja
Grafindo Persada.
Indikka, K. (2012). Pengembangan Green behavior pada
Siswa melalui Penggunaan Media Audio Visual dalam
Metode Pembelajaran Examples Non Examples pada
Mata Pelajaran IPS di Sekolah Dasar. Tidak
diterbitkan.
Jamieson, D. (2014). Reason in a Dark Time: Why the
Struggle Against Climate Change Failed -- and What It
Means for Our Future. Oxford University Press.
Keraf, S. A. (2014). Filsafat Lingkungan Hidup, Alam
sebagai Sebuah Sistem Kehidupan (bersama Fritjop
Capra). Kanisius.
Lawrence, G. (1980). Health Education: A Diagnosis
Approach, The John Hopkins University. Mayfield
Publishing Co.
McKenzie-Mohr, D. (2011). Fostering sustainable behavior:
An introduction to community-based social marketing.
New Society Publishers.

110
Norton, B. G. (1987). The Preservation of Species: The Value
of Biological Diversity. Princeton University Press.
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu
Perilaku. Rineka Cipta.
Rolston III, H. (1988). Environmental Ethics: Duties to and
Values in the Natural World. Temple University Press.
Satterfield, T., Pidgeon, N., & Demski, C. (2013). Green
behaviors and pro-environmental spillover: A review of
the empirical evidence. Policy Insights from the
Behavioral and Brain Sciences, 1(1), 68-81.
Setya, R. (2010). Mengkreasi Pendidikan Multikultural di
Sekolah dengan Menerapkan Manajemen Mutu
Sekolah secara Total. Jurnal Manajemen Pendidikan,
1, 27–40.
Steg, & Vlek. (2013). Encouraging Pro- environmental
Behaviour. Journal of Environmental Psichology, 25.
https://doi.org/DOI 29.309.317
Supriatna. (2012). Ecopedagogy dan Green Curriculum
dalam Pembelajaran Sejarah dalam Pendidikan
Sejarah Untuk Manusia dan Kemanusiaan. Bee Media
Indonesia.
Syaodih, E., & Handayani, H. (2015). Menumbuhkan
green behaviour pada anak usia dini melalui
pembelajaran proyek. Proceeding 6th Pedagogy
International Seminar, 521.
The Earth Charter Initiative. (2021). About the Earth
Charter. Earthcharter.
https://earthcharter.org/about/
UNESCO. (2007). Earth Charter.
http://www.earthcharter.org.au.
Vanya, A. R. (2014). Pengembangan Green Behavior
Melalui Babasan Paribasa Sunda Dalam Pelajaran IPS :
PTK di Kelas V11-C SMPN 44 Bandung.

111
Profil Penulis
Dr. Febrianty, S.E., M.Si.
Penulis merupakan Dosen PNS LLDIKTI Wil. II Dpk
pada Institut Teknologi dan Bisnis PalComTech
pada Program Studi Akuntansi. Penulis kelahiran
Palembang tanggal 13 Februari 1980. Penulis
tamatan tahun 2001 dari S1 Fakultas Ekonomi
Jurusan Manajemen Keuangan Universitas
Sriwijaya. Selanjutnya tamatan tahun 2004 dari S2
Pascasarjana Ilmu Ekonomi Universitas Sriwijaya dan tamatan
tahun 2016 dari program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas
Sriwijaya. Dunia mengajar telah digeluti oleh penulis selama
hampir 19 tahun. Penulis telah menghasilkan banyak karya
buku dan publikasi dengan fokus perhatian pada Bidang
Kewirausahaan, inovasi daerah, Digital Marketing, dan
Penerapan Teknologi Informasi di bisnis dan UKM. Penulis juga
aktif dalam riset-riset tingkat regional dan nasional.
Email Penulis: febrianty@palcomtech.ac.id

112
7
MANAJEMEN SUMBER DAYA
MANUSIA BERKELANJUTAN
(GREEN HUMAN
RESOURCE MANAGEMENT)

Forman Halawa, S.M.


Universitas Nias

Pendahuluan
Dalam era globalisasi dan perubahan yang cepat,
pengelolaan sumber daya manusia (SDM) telah menjadi
faktor kritis dalam keberhasilan organisasi. Paradigma
tradisional pengelolaan SDM telah bertransformasi
menjadi pendekatan yang lebih holistik dan
berkelanjutan. Manajemen Sumber Daya Manusia
Berkelanjutan (GHRM) merupakan kerangka kerja yang
mengintegrasikan prinsip-prinsip manajemen SDM
dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan,
menciptakan harmoni antara pencapaian tujuan
organisasi, kesejahteraan karyawan, serta dampak positif
pada masyarakat dan lingkungan (Kustina et al., 2023).
Buku ini menggali lebih dalam tentang konsep GHRM dan
bagaimana pendekatan ini dapat mengubah cara kita
memahami dan mengelola SDM dalam berbagai konteks
organisasi. Dari perusahaan multinasional hingga startup
berbasis teknologi, GHRM memberikan pandangan yang
113
komprehensif tentang bagaimana mengoptimalkan
potensi karyawan sambil menjaga keseimbangan dengan
nilai-nilai berkelanjutan.

Konsep Dasar Manajemen Sumber Daya Manusia


Berkelanjutan
Pengertian
Manajemen Sumber Daya Manusia Berkelanjutan (GHRM)
adalah pendekatan komprehensif dalam pengelolaan
sumber daya manusia (SDM) di dalam organisasi, yang
mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan ekonomi,
sosial, dan lingkungan ke dalam semua aspek praktik
SDM. GHRM bertujuan untuk menciptakan harmoni
antara tujuan organisasi, kesejahteraan karyawan, serta
dampak positif pada masyarakat dan lingkungan (Pradana
et al., 2023).
Dalam konsep GHRM, pengelolaan SDM tidak hanya
berfokus pada efisiensi operasional dan keuntungan
finansial semata, tetapi juga memperhitungkan implikasi
jangka panjang dari keputusan dan tindakan terhadap
lingkungan sosial dan ekologis. GHRM mendorong
organisasi untuk menjalankan praktik yang adil, inklusif,
dan bertanggung jawab secara etis, serta berkontribusi
pada pembangunan berkelanjutan (Achmad Pradana et
al., 2023).
Elemen kunci dalam pengertian GHRM meliputi
(Maharani & Faddilla, 2023):
1. Pengelolaan Karyawan Berkelanjutan: GHRM
memandang karyawan sebagai aset berharga yang
harus dikembangkan secara berkelanjutan. Ini
mencakup pengembangan keterampilan, pelatihan,
dan pembelajaran sepanjang hayat agar karyawan
dapat berkontribusi secara maksimal dan beradaptasi
dengan perubahan.

114
2. Keseimbangan Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan:
GHRM memperhatikan tiga dimensi keberlanjutan,
yaitu ekonomi (profitabilitas), sosial (kesejahteraan
karyawan dan komunitas), dan lingkungan (dampak
lingkungan). Organisasi diharapkan untuk mencapai
keseimbangan yang sehat antara dimensi-dimensi ini
dalam pengambilan keputusan SDM.
3. Komitmen terhadap Keanekaragaman dan
Inklusivitas: GHRM mendorong organisasi untuk
menciptakan lingkungan yang inklusif, menghargai
keanekaragaman budaya, gender, dan latar belakang
lainnya. Ini dapat mencakup kebijakan rekrutmen
yang adil, kesempatan setara, dan peningkatan
aksesibilitas bagi semua karyawan.
4. Penerapan Etika dan Tanggung Jawab Sosial: GHRM
menekankan pentingnya integritas dan etika dalam
semua interaksi dan keputusan SDM. Organisasi
diharapkan untuk mematuhi norma-norma etis,
melindungi hak asasi manusia, dan berkontribusi
positif pada masyarakat dan lingkungan.
5. Pengukuran dan Pelaporan Kinerja Berkelanjutan:
GHRM mendorong pengukuran kinerja yang
mencakup indikator ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Organisasi harus melaporkan transparan tentang
dampak positif yang dicapai melalui praktik GHRM.
6. Kemitraan dan Kolaborasi: GHRM mengedepankan
kerjasama dengan pihak eksternal seperti mitra
bisnis, organisasi non-profit, pemerintah, dan
komunitas lokal. Kolaborasi ini memperluas dampak
positif dan memfasilitasi pencapaian tujuan
berkelanjutan.

115
Prinsip-Prinsip Utama Manajemen SDM Berkelanjutan
Prinsip-prinsip utama Manajemen Sumber Daya Manusia
Berkelanjutan (GHRM) mencerminkan landasan filosofis
dan panduan praktis dalam mengintegrasikan
keberlanjutan ke dalam praktik pengelolaan SDM. Berikut
adalah beberapa prinsip utama GHRM (Pahira, 2023):
1. Keseimbangan Tiga Dimensi Keberlanjutan: GHRM
mendasarkan keputusan SDM pada keseimbangan
ekonomi, sosial, dan lingkungan. Prinsip ini
menggarisbawahi pentingnya mencapai profitabilitas
yang berkelanjutan, meningkatkan kesejahteraan
karyawan dan komunitas, serta mengurangi dampak
negatif pada lingkungan.
2. Inklusivitas dan Keadilan: Prinsip inklusivitas dan
keadilan mendorong organisasi untuk menghormati
keanekaragaman dalam lingkungan kerja,
menghindari diskriminasi, dan memberikan peluang
yang setara kepada semua individu tanpa
memandang latar belakang mereka.
3. Pembangunan Karyawan Berkelanjutan: Prinsip ini
menekankan pengembangan karyawan sebagai
investasi jangka panjang. Organisasi mendorong
pembelajaran sepanjang hayat, memberikan pelatihan
yang relevan, dan memfasilitasi perkembangan
keterampilan untuk meningkatkan kinerja dan
kesiapan menghadapi perubahan.
4. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan: GHRM
memaksa organisasi untuk mengambil tanggung
jawab lebih dari sekadar keuntungan finansial.
Prinsip ini mengajak organisasi untuk
mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan
dari keputusan dan tindakan mereka serta
berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat.

116
5. Etika Bisnis dan Transparansi: Prinsip etika bisnis
dan transparansi mendorong organisasi untuk
menjalankan operasi mereka dengan integritas dan
kejujuran. Ini melibatkan komunikasi terbuka kepada
karyawan dan pihak eksternal mengenai praktik dan
tujuan GHRM.
6. Pengukuran dan Pelaporan Kinerja Berkelanjutan:
Organisasi yang menerapkan GHRM diharapkan
untuk mengukur dampak ekonomi, sosial, dan
lingkungan dari praktik SDM. Prinsip ini mendorong
transparansi dalam pelaporan dan memungkinkan
pemantauan serta peningkatan berkelanjutan.
7. Kerjasama dan Kemitraan: Prinsip kerjasama dan
kemitraan menggarisbawahi pentingnya bekerja sama
dengan pihak eksternal untuk mencapai tujuan
berkelanjutan yang lebih besar. Ini melibatkan
kolaborasi dengan mitra bisnis, organisasi
masyarakat, pemerintah, dan komunitas lokal.
8. Pemberdayaan Karyawan: GHRM menekankan pada
pemberdayaan karyawan, memberikan mereka
tanggung jawab dan otonomi dalam pekerjaan
mereka. Prinsip ini menciptakan lingkungan di mana
karyawan merasa dihargai dan berkontribusi secara
aktif terhadap tujuan organisasi.
9. Pengembangan Budaya Berkelanjutan: Prinsip ini
menyoroti perlunya merombak budaya organisasi
agar selaras dengan nilai-nilai keberlanjutan. Ini
melibatkan perubahan norma dan perilaku yang
mendukung prinsip-prinsip GHRM.
10. Pemikiran Jangka Panjang: GHRM menekankan
pandangan jangka panjang dalam pengelolaan SDM.
Prinsip ini melibatkan perencanaan strategis yang
mempertimbangkan dampak jangka panjang dari
keputusan SDM terhadap organisasi dan masyarakat.

117
Prinsip-prinsip ini membentuk dasar dari pendekatan
GHRM dan membantu organisasi dalam
mengintegrasikan keberlanjutan ke dalam seluruh aspek
pengelolaan SDM. Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini,
organisasi dapat menciptakan nilai jangka panjang yang
berkelanjutan bagi diri mereka sendiri dan bagi
masyarakat yang lebih luas (Pahira, 2023).

Strategi Rekrutmen Berkelanjutan


Rekrutmen tenaga kerja berkelanjutan merupakan bagian
kunci dari Manajemen Sumber Daya Manusia
Berkelanjutan (GHRM). Strategi rekrutmen yang
berkelanjutan melibatkan pendekatan yang cermat dalam
mengidentifikasi kebutuhan tenaga kerja yang sejalan
dengan tujuan keberlanjutan organisasi, memastikan
keanekaragaman, serta mengakomodasi perubahan
ekonomi, sosial, dan lingkungan (Purwatiningsih, 2013).

Mengidentifikasi Kebutuhan Tenaga Kerja


Berkelanjutan
Proses mengidentifikasi kebutuhan tenaga kerja
berkelanjutan melibatkan langkah-langkah yang
mendalam untuk memahami kebutuhan organisasi dalam
jangka panjang, memprediksi perubahan pasar dan tren,
serta mempertimbangkan dampaknya pada aspek
ekonomi, sosial, dan lingkungan. Beberapa langkah
penting dalam mengidentifikasi kebutuhan tenaga kerja
berkelanjutan meliputi (Gusniar, 2023):
1. Analisis Strategis Organisasi: Memahami visi, misi,
dan tujuan organisasi dalam konteks keberlanjutan
adalah langkah awal. Identifikasi bagaimana aspek
ekonomi, sosial, dan lingkungan akan memengaruhi
kebutuhan tenaga kerja untuk mencapai tujuan
jangka panjang.

118
2. Tren Industri dan Pasar: Melacak tren industri dan
pasar yang relevan sangat penting. Pertimbangkan
perkembangan ekonomi, perkembangan teknologi,
dan perubahan regulasi yang dapat berdampak pada
kebutuhan tenaga kerja.
3. Analisis Dampak Lingkungan: Pertimbangkan
bagaimana kebijakan lingkungan dan perubahan
iklim dapat memengaruhi kebutuhan tenaga kerja. Ini
mungkin melibatkan peningkatan dalam permintaan
untuk keterampilan berkelanjutan seperti energi
terbarukan, manajemen limbah, dan efisiensi energi.
4. Perubahan Demografis dan Sosial: Pertimbangkan
perubahan demografis seperti pertumbuhan populasi,
peningkatan usia, dan perubahan dalam dinamika
keluarga. Ini akan memengaruhi kebutuhan tenaga
kerja di berbagai sektor.
5. Pemodelan Perubahan: Menggunakan model
perubahan untuk meramalkan bagaimana
perkembangan ekonomi dan perubahan organisasi
dapat memengaruhi kebutuhan tenaga kerja. Ini
membantu dalam merencanakan peningkatan atau
pengurangan dalam posisi tertentu.
6. Mengidentifikasi Keterampilan Masa Depan:
Identifikasi keterampilan yang mungkin menjadi kritis
di masa depan. Ini termasuk keterampilan teknis yang
berkaitan dengan perkembangan teknologi, serta
keterampilan "lunak" seperti kemampuan
beradaptasi, pemecahan masalah, dan kerja tim.
7. Kebutuhan Inovasi: Pertimbangkan bagaimana
inovasi dapat memengaruhi kebutuhan tenaga kerja.
Perkembangan baru dalam produk atau layanan
mungkin memerlukan keterampilan khusus yang
belum ada sebelumnya.

119
8. Konsultasi Internal dan Eksternal: Libatkan tim
manajemen dan ahli terkait dalam proses identifikasi
kebutuhan tenaga kerja. Diskusi dengan departemen
terkait, pemangku kepentingan internal dan
eksternal, dan pakar industri dapat memberikan
wawasan berharga.

Mengintegrasikan Aspek Lingkungan dalam Profil


Pekerjaan
Dalam Manajemen Sumber Daya Manusia Berkelanjutan
(GHRM), mengintegrasikan aspek lingkungan dalam profil
pekerjaan adalah langkah penting untuk menciptakan
harmoni antara kebutuhan organisasi, kualifikasi
karyawan, dan dampak positif pada lingkungan. Proses ini
memastikan bahwa karyawan yang direkrut memiliki
kesesuaian dengan nilai dan tujuan berkelanjutan
organisasi. Berikut adalah langkah-langkah untuk
mengintegrasikan aspek lingkungan dalam profil
pekerjaan (Ridwan, 2023):
1. Identifikasi Dampak Lingkungan: Pertama,
identifikasi dampak yang relevan pada lingkungan
yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut. Ini bisa
berupa penggunaan energi, pengelolaan limbah,
penggunaan bahan baku, atau praktik berkelanjutan
lain yang terkait dengan peran pekerjaan.
2. Penilaian Keterampilan Berkelanjutan: Tinjau
keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan
untuk memastikan pencapaian praktik berkelanjutan
dalam pekerjaan. Ini bisa mencakup pemahaman
tentang efisiensi energi, pengelolaan limbah, atau
pengetahuan tentang regulasi lingkungan.
3. Deskripsi Tugas yang Berkelanjutan: Dalam deskripsi
tugas, sertakan tanggung jawab dan tugas yang
berfokus pada praktik berkelanjutan. Misalnya, bagi

120
posisi manajemen fasilitas, tanggung jawabnya dapat
mencakup pengurangan konsumsi energi dan
pengelolaan program daur ulang.
4. Penekanan pada Pengembangan Keterampilan
Berkelanjutan: Saat merancang profil pekerjaan,
sertakan keterampilan berkelanjutan sebagai
persyaratan atau preferensi. Ini dapat mendorong
kandidat yang memiliki minat dan komitmen terhadap
praktik lingkungan yang berkelanjutan.
5. Wawancara Berkelanjutan: Selama proses
wawancara, tanyakan kepada calon karyawan tentang
pemahaman dan minat mereka terhadap praktik
berkelanjutan yang relevan dengan pekerjaan. Hal ini
dapat membantu dalam mengevaluasi sejauh mana
calon cocok dengan nilai-nilai keberlanjutan
organisasi.
6. Pertimbangan Dampak Positif: Pertimbangkan
bagaimana calon karyawan dapat memberikan
dampak positif lebih lanjut pada praktik
berkelanjutan di organisasi. Ini dapat mencakup
inisiatif tambahan atau ide-ide baru untuk
mengurangi dampak lingkungan.
7. Pembelajaran dan Pengembangan: Dalam rencana
pembelajaran dan pengembangan karyawan, sertakan
pelatihan terkait berkelanjutan yang dapat
meningkatkan pemahaman dan keterampilan
karyawan dalam praktik lingkungan.
8. Pelaporan dan Evaluasi Kinerja Berkelanjutan:
Tentukan metrik atau indikator kinerja yang
berkaitan dengan praktik berkelanjutan, dan gunakan
informasi ini untuk mengukur dan mengevaluasi
kinerja karyawan dalam hal dampak lingkungan.

121
Menerapkan Prinsip-Prinsip Daur Ulang dan Efisiensi
Energi dalam Proses Rekrutmen
Dalam konteks Manajemen Sumber Daya Manusia
Berkelanjutan (GHRM), menerapkan prinsip-prinsip daur
ulang dan efisiensi energi dalam proses rekrutmen adalah
cara yang kuat untuk mencerminkan komitmen
organisasi terhadap praktik berkelanjutan. Dengan
mempertimbangkan aspek lingkungan dalam rekrutmen,
organisasi tidak hanya mendukung nilai-nilai
keberlanjutan, tetapi juga menciptakan kesempatan
untuk berkontribusi pada dampak positif pada
lingkungan. Berikut adalah langkah-langkah penerapan
prinsip daur ulang dan efisiensi energi dalam proses
rekrutmen berkelanjutan (Mutia, 2023):
1. Mengurangi Penggunaan Kertas: Ubah proses
rekrutmen tradisional yang cenderung menghasilkan
banyak dokumen cetak. Gunakan platform digital
untuk aplikasi, CV, dan komunikasi dengan kandidat.
Jika diperlukan, pastikan dokumen yang diperlukan
dicetak dalam jumlah yang minimal.
2. Recruitment Marketing Berkelanjutan: Dalam iklan
pekerjaan dan materi pemasaran rekrutmen, sertakan
informasi tentang komitmen organisasi terhadap
praktik berkelanjutan. Ini dapat menarik kandidat
yang berbagi nilai-nilai tersebut.
3. Wawancara Jarak Jauh: Pertimbangkan untuk
menggunakan wawancara video atau telepon daripada
wawancara tatap muka, terutama jika kandidat
berada jauh. Ini dapat mengurangi perjalanan dan
dampak karbon.
4. Penggunaan Teknologi Canggih: Manfaatkan teknologi
seperti video rekaman pertanyaan, uji keterampilan
daring, atau alat pengujian psikometrik. Ini dapat

122
mengurangi kebutuhan pertemuan tatap muka dan
mengurangi perjalanan.
5. Pengurangan Waktu Proses: Upayakan untuk
merampingkan proses rekrutmen agar lebih efisien
dan cepat. Ini tidak hanya mengurangi konsumsi
energi, tetapi juga memberikan pengalaman positif
kepada kandidat.
6. Penggunaan Ruang Kantor Virtual: Jika
memungkinkan, pertimbangkan untuk mengadakan
presentasi atau wawancara rekrutmen dalam ruang
kantor virtual. Ini mengurangi perjalanan dan
penggunaan sumber daya fisik.
7. Pertimbangkan Aspek Mobilitas: Saat merekrut untuk
posisi yang melibatkan perjalanan atau mobilitas
tinggi, diskusikan alternatif yang lebih berkelanjutan,
seperti penggunaan transportasi umum atau kerja
jarak jauh.
8. Promosikan Keberlanjutan dalam Materi Onboarding:
Setelah rekrutmen, sertakan materi onboarding yang
mencakup komitmen organisasi terhadap praktik
berkelanjutan. Ini membantu dalam menanamkan
budaya berkelanjutan kepada karyawan baru.
9. Evaluasi Kinerja Berkelanjutan: Setelah perekrutan,
pertimbangkan dalam proses evaluasi kinerja
karyawan bagaimana mereka mengadopsi dan
berkontribusi pada prinsip-prinsip berkelanjutan.
10. Pemberdayaan Karyawan: Aktif melibatkan karyawan
dalam inisiatif berkelanjutan organisasi dan
mendukung pengembangan keterampilan
berkelanjutan mereka.

123
Mendorong Keterwakilan dan Diversitas dalam Tim
Kerja
Dalam kerangka Manajemen Sumber Daya Manusia
Berkelanjutan (GHRM), mendorong keterwakilan dan
diversitas dalam tim kerja adalah langkah penting untuk
mencapai tujuan berkelanjutan secara sosial dan
ekonomi. Keterwakilan yang baik dan keanekaragaman
dalam tim tidak hanya menciptakan budaya inklusif,
tetapi juga memberikan wawasan yang beragam yang
dapat meningkatkan kreativitas, inovasi, dan kinerja
organisasi (Pradana et al., 2023).
1. Pemahaman Nilai Diversitas: Promosikan pemahaman
dan apresiasi akan pentingnya diversitas di seluruh
organisasi. Ini dapat dimulai dari tingkat manajemen
dan menyebar ke seluruh karyawan.
2. Menerapkan Kebijakan Inklusif: Rancang dan
terapkan kebijakan rekrutmen yang mendukung
inklusivitas dan keanekaragaman. Ini bisa mencakup
perekrutan tanpa prasangka dan langkah-langkah
untuk mencegah diskriminasi.
3. Mendukung Kelompok yang Underrepresented:
Identifikasi kelompok yang mungkin masih kurang
terwakili dalam organisasi dan gunakan upaya
khusus untuk menjangkau mereka. Ini bisa
melibatkan kerjasama dengan komunitas dan
organisasi yang mewakili kelompok tersebut.
4. Diversifikasi Sumber Rekrutmen: Perluas sumber
rekrutmen untuk mencakup berbagai tempat, seperti
perguruan tinggi, asosiasi profesional, dan platform
rekrutmen berfokus diversitas.

124
5. Tata Cara Wawancara yang Inklusif: Latih
pewawancara untuk menghindari pertanyaan yang
dapat mendiskriminasi dan mengukur kandidat
berdasarkan kualifikasi dan potensi.
6. Tim Wawancara yang Beragam: Libatkan anggota tim
wawancara yang mewakili berbagai latar belakang. Ini
dapat memberikan pandangan yang beragam dalam
proses seleksi.
7. Menilai Keterwakilan Dalam Seleksi: Pertimbangkan
keterwakilan dan keanekaragaman saat mengevaluasi
kandidat. Ini tidak hanya termasuk kualifikasi, tetapi
juga beragam perspektif dan pengalaman.
8. Pendidikan dan Pelatihan Keanekaragaman: Berikan
pelatihan kepada karyawan dan manajemen tentang
pentingnya dan cara mendukung keanekaragaman di
tempat kerja.
9. Dukungan Karier untuk Semua: Pastikan ada
dukungan pengembangan dan peluang karier yang
setara untuk semua anggota tim, tanpa memandang
latar belakang.
10. Evaluasi Kinerja Inklusif: Dalam proses evaluasi
kinerja, pertimbangkan sejauh mana karyawan
berkontribusi pada menciptakan budaya inklusif dan
mendukung praktik keanekaragaman.

