Anda di halaman 1dari 3

Dalam pelaksanaan ketentuan Pasal 17 UUPA, keluar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

(Perpu) Nomor 56 Tahun 1960 oleh pemerintah pada 29 Desember 1960 yang mulai berlaku 1 Januari
1961. Perpu Nomor 56 Tahun 1960 kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang nomor 56 Prp Tahun
1960. Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 terkenal sebagai undang-undang landreform. Salah
satu hal yang diatur dalam undang-undang ini mengenai penebusan tanah-tanah pertanian yang
digadaikan.

Pertanyaan :

Menurut analisis saudara, apa perbedaan gadai dalam tanah pertanian yang diatur dalam hukum
pertanahan dengan gadai dalam hukum perdata BW ?

Salam Success,
Ijinkan saya untuk menyampaikan pendapat pada diskusi sesi 5 ini.
Tanah pertanian adalah tanah yang digunakan untuk kegiatan pertanian, peternakan, perkebunan,
dan/atau perikanan.
Gadai dalam tanah pertanian diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Pada pasal 16 disebutkan mengenai hak atas
tanah, salah satunya adalah gadai yang selanjutnya dijelaskan pada pasal 53.
Hak atas tanah pertanian dapat digadaikan untuk mendapatkan pinjaman. Dalam hal ini pemberi
pinjaman akan memperoleh hak tanggungan atas tanah pertanian. Dan salah satu syarat untuk
dapat digadai adalah tanah tersebut harus terdaftar serta memiliki sertifikat yang sah dan masih
berlaku.
Pada Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 pasal 7 disebutkan batas gadai selama 7 tahun

Menurut ketentuan Pasal 1150 KUHP, gadai adalah hak yang diperoleh pemberi pinjaman atas
suatu benda yang diserahkan oleh peminjam atas namanya, sebagai jaminan hutang. Pasal 1152
KUHPerdata yang menyebutkan bahwa gadai harus dibuat secara tertulis dan dicatatkan pada
daftar gadai yang disimpan oleh pengadilan negeri di tempat asal peminjam. Ketentuan ini
bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan melindungi kepentingan pihak-pihak yang
terkait dengan gadai.
Gadai hanya semata-mata ditujukan bagi pelunasan hutang. Gadai tidaklah memberikan hak
kepada Pemberi pinjaman untuk memanfaatkan benda yang digadaikan, terlebih lagi
mengalihkan atau memindahkan penguasaan atas benda yang digadaikan tanpa izin dari
Peminjam.
Sumber:
- Modul Administrasi Pertanahan (nandang A. Deliarnoor, Puerwaningdyah, Agus
Wahyudi)
- https://student-activity.binus.ac.id/himslaw/2019/10/perspektif-gadai-dalam-hukum-
perdata/
- Materi inisiasi tuton sesi 5

Namun, dalam melakukan gadai atas tanah pertanian, terdapat beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi, antara lain:

Tanah yang digadaikan harus memiliki sertifikat hak atas tanah yang sah dan masih berlaku.

Pemberi pinjaman atau kreditur harus memiliki izin dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional untuk memberikan pinjaman dengan jaminan tanah pertanian.

Pemberi pinjaman atau kreditur harus memberikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pertanahan
setempat mengenai pengenaan hak tanggungan atas tanah pertanian.

Dalam hal debitur gagal membayar pinjaman atau kredit, maka kreditur berhak melakukan eksekusi
terhadap hak tanggungan yang dimilikinya atas tanah pertanian tersebut. Namun, eksekusi harus
dilakukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam peraturan perundang-
undangan dan tidak mengganggu hak-hak pihak lain yang berkepentingan atas tanah tersebut.

Gadai dalam hukum perdata diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang
berlaku di Indonesia. Menurut Pasal 1150 KUHPerdata, gadai adalah hak yang diberikan oleh seorang
kreditur kepada seorang debitur dengan memberikan kekuasaan atas barang bergerak yang dimiliki oleh
debitur tersebut sebagai jaminan atas pelunasan utang.

Dalam pengertian ini, gadai pada dasarnya adalah suatu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada
kreditur atas barang-barang bergerak yang dimilikinya untuk menjamin pembayaran utang atau
pinjaman yang diberikan oleh kreditur kepada debitur. Barang-barang yang dapat digadaikan adalah
barang-barang bergerak yang dapat dipindahtangankan seperti kendaraan, perhiasan, logam mulia, dan
lain sebagainya.

Gadai dalam hukum perdata diatur lebih lanjut dalam Pasal 1152 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa
gadai harus dibuat secara tertulis dan dicatatkan pada daftar gadai yang disimpan oleh pengadilan negeri
di tempat asal debitur. Ketentuan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan melindungi
kepentingan pihak-pihak yang terkait dengan gadai.
Dalam hal debitur tidak dapat melunasi utangnya, maka kreditur berhak untuk melakukan eksekusi atas
barang yang digadaikan tersebut, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika nilai gadai lebih rendah daripada utang yang harus
dilunasi, maka kreditur berhak untuk menuntut sisa utang dari debitur. Sedangkan jika nilai gadai lebih
tinggi daripada utang yang harus dilunasi, maka kreditur harus mengembalikan selisih nilai gadai kepada
debitur setelah utang dilunasi.

Anda mungkin juga menyukai