Anda di halaman 1dari 80

1

PENUNTUN PRAKTIKUM

DASAR PERLINDUNGAN
TANAMAN

Disusun oleh :

TIM DOSEN

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

ii
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FOTO
KARTU PRAKTIKUM
DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN

NAMA : .......................
NIM : .......................
DEP/FAK : .......................
KELOMPOK : .......................
NO MATERI LAPORAN KETERANGAN
DISERAHKAN DISETUJUI

Malang,
....................
Catatan :
...................
...................
Nilai : ................ Asisten

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kekuatan dan bimbinganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
buku penuntun praktikum Dasar - Dasar Perlindungan Tanaman (DPT).
Buku penuntun ini merupakan buku pendukung untuk mata kuliah Dasar - dasar
Perlindungan Tanaman. Dalam buku penuntun praktikum ini akan dibahas beberapa materi
yang tidak bisa hanya dijelaskan melelui tatap muka, tetapi memerlukan praktek agar dapat
memperjelas materi perkuliahan. Materi yang diberikan dalam praktikum ini hanya bersifat
memperkenalkan kepada praktikan mengenai gejala, hama, patogen, dan alternatif
pengendalian yang sering kali digunakan oleh petani dalam program pengelolaan hama dan
penyakit di lahan mereka. Beberapa materi tentang pengenalan alternatif pengendalian
dirancang hanya sebatas untuk memperkenalkan efektivitas, pengaruh, atau dampak yang
ditimbulkan melalui penggunaan alternatif pengendalian tersebut.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada semua pihak atas
dukungan dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan buku ini. Ucapan
terima kasih terutama penulis sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah Dasar - dasar
Perlindungan Tanaman:
1. Prof. Dr. Ir. Hj. Siti Rasminah Ch.Sy.

2. Prof. Dr. Ir. H. Ika Rochdjatun S.

3. Prof.Dr. Ir. Tutung Hadiastono, MS. (Alm.)

4. Ir. H. Abdul Cholil

5. Dr. Ir. Gatot Mudjiono

6. Dr.Ir. Sri Karindah, MS.

7. Prof.Dr. Ir. H. Abdul Latief Abadi, MS.

8. Prof.Ir. Liliek Sulistyowati, Ph.D. (Almh.)

9. Dr.Ir. H. Syamsuddin Djauhari, MS. (Alm.)

10. Prof.Dr.Ir. Retno Dyah Puspitarini, MS.

11. Prof.Dr.Ir. Aminudin Afandhi, MS.

12. Dr.Ir. Toto Himawan, SU.

13. Prof.Dr.Ir. Bambang Tri Rahardjo, SU.

iv
14. Prof.Dr.Ir. Ludji Pantja Astuti, MS.

15. Dr. Ir. Mintarto Martosudiro, MS.

16. Luqman Qurata, SP, M.Si., Ph.D.

17. Hagus Tarno, SP, MP., Ph.D.

18. Dr. H. Anton Muhibuddin, SP. MP.

19. Dr. Mochammad Syamsul Hadi, SP. MP

20. Restu Rizkyta Kusuma, SP. MP. M.Sc.

21. Fery Abdul Choliq, SP. MP. M.Sc.

22. Antok Wahyu Sektiono, SP. MP.

23. Mohammad Akhid Syibli, SP. MP. Ph.D.

24. Dr. Silvi Ikawati, SP. MP. M.Sc.

25. Tita Wijayanti, SP. M.Si.

26. Dr. Akhmad Rizali, SP., M.Si.

27. Dr. Irisa Trianti, S.P., M.P., M.Sc.

28. Ito Fernando, SP., MP., M.Sc.

29. Yogo Setiawan, SP., MP.

30. Achmad Fitriadi Taufiqurrahman, S.P., M.P.

31. Faiz Nashiruddin Muhammad, S.P., M.P.

Penulis menyadari bahwa buku penuntun praktikum Dasar - dasar Perlindungan


Tanaman ini masih banyak kekuranganya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
dari pembaca sangat kami harapkan. Kami berharap semoga buku penuntun praktikum Dasar
- dasar Perlindungan Tanaman ini bermanfaat bagi praktikan.

Malang, Januari 2024


Hormat Kami,

Departemen HPT.

v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................................4
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................................vi
I. PENGENALAN GEJALA DAN PENGENALAN HAMA........................................................................1
II. PENGENALAN PATOGEN, SERTA TANDA, DAN GEJALA PENYAKIT........................................23
III. PENGENALAN PENGENDALIAN DENGAN MEMANFAATKAN FAKTOR..................................37
IV. PENGENALAN PENGENDALIAN DENGAN VARIETAS TAHAN...................................................49
V. PENGENALAN PENGENDALIAN MENGGUNAKAN PESTISIDA...................................................51
VI. PENGENALAN PENGENDALIAN MELALUI PENGELOLAAN FAKTOR EDAFIK...................55
VII. TAKARAN BANYAKNYA PESTISIDA YANG DIPERLUKAN.....................................................59
VIII. KALIBRASI KNAPSACK SPRAYER.................................................................................................64
IX. PENYEMPROTAN SESUAI REKOMENDASI......................................................................................67
VIII. DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................74

vi
I. PENGENALAN GEJALA DAN PENGENALAN HAMA

Pendahuluan
Deteksi gejala serangan maupun organisme penyebab kerusakan tanaman merupakan
prosedur mutlak yang harus dilakukan dalam usaha pengelolaan atau pengendalian suatu
organisme pengganggu tanaman (OPT) dalam agroekosistem. Hal tersebut merupakan tahap
awal dalam suatu program pengelolaan OPT. Gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh OPT
memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Namun, ada beberapa
gejala kerusakan yang memiliki persamaan.

Hama adalah binatang atau sekelompok binatang yang menyerang bagian-bagian


tanaman budidaya yang dapat menurunkan produksi baik secara kuantitas maupun kualitas
dan secara ekonomis merugikan. Binatang-binatang yang banyak berperan sebagai hama
adalah filum Nematoda, Molusca, Arthropoda dan Chordata.
Berdasarkan pada waktu serangan mereka, hama dapat dibagi menjadi dua kategori.
Pertama, ada hama yang menyerang tanaman selama dibudidayakan di lapangan, dikenal
sebagai hama on-farm. Ini mencakup sejumlah serangga hama yang dapat mengurangi hasil
panen dan kesehatan tanaman selama periode pertumbuhan. Kedua, terdapat hama yang
menyerang tanaman setelah panen (off-farm) atau dalam penyimpanan, dikenal sebagai hama
pascapanen. Hama ini dapat merusak atau mengurangi kualitas produk simpanan tanaman
setelah panen.
1. Klasifikasi filum dan ordo yang berpotesi sebagai hama

Filum Arthropoda
Anggota filum ini yang banyak berperan sebagai hama adalah dari kelas Arachnida (sub
kelas Acari) dan kelas Insecta. Pada kelas Insekta, terdapat enam ordo yang berpotensi
sebagai hama yaitu Orthoptera, Hemiptera, Coleoptera, Lepidoptera, Diptera, dan
Thysanoptera. Sedangkan pada kelas Arachnida, terdapat subkelas Acari yang sebagian
anggotanya berperan sebagai herbivora.

a. Ordo Orthoptera (bangsa belalang)


Sebagian anggotanya dikenal sebagai pemakan tumbuhan, tetapi ada beberapa
di antaranya yang bertindak sebagai predator pada serangga lain. Anggota dari ordo
ini umumnya memilki sayap dua pasang. Sayap depan lebih sempit daripada sayap
belakang dengan vena-vena menebal/mengeras dan disebut tegmina. Sayap belakang
membranus dan melebar dengan vena-vena yang teratur. Pada waktu istirahat sayap

1
belakang melipat di bawah sayap depan. Ordo Orthoptera bermetamorfosis tidak
sempurna (Paurometabola) dimana fase hidupnya meliputi telur, nimfa, dan imago.

Gambar 1. Contoh-contoh serangga ordo Orthoptera


Contoh-contoh hama dari ordo Orthoptera:
1. Oxya chinensis (belalang hijau)
2. Sexava nubila (belalang pedang)
3. Valanga nigricornis (belalang kayu)
4. Locusta migratoria (belalang kembara)

b. Ordo Hemiptera (bangsa kepik dan kutu daun)

Ordo ini memiliki anggota yang sangat besar serta sebagian besar anggotanya
bertindak sebagai pemakan tumbuhan (baik nimfa maupun imago). Anggota-anggota
dari ordo Hemiptera dapat dibagi menjadi kelompok kepik (Heteroptera), bangsa kutu
(Sternorryncha) dan wereng (Auchenorryncha). Seluruh anggota ordo Hemiptera
bermetamorfosis tidak sempurna (Paurometabola) dimana fase hidupnya dimulai dari
telur, nimfa, hingga imago.
Kelompok kepik pada umumnya bersifat sebagai herbivora. Namun, beberapa
jenis kepik ada yang bersifat predator yang menghisap cairan tubuh serangga lain.
Umumnya kepik memiliki sayap dua pasang (beberapa spesies ada yang tidak
bersayap). Sayap depan menebal pada bagian pangkal (basal) dan pada bagian ujung
membranus. Bentuk sayap tersebut disebut Hemelytra. Sayap belakang membranus
dan sedikit lebih pendek daripada sayap depan. Pada bagian kepala dijumpai adanya
sepasang antena, mata facet dan occeli.

2
Gambar 2. Contoh-contoh serangga ordo Hemiptera kelompok Heteroptera

Semua kelompok wereng dan bangsa kutu bersifat sebagai pemakan tumbuhan.
Perbedaan pokok dibandingkan kelompok kepik yaitu terletak pada morfologi sayap
depan dan tempat pemunculan rostumnya. Sayap depan wereng dan bangsa kutu
memiliki tekstur yang homogen, bisa keras semua atau membranus semua, sedang
sayap belakang bersifat membranus. Pada posisi istirahat, sayap serangga kelompok
wereng dan bangsa kutu membentuk seperti atap. Alat mulut juga bertipe penusuk
penghisap dan rostumnya muncul dari bagian posterior kepala. Pada kelompok
wereng, imago semua spesies memiliki sayap. Sedangkan pada bangsa kutu, mayoritas
pada fase imago terutama betina tidak bersayap.

Gambar 3. Contoh-contoh serangga ordo Hemiptera kelompok Sternorryncha

3
Gambar 4. Contoh-contoh serangga ordo Hemiptera kelompok Auchenorryncha
Contoh-contoh serangga dari Ordo Hemiptera:
1. Heteroptera
a. Nezara viridula (Kepik Hijau)
b. Leptocorisa acuta (Walang Sangit)
c. Riptortus linearis (Kepik Pengisap Polong)

2. Auchenorryncha/Wereng
a. Nilaparvata lugens (Wereng Batang Coklat)
b. Nephotettix virescens (Wereng Hijau)
c. Empoasca vittis (Wereng Pucuk)

3. Sternorryncha/Bangsa Kutu
a. Aphis craccivora (Kutu Daun Kedelai)
b. Bemisia tabaci (Kutu Kebul)
c. Toxoptera aurantii (Kutu Daun Jeruk)

c. Ordo Coleoptera (bangsa kumbang)


Anggota-anggotanya ada yang bertindak sebagai hama tanaman, tetapi ada juga
yang bertindak sebagai predator (pemangsa) bagi serangga lain. Sayap terdiri dari dua
pasang. Sayap depan mengeras dan menebal serta tidak memiliki vena sayap dan

4
disebut elytra. Apabila istirahat, elytra seolah-olah terbagi menjadi dua (terbelah tepat
di tengah-tengah bagian dorsal). Sayap belakang membranus dan jika sedang istirahat
melipat di bawah sayap depan. Alat mulut bertipe penggigit-pengunyah, umumnya
mandibula berkembang dengan baik. Seluruh anggota ordo Coleoptera
bermetamorfosis sempurna (Holometabola) dimana fase hidupnya meliputi telur, larva,
pupa, dan imago.

Gambar 5. Contoh-contoh serangga ordo Coleoptera


Contoh-contoh hama yang termasuk dalam ordo Coleoptera:
Hama Lapang:
1. Epilachna sparsa (Kumbang Koksi)
2. Phyllotreta striolata (Kumbang Kutu Sawi)
3. Hypothenemus hampei (Penggerek Buah Kopi)
4. Xylosandrus compactus (Penggerek Ranting Kopi)
5. Oryctes rhinoceros (Kumbang Badak)

Hama Pascapanen:
1. Sitophilus oryzae (Rice Weevil)
2. Rhyzoperta dominica (Lesser Grain Borer)
3. Callosobruchus maculatus (Cowpea Weevil)
4. Tribolium castaneum (Red Flour Beetle)

5
d. Ordo Lepidoptera

Seluruh anggota ordo Lepidoptera bermetamorfosis sempurna (Holometabola)


dimana fase hidupnya meliputi telur, larva, pupa, dan imago. Dari ordo ini, pada
umumnya hanya fase larva (ulat) saja yang berpotensi menjadi hama, tetapi beberapa
di antaranya ada yang predator. Serangga dewasa adalah pemakan/pengisap madu atau
nektar, namun ada juga yang menjadi hama. Sayap terdiri dari dua pasang, membranus
dan tertutup oleh sisik-sisik yang berwarna- warni. Pada kepala dijumpai adanya
alat mulut seranga bertipe pengisap, sedang
larvanya memiliki tipe penggigit. Pada serangga dewasa, alat mulut berupa tabung
yang disebut proboscis. Serangga dewasa dikenal sebagai kupu-kupu dan ngengat.