Pengembangan Karyawan Berkelanjutan


Program Pelatihan dan Pengembangan yang Berfokus
pada Kompetensi Hijau
Pengembangan karyawan berkelanjutan adalah aspek
krusial dalam Manajemen Sumber Daya Manusia
Berkelanjutan (GHRM). Program pelatihan dan
pengembangan yang berfokus pada kompetensi hijau
melibatkan investasi dalam kualifikasi, pengetahuan, dan

125
keterampilan yang mendukung praktik berkelanjutan di
seluruh organisasi. Ini memberdayakan karyawan untuk
berkontribusi pada tujuan keberlanjutan dan menghadapi
perubahan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang cepat
(Purwatiningsih, 2013).
1. Analisis Kebutuhan Pelatihan: Identifikasi kebutuhan
pelatihan yang berkaitan dengan praktik
berkelanjutan dalam organisasi. Pertimbangkan
perubahan regulasi, perkembangan teknologi, dan
kebutuhan untuk meningkatkan keterampilan hijau.
2. Katalog Pelatihan Berkelanjutan: Kembangkan
katalog pelatihan yang mencakup berbagai topik
berkelanjutan, seperti efisiensi energi, manajemen
limbah, pengelolaan sumber daya, dan praktik ramah
lingkungan lainnya.
3. Pelatihan Pemahaman Keberlanjutan: Mulai dengan
pelatihan dasar tentang prinsip-prinsip
keberlanjutan, dampak lingkungan, dan bagaimana
karyawan dapat berkontribusi.
4. Pelatihan Keterampilan Hijau: Sediakan pelatihan
keterampilan praktis seperti penghematan energi,
pengelolaan limbah, dan penerapan teknologi
berkelanjutan.
5. Pelatihan Berkelanjutan Online: Manfaatkan platform
pembelajaran online untuk menyediakan akses yang
mudah dan fleksibel ke konten pelatihan
berkelanjutan.
6. Pelatihan Berbasis Proyek: Libatkan karyawan dalam
proyek nyata yang berkaitan dengan praktik
berkelanjutan. Ini memberikan pengalaman langsung
dan meningkatkan penerapan praktik berkelanjutan.
7. Kemitraan dengan Ahli Berkelanjutan: Kolaborasi
dengan pakar industri dan organisasi non-profit

126
untuk menyediakan pelatihan yang lebih mendalam
dan mendapatkan wawasan terbaru dalam praktik
berkelanjutan.
8. Pemberian Sertifikasi Hijau: Sediakan sertifikasi hijau
atau pengakuan lainnya bagi karyawan yang berhasil
menyelesaikan pelatihan berkelanjutan.
9. Diskusi dan Seminar Berkelanjutan: Selain pelatihan
formal, adakan diskusi, seminar, atau lokakarya
berkala untuk membahas isu-isu berkelanjutan yang
relevan.
10. Pelatihan Manajemen Hijau: Bagi manajer dan
pemimpin, sediakan pelatihan khusus untuk
memimpin dengan kepemimpinan berkelanjutan dan
mengintegrasikan aspek hijau dalam pengambilan
keputusan.
11. Evaluasi Dampak Pelatihan: Setelah pelatihan, nilai
sejauh mana karyawan menerapkan pengetahuan dan
keterampilan hijau dalam pekerjaan mereka. Ini dapat
membantu dalam peningkatan konten pelatihan di
masa depan.
Program pelatihan dan pengembangan yang berfokus
pada kompetensi hijau memberikan manfaat ganda:
karyawan menjadi lebih siap menghadapi tuntutan
praktik berkelanjutan dan organisasi memperoleh tim
yang mendukung tujuan keberlanjutan. Ini juga
meningkatkan citra organisasi sebagai tempat kerja yang
peduli terhadap lingkungan dan berkontribusi pada
masyarakat yang lebih berkelanjutan (Kustina et al.,
2023).

Menerapkan Pendekatan Pembelajaran Berkelanjutan


dalam Organisasi
Pendekatan pembelajaran berkelanjutan adalah fondasi
penting dalam Manajemen Sumber Daya Manusia
127
Berkelanjutan (GHRM). Ini menciptakan lingkungan di
mana pembelajaran kontinu, adaptasi terhadap
perubahan, dan peningkatan berkelanjutan dihargai dan
didukung. Dengan menerapkan pendekatan pembelajaran
berkelanjutan, organisasi dapat mengembangkan
karyawan yang siap menghadapi tantangan masa depan
sambil mengikuti prinsip-prinsip keberlanjutan (Santoso
et al., 2023).
1. Budaya Pembelajaran: Tanamkan budaya di mana
pembelajaran dianggap sebagai prioritas. Dorong
karyawan untuk selalu mencari kesempatan untuk
belajar dan berkembang.
2. Pendekatan Berbasis Masalah: Gunakan pendekatan
pembelajaran yang berfokus pada pemecahan
masalah aktual. Ajarkan karyawan untuk mengatasi
tantangan berkelanjutan melalui pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh.
3. Pengembangan Diri Mandiri: Dorong karyawan untuk
mengambil inisiatif dalam pengembangan diri mereka
sendiri. Sediakan sumber daya dan dukungan untuk
pembelajaran mandiri.
4. Pemanfaatan Teknologi: Manfaatkan teknologi
pembelajaran seperti kursus online, webinar, dan
platform e-learning untuk memberikan akses mudah
ke konten pembelajaran berkelanjutan.
5. Pembelajaran Kolaboratif: Fasilitasi kerja kelompok
dan tim yang mendukung pertukaran ide,
pengalaman, dan pengetahuan. Ini juga mendorong
pengembangan solusi berkelanjutan secara bersama-
sama.

128
6. Evaluasi Berkelanjutan: Tetapkan mekanisme
evaluasi yang kontinu untuk mengukur efektivitas
pembelajaran dan peningkatan karyawan dalam
aspek berkelanjutan.
7. Pengenalan Sertifikasi Berkelanjutan: Dukung
karyawan dalam meraih sertifikasi berkelanjutan
yang relevan dengan pekerjaan mereka, seperti
sertifikasi energi atau keberlanjutan.
8. Pendidikan Karyawan tentang Tren Berkelanjutan:
Sediakan informasi tentang tren dan perkembangan
terbaru dalam praktik berkelanjutan, membantu
karyawan tetap mendekati pengetahuan.
9. Pembelajaran Berkelanjutan dalam Pengembangan
Karier: Integrasi pembelajaran berkelanjutan dalam
rencana pengembangan karier karyawan. Ini
memberikan kesempatan untuk mengembangkan
keterampilan hijau seiring waktu.
10. Pendekatan Interdisipliner: Dorong pendekatan
interdisipliner dalam pembelajaran, yang
memungkinkan karyawan untuk memahami
implikasi berkelanjutan dalam konteks yang lebih
luas.
11. Pendekatan Kepemimpinan Berkelanjutan: Latih
manajer untuk memimpin dengan kepemimpinan
berkelanjutan dan menjadi model peran dalam
pembelajaran berkelanjutan.
12. Kolaborasi Eksternal: Jalin kemitraan dengan
lembaga pendidikan, organisasi non-profit, atau
perusahaan lain yang memiliki fokus pada
pembelajaran dan inovasi berkelanjutan.
Menerapkan pendekatan pembelajaran berkelanjutan
dalam organisasi menciptakan budaya pembelajaran yang
adaptif dan responsif terhadap perubahan lingkungan dan

129
ekonomi. Ini membantu karyawan untuk terus
beradaptasi, berinovasi, dan berkontribusi pada tujuan
berkelanjutan organisasi secara berkesinambungan
(Gusniar, 2023).

Memberdayakan Karyawan untuk Menjadi Agensi


Perubahan Berkelanjutan
Mendorong karyawan untuk menjadi agen perubahan
berkelanjutan adalah salah satu pilar penting dalam
Manajemen Sumber Daya Manusia Berkelanjutan
(GHRM). Memberdayakan karyawan untuk mengambil
inisiatif, berkontribusi, dan memimpin praktik
berkelanjutan dapat menghasilkan dampak positif yang
lebih luas dalam organisasi dan Masyarakat (Ballo, 2023).
1. Pendidikan dan Kesadaran: Edukasi karyawan
tentang pentingnya berkelanjutan dan dampak positif
yang dapat mereka lakukan sebagai individu. Buat
kesadaran tentang peran penting mereka dalam
menciptakan perubahan.
2. Keterlibatan dalam Pengambilan Keputusan: Libatkan
karyawan dalam proses pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan praktik berkelanjutan di organisasi.
Ini memberi mereka rasa kepemilikan dan tanggung
jawab terhadap perubahan tersebut.
3. Inisiatif Berkelanjutan: Berikan dukungan dan
penghargaan bagi inisiatif yang diambil oleh karyawan
untuk meningkatkan praktik berkelanjutan. Ini dapat
berupa penghematan energi, pengurangan limbah,
atau inovasi hijau lainnya.
4. Forum Ide Berkelanjutan: Sediakan platform di mana
karyawan dapat berbagi ide, saran, dan usulan untuk
meningkatkan praktik berkelanjutan dalam
organisasi.

130
5. Tim Proyek Berkelanjutan: Bentuk tim proyek khusus
yang fokus pada inisiatif berkelanjutan. Ajarkan
karyawan bagaimana mengelola proyek,
mengidentifikasi tujuan, dan mengukur dampak.
6. Penghargaan Berkelanjutan: Buat program
penghargaan khusus untuk pengakuan terhadap
kontribusi karyawan dalam praktik berkelanjutan. Ini
dapat memotivasi mereka untuk terus berpartisipasi.
7. Pembelajaran dari Karyawan: Libatkan karyawan
dalam berbagi pengetahuan, pengalaman, dan praktik
terbaik terkait berkelanjutan. Ini menciptakan
kesempatan untuk belajar satu sama lain.
8. Pengembangan Keterampilan Kepemimpinan: Berikan
pelatihan kepemimpinan yang berkelanjutan untuk
membantu karyawan memimpin inisiatif dan tim
dengan fokus pada tujuan berkelanjutan.
9. Dukungan Manajemen: Pastikan dukungan dari
manajemen atas inisiatif berkelanjutan yang diambil
oleh karyawan. Ini menciptakan lingkungan yang
mendukung perubahan.
10. Pendekatan Kolaboratif: Dorong karyawan untuk
berkolaborasi dengan rekan kerja, departemen lain,
atau mitra eksternal untuk mewujudkan perubahan
berkelanjutan.
11. Pengukuran Dampak Individu: Ajarkan karyawan
bagaimana mengukur dampak positif yang mereka
ciptakan secara individu dan bagaimana hal itu
berkontribusi pada tujuan organisasi.
12. Pengakuan Karyawan sebagai Perubahan Makers:
Beri pengakuan publik terhadap karyawan yang telah
berhasil menjadi agen perubahan berkelanjutan. Ini
dapat memberikan inspirasi kepada yang lain untuk
mengikuti jejak mereka.

131
13. Mengubah karyawan menjadi agen perubahan
berkelanjutan adalah investasi dalam budaya yang
mendorong inovasi, kreativitas, dan tanggung jawab
sosial. Ini membantu organisasi dalam mencapai
tujuan keberlanjutan dan membangun komunitas
yang berkontribusi pada solusi global yang lebih besar
(Maharani & Faddilla, 2023).

Mengintegrasikan Prinsip Etika Lingkungan dalam


Pengembangan Karyawan
Integrasi prinsip etika lingkungan dalam pengembangan
karyawan adalah komponen penting dari Manajemen
Sumber Daya Manusia Berkelanjutan (GHRM). Ini
melibatkan mengajarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip
berkelanjutan kepada karyawan, sehingga mereka dapat
mengambil keputusan dan bertindak dengan
mempertimbangkan dampak lingkungan dalam pekerjaan
dan kehidupan sehari-hari (Risnawati, 2023).
1. Pelatihan Etika Lingkungan: Sediakan pelatihan yang
mengajarkan prinsip-prinsip etika lingkungan kepada
karyawan. Diskusikan dilema etika yang berkaitan
dengan keberlanjutan dan bagaimana mengatasi
mereka.
2. Pentingnya Dampak Lingkungan: Tekankan dampak
positif dan negatif yang dapat dihasilkan oleh
tindakan individu terhadap lingkungan. Buat
kesadaran akan tanggung jawab pribadi.
3. Studi Kasus Berkelanjutan: Gunakan studi kasus
nyata untuk menggambarkan situasi di mana prinsip
etika lingkungan memiliki peran besar dalam
pengambilan keputusan.

132
4. Penilaian Dampak Lingkungan: Ajarkan karyawan
bagaimana menerapkan penilaian dampak
lingkungan dalam pekerjaan mereka untuk
mengidentifikasi peluang peningkatan berkelanjutan.
5. Etika Konsumsi: Diskusikan bagaimana keputusan
konsumsi pribadi dapat memiliki dampak lingkungan,
baik itu dalam pemilihan produk atau penggunaan
sumber daya.
6. Etika dalam Pengembangan Produk dan Layanan:
Ajarkan karyawan tentang bagaimana merancang
produk dan layanan yang ramah lingkungan serta
mempertimbangkan siklus hidup produk.
7. Pentingnya Transparansi: Tekankan pentingnya
transparansi dan akuntabilitas dalam berbagi
informasi terkait dampak lingkungan organisasi.
8. Pengelolaan Konflik Etika: Ajarkan karyawan
bagaimana menghadapi konflik etika yang melibatkan
pertentangan antara kepentingan bisnis dan dampak
lingkungan.
9. Pengembangan Nilai Pribadi: Beri kesempatan kepada
karyawan untuk merenungkan nilai-nilai pribadi
mereka terkait dengan lingkungan dan bagaimana itu
berhubungan dengan pekerjaan mereka.
10. Etika dalam Tim Kerja: Diskusikan bagaimana prinsip
etika lingkungan dapat diintegrasikan dalam
dinamika tim dan interaksi sehari-hari.
11. Penghargaan Etika Lingkungan: Berikan penghargaan
kepada karyawan yang menerapkan prinsip etika
lingkungan dalam pekerjaan mereka dan memberikan
dampak positif.

133
12. Mentoring dan Peran Model: Manfaatkan peran model
dan mentor untuk mengilhami karyawan dalam
menerapkan prinsip etika lingkungan dalam praktik
sehari-hari.
Mengintegrasikan prinsip etika lingkungan dalam
pengembangan karyawan membantu menciptakan
budaya kerja yang mencerminkan nilai-nilai
berkelanjutan. Ini juga membantu karyawan dalam
membuat keputusan yang lebih sadar secara lingkungan
dan membangun hubungan yang lebih kuat antara
individu, organisasi, dan lingkungan (Maharani &
Faddilla, 2023).

Kesimpulan
Manajemen Sumber Daya Manusia Berkelanjutan (GHRM)
adalah pendekatan yang menghubungkan praktik SDM
dengan tujuan keberlanjutan sosial, ekonomi, dan
lingkungan. Dalam konteks ini, pengembangan karyawan,
rekrutmen, dan pendekatan pembelajaran berkelanjutan
menjadi kunci untuk menciptakan budaya yang
mendukung nilai-nilai berkelanjutan. Dengan mendorong
keterwakilan dan diversitas, memberdayakan karyawan
sebagai agen perubahan, serta mengintegrasikan etika
lingkungan, organisasi dapat bertransformasi menjadi
kekuatan yang positif bagi perubahan berkelanjutan.
Melalui kolaborasi, inovasi, dan komitmen bersama,
manajemen SDM berkelanjutan memainkan peran sentral
dalam mencapai masa depan yang lebih baik bagi
organisasi dan dunia.

134
Daftar Pustaka
Ballo, V. M. J. T. I. (2023). GEREJA DAN STRATEGI
ADAPTATION, INOVATIVE AND COLLABORATION BAGI
PEMBERDAYAAN EKONOMI DI MASA BENCANA. 2,
22–35.
Gusniar, V., Fauzia, Z., Hidayaty, D. E., & Sandi, S. P. H.
(2023). STRATEGI PENGEMBANGAN KOMPETENSI
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA UNTUK
MENGHADAPI PERSAINGAN BISNIS YANG SEMAKIN
KETAT DI PERKOTAAN (STUDI KASUS PADA TOKO
LBOUQUET DI KABUPATEN KARAWANG, JAWA
BARAT). Jurnal Pijar, 1(3), 710-719.
Kustina, K. T., Nasional, U. P., Fauzan, R., Harto, B.,
Srisusilawati, P., & Bandung, U. I. (2023). Manajemen
strategis (Issue February).
Maharani, A., & Faddilla, S. P. (2023). Mengukur Kinerja
dan Produktivitas Karyawan melalui Metrik
Manajemen. 1(3), 69–79.
Mutia, S. (2023). Manajemen Bahaya dan Pengendalian
Risiko di Industri Perkapalan. 1, 52–62.
Pahira, S. H. (2023). MENINGKATKAN KINERJA
ORGANISASI The Importance of Human Resource
Management ( HRM ) In Improving Organizational
Performance Pentingnya Manajemen Sumber Daya
Manusia ( MSDM ) Dalam Meningkatkan Kinerja
Organisasi. 03(03), 810–817.
https://doi.org/10.59141/comserva.v3i03.882
Pradana, R. A., Pitaloka, D., Rukmana, I. L., & Gunawan,
A. (2023). Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis
Digital: Keterampilan dan Peran di Era Digital.
COMSERVA, 2(09), 1806-1817.
Purwatiningsih, D. (2013). Manajemen Sumber Daya
Manusia. 1, 1–14.
Ridwan, T. (2023). PERAN WISATA KEBON JATI DALAM
MENINGKATKAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT DI
DESA CILEDUG WETAN. 3(8), 627–634.

135
Risnawati. (2023). Analisis Pengorganisasian dan
Manajemen Usaha Mikro Syariah : Keberlanjutan dan
Efektivitas dalam Konteks Ekonomi Berbasis Prinsip-
Prinsip Syariah. 3, 2263–2274.
Santoso, G., Karim, A. A., Maftuh, B., & Murod, M. (2023).
Kajian Dinamika Demokrasi di Indonesia untuk
Menjadi Tokoh Pahlawan Daerah dan Nasional RI Abad
21 Jurnal Pendidikan Transformatif ( Jupetra ). 02(01),
224–240.

136
Profil Penulis
Forman Halawa, S.M.
Ketertarikan penulis terhadap ilmu manajemen
dimulai pada tahun 2014 silam. Hal tersebut
membuat penulis memilih untuk masuk ke
Sekolah Menengah Kejuruan di SMKN 1 Lolofitu
Moi dengan memilih jurusan Administrasi
Perkantoran, Manajemen dan Bisnis dan berhasil lulus pada
tahun 2017. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke
Perguruan Tinggi dan berhasil menyelesaikan studi S1 di prodi
SARJANA MANAJEMEN UNIVERSITAS KRISTEN IMMANUEL,
YOGYAKARTA pada tahun 2021. Saat ini, penulis sedang
menempuh studi S2 di prodi MAGISTER SAINS MANAJEMEN
UNIVERSITAS AIRLANGGA, SURABAYA. Penulis memiliki
kepakaran dibidang Manajemen Sumber Daya Manusia. Dan
untuk mewujudkan karir dan cita-cita sebagai dosen
professional kedepan, penulis pun aktif sebagai peneliti
dibidang kepakarannya tersebut. Beberapa penelitian yang
telah dilakukan baik riset artikel Nasional atau pun
Internasional dan pernah didanai oleh LPDP RI pada
pembiayaan dana publikasi Internasional (Q1). Selain peneliti,
penulis juga aktif menulis buku dengan harapan dapat
memberikan kontribusi positif bagi bangsa dan negara yang
sangat tercinta ini.
Email Penulis: halawaforman07@gmail.com

137
138
8
MANAJEMEN PEMASARAN
BERKELANJUTAN
(GREEN MARKETING)

Aditya Wardhana, S.E., M.Si., M.M.


Universitas Telkom

Pengertian Pemasaran Berkelanjutan (Green


Marketing)
Strategi Pemasaran Berkelanjutan (Green Marketing)
merujuk pada praktik dan teknik pemasaran yang
mempromosikan produk atau layanan sebagai ramah
lingkungan atau berkelanjutan, serta penggunaan praktik
ini untuk menciptakan keuntungan bersaing bagi bisnis
(Tariq, Hussain, Khattak, and Abbas, 2021). Strategi
pemasaran berkelanjutan (green marketing) mencakup
penekanan pada daur ulang produk, efisiensi energi,
sumber daya yang berkelanjutan, atau fitur-fitur lain yang
sadar lingkungan untuk menarik konsumen yang
memprioritaskan keberlanjutan dalam keputusan
pembelian mereka (Elgazzar, and Fouda, 2021; Raharjo,
Ratnaningsih, Sari, and Ciptaningtyas, 2021; Tariq,
Hussain, Khattak, and Abbas, 2021; Rahmat, and
Shamsudin, 2020; Li, Li, Li, and Li, 2020; Jusoh, Saad,
Ishak, and Ishak, 2019; Jusoh, Saad, Ishak, and Ishak,
2019; Jebarajakirthy, and Xavier, 2018; Yılmaz, and
Cengiz, 2018; Galvão, Fernandes, and Casotti, 2017).

139
Tujuan utama dari green marketing adalah untuk
mempromosikan pola konsumsi yang berkelanjutan dan
mengurangi dampak negatif konsumerisme terhadap
lingkungan (Tariq, Hussain, Khattak, and Abbas, 2021).
Green marketing dapat memberikan manfaat bagi bisnis
dengan meningkatkan citra merek mereka (Ottman,
Stafford, and Hartman, 2019; Pookulangara, and Koesler,
2019), meningkatkan loyalitas pelanggan, dan
meningkatkan laba mereka. Namun, penting bagi bisnis
untuk menghindari greenwashing atau membuat klaim
palsu atau dibesar-besarkan tentang manfaat lingkungan
dari produk atau praktik mereka, karena hal ini pada
akhirnya dapat merusak reputasi dan kredibilitas mereka
(Parker, 2022; Wardhana, Aditya, et al, 2022; Tariq,
Hussain, Khattak, and Abbas, 2021; Azimi, and
Mohammadi, 2019; Gupta, and Inamdar, 2019; Hussain,
and Ali, 2018).

Jenis-Jenis Strategi Pemasaran Berkelanjutan (Green


Marketing Strategy)
Beberapa jenis strategi pemasaran berkelanjutan (green
marketing strategy) yang dapat digunakan oleh
perusahaan untuk mempromosikan produk atau jasa
mereka yang ramah lingkungan dan mendukung praktik
bisnis yang bertanggung jawab secara lingkungan, yaitu
(Parker, 2022; Wardhana, Aditya, et al, 2022; Banerjee,
2021; Kumar, and Shah, 2021; Esposito, and Tse, 2020;
Williams, and Zinkhan, 2019; Chakraborty, 2017):
1. Eco-Design Strategy. Strategi ini berfokus pada desain
produk yang ramah lingkungan menggunakan bahan-
bahan yang lebih ramah lingkungan dan
meminimalkan limbah atau efek negatif pada
lingkungan dengan sertifikasi keberlanjutan dari
badan sertifikasi independen. Sertifikasi ini
menunjukkan bahwa produk tersebut memenuhi

140
standar tertentu untuk keberlanjutan lingkungan. Hal
ini meliputi penggunaan bahan baku yang
terbarukan, pemilihan bahan yang dapat didaur
ulang, pengurangan limbah produksi, pengurangan
penggunaan bahan kimia berbahaya, dan
menyediakan informasi untuk membantu konsumen
membuat keputusan pembelian yang lebih
berkelanjutan dan terinformasi (Elgazzar, and Fouda,
2021; Li, Li, Li, and Li, 2020; Jusoh, Saad, Ishak, and
Ishak, 2019; Jusoh, Saad, Ishak, and Ishak, 2019;
Jebarajakirthy, and Xavier, 2018; Yılmaz, and Cengiz,
2018; Galvão, Fernandes, and Casotti, 2017).
2. Green Packaging Strategy. Strategi ini berkaitan
dengan penggunaan kemasan yang ramah lingkungan
untuk mengurangi dampak lingkungan dari
penggunaan kemasan. Hal ini dapat mencakup
penggunaan bahan kemasan yang terbarukan,
pemilihan kemasan yang dapat didaur ulang atau
mudah terurai, dan pengurangan ukuran kemasan,
tidak menggunakan kemasan yang berlebihan, dan
mengkomunikasikan kemasan berkelanjutan produk
kepada konsumen.
3. Sustainable Supply Chain Strategy. Strategi ini
melibatkan penggunaan pemasok yang ramah
lingkungan dan pengelolaan rantai pasok yang
berkelanjutan. Hal ini dapat mencakup penggunaan
bahan baku yang terbarukan dan berasal dari sumber
yang bertanggung jawab, mengurangi penggunaan
bahan kimia berbahaya dalam produksi, dan
pengurangan limbah produksi dengan mengolah
limbah menjadi sumber energi.
4. Green Pricing Strategy. Strategi ini melibatkan
penetapan harga yang didasarkan pada prinsip
keberlanjutan, seperti biaya produksi yang lebih
rendah karena penggunaan bahan baku ramah

141
lingkungan atau efisiensi energi yang lebih tinggi, dan
menawarkan diskon atau insentif lain untuk
mendorong konsumen memilih produk atau layanan
yang lebih berkelanjutan. Hal ini dapat meningkatkan
daya tarik produk dan membantu perusahaan untuk
membangun reputasi sebagai perusahaan yang peduli
lingkungan.
5. Green Distribution Strategy. Strategi ini berkaitan
dengan penggunaan metode distribusi yang ramah
lingkungan, seperti penggunaan transportasi yang
lebih efisien atau pengurangan jarak tempuh
pengiriman produk. Hal ini dapat mengurangi dampak
lingkungan dari transportasi dan membantu
perusahaan untuk memenuhi target emisi karbon
mereka.
6. Green Advertising Strategy. Strategi ini melibatkan
penggunaan iklan yang berfokus pada pesan
lingkungan untuk meningkatkan kesadaran dan
minat konsumen terhadap produk yang ramah
lingkungan dengan memberikan informasi yang jelas
dan transparan tentang bahan baku dan proses
produksi. Hal ini dapat meningkatkan reputasi
perusahaan dan memperkuat citra merek yang ramah
lingkungan.
7. Upcycling Strategy (Zero Waste Strategy). Strategi ini
berkaitan dengan mempromosikan produk yang
dibuat dari bahan-bahan daur ulang atau dapat
terurai secara alami dengan cara meningkatkan nilai
produk tersebut untuk menghasilkan produk yang
dapat dijadikan sampah minimal atau bahkan tidak
menghasilkan sampah sama sekali. Upcycling dapat
membuat produk yang sebelumnya dianggap limbah
menjadi produk yang bernilai lebih tinggi.

142
8. Carbon Footprinting Strategy (Carbon Neutral Strategy).
Strategi ini berkaitan dengan mempromosikan produk
dengan mengukur dan mengurangi jejak karbon atau
pengimbangan karbon dari seluruh siklus hidup
produk tersebut seperti berinvestasi dalam proyek
energi terbarukan atau penghijauan, dan
mengkomunikasikan upaya ini kepada konsumen.
Dalam hal ini, perusahaan akan menampilkan angka
karbon yang dihasilkan selama produksi dan
konsumsi produk atau kesetimbangan antara emisi
gas rumah kaca yang dihasilkan oleh perusahaan
dengan cara mengurangi emisi dan melakukan
kompensasi emisi dengan mendukung program
pengurangan emisi karbon di tempat lain.
9. Sharing Economy Strategy. Strategi ini berkaitan
dengan mempromosikan konsumsi berbagi, seperti
penyewaan produk atau penggunaan bersama
produk, untuk mengurangi jumlah produk yang
diproduksi dan konsumsi energi yang diperlukan
untuk membuat produk baru.
10. Technology Innovations (Circular Economy Strategy).
Strategi ini berkaitan dengan mengembangkan
teknologi baru yang ramah lingkungan,
mempromosikan produk yang dihasilkan dari
teknologi tersebut, menerapkan sistem produksi dan
konsumsi yang mengurangi limbah, mengoptimalkan
penggunaan sumber daya dengan cara mendaur
ulang produk yang sudah tidak terpakai,
memperpanjang umur produk dengan cara perbaikan
atau penggunaan kembali, dan menghasilkan produk
yang dapat dijadikan sampah minimal atau bahkan
tidak menghasilkan sampah sama sekali. Contohnya
adalah mobil listrik atau panel surya.