Gambar 6. Contoh-contoh serangga ordo Lepidoptera (kiri: imago, kanan: larva)


Contoh-contoh hama yang termasuk dalam ordo Lepidoptera:
Hama Lapang:
1. Scirpophaga innotata (Penggerek Batang Padi Putih)
2. Scirpophaga incertulas (Penggerek Batang Padi Kuning)
3. Spodoptera frugiperda (Ulat Grayak Jagung)
4. Helicoverpa armigera (Penggerek Tongkol Jagung)

6
Hama Pascapanen:
1. Sitrotoga cerealela (Grain Moth)
2. Corcyra cephalonica (Rice Moth)

e. Ordo Diptera (bangsa lalat dan nyamuk)

Serangga anggota ordo Diptera meliputi serangga pemakan tumbuhan,


pengisap darah, predator dan parasitoid. Serangga dewasa hanya memiliki satu pasang
sayap di depan, sedang sayap belakang mereduksi menjadi alat keseimbangan
berbentuk gada dan disebut halter. Pada kepalanya juga dijumpai adanya antena dan
mata facet. Tipe alat mulut bervariasi, tergantung sub ordonya, tetapi umumnya
memiliki tipe penjilat-pengisap, pengisap, atau pencucuk pengisap. Seluruh anggota
ordo Diptera bermetamorfosis sempurna (Holometabola) dimana fase hidupnya
meliputi telur, larva, pupa, dan imago.

Gambar 7. Contoh-contoh serangga ordo Diptera

7
Contoh-contoh hama yang termasuk dalam ordo Diptera:
1. Bactrocera dorsalis (Lalat Buah)
2. Liriomyza huidobrensis (Lalat Pengorok Daun)
3. Atherigona exigua (Lalat Bibit Jagung)
4. Ophiomyia phaseoli (Lalat Bibit Kacang)

f. Thysanoptera (Bangsa Trips).


Thysanoptera merupakan salah satu golongan serangga yang berperan sebagai
hama di lingkungan lahan pertanian. Thysano memiliki arti “rumbai” dan pteron yang
memiliki arti “sayap”. Serangga ini memiliki sayap yang berumbai-rumbai dengan rambut
yang panjang yang berjumlah 2 pasang. Ukuran serangga dari ordo Thysanoptera terbilang
sangat kecil yaitu sekitar 0,5-14 mm. Tipe mulut dari serangga golongan ini adalah
menusuk menghisap.

(a) (b) (c)


Gambar 8. Contoh-contoh Hama pada Ordo Thysanoptera (a) Trips pada tanaman
mangga (Thrips aspinus); (b) Trips pada tanaman cabai (Thrips parvispinus); (c) Trips
pada tanaman jeruk (Thrips javanicus)

Serangga ini berpotensi sebagai hama pada fase nimfa maupun dewasa yang
kemudian akan menyerang tanaman bagian bunga, daun, ranting, dan tunas. Gejala yang
ditimbulkan akibat serangan ham aini berupa pada daun akan terdapat putih seperti perak
kemudian bercak tadi akan berubah warna menjadi kecoklatan dan bintik hitam, dalam
beberapa hari daun akan menjadi keriting dan rontok. Selain dapat berpotensi sebagai hama,
trips juga berpotensi sebagai vector penyakit. Contoh serangga yang termasuk kedalam ordo
ini adalah Trips pada tanaman mangga (Thrips aspinus), Trips pada tanaman cabai (Thrips
parvispinus), Trips pada tanaman jeruk (Thrips javanicus), dll.

8
Gambar 9. Morfologi Hama Ordo Thysanoptera

B. Acari

Acari atau tungau masuk ke dalam kelas Arachnida, seperti laba-laba. Ciri khas
dari kelas Arachnida antara lain: berkaki empat pasang, tubuhnya terbagi menjadi dua yaitu
cephalotorax dan abdomen, alat mulutnya chelicera dan pedipalpi. Pada ordo Acari,
tubuhnya secara umum dibagi menjadi dua yaitu Idiosoma dan Gnatosoma. Alat mulut
tungau termasuk ke dalam tipe meraut-mengisap. Jika menyerang daun, tungau akan
menyebabkan daun berubah kuning kecoklatan dan akhimya menjadi nekrosis.

Gambar 10. Morfologi Tungau

9
Contoh hama dari ordo Acari antara lain: Tetranychus urticae yang menyerang
banyak tanaman seperti singkong, Panonychus citri pada jeruk, dan Polyphagotarsonemus
latus pada bibit tanaman. Selain itu terdapat tungau yang menyerang penyimpanan yaitu
Acarus siro.

Filum Mollusca

Anggota filum yang banyak menimbulkan kerusakan pada tanaman budidaya adalah
dari kelas Gastropoda. Contoh: Achatina fullica (bekicot) dan Pomacea canaliculata
(keong mas). Ciri dari kelas ini adalah: tidak mempunyai kaki tetapi bergerak
menggunakan kaki palsu atau segmentasi mata dan antena bertangkai yang dapat ditarik
keluar masuk (retractile). Cara merusak: tanaman berwama hijau daun dibasahi dengan ludah
yang dikeluarkan oleh kelenjar ludah kemudian dipotong atau dikunyah dengan gigi perutnya.

(a) (b)
Gambar 11. Hama-hama moluska: (a) Achatina fullica; (b) Pomacea canaliculata
Filum Chordata
Anggota filum yang paling banyak berperan sebagai hama adalah klas mamalia
(binatang menyusui) contoh: tikus sawah Rattus argentiventer dan babi hutan Sus scrofa.
Kerusakan yang disebabkan oleh tikus sawah berupa batang padi yang patah serta tercabutnya
bibit padi. Sedangkan kerusakan yang disebabkan oleh babi hutan adalah patah dan
tercabutnya berbagai jenis tanaman budidaya.

10
(a) (b)
Gambar 12. Hama-hama moluska: (a) Rattus argentiventer; (b) Sus scrofa

2. Macam Tipe Alat Mulut Hama

Gejala serangan yang diakibatkan oleh serangan hama akan bergantung pada
morfologi alat mulut yang dimiliki hama. Tipe alat mulut yang berbeda-beda pada
serangga akan mengakibatkan gejala kerusakan yang khas pada tanaman yang
diserangnya. Berdasarkan cara merusaknya, hama tanaman dapat digolongkan menjadi
beberapa kelompok, yakni:

a) Tipe Mulut Penggigit-Pengunyah

Tipe mulut penggigit-penghisap digunakan untuk memotong atau menggigit dan


mengunyah bahan makanan padat. Alat mulut sendiri dicirikan oleh adanya mandibula
yang kuat. Tipe mulut ini merusak tanaman dengan cara mengebor (menggerek) bagian
tanaman tertentu dan memakannya. Hama ini biasanya tinggal di dalam jaringam batang,
akar, buah, biji maupun umbi. Umumnya masuk kedalam jaringan pada saat fase larva,
namun ada diantaranya pada fase dewasa. Gejala serangan yang diakibatkan oleh hama
dengan tipe mulut ini yakni berupa adanya sobekan, gerekan, lubang-lubang, daun
tinggal tulang saja, atau daun habis sama sekali. Ordo serangga hama yang memiliki tipe
mulut penggigit-pengunyah antara lain nimfa dan imago Orthoptera, larva Diptera, larva
Lepidoptera, serta nimfa dan imago Coleoptera. Beberapa jenis hama penggigit-
pengunyah, yaitu penggerek pucuk jagung (Ostrinia nubialis), belalang kembara
(Locusta migratoria), kutu beras (Sitophilus oryzae), dan lainya.

11
b) Tipe Mulut Peraut-Penghisap

Tipe mulut meraut untuk melubangi bagian tanaman baik daun muda maupun batang
daun. Setelah itu hama akan menghisap cairan dari bagian tanaman tersebut. Hama
dengan tipe mulut ini menyerang jaringan dan mengakibatkan berwarna putih atau
belang, sasaran utama hama biasanya adalah daun muda dan bunga. Sedangkan serangan
pada buah mengakibatkan buah menjadi gugur, apabila terbentuk buah, maka buah akan
tumbuh tidak sempurna. Tipe mulut ini umumnya adalah anggota ordo Thysanoptera.
Contohnya termasuk hama kutu-kutuan, seperti Thrips

c) Tipe Mulut Penusuk-Penghisap

Tipe mulut penusuk-penghisap berbentuk mirip pembuluh panjang dan disebut Beak
(paruh). Hama dengan tipe mulut ini menyerang pada bagian tanaman yang lunak seperti
buah, polong, dan daun. Merusak dengan cara mengisap cairan sel jaringan tanaman,
sehingga akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan atau matinya jaringan
tanaman yang diserangnya. Selain itu, beberapa jenis hama pengisap tersebut juga dapat
bertindak sebagai vektor penyebab penyakit tanaman, sehingga dapat mengakibatkan
kerusakan yang lebih parah. Gejala kerusakan yang timbul akibat serangan hama
golongan ini ialah munculnya bercak isapan hingga isi menjadi kosong. Tipe mulut ini
umumnya adalah anggota ordo Hemiptera dan Homoptera. Beberapa jenis hama
penusuk-pengisap antara lain Pengisap buah coklat (Helopeltis theobromae), Walang
sangit (Leptocorisa oratorius) pengisap butir padi pada saat masak susu, dan Kutu daun
kopi (Coccus viridis).

d) Tipe Mulut Penjilat-Penghisap

Tipe mulut ini bisa ditemui pada serangga, seperti lalat dan lebah madu. Serangga

12
dengan bentuk mulut ini mempunyai bagian khusus yang bentuknya seperti pengisap,
disebut labellum. Selain itu, serangga ini juga mempunyai lidah yang cukup panjang,
digunakan untuk menjilat makanannya. Fungsi tipe mulut menjilat bagi lalat adalah
mengubah makanan yang memiliki tekstur keras menjadi lebih lunak. Proses ini
dilakukan dengan mengeluarkan air liurnya. Setelah makanan menjadi lunak, kemudian
hama akan menghisapnya. Tipe mulut ini umumnya adalah anggota ordo Diptera, seperti
lalat.

e) Tipe Mulut Penghisap

Mulut tipe penghisap dilengkapi dengan alat seperti belalai panjang yang dapat
digulung. Alat mulut ini disesuaikan untuk mengambil bahan makanan cair atau bahan
makanan terlarut. Alat mulut ini memiliki bagian yang memanjang dan berbentuk seperti
jarum yang dinamakan stilet. Gejala yang timbul berupa menguning dan keringnya daun
tanaman yang terserang. Hama dengan tipe mulut ini dapat juga menjadi vektor penyakit
Tipe mulut ini umumnya adalah anggota ordo Lepidoptera, yaitu ngengat dan kupu-kupu
dewasa.

3. Pengelompokan Hama berdasarkan Cara Merusak

a. Hama penggerek

Hama golongan ini merusak dengan cara menggerek bagian tanaman tertentu
dan memakannya. Hama tersebut biasanya tinggal di dalam jaringam batang, akar,
buah, biji maupun umbi sehingga dikenal hama-hama penggerek batang, penggerek

13
buah, bunga dan lainlain. Kebanyakan hama penggerek memiliki tipe alat mulut
penggigit dan umumnya masuk kedalam jaringan pada saat fase larva, namun ada di
antaranya pada fase dewasa. Hama penggerek tersebut umumnya adalah anggota ordo
Lepidoptera dan Coleoptera, tetapi ada di antaranya dari Diptera.

Gambar 13. Contoh kerusakan tanaman akibat hama penggerek

b. Hama penghisap

Hama menghisap cairan daun, ranting, bunga dan pentil buah dengan cara
memasukkan alat penghisap/stiletnya ke dalam jaringan tanaman. Akibatnya
pertumbuhan daun, ranting, bunga dan pentil buah terhambat, sehingga dapat
menurunkan produksi buah.

Gambar 14. Contoh kerusakan tanaman akibat hama penghisap

14
c. Hama penggulung

Larva hama penggulung daun memotong bagian lamina daun yang dimulai
dari bagian pinggir dan kemudian menggulung daunnya.

Gambar 15. Contoh kerusakan tanaman akibat hama penggulung

d. Hama pengorok

Hama golongan ini hidup di dalam jaringan tanaman, terutama pada bagian
daun. Hama pengorok umumnya adalah larva dari ordo Lepidoptera dan Diptera, juga
Coleoptera. Larva secara selektif memakan jaringan daun yang lunak, tidak memakan
tulang daun yang keras, dan meninggalkan bagian epidermis. Aktivitas makan hama
pengorok menyebabkan adanya gejala khas, yaitu terdapat alur berwarna keputihan di
permukaan daun.

15
Gambar 16. Contoh kerusakan tanaman akibat hama penggorok

1.2 Tujuan
 Memahami gejala kerusakan yang disebabkan oleh hama.
 Mengetahui organisme penyebab kerusakan (hama).
1.3 Metode
1.3.1 Alat dan Bahan
 Bagian tanaman yang terserang hama beserta organisme penyebab kerusakannya.
 Alat Tulis untuk menggambar
 Mikroskop binokuler
 Lup/kaca pembesar

1.3.2 Prosedur Kerja


 Cari/kumpulkan 10 sampel/contoh gejala kerusakan pada tanaman yang
disebabkan oleh organisme pengganggu tanaman (hama) beserta hama yang
menyerangnya.
 Masukkan bagian tanaman yang terserang beserta hama yang didapatkan dalam
kantung kertas.
 Keluarkan bagian tanaman dan organisme penyebab kerusakan dan gambar secara

16
detail karakteristik gejala dan organisme penyebabnya.
 Identifikasi gejala secara benar dan kemudian identifikasi organisme penyebab
kerusakan dalam urutan takson tertentu sarnpai pada tingkat ordo.
 Gambar serangga hama dan gejala kerusakannya
 Hubungkan gejala kerusakan dengan tipe mulut serangga hama.
 - Selamat Mengerjakan –

17
Lembar kerja

1. Nama umum:
Nama latin:
Gambar Keterangan

Gambar Keterangan

18
Lembar kerja

2. Nama umum:
Nama latin:

Gambar Keterangan

Gambar Keterangan

19
Lembar kerja

3. Nama umum:
Nama latin:

Gambar Keterangan

Gambar Keterangan

20
Lembar kerja

4. Nama umum:
Nama latin:

Gambar Keterangan

Gambar Keterangan

21
Lembar kerja

5. Nama umum:
Nama latin:

Gambar Keterangan

Gambar Keterangan

22
II. PENGENALAN PATOGEN, SERTA TANDA, DAN GEJALA PENYAKIT

Pendahuluan
Tumbuhan sakit diakibatkan oleh infeksi OPT salah satunya yaitu patogen yang
menunjukkan gejala yang khusus. Beberapa macam penyakit tanaman menunjukkan gejala
yang sama, sehingga harus memperhatikan gejala saja sulit untuk mendiagnosis dengan pasti.
Untuk itu selain memperhatikan gejala kita harus memperhatikan tanda (sign) dari penyakit
tanaman.
Gejala
Gejala (symptom) adalah perubahan-perubahan yang ditunjukkan oleh tumbuhan
tersebut, sebagai akibat adanya penyebab penyakit. Seringkali suatu penyakit tertentu tidak
hanya menimbulkan satu gejala, tetapi beberapa gejala yang sering disebut dengan sindroma
(syndrom). Gejala secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe pokok, yaitu:
1. Gejala-gejala nekrotik
Gejala-gejala nekrotik terjadi karena adanya degenerasi protoplas yang diikuti
matinya sel, jaringan, organ, dan tanaman. Gejala-gejala nekrotik ini dibagi lagi kedalam dua
gejala secara spesifik yaitu plesionekrosis (hampir mati) dan holonekrosis (keseluruhannya
mati). Gejala yang masuk dalam plesionekrosis adalah penguningan (yellowing), layu, dan
hidrosis. Gejala yang masuk dalam holonekrosis yaitu busuk, bercak, mati pucuk, dst.

Gambar 17. Gejala nekrosis yang disebabkan Melon Necrotic Spot Virus
2. Gejala hipoplastik
Gejala hipoplastik terjadi karena terhambat atau terhentinya pertumbuhan sel
(underdevelopment) sehingga ukurannya menjadi lebih kecil atau warnanya menjadi lebih
pucat. Gejala-gejala spesifik yang tergabung dalam kelompok hipoplastik adalah kerdil

23
(atropi), perubahan simetri, klorosis, etiolasi dan pemusaran (rosetting)

Gambar 18. Gejala kerdil yang disebabkan Rice Ragged Stunt Virus
3. Gejala-gejala hiperplastik
Gejala-gejala hiperplastik disebabkan karena pertumbuhan sel yang berlebihan
(overdevelopment) baik dalam ukuran, pembelahan, maupun dalam warna pada tingkat sel,
jaringan, organ maupun pada keseluruhan tumbuhan. Gejala-gejala hiperplastik yaitu sapu
setan (witches broom), proplepsis, nyali (gall, cecidium), intumesensia, erionosis,
menggulung atau mengeriting, fasiasi, pembentukan alat yang luar biasa (antholysis), kudis,
rontoknya alat-alat dan perubahan warna (selain klorosis).

Gambar 19. Gejala akar gada yang disebabkan Plasmodiophora brassicae

24
Tanda
Tanda adalah semua pengenal dari penyakit selain reaksi tumbuhan inang (gejala),
misalnya bentuk tubuh buah parasit, miselium, warna spora, blendok, lendir dan sebagainya.
Dalam diagnosis suatu penyakit tanaman seringkali hanya memerhatikan tanda
kenampakan makroskopis pathogen. Tanda kejadiaan suatu penyakit memegang peranan
sangat penting dibandingkan gejala. Tanda-tanda umumnya terbatas pada penyakit yang
disebabkan oleh jamur dan bakteri. Jamur-jamur parasit tertentu akan membentuk struktur-
struktur di luar badan tumbuhan, khususnya yang menghasilkan spora, karena dengan
demikian spora akan lebih mudah tersebar. Tanda-tanda yang sering muncul adalah dalam
bentuk miselium, karat, tepung, jamur hitam, smut (gosong- bengkak), cacar putih, bercak,
sklerotium dan lendir bakteri.
Patogen
Munculnya kejadian penyakit pada tanaman dapat disebabkan oleh faktor biotik dan
abiotik. Faktor biotik salah satunya yang disebabkan oleh infeksi patogen disebut penyakit
infeksius (menular). Sedangkan penyakit yang disebabkan oleh faktor abiotik disebut dengan
penyakit noninfeksius (tidak menular) atau disebut dengan fisiopat. Patogen tanaman dapat
dikelompokkan dalam beberapa kelompok yakni jamur, bakteri, virus, nematoda, ganggang
parasitic dan tumbuhan biji parasitik
Contoh penyakit akibat infeksi patogen, gejala dan tanda yang menyertainya adalah
sebagai berikut:
1. Jamur
Salah satu patogen dari golongan jamur adalah Fusarium oxysporum. Gejala yang
ditimbulkan yaitu layu terutama pada tumbuhan sayur-sayuran, bunga- bungaan, tanaman
perkebunan, gulma, dan tanaman herba. Kerusakan lainnya yang ditimbulkan meliputi
rebah benih, busuk akar, busuk batang, dan busuk tangkai. Tanda yang dapat dijumpai
adalah terdapat benang-benang miselium jamur disekitar jaringan tanaman, dan pembuluh
xylem tanaman.

25
(a) (b)
Gambar 20. (a) Gejala dan (b) tanda penyakit layu oleh Fusarium oxysporum

2. Bakteri
Contoh patogen dari kelompok bakteri adalah Erwinia carotovora. Gejala yang ditimbulkan
yaitu busuk lunak pada tumbuhan di lapang maupun tanaman yang disimpan pada tanaman
buah-buahan, sayur-sayuran dan tanaman hias. Tanda dari bakteri E. carotovora yaitu
adanya lendir keruh pada jaringan tanaman yang terinfeksi.

Gambar 21. (a) Gejala dan (b) tanda penyakit busuk oleh Erwinia carotovora
3. Virus
Salah satu contoh virus adalah Cucumber Mosaic Virus (CMV). Gejala yang ditimbulkan
oleh CMV berbeda-beda dengan inang yang luas pada tanaman sayuran, buah-buahan dan
tanaman hias. Infeksi CMV yang berkembang pada jaringan muda tidak akan
mempengaruhi jaringan tua pada tanaman inangnya. Gejala yang umum ditimbulkan oleh
infeksi virus yaitu perubahan warna daun muda dari hijau menjadi hijau muda dan klorosis.

26
Tanda infeksi virus CMV masih sulit dibedakan dengan infeksi virus lainnya.

Gambar 22. Gejala penyakit Cucumber Mosaic Virus pada mentimun dan cabai
4. Nematoda
Salah satu contoh nematoda adalah Meloidogyne. Gejala akibat nematoda Meloidogyne
ditandai dengan munculnya puru akar (gall). Kerusakan pada akar dapat menyebabkan
terhambatnya penyerapan unsur hara dari tanah sehingga tanaman dapat kerdil, layu dan
kekuningan. Siklus hidup nematoda puru akar dimulai dari telur. Larva tahap kesatu berada
dalam telur dan terus berkembang, selanjutnya keluar dari dalam telur dan menjadi larva
tahap kedua. Larva tahap kedua masuk dalam jaringan akar dan mengambil posisi pada
bagian ujung akar, kemudian menetap dalam akar. Ukurannya terus bertambah dan setelah
ganti kulit kedua kali menjadi larva tahap keempat.

Gambar 23. Gejala penyakit puru akar pada kentang oleh Meloidogyne
5. Protozoa
Salah satu contoh patogen dari golongan Protozoa adalah Plasmodiophora brassicae.
Protozoa merupakan organisme mirip fungi yang tergolong ke dalam jamur tingkat rendah.

27
Protozoa memiliki ciri-ciri diantaranya uniseluler (bersel satu), kolonial, dan fagotropik
(makan dengan cara menelan makanannya). Contoh penyakitnya yaitu akar gada pada kubis.
Gejala akar gada yaitu daun tiba-tiba berubah menjadi pucat dan layu pada siang hari padahal
tidak kekurangan air dan segar kembali pada sore hari atau saat suhu turun. Saat akar dicabut,
tampak akar membesar pada pangkal batang. Pada serangan berat jaringan akar membesar
seperti gada serta daun layu dan menguning. Patogen penyakit ini berkembang karena kondisi
tanah masam, intensitas cahaya sedang-tinggi, kelembapan tinggi, dan suhu optimum untuk
perkembangan.

Gambar 24. Gejala penyakit akar gada pada bunga kol oleh Plasmodiophora brassicae

Tujuan Praktikum
 Memahami tanda dan gejala kerusakan yang oleh patogen tanaman
 Mengetahui contoh organisme penyebab khususnya yang tergabung dalam kelompok
patogen
Metode
a. Alat dan Bahan
 Bagian tanaman yang terinfeksi patogen
 Alat gambar
 Mikroskop cahaya
 Selotip bening (tape)
 Gelas objek (object glass) dan cover glass
b. Prosedur Kerja
Amati gejala kerusakan dan tanda yang anda temukan. Gambar dan deskripsikan secara
jelas pada lembar kerja.

28
 Pengamatan gejala penyakit: amati bagian tanaman yang dijumpai terdapat gejala
kerusakan beserta kemungkinan adanya tanda untuk penyakit infeksius. Gambar secara
jelas gejala yang ditemukan.
 Pengamatan tanda penyakit : ambil selotif transparan dan tempelken pada bagian tanaman
yang menunjukkan tanda (miselium atau yang lain). Tarik selotif dan lekatkan dengan
posisi miring pada gelas obyek. Amati dibawah mikroskop cahaya. Atur perbesaran yang

29
sesuai untuk mendapatkan gambar yang jelas. Gambar secara detail struktur miselium
yang anda lihat di bawah mikroskop.

- Selamat Mengerjakan -

30
Lembar Kerja Praktikum

Nama penyakit:
Nama patogen:

Gejala Tanda

Keterangan : Keterangan :

31
Nama penyakit:
Nama patogen:
Gejala Tanda

Keterangan : Keterangan :

32
Nama penyakit:
Nama patogen:
Gejala Tanda

Keterangan : Keterangan :

33
Nama penyakit:
Nama patogen:
Gejala Tanda

Keterangan : Keterangan :

34
Nama penyakit:
Nama patogen:
Gejala Tanda

Keterangan : Keterangan :

35
Nama penyakit:
Nama patogen:
Gejala Tanda

Keterangan : Keterangan :

36
III. PENGENALAN PENGENDALIAN DENGAN MEMANFAATKAN FAKTOR
BIOTIS (MUSUH ALAMI)
3.1. Pendahuluan
Musuh alami adalah organisme yang ditemukan di alam yang dapat membunuh
serangga sekaligus, melemahkan serangga, sehingga dapat mengakibatkan kematian pada
serangga, dan mengurangi fase reproduktif dari serangga. Musuh alami biasanya
mengurangi jumlah populasi serangga, inang atau pemangsa, dengan memakan individu
serangga.
Organisme dalam aktivitas hidupnya selalu berinteraksi dengan organisme lainnya
dalam suatu keterkaitan dan ketergantungan yang kompleks. Interaksi antar organisme
tersebut dapat bersifat antagonistik, kompetitif atau simbiotik. Musuh alami memiliki
peranan dalam pengaturan dan pengendalian populasi hama, sebagai faktor yang
bekerjanya tergantung kepada kepadatan, dalam kisaran tertentu musuh alami dapat
mempertahankan populasi hama di sekitar aras keseimbangan umum.
Setiap spesies serangga hama sebagai bagian dari kompleks komunitas dapat
diserang oleh serangga lain atau oleh patogen penyebab penyakit pada serangga. Ditinjau
dari segi fungsinya musuh alami dapat dikelompokan menjadi predator, parasitoid,
entomopatogen, dan agen antagonis.