143
11. The Use of Renewable Resources Strategy. Strategi ini
berkaitan dengan mempromosikan produk atau
layanan yang menggunakan sumber daya terbarukan,
seperti energi matahari atau angin. Perusahaan dapat
memasarkan produk tersebut dengan menonjolkan
keunggulan penggunaan energi terbarukan untuk
lingkungan.
12. Supporting Environmental Organizations Strategy.
Strategi ini berkaitan dengan mempromosikan
dukungan perusahaan terhadap organisasi
lingkungan atau inisiatif lingkungan yang
mempromosikan pendidikan dan kampanye tentang
lingkungan, seperti kampanye untuk mengurangi
konsumsi air atau penggunaan energi. Perusahaan
dapat memasarkan produknya dengan menekankan
pada kontribusi yang dibuat oleh konsumen untuk
lingkungan dengan menggunakan produk tersebut.
13. Life Cycle Assessment Strategy. Strategi ini berkaitan
dengan melakukan evaluasi komprehensif terhadap
dampak lingkungan dari suatu produk selama
seluruh siklus hidup produknya mulai dari bahan
baku hingga pembuangan untuk mengidentifikasi
peluang perbaikan dan mengkomunikasikan manfaat
lingkungan produk kepada konsumen.
14. Collaborative Green Marketing Strategy. Strategi ini
berkaitan dengan melakukan kemitraan dengan
bisnis, organisasi, atau lembaga pemerintah lain
untuk mempromosikan produk atau praktik
berkelanjutan dan meningkatkan kesadaran dan
permintaan konsumen.

144
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Strategi Pemasaran
Berkelanjutan
Strategi pemasaran berkelanjutan adalah pendekatan
pemasaran yang mempertimbangkan faktor-faktor sosial,
lingkungan, dan ekonomi dalam keputusan bisnis.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi strategi
pemasaran berkelanjutan antara lain (Parker, 2022;
Hoang, Thai, and Nguyen, 2020; Esposito, and Tse, 2020;
Jain, and Sharma, 2020; Baqer, and Al-Tal, 2017;
Mostafa, 2017):
1. Kesadaran konsumen tentang isu-isu lingkungan dan
sosial. Semakin banyak konsumen yang peduli
dengan isu-isu lingkungan dan sosial, semakin
penting bagi perusahaan untuk mengadopsi strategi
pemasaran yang berkelanjutan.
2. Teknologi. Perkembangan teknologi dapat
mempengaruhi strategi pemasaran berkelanjutan,
seperti penggunaan teknologi informasi untuk
mengurangi limbah atau emisi karbon.
3. Regulasi dan kebijakan pemerintah. Regulasi dan
kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi strategi
pemasaran berkelanjutan seperti undang-undang
lingkungan dan peraturan yang mengatur praktik
bisnis yang berkelanjutan dengan memperketat
persyaratan lingkungan atau sosial bagi perusahaan.
4. Persaingan. Persaingan dalam pasar dapat
mempengaruhi strategi pemasaran berkelanjutan.
Jika pesaing menggunakan praktik bisnis yang lebih
berkelanjutan, perusahaan juga mungkin perlu
mengadopsinya untuk tetap bersaing di pasar.
5. Sumber daya. Sumber daya yang tersedia, seperti
tenaga kerja, modal, dan bahan baku, dapat
membatasi kemampuan perusahaan untuk

145
mengadopsi strategi pemasaran yang lebih
berkelanjutan. Perusahaan harus mencari sumber
bahan baku yang berkelanjutan untuk mendukung
praktik bisnis mereka yang berkelanjutan.
Perusahaan dapat mempertimbangkan untuk
memberikan pelatihan kepada staf mereka untuk
meningkatkan kompetensi mereka dalam bidang
pemasaran yang lebih berkelanjutan.
6. Nilai dan budaya perusahaan. Nilai dan misi
perusahaan dapat mempengaruhi strategi pemasaran
berkelanjutan, karena perusahaan mungkin
mengutamakan tujuan sosial atau lingkungan di atas
keuntungan finansial. Budaya perusahaan yang
peduli dengan isu-isu lingkungan dan sosial juga
dapat mendorong perusahaan untuk mengadopsi
strategi pemasaran yang lebih berkelanjutan.
7. Pasar target. Pasar target atau segmen pasar yang
dituju oleh perusahaan dapat mempengaruhi strategi
pemasaran berkelanjutan. Misalnya, perusahaan
yang menargetkan konsumen yang peduli dengan isu-
isu lingkungan mungkin perlu mengadopsi strategi
pemasaran yang lebih berkelanjutan daripada
perusahaan yang menargetkan konsumen yang
kurang peduli.
8. Ketersediaan teknologi yang berkelanjutan.
Ketersediaan teknologi yang berkelanjutan seperti
energi terbarukan, dapat mempengaruhi kemampuan
perusahaan untuk mengadopsi strategi pemasaran
yang lebih berkelanjutan.
9. Rantai pasokan. Perusahaan harus memastikan
bahwa mitra bisnis mereka juga mengadopsi praktik
bisnis yang berkelanjutan untuk mencapai tujuan
berkelanjutan.

146
10. Kepemimpinan. Kepemimpinan dapat mempengaruhi
keputusan pemasaran yang dibuat. Jika
kepemimpinan perusahaan mendorong dan
mendukung praktik bisnis yang berkelanjutan, maka
keputusan pemasaran yang dibuat akan lebih
berkelanjutan (Mostafa, 2017).
11. Kondisi pasar. Kondisi pasar seperti persaingan, tren
konsumen, dan perubahan dalam preferensi
konsumen dapat mempengaruhi strategi pemasaran
berkelanjutan. Perusahaan harus memantau kondisi
pasar dan menyesuaikan strategi pemasaran mereka
sesuai dengan perubahan tersebut.
12. Kepuasan pelanggan. Jika pelanggan merasa puas
dengan produk dan layanan yang ditawarkan oleh
perusahaan, mereka lebih cenderung untuk membeli
kembali dan merekomendasikan perusahaan kepada
orang lain (Helferich, and Herhausen, 2020; Ghozali,
and Dharmmesta, 2018).
13. Ketersediaan modal. Ketersediaan modal dapat
mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk
mengadopsi strategi pemasaran yang lebih
berkelanjutan. Strategi pemasaran berkelanjutan
dapat membutuhkan investasi jangka panjang dan
memiliki dampak jangka panjang yang berbeda
dibandingkan dengan strategi pemasaran tradisional.
14. Etika dan tanggung jawab sosial. Etika dan tanggung
jawab sosial perusahaan dapat mempengaruhi
keputusan pemasaran yang dibuat. Perusahaan
harus mempertimbangkan dampak sosial dan
lingkungan dari keputusan pemasaran mereka dan
memastikan bahwa praktik bisnis mereka sejalan
dengan nilai-nilai etis dan tanggung jawab sosial
(Khatun, and Rahman, 2021; Durán-Romero, and
Gutiérrez-Romero, 2020; Ouyang, and Zhou, 2021;
Singh, and Hossain, 2019; Mostafa, 2017).

147
Dimensi-Dimensi Strategi Pemasaran Berkelanjutan
Beberapa dimensi yang biasanya terdapat dalam strategi
pemasaran berkelanjutan antara lain (Balaji, and Roy,
2021; Esposito, and Tse, 2020; Singh, and Dixit, 2020):
1. Menetapkan tujuan berkelanjutan. Tujuan
berkelanjutan yang spesifik, terukur, dapat dicapai,
relevan, dan terbatas waktu perlu ditetapkan untuk
memandu pengembangan strategi pemasaran.
2. Mengidentifikasi segmen pasar yang tepat.
Perusahaan harus mengidentifikasi segmen pasar
yang tepat dan mencari cara untuk memenuhi
kebutuhan mereka dengan produk atau layanan
mereka.
3. Menjaga komunikasi yang jujur dan transparan.
Perusahaan harus memberikan informasi yang jujur
dan transparan tentang produk atau layanan mereka,
serta praktek bisnis mereka secara keseluruhan.
4. Menerapkan desain produk dan kemasan yang ramah
lingkungan. Perusahaan harus merancang produk
dan kemasan yang ramah lingkungan untuk
mengurangi dampak lingkungan dari produk mereka.
5. Menggunakan bahan baku yang berkelanjutan.
Perusahaan harus mencari bahan baku yang
berkelanjutan untuk produk atau layanan mereka.
6. Menerapkan praktik bisnis yang berkelanjutan.
Perusahaan harus menerapkan praktik bisnis yang
berkelanjutan, seperti mengurangi emisi gas rumah
kaca, mengurangi penggunaan energi, dan mengelola
limbah dengan bijak.
7. Mengadopsi kampanye pemasaran yang
berkelanjutan. Perusahaan dapat menggunakan
kampanye pemasaran berkelanjutan untuk

148
meningkatkan kesadaran dan dukungan masyarakat
terhadap praktik bisnis berkelanjutan mereka.
8. Mengukur kinerja dan mencari cara untuk terus
meningkatkan: Perusahaan harus terus memantau
kinerja mereka dalam mengadopsi praktik bisnis yang
berkelanjutan dan mencari cara untuk terus
meningkatkan praktik mereka (Yao, Chen, and Zhang,
2021).

Tools Strategi Pemasaran Berkelanjutan


Berikut adalah beberapa alat analisis yang dapat
digunakan (Sharifpour, Esfidani, and Noorani, 2019;
Adekunle, and Adekunle, 2020; Esposito, and Tse, 2020;
Kansal, 2020):
1. PESTEL Analysis. Alat analisis ini membantu
mengidentifikasi faktor-faktor makroekonomi dan
lingkungan yang dapat mempengaruhi bisnis,
termasuk faktor politik, ekonomi, sosial, teknologi,
lingkungan, dan hukum. Analisis PESTEL membantu
perusahaan untuk memahami lingkungan makro dan
mengidentifikasi peluang dan ancaman yang ada
dalam pasar.
2. SWOT Analysis. Alat analisis ini membantu
mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman bisnis. Analisis SWOT membantu
perusahaan untuk memahami kekuatan dan
kelemahan internal mereka dan peluang dan
ancaman eksternal yang ada dalam pasar. Dengan
memahami hal ini, perusahaan dapat
mengembangkan strategi pemasaran berkelanjutan
yang tepat.
3. Life Cycle Assessment (LCA). Alat analisis ini
membantu mengukur dampak lingkungan dari suatu
produk atau layanan sepanjang siklus hidupnya, dari

149
pengolahan bahan baku hingga pembuangan akhir.
Dengan menggunakan LCA, perusahaan dapat
mengidentifikasi area di mana mereka dapat
meningkatkan keberlanjutan produk mereka dan
mengembangkan strategi pemasaran yang
berkelanjutan.
4. Value Chain Analysis. Alat analisis ini membantu
mengidentifikasi nilai tambah yang diciptakan oleh
setiap tahap dalam rantai pasokan produk atau
layanan. Analisis ini dapat membantu perusahaan
untuk mengidentifikasi area di mana mereka dapat
meningkatkan efisiensi, meningkatkan nilai tambah,
dan mengurangi dampak lingkungan dari operasi
mereka.
5. Matrix of Importance and Strengths. Alat analisis ini
membantu perusahaan dalam menentukan mana
stakeholder yang paling penting dan kuat
pengaruhnya dalam keputusan strategi pemasaran
berkelanjutan (Madhavaram, Badrinarayanan, and
McDonald, 2017).
6. Performance Analysis. Alat analisis ini membantu
perusahaan dalam untuk memantau dan
mengevaluasi keberhasilan strategi pemasaran
berkelanjutan mereka serta memastikan bahwa
mereka mencapai tujuan berkelanjutan yang telah
ditetapkan.
7. Analisis Porter's Five Forces Analysis. Alat analisis ini
membantu mengidentifikasi kekuatan persaingan
dalam suatu industri, termasuk kekuatan pembeli,
kekuatan pemasok, ancaman produk pengganti,
ancaman pesaing, dan ancaman masuk. Dengan
memahami faktor-faktor ini, perusahaan dapat
mengembangkan strategi pemasaran yang lebih efektif
dan berkelanjutan.

150
8. Customer Value Analysis. Alat analisis ini membantu
perusahaan memahami nilai tambah yang diinginkan
pelanggan dan bagaimana perusahaan dapat
memberikan nilai tambah tersebut melalui produk
atau layanan mereka. Dengan memahami kebutuhan
dan keinginan pelanggan, perusahaan dapat
mengembangkan produk dan layanan yang lebih
sesuai dengan kebutuhan pelanggan dan lebih
berkelanjutan (Wardhana, Aditya, et al, 2022).
9. Benefit-Cost Analysis. Alat analisis ini membantu
perusahaan mengevaluasi biaya dan manfaat dari
berbagai alternatif strategi pemasaran berkelanjutan
yang dapat mereka terapkan. Dengan memahami
biaya dan manfaat dari berbagai alternatif strategi,
perusahaan dapat memilih strategi pemasaran
berkelanjutan yang paling efektif dan efisien.

151
Daftar Pustaka
Adekunle, I. A., and Adekunle, Y. A. (2020). Green
Marketing as A Strategic Tool for Sustainable
Development: Evidence from Nigeria. Heliyon, 6(1),
e03120.
Azimi, R., and Mohammadi, S. (2019). Green Marketing
Strategies and Their Impact on Consumer Behavior: A
Case Study of Iranian Consumers. Journal of Cleaner
Production, 221(1), 767-776.
Balaji, M. S., and Roy, S. K. (2021). Green Marketing:
Theoretical Frameworks and Practical Implications.
New York: Routledge.
Banerjee, S. (2021). Green Marketing: An Integrated
Approach. New Delhi: SAGE Publications India Pvt Ltd.
Baqer, S. S., and Al-Tal, R. A. (2017). Green Marketing and
Its Impact on Consumer Behavior: A Study of Iraqi
Consumers. International Journal of Business and
Management, 12(4), 238-246.
Chakraborty, D. (2017). The Role of Green Marketing in
Sustainability: A Theoretical Overview. International
Journal of Business and Management, 12(1), 167-175.
Durán-Romero, G., and Gutiérrez-Romero, R. M. (2020).
Sustainable Marketing and Social Responsibility: Green
Marketing, CSR and Environmental Communication.
Hershey, PA: IGI Global.
Elgazzar, S. H., and Fouda, M. M. (2021). Green Marketing
Strategies and Their Impact on Consumer Purchasing
Behavior: A Study on Green Products in Egypt. Journal
of Cleaner Production, 294(1), 126283.
Esposito, M., and Tse, T. (2020). Handbook of Green
Marketing. Singapore: Springer.
Galvão, A. F., Fernandes, L. G., and Casotti, L. M. (2017).
The Impact of Green Marketing Strategies on
Consumer Buying Behaviour in Brazil. Journal of
Cleaner Production, 161(1), 1272-1280.

152
Ghozali, I., and Dharmmesta, B. S. (2018). Green
Marketing and Its Impact on Customer Satisfaction
and Loyalty: Evidence from Indonesia. Journal of
Islamic Marketing, 9(2), 481-495.
Gupta, S., and Inamdar, S. (2019). Green Marketing: An
Introduction. New Delhi: Sage Publications.
Helferich, J., and Herhausen, D. (2020). The Effect of
Green Marketing on Consumer Satisfaction and
Loyalty: An Empirical Study. Journal of Cleaner
Production, 271(1), 122594.
Hoang, T. T., Thai, V. V., and Nguyen, V. T. (2020). Factors
Affecting Green Purchase Behavior of Vietnamese
Consumers: The Moderating Role of Green Marketing
Strategies. Journal of Asian Business and Economic
Studies, 27(2), 213-232.
Hussain, R., and Ali, A. (2018). Green Marketing: A Review
of Literature and Issues. Journal of Emerging Trends in
Marketing and Management, 1(1), 1-11.
Jain, S., and Sharma, A. (2020). Green Marketing:
Emerging Issues and Challenges. New Delhi: Springer.
Jebarajakirthy, C., and Xavier, M. J. (2018). Effect of
Green Marketing Mix on Purchase Intention: A Study
of Generation Y Consumers in India. Journal of
Cleaner Production, 172(1), 4087-4096.
Jusoh, R., Saad, N. M., Ishak, N. A., and Ishak, N. M.
(2019). Green Marketing and Consumer Purchase
Intention: The Mediating Role of Attitude and The
Moderating Effect of Environmental Concern. Journal
of Cleaner Production, 234(1), 742-752.
Kansal, M. (2020). Green Marketing: Strategies, Tools and
Challenges for Sustainable Business. New Delhi:
Springer.
Kaur, H., and Kaur, S. (2019). Green Marketing and Its
Impact on Consumer Behavior: A Study of FMCG
Sector. International Journal of Research and
Analytical Reviews, 6(4), 1-8.

153
Khan, M. T., Gulzar, M. A., and Bhatti, A. H. (2018). Green
Marketing and Consumer Behavior: The Case of
Pakistan. International Journal of Business and
Management, 13(1), 147-157.
Khatun, M. R., and Rahman, M. M. (2021). Sustainable
Marketing Practices: Green Marketing and Corporate
Social Responsibility. Singapore: Springer.
Kumar, V., and Shah, M. (2021). Handbook of Research on
Green Marketing Strategies for Sustainable Business
Development. Hershey, PA: IGI Global.
Li, Q., Li, Y., Li, L., and Li, S. (2020). The Influence of Green
Marketing on Brand Image and Purchase Intention: A
Study of Consumers in China. Sustainability, 12(4),
1492.
Madhavaram, S., Badrinarayanan, V., and McDonald, R.
E. (2017). Integrated Marketing Communication (IMC)
and Brand Identity as Critical Components of Green
Marketing Strategy: A Stakeholder Perspective.
Journal of Advertising, 46(1), 113-126.
Mostafa, M. M. (2017). Antecedents of Green Purchase
Behavior: An Examination of Collectivism,
Environmental Concern, and PCE. Journal of Cleaner
Production, 155(1), 39-49.
Ottman, J. A., Stafford, E. R., and Hartman, C. L. (2019).
Global Green Brands: Standard Requirements for
Consumer Trust. Boca Raton, FL: CRC Press.
Ouyang, Y., and Zhou, X. (2021). How Do Green Marketing
Strategies Influence Consumer Purchase Intention in
The Sharing Economy? Evidence from China. Journal
of Cleaner Production, 279(1), 123739.
Parker, Philip M. (2022). The 2023-2028 World Outlook for
Green Marketing. Berlin: ICON Group International,
Inc
Pookulangara, S., and Koesler, K. (2019). Green Marketing
and Green Brand Awareness: Antecedents and Their
Relationships to Consumers' Willingness to Pay.
Journal of Strategic Marketing, 27(7), 539-555.

154
Raharjo, S., Ratnaningsih, D., Sari, R. P., and
Ciptaningtyas, R. (2021). The Impact of Green
Marketing Strategy on Purchase Intention and Brand
Image of Green Products. Heliyon, 7(1), e05928.
Rahmat, R. A., and Shamsudin, M. F. (2020). Green
Marketing Strategies and Consumers' Purchase
Intention Towards Green Products in Malaysia.
Journal of Cleaner Production, 246(1), 118977.
Sharifpour, M., Esfidani, M. R., and Noorani, S. (2019).
The Effect of Green Marketing Mix on Purchase
Intention: The Mediating Role of Brand Image and The
Moderating Role of Environmental Concern. Journal of
Cleaner Production, 231(1), 1080-1090.
Singh, A., and Hossain, M. (2019). Handbook of Research
on Green Marketing and Corporate Social
Responsibility. Hershey, PA: IGI Global.
Singh, N., and Dixit, P. (2020). Green Marketing: Concept,
Challenges and Opportunities. New Delhi: Excel India
Publishers.
Singh, S. P., and Pandey, S. K. (2021). Green Marketing
and Sustainability: A Global Perspective. New York:
Routledge.
Tariq, M., Hussain, A., Khattak, J., and Abbas, Q. (2021).
Green Marketing Strategies and Consumers'
Environmental Awareness: An Empirical Investigation
of Pakistani Consumers. Journal of Cleaner Production,
305(1), 127405.
Wardhana, Aditya, et al. (2022). Manajemen Pemasaran
(Era Revoluasi Industri 4.0). Bandung: Media Sains
Indonesia.
Williams, J., and Zinkhan, G. (2019). Sustainable
Marketing: Theory and Practice. New York, NY:
Routledge.
Yao, Z., Chen, J., and Zhang, S. (2021). The Impact of
Green Marketing Strategy on Firm Performance: The
Mediating Role of Green Innovation. Journal of
Business Research, 124(1), 209-219.

155
Yılmaz, V., and Cengiz, E. (2018). Examining The
Relationship Between Green Marketing Awareness and
Purchase Behavior for Environmental Sustainability.
Journal of Cleaner Production, 175(1), 449-458.

156
Profil Penulis
Aditya Wardhana, S.E., M.Si., M.M.
Penulis merupakan dosen tetap Universitas
Telkom. Penulis menyelesaikan studi Sarjana
Ekonomi (SE) di Universitas Padjadjaran pada
tahun 1997 sebagai wisudawan terbaik. Kemudian,
menyelesaikan studi Magister Sains (MSi) di
Universitas Padjadjaran tahun 2003 dan Magister Manajemen
(MM) di Universitas Pasundan tahun 2012 sebagai wisudawan
terbaik. Saat ini penulis sedang melanjutkan studi Doktor Ilmu
Manajemen di prodi Manajemen Universitas Pasundan. Penulis
memiliki kepakaran di bidang manajemen sumber daya
manusia, manajemen pemasaran, dan manajemen strategik.
Penulis memiliki pengalaman praktisi di Citibank dan di PT
Perusahaan Gas Negara Tbk dan meraih predikat the best
employee serta sebagai konsultan di beberapa BUMN seperti
Surveyor Indonesia, Badan Klasifikasi Kapal Indonesia,
Pertamina, BNI 46, PTPN VIII, Biofarma, Kementerian
Koordinator Perekonomian RI dan Kementerian Perhubungan.
Penulis juga aktif melakukan berbagai penelitian terindeks
Scopus dan Sinta dan telah menulis lebih dari 250 buku dalam
bidang bisnis. Penulis mendapatkan penghargaan sebagai
dosen dengan kinerja penelitian terbaik tahun 2022 dari
LLDIKTI Wilayah 4 Jawa Barat dan memiliki Sertifikasi Penulis
Buku Non-Fiksi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP)
RI.
E-mail Penulis: adityawardhana@telkomuniversity.ac.id

157
158
9
MANAJEMEN KEUANGAN
BERKELANJUTAN

Eka Dasra Viana, SE, M.Acc, Ak


Departemen Manajemen IPB University

Pendahuluan
Kegiatan industri seringkali memberikan dampak negatif
terhadap lingkungan, seperti kerusakan lingkungan,
pencemaran air dan udara, maupun perubahan sosial
ekonomi dan budaya. Pencemaran lingkungan dapat
menurunkan kualitas kesehatan masyarakat, timbulnya
penyakit seperti Inspeksi Saluran Pernapasan (ISPA),
meningkatnya biaya perawatan kesehatan dan penurunan
produktifitas. Perusahaan yang terlibat dalam praktik
pencemaran ini tentu akan menghadapi tekanan
keuangan yang signifikan dalam bentuk denda dan
tuntutan hukum.
Selain pencemaran lingkungan, ancaman perubahan
iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca dapat
mengakibatkan kerugian materi dan dampak ekonomi,
termasuk fluktuasi harga energi, kebakaran hutan,
kerusakan infrastruktur, dan kerusakan sektor pertanian
dan pariwisata. Ancaman perubahan iklim menjadi
prioritas global untuk berkolaborasi dan menunjukkan
komitmen bersama dalam menurunkan emisi gas rumah
kaca. Hampir seluruh negara di dunia berkomitmen
menjaga kenaikan suhu global di bawah treshold 1,50C

159
dan menurunkan 45% emisi karbon global sebelum 2030,
kesepakatan tersebut tertuang dalam Paris Agreement on
Climate Change 2015 – 2030.
Dalam konteks nasional, pemerintah Indonesia melalui
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
bekerjasama dengan International Energy Agency (IEA),
telah mengeluarkan Roadmap Net Zero Emission 2021 –
2060 yang berfokus pada pengembangan energi baru
terbarukan yang masif dan pelepasan (retirement)
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) secara berkala.
Organisasi harus mampu mengevaluasi dan mengungkap
dampak operasional dan bisnis yang dilakukan terhadap
lingkungan karena publikasi tahunan dari The Institute
for Internal Auditors (IIA) menyebutkan Environment
Sustainability sebagai salah satu dari 12 risiko teratas di
tahun 2022. Risiko ini menguji kemampuan organisasi
untuk mengukur, mengevaluasi, dan melaporkan dampak
lingkungan dan keselamatan kerja dengan memadai.
Tentu saja ini terkait dengan tuntutan kepada organisasi
yang semakin tinggi baik dari pemangku kepentingan,
pemegang saham, pemerintah dan regulator, pelanggan,
maupun karyawan untuk memiliki perhatian terhadap
dampak lingkungan dan keselamatan kerja. Oleh
karenanya, organisasi harus mampu mengevaluasi dan
mengungkap dampak operasional dan bisnis yang
dilakukan terhadap lingkungan.
Uraian diatas menjadi serangkaian faktor dan peristiwa
yang telah memengaruhi perkembangan praktik
keuangan yang berfokus pada keberlanjutan ekonomi,
lingkungan, dan sosial. Beberapa faktor kunci yang
berkontribusi terhadap latar belakang keuangan
berkelanjutan di Indonesia antara lain:

160
1. Isu Lingkungan dan Perubahan Iklim.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat di Indonesia
selama beberapa dekade telah berdampak pada
perubahan lingkungan yang signifikan, termasuk
deforestasi, pencemaran air dan udara, dan degradasi
tanah. Kesadaran akan masalah-masalah ini semakin
meningkat, mendorong permintaan untuk
pendekatan keuangan yang lebih berkelanjutan.
2. Regulasi dan Kesepakatan Internasional
Indonesia menjadi bagian dari Kesepakatan
internasional yang tertuang dalam Paris Agreement on
Climate Change 2015 – 2030. Kesepakatan ini
menekankan pentingnya mitigasi perubahan iklim
dan adaptasi terhadap dampaknya. Indonesia
menindaklanjuti dengan menjalankan langkah-
langkah konkrit dalam mendukung tujuan ini,
termasuk melalui keuangan berkelanjutan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah
mengeluarkan Roadmap Keuangan Berkelanjutan
Tahap 1 periode 2015-2019 dan Tahap 2 periode
2021-2025 untuk mengakomodir keuangan
berkelanjutan. Roadmap tersebut akan mewajibkan
Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan
Publik untuk menerapkan prinsip keuangan
berkelanjutan.
3. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable
Development Goals (TPB/SDGs).
Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden No
59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan memiliki
komitmen mengatasi kemiskinan, kesenjangan, dan
perubahan iklim dalam bentuk aksi nyata.
Sustainable Development Goals atau SDGs (Tujuan

161
Pembangunan Berkelanjutan) adalah kesepakatan
pembangunan baru yang mendorong perubahan-
perubahan kearah pembangunan berkelanjutan
berdasarkan hak asasi manusia dan kesetaraan
untuk mendorong pembangunan sosial, ekonomi dan
lingkungan hidup. Implementasi Keuangan
Berkelanjutan dalam semua sektor akan berkaitan
erat dengan pencapaian SDGs. Praktik keuangan
berkelanjutan akan menjadi sumber dana utama
dalam proyek-proyek SDGs, Keuangan berkelanjutan
mendorong investasi dalam sektor-sektor seperti
energi terbarukan, infrastruktur berkelanjutan, dan
pertanian berkelanjutan, yang semuanya memiliki
potensi untuk mendukung SDGs seperti SDG 7
(Energi Terjangkau dan Bersih), SDG 9 (Industri,
Inovasi, dan Infrastruktur), dan SDG 13 (Tindakan
Iklim).
4. Inisiatif Ethical Investment
Pada tahun 2000-an, muncul inisiatif-inisiatif
investasi etis dan berkelanjutan yang mendukung
penggunaan dana untuk mendukung proyek-proyek
ramah lingkungan dan sosial. Hal ini membuka jalan
bagi perkembangan instrumen-instrumen keuangan
berkelanjutan seperti obligasi hijau dan sosial. Pada
tahun 2018, pemerintah Indonesia menerbitkan
obligasi hijau pertamanya senilai 1,25 miliar dolar AS
untuk mendanai proyek-proyek berkelanjutan. Ini
adalah langkah penting dalam mengembangkan pasar
keuangan berkelanjutan di Indonesia dan mengilhami
sektor swasta untuk mengikuti jejak yang sama.
5. Pendirian Lembaga Keuangan Berkelanjutan
Pada tahun 2020, pemerintah Indonesia mendirikan
Lembaga Keuangan Berkelanjutan (LKBS) untuk
memfasilitasi pengembangan praktik keuangan

162
berkelanjutan dan mengawasi sektor ini. LKBS
memiliki peran penting dalam merancang regulasi dan
kebijakan yang mendukung perkembangan keuangan
berkelanjutan.
Semua faktor ini telah menyatukan perhatian terhadap
keuangan berkelanjutan di Indonesia. Semakin banyak
pihak yang menyadari bahwa untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan menjaga
lingkungan yang sehat, langkah-langkah keuangan yang
berfokus pada keberlanjutan adalah suatu keharusan.
Sebagai hasilnya, praktik keuangan berkelanjutan
semakin menjadi bagian integral dari agenda keuangan
dan pembangunan di Indonesia.
1. Definisi Keuangan Berkelanjutan
Keuangan Berkelanjutan (Sustainable Finance)
menurut Bank Dunia adalah proses
mempertimbangkan pertimbangan lingkungan, sosial
dan tata kelola (Environmental, Social and Governance)
yang biasa disingkat ESG, ketika membuat keputusan
investasi di sektor keuangan, yang mengarah pada
peningkatan investasi jangka panjang ke dalam
kegiatan dan proyek ekonomi berkelanjutan. Hal ini
telah menjadi gerakan kuat yang dipimpin oleh
regulator, investor institusi, dan manajer aset secara
global.
Sementara Keuangan Hijau (Green finance)
didefinisikan sebagai sebuah konsep keuangan hijau
guna menciptakan dan mendistribusikan produk dan
layanan keuangan agar bisa menstimulasi
investasi yang ramah lingkungan. Secara garis besar,
Green finance atau Green Financing ini bisa diartikan
sebagai investasi atau praktik keuangan yang
mengalir ke proyek pembangunan berkelanjutan,
produk ramah lingkungan, dan kebijakan yang

163
mendorong pengembangan perekonomian yang lebih
berkelanjutan. Pendanaan hijau ini mencakup
pendanaan iklim, namun tidak terbatas pada hal
tersebut saja. Ini juga mengacu pada jangkauan yang
lebih luas, tujuan lingkungan lainnya, seperti
pengendalian polusi industri, sanitasi air atau
perlindungan keanekaragaman hayati. Pendanaan
hijau juga mencakup berbagai jenis keuangan,
termasuk investasi, pinjaman, asuransi, dan produk-
produk keuangan lainnya yang secara khusus
difokuskan pada proyek-proyek dan inisiatif-inisiatif
yang memiliki dampak positif terhadap lingkungan
dan iklim.
Keberlanjutan adalah topik yang kompleks dan terus
berkembang. Unit keuangan jangka panjang Grup
Bank Dunia telah berada di garis depan dalam
mempromosikan Keuangan Berkelanjutan secara
global, melalui penyediaan data, kerja analitis, desain
instrumen, dan bantuan teknis untuk mendukung
regulator dan investor di negara-negara anggota
worldbank untuk ‘menghijaukan’ sistem keuangan
mereka. Salah satu program Worldbank yaitu J-CAP
adalah program lima tahun yang berfokus pada enam
negara prioritas dan satu sub-kawasan: Bangladesh,
Indonesia, Kenya, Maroko, Peru, Vietnam, dan Uni
Ekonomi & Moneter Afrika Barat untuk mendukung
pengembangan pasar modal lokal. Di bawah program
ini, rencana aksi spesifik negara telah dibuat yang
memobilisasi bantuan teknis Bank Dunia antara lain
dukungan terhadap penerbitan obligasi ramah
lingkungan dan pengembangan pasar, serta kerangka
peraturan ramah lingkungan merupakan bagian inti
dari program ini.

164
Keuangan berkelanjutan dan faktor-faktor ESG
(Environmental, Social, and Governance) erat terkait
dan saling mempengaruhi. ESG adalah faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja berkelanjutan dan
dampak perusahaan terhadap lingkungan,
masyarakat, dan tata kelola perusahaan. Keuangan
berkelanjutan, di sisi lain, adalah pendekatan dalam
pengelolaan sumber daya keuangan yang
mempertimbangkan faktor-faktor ESG dalam
pengambilan keputusan keuangan. Prinsip utama
dari manajemen keuangan berkelanjutan adalah
memadukan tujuan keuangan perusahaan dengan
tanggung jawab sosial dan lingkungan. Berikut adalah
pemahaman lebih rinci tentang manajemen keuangan
berkelanjutan. Berikut adalah faktor dalam ESG.
a. Environmental (Lingkungan): Manajemen
keuangan berkelanjutan memperhatikan dampak
perusahaan terhadap lingkungan. Ini mencakup
pengelolaan sumber daya alam, pengurangan
limbah, efisiensi energi, dan upaya-upaya untuk
mengurangi jejak karbon perusahaan.
Perusahaan juga bisa berinvestasi dalam proyek-
proyek yang berfokus pada energi terbarukan atau
teknologi yang ramah lingkungan.
b. Social (Sosial): Aspek sosial dalam manajemen
keuangan berkelanjutan berkaitan dengan
pengelolaan hubungan dengan karyawan,
konsumen, masyarakat, dan pemasok.
Perusahaan perlu memastikan bahwa kebijakan
dan praktik mereka memperhatikan hak asasi
manusia, kesetaraan gender, keadilan dalam
hubungan kerja, serta dampak sosial positif
dalam komunitas lokal.

165
c. Governance (Tata Kelola Perusahaan): Tata
kelola perusahaan yang baik adalah dasar dari
manajemen keuangan berkelanjutan. Ini
melibatkan kebijakan dan prosedur yang
memastikan transparansi, akuntabilitas,
integritas, dan etika dalam pengambilan
keputusan dan pelaporan keuangan. Tata kelola
perusahaan yang kuat juga memastikan bahwa
perusahaan menghindari konflik kepentingan dan
korupsi.

Tujuan Keuangan Berkelanjutan


Sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan No.51 /POJK 03/2017 Tentang
Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi Lembaga
Jasa keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik.
Tujuan penerapan Keuangan Berkelanjutan sebagai
berikut:
a. Menyediakan sumber pendanaan yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan
pembangunan berkelanjutan dan pendanaan
terkait perubahan iklim dalam jumlah yang
memadai.
b. Meningkatkan daya tahan dan daya saing LJK,
Emiten, dan Perusahaan Publik melalui
pengelolaan risiko sosial dan Lingkungan Hidup
yang lebih baik dengan cara mengembangkan
produk dan/atau jasa keuangan yang
menerapkan prinsip Keuangan Berkelanjutan
sehingga mampu berkontribusi positif pada
stabilitas sistem keuangan.

166
c. Mengurangi kesenjangan sosial, mengurangi dan
mencegah kerusakan Lingkungan Hidup, menjaga
keanekaragaman hayati, dan mendorong efisiensi
pemanfaatan energi dan sumber daya alam.
d. Mengembangkan produk dan/atau jasa keuangan
yang menerapkan prinsip Keuangan
Berkelanjutan.
Keseluruhan, perkembangan green finance di
Indonesia sejalan dengan kesadaran global tentang
perlunya melindungi lingkungan dan mengatasi
perubahan iklim. Meskipun relatif baru,
perkembangan ini menunjukkan komitmen Indonesia
untuk mengadopsi praktik keuangan yang
berkelanjutan demi masa depan yang lebih baik.
2. Prinsip Keuangan Berkelanjutan
Otoritas Jasa Keuangan dalam POJK Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 51/POJK.03/2017
tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi
Lembaga Jasa Keuangan, Emiten dan Perusahaan
Publik menetapkan delapan Prinsip Keuangan
Berkelanjutan yang tertuang dalam Gambar 9.1
berikut: Sumber: OJK (2015)

Gambar 9.1. Prinsip Keuangan Berkelanjutan

167
Implementasi dari keuangan berkelanjutan harus
mengadopsi dan menginternalisasikan makna praktis dari
8 (delapan) prinsip Keuangan Berkelanjutan. Makna
praktis prinsip-prinsip Keuangan Berkelanjutan yang
tertuang dalam POJK Keuangan Berkelanjutan sebagai
berikut:
1. Prinsip Investasi Bertanggung Jawab
Investasi bertanggung jawab (responsible investment)
adalah pendekatan investasi yang
mempertimbangkan faktor ekonomi, sosial,
lingkungan hidup, dan tata kelola dalam keputusan
investasi. Prinsip ini berlaku untuk penghimpunan
dan penyaluran dana yang mempertimbangkan
peningkatan keuntungan ekonomi, kesejahteraan
sosial, kualitas lingkungan hidup, dan penegakan tata
kelola sebagai tujuan akhir. Penerapan prinsip ini
dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi
keuangan, struktur, dan kompleksitas masing-masing
bank. Ukuran praktisnya adalah alokasi aset dan
kewajiban bank yang mempertimbangkan dampak
risiko ekonomi, sosial, lingkungan hidup, dan tata
kelola.
2. Prinsip Strategi dan Praktik Bisnis Berkelanjutan
Dalam menerapkan prinsip ini, setiap bank harus
menetapkan dan menerapkan strategi dan praktik
bisnis berkelanjutan pada setiap pengambilan
keputusan. Bank menekankan pencapaian tujuan
jangka panjang dan penetapan strategi jangka pendek
yang merupakan bagian dari upaya pencapaian
tujuan jangka panjang. Strategi dan praktik bisnis
dimaksud meliputi visi, misi, struktur organisasi,
rencana strategis, standar prosedur operasional,
program kerja sampai pada penetapan faktor risiko
dalam penghimpunan atau penyaluran dana.

168
3. Prinsip Pengelolaan Risiko Sosial dan Lingkungan
Hidup
Setiap bank harus memiliki prinsip kehati-hatian
dalam mengukur risiko sosial dan lingkungan hidup
dari aktivitas penghimpunan dan penyaluran dana.
Aktivitas tersebut termasuk identifikasi, pengukuran,
mitigasi, pengawasan, dan pemantauan. Risiko sosial
dan lingkungan hidup dalam aktivitas bank
mencakup dampak sosial dan lingkungan hidup yang
bersifat negatif dari proyek atau kegiatan yang
dibiayai.
4. Prinsip Tata Kelola
Penegakan tata kelola bagi bank diterapkan melalui
manajemen dan operasi bisnis yang mencakup,
antara lain transparansi, akuntabel, bertanggung
jawab, independen, profesional, setara dan wajar.
5. Prinsip Komunikasi yang Informatif
Setiap bank harus menyiapkan dan menyediakan
laporan yang informatif mencakup strategi, tata
kelola, kinerja dan prospek perusahaan/lembaga.
Laporan harus mudah dipahami, dapat
dipertanggungjawabkan dan disampaikan melalui
media komunikasi yang efektif dan dapat dijangkau
oleh seluruh pemangku kepentingan. Pelaporan yang
wajib disusun oleh bank adalah RAKB dan Laporan
Keberlanjutan. Penjelasan tentang dua laporan
tersebut dipaparkan di bagian VI dan VII dari
Pedoman ini.
6. Prinsip Inklusif
Setiap bank harus berupaya untuk menjamin
ketersediaan dan keterjangkauan produk dan/atau
jasa sehingga dapat diakses oleh seluruh lapisan
masyarakat termasuk yang belum memiliki akses

169
terhadap produk dan/atau jasa perbankan. Jenis
produk dan/atau jasa perbankan yang ditawarkan
diharapkan mencakup seluruh sektor ekonomi sesuai
dengan kebutuhan masyarakat, dan kebijakan
pemerintah.
7. Prinsip Pengembangan Sektor Unggulan Prioritas.
Dalam menetapkan prioritas sektor, setiap bank
harus mempertimbangkan sektor-sektor unggulan
prioritas yang telah ditetapkan oleh Pemerintah
melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah
dan Jangka Panjang (RPJMN dan RPJP). Hal ini
dilakukan untuk mendukung pencapaian tujuan
pembangunan berkelanjutan, termasuk penanganan
perubahan iklim.
8. Prinsip Koordinasi dan Kolaborasi.
Dalam rangka menyelaraskan strategi/kebijakan,
peluang bisnis, dan inovasi produk dengan
kepentingan nasional, bank berpartisipasi aktif dalam
forum/kegiatan/kerjasama terkait Keuangan
Berkelanjutan, baik dalam tingkat
regional/nasional/lokal.
Penerapan prinsip-prinsip keuangan berkelanjutan
melibatkan sejumlah langkah dan praktik yang dirancang
untuk mengintegrasikan faktor-faktor ESG
(Environmental, Social, and Governance) ke dalam
pengambilan keputusan keuangan dan operasional
perusahaan. Berikut adalah langkah-langkah utama
untuk menerapkan prinsip-prinsip keuangan
berkelanjutan:
1. Identifikasi faktor Environment, Social, dan
Governance (ESG) yang paling relevan dan signifikan
bagi proses bisnis perusahaan.

170
Indikator ESG biasanya diukur dengan menggunakan
indikator kuantitatif dan kualitatif . Indikator-
indikator ini dapat mencakup metrik seperti emisi
karbon, penggunaan air, tingkat pergantian
karyawan, keberagaman dewan direksi, kompensasi
eksekutif dan lain lain. Tentukan mana faktor yang
paling sesuai dengan bisnis perusahaan kemudian
siapkan pengukuran dan pelaporanya.
2. Integrasi ESG dalam pengambilan keputusan
keuangan perusahaan.
Pentingnya enanamkan kesadaran akan pentingnya
implementasi ESG dalam pengambilan keputusan
keuangan, antaralain mempertimbangkan faktor-
faktor ESG dalam keputusan alokasi modal, strategi
investasi, sistem manajemen risiko, rencana
anggaran, dan proyeksi keuangan dan pelaporan
keuangan.
3. Pelaporan Berkelanjutan
Terapkan praktik pelaporan berkelanjutan yang
transparan dan konsisten. Ini dapat mencakup:
Menyusun laporan keuangan berkelanjutan yang
mencantumkan metrik-metrik ESG yang relevan dan
mencerminkan kinerja perusahaan dalam hal
berkelanjutan.Mengikuti kerangka kerja pelaporan
berkelanjutan seperti Global Reporting Initiative (GRI)
atau Sustainability Accounting Standards Board
(SASB). Menyusun laporan terpadu yang
menggabungkan informasi keuangan dan
berkelanjutan dalam satu dokumen.
4. Pengukuran dan Evaluasi Kinerja
Terus mengukur dan mengevaluasi kinerja
perusahaan dalam hal faktor-faktor ESG. Hal ini
memungkinkan perusahaan untuk melihat

171
perkembangan seiring waktu, mengidentifikasi tren,
dan mengidentifikasi area di mana perbaikan
diperlukan.
5. Keterlibatan Pemangku Kepentingan
Libatkan pemangku kepentingan seperti pemegang
saham, karyawan, pelanggan, dan masyarakat dalam
proses keputusan berkelanjutan. Dengarkan
masukan dan harapan mereka terkait dengan praktek
berkelanjutan perusahaan.
6. Kepemimpinan Berkelanjutan
Kepemimpinan perusahaan harus memimpin dengan
contoh dalam menerapkan prinsip-prinsip keuangan
berkelanjutan. Mereka perlu menunjukkan komitmen
mereka terhadap berkelanjutan dalam budaya
perusahaan dan kebijakan-kebijakan yang mereka
tetapkan.
7. Pelatihan dan Kesadaran
Pastikan bahwa karyawan memahami pentingnya
prinsip-prinsip keuangan berkelanjutan dan memiliki
pengetahuan untuk menerapkannya dalam pekerjaan
mereka. Pelatihan dan kesadaran adalah kunci untuk
kesuksesan penerapan prinsip-prinsip ini.

172
Daftar Pustaka
International Energy Agency. (2022). Peta Jalan Menuju
Emisi Nol Bersih pada Sektor Energi di Indonesia.
International Energy Agency Special Report.
Krushelnytska, Olha. (2017). Introduction To Green
Finance. Global Enviromental Facility. Dapat diakses
pada:
https://documents1.worldbank.org/curated/en/
405891487108066678/pdf/112831-WP-PUBLIC-
Introduction-to-Green-Finance.pdf
OJK. (2015). Roadmap Keuangan Berkelanjutan di
Indonesia.
OJK. (2017). Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan
Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten
dan Perusahaan Publik. Jakarta
OJK. (2018). Pedoman Tekhnis bagi Bank Terkait
Implementasi POJK Nomor 51 51/POJK.03/2017
tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi
Lembaga Jasa Keuangan, Emiten dan Perusahaan
Publik. Jakarta
Undang-Undang Republik Indonesia. (2007). Undang-
undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas. Jakarta
Undang-Undang Republik Indonesia. (2009). Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pelestarian dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral. Jakarta
https://www.worldbank.org/en/topic/financialsector/bri
ef/sustainable-finance
https://www.idxchannel.com/economics/apa-itu-green-
financing-begini-penjelasan-lengkapnya

173
Profil Penulis
Eka Dasra Viana, SE, M.Acc, Ak
Penulis merupakan dosen Departemen
Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor (IPB) sejak tahun 2015
sampai sekarang. Lulus dari jurusan Akuntansi
Universitas Lampung tahun 2005, penulis sempat
bekerja sebagai Accounting Supervisor selama tiga tahun.
Selanjutnya tahun 2009 penulis menempuh Pendidikan Profesi
Akuntan (PPAk) di Universitas Gajah Mada. Penulis
melanjutkan ke jenjang Master di Magister Akuntansi UGM
tahun 2010 dan lulus tahun 2012. Penulis memiliki kepakaran
dibidang Akuntansi meliputi Akuntansi Keuangan, Akuntansi
Manajemen, Akuntansi untuk Entitas Mikro Kecil dan
Menengah serta Risk Management. Penulis juga memiliki
ketertarikan dengan topik riset tentang Sustainability Reporting,
Social Return On Investment (SROI), Corporate Social
Responsibility (CSR) dan Risk Management. Selain peneliti,
penulis juga mulai aktif menulis buku dengan harapan dapat
memberikan kontribusi positif bagi bangsa dan negara tercinta
ini.
Email Penulis: ekadasraviana@apps.ipb.ac.id

174
10
MANAJEMEN OPERASI
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE
OPERATION MANAGEMENT)

Ir. Ahmad Syamil, MBA, PhD, CPIM-F, CIRM, CSCP, PMO-


CP, CQIA
BINUS (Bina Nusantara) University - Bandung

Pendahuluan
Manajemen operasi adalah pendekatan yang digunakan
oleh perusahaan dan organisasi untuk merencanakan,
mengkoordinasikan, dan mengelola berbagai proses yang
terkait dengan produksi, pengadaan, distribusi, dan
pengiriman produk atau layanan. Tujuannya adalah
untuk mencapai efisiensi, kualitas, dan efektivitas dalam
menjalankan proses bisnis serta memastikan sumber
daya digunakan dengan optimal (Reid & Sanders, 2019).
Di era globalisasi dan peningkatan kesadaran terhadap
isu lingkungan dan sosial, praktik bisnis yang
bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat
semakin menjadi perhatian utama. Manajemen operasi
berkelanjutan (sustainable operations management)
bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap
lingkungan, meningkatkan efisiensi sumber daya, dan
memberikan manfaat sosial yang lebih luas. Beberapa
prinsip kunci yang mendasari manajemen operasi
berkelanjutan meliputi (Heizer et al., 2020):

175
1. Efisiensi Sumber Daya: Mengoptimalkan
penggunaan sumber daya seperti energi, bahan baku,
dan air untuk mengurangi pemborosan dan dampak
lingkungan.
2. Pertimbangan Siklus Hidup: Mengkaji seluruh siklus
hidup produk, mulai dari perancangan, produksi,
distribusi, penggunaan, hingga akhir hayat produk,
untuk mengidentifikasi potensi perbaikan
berkelanjutan.
3. Minimisasi Limbah: Mengurangi produksi limbah
melalui daur ulang, pengurangan sampah, dan
pengelolaan limbah yang tepat.
4. Kolaborasi Rantai Pasok: Bekerja sama dengan
pemasok, mitra bisnis, dan konsumen untuk
memastikan praktik berkelanjutan sepanjang rantai
pasok (Susanty et al., 2018).
5. Inovasi Teknologi: Mengadopsi teknologi ramah
lingkungan dan efisien yang mendukung operasi
berkelanjutan, seperti energi terbarukan dan
otomatisasi.
6. Pengukuran dan Pelaporan Kinerja: Mengukur
dampak lingkungan dan sosial dari operasi, serta
melaporkan informasi ini kepada pihak terkait untuk
meningkatkan transparansi.

Aspek Lingkungan dalam Operasi Berkelanjutan


Prinsip Ekologi dalam Manajemen Operasi
Prinsip-prinsip ekologi adalah fondasi penting dalam
manajemen operasi berkelanjutan (Sepriono et al.,
2023).Bab ini akan menjelaskan bagaimana konsep
ekologi, seperti ketergantungan dalam ekosistem dan
keseimbangan alam, dapat diaplikasikan dalam
pengambilan keputusan operasional. Pemahaman tentang

176
interaksi antara elemen-elemen dalam lingkungan akan
membantu perusahaan menghindari tindakan yang
merugikan ekosistem dan menjaga keberlanjutan jangka
panjang (Bag et al., 2018).
Pengelolaan Energi dan Sumber Daya Alam
Pengelolaan efisien energi dan sumber daya alam adalah
elemen utama dari operasi berkelanjutan. Bagian ini akan
membahas praktik-praktik yang dapat dilakukan
perusahaan untuk mengurangi konsumsi energi, seperti
penggunaan energi terbarukan dan teknologi efisien
energi (Prahendratno et al., 2023). Selain itu, pentingnya
mengelola sumber daya alam seperti air, kayu, dan
mineral dengan bijaksana juga akan ditekankan di sini
Minimisasi Limbah dan Pencemaran
Upaya untuk mengurangi limbah dan mencegah
pencemaran menjadi langkah krusial dalam manajemen
operasi berkelanjutan. Bab ini akan membahas strategi
untuk mengidentifikasi sumber-sumber limbah,
mengurangi limbah melalui penggunaan kembali dan
daur ulang, serta mengimplementasikan teknologi
pengolahan limbah yang ramah lingkungan. Selain itu,
peran penting pengelolaan limbah dalam mencegah
pencemaran lingkungan juga akan diuraikan (Tundys,
2020).
Penerapan Teknologi Bersih
Teknologi bersih berperan sebagai alat penting dalam
meraih tujuan operasi berkelanjutan. Dalam bagian ini,
akan dijelaskan bagaimana teknologi hijau, termasuk
energi terbarukan, proses produksi ramah lingkungan,
dan inovasi teknologi lainnya, dapat mengurangi dampak
negatif pada lingkungan. Contoh teknologi bersih yang
telah sukses diimplementasikan oleh perusahaan juga

177
akan menjadi bagian penting dari bahasan ini (Andronie
et al., 2021).
Efisiensi Dan Optimalisasi Proses
Bagian ini akan membahas strategi dan pendekatan yang
dapat diambil dalam upaya meningkatkan efisiensi dan
optimalisasi proses dalam konteks manajemen operasi
berkelanjutan. Dengan fokus pada siklus hidup produk,
desain berkelanjutan, penggunaan bahan baku ramah
lingkungan, dan peningkatan efisiensi operasional, bagian
ini akan memberikan wawasan tentang bagaimana
perusahaan dapat mengurangi dampak lingkungan dan
meningkatkan kinerja operasional (Syamil et al., 2002).
Analisis Siklus Hidup Produk
Pendekatan analisis siklus hidup produk mengharuskan
perusahaan untuk memahami dampak lingkungan dari
seluruh siklus hidup produk, dari perancangan hingga
pembuangan. Bagian ini akan membahas pentingnya
analisis siklus hidup dalam mengidentifikasi tahapan
yang memiliki dampak besar terhadap lingkungan,
sehingga perusahaan dapat mengarahkan usaha
perbaikan pada titik-titik kritis ini. Penggunaan alat-alat
seperti Analisis LCA (Life Cycle Assessment) akan
ditekankan untuk mengukur dampak lingkungan dengan
lebih akurat (Kumar et al., 2021).
Desain untuk Manufaktur dan Pemrosesan
Berkelanjutan
Desain produk dan proses produksi dapat memiliki
dampak besar terhadap keberlanjutan. Bagian ini akan
membahas pentingnya mendesain produk dengan
mempertimbangkan aspek berkelanjutan, seperti
penggunaan bahan yang dapat didaur ulang, efisiensi
produksi, dan kemudahan perbaikan. Prinsip desain
untuk manufaktur dan pemrosesan berkelanjutan akan

178
diperkenalkan sebagai cara untuk mengurangi limbah
dan mengoptimalkan penggunaan sumber daya.
Penggunaan Bahan Baku Ramah Lingkungan
Pilihan bahan baku memiliki dampak langsung terhadap
jejak lingkungan suatu produk. Bagian ini akan
membahas bagaimana perusahaan dapat memilih bahan
baku yang lebih ramah lingkungan, seperti bahan daur
ulang atau bahan organik. Konsep seperti "keseimbangan
jaringan ekologis" akan diperkenalkan untuk
menggambarkan bagaimana pemilihan bahan baku dapat
memengaruhi keseluruhan ekosistem (Heizer et al., 2020).
Peningkatan Efisiensi Operasional
Peningkatan efisiensi operasional adalah elemen inti
dalam manajemen operasi berkelanjutan. Bagian ini akan
membahas praktik-praktik untuk mengurangi
pemborosan, mengoptimalkan proses produksi, dan
mengurangi biaya operasional melalui pendekatan
berkelanjutan. Konsep seperti Lean dan Six Sigma akan
diperkenalkan dalam konteks berkelanjutan (Reid &
Sanders, 2019).