A. Predator
Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan, membunuh atau memangsa
atau serangga lain.
Ciri – ciri predator (Fitriani, 2018):
1. Predator dapat memangsa semua tingkat perkembangan mangsanya (telur, larva, nimfa,
pupa dan imago),
2. Seekor predator memerlukan dan memakan banyak mangsa selama hidupnya
3. Predator membunuh mangsanya untuk dirinya sendiri
4. Predator memiliki ukuran tubuh lebih besar dari pada mangsanya
5. Dari segi perilaku makannya, ada yang mengunyak semua bagian tubuh mangsanya, ada
menusuk mangsanya dengan mulutnya yang berbentuk seperti jarum dan menghisap
cairanya tubuh mangsanya
6. Metamorfosis predator ada yang holometabola (metamorfosis sempurna) dan
hemimetabola (metamorfosis tidak sempurna).

Jenis jenis predator:

37
Berikut ini beberapa ordo serangga yang dapat berperan sebagai pengendali hama serangga alami:
1. Hymenoptera

Serangga dari ordo Hymenoptera yang berperan sebagai predator umumnya berasal dari
famili Formicidae. Contoh dari famili Formicidae adalah semut rangrang (Oecophylla smaragdina)
yang banyak ditemukan di perkebunan berperan sebagai predator bagi ulat.

2. Diptera

Syrphidae Asilidae
Dalam ordo Diptera terdapat dua famili yang dapat menjadi pengendali hama
serangga alami. Kedua famili tersebut yaitu Syrphidae dan Asilidae. Syrphidae merupakan
salah satu predator penting dalam mengendalikan keberadaan kutu daun (aphids). Populasi
Syrphidae dapat mencapai jumlah maksimum dengan kepadatan mangsa 100 kutu daun per
hari. Famili Asilidae atau yang salah satunya dikenal dengan nama lalat buas, berbentuk
seperti lalat namun memiliki ukuran yang lebih besar. Lalat ini mampu memakan banyak
jenis serangga hama bahkan dapat menangkap mangsa yang berukuran lebih besar.

3. Coleoptera

Coccinella transversalis
Serangga dari ordo Coleoptera yang dapat dijadikan pengendali alami yaitu dari famili
Coccinellidae. Salah satu spesies yang banyak ditemukan sebagai musuh alami yaitu Coccinella
transversalis (Thunberg) atau yang dikenal dengan nama ladybird. Kumbang koksi atau ladybird ini
menjadi musuh alami bagi beberapa hama pada cabai yaitu B.tabaci, M. persicae, A. gossypii, A.

38
craccivora, T. parvipinus dan A. nerii. Kemampuan memangsa sangat tinggi baik pada stadium
imago maupun larva, dengan dapat memangsa 20-90 ekor hama per hari tergantung jenis hamanya.

4. Neuroptera

Lalat jala hijau (green licewing) merupakan salah satu serangga dari ordo Neuroptera, famili
Chrysopidae banyak ditemukan di pertanaman papaya, merupakan salah satu musuh alami dari
Paracoccus marginatus (kutu putih).

5. Hemiptera

Sycanus sp.
Dalam ordo Hemiptera yang dapat menjadi musuh alami serangga hama salah satunya berasal
dari famili Reduviidae. Sycanus sp. merupakan salah satu spesies yang dapat dijumpai di
perkebunan sawit. Spesies ini menjadi musuh alami hama ulat api yang menyerang kelapa sawit.

6. Odonata

Odonata merupakan ordo yang hampir semua anggotanya merupakan predator alami. Capung
dapat menjadi musuh alami bagi hama tanaman padi. Serangga ini dapat memangsa penggerek
batang padi, wereng coklat, dan walang sangit.

7. Orthoptera

39
Selain herbivora, beberapa anggota Orthoptera ada yang berperan sebagai predator.
Orthoptera, misalnya Conocephalus longipennis (famili Tetigonidae) sebagai predator dari
telur dan larva pengerek batang padi dan walang sangit.

B. Parasitoid
Merupakan serangga yang memarasit serangga atau binatang antropoda lainnya. Parasitoid
bersifat parasit pada fase pradewasa, sedangkan dewasanya hidup bebas dan tidak terikat pada
inangnya. Parasitoid hidup menumpang di luar atau didalam tubuh inangnya dengan cara
menghisap cairan tubuh inangnya guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Umumnya parasitoid
menyebabkan kematian pada inangnya secara perlahan-lahan dan parasitoid dapat menyerang
setiap fase hidup serangga, meskipun serangga dewasa jarang terparasit. Selain iu parasitoid
memiliki ciri meamorfosisi sempurna, ukuran tubuh lebih kecil dari mangsanya, membunuh dan
melumpuhkan inang unuk kepentingan keturunanya (Nyoman, 1998). Contoh parasitoid antara
lain seperti Tetrastichus schoenobii dan Telenomus rowani yang merupakan parasit pada
penggerek batang, Trichomalopsis apanteloctena yang bersifat parasit pada telur penggerek
batang kuning padi, dan Amauromorpha accepta merupakan parasit pada larva penggerek batang
padi
7. Berdasar posisi makannya, parasitoid dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
a. Ektoparasitoid: parasitoid yang seluruh siklus hidupnya ada diluar tubuh inangnya
(menempel pada tubuh inangnya), contohnya: Compsometris spp yang memarasit
hama Exopholis sp.

b. Endoparasitoid: parasitoid yang berkembang didalam tubuh inang dan sebagian besar
dari fase hidupnya ada didalam tubuh inangnya, contohnya: Letmansia bicolor yang
memarasit telur Sexava sp.
8. Parasitoid juga dapat digolongkan berdasarkan jumlah larva yang keluar dari tubuh inang:
a. Parasit soliter: satu individu parasitoid per satu individu inang. Cth. Apanteles sp.
b. Parasit gregarious: banyak individu parasitoid per satu individu inang. Cth.
Trichogramma sp.
9. Parasitoid juga dapat digolongkan berdasarkan fase tubuh inang yang diserang :
a. Parasitoid telur: parasit yang menyerang inang pada fase telur dan bersifat endoparasit.
Cth. Anagrus optabilis pada wereng Coklat.
b. Parasitoid telur – larva: parasid yang berkembang mulai dari telur sampai larva. Cth.
Chelonus sp pada pengerek mayang kelapa.

40
c. Parasitoid larva: parasit yang menyerang inang yang berada pada fase larva atau ulat.
Cth. Apenteles erionotae pada larva pengulung daun pisang.
d. Parasitoid larva – pupa: parasit yang berkembang mulai dari larva sampai pupa. Cth.
Thetrostichus brontispae pada rontispa.
e. Parasitoid pupa: parasit yang menyerang inang yang berada pada fase pupa atau
kepompong. Cth. Opius sp pada kepompong lalat buah.
f. Parasitoid imago: parasit yang menyerang inang yang berada pada fase imago atau
serangga dewasa. Cth. Aphytis chrysomphali pada Apidiotus destruktor.
Fenomena parasitoid yang menyerang parasitoid lainya dan memanfaatkan sebagai inang
disebut hiperparasitasi, dan parasitoidnya dinamakan hiperparasitoid. Parasitoid yang menyerang
inang utama disebut sebagai pasarasitoid primer, parasitoid sekunder adalah parasitoid yang
menyerang parasitoid primer, dan seterusnya parasitoid tersier, kuarter dan sebagainya.

C. Entomopratogen
Banyak macam jenis mikroorganisme yang dapat menginfeksi dan membunuh
serangga hama. Kelompok paling besar adalah jamur, virus dan bakteri. Nematoda dan
beberapa organisme yang lain juga diketahui menginfeksi dan membunuh serangga hama.
Jamur memiliki peran penting untuk menekan berbagai macam wereng dan kutu daun.
Biasanya kita akan mendapatkan kasus outbreaknya jamur Hirsutella citnformis, Beauveria
bassiana, atau Metarhizium spp., yang menginfeksi dan membunuh 90-95% populasi wereng
coklat.
Virus dan jamur seringkali mengendalikan hama ulat. Yang paling penting adalah
Nuclear Polyhedrosis dan Granulosis Virus. Virus yang menginfeksi ulat akan menghentikan
proses makan (feeding) dan mencairkan isi tubuh. Kemudian tubuh akan menjadi
lunak/lembek (flaccid) dan menggantung pada tanaman. Banyak jenis virus yang dilaporkan
berasal dari hampir setiap spesies hama ulat pada pertanaman padi.
Paling banyak penyakit yang menyerang hama ulat disebabkan oleh jamur Nomuraea
rileyi. Yang telah dilaporkan sebagai insiden paling tinggi di dalam populasi defoliator
(penggugur) daun. Pada banyak kasus, popuasi ulat tidak akan pernah merugikan secara
ekonomis karena adanya jamur ini.
Patogen pada hama dapat diproduksi secara masal dengan biaya yang rendah dalam
formulasi cair ntaupun bubuk yang dapat dtsernprotkan seperti insektisida pada umumnya.
Beberapa contoh patogen penyebab penyakit pada serangga antara lain:
 Metarhiziurn anisopliae, M. flavoviride yang merupakan patogen untuk wereng,

41
kepik dan kumbang.

 Beauveria bassiana jamur putih yang menyerang wereng, kutu daun, penggerek
batang, kepik padi dan kepik hitam.


 Hirsutella citriformis yang menyerang wereng dan kutu daun.
 Nomuraea rileyi merupakan jamur dengan spora hijau kusam yang menyerang
larva penggerek batang, kutu daun dan ulat tentara.
 NPV yang biasa ditemukan pada ulat tentara (armyworm) dan ulat tanah
(cutworm).

 Granulos virus menyerang pada larva ngengat dan kupu kupu.

D. Patogen Antagonis
Patogen antagonis adalah mikroorganisme yang mengintervensi / menghambat
pertumbuhan patogen penyebab penyakit pada tumbuhan. Sejumlah mikroorganisme
(terutama jamur dan bakteri) diketahui merupakan antagonis terhadap patogen penyebab
penyakit tanaman (fitopatogenik). Mekanisme tentang bagaimana mikroorganisme antagonis
ini mengendalikan patogen tidak selalu jelas, tetapi umumnya merupakan salah satu atau
gabungan beberapa cara sebagai berikut (Agrios, 2005; Loekas Soesanto, 2008).
1. Kompetisi. Beberapa mikroorganisme bersaing dengan jamur fitopatogen dalam
memperoleh unsur hara dan ruang bagi kehidupannya. Contohnya, Pseudomonas
putida bersaing dengan Pythium ultimum (penyebab penyakit rebah semai pada kapri
dan kedelai) dan Fusarium oxysporum (penyebab penyakit layu fusarium).

42
2. Parasitisme. Beberapa mikroorganisme lainnya bersifat parasit (disebut hiper-parasit)
dari jamur penyebab penyakit tanaman. Contohnya, Serratia marcescens adalah hiper-
parasit bagi Fusarium oxysporum (penyebab penyakit layu fusarium).
3. Antibiosis. Ada pula mikroorganisme yang menghasilkan senyawa kimia tertentu
(toksin atau antibiotik) yang beracun bagi jamur penyebab penyakit tanaman.
Contohnya, jamur Pseudomonas fluorescens menghasilkan antibiotika yang mampu
menghambat Thielaviopsis basicola (penyebab penyakit busuk akar hitam pada
tanaman tembakau). Menghasilkan enzym yang menghancurkan sel-sel jamur
pathogen. Menghasilkan metabolit lain yang merugikan jamur patogen.
4. Menginduksi pertahanan tanaman inang (induced host resistance) atau
mikroorganisme yang merangsang tanaman dimana mereka hidup untuk mengaktifkan
mekanisme pertahanan terhadap keberadaan jamur patogen, misalnya merangsang
tanaman untuk menghasilkan fitoaleksin, sistim SAR (systemic acquired resistance =
ISR, induced systemic resistance), dan sebagainya.

3.2. Tujuan
1. Mengetahui beberapa contoh musuh alami baik predator, parasitoid,
entomopathogen maupun agens antagonis.
2. Mengetahui efektivitas predator dalam menekan serangga hama

3.3. Metode
3.3.1 Alat dan Bnhan
a. Coccinelid Predator (larva atau imago)
b. Bagian tanaman kacang panjang yang terserang Aphis sp.
c. Aphis sp.
d. Beberapa sampel Parasitoid (Tetrastichus sp., dll)
e. Beberapa isolat pathogen (Beauveria bassiana, Metarhizium anisopleae, NPV,
Steinernema carpocapsae, dll)

f. Cawan Petri
g. Mikroskop cahaya
h. Mikroskop binokuler
3.3.2 Prosedur Kerja
A. Pengamatan
Mengamati, menggambar dan mendeskripsikan predator, parasitoid dan pathogen.

43
Untuk parasitoid dan pathogen diamati di bawah mikroskop binokuler.
B. Percobaan
Percobaan mengenai lama waktu pemangsaan. Serangga uji yang digunakan
sebagai predator adalah coccinelid predator. Serangga coccinelid akan mudah
didapatkan dengan mencari bagian tanaman tertentu yang paling banyak dijumpai
adanya kelompok aphididae (Aphis sp., Myzus sp., Toxoptera sp. dll) pada
pertanaman jeruk, kacang-kacangan, tembakau, tomat ataupun pertanaman yang
lain. Kalau ditemukan adanya kelompok kumbang Coccinelid yang warnanya
mengkilat dengan tekstur yang jelas atau larva Coccinelid dengan ciri-ciri
mengacu pada pustaka, ambil seluruh bagian tanaman yang terserang tersebut
beserta kumbang dan kelompok serangga hama tersebut. Letakkan bagian tanaman
beserta Aphis sp. sebanyak 10 ekor pada petri besar dan masukkan 1 ekor
coccinelid predator ke dalamnya.

Selamat Mengerjakan

44
Lembar kerja

Gambar Keterangan

Gambar Keterangan

45
Lembar kerja

Gambar Keterangan

Gambar Keterangan

46
Lembar kerja

Gambar Keterangan

Gambar Keterangan

47
Lembar kerja

Gambar Keterangan

Gambar Keterangan

48
IV. PENGENALAN PENGENDALIAN DENGAN VARIETAS TAHAN

Pendahuluan

Varietas tahan merupakan varietas tanaman yang memiliki kemampuan menolak atau
menghindar, sembuh kembali dan mentolerir serangan hama atau penyakit, dimana sifat ini tidak
dimiliki oleh tanaman lain sejenis dengan tingkat serangan yang sama. Varietas tahan sebaiknya
tidak ditanam secara terus-menerus, karena dapat mempercepat patahnya sifat ketahanan dari
tanaman tersebut (Abadi, 2003).

A. Ketahanan Lingkungan

Ketahanan tanaman yang tidak dipengaruhi oleh tanaman, tapi dipengaruhi oleh lingkungan.
Ketahanan lingkungan ini terdiri dari (a) pengelakan inang (host evasion), (b) ketahanan
dorongan (induced resistance), dan (c) inang luput dari serangan (host escape).

B. Ketahanan Genetik

Ketahanan tanaman yang dipengaruhi oleh genetik tanaman. Berdasarkan jumlah gen
pengendali, ketahanan genetik terdiri dari (a) ketahanan monogenik, (b) ketahanan oligogenik,
dan (c) ketahanan poligogenik. Maka dari itu, sifat ketahanan tanaman terhadap serangan hama
atau penyakit berdasarkan genetik dibagi menjadi 2:

a. Ketahanan vertikal, suatu bentuk ketahanan tanaman yang dikendalikan oleh satu atau beberapa
gen, sifat ketahanan mudah patah, jadi jika ketahanan tanaman sudah patah maka seolah-olah
tanaman tersebut tidak mempunyai ketahanan.

b. Ketahanan horizontal, suatu bentuk ketahanan yang tidak spesifik karena ketahanan ini
dikendalikan oleh banyak gen.

Berdasarkan ketahanannya tanaman dikategorikan menjadi tiga, sebagai berikut.

1. Tanaman tahan, tanaman yang dapat bertahan saat terinfeksi OPT,

2. Tanaman imun, tanaman yang sama sekali tidak terpengaruh oleh kehadiran OPT.

3. Tanaman toleran, tanaman yang mampu mentolerir serangan patogen, sehingga tanaman masih
bisa bereproduksi (dikaitkan dengan hasil produksinya).

49
C. Mekanisme ketahanan tanaman

a. Antixenosis/Preferensi, mekanisme ketahanan suatu tanaman yang dapat membuat serangga


menjauhi tanaman, sehingga serangga tidak hadir dan tidak mau menggunakan tanaman
tersebut sebagai inang tempat peletakan telur. Parameter pengamatan meliputi preferensi
hadir, bertelur, dan makan.

b. Antibiosis, mekanisme ketahanan yang melibatkan unsur antibiotik (senyawa kimiawi;


metabolit sekunder) pada tanaman tersebut. Parameter pengamatan meliputi siklus hidup,
kesintasan (survival), dan berat tubuh.

c. Toleran, mekanisme ketahanan tanaman yang masih bisa bereproduksi saat tanaman
tersebut terserang hama atau penyakit (atau dapat dikatakan sebagai sembuh kembali).
Parameter pengamatan berupa parameter pertumbuhan tanaman.

Faktor-faktor yang mempengaruhi serangga dalam memilih inang/tanaman

a. Faktor kimiawi, berkaitan dengan sifat kimia atau kandungan senyawa metabolit sekunder.
Contohnya senyawa toksin pada jaringan tanaman seperti alkaloid, glukosid, dan quinon,
misalnya dalam bentuk senyawa volatil.

b. Faktor fisik/morfologi, berkaitan dengan bentuk dan struktur tanaman. Contohnya trikoma,
lapisan lilin, ketebalan jaringan jaringan epidermis, tekstur permukaan biji (kasar, halus,
keriput), kekerasan biji, ukuran biji, bentuk tanaman, dan warna tanaman.

1. Preferensi/Antixenosis merupakan keterkaitan serangga terhadap suatu inang (tanaman).


Preferensi dapat mempengaruhi respon perilaku serangga, yaitu preferensi kehadiran, preferensi
oviposisi, dan preferensi makan.

a. Preferensi kehadiran, dilihat dari jumlah imago yang hadir pada setiap varietas/ jenis
tanaman.

b. Preferensi oviposisi, dilihat dari jumah telur yang diletakkan oleh serangga, dan

c. Preferensi makan, dilihat dari jumlah tusukan pada inang. Selain itu, preferensi makan juga
dapat dilihat dari penurunan jumlah/berat inang.

Pelaksanaan Praktikum

50
Tujuan praktikum: Untuk mengetahui ketahanan beberapa jenis kacang (kacang hijau, kacang
merah, dan kacang kedelai) terhadap Callosobruchus sp. (Coleoptera: Chrysomelidae).

Pada pelaksanaan praktikum satu kelompok besar dibagi menjadi tiga kelompok kecil,
sehingga dalam satu kelompok besar terdapat tiga ulangan.

Alat dan Bahan


a. Tiga jenis kacang (kacang hijau, kacang merah, dan kacang kedelai) (masing-masing 30g)
b. Imago Callosobruchus sp. sebanyak 20 individu
c. Kotak preferensi
d. Aspiratorator
1. Pembuatan kotak preferensi
 Siapkan stoples bening, plastik, dan kain kasa
 Beri sekat pada bagian dalam stoples menggunakan mika menjadi tiga bagian
 Pada bagian tutup stoples dilubangi dan diberi kain kasa
2. Pembuatan aspirator
 Siapkan botol plastik dan selang dengan 2 ukuran yang berbeda (salah satu selang lebih
panjang)
 Salah satu ujung selang ditutup menggunakan kasa
 Buat 2 lubang pada tutup botol sesuai ukuran selang
3. Prosedur kerja
 Masukkan beras pada kotak preferensi
 Infestasikan serangga Callosobruchus sp. tanpa membedakan jantan betina
 Kotak preferensi kemudian ditutup dan diamati pada hari ke-7 setelah infestasi
 Parameter yang diamati meliputi: preferensi kehadiran, preferensi oviposisi (keberadaan
telur)

Pertanyaan:
Berdasarkan parameter yang diamati, pada kondisi seperti apakah suatu varietas tanaman
atau produk tanaman dianggap tahan dan pada kondisi seperti apakah suatu varietas tanaman atau
produk tanaman dianggap rentan?

V. PENGENALAN PENGENDALIAN MENGGUNAKAN PESTISIDA

5.1. Pandahuluan

51
Salah satu cara pengendalian terhadap Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
adalah pengendalian secara kimiawi baik sintetik maupun alamiah. Pestisida adalah suatu
substansi atau senyawa atau campuran bahan kimia yang digunakan untuk mencegah,
memusnahkan atau mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pestisida merupakan
salah satu komponen atau teknik pengendalian organisme pengganggu tanaman yang dapat
dimanfaatkan dalam suatu kesatuan program pengendalian hama terpadu. Dalam prakteknya,
penggunaan pestisida di lapang masih memegang peran yang dominan. Berikut akan
dijelaskan dua jenis pestisida kimia yang sering digunakan oleh petani dalam pengelolaan
agroekosistem.

A. Pestisida Sintetik
Pengendalian terhadap OPT secara kimiawi salah satu contohnya adalah dengan
penggunaan pestisida sintetik. Namun pestisida sintetik ini mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan dari penggunaan pestisida sintetik adalah efektifitasnya tinggi bila
dibandingkan dengan pengendalian cara lain, pestisida sintetik dapat digunakan di berbagai
lingkungan (lingkungan kering, basah, pegunungan, dan dataran rendah), bekerja cepat dan
dapat digunakan di setiap waktu. Kekurangan dari pengendalian menggunakan pestisida
sintetik adalah timbulnya resistensi hama, resurgensi (peningkatan kembali) populasi hama
yang semula sudah dapat ditekan dengan aplikasi pestisida, munculnya hama sekunder;
pengaruh negatif terhadap perkembangan musuh alami, satwa liar dan lingkungan, tersisanya
residu pestisida pada produk tanaman dan lingkungan.
Pengendalian menggunakan pestisida sintetik ini dapat bermanfaat apabila dalam
mengendalikan OPT, digunakan secara benar dan bijaksana sehingga aman terhadap
lingkungan. Penggunaan secara benar adalah yang memenuhi ketentuan yang berlaku,
Sedangkan penggunaan pestisida secara bijaksana adalah memenuhi kriteria tepatjenis dan
mutu, tepat waktu, dosis dan konsentrasi, serta tepat cara aplikasi.
Dalam pengendalian terhadap OPT dengan menggunakan pestisida sintetik kita juga
harus mempertimbangkan ambang ekonomi dari OPT tersebut, karena dengan mengetahui
ambang ekonomi dari suatu OPT maka kita dapat mengambil keputusan perlu atau tidak
suatu OPT dikendailkan, selain itu kita dapat menghemat biaya penggunaan pestisida
sintetik.

Dalam program PHT, penggunaan pestisida sintetik masih digunakan sebagai


altematif terakhir pengendalian, namun intensitas penggunaannya semakin dikurangi dan
harus mempertimbangkan faktor lingkungan.

52
B. Pestisida Nabati
Pestisida alami yang ramah lingkungan sebenamya bukan barang baru dalam dunia
pertanian, bahkan mungkin sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih
dilakukan secara nomaden (berpindah-pindah) petani di seluruh belahan dunia telah terbiasa
memakai bahan yang tersedia di alarn untuk mengendalikan Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT).
Berbekal pengalaman bertahun-tahun, petani tradisional mengetanui bahwa beberapa
jenis tanaman tidak pernah diganggu hama, karena tanaman tersebut mengandung racun bagi
hama tertentu. Umumnya petani mengambil ekstrak tanaman yang diyakini memiliki racun
(insectisidal action), kemudian melarutkannya ke dalam air dan menyemprotkannya pada
tanaman. Suku Indian memakai ekstrak daun tembakau untuk mengendalikan hama yang
menyerang tanamannya. Di India, biji mimba telah berabad-abad dipakai sebagai insektisida.
Demikian pula suku-suku di Indonesia memiliki tradisi tertentu dalam memanfaatkan
sumber-sumber alami. Misalnya para petani di tanah Parahyangan (Bandung dan sekitarnya)
pada tahun 1940-an telah pintar meracik daun sirsak untuk mergendalikan hama beialang.
Cara tersebut merupakan langkah awal pemakaian pestisida alami. Perkembangan
selanjutnya, melalui beberapa penelitian ilmiah dihasilkan beberapa alternatif lain dan
pestisida yang ramah lingkungan.
Pestisida alami yang berasal dari bahan-bahan yang terdapat di alam tersebut
diekstraksi, diproses, atau dibuat dalam formula tertentu dengan tidak mengubah struktur
kimianya. Berbeda dengan pestisida sintetis yang umumnya bersumber dari bahan dasar
minyak bumi yang diubah struktur kimianya untuk memperoleh sifat-sifat tertentu sesuai
dengan keinginan.
Di negara maju, kecenderungan pemakaian pestisida alami lebih banyak. Hal tersebut
disebabkan adanya perhatian yang besar terhadap pencemaran lingkungan dan bahaya
keracunan. Beberapa negara maju tidak mentolerir adanya residu pestisida pada bahan
makanan yang masuk ke negaranya. Kampanye "back to nature" atau kembali ke alam dan
digalakkannya pertanian organik dari negara-negara maju, seperti Jepang dan Amerika
Serikat, ikut membuat pestisida alami kembali diperhitungkan sebagai alat untuk
mengendalikan OPT. Berbeda halnya dengan Indonesia, minat masyarakat memakai
pestisida alami muncul kembali setelah terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan nilai tukar
Rupiah terhadap Dollar menurun drastis.
Pestisida alami yang kini dikenal dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan sebagai
berikut:
1. Pestisida Botani (Botanical Pesticide) yang berasal dari ekstrak tanamari. Seperti
diketahui, berbagai jenis tanaman memproduksi senyawa kimia untuk
53
melindungi dirinya dari serangan OPT. Senyawa inilah yang kemudian diambil
dan dipakai untuk melindungi tanaman lain.
2. Pestisida Biologis (Biological Pesticide) yang mengandung mikroorganisme
pengganggu OPT, seperti bakteri patogenik, virus, dan jamur. Mikroorganisme
ini secara alami memang merupakan musuh OPT, yang kemudian
dikembangbiakkan untuk keperluan perlindungan tanaman.
3. Pestisida berbahan dasar mineral anorganik yang terdapat pada kulit bumi.
Biasanya bahan mineral ini berbentuk kristal, tidak mudah menguap, dan bersifat
stabil secara kimia, seperti belerang dan kapur. Label ramah lingkungan yang
dilekatkan pada ketigajenis pestisida alami tersebut sebenamya mengacu pada
dua hal. Pertama, residu pestisida alami lebih cepat terurai oleh komponen-
komponen alam, sehingga tdak akan menyebabkan pencemaran air dan tanah.
Kedua, daya racun dari pestisida alami bersifat selektif. Artinya pestisida alami
hanya mematikan OPT jenis tertentu dan relatif aman bagi musuh alami,
manusia, mamalia, dan ikan.