Pengelolaan Rantai Pasok Berkelanjutan


Pemilihan Pemasok Berdasarkan Kriteria
Berkelanjutan
Pemilihan pemasok yang berkomitmen terhadap praktik
berkelanjutan adalah langkah awal penting dalam
menciptakan rantai pasok yang berkelanjutan. Bagian ini
akan membahas bagaimana perusahaan dapat
mengembangkan kriteria pemilihan pemasok yang
mencakup aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Pengenalan sertifikasi dan standar berkelanjutan seperti
ISO 14001 dan Fair Trade akan menjadi bagian penting
dari pembahasan ini (Green et al., 2019).

179
Logistik Berkelanjutan dan Pengurangan Emisi CO2
Aspek logistik berkelanjutan menjadi perhatian besar
dalam manajemen operasi berkelanjutan. Bagian ini akan
menjelaskan bagaimana perusahaan dapat
mengoptimalkan rute pengiriman, menggunakan
teknologi informasi untuk meningkatkan visibilitas rantai
pasok, dan mengurangi emisi CO2 melalui transportasi
yang lebih efisien. Konsep transportasi ramah lingkungan
seperti penggunaan angkutan berbasis listrik atau
berbahan bakar rendah akan diperkenalkan (Guo et al.,
2020).
Kolaborasi dengan Pemasok untuk Pengelolaan Risiko
Lingkungan
Kolaborasi antara perusahaan dan pemasok merupakan
elemen penting dalam mencapai pengelolaan risiko
lingkungan yang lebih baik. Bagian ini akan membahas
bagaimana perusahaan dapat bekerja sama dengan
pemasok untuk mengidentifikasi potensi risiko
lingkungan dalam rantai pasok dan mengembangkan
strategi mitigasi bersama (Syamil, 2000). Contoh
kemitraan sukses dalam pengelolaan risiko lingkungan
akan menjadi bagian penting dari pembahasan ini

Inovasi Teknologi dan Digitalisasi


Bagian ini akan mengulas bagaimana inovasi teknologi
dan digitalisasi dapat mendukung manajemen operasi
berkelanjutan, dengan fokus pada manajemen data,
Internet of Things (IoT), dan penerapan kecerdasan buatan
(AI) (Rizal et al., 2023).

Manajemen Data untuk Pemantauan dan Pengambilan


Keputusan Berkelanjutan
Pengumpulan dan analisis data yang akurat memainkan
peran kunci dalam manajemen operasi berkelanjutan.

180
Bagian ini akan membahas bagaimana perusahaan dapat
mengumpulkan dan menganalisis data terkait kinerja
lingkungan dan sosial untuk mengukur dampak
operasional. Penggunaan teknologi Big Data dan analisis
data berkelanjutan akan ditekankan sebagai alat untuk
mengidentifikasi peluang perbaikan (Kharisma et al.,
2023).

Penggunaan Internet of Things (IoT) dalam Manajemen


Operasi
Internet of Things (IoT) dapat membantu perusahaan
mengumpulkan data secara real-time dari berbagai
perangkat dan sensor dalam operasi mereka. Bagian ini
akan membahas bagaimana penggunaan IoT dapat
memungkinkan pemantauan lebih baik terhadap aset dan
proses operasional. Contoh penggunaan IoT dalam
pengelolaan energi, pemeliharaan prediktif, dan
pengurangan limbah akan diberikan untuk memberikan
wawasan lebih lanjut (Rizal et al., 2023).
Penerapan Kecerdasan Buatan (AI) untuk Optimasi
Proses
Kecerdasan Buatan (AI) memiliki potensi untuk
mengoptimalkan proses operasional secara berkelanjutan
melalui analisis data yang canggih. Bagian ini akan
membahas bagaimana perusahaan dapat menggunakan
AI untuk mengidentifikasi pola-pola yang mempengaruhi
kinerja berkelanjutan, seperti efisiensi energi dan
manajemen rantai pasok. Penggunaan AI dalam
peramalan permintaan, pengaturan produksi, dan
pengelolaan inventaris akan diperkenalkan sebagai
contoh (Simanihuruk et al., 2023).

181
Karyawan dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Pelibatan Karyawan dalam Inisiatif Berkelanjutan
Karyawan memiliki peran penting dalam
mengimplementasikan praktik berkelanjutan. Bagian ini
akan membahas bagaimana perusahaan dapat
melibatkan karyawan dalam inisiatif berkelanjutan, mulai
dari pelatihan dan edukasi tentang praktik berkelanjutan
hingga mendorong partisipasi karyawan dalam
mengusulkan solusi berkelanjutan. Budaya perusahaan
yang mendukung kreativitas dan partisipasi karyawan
dalam mencari solusi berkelanjutan akan menjadi fokus
dalam pembahasan ini (Dewi et al., 2023).
Etika Kerja dan Praktik Pengembangan Sosial
Aspek etika kerja dan tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap komunitas menjadi aspek penting dalam
manajemen operasi berkelanjutan. Bagian ini akan
membahas bagaimana perusahaan dapat memastikan
bahwa praktik operasionalnya mencerminkan etika kerja
yang tinggi dan berkontribusi pada pengembangan sosial
di lingkungan sekitar. Praktik tanggung jawab sosial
seperti pelatihan dan pembangunan masyarakat, serta
dukungan terhadap inisiatif lokal (Widayati et al., 2023),
akan menjadi bagian penting dari pembahasan ini .
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Operasi
Sehari-hari
Tanggung jawab sosial perusahaan harus tercermin
dalam seluruh aspek operasional. Bagian ini akan
membahas bagaimana perusahaan dapat
mengintegrasikan aspek sosial dalam keputusan sehari-
hari, mulai dari perencanaan produksi hingga interaksi
dengan pelanggan. Konsep keadilan, kesetaraan, dan
kesempatan yang adil akan menjadi bagian penting dari

182
pembahasan ini, serta bagaimana perusahaan dapat
mengukur dampak sosial dari operasi mereka.

Pengukuran Kinerja Berkelanjutan


Bagian ini akan membahas pentingnya pengukuran
kinerja dalam konteks manajemen operasi berkelanjutan,
dengan fokus pada pengembangan indikator kinerja
lingkungan dan sosial, pengukuran dampak
keberlanjutan terhadap keuangan dan reputasi, serta
pelaporan keberlanjutan kepada pihak eksternal (Heizer et
al., 2020).
Pengembangan Indikator Kinerja Lingkungan dan
Sosial
Pengukuran kinerja lingkungan dan sosial adalah kunci
untuk memahami dampak praktik berkelanjutan. Bagian
ini akan membahas bagaimana perusahaan dapat
mengembangkan indikator kinerja yang relevan untuk
mengukur dampak operasional terhadap lingkungan dan
masyarakat. Contoh indikator seperti emisi karbon,
penggunaan air, tingkat kepuasan karyawan, dan
kontribusi terhadap masyarakat lokal akan diberikan
untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas.
Pengukuran Dampak Keberlanjutan terhadap
Keuangan dan Reputasi
Manajemen operasi berkelanjutan tidak hanya memiliki
dampak lingkungan dan sosial, tetapi juga terhadap
keuangan dan reputasi perusahaan. Bagian ini akan
membahas bagaimana perusahaan dapat mengukur
dampak keberlanjutan terhadap kinerja keuangan
mereka, termasuk efisiensi operasional, pengurangan
biaya, dan potensi pendapatan baru dari produk dan
layanan berkelanjutan. Selain itu, pentingnya reputasi
yang baik dalam upaya berkelanjutan juga akan dibahas
(Chatra et al., 2023).

183
Pelaporan Keberlanjutan kepada Pihak Eksternal
Transparansi adalah kunci dalam berkomitmen pada
operasi berkelanjutan. Bagian ini akan membahas
bagaimana perusahaan dapat melaporkan hasil kinerja
berkelanjutan kepada pihak eksternal seperti pemegang
saham, pelanggan, dan lembaga regulator. Pentingnya
pelaporan yang akurat dan komprehensif dalam
membangun kepercayaan dan mendapatkan dukungan
dari pihak terkait akan menjadi fokus utama.

Studi Kasus
Bagian ini akan memberikan beberapa studi kasus yang
mengilustrasikan implementasi manajemen operasi
berkelanjutan pada berbagai perusahaan, termasuk
keberhasilan yang dicapai, tantangan yang dihadapi, dan
solusi yang ditemukan.
Tantangan dan Solusi dalam Menerapkan Prinsip
Keberlanjutan pada Perusahaan B
Latar Belakang:
Perusahaan B, sebuah perusahaan manufaktur
tradisional, menghadapi tantangan untuk mengubah
operasionalnya menjadi lebih berkelanjutan. Namun,
proses transformasi ini tidak datang tanpa tantangan.
Tantangan yang Dihadapi:
1. Perubahan Budaya Organisasi: Salah satu tantangan
utama adalah mengubah budaya organisasi yang
telah mapan. Karyawan terbiasa dengan cara
operasional yang lama dan mengadopsi perubahan
dapat memerlukan waktu.
2. Biaya Tambahan: Mengimplementasikan praktik
berkelanjutan seringkali melibatkan biaya tambahan
untuk investasi dalam teknologi hijau atau pelatihan

184
karyawan. Hal ini bisa menjadi hambatan terutama
jika perusahaan menghadapi tekanan keuangan.
3. Resistensi Pihak Terkait: Beberapa pihak terkait
seperti pemasok atau pelanggan mungkin tidak
sepenuhnya mendukung perubahan berkelanjutan,
terutama jika itu mempengaruhi harga atau kualitas
produk.

Solusi dan Strategi yang Ditemukan:


1. Sosialisasi dan Pendidikan: Perusahaan B memulai
dengan melakukan kampanye sosialisasi di seluruh
organisasi untuk menjelaskan pentingnya
berkelanjutan dan manfaat jangka panjangnya.
Mereka juga memberikan pelatihan kepada karyawan
tentang praktik berkelanjutan.
2. Perencanaan Finansial yang Matang: Untuk
mengatasi biaya tambahan, perusahaan
mengembangkan rencana finansial yang matang.
Mereka memprioritaskan investasi berkelanjutan
yang memiliki dampak besar terhadap efisiensi dan
memperkirakan pengembalian investasi dalam jangka
waktu tertentu.
3. Kolaborasi dengan Pemasok dan Pelanggan:
Perusahaan B berusaha untuk menjalin dialog
terbuka dengan pemasok dan pelanggan untuk
menjelaskan manfaat praktik berkelanjutan dan
mendengarkan masukan mereka. Mereka
mengeksplorasi kemungkinan kerjasama untuk
mengatasi resistensi.

Hasil yang Dicapai:


Dengan mengatasi tantangan-tantangan ini, Perusahaan
B berhasil mencapai beberapa hasil positif:

185
1. Perubahan budaya perusahaan yang lebih terbuka
terhadap inovasi dan berkelanjutan.
2. Meskipun ada biaya tambahan awal, investasi
berkelanjutan telah menghasilkan pengurangan biaya
operasional jangka panjang.
3. Kolaborasi dengan pemasok dan pelanggan
menghasilkan dukungan lebih besar terhadap inisiatif
berkelanjutan.
Transformasi Menuju Operasi Berkelanjutan pada
Perusahaan C
Latar Belakang:
Perusahaan C, perusahaan manufaktur yang telah
beroperasi selama beberapa dekade, memutuskan untuk
mengalami transformasi menuju operasi berkelanjutan.
Awalnya, perusahaan tidak memiliki fokus yang kuat
pada keberlanjutan, tetapi kesadaran akan dampaknya
pada lingkungan dan masyarakat mendorong mereka
untuk berubah.
Langkah-langkah Transformasi:
1. Perubahan Kepemimpinan: Transformasi dimulai
dengan perubahan kepemimpinan yang kuat dan
berkomitmen terhadap keberlanjutan. Pemimpin baru
membawa visi yang jelas tentang pentingnya praktik
berkelanjutan dan mengkomunikasikannya dengan
seluruh organisasi.
2. Penetapan Strategi Berkelanjutan: Perusahaan C
mengembangkan strategi berkelanjutan yang
mencakup tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka
panjang. Mereka menetapkan indikator kinerja
lingkungan dan sosial yang terukur untuk melacak
kemajuan mereka.

186
3. Pelibatan Karyawan: Keterlibatan karyawan dianggap
sangat penting dalam transformasi ini. Perusahaan
melibatkan karyawan dari berbagai departemen
untuk berpartisipasi dalam inisiatif berkelanjutan dan
memberikan masukan yang berharga.
4. Adopsi Teknologi Berkelanjutan: Perusahaan C
mengadopsi teknologi berkelanjutan, seperti sensor
energi untuk memantau konsumsi, sistem
manajemen limbah yang lebih efektif, dan teknologi
produksi yang lebih efisien dalam penggunaan
sumber daya.
5. Pelatihan dan Pendidikan: Perusahaan memberikan
pelatihan dan edukasi kepada karyawan tentang
praktik berkelanjutan, manfaatnya, dan cara
mengintegrasikannya dalam pekerjaan sehari-hari.
6. Pengukuran dan Pelaporan: Perusahaan C
mengimplementasikan sistem pengukuran dan
pelaporan berkelanjutan yang terintegrasi. Ini
membantu mereka memantau kemajuan,
mengidentifikasi area perbaikan, dan
mengkomunikasikan hasil kepada pihak internal dan
eksternal.
Hasil Transformasi:
Dengan mengambil langkah-langkah tersebut,
Perusahaan C mencapai hasil transformasi yang
signifikan:
1. Peningkatan efisiensi energi sebesar 35% dalam dua
tahun pertama transformasi.
2. Pengurangan limbah dan emisi berbahaya secara
signifikan melalui penggunaan teknologi baru.
3. Perubahan budaya perusahaan yang mengutamakan
inovasi berkelanjutan dan tanggung jawab sosial.

187
Kesimpulan
Poin-poin esensial yang dapat diambil dari paparan ini
merinci aspek fundamental manajemen operasi
berkelanjutan. Integrasi menyeluruh antara dimensi
lingkungan, sosial, dan ekonomi berfungsi sebagai dasar
utama bagi transformasi operasi. Teknologi dan inovasi
memainkan peran sentral dalam mendukung serta
mempercepat praktik-praktik berkelanjutan, sementara
kolaborasi erat dengan pemasok, pelanggan, dan
karyawan membentuk dasar kerjasama yang saling
menguntungkan guna mencapai tujuan berkelanjutan.
Pengukuran performa dan pelaporan menjadi elemen
kunci untuk menilai dampak operasi terhadap lingkungan
dan masyarakat, sementara respons terhadap evolusi
regulasi lingkungan dan perubahan teknologi
mengarahkan transformasi berkelanjutan menuju
pencapaian sukses jangka panjang.

188
Daftar Pustaka
Andronie, M., Lăzăroiu, G., Iatagan, M., Hurloiu, I., &
Dijmărescu, I. (2021). Sustainable cyber-physical
production systems in big data-driven smart urban
economy: a systematic literature review.
Sustainability, 13(2), 751.
Bag, S., Telukdarie, A., Pretorius, J. H. C., & Gupta, S.
(2018). Industry 4.0 and supply chain sustainability:
framework and future research directions.
Benchmarking: An International Journal.
https://doi.org/10.1108/bij-03-2018-0056
Dewi, I. C., Al Hamid, D. M., Syamil, A., Ginting, J. V. B.,
Basyirah, Hikmah, Butarbutar, M., Sukardi, Samsara,
L., & Wardhana, A. (2023). Praktik Manajemen Sumber
Daya Manusia Dalam Organisasi. Media Sains
Indonesia.
Green, K. W., Inman, R. A., Sower, V. E., & Zelbst, P. J.
(2019). Comprehensive supply chain management
model. Supply Chain Management: An International
Journal, 24(5), 590–603.
https://doi.org/10.1108/scm-12-2018-0441
Guo, A., Wei, H., Zhong, F., Liu, S., & Huang, C. (2020).
Enterprise Sustainability: Economic Policy
Uncertainty, Enterprise Investment, and Profitability.
Sustainability, 12(9), 3735.
https://doi.org/10.3390/su12093735
Heizer, J., Render, B., Munson, C. L., & Griffin, P. (2020).
Operations management: sustainability and supply
chain management. Pearson New York, NY.
Kharisma, L. P. I., Miftachurohmah, N., Jannah, U. M.,
Wahyudi, F., Datya, A. I., & Syamil, A. (2023). Analisis
& Perancangan Sistem: Berbasis Studi Kasus. PT.
Sonpedia Publishing Indonesia.
Kumar, P., Singh, R. K., & Kumar, V. (2021). Managing
supply chains for sustainable operations in the era of
industry 4.0 and circular economy: Analysis of
barriers. Resources, Conservation and Recycling, 164,
105215.

189
Prahendratno, A., Sari, F. P., Juliandy, C., Lubis, V. H.,
Ridwan, A., Munizu, M., Syamil, A., Sudalyo, R. A. T.,
& Prasetyaningrum, N. E. (2023). Technopreneurship:
Ide dalam menggapai kesuksesan di era Digital. PT.
Sonpedia Publishing Indonesia.
Reid, R. D., & Sanders, N. R. (2019). Operations
management: an integrated approach. John Wiley &
Sons.
Rizal, M., Sondak, D. E., Ashari, I. F., Suryawan, M. A.,
Mahmudi, A. A., Hidayat, W., Lontaan, R. J.,
Agussalim, A., Rifqie, D. M., Hazriani, H., Sirmayanti,
S., Lisa, N. P., Supriyanto, B. F., Syamil, A., Hasiri, E.
M., Tambi, T., Hujemiati, H., & Simarmata, J. (2023).
Konsep dan Implementasi Internet of Things. Yayasan
Kita Menulis.
Sepriono, Hidayati, N., Rahayu, S., Adriana, N., Vitaloka,
D., Panjaitan, I., Utami, F. N., Rahma, S., Manaf, P. A.,
Syamil, A., Kasmiati, Siswanto, A., Setiawan, Z.,
Makrus, M., & Yanti, R. (2023). Pengantar Ekonomi &
Bisnis. PT. Sonpedia Publishing Indonesia.
Simanihuruk, P., Sutrisno, B., Sriminarti, N., Alim, K.,
Hulu, D., Wulandari, I., Simatupang, A., Syamil, A., &
Munizu, M. (2023). Matematika Ekonomi & Bisnis:
Teori & Model Penerapan. PT. Sonpedia Publishing
Indonesia.
Susanty, A., Suliantoro, H., Siburian, E., & Syamil, A.
(2018). Governance structure choice in the supply
chain of broiler chickens: an empirical study in
Central Java, Indonesia. International Journal of
Services Technology and Management, 24(5–6), 414–
444.
Syamil, A. (2000). International benchmarking of integrated
product development practices in the auto industry
supply chain: a multigroup invariance analysis
[Unpublished Dissertation]. The University of Toledo.

190
Syamil, A., Doll, W. J., & Apigian, C. H. (2002). Product
development process performance: Measures and
impacts. Proceedings from the Annual Meeting of the
Decision Sciences Institute, San Diego, CA, 1991–1996.
Chatra, A., Syamil, A., Subawa, S., Budaya, I., Munizu, M.,
Darmayanti, N. L., Fahmi, M. A., Wanda, S. S.,
Murwani, I. A., Utami, F. N., & Dulame, I. M. (2023).
Manajemen Rantai Pasok. PT. Sonpedia Publishing
Indonesia.
Tundys, B. (2020). Sustainable supply chain management
– past, present and future. Prace Naukowe
Uniwersytetu Ekonomicznego We Wrocławiu, 64(3),
187–207. https://doi.org/10.15611/pn.2020.3.15
Widayati, T., GS, A. D., Nugroho, N., Rahayu, S., Boari, Y.,
Syamil, A., Anantadjaya, S. P. D., & Suryahani, I.
(2023). Perekonomian Indonesia: Perkembangan &
Transformasi Perekonomian Indonesia Abad 21
Terkini. PT. Sonpedia Publishing Indonesia.

191
Profil Penulis
Ir. Ahmad Syamil, MBA, PhD, CPIM-F, CIRM,
CSCP, PMO-CP, CQIA
Penulis meraih gelar Insinyur Teknik Mesin dari
ITB dan MBA dari University of Houston, Houston,
Texas, USA. Kemudian dia mendapatkan beasiswa
dari USA untuk menyabet gelar PhD dari University
of Toledo, Toledo, Ohio, USA. Disertasi PhD-nya adalah finalis
lomba disertasi terbaik yang diselenggarakan oleh Academy of
International Business (AIB) dengan peserta dari seluruh dunia.
Dia pernah hidup di USA selama 25 tahun dan jabatan
terakhirnya adalah Associate Professor di Arkansas State
University, USA. Di Binus, Ahmad Syamil penah menjadi Dekan
Magister Management Program di Binus Business School (BBS)
Jakarta serta Dekan International Undergraduate Program (IUP)
BBS Jakarta. Ia aktif publikasi di jurnal-journal internasional
dan presentasi di konferensi-konferensi tenama. Selain itu juga,
dia menjadi trainer di perusahaan-perusahaan terkemuka di
Indonesia. Dia memilki banyak sertifikasi profesional
internasional termasuk dari American Society for Quality (ASQ),
American Production and Inventory Management (APICS) /
Association for Supply Chain Management (ASCM), dan Project
Management Office – Global Alliance (PMO – GA). Ahmad Syamil
sudah diinterview dan dipublikasikan oleh banyak media
termasuk Voice of America (VOA), Radio Republik Indonesia
(RRI), majalah Tempo, koran Tribun (dimiliki oleh Kompas
Gramedia), Pikiran Rakyat (Bandung), majalah SWA, majalah
Warta Ekonomi, dan lain-lain.
Email Penulis: asyamil@binus.edu / asyamil@gmail.com

192
11
WIRAUSAHA BERKELANJUTAN
(ECOPRENEURSHIP)

Irra Chrisyanti Dewi, S.Pd., M.S.M.


Fakultas Pariwisata Universitas Ciputra Surabaya

Pendahuluan
Entrepreneur menjadi solusi atas terjadinya kesenjangan
pada pertumbuhan dan besarnya jumlah penduduk yang
berumur produktif (89 juta) dengan besarnya serapan
tenaga kerja (Suryana, 2014). Jumlah angkatan kerja di
Indonesia makin bertambah dari tahun ke tahun. Jumlah
penduduk yang bekerja meningkat, walaupun tingkat
pengangguran terbuka menurun. Hal ini, terlihat pada
masyarakat yang berusia produktif belum diserap
industry/dunia usaha/dunia kerja (IDUKA). Tidak mudah
dalam menciptakan keadaan masyarakat usia produktif
dapat diserap IDUKA. Oleh karena itu, pengembangan
entreprenurship berpeluang untuk memecahkan masalah
tersebut.
Dengan meningkatnya aktivitas entreprenur berdampak
pada segala aspek. Ekonomi penduduk meningkat sejalan
berkembangnya entrepreneurship (Slamet, dkk., 2016).
Sehingga, berbanding terbalik dengan akibat dari hasil
aktivitas entrepreneur, utamanya aktivitas yang
berhubungan dengan industri. Setengah dari masyarakat
beranggapan bahwa industri kecil tidak menimbulkan
kerusakan lingkungan, sehingga menjadi tanggung jawab

193
untuk menjaga lingkungan diabaikan. Temuan penelitian
menjelaskan bahwa sebagian besar polusi di kota adalah
dampak dari adanya sebaran industri kecil dan
menengah.
Berkembangnya entreprenuer mengarah pada eksploitasi
sumber daya, di mana eksploitasi merusak ekologi.
Perilaku tersebut makin menjauh dari arti pembangunan
keberlanjutan. Untuk itu, diperlukan konsep yang dapat
menjadi perantara antara dunia entreprenuer dengan
pembangunan berkelanjutan.
Berkembangnya aktivitas entrepreneur fokus pada
keuntungan yang dihasilkan. Terkadang etika bisnis
untuk menghasilkan dan mendistribusikan produk
menjadi kurang. Pemakaian bahan yang tidak tepat
digunakan untuk mengolah makanan menjadi salah satu
kecurangan yang diterapkan produsen makanan, karena
untuk menekan biaya produksi dan menambah
keuntungan. Tanpa diduga, sikap curang mengakibatkan
kesehatan penduduk secara global, sebab produsen yang
curang ini sudah menyebarkan racun untuk dikonsumsi
penduduk.
Keinginan mengembangkan entrepreneurship di Indonesia,
keinginan mengembangkan perilaku etis entrepreneur dan
keinginan adanya perlindungan, dari aspek sosial dan
lingkungan mengarah pada pembangunan berkelanjutan,
diperlukan entrepreneur yang tidak berorientasi pada
keuntungan belaka, namun juga secara etis dan moral
bertanggung jawab pada aspek sosial dan ekologi.
Konsep ecopreneurship menjadi suatu kajian awal atas
sebuah keprihatinan pada pelaksanaan aktivitas
entrepreneur di Indonesia. Ecopreneurship merupakan
gabungan dari kata 'ecological (eco) dan 'entrepreneurship'.
Kewirausahaan melalui lensa lingkungan atau
ecopreneurship dicirikan pada beberapa aspek mendasar

194
dari kegiatan entrepereneurship yang kurang berorientasi
pada sistem manajemen atau prosedur teknis dan lebih
terfokus pada inisiatif dan keterampilan pribadi dari orang
yang berwirausaha atau belajar mewujudkan kesuksesan
pasar dengan inovasi lingkungan (Isaak, 2016). Definisi
dari ecopreneurship ini memperhitungkan intrapreneur
sebagai sub kelompok penting dari ecopreneur, karena
intrapreneur mewakili aktor di dalam organisasi yang
secara substansial mengubah dan membentuk
perkembangan pertumbuhan lingkungan dan bisnis yang
ada.
Agar bisnis memiliki pengaruh lingkungan yang positif,
maka harus memberikan kontribusi yang nyata dan
substansial bagi kemajuan lingkungan. Perbaikan nyata
dapat diciptakan jika proses produksi, produk, dan
layanan unggul secara lingkungan. Kontribusi
substansial mengharuskan bisnis menggunakan
pengaruh pasar yang signifikan dengan mendapatkan
pangsa pasar yang besar atau dengan memengaruhi
pesaing dan pelaku pasar lainnya (seperti pemasok) untuk
mengadopsi solusi lingkungan yang unggul. Ecopreneur
menjalankan bisnisnya dengan memenuhi kedua
persyaratan tersebut. Idealnya, Ecopreneurship menarik
seluruh pasar menuju kemajuan lingkungan yang lebih
baik (Galkina & Hultman, 2016).
Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap isu
lingkungan memotivasi pemangku kepentingan untuk
lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Perumusan ISO 14000 tentang tindakan lingkungan
untuk perusahaan bisnis di seluruh dunia menetapkan
standar untuk lebih berkelanjutan baik dalam bisnis
maupun lingkungan. Mungkin karena banyaknya usaha
kecil menengah yang belum tercatat di Indonesia, negara
mengalami kesulitan untuk memantau dan mengontrol
kinerja mereka dengan menerapkan standar secara ketat.