5.2 Tujuan
 Mengetahui beberapa contoh pengendalian dengan memanfaatkan pestisida
 Mengetahui efektifitas pestisida
5.3 Metode
5.3.1. Alat dan Bahan
 1 kelas dibagi menjadi tiga kelompok

 Setiap kelompok membawa 10 individu Aphis craccivora, Myzus


parsicae, Rophalosipum maydis atau kelompok Aphididae yang lain
beserta bagian tanaman yang diserang

 Insektisida sintetis berbahan aktif imidacloprid atau bahan aktif lain yang
sesuai untuk Aphididae dan insektisida nabati
 6 bualj Petri berukuran besar
 Lup/Mikroskop binokuler

5.3.2. Prosedur Kerja


Sediakan Aphis craccivora atau spesies dalam kelompok Aphididae yang lain beserta
daun tanaman yang diserangnya. Semprotkan insektisida pada daun, selanjutnya masukkan
daun yang sudah disemprot kedalam petri. Ambil Aphis craccivora dengan menggunakan
kuas dan letakkan di atas daun yang sudah disemprot tadi. Tutup petri dan blarkan beberapa
lama waktu (15 menit). Amati dengan menggunakan lup atau mikroskop binokuler. Catat
54
berapa serangga yang mati akibat pada insektisida sintetis dan nabati. Diskusikan tentang
pengaruh insektisida terhadap Aphis cracovora tersebut.

Selamat Mengerjakan

VI. PENGENALAN PENGENDALIAN MELALUI PENGELOLAAN FAKTOR


EDAFIK
Pendahuluan
Salah satu pengendalian terhadap OPT adalah pengendalian melalui faktor edafik.
Faktor edafik adalah faktor-faktor yang bergantung pada keadaan tanah dan kandungan di
dalamnya. Suatu tanah yang baik didukung oleh berbagai sifat yang dapat dengan mudah
dikenali, yaitu: (1) drainase baik, tidak mengeras seusai panen, (2) cepat menyerap hujan
tanpa aliran permukaan, (3) mampu menyimpan air selama musim kering, (4) mempunyai
bongkah bongkah tanpa lapisan cadas (hardpan), (5) tahan terhadap erosi, dan kehilangan
hara kecil, (6) menunjang kehidupan jasad penghuni tanah, (7) tidak membutuhkan banyak
pupuk untuk berproduksi tinggi, (8) subur dan memberikan aroma tanah yang khas, dan (9)
memproduksi hasil tanaman yang tinggi dan sehat.
Upaya menjadikan tanah agar memenuhi kriteria di atas dapat dilakukan melalui
pengelolaan lahan secara praktis dengan cara mengoptimalkan proses-proses seperti dijumpai
pada tanah alami. Budidaya tanaman secara intensif terus-menerus melalui input bahan
anorganik tinggi (high external input) yang sering mendapat input bahan kimia sintetik
(pestisida dan pupuk kimiawi sintetik), sehingga tidak dapat mendukung produksi pertanian
yang berkelanjutan. Tanah harus berfungsi secara efektif dan berkelanjutan untuk dapat
berproduksi dalam jangka panjang. Keberlanjutan yaitu kemampuan mempertahankan
keberadaan, pemeliharaan atau perpanjangan; untuk terus-menerus dapat memberikan hasil
yang menguntungkan.
Pengaruh bahan organik terhadap sifat fisik-kimia sangat penting artinya untuk
mengontrol pengambilan unsur hara oleh tanaman dan sifat retensi unsur-unsur hara dalam
tanah serta mengurangi pengaruh beracun pada tanah-tanah yang bereaksi masam. Dari hasil
pelapukan bahan organik dapat dihasilkan: (a) asam amino seperti alanin dan glisin yang
dapat diserap tanaman dengan segera, (b) sejumlah zat tumbuh dan vitamin yang dapat
menstimulasi pertumbuhan tanaman dan jasad renik, karena zat-zat tersebut akan
menghasilkan CO2 yang berguna untuk proses fotosintesis bila gas tersebut dibebaskan ke
udara. Sedangkan di dalarn tanah, CO2 akan bereaksi dengan unsur-unsur dalam tanah untuk
membentuk asam karbonat, Ca, Mg dan K, karbonat atau bikarbonat bagi tanaman.
Tanah dengan kandungan bahan organik tinggi akan membentuk struktur komunitas

55
yang sangat komplek sehingga keragaman biota tanah akan tinggi. Semakin tinggi
keragaman biota dalam tanah akan menyebabkan keseimbangan ekosistem baik di atas tanah

56
maupun didalam tanah sendiri. Keseimbangan ekosistem ini akan menghindari kemungkinan
serangan hama maupun infeksi pathogen.

Contoh Fauna Tanah. a, b) Collembola, c) Protura, d) Pauropoda, e) Symphyla, f) Diplura, g)


Acarina, h) Pseudoscorpionida, i) Litter spider, j) Lumbricina, k) Diplopoda, l) Chilopoda, m)
Isopoda, n) Coleoptera larvae, o) Coleoptera, p) Gastropoda (Çakir & Makineci, 2018)

Tujuan Praktikum
1. Mengetahui keragaman serangga tanah pada tanah organik tinggi dan tanah
konvensional
Metode
Alat dan Bahan
 Material tanah organik dan konvensional.
 Corong Berlese
 Air detergen
 Mikroskop binokuler
 Buku identifikasi serangga
 Cetok
 Kantung Plastik hitam
 Tissue
 Gelas Beaker

Prosedur Kerja
Siapkan corong Berlese diatas gelas Beaker yang telah diberikan air detergen dan

57
dimasukkan tissue di dalamnya. Masukkan tanah tersebut dalam Corong Berlese dan
diamkan selama 24 jam. Hitung berapa jumlah jenis serangga tanah yang anda dapatkan.
Kemudian amati serangga tanahnya dengan menggunakan mikroskop binokuler. Identifikasi
serangga dengan menggunakan buku identifikasi hingga menemukan ordo. Kelompokan
beberapa jenis serangga dalam kelompok-kelompok tersendiri berdasarkan ordonya.
Bandingkan antara tanah organik dan konvensional. Diskusikan data yang anda temukan.

Selamat Mengerjakan

Lembar Kerja Praktikum


PENGENALAN PENGENDALIAN MELALUI PENGELOLAAN FAKTOR EDAFIK

Hasil
1. Tanah Organik
No. Ordo Famili Populasi

2. Tanah Anorganik
No. Ordo Famili Populasi

Pembahasan

58
VII. TAKARAN BANYAKNYA PESTISIDA
YANG DIPERLUKAN

A. Latar Belakang
Pestisida merupakan alat pengendali organisme pengganggu yang sangat penting
peranannya di bidang pertanian. Kebanyakan pestisida mempunyai spektrum yang luas
sehingga seringkali memberikan dampak yang merugikan. Hal ini karena, dilihat dari daya
racunnya, pestisida juga dapat berifat sebagai biosida, sehingga dapat membahyakan
serangga berguna dan bentuk kehidupan lainnya. Interaksi biologis yang terjadi antara daya
racun pestisida dengan kehidupan di ekosistem tersebut dipengaruhi oleh dosis.
Umumnya pestisida tidak secara komersil tersedia dalam bentuk yang langsung dapat
diaplikasikan, tetapi harus dipreparasikan atau dipersiapkan terlebih dahulu. Penulisan atau
penggunaan nama dagang tertentu dalam buku-buku penuntun seringkali dihindari. Hal ini
dimaksudkan untuk tidak memberi kesan bahwa seolah-olah penulisnya mempromosikan
merek tertentu, karena suatu bahan aktif dapat dipasarkan dibawah beberapa nama dagang.
Oleh sebab itu anjuran penggunaan pestisida selalu dinyatakan dalam kadar bahan aktifnya,
atau konsentrasi formulasi dan volume semprot spesifik. Dengan demikian, untuk
menyiapkan larutan pestisida sesuai konsentrasi dan dosis yang direkomendasikan, kebutuhn
bahan aktif dalam larutan atau campuran, maka diperlukan suatu ketrampilan untuk dapat
menghitung banyaknya pestisida formulasi yang dibutuhkan sesuai luas lahan yang dimiliki.

B. Tujuan Praktikum/Tutorial :
Praktikum/Tutorial ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan melatih cara
menghitung kebutuhan (takaran) penggunaan pestisida atau takaran pestisida yang harus
digunakan dalam aplikasi.

C. MATERI :
a. Kegiatan 1 :
Persamaan 1
Persamaan 1 digunakan untuk menyiapkan larutan atau suspensi dari pestisida bentuk
“wettable powder”, emulsifiable concentrates, atau suatu bahan yang diketahui persentase
bahan aktifnya.

Kebutuhan Produk / Satuan % b.a. Re komendasixVolume Ssemprot


Volume Semprot  % b.a. Dalam Formulasi

1. Contoh untuk Emulsifiable Concentrates (EC)


Untuk penyemprotan ngengat kubis dibutuhkan 500 liter larutan yang mengandung 0,01%
b.a Insektisida Hostathion 40 EC. Berapa banyak (ml) Hostathion dibutuhkan untuk
keperluan tersebut ?
Diketahui :
1. Volume semprot = 500 liter
2. Konsentrasi rekomendasi = 0,01 % b.a.

3. Kandungan b.a. formulasi = 40 %


59
Perhitungan :
0,01 x 500
Kebutuhan Hostathion 
40
 0,125ltr.  125 ml

2. Contoh untuk Wettable Powders (WP)


Untuk penyemprotan hama penghisap bunga lada, diperlukan 1000 liter larutan yang
mengandung 0,14% b.a insektisida Sevidan 70 WP. Berapa banyak (kg) Sevidan dibutuhkan
untuk keperluan tersebut.
Diketahui :
a. Kandungan b.a. formulasi = 70 %
b. Volume semprot = 1000 ltr.
c. Konsentrasi rekomendasi = 003 %
Perhitungan :
0,03 1000
Kebutuhan Sevidan 
x
70
 2 kg
Persamaan 2
Persamaan 2 digunakan untuk menentukan jumlah formulasi yang dibutuhkan untuk
meliput (cover) areal terbatas bila kisaran rekomendasi (kg b.a./h dan %b.a.) dalam formulasi
telah diberikan atau diketahui.