195
Melihat peluang untuk mendapatkan lebih banyak
keuntungan dan meningkatkan produktivitasnya,
Indonesia harus benar-benar mempertimbangkan
penerapan bisnis ramah lingkungan. Kualitas produk
Indonesia tidak kalah dengan pasar karena banyak
diproduksi di Indonesia dan berlabel luar negeri. Lebih
banyak manfaat bagi bisnis dan keamanan daya saing
jangka panjangnya dapat dicapai melalui keberlanjutan.
Selain itu, saat ini Indonesia memiliki keunggulan
kompetitif yang rendah dibandingkan dengan negara lain
di sekitarnya. Semakin banyak pengusaha menjadi lebih
sadar akan peluang produk dan layanan ramah
lingkungan sesuai permintaan konsumen.
Inovasi dapat mengubah ekonomi dan masyarakat secara
mendasar. Dalam menciptakan inovasi, perusahaan
harus mampu mengatasi keterbatasan. Pembangunan
berkelanjutan membutuhkan inovasi yang berkelanjutan
dan pengusaha yang dapat mencapai tujuan lingkungan
dengan inovasi yang unggul akan berhasil di pasar.
Kewirausahaan dipandang sebagai proses menemukan
peluang pasar dan sumber daya organisasi yang
diperlukan untuk menggunakan kesempatan untuk
mendapatkan hasil jangka panjang. Pelaku dan
perusahaan memiliki kemampuan kreatif dan inovatif
untuk kemajuan lingkungan dalam bisnis inti mereka
disebut ecopreneur.
Ecopreneurship merupakan kewirausahaan yang tidak
hanya berorientasi pada keuntungan tetapi juga
berdasarkan aspek lain, terutama aspek lingkungan.
Ecopreneurship adalah perilaku kewirausahaan yang
berfokus pada kelestarian lingkungan di masa depan.
Menurut lapangan usaha UKM di Indonesia sebagian
besar di sektor perdagangan dan industri, hotel dan
restoran. Hal ini, menjadi kesempatan bagi para
ecopreneur untuk menghasilkan produk, jasa, teknik dan

196
model organisasi yang secara substansial mengurangi
dampak lingkungan dan meningkatkan kualitas hidup.
Salah satu fokus ecopreneur adalah memanfaatkan
limbah hasil produksi menjadi sesuatu yang bermanfaat
dan bernilai ekonomis.
Ecopreneurship adalah kegiatan kewirausahaan melalui
lensa lingkungan. Ecopreneurship ditandai dengan
beberapa aspek mendasar dari kegiatan wirausaha yang
berorientasi pada sistem manajemen atau prosedur teknis
dan lebih terfokus pada inisiatif dan keterampilan pribadi
atau tim untuk mencapai kesuksesan pasar dengan
inovasi lingkungan (Komal, 2014). Dampak lingkungan
yang positif bagi perusahaan harus memberikan
kontribusi nyata dan substansial bagi pengembangan
lingkungan. Kontribusi besar membuat perusahaan
memberikan dampak pasar yang signifikan atau dengan
memengaruhi pesaing dan bisnis lain untuk mengadopsi
solusi lingkungan unggul. Sebuah bisnis yang mampu
menawarkan solusi untuk masalah sosial dan terutama
berfokus pada isu ekologi disebut kewirausahaan hijau
atau ecopreneurship.
Kewirausahaan berkelanjutan focus pada pelestarian
alam dan dukungan bagi masyarakat dalam mengejar
produk, proses, dan layanan masa depan untuk
keuntungan, di mana keuntungan secara luas ditafsirkan
untuk mencakup keuntungan ekonomi dan non-ekonomi
bagi individu, ekonomi, dan masyarakat. Degradasi
lingkungan telah meningkat dan menjadi isu global paling
menonjol di abad ke-21. Kepedulian terhadap lingkungan
menjadi semakin penting, apalagi industri telah menjadi
sektor yang memberikan kontribusi signifikan terhadap
PDB dan juga kerusakan lingkungan.

197
Esensi Ecopreneurship
Kewirausahaan dan ecopreneurship dibedakan menjadi:
entrepreneur yang mencari keuntungan semata,
sedangkan ecopreneurship mencari keuntungan dan
kelestarian lingkungan (Sasongko & Grisna, 2016).
Meskipun banyak pengusaha hanya fokus pada
keuntungan, makin banyak ecopreneurs mengadopsi
paradigma yang berbeda, fokus pada penghijauan dan
memecahkan masalah di masyarakat yang disebabkan
oleh bisnisnya. Ecopreneur adalah wirausahawan yang
tidak hanya peduli pada keuntungan bisnisnya, tetapi
juga lebih memperhatikan nilai-nilai hijau yang
mendasarinya. Ecopreneur dapat dikatakan sebagai faktor
penarik yang membujuk perusahaan lain untuk secara
proaktif mengadopsi nilai-nilai hijau, sebaliknya
peraturan pemerintah dan tekanan pemangku
kepentingan atau kelompok dapat bertindak sebagai
faktor pendorong. Ecopreneur dibagi menjadi dua kategori
berdasarkan niat, yaitu: ecopreneur sosial dan komersial.
Ecopreneurship merupakan jawaban atas keruntuhan
pasar dalam menghadapi dampak lingkungan negatif yang
ditimbulkan oleh industry. Ecopreneurship dicirikan oleh
beberapa aspek mendasar dari kegiatan kewirausahaan
yang kurang berorientasi pada sistem manajemen atau
prosedur teknis dan lebih terfokus pada inisiatif pribadi
dan keterampilan orang atau tim wirausaha untuk
mewujudkan kesuksesan pasar dengan inovasi
lingkungan. Kegiatan ecopreneurship dituntut untuk ikut
memperhatikan pengaruh kegiatan bisnis yang peduli
terhadap lingkungan. Wirausaha dianggap mampu
memberikan kontribusi untuk memecahkan masalah
kerusakan lingkungan melalui penciptaan barang dan
jasa baru yang memperhatikan lingkungan.

198
Ecopreneurship muncul dari pencarian solusi atas
permasalahan lingkungan di seluruh dunia. Oleh karena
itu, ecopreneurship berkaitan dengan cara ramah
lingkungan dalam melakukan bisnis. Ada tiga elemen
penting untuk mencapai kesuksesan dalam
Ecopreneurship, yaitu:
1. Eco-innovation
Berkaitan dengan penyediaan solusi inovatif untuk
memecahkan masalah lingkungan. Konsep inovasi
berdasarkan pembangunan berkelanjutan di mana
pelaku bisnis mengembangkan ide, perilaku, produk
dan proses baru, serta mengimplementasikannya
untuk mengurangi beban lingkungan atau tujuan
keberlanjutan ekologi tertentu. Sehingga, dapat
mengatasi kendala sumber daya dan lebih khusus
lagi.
2. Eco-opportunity
Berkaitan dengan identifikasi peluang inovasi yang
membantu memecahkan masalah lingkungan serta
mencapai keberlanjutan dalam bisnis. Informasi yang
tidak sempurna di antara pelanggan dapat
menyebabkan keputusan pembelian yang mendukung
produk yang merusak lingkungan, yang tidak akan
mereka beli seandainya mereka diberi tahu.
Ecopreneur dapat memanfaatkan peluang ramah
lingkungan ini dengan memberi tahu konsumen
tentang atribut lingkungan dari suatu produk.
Keputusan pembelian konsumen yang terinformasi
atas produk ramah lingkungan menghasilkan
ecopreneurial dan mengurangi kerusakan lingkungan
melalui penggantian produk berbahaya lingkungan
dengan produk yang lebih ramah lingkungan.

199
3. Eco-commitment
Hal ini, berkaitan dengan pembuatan dan penerapan
kebijakan yang akan membantu menciptakan
komitmen untuk fokus pada kegiatan hijau. Kemauan
untuk bekerja keras dan memberikan energi dan
waktu dalam bekerja ataupun kegiatan ramah
lingkungan. Eco-commitment terdiri dari aspek
komitmen afektif, komitmen berkelanjutan dan
komitmen normatif.
Ecopreneurship dibedakan dari bentuk pengembangan
lingkungan perusahaan dan komitmen perusahaan
terhadap perbaikan lingkungan dan kemauan yang kuat
untuk pertumbuhan bisnis (Rodriguez-Garcia, et al.,
2019). Fokusnya adalah pada kelestarian lingkungan
untuk mendapatkan momentum dalam lingkungan
bisnis. Tren ini telah menciptakan berbagai peluang bagi
pengusaha, yaitu: menciptakan teknologi hijau untuk
mempromosikan kelestarian lingkungan dan menjadikan
bisnis yang ramah lingkungan, sehingga keuntungan
dapat diperoleh.

Implementasi Ecopreneurship dalam Konsep


Pembangunan Berkelanjutan
Hakekat pembangunan berkelanjutan adalah
memanfaatkan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya
manusia (SDM) secara maksimal dalam pembangunan
berdasarkan nilai-nilai keserasian dan keseimbangan
dalam pemanfaatannya. Keberlanjutan pembangunan
memerlukan pencapaian pada kesinambungan berbagai
aspek kehidupan, yang mencakup keberlanjutan ekologis,
ekonomi, dan sosial. Pembangunan berkelanjutan tingkat
lokal mengharapkan berkembangnya ekonomi untuk
menopang kehidupan penduduk dengan memanfaatkan
sumber daya lokal. Jika outcome dari pengembangan
ekonomi didistribusikan dalam waktu yang panjang,

200
maka perlindungan pada lingkungan mencegah adanya
kerusakan ekologi.
Pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam World
Conservation Strategy yang diterbitkan oleh United Nations
Environment Programme (UNEP), International Union for
Conservation of Natural Resource (IUCN) dan World Wide Fund for
Natural (WWF). Menurut Brundland Report dari PBB pada
tahun 1987, pembangunan berkelanjutan adalah proses
pembangunan termasuk di dalamnya pembangunan
lahan, kota, bisnis, masyarakat dan sebagainya yang
berprinsip memahami kebutuhan sekarang tanpa
mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa
depan (Gast, et al., 2017).
Penerapan pembangunan berkelanjutan membutuhkan
indikator untuk menilai efektifitas pelaksanaan kegiatan
tersebut. Kriteria ideal indikator pembangunan
berkelanjutan antara lain:
1. Merealisasikan fundamental ekonomi dalam waktu
yang lama dan sosial-lingkungan bagi generasi
mendatang.
2. Mudah dipahami dan jelas, sederhana dan mudah
dimengerti dan diterima penduduk
3. Dapat dikuantitatifkan.
4. Sensisitif akan perubahan lokal atau group di
lingkungan penduduk.
5. Prediktif dan antisipatif.
6. Memiliki acuan untuk dikumpulkan dan digunakan.
7. Aspek kualitas dan metode yang digunakan dapat
membangun indikator yang jelas, akurat, dan
diterima secara ilmiah/sosial.
8. Peka pada indikator yang menunjukkan trend
representatif.

201
Pembangunan berkelanjutan perlu memperhatikan
beberapa hal, yaitu: keberlanjutan ekologis, keberlanjutan
ekonomi, keberlanjutan sosial budaya, keberlanjutan
politik dan keberlanjutan ketahanan & keamanan.
Indikator penting dalam pembangunan berkelanjutan
adalah aspek ekonomi, lingkungan dan sosial. Dalam
triple bottom line yang dijelaskan oleh John Elkington
tahun 1997, berpendapat bahwa dalam menjalankan
usaha memerlukan 3P, yaitu: Profit, People dan Planet.
Penginformasian, edukasi dan implementasi
ecopreneurship memerlukan kerja sama semua pihak.
Tanpa kerja sama dan koordinasi dari pihak-pihak
tersebut, makin sulit dalam mewujudkan usaha yang
berdasarkan aspek keberlanjutan ekologi, sosial, dan
ekonomi. Pihak-pihak yang terlibat (pendidik, akademisi,
peneliti, penulis, NGO dan pemerintah) dan berperan
untuk mengedukasi dan menginformasikan
ecopreneurship pada penduduk agar memahami
pentingnya aspek keberlanjutan dalam menjalankan
usaha (McEwen, 2013).
Implementasi ecopreneurship dilakukan dalam banyak hal
di masyarakat, contoh nyata adalah memisahkan sampah
organik dan anorganik, serta memilih jenis sampah yang
masih bisa digunakan untuk menghasilkan produk daur
ulang, bersama-sama mendirikan bank sampah. Sampah
seperti kaca, plastik kemasan bekas, daun, koran,
majalah, kaleng, bungkus rokok, kertas bekas, botol air
plastik, pasir, dan bubur kayu. Semua sampah ini, jenis
yang bisa diproduksi menjadi kerajinan seni, dipisahkan
dan dikumpulkan. Sehingga, dengan memberdayakan
masyarakat lokal sudah optimal. Mulai dari ibu-ibu PKK,
remaja yang tergabung dalam community development,
masyarakat sekitar dapat mengikuti kegiatan ini.
Kreativitas dari pengolahan sampah menjadi produk yang
bermanfaat mencerminkan sebuah kelancaran,

202
keluwesan, orisinalitas dalam berpikir, dan kemampuan
untuk mengelaborasi ide-ide yang ada. Pada dasarnya
kreativitas melibatkan generasi ide-ide baru atau
rekombinasi unsur-unsur yang dikenal menjadi sesuatu
yang baru, memberikan solusi yang berharga untuk suatu
masalah. Jika kegiatan dikelola secara terus menerus,
maka lingkungan akan menjadi lebih lestari. Hal ini,
disebabkan masyarakat sudah mulai melakukan hal-hal
sederhana yang akan berdampak besar terhadap
pengurangan sampah yang ada. Akhirnya lingkungan
akan bersih dan tingkat polusi akan berkurang. Hal ini
berdampak positif dalam jangka panjang apabila
masyarakat terus beraktifitas dengan penuh tanggung
jawab dan penuh kesadaran untuk menjaga kelestarian
lingkungan.
Pertumbuhan ecopreneurship didukung oleh berbagai
kelompok konsumen, seperti permintaan yang kuat untuk
produk ramah lingkungan, terutama di negara maju.
Namun, tidak semua pengusaha sama dalam hal
kepedulian terhadap lingkungan. Kesadaran lingkungan
dikembangkan sejak masa kanak-kanak dan terus
menjadi bagian integral dari bisnis seseorang. Pendidikan
entrepreneurship berperan penting dalam memanfaatkan
kemampuan inovatif seorang ecopreneurs dan
memperbaiki masalah lingkungan (Olderbach & Krueger,
2016).

Hambatan dalam Ecopreneurship


Bisnis ramah lingkungan memberikan banyak
keuntungan bersama. Manfaat ini tidak hanya
memberikan peluang baru bagi pengusaha, juga
berpotensi menciptakan transisi inovatif untuk paradigma
bisnis yang lebih berkelanjutan. Inisiatif ramah
lingkungan membawa banyak keuntungan bagi
perusahaan karena menciptakan citra perusahaan yang

203
positif, menyediakan model untuk regulasi, mengurangi
biaya pajak, meningkatkan jumlah kerjasama mitra
dagang dan meningkatkan indikator kinerja utama.
Beberapa hambatan keberlanjutan dalam proses
ecopreneurship, antara lain:
1. Kurangnya informasi akan keterbatasan pengetahuan
dan kemauan konsultan bisnis untuk berbagi
informasi tentang isu-isu ekologis.
2. Kurangnya kesadaran pengusaha start-up terhadap
potensi pasar bisnis ramah lingkungan.
3. Terbatasnya dana publik yang tersedia untuk
mempromosikan usaha yang berkelanjutan.
Selain itu, hambatan lain seperti kurangnya insentif,
kurangnya kemampuan dan kurangnya pengawasan dan
dukungan terhadap pelaksanaan ecopreneurship. Namun,
dua hambatan utama yang dihadapi oleh ecopreneurs juga
diakui yaitu respon negatif dari pengguna potensial dalam
menggunakan teknologi dan produk alternatif khususnya
pertanian. Hambatan paling vital dalam penerapan bisnis
ramah lingkungan adalah kurangnya kesadaran,
kurangnya pengetahuan/sosialisasi dan kurangnya
bimbingan dan dukungan tentang cara menerapkan
standar lingkungan (ISO 14000). Selain itu, pemahaman
tentang eco-innovation dapat ditingkatkan dengan
memberikan benchmarking dan indikator yang lebih baik.
Kombinasi antara inovasi dan kebijakan lingkungan
berperan penting dalam mempromosikan eco-innovation
(Siddharth & Ranjan, 2016). Teori hambatan perubahan
lingkungan menganggap bahwa biaya modal, informasi
dan pengetahuan teknis, serta kendala peraturan
dikategorikan sebagai hambatan industri. Hambatan
kewirausahaan dan inovasi yang berkelanjutan terletak
pada kemauan (preferensi pribadi) dan kapasitas
(kurangnya pengetahuan teknis). Respon negatif

204
pengguna potensial untuk beralih ke teknologi dan produk
alternatif (input pertanian) serta peraturan lingkungan
yang tidak pasti menjadi hambatan utama (Nacu &
Avasilca, 2014). Mengelola reputasi perusahaan yang
mengadopsi nilai-nilai hijau merupakan tantangan lain
bagi para ecopreneur.
Hambatan-hambatan yang telah disebutkan sebelumnya
masih dapat diatasi. Beberapa contohnya adalah dengan
memberikan manfaat bagi mereka yang mendukung dan
konsekuensi serius bagi mereka yang menolak untuk
mengajukan perlawanan. Di sisi lain para konsultan dapat
disewa untuk membantu mengatasi masalah serius dan
hambatan kapasitas. Diyakini bahwa pola pikir yang
terbuka dan kemauan untuk berinovasi akan mendukung
peningkatan keunggulan kompetitif dan keberlanjutan.
Jadi, hambatan inovasi dipersonifikasikan oleh individu
manusia yang tidak memiliki kemauan atau kapasitas
untuk berinovasi.

Model Bisnis Ecopreneurship Berkelanjutan


Keberlanjutan dan tindakan berdasarkan ramah
lingkungan belum pernah dibahas secara mendalam di
masyarakat. Bisnis dan gagasan menuju gaya hidup yang
lebih hijau, menjadi bidang yang berkembang dalam
kewirausahaan dan aspek sosial serta pentingnya
orientasi bisnis yang lebih berkelanjutan. Masalah
lingkungan semakin mendapat perhatian, yaitu: sumber
daya yang terbatas, populasi yang terus bertambah,
degradasi sumber daya alam, dan hilangnya
keanekaragaman hayati. Persaingan yang tinggi di
lingkungan bisnis mengarah pada cara-cara baru dalam
berbisnis, di mana peluang baru dihadirkan melalui
pendekatan yang lebih hijau. Hijau dipahami sebagai
dampak positif terhadap lingkungan melalui pengurangan
atau penghapusan limbah lingkungan. Ecopreneurs

205
membedakan dari pengusaha konvensional dan
mempertimbangkan kemajuan lingkungan terkait dengan
keberhasilan pasar.
Model bisnis ecopreneurship yang diterapkan di Indonesia
dalam mengintegrasikan elemen lingkungan ke dalam
usaha bisnis yang dijalankan melalui fase PDCA sebagai
berikut:
1. Fase Plan – merencanakan sistem manajemen
lingkungan.
2. Fase Do – mengimplementasikan label lingkungan dan
daur ulang produk.
3. Fase Check – memeriksa audit lingkungan dan
evaluasi kinerja lingkungan.
4. Fase Act – melakukan Tindakan melalui tinjauan
manajemen berkala.

206
Daftar Pustaka
Ch. Siddharth Nanda, Dr. Ranjan Kumar Kantha. (2016).
Eco-Friendly Initiatives Undertaken by Ecopreneurs
and Organizations. International Journal of Research
in Management & Technology, Vol. 6, No. 3.
Galkina, T. & Hultman, M. (2016). Ecopreneurship:
Assessing the Field and Outlining the Research
Potential. Small Enterprise Research, 23 (1), 58–72.
Gast, J., Gundolf, K., & Cesinger, B. (2017). Doing
Business in a Green Way: A Systematic Review of the
Ecological Sustainability Entrepreneurship Literature
and Future Research Directions. Journal of Cleaner
Production, 147, 44–56.
Isaak, R. (2016). Ecopreneurship, Rent-Seeking, and Free-
Riding in Global Context: Job-Creation Without Ecocide.
Small Entrep, 23, 85–93.
Komal, Chopra. (2014). Ecopreneurship: Is it a Viable
Business Model? AEIJMR, 2 (3).
McEwen, T. (2013). Ecopreneurship as a Solution to
Environmental Problems: Implications for College Level
Entrepreneurship Education. International Journal of
Academic Research in Business and Social Sciences,
3(5), 264.
Nacu, C. M. & Avasilca ̆i, S. (2014). Technological
Ecopreneurship: Conceptual Approaches. Procedia -
Social and Behavioral Sciences, 124, 229–235.
Olderbach, J. & Krueger, R. (2016). Just Ecopreneurs: Re-
Conceptualising Green Transitions and
Entrepreneurship. Local Environment, 22(4), 410–423.
Rodriguez-Garcia, M., Guijatto-García, M., & Carrilero-
Castillo, A. (2019). An Overview of Ecopreneurship,
Eco-Innovation, and the Ecological Sector.
Sustainability, 11 (10), 2909.
Sasongko, S., & Grisna, A. (2016). Ecopreneurship
Implementation for Environment and Economic
Sustainability. Global Conference on Business,
Management and Entrepreneurship. Atlantis Press.
207
Slamet, F., Hetty, K., dan Mei L. (2016). Dasar-Dasar
Kewirausahaan. Jakarta: Indeks.
Suryana. (2014). Kewirausahaan Kiat dan Proses Menuju
Sukses. Jakarta: Salemba Empat.

208
Profil Penulis
Irra Chrisyanti Dewi, S.Pd., M.S.M.
Penulis lahir di Surabaya, 1 Desember 1978 adalah
Dosen Tetap di Fakultas Pariwisata Universitas
Ciputra Surabaya. Setelah menyelesaikan
pendidikan S1 di Fakultas Ekonomi UNESA pada
tahun 2001, selanjutnya menyelesaikan S2
Magister Sains Manajemen UNAIR pada tahun 2010. Bidang
keahlian utama penulis adalah Manajemen Bisnis. Selain aktif
mengajar di beberapa lembaga kursus dan pelatihan, juga di
beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta, penulis juga aktif
sebagai Trainer dalam bidang Manajemen Perkantoran,
Manajemen Bisnis, Keguruan, Fashion, dan Kuliner. Aktivitas
lainnya, sebagai Reviewer jurnal internasional dan nasional, juri
pada beberapa kompetisi, dan Assesor khususnya bidang
Administrasi Perkantoran.
Selain aktif menulis artikel di beberapa majalah, buku-buku
yang telah ditulisnya adalah: Manajemen Kesekretariatan,
Manajemen Perkantoran, Manajemen Kearsipan, Mahir
Korespocndensi Bahasa Indonesia, Pengantar Ilmu
Administrasi, Teori Kepemimpinan Manajerial (Managership),
Sistem Informasi Resources Manusia, Pengantar Psikologi
Media, Layanan Prima di Era Digital, Standar Uji Kompetensi
Administrasi Bisnis Profesional, Pengantar Technopreneurship,
Standar Pengembangan Kepribadian Profesional (Inner and
Outer Beauty), Korespondensi Bisnis dan Pemerintahan, Boga
Dasar, Manajemen Resources Manusia, Pemasaran Strategik
Untuk Pariwisata Berkelanjutan, Trend Bisnis Food and
Beverages Menuju 2030, Ekosistem Resources Manusia Dalam
Resesi Global, Model-Model Pelatihan dan Pengembangan
Resources Manusia, Resources Manusia Organisasi
Kewirausahaan, Kewirausahaan dan Kelayakan Usaha.
Email Penulis: irra.dewi@ciputra.ac.id / irracdewi@gmail.com

209
210
12
STUDI KASUS:
TANGGUNG JAWAB
LINGKUNGAN UMKM

Eva Yuniarti Utami, S.Pt., S.M., M.B.A., CPFF., CPISC.


Universitas Sebelas Maret (UNS)

Kesadaran Lingkungan di Kalangan UMKM


Dalam studi kasus tanggung jawab lingkungan UMKM,
hal pertama yang perlu dieksplorasi adalah tingkat
kesadaran lingkungan di kalangan UMKM. Bahasan ini
berfokus pada sejauh mana para pelaku UMKM
memahami isu-isu lingkungan dan sejauh mana UMKM
peduli terhadap dampak lingkungan dari kegiatan
bisnisnya. Kesadaran lingkungan merupakan langkah
awal penting menuju adopsi praktik-praktik ramah
lingkungan dan penerapan strategi menuju green
management.
Dalam konteks ini, ada beberapa pertanyaan dan aspek
yang relevan yang dapat dieksplorasi dalam studi kasus:
1. Pemahaman tentang isu lingkungan:
Pertanyaan kunci adalah seberapa baik UMKM
memahami isu-isu lingkungan yang terkait dengan
industri atau sektor bisnisnya. Pakah UMKM
menyadari pentingnya mengelola limbah secara
efisien, mengurangi emisi gas rumah kaca, atau
memprioritaskan penggunaan bahan baku yang
berkelanjutan?

211
2. Faktor pendorong kesadaran lingkungan:
Studi kasus dapat menyelidiki faktor-faktor apa yang
mendorong kesadaran lingkungan di kalangan
UMKM. Apakah kesadaran ini berasal dari tuntutan
pelanggan yang semakin sadar lingkungan? Atau
apakah ada peran pemerintah atau lembaga non-
pemerintah yang membantu meningkatkan kesadaran
melalui program-program edukasi dan dukungan?
3. Tantangan dalam meningkatkan kesadaran
lingkungan:
Dalam studi kasus ini, perlu dilihat juga hambatan
dan tantangan yang dihadapi UMKM dalam
meningkatkan kesadaran lingkungan. Misalnya,
apakah kurangnya sumber daya, pengetahuan, atau
akses ke informasi mengenai praktik-praktik ramah
lingkungan menjadi hambatan?
4. Peran pelatihan dan pendidikan:
Dalam mencapai kesadaran lingkungan yang lebih
baik, pelatihan dan pendidikan dapat memainkan
peran penting. studi kasus dapat mengevaluasi
apakah UMKM telah mengikuti pelatihan atau
program edukasi tentang tanggung jawab lingkungan
dan bagaimana hal ini mempengaruhi praktik bisnis
mereka.
5. Dampak kesadaran lingkungan:
Aspek lainnya adalah penting untuk memahami
dampak dari kesadaran lingkungan di kalangan
UMKM. Apakah kesadaran ini telah mendorong
perubahan positif dalam praktik bisnis UMKM?
Misalnya, apakah mereka telah mengurangi
penggunaan kantong plastik sekali pakai, beralih ke
energi terbarukan, atau mengadopsi teknologi hijau
lainnya?

212
Bahasan ini memberikan gambaran awal tentang sejauh
mana UMKM memahami dan memperhatikan isu-isu
lingkungan dalam operasi bisnisnya. Dalam analisis lebih
lanjut, poin ini akan membantu dalam merumuskan
rekomendasi untuk meningkatkan kesadaran lingkungan
di kalangan UMKM dan mendorong penerapan strategi
green management yang lebih efektif dan berkelanjutan.
Setelah memahami tingkat kesadaran lingkungan UMKM,
langkah berikutnya adalah mengevaluasi sejauh mana
UMKM menerapkan praktik-praktik ramah lingkungan
dalam operasi bisnisnya. Beberapa hal yang dapat
dieksplorasi adalah sebagai berikut:
1. Praktik ramah lingkungan yang diadopsi:
Studi kasus harus mencakup informasi tentang
praktik-praktik konkrit yang diadopsi oleh UMKM
dalam upaya mereka untuk menjadi lebih ramah
lingkungan. Contoh praktik ini meliputi penggunaan
energi terbarukan, pengelolaan limbah yang lebih
baik, pengurangan konsumsi air, atau upaya daur
ulang dan penggunaan limbah plastik.
2. Investasi dalam teknologi hijau:
Aspek ini mencakup informasi tentang investasi yang
dilakukan UMKM untuk mengadopsi teknologi hijau
dan inovasi yang membantu mengurangi dampak
negatif terhadap lingkungan. hal ini mencakup
penggunaan mesin atau peralatan yang lebih efisiensi
energi, penerapan teknologi berbasis digital untuk
mengurangi konsumsi kertas, atau penggunaan
bahan baku yang lebih ramah lingkungan.
3. Penerapan sistem manajemen lingkungan:
Apakah UMKM telah menerapkan sistem manajemen
lingkungan seperti ISO 14001 atau sistem lainnya?
Studi kasus harus mencakup informasi tentang

213
bagaimana sistem semacam itu membantu UMKM
mengidentifikasi dan mengelola dampak lingkungan
dari kegiatan bisnisnya serta mencapai tujuan
lingkungan yang ditetapkan.
4. Efisiensi sumber daya:
Aspek ini mengevaluasi apakah UMKM telah
mengadopsi praktik efisiensi sumber daya untuk
mengurangi konsumsi energi dan bahan baku,
sehingga membantu mengurangi dampak lingkungan
dan biaya operasional. Penggunaan teknologi hemat
energi, manajemen stok yang efisien, dan penggunaan
kembali limbah sebagai bahan baku adalah beberapa
contoh praktik efisiensi sumber daya.
5. Pencapaian target lingkungan:
Studi kasus harus melihat apakah UMKM telah
menetapkan target lingkungan dan apakah UMKM
berhasil mencapainya. Contoh target ini dapat
mencakup pengurangan emisi karbon dalam periode
tertentu, penggunaan energi terbarukan dalam
persentase tertentu dari total konsumsi energi, atau
persentase daur ulang limbah yang dicapai.
6. Pengakuan dan sertifikasi lingkungan:
Aspek ini membahasa apakah UMKM telah
memperoleh pengakuan atau sertifikasi lingkungan
dari badan otoritas atau lembaga terkait? Pengakuan
semacam itu dapat mencakup label produk ramah
lingkungan, sertifikasi berkelanjutan, atau
penghargaan lingkungan atas komitmen mereka
terhadap praktik-praktik hijau.
7. Peran karyawan dalam praktik lingkungan:
Aspek ini mempertimbangkan peran karyawan dalam
menerapkan praktik-praktik lingkungan di UMKM.
Apakah UMKM menyediakan pelatihan atau program

214
intensif bagi karyawan yang berkontribusi pada
praktik ramah lingkungan? Bagaimana kesadaran
lingkungan di antara karyawan berkontribusi pada
implementasi strategi manajemen hijau?
Dengan menganalisis aspek-aspek di atas, studi kasus
akan memberikan gambaran tentang sejauh mana UMKM
telah mengadopsi praktik-praktik ramah lingkungan dan
sejauh mana langkah-langkah tersebut telah berhasil
mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Informasi ini akan menjadi dasar untuk mengevaluasi
efektivitas strategi manajemen hijau dan menyusun
rekomendasi untuk perbaikan lebih lanjut.

Implementasi Praktik Ramah Lingkungan:


Implementasi praktik ramah lingkungan di UMKM
merupakan langkah kunci dalam upaya mereka untuk
mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan
menerapkan green management strategy. Dalam bahasan
ini, akan mengeksplorasi secara lengkap bagaimana
UMKM mengadopsi praktik-praktik ramah lingkungan
dalam operasi bisnisnya:
1. Efisiensi energi:
UMKM yang peduli terhadap lingkungan sering kali
berfokus pada efisiensi energi dalam operasinya.
Langkah-langkah ini dapat mencakup pemasangan
peralatan dan sistem yang hemat energi, penggunaan
pencahayaan LED yang lebih efisien, pengaturan
suhu dan pendinginan yang optimal untuk
mengurangi konsumsi energi, serta penerapan
kebijakan penghematan energi di seluruh area
operasional.
2. Penggunaan bahan baku berkelanjutan:
UMKM yang berorientasi pada ramah lingkungan
cenderung mencari bahan baku yang lebih
215
berkelanjutan dan ramah lingkungan. Hal ini bisa
berarti dari bahan baku non-terbarukan ke sumber
daya yang dapat diperbaharui atau bahan daur ulang.
Selain itu, beberapa UMKM juga berusaha untuk
menggunakan bahan baku lokal untuk mengurangi
jejak karbon dari rantai pasokan mereka.
3. Daur ulang dan pengurangan limbah:
Praktik daur ulang adalah bagian penting dari green
management strategy. UMKM yang peduli lingkungan
berusaha untuk mendaur ulang limbah produksi
mereka dan mencari cara kreatif untuk mengurangi
limbah secara keseluruhan. Misalnya, penggunaan
kemasan yang dapat didaur ulang atau beralih ke
alternatif kemasan ramah lingkungan. Beberapa
UMKM juga mengembangkan produk dari bahan daur
ulang untuk menciptakan nilai tambah dari limbah.
4. Pengurangan emisi karbon:
UMKM yang bertujuan mengurangi jejak karbonnya
berfokus pada pengurangan emisi gas rumah kaca.
Langkah-langkah ini dapat mencakup penggunaan
energi terbarukan, pengurangan mobilitas dan
transportasi yang berbasis bahan bakar fosil, serta
mengoptimalkan rute pengiriman untuk mengurangi
emisi logistik.
5. Menggandeng pemasok dan mitra bisnis yang
berkelanjutan:
UMKM juga dapat berkolaborasi dengan pemasok dan
mitra bisnis yang berbagi nilai dan komitmen
terhadap tanggung jawab lingkungan. Dengan bekerja
sama dengan pemasok yang ramah lingkungan,
UMKM memastikan bahwa rantai pasokan mereka
juga mencerminkan praktik-praktik hijau.

216
6. Penerapan green marketing:
UMKM yang mengadopsi praktik-praktik ramah
lingkungan seringkali juga menggabungkan aspek ini
dalam strategi pemasarannya. Green marketing dapat
digunakan untuk menyampaikan pesan tanggung
jawab lingkungan kepada pelanggan, yang dapat
meningkatkan citra merek dan meningkatkan
loyalitas pelanggan.
7. Pengukuran dan pelaporan kinerja lingkungan:
Bagian penting dari implementasi praktik ramah
lingkungan adalah pengukuran dan pelaporan kinerja
lingkungan. UMKM yang serius tentang tanggung
jawab lingkungan dapat mengukur dampak dari
praktik-praktik mereka dan melaporkannya secara
terbuka untuk meningkatkan transparansinya dan
akuntabilitas.
Implementasi praktik ramah lingkungan ini menunjukkan
komitmen UMKM untuk beroperasi secara berkelanjutan
dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. Praktik-
praktik ini dapat berdampak positif pada reputasi
perusahaan, meningkatkan daya saing, dan memberikan
manfaat jangka panjang bagi lingkungan dan masyarakat
secara keseluruhan.

Kolaborasi dengan Pihak Eksternal


Kolaborasi dengan pihak eksternal adalah aspek penting
dari strategi manajemen hijau bagi UMKM yang ingin
meningkatkan tanggung jawab lingkungannya. Bahasan
ini akan mengeksplorasi tentang bagaimana UMKM
berkolaborasi dengan pihak eksternal dan bagaimana
kerjasama ini dapat membantu meningkatkan praktik
tanggung jawab lingkungannya:

217
1. Keterlibatan dengan pemerintah:
UMKM dapat berkolaborasi dengan pihak eksternal
dalam bentuk keterlibatan dengan pemerintah. Hal ini
bisa meliputi partisipasi dalam program atau inisiatif
yang didukung oleh pemerintah untuk meningkatkan
kesadaran lingkungan atau mengurangi dampak
lingkungan dari aktivitas ekonomi. Misalnya, UMKM
dapat berpartisipasi dalam program peningkatan
efisiensi energi atau pemanfaatan energi terbarukan
yang didukung oleh pemerintah daerah.
2. Kemitraan dengan organisasi non-pemerintah (NGO):
UMKM juga dapat menjalin kemitraan dengan
organisasi non-pemerintah (NGO) yang memiliki fokus
pada isu-isu lingkungan. Kemitraan ini dapat
membantu UMKM mengakses pengetahuan dan
sumber daya yang lebih luas dalam hal praktik-
praktik ramah lingkungan. NGO lingkungan
seringkali menyediakan bimbingan, pelatihan, atau
sumber daya teknis untuk membantu UMKM
meningkatkan praktik berlanjutnya.
3. Sertifikasi lingkungan dan label ramah lingkungan:
Kolaborasi dengan pihak eksternal juga dapat berarti
mencari sertifikasi lingkungan atau label ramah
lingkungan untuk produk atau layanan yang
ditawarkan oleh UMKM. Beberapa sertifikasi yang
populer adalah ISO 14001 (Sistem Manajemen
Lingkungan) dan label produk ramah lingkungan yang
dikeluarkan oleh badan sertifikasi independen.
Sertifikasi semacam itu dapat membantu memvalidasi
klaim UMKM tentang praktik ramah lingkungan dan
meningkatkan kepercayaan pelanggan.

218
4. Partisipasi dalam inisiatif komunitas:
UMKM yang berkomitmen pada tanggung jawab
lingkungan sering berpartisipasi dalam inisiatif
komunitas yang berfokus pada pelestarian lingkungan
atau masalah lingkungan tertentu. UMKM dapat
bergabung dengan program penanaman pohon,
kegiatan pembersihan lingkungan, atau proyek
konservasi alam yang melibatkan masyarakat
setempat. Partisipasi dalam inisiatif komunikasi ini
dapat membantu UMKM lebih terhubung dengan
masyarakat dan menciptakan dampak positif yang
lebih luas.
5. Pertukaran pengetahuan dan pengalaman:
Kolaborasi dengan pihak eksternal juga dapat berupa
pertukaran pengetahuan dan pengalaman antara
UMKM dengan lembaga riset atau institusi akademis.
Melalui kerjasama ini, UMKM dapat mengakses hasil
penelitian terbaru tentang praktik-praktik hijau dan
mencari solusi inovatif untuk tantangan lingkungan
yang dihadapi.
6. Dukungan dalam menerapkan teknologi hijau:
Pihak eksternal seperti lembaga riset atau pemasok
teknologi hijau juga dapat membantu UMKM dalam
menerapkan teknologi dan solusi ramah lingkungan.
Dukungan teknis dalam memilih, mengintegrasikan,
dan mengoperasikan teknologi hijau dapat membantu
UMKM mengoptimalkan manfaat dari solusi tersebut.
Dengan berkolaborasi dengan pihak eksternal, UMKM
dapat memperoleh berbagai manfaat, termasuk
peningkatan pengetahuan dan akses ke sumber daya yang
mendukung upaya mereka untuk mengimplementasikan
praktik ramah lingkungan. Kolaborasi semacam ini juga
dapat membantu meningkatkan citra UMKM, memperluas

219
jaringan, dan menciptakan dampak positif yang lebih
besar bagi lingkungan dan masyarakat.

Dampak Lingkungan dan Sosial dari Praktik UMKM


Beberapa dampak positif dari praktik lingkungan yang
diadopsi oleh UMKM adalah sebagai berikut:
1. Pengurangan limbah:
Praktik lingkungan yang diadopsi oleh UMKM, seperti
daur ulang dan pengurangan limbah, dapat
menyebabkan pengurangan limbah yang dihasilkan
oleh bisnisnya. Dengan mengurangi limbah, UMKM
dapat membantu mengurangi beban sampah di
lingkungan lokal, mengurangi kebutuhan akan
tempat pembuangan akhir, dan mengurangi dampak
negatif terhadap ekosistem.
2. Pengurangan polusi:
UMKM yang beralih ke teknologi ramah lingkungan
dan mengurangi emisi dapat membantu mengurangi
polusi udara, air, dan tanah. Pengurangan polusi ini
berdampak positif pada kualitas lingkungan sekitar,
kesehatan masyarakat, dan keberlanjutan sumber
daya alam.
3. Konservasi sumber daya alam:
Praktik ramah lingkungan UMKM, seperti
penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan
dan efisiensi dalam penggunaan energi, berkontribusi
pada konservasi sumber daya alam. Dengan
menggunakan sumber daya secara bijaksana, UMKM
dapat membantu mencegah eksploitasi berlebihan
dan penurunan kualitas lingkungan.

220
4. Dukungan terhadap konservasi dan pelestarian
lingkungan:
UMKM yang secara aktif terlibat dalam konservasi dan
pelestarian lingkungan, misalnya melalui partisipasi
dalam program penanaman pohon, reboisasi, atau
proyek restorasi habitat, memberikan dampak positif
terhadap ekosistem dan biodiversitas. Upaya ini juga
dapat membantu memulihkan ekosistem yang rusak
akibat aktivitas manusia.
5. Penciptaan lapangan kerja lokal:
Praktik lingkungan yang berkelanjutan dapat
mendorong inovasi dan pertumbuhan bisnis di
UMKM. Sebagai hasilnya, UMKM dapat menciptakan
lebih banyak lapangan kerja lokal dalam kegiatan
usahanya. Dengan menciptakan lapangan kerja,
UMKM dapat membantu mengurangi tingkat
pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat setempat.
6. Pemberdayaan masyarakat setempat:
UMKM yang terlibat dalam tanggung jawab sosial
seringkali memberdayakan masyarakat setempat
melalui berbagai cara. Misalnya, UMKM dapat
memberikan pelatihan dan kesempatan kerja bagi
penduduk setempat, mendukung inisiatif
kewirausahaan masyarakat lokal, atau memberikan
kontribusi langsung pada proyek-proyek sosial yang
bermanfaat bagi komunitas.
7. Keterlibatan dengan komunitas:
Praktik UMKM yang positif dapat membantu
meningkatkan hubungan mereka dengan masyarakat
setempat dan komunitas di sekitar mereka. Dengan
berpartisipasi dalam kegiatan lingkungan dan sosial,
UMKM dapat meningkatkan kepercayaan dan
citranya, serta mendapatkan dukungan dan loyalitas
dari pelanggan lokal.

221
Namun, perlu diakui bahwa meskipun banyak dampak
positif dari praktik lingkungan UMKM, ada juga
kemungkinan terjadinya dampak negatif jika praktik
tersebut tidak diimplementasikan dengan baik atau jika
tidak ada pemahaman menyeluruh tentang konsekuensi
dan tindakan bisnis. Oleh karena itu, penting bagi UMKM
untuk terus memantau dampak dari praktik mereka dan
mengambil langkah-langkah korektif jika diperlukan
untuk memastikan kesesuaian dengan tujuan tanggung
jawab lingkungan yang diinginkan,
Dengan mengevaluasi dampak lingkungan dan sosial dari
praktik UMKM, akan terlihat bagaimana green
management strategy dapat berkontribusi pada
perlindungan lingkungan, kesejahteraan masyarakat, dan
keberlanjutan bisnisnya. Evaluasi ini juga dapat
membantu dalam perbaikan dan penyesuaian strategi
untuk mencapai dampak yang lebih positif dan
berkelanjutan.

222
Daftar Pustaka
American University. (2021). Green Management Strategy:
A Comprehensive Guide.
https://www.american.edu/programs/sustainability
/green-management-strategy.cfm
Cervantes, J. (2020). Small and Medium-Sized Enterprises
(SMEs) in Environmental Sustainability: A Review of
Practices and Challenges. Journal of Environmental
Management, 270, 110862.
European Commission. (2021). Eco-Management and
Audit Scheme (EMAS) for SMEs: A Practical Guide.
https://ec.europa.eu/environment/emas/
Gouvinhas, R., Rodrigues, J. F., & Barbosa-Povoa, A. P.
(2020). Green Operations and Sustainability Practices
in Small and Medium-Sized Enterprises: A Review.
Journal of Cleaner Production, 245, 118796.
Green Business Certification Inc. (GBCI). (2021).
Understanding Green Building Standards and
Certifications. https://www.gbci.org/
Ribeiro, M. S., & Pigosso, D. C. A. (2020). Green Supply
Chain Management Practices in Small and Medium-
Sized Enterprises: A Systematic Review. Resources,
Conservation and Recycling, 154, 104637.
United Nations Industrial Development Organization
(UNIDO). (2021). Green Industry and Green Economy:
Concepts, Policies, Tools, and Applications.
https://www.unido.org/
United Nations Environment Programme (UNEP). (2021).
Green Economy Toolkit for Small and Medium-sized
Enterprises. https://www.unep.org/
World Business Council for Sustainable Development
(WBCSD). (2021). SME Guide to Corporate Social
Responsibility. https://www.wbcsd.org/

223
Profil Penulis
Eva Yuniarti Utami, S.Pt., S.M., M.B.A., CPFF.,
CPISC.
Penulis adalah seorang ibu satu anak dan dosen
pengajar di program studi Manajemen
Perdagangan Sekolah Vokasi UNS Surakarta.
Sebelum menjadi seorang pengajar, ditahun 2012
penulis pernah bekerja di salah satu perusahaan
multinasional dibidang F&B sebagai manajer dan juga pernah
memulai usaha dibidang serupa pada tahun 2018. Penulis
gemar melakukan travelling, membaca buku dan maraton
menonton drama disela-sela aktivitasnya. Masa kecil penulis
dihabiskan di kota kelahirannya Kediri, tumbuh dalam keluarga
yang berorientasi pada pendidikan dan karakter yang baik,
menjadikan penulis tumbuh menjadi pribadi yang mandiri.
Kemandiriannya berhasil membuat penulis menyelesaikan
pendidikan S1 nya di jurusan Ilmu Peternakan Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya pada tahun 2012. 7 tahun
kemudian, tepatnya tahun 2019, penulis melanjutkan studi S2
di program studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomika dan
Bisnis UGM dan lulus tepat waktu pada tahun 2020. Saat ini
penulis baru saja menyelesaikan pendidikan Sarjana pada
program studi Manajemen Fakultas Ekonomi di Universitas
Mercu Buana Yogyakarta. Penulis percaya bahwa jujur, kerja
keras, berkemauan keras, tidak mudah menyerah, displin, mau
belajar, presisten dan menjadi diri sendiri adalah kunci
keberhasilan dalam menjalani hidup. Penulis memegang teguh
motto “Life is short, the world is small, being honest and happy
all the times”.
Email Penulis: eva.yuniarti.utami@staff.uns.ac.id

224
13
STUDI KASUS:
ORGANISASI BERKELANJUTAN
DALAM PRAKTIKNYA

Hayyumu Farina Nurhalizah. S.Ant


Universitas Airlangga

Pengantar
Kini, terdapat sebuah kecenderungan pada
perkembangan yang berfokus pada keberlanjutan di
bidang ekologi, social budaya, dan ekonomi (Crucke et al.,
2022). Keberlanjutan merupakan ide pengembangan
organisasi masa kini (Čiarnienė et al., 2021). Organisasi
kini juga berada pada kondisi yang menekan untuk
melakukan praktik yang membantu mengatasi hilangnya
keanekaragaman hayati, meningkatnya ketidaksetaraan
sosial, dan penggunaan sumber daya alam yang tidak
berkelanjutan yang menggunakan sumber daya terbatas
(Rezapouraghdam et al., 2019). Organisasi yang mampu
bertahan di lingkungan yang penuh tantangan saat ini
mampu melakukan pengembangan, beradaptasi,
pembelajaran, revitalisasi, dan reorientasi (Dzhengiz,
2020).
Menurut Nawaz & Koç (2019) keberlanjutan organisasi
merupakan sebuah kemampuan organisasi untuk
memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan
yang berkelanjutan dengan memberikan manfaat

225
ekonomi, sosial, dan lingkungan secara bersamaan. Hal
tersebut lebih lanjut dijelaskan oleh (Mitleton-Kelly, 2011)
bahwa organisasi tidak hanya cukup bisa bertahan tetapi
organisasi harus membuat karyawan terlibat secara aktif
dalam proses perubahan yang berkelanjutan melalui
budaya organisasi yang merangkul berbagai cara kerja,
gaya bergaul, dan kemauan untuk bertahan dalam
organisasi.
Organisasi yang memiliki nilai keberlanjutan dapat
unggul dari pesaing mereka pada bidang ekonomi, sosial,
dan lingkungan (Crucke et al., 2022). Lebih lanjut
menurut Čiarnienė et al. (2021), keberlanjutan pada
organisasi telah terbukti memperoleh pengakuan dan
kepentingan karena keunggulan kompetitif dan
menciptakan nilai bagai organisasi, pemangku
kepentingan merekam, dan masyarakat secara umum.
Selain itu, upaya organisasi yang bersifat keberlanjutan
difokuskan pada kontribusi untuk memastikan
keberlanjutan.
Pada beberapa penelitian menjelaskan bahwa kegiatan
ekonomi, sosial, dan lingkungan pada organisasi yang
berkelanjutan harus setara dan saling melengkapi (Mohd
Zawawi & Abd Wahab, 2019; Nawaz & Koç, 2019). Sasaran
ekonomi, lingkungan, dan sosial, saling berkaitan dan
bersifat memperkuat satu sama lain serta lebih jauh lagi
mereka juga perlu dipertimbangkan untuk berjalan
dengan seimbang (Bombiak & Marciniuk-Kluska, 2019).
Organisasi yang berusaha untuk menghasilkan
keuntungan ekonomi tetapi juga memiliki kepedulian
terhadap lingkungan serta berkontribusi pada
keseimbangan sosial akan memperkuat organisasi
tersebut pada aktivitasnya di prinsip triple buttom line dan
disebut dengan organisasi yang berkelanjutan (Čiarnienė
et al., 2021).

226
Menurut Crucke et al. (2022), Dzhengiz (2020), Grecu et
al. (2020), kategori keberlanjutan pada sebuah organisasi
dan praktiknya dapat dilihat dari tiga aspek
pembangunan berkelanjutan yakni:
1. Keberlanjutan ekonomi yang terdiri dari penciptaan
kesejahteraan keuangan yang berkelanjutan, kinerja
ekonomi, penggunaan sumber daya secara efisien dan
meminimalkan pemborosan, penghematan biaya serta
permasalahan ekonomi lainnya.
2. Kelestarian lingkungan yakni mengurangi degradasi
pada lingkungan, perlindungan sumber daya alam,
daru ulang, penghematan energi, pengendalian
polusi, dan pengelolaan limbah dengan baik.
3. Keberlanjutan sosial merupakan komitmen untuk
menanggapi kebutuhan semua pemangku
kepentingan organisasi seperti sumber daya manusia
secara internal dan eksternal, dll. Hal tersebut
mencakup Pendidikan, hak asasi manusia,
perlindungan dan keselamatan kesehatan,
pembelajaran yang mendukung kelestarian
lingkungan, kesejahteraan dan kepuasan karyawan,
pembangunan daerah tempat organisasi tinggal, dan
masalah sosial yang lain.
Undang-undang yang mengatur kelestarian atau
keberlanjutan di Indonesia adalah Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas Bab 1 Pasal 1 ayat 3 bahwa Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan
untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan
dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan
sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada
umumnya.