Kebutuhn Produk / Satuan Re komendasib.a.untuk suatuluasan


Luasan  %b.a.Formulasi

1. Contoh untuk Emulsifiable Concentrates (EC)


Berapa banyaknya fungisida Folirfos 400 AS diperlukan untuk menyemprot areal
pertanaman tomat seluas 500 m2, jika rekomendasi kebutuhn bahan aktif 0,5 kg b.a. / h. ?
Diketahui :
a> Rekomendasi bahan aktif = 0,5 kg b.a. / h.
b> Luas lahan = 500 m2
c> Kandungan b.a. formulasi = 400 g / ltr = 40 %
Perhitungan
Kebutuhan Produk per 500 m 2 0,5 kg x 500

0,40 x 10.000
 0,625 kg atau 0,625 ltr
 62,5 ml
2. Untuk wettable powders (WP), dust (D), dan granule (G)
Untuk mengendalikan hama kubis dibutuhkan 0,5 kg b.a/h insektisida Basma 35 WP.
Berapa banyak Basma dibutuhkan untuk keperluan menyemprot lahan seluas 2 h?
Diketahui :

60
a. Rekomendasi bahan aktif= 0,5 kg b.a./h
b. Luas lahan= 2 h
c. Kandungan b.a. formulasi= 35%
Perhitungan :
0,5kgb.a./
Kebutuhan Pr oduk Untuk 2 ha  x 2h
h
0,35
 2,857 kg
LATIHAN :
1. Berapa kebutuhn produk, Sevinthion 50 WP, untuk mengendalikan kubis seluas 5000 m2,
jika dosis rekomendasi adalah 0,6 kg b.a./h?

2. Insektisida Tambora 5 G dianjurkan untuk digunakan mengendalikan penggerak batang


dengan dosis 0,3 kg b.a./h. Berapa sebetulnya banyaknya Tambora 5 G yang
mengandung dosis sebesar itu?

3. Berdasarkan hasil penelitian, ternyata Wereng coklat dapat dikendalikan dengan sangat
memuaskan menggunakan Applaud 10 WP dengan dosis 0,6 kg b.a./h. Berapa kuantitas
Applaud diperlukan oleh Pak Mustari, kalau luas lahan sawahanya 4000 m2?

61
4. Untuk penyemprotan perusak daun kedelai dibutuhkan 800 liter larutan yang
mengandung 0,12% Insektisida Basudin 60 EC. Berapa banyak (ml) Basudin dibutuhkan
untuk keperluan tersebut?

b. Kegiatan 2 :

Di dalam brosur-brosur atau kemasan pestisida biasanya ditulis petunjuk penggunaan


dosis anjuran atau konsentrasi formulasi misal: 1,5 ml formulasi/1 liter air, dengan volume
semprot 600 liter air/hektar. Dengan data semacam ini berapa banyak (ltr) pestisida
diperlukan?

Perhitungan :
Dosis Pestisida: 1,5 ml / lt air ; dengan 600 liter air/h
Berarti diperlukan = 1,5 ml/lt x 600 lt
= 900 ml/h
Apabila lahan yang hendak diaplikasi seluas 1500 m2, maka perhitungannya sebagai berikut :
Luas lahan = 1500 m2 = 0,1500 h
Pestisida yang diperlukan = 0,1500 h x 900 ml/h
= 135 ml = 0,135 liter

Rumus : dosis formulasi


pestisida untuk = luas areal (h) x dosis pestisida/h
luasan tertentu

LATIHAN :
1. Pak Buang akan menyemprot tanaman kedelainya seluas 4500 m 2 untuk mengendalikan
ulat grayak. Pada kemasan tertulis rekomendasi penggunaan yaitu konsentrasi formulasi
4 ml/lt air, volume semprot 700 lt/h. Berapa liter insektisida yang dibutuhkan Pak Buang
untuk 4 kali aplikasi?

62
2. Untuk menyemprot ulat grayak pada pertanaman tembakaunya, Pak Karep telah
menentukan pilihn pestisida. Rekomendasi yang tertulis yaitu konsentrasi 0,75 ml/lt air,
volume semprot per h 400 liter. Berapa liter insektisida yang harus dibeli Pak Karep
untuk 2 kali aplikasi pada lahan seluas 7000 m2?

63
VIII. KALIBRASI KNAPSACK SPRAYER

A. Latar Belakang
Hasil yang dicapai oleh pestisida tidak hanya tergantung pada pilihn alat yang sesuai,
tetapi lebih banyak tergantung pada dosis tepat yang disemprotkan. Untuk menyiapkan
larutan yang sesuai dengan dosis produk yang tepat, harus ditetapkan volume yang akan
digunakan.
Kalibrasi adalah suatu usaha untuk menentukan atau memperbaiki ukuran yang
sesuai. Dalam kaitannya dengan penggunaan alat semprot, kalibrasi merupakan suatu cara
untuk menentukan jumlah volumen semprot yang akan digunakan pada satuan luas tertentu
dari lahan pertanaman. Dengan demikian kebutuhn dosis yang diperhitungkan untuk
kebutuhn lahan tersebut dapat betul-betul habis digunakan secara merata.
Alat semprot harus senantiasa diperiksa, apakah dalam keadaan baik, setiap kali akan
dilakukan aplikasi atau kalibrasi. Bila keadaannya baik dan siap pakai, maka kalibrasi dapat
dilakukan. Metode yang dapat dilakukan untuk kalibrasi yaitu Metode Waktu (Time Method)
atau Metode Luas (Area Method). Walaupun caranya berbeda tetapi dapat memberikan hasil
yang sama.

1. Kalibrasi Dengan Metode Waktu


Metode ini didasarkan pada penerapan volume semprotan yang telah ditentukan
dengan menghitung dan mengukur laju cyurah nosel (liter/menit). Cara ini dapat digunakan
untuk semua jenis alat semprot berukuran kecil sampai dengan pesawat terbang.
Lebar bidang semprot (swatch width) dari alat biasanya dapat berubah. Tahap pertama
yang harus dikerjakan dalam kalibrasi adalah mengukur petak yang akan digunakan.
Kecepatannya tidak mudah diubah dan oleh karena itu harus sudah diketahui sebelumnya.
Khusus untuk alat semprot tangan atau knapsack sprayer, kecepatan jalan dari operator harus
disesuaikan dengan keadaan medan dan juga dengan waktu kerja yang biasanya
dilaksanakan. Untuk penggunaan alat semprot mobil (yang mudah bergerak), maka
kecepatannya harus disesuaikan dengan keadaan alami dari permukaan tanah, untuk
menghasilkan aplikasi serata mungkin.
Penghitungan laju curah (flowrate) larutan yang keluar per satuan waktu dapat
dilakukan setelah bidang semprot, kecepatan jalan operator, dan volume semprotan diketahui.
Rumus : Lebar Kecepatan
Laju curah pada
bidang jalan Volume
tekanan tertentu = Semprot (m) x (m/detik) x semprot (lt/h)
(ltr/mnt) 1000 m2 / h

Catatan : Laju curah berbeda untuk tekanan dan jenis nosel yang berbeda (hanya untuk satu
nosel saja), untuk alat semprot tipe gendong, tekanan harus dipertahankan tetap
dengan cara memompa secara tetap.

64
2. Kalibrasi dengan Metode Luasan
Metode ini digunakan untuk pohon-pohon atau rumpun-rumpun yang tinggi, juga
diterapkan pada alat semprot yang sukar ditentukan laju curahanya, misal pengabut. Tahap
pertama dalam kalibrasi adalah memberi tanda patokan pada petak percobaan yang akan
mendapat perlakuan seluas tidak kurang 500 m 2. Tanaman yang ada dalam petak jumlahanya
harus merupakan rata-rata dari seluruh bidang yang nantinya mendapat perlakuan. Setelah
aplikasi siap dilaksanakan, kemudian mengisi sejumlah air ke dalam tangki dengan ukuran
yang tepat. Lalu semprotkan pada petak percobaan dengan kecepatan kerja yang biasa
dilakukan oleh operator, dan dengan menghitung volume air yang tersisa, dapat dihitung
volume semprotan. Untuk menghitung volume semprotan dalam liter per hektar jumlah liter
harus dikalikan dengan 10.000 dan dibagi jumlah luas (m2) dari petak percobaan tersebut.

B. Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan pengalaman praktis
kepada mahasiswa cara mengukur kebutuhan volume semprotan per satuan luasan lahan.

C. Langkah Kerja
Tahap yang Harus Dilakukan dalam Kalibrasi
(untuk metode waktu)
1. Tentukan laju curah (flowrate) sprayer
Isi tangki dengan sejumlah air, tutup rapat pompa sampai tekanan tertentu, kemudian
dengan bantuan stop watch dan gelas ukur tentukan volume air yang keluar selama satu
menit.
2. Tentukan banyaknya pestisida yang dibutuhkan untuk menyemprot lahan yang luasnya
diketahui (misal 8.000 m2).
3. Tentukan lebar ayunan semprot (nosel), untuk knapsack, biasanya 1 meter. Tergantung
pada arah angin, arah jalan penyemprot akan ditentukan pula. Berdasarkan Hal ini akan
ditentukan berapa kali penyemprot harus berjalan bolak balik supaya dapat menyemprot
seluruh areal pertanaman dengan rata.
4. Dengan mengetahui data laju curah dan volume total cairan yang harus dihabiskan untuk
lahan tersebut maka diketahui lamanya penyemprotan. Waktu yang diperlukan oleh
penyemprot untuk satu kali melintasi lahan dari sisi satu ke sisi lainnya (T menit)
diperoleh dari waktu total dibagi dengan berapa kali ia harus berjalan bolak balik.
5. Penyemprot harus melatih diri berjalan dengan sprayer di punggung penuh berisi air dan
berjalan dilahan yang sebenarnya (bukan di jalan beraspal licin) untuk mendapatkan laju
yang sesuai sehingga lintasan yang harus ditempuh itu dapat diselesaikan dalam waktu T
tersebut. Bila laju yang sesuai sudah ditemukan, ia masih harus berlatih beberapa kali
untuk “meresapkan” kebiasaan melangkah dengan menggunakan laju tersebut.

Tidak semua orang dapat mengatur laju jalannya dengan mudah. Sebetulnya salah satu
cara yang dapat ditempuh adalah dengan mengubah besarnya nosel sehingga sesuai dengan

65
laju jalan, namun dalam praktek, Hal tersebut tidak dapat dilakukan karena tidak tersedia
pilihan nosel. Dengan demikian Hal yang masih dapat disesuaikan adalah volume air yang
dipakai sebagai pelarut. Dalam cara kedua ini langkah 1–3 dari cara pertama tetap sama. Pada
tahap berikutnya si penyemprot harus menentukan sendiri laju jalan yang dikehendaki dan
selama melakukan penyemprotan ia harus berjalan dengan menggunakan laju tersebut secara
konsisten. Dengan demikian dapatlah ditentukan waktu yang diperlukan oleh penyemprot
untuk berjalan melintasi lahan. Bila data lebar ayunan semprotan (nosel) dan berapa kali
penyemprot harus berjalan bolak balik untuk menyemprot seluruh lahan digabungkan maka
volume total air yang diperlukan untuk menyemprotlahan tersebut dapat dihitung.
Lengkapilah daftar isian berikut ini : (penentuan kalibrasi cara pertama).
1. Tentukan laju curah knapsack sprayer. Lakukanlah seperti diterangkan dalam tahap
pertama (no. 1). Catat hasilnya ............................. ml/menit.
2. Misalkan lahan berukuran 40 x 20 m. Penyemprot berjalan melintasi lebar lahan. Berarti
untuk menyemprot seluruh lahan (lebar ayunan 1 meter) ia harus melintasi lahan bolak
balik sebanyak 40 kali.
3. Tentukan sendiri insektisida yang akan digunakan dalam LATIHAN ini. Catat dosis
kebutuhan tiap hektarnya ………….. ml/ha (atau gram/h). Hitung pula kebutuhan
formulasi untuk lahan seluas 40 x 20 m tadi serta volume air yang diperlukan kalau untuk
per ha-nya dipakai 500 liter air.
Kebutuhan insektisida untuk lahan ini............................ml (atau gram)
20 x 40 x 500
Kebutuhan Air 
lt  40 liter
10000
4. Waktu keseluruhaan (total) yang diperlukan untuk penyemprotan secara terus menerus
adalah
volumekebutuhanair lt 
Ttotal 
laju curah sprayer (lt / menit)

5. Waktu yang diperlukan untuk satu kali melintas (T) adalah TTotal / jumlah lintasan (dalam
contoh ini = 40).
6. Laju jalan adalah jarak lintasan / T (dalam LATIHAN ini jarak lintasan 20 m). Latihlah
berjalan dengan menggunakan laju jalan tersebut.
7. Penyemprotan yang sebenarnya dengan menggunakan insektisida baru dilakukan setelah
langkah no. 6 dapat diselesaikan dengan baik.

66
IX. PENYEMPROTAN SESUAI REKOMENDASI

Untuk dapat menyemprot sesuai dengan rekomendasi, maka operator terlebih dahulu harus
mengetahui :
 Rekomendasi yang ditulis pada kemasan pestisida (ml atau gram per liter air dan
volume semprot per ha)
 Luas lahan yang akan disemprot dalam meter persegi (m²)

Selanjutnya dengan bantuan Tabel A dan B dapat ditentukan :


 Berapa banyak pestisida yang harus dibeli di toko (Tabel A)
 Berapa banyak kebutuhan pestisida untuk satu tangki (Tabel A)
 Berapa tangki (isi 17 liter) yang diperlukan untuk luasan lahan yang akan disemprot
(Tabel B)
Cara Menggunakan Tabel A Dan B
Dengan mengikuti urut-urutan yang tertulis ini maka para operator dapat menghitung sendiri
banyaknya pestisida yang diperlukannya.

Tabel A
1. Bacalah rekomendasi pestisida yang diperlukan (ml atau gram per liter dan volume
semprot per ha) yang tertulis pada kemasan pestisida tersebut. Catat kedua angka itu
baik-baik.
2. Lihat kolom 1 atau kolom 2 apakah tertulis ml atau gram per 10 liter air (angka yang
tertulis dalam rekomendasi)
3. Pada kolom 3 terdapat 4 macam bilangan yang menunjukkan banyaknya volume semprot
(300, 500, 700, dan 1000 liter per ha). Pilih satu yang sesuai dengan rekomendasi.
Apabila tidak tertulis volume semprotnya, maka gunakan angka 500.
4. Pilih satu kolom dari kolom 4 sampai kolom 10 luas yang sesuai dengan luas lahan
yang akan disemprot
5. Hubungkan garis yang diperoleh dari butir 3 dan butir 4 sehingga diperoleh satu angka,
yaitu banyaknya pestisida yang harus dibeli di toko (untuk satu kali penyemprotan).
6. Pada garis yang sama, tetapi pada kolom 11, terdapat angka yang menunjukkan
banyaknya pestisida yang diperlukan untuk tiap tangki 17 liter.

Tabel B
1. Pilih volume semprot yang direkomendasikan (sesuai angka tersebut dengan angka yang
dipilih pada Tabel A butir 3).
2. Pilih salah satu dari kolom 2 sampai 8 luas yang sesuai dengan luas lahan yang akan
disemprot.
3. Hubungkan garis yang diperoleh dari butir 1 dan 2 di atas sehingga diperoleh satu angka.
Angka tersebut menunjukkan jumlah tangki (17 liter) yang diperlukan untuk luas
lahan yang akan disemprot.

67
68

Tabel A : Banyaknya pestisida yang perlu dibeli berdasarkan luasan lahan untuk setiap penyemprotan

Rekomendasi Banyaknya ml atau g pestisida yang harus dibeli Banyaknya


ml atau g
Baris ml atau g Luas lahan (m²)
Vol pestisida
ke per semprot diperlukan
per 10 l 250 500 1000 2000 3000 4000 5000 per tangki (17
l l/ha
l)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 0.5 5 300 4 8.5 17 30 47 59.5 76.5 8.5
2 0.5 5 500 6.5 12.5 25.5 51 76.5 102 123.5 8.5
3 0.5 5 700 8.5 17 34 64 106 140 174.5 8.5
4 0.5 5 1000 12.5 25.5 51 102 149 200 240.5 8.5
5 1.0 10 300 8.5 17 34 59.5 93.5 119 153 17
6 1.0 10 500 13 25.5 51 102 153 204 246.5 17
7 1.0 10 700 17 34 68 136 212.5 280.5 348.5 17
8 1.0 10 1000 25.5 51 102 204 297.5 399.5 501.5 17
9 1.5 15 300 12.5 25.5 51 89 140 178.5 229.5 25.5
10 1.5 15 500 19 38 76.5 153 229.5 306 370 25.5
11 1.5 15 700 25.5 51 102 200 318.5 420.5 523 25.5
12 1.5 15 1000 38 76.5 153 306 446.5 599.5 742 25.5
13 2.0 20 300 17 34 68 119 187 238 306 34
14 2.0 20 500 25.5 51 102 204 306 408 493 34
15 2.0 20 700 34 68 136 272 425 561 697 34
16 2.0 20 1000 51 102 204 408 595 799 1003 34
17 2.5 25 300 21.5 42.5 85 149 233.5 297.5 382.5 42.5
18 2.5 25 500 32 63.5 127.5 255 382.5 510 616.5 42.5
19 2.5 25 700 42.5 85 170 340 531 701 871.5 42.5
20 2.5 25 1000 63.5 127.5 255 510 744 999 1253.5 42.5

68
69

Lanjutan Tabel A

Rekomendasi Banyaknya ml atau g pestisida yang harus dibeli Banyaknya


ml atau g Luas lahan (m²) ml atau g
Baris Vol pestisida
ke per semprot diperlukan
per 10 l l/ha 250 500 1000 2000 3000 4000 5000 per tangki (17
l
l)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
21 3.0 30 300 25.5 51 102 178.5 280.5 357 459 51
22 3.0 30 500 38 76.5 153 306 459 612 739.5 51
23 3.0 30 700 51 102 204 400 637.5 841.5 1045.5 51
24 3.0 30 1000 76.5 153 306 612 892.5 1198.5 1504.5 51
25 3.5 35 300 29.5 59.5 119 208.5 327.5 416.5 535.5 59.5
26 3.5 35 500 44.5 89 178.5 357 535.5 714 863 59.5
27 3.5 35 700 59.5 119 238 464 743.5 982 1220 59.5
28 3.5 35 1000 89 178.5 357 714 1041.5 1398.5 1745 59.5
29 4.0 40 300 34 68 136 238 374 476 612 68
30 4.0 40 500 51 102 204 408 612 816 986 68
31 4.0 40 700 68 136 272 544 850 1122 1394 68
32 4.0 40 1000 102 204 408 816 1190 1598 2006 68
33 4.5 45 300 38 76.5 153 268 420.5 535.5 688.5 76.5
34 4.5 45 500 57.5 114.5 229.5 459 688.5 918 1109.5 76.5
35 4.5 45 700 76.5 153 306 612 956 1262 1568.5 76.5
36 4.5 45 1000 114.5 229.5 459 918 1339 1798 2256.5 76.5
37 5.0 50 300 42.5 85 170 297.5 467.5 595 965 85
38 5.0 50 500 64 127.5 255 510 765 1020 1232.5 85
39 5.0 50 700 85 170 340 680 1062.5 1402.5 1742.5 85
40 5.0 50 1000 127.5 255 510 1020 1487.5 1997.5 1507.5 85

69
Tabel B : Jumlah tangki (17 l) yang diperlukan, berdasarkan luas lahan yang akan
disemprot untuk setiap penyemprotan

Rekomenda Jml. Tangki (17 l) yang diperlukan


Bari si kemasan
Luas lahan (m²)
s ke (liter air
per ha) 250 500 1000 2000 3000 4000 5000
1 2 3 4 5 6 7 8
1 300 0.5 1 2 3.5 5.5 7 9
2 500 0.75 1.5 3 6 9 12 14.5

3 700 1 2 4 8 12.5 16 20.5

4 1000 1.5 3 6 12 17.5 24 29.5

Contoh 1
Pak Ponidi mempunyai lahan seluas 3000 m² . Dia sudah memilih insektisida ”X” untuk
mengendalikan hama yang menyerang tanamannya. Pada petunjuk pemakaian dia membaca
diperlukan konsentrasi 2,5 ml/l dengan volume semprot 700 l air per ha.

Lihat pada Tabel A :


1. Rekomendasi konsentrasi adalah 2,5 ml/l dan vol. Semprot 700 l/ha
2. Rekomendasi 2,5 ml/l terdapat pada kolom 1 baris 17, 18, 19 dan 20.
3. Dia memilih baris 19 karena sesuai dengan rekomendasi (700 l/ha)
4. Luas lahannya 3000 m² , terdapat pada kolom 8.
5. Dari kolom 8 dan baris 19 terdapat angka 531 ml. Jadi untuk setiap penyemprotan dia
harus membeli 531 ml insektisida di toko.
6. Pada kolom 11 dan baris 19 terdapat angka 42,5 ml. Ini berarti setiap tangki dia harus
memasukkan 42,5 ml insektisida.

70
Tabel A
Banyaknya ml atau g pestisida yang harus
Rekomendasi dibeli Banyaknya
ml atau ml atau g
Ba Luas lahan (m²)
g Vol pestisida
ris
pe semp diperlukan
ke
per r rot 100 200 300 400 500 per tangki
250 500
l 10 l/ha 0 0 0 0 0 (17 l)
l
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

17 34 68
500 25.5 51 102 204
2.0 20 700 34 68 136 272 425
16 2.0 20 1000 51 102 204 408 595 799 1003
17 2.5 25 300 21.5 42.5 85 149 233.5 297.5 382.5 42.5
127.
18 2.5 25 500 32 63.5 255 382.5 510 616.5 42.5
5
19 2.5 25 700 42.5 85 170 340 531 701 871.5 42.5
127. 1253.
20 2.5 25 1000 63.5 255 510 744 999 42.5
5 5

Pada Tabel B
1. Pak Ponidi memilih baris 3 pada kolom 1 (sesuai dengan Tabel A)
2. Dia memilih kolom 6 karena luas lahannya 3000 m².
3. Dari kolom 6 dan baris 3 terdapat angka 12,5. Ini berarti untuk lahannya diperlukan 12,5
tangki

71
Tabel B
Rekomenda Jml. Tangki (17 l) yang diperlukan
Bari si kemasan Luas lahan (m²)
s ke (liter air
per ha) 250 500 1000 2000 3000 4000 5000
1 2 3 4 5 6 7 8
1 300 0.5 1 2 3.5 5.5 7 9
2 500 0.75 1.5 3 6 9 12 14.5
3 700 1 2 4 8 12.5 16 20.5
4 1000 1.5 3 6 12 17.5 24 29.5

Contoh 2
Pak Bedu mempunyai lahan seluas 1500 m². Dia ingin menyemprot penyakit yang
menyerang tanamannya, dan memilih fungisida ”Y”. Pada petunjuk tertulis : diperlukan 30
gram/10 liter

Lihat pada Tabel A


1. Rekomendasi adalah 30 gram/10 liter.
2. Rekomendasi 30 gram/10 liter terdapat pada baris 21, 22, 23, dan 24.
3. Karena tidak ada rekomendasi untuk volume semprot, maka dipilih angka 500 dan ada
pada baris 22.
4. Karena luas lahannya 1500 m², maka yang dilihat adalah luas lahan 500 m² + 1000 m²
(kolom 5 dan 6)
5. Dari kolom 5 dan 6 serta baris 22 diperoleh angka 76,5 gram + 153 gram = 229,5 gram
untuk jumlah fungisida
6. Pada baris 22 dan kolom 11 diperoleh angka 51 gram yaitu fungisida untuk setiap

tangki Tabel A
Banyaknya ml atau g pestisida yang harus
Rekomendasi dibeli Banyaknya
ml atau ml atau g
Ba Luas lahan (m²)
g Vol pestisida
ris
pe semp 500 100 diperlukan
ke
per r rot 0 200 300 400 500 per tangki
250
l 10 l/ha 0 0 0 0 (17 l)
l
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

72
178. 280.
21 3.0 30 300 25.5 51 102 51
5 357 459
5
22 3.0 739. 51
30 500 38 76.5 153 306 459 612 5
23 3.0 30 700 51 102 204 400
637. 841. 104
5 5 5.5 51
24 3.0 30 1000 76.5 153 306 612
892. 119 150
208. 5 8.5 4.5 51
25 3.5 35 300 29.5 59.5 119 5 327. 416. 535.
178. 5 5 5 59.5
35 500 44.5 89 357
5 535.
714
700 59.5 119 238 464 5

Pada Tabel B
1. Pak Bedu memilih baris 2 (sesuai dengan Tabel A)
2. Dia memilih kolom 3 dan 4 (karena luasnya 1500 m²)
3. Dari baris 2 dan kolom 3 serta 4 diperoleh angka 1,5 + 3 = 4,5. Ini berarti Pak Bedu
harus menyemprot lahannya sebanyak 4,5 tangki

Tabel B
Rekomenda Jml. Tangki (17 l) yang diperlukan
Bari si kemasan Luas lahan (m²)
s ke (liter air
per ha) 250 500 1000 2000 3000 4000 5000
1 2 3 4 5 6 7 8
1 300 0.5 1 2 3.5 5.5 7 9
2 500 0.75 1.5 3 6 9 12 14.5
3 700 1 2 4 8 12.5 16 20.5
4 1000 1.5 3 6 12 17.5 24 29.5

73
VIII. DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2002. Petunjuk Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Jurusan


Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya.
Malang 30 hal.

Borror, D.J., C.A. Triplehorn N.F. Johnson. 1996. Pengantar Pelajaran Serangga. Edisi
Keenam. Diterjemahkan Partosoedjono dan Brotowijoyo. Gadjah Mada
University Press. 1083 hal.

Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. 754 hal.

Shepard, B.M., A.T. Barrion and J.A. Litsinger. 1987. Helpful Insects, Spiders and
Pathogens. IRRI. Los Banos. Philippines. 127 pages.

Syekhfani, 2003. Pengelolaan Tanah Secara Organik. Prosiding lokakarya Pertanian


Organik Nasional. Tanggal 7-8 Oktober 2002. Universitas Brawijaya. Hal. 14-
23.

Tarno, H. dan B.T. Rahardjo, 2003. Penuntun Praktikum Nematologi Tumbuhan. Jurusan
Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Malang. 26 hal.

74

Anda mungkin juga menyukai