227
Tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungannya
juga dijelaskan Kembali dalam UU nomor 40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas pada bab 5 pasal 74 yakni:
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di
bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam
wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan.
2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban
Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya
dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan
kewajaran.
3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

PT Tjiwi Kimia
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Sustainable
Report (2021) PT Tjiwi Kimia pada tahun 2021 dan laman
resminya, PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk. pada awal
berdirinya tergabung dalam Asia Pulp and Paper (APP)
Sinar Mas yang hanya memproduksi soda dan bahan
kimia lainnya. Pada tahun 1978 perusahaan ini mulai
memproduksi kertas dengan kapasitas 12.000 ton per
tahun. Visi perusahaan ini adalah menjadi terdepan di
bidang kertas dengan memberikan yan terbaik bagi
karyawan, pelanggan, masyarakat, serta pemangku
kepentingan secara bertanggunjawab dan berkelanjutan.
Sedangkan Misinya yakni:

228
1. Meningkatkan pangsa pasar di dunia.
2. Menggunakan teknologi mutakhir dalam
pengembangan produk serta penerapan efisiensi
pabrik.
3. Meningkatkan sumber daya manusia melalui
pelatihan.
4. Mewujudkan komitmen usaha berkelanjutan di
semua kegiatan operasional.
Kegiatan utama Perseroan adalah melakukan produksi
berbagai jenis kertas dan turunannya seperti kertas
fotocopy, coated dan carbonless. Selain itu, Perseroan juga
memprosuksi beraga jenis stationery dan produk
perlengkapan kantor seperti buku tulis, memo, notepad,
loose leaf, spiral, amplop, kertas computer, kertas kado,
shopping bag, dan produk fancy yang diminati oleh pasar
internasional. Perseroan juga memiliki produksi kertas
industry seperti karton (boxboard) yang digunakan
sebagai kemasan pada industry. Pabrik Kimia Tjiwi Kimia
memproduksi berbagai macam bahan kimia industri,
seperti cairan soda api (NaOH), Liquid chlorine (Cl2),
Hydrochloride acid (HCl), Sodium hypochlorite (NaOCl),
dan Calcium hypochlorite (Ca (OCl) 2). Pabrik kimia telah
menerapkan teknologi modern melalui Sistem Membran
dan telah memperoleh Sertifikat ISO 9001 dan 14001.

PT Tjiwi Kimia Sidoarjo dan Keberlanjutan


PT Tjiwi Kimia melalui laman resminya yakni
tjiwikimia.co.id menjelaskan bahwa sebagai bagian dari
perusahaan multinasional Asia Pulp & Paper (APP) Sinar
Mas, perusahaan ini memiliki visi untuk menjadi
perusahaan kertas global terkemuka dan dihormati yang
memberikan nilai unggul kepada pelanggan, masyarakat,
karyawan, dan pemegang saham – secara bertanggung
jawab dan berkelanjutan. Perusahaan ini juga

229
menerapkan dan mencapai standar ISO dan standar
lainnya, baik nasional maupun internasional untuk
mengembangkan system manajemen mutu, lingkungan,
energi, keselamatan, dan keamanan. Tjiwi Kimia juga
menerapkan praktik terbaik dalam pengoperasian pabrik
untuk mengurangi emisi, penggunaan Kembali, dan
mendaur ulang limbah. Tjiwi Kimia berinvestasi terhadap
lingkungan dengan berkerjasama di pabrik penghilangan
tinta untuk mendaur ulang kertas bekas dan
memproduksi kertas daur ulang.
Tjiwi Kimia sebagai bagian dari masyarakat secara aktf
melakukan pemberdayaan dan mengembangkan
kesejahteraan masyarakat melalui bidang ekonomi,
Pendidikan, Kesehatan (khususnya selama masa
pandemic COVID-19) dan program lingkungan yang
berkelanjutan. Dengan adanya program yang disusun dan
didukung oleh pemerintah daerah Jawa Timur, Tjiwi
Kimia mampu memberikan dampak yang baik bagi
masyarakat dan lingkunan sekitar.
Tjiwi Kimia melalui Sustainable Report (2021)
menjelaskan bahwa akan melanjutkan komitmen untuk
membangun masa depan sesuai dengan Visi 2030
Perusahaan. Visi 2030 atau disebut juga Sustainability
Roadmap: Vision 2030 (SRV 2030) adalah strategi
keberlanjutan komprehensif APP yang berpusat pada tiga
pilar utama yakni: produksi, hutan, dan sumber daya
manusia.
Dukungan pemangku kepentingan berperan penting
dalam perolehan pencapaian perusahaan hingga sejauh
ini. Kebersamaan dan sinergi menjadi kunci dalam
mewujudkan visi serta dalam rangka melanjutkan
pembangunan kinerja ekonomi, memperkuat kinerja
lingkungan, sosial, dan tata Kelola (LST). Tjiwi Kimia
memastikan bahwa akan menciptakan ketangguhan dan

230
nilai bagi seluruh pemangku kepentingan baik untuk
sekarang maupun masa depan

Keberlanjutan Organisasi dalam Bidang Lingkungan


Tjiwi Kimia sebagai bagian dari Asia Pulp & Paper (APP)
Sinar Mas Indonesia memiliki komitmen untuk
menanggulangi resiko dan peluang lingkungan terkait
dalam operasinya. Komitmen APP pada lingkungan yang
dijelaskan dalam Komitmen Keberlanjutan APP Sinar Mas
yakni:
1. Tidak melakukan praktik deforestasi dalam rantai
pasokannya melalui penerapan Rantai Pasokan
(Chain of Custody/CoC) di pabrik dan Pengelolaan
Hutan Lestari (Sustainable Forest Management/SFM)
di seluruh konsesi pemasoknya. Komitmen ini dapat
dilihat lebih lanjut dalam Kebijakan Konservasi Hutan
APP (APP’s Forest Conservation Policy/FCP) dan
Kebijakan Pengadaan dan Pengolahan Serat APP
(APP’s Fibre Procurement and Processing
Policy/FPPP).
2. Memastikan perlindungan terhadap kawasan Nilai
Konservasi Tinggi/NKT (High Conservation
Value/HCV) dan/atau Stok Karbon Tinggi/SKT (High
Carbon Stock/HCS), termasuk keanekaragaman
hayatinya. Komitmen ini dapat dilihat lebih lanjut

231
dalam Kebijakan Konservasi Hutan (Forest
Conservation Policy/FCP) APP.
3. Menerapkan Kebijakan Pencegahan dan Pengelolaan
Kebakaran (Fire Prevention and Management Policy) di
seluruh operasionalnya dan secara aktif terlibat
dalam pencegahan dan mitigasi kebakaran hutan dan
lahan.
4. Menggunakan sumber daya yang efisien melalui
penerapan Ekonomi Sirkular (Circular Economy).
5. Menerapkan sistem manajemen lingkungan yang kuat
sesuai dengan standar nasional dan global di seluruh
operasinya. Komitmen ini dapat dilihati lebih lanjut
dalam Kebijakan Lingkungan APP (APP’s
Environmental Policy).
Tjiwi Kimia melakukan beberapa pengendalian emisi
dengan meminimalkan limbah dan memaksimalkan
peluang untuk menggunakan kembali bahan limbah
melalui strategi 3R: reduce, reuse, dan recycle. Siklus
tersebut dinilai membantu perusahaan dalam
memaksimalkan nilai sumber daya pada setiap tahap
siklus hidup. Pengendalian emisi pada pabrik operasional
Tjiwi Kimia meliputi:
1. Air
Air merupakan bahan utama dalam proses produksi
kertas serta penghasil utama uap pada berbagai
tahapan proses produksi dalam pabrik. Tanggung
jawab lingkungan perusahaan untuk ikut serta
menjaga sumber air di sekitar pabrik. Tjiwi Kimia
menggunakan air dengan hemat serta memastikan air
yang kembali ke sumber telah memenuhi standar
yang telah ditentukan. Untuk mengurangi polutan,
system pengolahan air limbah menggunakan system
biologi dengan lumpur aktif (active sludge) dan juga

232
perlakuan fisika dan kimiawi untuk memastikan air
limbah yang kembali ke sungai telah memenuhi
standar pemerintah.
Studi neraca air dan pengontrolan intensitas air terus
dilakukan melalui penggunaan kembali dan daur
ulang air dalam proses pembuatan kertas. Selain itu
juga melakukan program pengoptimalan peralatan
untuk pemulihan serat yang menjadi bahan baku
utama. Tjiwi Kimia secara rutin melakukan
pengecekan sampling untuk memastikan air limbah
telah aman dan memenuhi peraturan pemerintah
sebelum dikembalikan ke lingkungan. Sejak tahun
2018 perusahaan telah mempertahankan komitmen
untuk memastikan air yang Kembali ke lingkungan
berada 10% dibawah batas nasional dan regional
untuk COD dan BOD. Sehingga perusahaan
memastikan minimalisasi beban air limbah ke
lingkungan.
2. Limbah Padat
Limbah padat mayoritas berasal dari proses
pembuatan kertas. Tjiwi Kimia berusaha untuk
mengurangi limbah, meminimalkan jumlah limbah,
dan memaksimalkan peluang untuk menggunakan
kembali bahan limbah, baik dalam operasi internal
maupun dengan memanfaatkan mitra berlisensi yakni
pihak ketiga sebagai bagian dari komitmen
perusahaan untuk berkontribusi terhadap ekonomi
sirkular, yakni sebagai berikut:
3. Mengurangi
a. Menerapkan system isi ulang dari pemasok untuk
mengurangi kemasan limbah yang berbahaya.

233
b. Menggunakan pembangkit listrik dengan kadar
abu rendah untuk meminimalisir pembentukan
abu batubara.
4. Menggunakan Kembali
a. Memanfaatkan tali pengikat sampah dan kayu
bekas menjadi kerajinan yang berkoordinasi
dengan para pemuda dalam program CSR.
b. Lumpur yang dihasilkan digunakan kembali
dalam produksi kertas coklat. Lumpur juga
digunakan dalam bahan baku pengganti batu
bara dengan menambahkan batu bara ke boiler
lumpur sehingga mengahasilkan uap yang dapat
digunakan dalam proses produksi.
c. Memanfaatkan abu batubara yang digunakan
untuk bahan pencampur produksi multi blok
(paving, batu bata beton, dsb.) atas izin
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Multiblock juga dapat digunakan untuk
membangun dan memperbaiki infrastruktur
internal, sister company, dan komunitas.
5. Daur ulang
Deinking Plant dan OCC Plant mampu menggunakan
recovery fiber dan limbah kertas sebagai bahan
pembuatan brown paper.
Udara
Pembakaran bahan bakar yang digunakan dalam
proses produksi di pabrik Tjiwi Kimia menghasilkan
emisi karbon dioksida (CO2), Sulfur dioksida (SO2),
Nitrogen oksida (NOx), dan partikel-partikel halus.
Perusahaan memasang peralatan seperti electrostatic
presipirator, scrubber, dsb. yang berguna untuk
mengurangi emisi udara dari aktivitas yang
dilakukan. Tjiwi Kimia juga menerapkan teknologi dan

234
peralatan pemantauan emisi seperti CEMS (Sistem
Pemantauan Emisi Berkelanjutan) untuk memantau
dan melaporkan emisi perusahaan dan pemenuhan
persyaratan peraturan perusahaan.

Keberlanjutan Organisasi dalam Bidang Sosial


Keberlanjutan organisasi dalam bidang sosial ditunjukan
Tjiwi Kimia dalam program CSR yang dilaporkan melalui
laman resmi dan Sustainability Report (2021). Perusahaan
ini dikelilingi oleh lima desa yakni desa Singkalan,
Kramattemenggung, Mliriprowo, Sebani, dan
Kedungbocok yang secara tidak langsung terimbas
kegiatan perusahaan. Salah satu bentuk tanggung jawab
perusahaan terhadap masyarakat dimana pabrik
beroperasi, perusahaan melakukan kegiatan CSR yang
bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang
berkelanjutan, pembangunan sosial dan ekonomi,
budaya, Kesehatan, Pendidikan, dan program kesetaraan,
diantaranya:
1. Pengabdian masyarakat
Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian
terhadap masyarakat sekitar daerah operasi pabrik
dalam bentuk kegiatan pelayanan untuk kebaikan
bersama. Kegiatan dalam pengabdian masyarakat ini
meliputi:
a. Kesehatan
Dalam bidang Kesehatan, perusahaan
berkontribusi dalam peningkatan Kesehatan
masyarakat di sekitar perusahaan melalui
pelayanan Kesehatan bagi balita dan masyarakat
secara umum. Pada akhir 2019 dimana dunia
sedang dihadapkan pada virus Covid-19, Tjiwi
Kimia mengambil peran untuk menangani virus
ini salah satunya dengan memberikan sosialisasi

235
dan edukasi tentang virus Covid-19 dan
pendampingan bagi karyawan yang sedang
terjangkit virus Covid-19.
b. Pendidikan
Pada bidang Pendidikan, Tjiwi Kimia memberikan
kontribusi dengan menyediakan peralatan belajar
mengajar seperti meja, kursi, laptop, dan
proyektor pada sekolah disekitarnya. Program
tahunan Tjiwi Kimia yakni memberikan donasi
berupa notebook untuk siswa sekolah dasar pada
desa sekitar pabrik.
c. Kegiatan sosial dan keagamaan
Tjiwi Kimia melakukan pemberian bantuan
kepada masyarakat dengan pemberian kitab suci,
program penghijauan, dsb. Pada hari raya Idul
Adha, perusahaan memberikan bantuan berupa
daging hewan qurban kepada masyarakat yang
membutuhkan
2. Infrastruktur
Salah satu upaya perusahaan dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan membantu
perbaikan infrastruktur desa dan sekitarnya, seperti
instalasi air, pembangunan jembatan, perbaikan
jalan, dsb. Tjiwi Kimia memiliki kepercayaan bahwa
dengan adanya infrastruktur yang baik akan
meningkatkan perekonomian dan Pendidikan
masyarakat karena kemudahan akses yang ada.
Perbaikan infrastruktur yang dilakukan oleh Tjiwi
Kimia meliputi:
a. Jalan dan Gedung
Melalui proses pemanfaatan sampah yang masih
memiliki nilai tambah, Tjiwi Kimia membantu
akses jalan desa, pagar pembatas jalan,

236
pembangunan Gedung penunjang sekolah,
masjid, dan instansi pemerintah.
b. Air bersih
Salah satu bentuk kepedulian Tjiwi Kimia
terhadap masyarakat sekitarnya adalah dengan
menyediakan fasilitas air bersih. Pemahaman
tentang sanitasi dan pengelolaan air bersih
diterapkan pada masyarakat sekitar. Pada saat
pandemic Covid-19 kebutuhan akan air bersih
meningkat sehingga perusahaan berusaha untuk
membantu masyarakat agar terhindar dari
penyebaran virus.
3. Pengembangan Kapasitas
Pengembangan kemampuan karyawan dan
masyarakat meliputi pengembangan dalam hal
kepemimpinan, manajemen, pemasaran, keuangan,
kewirausahaan. Kegiatan ini secara umum meliputi
aktivitas peningkatan kemampuan seseorang,
kelompok, organisasi atau system untuk mencapai
sebuah tujuan kinerja yang lebih baik. Pada kegiatan
ini diharapkan dapat membantu individu atau
kelompok untuk mengetahui, memecahkan masalah
hingga melakukan sebuah perubahan sehingga
mereka dapat memperbaiki kondisi sosial, ekonomi,
dan budayanya agar semakin berkembang menjadi
lebih baik. Langkah-langkah yang dilakukan
perusahaan diantaranya adalah:
a. Pembangunan Rumah Pintar yang digunakan
untuk kegiatan belajar mengajar serta mengasah
kemampuan anak yang masih bersekolah di
daerah operasi pabrik. Selain itu juga untuk
melatih para ibu rumah tangga untuk membuat
kerajinan tangan yang bernilai ekonomis sehingga
dapat meningkatkan penghasilan mereka.

237
b. Memberikan program beasiswa untuk anak di
jenjang Sekolah Menengah Atas untuk
melanjutkan studinya ke Perguruan Tinggi.
c. Memberikan ilmu kewirausahaan bagi karyawan
yang memasuki usia pensiun.
d. Memberikan edukasi bagi masyarakat tentang
pola hidup bersih dan sehat serta pengobatan
gratis bagi 1000 warga yang mengalami keluhan
Kesehatan.
4. Pengembangan Komunitas
Aktivitas ini bertujuan untuk memperbaiki berbagai
aspek masyarakat agar menjadi masyarakat local
yang memiliki kekuatan dan ketangguhan. Selain itu,
program ini juga bertujuan untuk memberikan
pengetahuan, ketrampilan, dan pemberdayaan
ekonomi masyarakat secara berkelanjutan sehingga
menghasilkan masyarakat yang kreatif, inovatif dan
produktif. Beberapa aktifitas pengembangan
komunitas yang dilakukan oleh perusahaan
diantaranya:
a. Pelatihan kewirausahaan kepada masyarakat
local untuk meningkatkan perekonomian mikro.
b. Pemberian edukasi tentang pola makan sehat dan
pola hidup bersih dan sehat kepada masyarakat.
c. Pembinaan dan pendampingan wirausaha dengan
melaksakan pelatihan hingga pemantauan
perkembangan usaha yang telah dijalankan
seperti mengubah limbah kay menjadi furniture
dan kerajinan, mengubah limbah tali pengikat
menjadi kerajinan tas dan keranjang, dan
budidaya jamur tiram.

238
Keberlanjutan Organisasi dalam Bidang Ekonomi
Menurut Kamus Cambridge Dictionary (2018) dalam
Vasilakakis et al., (2023) keberlanjutan ekonomi adalah
bagaimana organisasi memberikan manfaat secara
ekonomi dari aktivitas bisnis yang sedang dilakukan
melebihi biaya ekonominya. Sedangkan menurut Dyllick
& Hockerts (2002) sebuah bisnis yang berkelanjutan
secara ekonomi merupakan bisnis yang memiliki arus kas
terjamin dan profitabilitas yang terus-menerus. Bisnis
tersebut harus bersifat produktif dan menguntungkan,
serta dapat bertahan secara ekonomi (Carroll, 1979;
Galbreath, 2011; Vasilakakis et al., 2023). Hal tersebut
dapat disimpulkan bahwa dalam mencapai keberlanjutan
ekonomi dalam perusahaan terdapat adanya
kesejahteraan finansial, kinerja ekonomi, penggunaan
sumber daya dan biaya yang efisien.
Laporan Keberlanjutan Tjiwi Kimia (2020) menjelaskan
bahwa mereka telah menggunakan sumber daya dalam
proses operasional dengan melaksanakan daur ulang.
Sehingga hal tersebut akan meningkatkan efisiensi dan
pengurangan limbah yang akan kembali pada lingkungan.
Pengurangan jejak karbon yang dilakukan tersebut juga
sebagai Langkah untuk menghemat energi dan air.
Langkah tersebut dilakukan bukan hanya sekedar dalam
rangka menjaga lingkungan tapi juga dapat menghemat
biaya operasional.
Pelestarian hutan secara berkelanjutan juga dilakukan
Tjiwi Kimia sebagai bagian dari APP Sinarmas dimana
mereka melaksakanan dan mendukung upaya
pengelolaan, perlingungan dan restorasi hutan
berkelanjutan dengan skala lanskap di seluruh konsensi
APP dan pemasoknya. Mereka hanya menggunakan
bahan baku yang berasal dari hutan berkelanjutan yang
memiliki sertifikat. Tujuan adanya pelestarian ini adalah
konservasi ekosistem pada lahan gambut kritis,

239
melindungi flora dan fauna, serta melestarikan hutan
dengan stok karobon tinggi, nilai konservasi tinggi, dan
melanjutkan upaya restorasi hutan. Perusahaan juga
melakukan pemberdayaan dan melibatkan masyarakat
setempat dalam operasinya. Perusahaan menjadi
fasilitator bagi pertumbuhan komunitas sekitar, dan
menyerap aspirasi dari komunitas sebagai Langkah untuk
memaksimalkan keberlanjutan. Pengelolaan karyawan di
Tjiwi Kimia memperhatikan peran dan posisi karyawan
perempuannya. Hal tersebut dilakukan selain untuk
meningkatkan komposisi Wanita pada posisi manajemen
juga bertujuan untuk memperkuat ketahanan organisasi.
Secara keuangan, perbandingan target dan realisasi
pendapatan Tjiwi Kimia dari tahun 2019-2021 mengalami
peningkatan yang signifikan seperti pada table dibawah:

240
Daftar Pustaka
Bombiak, E., & Marciniuk-Kluska, A. (2019). Socially
responsible human resource management as a
concept of fostering sustainable organization-building:
Experiences of young Polish companies. Sustainability
(Switzerland), 11(4).
https://doi.org/10.3390/su11041044
Cambridge Dictionary. (2018). Meaning of “economic
feasibility” in the English Dictionary. Retrieved from:
Cambridge Business English Dictionary:
Https://Dictionary.Cambridge.Org/Dictionary/Englis
h/Economic-Feasibility.
Carroll, A. B. (1979). A Three-Dimensional Conceptual
Model of Corporate Performance. In Source: The
Academy of Management Review (Vol. 4, Issue 4).
https://www.jstor.org/stable/257850
Čiarnienė, R., Vienažindienė, M., & Adamonienė, R.
(2021). Linking the employee voice to a more
sustainable organisation: The case of Lithuania. In
Engineering Management in Production and Services
(Vol. 13, Issue 2, pp. 18–28). De Gruyter Open Ltd.
https://doi.org/10.2478/emj-2021-0009
Crucke, S., Kluijtmans, T., Meyfroodt, K., & Desmidt, S.
(2022). How does organizational sustainability foster
public service motivation and job satisfaction? The
mediating role of organizational support and societal
impact potential. Public Management Review, 24(8),
1155–1181.
https://doi.org/10.1080/14719037.2021.1893801
Dyllick, T., & Hockerts, K. (2002). Beyond the business
case for corporate sustainability. Business Strategy
and the Environment, 11(2).
Dzhengiz, T. (2020). A literature review of inter-
organizational sustainability learning. In
Sustainability (Switzerland) (Vol. 12, Issue 12). MDPI.
https://doi.org/10.3390/SU12124876

241
Galbreath, J. (2011). Sustainable Development in
Business: A Strategic View (S. Idowu & C. Louche,
Eds.). Springer.
Grecu, V., Ciobotea, R. I. G., & Florea, A. (2020). Software
application for organizational sustainability
performance assessment. Sustainability (Switzerland),
12(11). https://doi.org/10.3390/su12114435
Mitleton-Kelly, E. (2011). A complexity theory approach to
sustainability: A longitudinal study in two London NHS
hospitals. Learning Organization, 18(1), 45–53.
https://doi.org/10.1108/09696471111095993
Mohd Zawawi, N. F., & Abd Wahab, S. (2019).
Organizational sustainability: a redefinition? Journal
of Strategy and Management, 12(3), 397–408.
https://doi.org/10.1108/JSMA-08-2018-0077
Nawaz, W., & Koç, M. (2019). Exploring organizational
sustainability: Themes, functional areas, and best
practices. In Sustainability (Switzerland) (Vol. 11,
Issue 16). MDPI.
https://doi.org/10.3390/su11164307
Rezapouraghdam, H., Alipour, H., & Arasli, H. (2019).
Workplace spirituality and organization sustainability:
a theoretical perspective on hospitality employees’
sustainable behavior. In Environment, Development
and Sustainability (Vol. 21, Issue 4, pp. 1583–1601).
Springer Netherlands.
https://doi.org/10.1007/s10668-018-0120-4
Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas. (Online). Tersedia:
https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2
007_40.pdf. Diakses pada 05/07/2023 pukul 09.30.
Tjiwi Kimia. (2021). Sustainability Report 2021 - Tjiwi
Kimia.
https://tjiwikimia.co.id/in/about-us. Diakses pada
07/07/2023 pukul 22.02.

242
https://tjiwikimia.co.id/in/sustainability. Diakses pada
04/07/2023 pukul 12.02.
https://asiapulppaper.com/documents/20123/0/22100
6+Komitmen+Keberlanjutan+APP+2022+%281%29.p
df/5b2b15ce-6263-25ff-83fe-
e769c36abfbd?t=1666690128625. Diakses pada
04/07/2023 pukul 15.30.
Vasilakakis, K., Tabouratzi, E., & Sdrali, D. (2023). ECONOMIC
SUSTAINABILITY OF TOURISM ENTERPRISES: A
PROPOSAL OF CRITERIA IN THE HOTELS. International
Journal of Professional Business Review, 8(4).
https://doi.org/10.26668/businessreview/2023.v8i4.176
9

243
Profil Penulis
Hayyumu Farina Nurhalizah, S.Ant
Penulis memiliki ketertarikan terhadap
keberlanjutan organisasi. Ketertarikan tersebut
dimulai sejak duduk di bangku Sekolah Menengah
Pertama dimana penulis menadapatkan mata
pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup. Pada
pelajaran tersebut penulis diajarkan untuk selalu
peduli terhadap lingkungan dan kritis terhadap lingkungan
serta permasalahannya. Hal tersebut akhirnya menjadi sebuah
kebiasaan bagi penulis untuk selalu kritis terhadap masalah
lingkungan. Pada bangku perkuliahan di jurusan Antropologi
Universitas Airlangga, penulis mendapatkan mata kuliah
Antropologi Ekologi dan CSR dengan ditunjang oleh kuliah
lapangan berupa kegiatan penelitian yang menjadikan
pembelajaran yang sangat berarti bagi penulis tentang
organisasi, lingkungan, dan masyarakat secara nyata. Penulis
kini aktif menjadi mahasiswa program Magister Sains
Manajemen Sumber Daya Manusia di Universitas Airlangga
yang dimulai pada tahun 2023. Bangku perkuliahan magister
tersebut membuat penulis semakin memahami dan
memperdalam ilmu tentang manajemen pada organisasi atau
sebuah perusahaan dimana salah satunya adalah tentang
pengelolaan lingkungan. Hanya sedikit yang penulis bagi dalam
tulisan pertama ini dan masih banyak sekali hal lain yang masih
harus dipelajari lagi oleh penulis.
Email Penulis: hayyumufarinanrhlz@gmail.com

244
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai