Anda di halaman 1dari 13

Strategi Pengembangan Agroindustri Kakao Berbasis Kelompok Tani Di Propinsi Sumatera Barat

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KAKAO BERBASIS


KELOMPOK TANI DI PROPINSI SUMATERA BARAT

Zulfiandri1, Marimin2
1
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Esa Unggul-Jakarta
2
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB
Jalan Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510
zulfiandri@esaunggul.ac.id

Abstract
West Sumatrasince 2005 was declaredas a center for Indonesian cocoaat western portion.
Various programs for the production and productivity of cocoa launched by the provincial
government and the central government. Neither the form ofthe expansion of planting area
and also the provision of quality seeds of cocoa. Almost allareasin West Sumatra suitable
for the cultivation of cocoa, so the cocoa planting area covers almost all the districts in the
province. Added acreage make significant increase of cocoa production in West Sumatra.
Increased production, planning should be made to anticipate the marketing of cocoa
production people. One way is to establish agro-based cocoa in West Sumatra province.
This paper will discuss the selection of the center location sand their cocoa agro-based
development strategy community. The selectionis based on the development strategy of the
group with the intention that added value can come enjoyed by the group. The plan consists
ofa medium-term strategy and along term target of total area and total production.

Keywords: cocoa, strategicplans, MPE, AHP

Pendahuluan menjadi 118.447 ton pada periode sama 2011.


Kakao merupakan salah satu Penerapan bea keluar progresif biji kakao
komoditas perkebunan yang peranannya antara 5 - 15 persen berdampak pada
cukup penting bagi perekonomian nasional, peningkatan kapasitas industri hilir di dalam
khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, negeri.
sumber pendapatan dan devisa negara. Perkebunan kakao Indonesia
Disamping itu kakao juga berperan dalam mengalami perkembangan pesat sejak awal
mendorong pengembangan wilayah dan tahun 1980-an dan pada tahun 2002, areal
pengembangan agroindustri. Pada tahun perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas
2002, perkebunan kakao telah menyediakan 914.051 ha dimana sebagian besar (87,4%)
lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi dikelola oleh rakyat dan selebihnya 6,0%
sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang perkebunan besar negara serta 6,7%
sebagian besar berada di Kawasan Timur perkebunan besar swasta. Jenis tanaman
Indonesia (KTI) serta memberikan kakao yang diusahakan sebagian besar adalah
sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor jenis kakao lindak dengan sentra produksi
perkebunan setelah karet dan kelapa sawit utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi
dengan nilai sebesar US $ 701 juta. Tenggara dan Sulawesi Tengah. Disamping
Ekspor biji kakao sepanjang semester itu juga diusahakan jenis kakao mulia oleh
pertama 2012 anjlok 44,18 persen menjadi perkebunan besar negara di Jawa Timur dan
66.120 ton. Penyebabnya karena bahan baku Jawa Tengah.
cokelat itu diserap oleh industri pengolahan Program revitalisasi kakao melalui
dalam negeri. Ekspor biji kakao terus Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu
menurun sejak penerapan bea keluar pada Kakao Nasional (GERNAS) sudah
2010. Ekspor pada semester I/2010 masih berlangsung selama 3 tahun (2009 - 2011).
184.281 ton, lalu menurun 35,72 persen Program GERNAS secara nyata

Jurnal Inovisi™ Volume 8 , Nomor 1, April 2012 1


Strategi Pengembangan Agroindustri Kakao Berbasis Kelompok Tani Di Propinsi Sumatera Barat

meningkatkan kinerja (performance) dan Agroindustri merupakan usaha


produktivitas tanaman. Dampak Program pengolahan bahan mentah dari tumbuhan dan
GERNAS antara lain munculnya daerah- hewan. Lebih jauh lagi Darwis et.al (1983)
daerah sentra produksi kakao baru. Sumatera menyepakati agroindustri sebagai kegiatan
Barat berpotensi menjadi sentra produksi industri yang menggunakan hasil pertanian
kakao yang baru, bahkan menjadi daerah dalam artian luas sebagai bahan baku,
penghasil utama kakao di wilayah barat termasuk juga kegiatan merancang dan
Indonesia. Ketersediaan lahan, dukungan menyediakan peralatan dan mesin serta jasa
iklim, SDM dan Pemerintah Daerah menjadi untuk kegiatan tersebut.
factor penting yang dimiliki wilayah Lukmana (1995) menyatakan bahwa
Sumatera Barat, yang sekaligus mendukung pengembangan agroindustri berdasarkan skala
perkembangan komoditas kakao dan usahanya dikelompokkan atas dua, yaitu skala
mewujudkan program Indonesia menjadi kecil-menengah, dan skala menengah-besar.
produsen kakao terbesar dunia. Kriteria tersebut berdasarkan nilai kekayaan
Di sisi lain, saat ini perkembangan perusahaan tidak ternasuk asset tidak
industri hilir kakao dalam negeri terus bergerak.
meningkat sebagai dampak kebijakan
Pemerintah dalam sektor perdagangan. Metode Perbandingan Eksponensial
Dengan demikian perlu dukungan Metode Perbandingan Eksponensial
ketersediaan bahan baku biji kakao yang (MPE) merupakan salah satu metode
berkualitas secara berkesinambungan guna pengambilan keputusan yang
mendukung keberlanjutan industri dalam mengkuantifikasikan pendapat seseorang atau
negeri. Beberapa kendala masih dijumpai lebih dalam skala tertentu. Pada prinsipnya
mulai sektor hulu hingga hilir untuk metode ini menggunakan metode skoring
menghasilkan biji kakao yang berkualitas dan terhadap berbagai alternatif pilihan yang ada.
perlu tindakan penanganan secara terintegrasi Dengan perhitungan secara eksponensial,
antar berbagai pihak. Dalam hal ini sangat perbedaan nilai antar kriteria dapat dibedakan
diperlukan dukungan teknologi yang tergantung kepada kemampuan orang yang
berkelanjutan sesuai kondisi permasalahan menilai (Marimin, 2004).
terkini.
Pemerintah Provinsi Sumatra Barat Analitical Hierarchy Proses
(Sumbar) menargetkan, hingga tahun 2010 Proses Hierarki Analitik (Analytical
luas areal kebun kakao (coklat) di daerah ini Hierarchy Process/AHP) adalah suatu
telah mencapai 108.098 hektar. Luas tersebut metode yang dapat digunakan oleh pengambil
sesuai dengan target saat pencanangan keputusan agar dapat memahami kondisi
Sumbar sebagai sentra utama komoditi kako suatu sistem dan membantu dalam melakukan
di wilayah Indonesia bagian Barat sejak tahun prediksi dan pengambilan keputusan. Prinsip
2005. Saat pencanangan tersebut luas kebun kerja adalah penyederhanaan suatu masalah
kakao di Sumbar baru mencapai 25.042 kompleks yang tidak terstruktur, strategic dan
hektar dan dilakukan pengembangan besar- dinamik menjadi sebuah bagian-bagian dan
besaran komoditi ekspor itu dengan target tertata dalam suatu hierarki. Pemahaman
dalam lima tahun luas kebun telah mencapai hierarki adalah terdapat level-level dengan di
108.098 hektar. awali dengan tujuan, kriteria, alternatif.
Untuk realisasikannya, maka setiap Pemberian bobot pada setiap level dilakukan
tahun ditargetkan dibuka kebun baru untuk dengan perbandingan berpasangan (pairwise
tanaman kakao seluas 12.275 hektar. Guna comparisons), menjadi himpunan bilangan
mewujudkan Sumbar sebagai sentra kako yang mempresentasikan prioritas relatif dari
wilayah Barat Indonesia, pemerintah daerah setiap kriteria dan alternatif.
di Sumbar juga menyediakan bibit tanaman Analitikal Hierarki proses prinsip
dan diberikan secara gratis kepada kerja adalah penyederhanaan suatu persoalan
masyarakat untuk menanamnya. komplek yang tidak terstruktur, strategik, dan
2 Jurnal Inovisi™ Volume 8 , Nomor 1, April 2012
Strategi Pengembangan Agroindustri Kakao Berbasis Kelompok Tani Di Propinsi Sumatera Barat

dinamik menjadi sebuah bagian-bagian dan program/rencana aksi pengembangan


tertata dalam sutu hierarki. Tingkat (Kementerian Perindustrian, 2009).
kepentingan setiap variabel di beri nilai Perkembangan areal perkebunan
numerik, untuk member arti penting variabel kakao rakyat ini disatu sisi menggembirakan
dan di bandingkan dengan variabel lain. AHP namun di sisi lain mengkhawatirkan,
di mulai dengan goal sasaran, lalu kriteria Motivasi petani kakao rakyat akan menurun
pertama, sub-kriteria dan alternatif. Format jika pemasaran biji kakao mengalami
hierarki disesuaikan dengan tingkat hambatan, atau harga yang ditawarkan tidak
kepentingan dan kompleksitas masalah. sesuai dengan usaha yang telah dikeluarkan.
Bobot di beri secara intuitif oleh pakar Penelitian ini mengevaluasi
dengan melakukan perbandingan berpasangan pengembangan kakao rakyat di Propinsi
(pairwise comparison), sehingga di dapatkan Sumatera Barat, pemilihan daerah untuk
prioritas relative dari setiap kriteria dan sentra pengembangan agroindustri utama, dan
alternatif. strategi pengembangan industri kakao rakyat
Sebuah keputusan memerlukan di masa depan di Propinsi tersebut. Persoalan
dukungan metode untuk sebuah keputusan di lihat dengan pendekatan sistem dengan
yang kompleks dan sulit. Pertimbangan melakukan studi literatur, analisis kelayakan
antara kegunaan dan model utama suatu industri hilir kakao rakyat, pemilihan lokasi
model harus didapatkan. AHP merupakan sentra agroindustri kakao rakyat dengan
sebuah metode yang telah biasa dipakai di teknik Composit Performance Index (CPI)
kalangan akademisi dan telah luas dipakai dan analisis dengan teknik analitical hierarki
oleh para praktisi. Hal ini tentu karena proses dan strategi ke depan menggunakan
kemudahan penerapan dan mengikuti cara pendekatan Strength-Weak-Opportunity-
intuitif berfikir para manajer (Alessio dan Threat (SWOT) dilanjutkan dengan logical
Labib, 2009). AHP masih terdapat beberapa framework analysisuntuk menyusun Rencana
perselisihan teoritis. Hal yang paling Strategis.
diperdebatkan adalah tentang pemeringkatan
yang dibalik. Asumsi kriteria independensi Tujuan
(korelasi) mungkin kadang-kadang menjadi 1. Menggunakan pendekatan sistem untuk
keterbatasan AHP (dan metode MCDM lain). identifikasi dan analisis pengembangan
Proses Analytic Network (ANP), generalisasi agroindustri kakao
dari AHP dengan umpan balik untuk 2. Memilih sentra agroindustri kakao rakyat
menyesuaikan bobot, mungkin menjadi dan rencana strategis pengembangannya
solusi. Namun pembuat keputusan harus berbasis kelompok.
menjawab sejumlah pertanyaan yang jauh
lebih besar, yang mungkin cukup kompleks: Ruang lingkup
misalnya "Mengingat alternatif dan kriteria, Paper ini meliputi pendapat pakar dan
yang mana dari dua alternatif mempengaruhi studi literatur untuk akuisisi pengetahuan.
kriteria yang diberikan lebih banyak dan Lingkup pembahasan meliputi:
berapa banyak lebih dari alternatif lain" 1. Pemilihan daerah sentra pengembangan
(Saaty dan Takizawa, 1986). agroindustri kakao berbasis kelompok
Pemilihan hirarki dan skala penilaian tani di Sumatera Barat.
adalah penting dan sulit. Soal metode 2. Akuisisi pendapat pakar untuk
penataan bisa membantu dalam pembangunan pengambilan keputusan
hierarki AHP (Alessio dan Labib, 2009). pengembanganagroindustri kakao rakyat
dengan AHP.
3. Peta jalan (roadmap) pengembangan
Peta Jalan (Road Map) agroindustri kakao rakyat.
Peta jalan atau Road Map merupakan
dokumen resmi perencanaan yang memuat
sasaran, strategi dan kebijakan, serta

Jurnal Inovisi™ Volume 8 , Nomor 1, April 2012 3


Strategi Pengembangan Agroindustri Kakao Berbasis Kelompok Tani Di Propinsi Sumatera Barat

Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan membantu
pengambil kebijakan dalam menentukan
strategi pengembangan agroindustri kakao
berbasis kelompok tani.

Metode penelitian
Sejak dicanangkannya Provinsi
Sumatera Barat sebagai sentra kakao untuk
wilayah Indonesia Bagian Barat padatanggal Gambar 1
3 Agustus 2006 oleh Bapak Wakil Presiden Diagram alir konseptual kegiatan
Republik Indonesia, Yusuf Kalla maka
Pemerintah Pusat melalui Direktorat Jenderal Data yang diperoleh diolah dalam beberapa
Perkebunan telah melaksanakan MOU tahapan sebagai berikut:
dengan Pemerintah Propinsi Sumatera Barat 1. Pemilihan prioritas lokasi pengembangan
untuk melaksanakan program pengembangan sentra agroindustri kakao digunakan
kakao tahun 2006 – 2010 seluas 9.000 ha, teknik Metode Perbandingan
dari program tersebut sampai dengan bulan Eksponensial (Marimin, 2004).
Oktober 2010 sudah terealisir seluas 2.969 ha. 2. Strategi sistem pengembangan
Pada tahun 2011 Pemerintah Pusat Agroindustri kakao pola insentif
melalui program Gerakan Peningkatan digunakan metode Analytical Hierarchy
Produksi dan Mutu Kakao Nasional akan Process (Saaty, 1998).
memberikan bantuan pada Propinsi Sumatera 3. Rencana Strategis pengembangan kakao
Barat seluas 5.400 ha yang terdiri dari dan industri hilir biji kakao dilakukan
kegiatan Peremajaan, Rehabilitasi dan dengan teknik Logical Framework
Intensifikasi untuk 5 Kabupaten. Analysis (LFA) dengan sebelumnya
Saat ini hampir semua Pemerintah dilakukan analisis SWOT. Logical
Daerah Kabupaten mengembangkan Framework Analysis (LFA) adalah
perkebunan kakao ini. Selain model instrumen analisis, presentasi dan
pengembangan kawasan dari Kementerian manajemen yang dapat membantu
Pertanian, Pemenritah Propinsi juga telah perencana untuk menganalisis situasi
mengembangkan perkebunan kakao dengan eksisting, membangun hirarki logika dari
menggunakan pendekatan berbasis Nagari. tujuan yang akan dicapai,
Pengembangan areal perkebunan ini mengidentifikasi resiko potensial yang
merupakan hal yang positif dalam dihadapi dalam pencapaian tujuan dan
peningkatan peran rakyat dalam hasil, membangun cara untuk melakukan
pembangunan pertanian. Di pihak lain, monitoring dan evaluasi terhadap tujuan
pemerintah, khususnya pemerintah propinsi (output) dan hasil (outcomes),
Sumatera Barat harus mempersiapkan menyajikan ringkasan aktivitas suatu
rencana strategis pengembangan industri hilir kegiatan serta membantu upaya
kakao, agar pemberian nilai tambah dilakukan monitoring selama pelaksanaan
di daerah Sumatera Barat. implementasi proyek.
Pemerintah propinsi harus
menetapkan sentra pengembangan industri Informasi yang dapat disusun adalah :
hilir (agroindustri) kakao, agar sesuai dengan 1. Alternatif lokasi : Kabupaten Agam,
kapasitas suplai bahan baku, kedekatan pasar, Kabupaten Pariaman, Kabupaten Pesisir
dan pengembangan potensi pariwisata di Selatan, Kabupaten Pasaman Barat,
Sumatera Barat. Kota Padang, Kabupaten Tanah Datar,
Diagram alir kerangka pemikiran Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten
sebagai berikut: Solok, dan Kabupaten Solok Selatan.

4 Jurnal Inovisi™ Volume 8 , Nomor 1, April 2012


Strategi Pengembangan Agroindustri Kakao Berbasis Kelompok Tani Di Propinsi Sumatera Barat

2. Metode penilaian untuk masing-masing kriteria pemilihan atau penentuan lokasi.


kriteria menggunakan skala ordinal dan Penentuan lokasi potensi pengembangan
seragam (tinggi, sedang dan rendah). industri kakao berdasarkan beberapa aspek
kriteria yaitu ekonomi, sosial budaya, dan
Tata Laksana kebijakan pemerintah daerah. Dengan
Pengumpulan data terdiri dari data memakai Metode MPE, ketiga aspek tersebut
primer dan data sekunder. Data primer di akan ditentukan bobot kepentingan atas
peroleh dengan wawancara mendalam dengan pengembangan industri hilir kakao yang
para pakar. Pakar adalah orang yang dilakukan oleh beberapa para pakar terkait,
memahami persoalan dalam perencanaan sehingga diperoleh dari masing-masing
strategik. Pakar yang di pilih terdiri dari 3 kriteria satu nilai bobot yang menentukan
orang yang mewakili perguruan tinggi, dinas tingkat prioritas dan kepentingan dalam
terkait dan pelaku usaha. Pendapat pakar pengembangan industri kakao. Tabel berikut
meliputi pemilihan sentra agroindustri kakao, hasil akhir pembobotan atas kriteria
strategi pengembangan dan renstra. penentuan lokasi potensi pengembangan
Desk study dilaksanakan untuk me- industri kakao.
review berbagai kebijakan terkait dengan Tabel 1
pembangunan industri hilir kakao daerah, Hasil Bobot Kriteria Penentuan Lokasi
baik di tingkatan pemerintahan. Selain Potensi Pengembangan Industri Kakao
regulasi dan kebijakan, desk study juga No. Kriteria Bobot
dilakukan dengan pengumpulan dan analisa I. Ekonomi
terhadap data-data sekunder yang terkait I.1 Ketersedian Bahan Baku 4
dengan kondisi dan perkembangan ekonomi. I.2 Sebaran Bahan Baku 3
Wawancara mendalam dilakukan II. Sosial Budaya
untuk mengetahui secara lebih mendalam II.1 Ketersediaan Fasilitas
3
tentang berbagai yang terkait dengan upaya Pengolahan pasca panen
pengembangan investasi pertanian dengan II.2 Aksesibilitas 3
kemungkinan alternatif solusi pemecahan II.3 Budaya Fermentasi 3
serta strategi dan kebijakan ekonomi yang III. Kebijakan Pemerintah
Daerah
dimungkinkan untuk dapat diterapkan
III.1 Komitmen Pemerintah
Wawancara mendalamdilakukan 3
Daerah
terhadap berbagai stakeholders yang terkait,
baik dalam jajaran pemerintahan maupun Secara umum prioritas para pakar
masyarakat/swasta yang terkait dengan dalam membobot kriteria penentuan lokasi
investasi pertanian komoditas target. Diskusi potensi pengembangan industri kakao lebih
kelompok terarah (FGD) dilakukan untuk mementingkan aspek ekonomi terutama
mengetahui secara lebih mendalam tentang ketersedian bahan baku. Prioritas yang
berbagai permasalahan, tantangan, dan selanjutnya yang dianggap penting dalam
peluang serta alternatif strategi dan agenda menentukan lokasi potensi pengembangan
program pengembangan dengan melibatkan industri kakao adalah kriteria dari aspek
seluruh pakar. Dengan adanya diskusi, kebijakan pemerintah daerah yang melihat
diharapkan akan terlihat bagaimana dinamika seberapa besar komitmen dan peran
penentuan strategi dan aganda program yang pemerintah daerah terhadap pengembangan
terjadi dengan mempertemukan berbagai industri kakao.
pihak yang memiliki kepentingan yang Berdasarkan informasi di atas maka
berbeda-beda. disusunlah kuesioner pemilihan lokasi
industri hilir kakao dengan menggunakan
Lokasi Pengembangan Agroindustri Hilir metode MPE. Kuesioner ini kemudian
Kakao dimintakan pendapat pakar yang mengamati
Untuk menentukan lokasi industri hilir berdasarkan data dan kondisi di wilayah
kakao, yang pertama kali harus dilihat adalah pemilihan tersebut.
Jurnal Inovisi™ Volume 8 , Nomor 1, April 2012 5
Strategi Pengembangan Agroindustri Kakao Berbasis Kelompok Tani Di Propinsi Sumatera Barat

Pemberian skor untuk masing-masing


kriteria berdasarkan skala linkert dari 1, 2,
dan 3 dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Ketersediaan bahan baku
Semakin besar jumlah potensi areal
kakao rakyat maka nilai skornya semakin
tinggidan apabila trendnya turun maka nilai
skor tersebut dikurangi dengan 1.

2. Sebaran bahan baku


Semakin terkonsentrasi perkebunan 2. Kabupaten Pesisir Selatan
kakao rakyat di suatu wilayah maka nilai
skornya semakin tinggi.

3. Ketersediaan fasilitas pendukung


Semakin baik fasilitas pendukung
pengembangan industri hilir di suatu wilayah
(kondisi sarana dan prasarana transportasi,
kondisi jalan, listrik, dan air), maka nilai
skornya semakin tinggi.

4. Aksesibilitas
Semakin dekat dan mudah
memperoleh kakao fermentasi, maka nilai
skornya semakin tinggi.

5. Budaya pertanian
Semakin tinggi kebiasaan masyarakat
dalam berbudidaya tanaman kakao dan, 3. Kota Padang
melakukan proses fermentasi maka nilai
skornya semakin tinggi.

6. Komitmen Pemda
Semakin besar komitmen Pemda yang
ditunjukkan dengan tersedianya regulasi dan
program dalam mendorong pengembangan
kakao di wilayahnya, maka nilai skornya
semakin tinggi.
Berdasarkan penilaian dari pakar
untuk masing-masing kabupaten diperoleh
total skor sesuai dengan peringkat dari yang
tertinggi sampai yang terkecil dapat dilihat
pada tabel. Berdasarkan tabel terlihat bahwa
kabupaten yang menempati peringkat teratas
adalah : Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten
Pariaman, kemudian berturut-turut setelah itu
Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten
Agam.
1. Kabupaten Pariaman

6 Jurnal Inovisi™ Volume 8 , Nomor 1, April 2012


Strategi Pengembangan Agroindustri Kakao Berbasis Kelompok Tani Di Propinsi Sumatera Barat

4. Kabupaten Solok 8. Kabupaten Tanah Datar

9. Kabupaten Dharmasraya

5. Kabupaten Agam

Tabel 2
Peringkat Total Skor
No. Kabupaten/Kota Total Urutan
Skor
1. Agam 359 3
2. Pesisir Selatan 219 8
3. Padang 283 6
6. Kabupaten Pasaman Barat 4. Solok 284 5
5. Pasaman Barat 413 2
6. Tanah Datar 432 1
7. Dharmasraya 349 4
8. Solok Selatan 231 7
9. Pariaman 413 2

Hasil pemilihan yang menetapkan


Kabupaten Padang Pariaman sebagai sentra
kakao di Sumatera Barat juga didukung
berdasarkan hasil penelitian dari Universitas
Andalas dan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
7. Kabupaten Solok Selatan Indonesia, yang menjelaskan Kabupaten
Padang Pariaman merupakan salah satu
daerah yang mempunyai potensi yang sangat
bagus untuk pengembangan kakao (Anonim,
2006).

Pemilihan Strategi Pengembangan dengan


AHP
1. Hirarkhi
Dalam hirarkhi analisis kebijakan
pengembangan kakao di daerah, sasaran

Jurnal Inovisi™ Volume 8 , Nomor 1, April 2012 7


Strategi Pengembangan Agroindustri Kakao Berbasis Kelompok Tani Di Propinsi Sumatera Barat

utama (fokus) yang ingin dicapai adalah lingkungan masyarakat, perusahaan


Pengembangan Usaha Agroinduri Kakao di berfungsi sebagai pemasok bahan baku,
daerah. Hirarkhi dari analisis ini dapat dilihat QCA, penjual dan distributor
pada Gambar 3. b. Perusahaan besar (swasta dan BUMD)
bertindak sebagai produsen produk hulu
Susunan hirakhi selengkapnya seperti di dan hilir agroindustri kakao rakyat,
bawah ini: disamping menampung produk dari
Hirarkhi Level I : Faktor-faktor dalam kelompok petani pengolahan dan rumah
pengembangan agroindustri kakao rakyat tangga di lingkungan tempat tinggal
a. Potensi kuantitas kakao fermentasi yang c. Perusahaan memproduksi sendiri dengan
ada dalam wilayah bahan baku biji kakao rakyat berasal dari
b. Potensi permintaan/pasar produk hilir berbagai sumber, tanpa kerjasama dengan
kakao dalam wilayah pihak lain dalam produksi
c. Tingkat penguasaan teknologi produksi d. Kegiatan usaha (produksi dan
hilir kakao masyarakat pemasaran) dilakukan oleh kelompok
d. Sinerjitas dengan program-program lain petani pengolahan, UKM, atau kelompok
(agropolitan, agrowisata, kawasan rumah tangga di lingkungan tempat
pengembangan komoditi, dll) tinggal dengan skala yang kecil dan
feasible.
Hirarkhi Level II: Aktor (stakeholder)
yang berperan penting terkait dengan Pengolahan Hirarkhi (AHP)
faktor-faktor tersebut di atas : Hirarkhi di atas diolah dengan
a. Petani/Gapoktan (sumber bahan baku dan menggunakan software Expert Choice 2000.
pelaku utama) Jumlah pakar yang diwawancarai sebanyak 2
b. Aparatur pemerintah (Bapeda, Pertanian, orang. Hasil pengolahan akan ditampilkan
Perindustrian) seperti di bawah ini.
c. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD),
Swasta (Kadin Kabupaten) /Kota) dadan
koperasi sebagai pelaku Lembaga
Keuangan (Bank dan non Bank) dan
program CSR, terkait pembiayaan

Hirarkhi Level III: Kepentingan atau


tujuan stakeholder di daerah terkait
dengan pengembangan agroindustri kakao
rakyat
a. Meningkatkan pendapatan petani dari
Hasil Pengolahan matriks gabungan
nilai tambah hilirisasi aogroindustri
(Expert Choice) didapatkan hasil perhitungan
kakao
untuk prioritas skenario dengan tingkat
b. Meningkatkan nilai tambah produk kakao
Consistency Ratio (CR : 0,01).
c. Mendorong peningkatan investasi
Dari hasil matriks gabungan, skenario
industri hilir kakao
yang dipilih untuk pengembangan
d. Meningkatkan pendapatan asli daerah
agroindustri kakao adalah skenario yang
kedua, perusahaan (besar) sebagai leading
Hirarkhi Level IV: Skenario pola
sector (inti) dan bekerjasama dengan usaha
pengembangan agroindustri kakao rakyat
rakyat yang ada di sekitar perusahaan.
di daerah
a. Unit usaha agroindustri hilir kakao
tersebar dan sepenuhnya dilakukan oleh
kelompok petani /rumah tangga di

8 Jurnal Inovisi™ Volume 8 , Nomor 1, April 2012


Strategi Pengembangan Agroindustri Kakao Berbasis Kelompok Tani Di Propinsi Sumatera Barat

1. Unit usaha agroindustri hilir kakao tersebar dan sepenuhnya dilakukan oleh kelompok 28,9
petani /rumah tangga di lingkungan masyarakat, perusahaan berfungsi sebagai %
pemasok bahan baku, QCA, penjual dan distributor
2. Perusahaan besar (swasta dan BUMD) bertindak sebagai produsen produk hulu dan 35,1
hilir agroindustri kakao rakyat, disamping menampung produk dari kelompok petani %
pengolahan dan rumah tangga di lingkungan tempat tinggal
3. Perusahaan memproduksi sendiri dengan bahan baku biji kakao rakyat berasal dari 23,0
berbagai sumber, tanpa kerjasama dengan pihak lain dalam produksi %
4. Kegiatan usaha (produksi dan pemasaran) dilakukan oleh kelompok petani 13,0
pengolahan, UKM, atau kelompok rumah tangga di lingkungan tempat tinggal dengan %
skala yang kecil dan feasible.
komoditas tanaman perkebunan secara umum
Lingkungan Strategis Komoditas Kakao dan komoditas kakao khususnya adalah:
a. Lingkungan Internal 1. Isu lingkungan dan pembangunan yang
Lingkungan internal yang dapat berkelanjutan
menjadi kekuatan dalam pengembangan 2. Isu otonomi daerah mendukung dan
investasi komoditas perkebunan pada meningkatkan pembangunan pertanian
umumnya dan komoditas kakao khususnya secara menyeluruh
berdasarkan hasil desk survey melalui Focus 3. Permintaan dan kebutuhan biji kakao
Group Discussion (FGD) adalah: fermentasi sebagai bahan baku industri
1. Komitmen pemerintah daerah dan pusat di beberapa negara termasuk Indonesia
yang kuat dalam rangka meningkatkan yang semakin meningkat.
produksi kakao nasional dan 4. Harga sarana produksi dan hasil
industrialisasi kakao dengan menerapkan pertanian masih fluktuatif;
Bea Keluar (BK) untuk komoditi kakao. 5. Infrastruktur pertanian yang belum baik
2. Jumlah SDM yang terlibat dalam usaha dan masih banyak yang perlu diperbaiki;
komoditas kakao cukup besar 6. Semakin tingginya frekuensi dan risiko
3. Kepemilikan lahan pertanian yang relatif bencana alam, yang antara lain
sempit dan isu pengalihfungsian lahan disebabkan oleh perubahan iklim yang
pertanian ke nonpertanian yang berdampak pada produksi, produktivitas,
menyebabkan semakin rentannya dan mutu hasil pertanian;
peningkatan produksi;
4. Tingkat produksi, produktivitas, dan Secara spesifik hasil temuan desk
mutu biji kakao kering yang masih study sebagaimana diuraikan diatas
rendah; berdasarkan lingkungan internal dan
5. Diseminasi dan transfer teknologi eksternal selanjutnya dikelompokkan
fermentasi oleh petani masih lamban; berdasarkan variabel pada analisis SWOT
6. Rendahnyaaksespetani pada sebagai berikut:
sumberdayaproduktif, antara lain,
permodalan dan informasi; Strengths:
7. Kelembagaanpetani, 1. Komitmen pemerintah yang kuat dalam
termasukpenyuluhan, yang rangka meningkatkan mutu kakao dan
belumberkembangbaik; hilirisasi produk kakao
8. Penangananorganismepengganggutanam 2. Jumlah SDM yang terlibat dalam usaha
an yang masihharusterusditingkatkan; komoditas jagung cukup besar

b. Lingkungan Eksternal Weakness:


Lingkungan eksternal yang 1. Kepemilikan lahan pertanian yang
berpengaruh dalam pengembangan investasi relatif sempit dan isu pengalihfungsian
lahan pertanian ke nonpertanian yang

Jurnal Inovisi™ Volume 8 , Nomor 1, April 2012 9


Strategi Pengembangan Agroindustri Kakao Berbasis Kelompok Tani Di Propinsi Sumatera Barat

menyebabkan semakin rentannya disebabkan oleh perubahan iklim yang


peningkatan produksi pertanian pokok; berdampak pada produksi,
2. Tingkat produksi, produktivitas, dan produktivitas, dan mutu hasil pertanian;
mutu hasil pertanian yang masih 4. Dimulainya liberalisasi perdagangan
rendah; dan investasi negara-negara
3. Diseminasi dan transfer teknologi berkembang di kawasan Asia Pasifik
pertanian, termasuk perkembangan (AFTA 2002, AIA2003, APEC2020).
teknologi fermentasi kepada petani
masih lamban; Berdasarkan kondisi di atas
4. Rendahnya akses petani pada sumber selanjutnya berdasarkan hasil analisis SWOT
dayap roduktif, antara lain, permodalan diperoleh beberapa strategi yang perlu
dan informasi; ditempuh dalam upaya pengembangan
5. Kelembagaan petani, termasuk investasi di bidang komoditas kakao, yaitu:
penyuluhan, yang belum berkembang Strategi SO mencakup:
baik; 1. Insentif bagi pengembangan investasi
6. Penanganan organisme pengganggu industri pendukung pertanian;
tanaman yang masih harus terus 2. Peningkatankualitas SDM petani
ditingkatkan;
Strategi WO mencakup:
Opportunities 1. Penyediaanlahan-lahanbaru;
1. Isu lingkungan dan pembangunan yang 2. Peningkatan produktivitas,
berkelanjutan 3. Pengamanan produksi;
2. Isu otonomi daerah mendukung dan 4. Penguatan kelembagaan dan
meningkatkan pembangunan pertanian pembiayaan
secara menyeluruh
3. Permintaan dan kebutuhan biji kakao Strategi ST mencakup:
sebagai bahan baku industri di beberapa 1. Pengembangan infrastruktur;
Negara termasuk Indonesia yang 2. Stabilisasi harga komoditi
semakin meningkat. 3. MengembangkanIndustri pengolahan

Threats:
1. Harga sarana produksi dan hasil
pertanian masih fluktuatif; Strategi WT mencakup:
2. Infrastruktur pertanian yang belum baik 1. Membangun networking dan
dan masih banyak yang perlu kerjasama dengan Negara lain;
diperbaiki; Pada Tabel 4 dapat dilihat strategi
3. Semakin tingginya frekuensi dan risiko pengembangan untuk investasi kakao.
bencana alam, yang antara lain
Tabel 4
Srategi Pengembangan kakao
Strenghts Weakness
Opportunities Kebijakan SO Kebijakan WO
1. Insentif bagi pengembangan investasi 1. Penyediaan lahan-lahan baru;
industri pendukung pertanian;
2. Peningkatan kualitas SDM petani 2. Peningkatan produktivitas,
3. Pengamanan produksi;
4. Penguatan kelembagaan dan
pembiayaan
Threats Kebijakan ST Kebijakan WT
1. Pengembangan infrastruktur; 1. Membangun networking dan
kerjasama dengan Negara lain;

10 Jurnal Inovisi™ Volume 8 , Nomor 1, April 2012


Strategi Pengembangan Agroindustri Kakao Berbasis Kelompok Tani Di Propinsi Sumatera Barat

2. Stabilisasi harga komoditi


3. Mengembangkan industri pengolahan

RencanaAksi kabupaten di Sumatera Barat memiliki


Target luas areal : 300.000 ha areal yang sesuai untuk penanaman
Target produksi : 300.000 ton kakao, kecuali daerah-daerah dataran
tinggi di atas 600 m dpl. Diperkirakan
Pasca panen/pengolahan : lahan yang dapat dikembangkan
- Susut dipanen diturunkan sebesar 10% sebagai berikut :
- Ketersediaan alat dan mesin pasca panen - Pesisir Selatan 50.000 ha Ha
untuk kelompok pengolahan - Mentawai 20.000 Ha
- Kakao yang difermentasi 100% - Sulawesi Pariaman 30 ribu Ha
dilakukan oleh kelompok - Pasaman Barat 20 ribu Ha
- Industri pedesaan pengolahan hilir biji Penciptaan daerah budidaya baru ini
kakao fermentasi brkembang harus ada kesesuaian antara varietas
yang ditanam dengan kebutuhan
Sasaran Pengembangan industrinya;
Rencana Jangka Menengah (2012-
2014) Roadmap pengembangan kakao untuk 3. Investasi Integrated Farming antara
sasaran jangka menengah menggambarkan peternakan sapi dengan perkebunan
lima program utama yaitu: kakao
1. Menguatkan basis kelompok tani dan 4. Mendorong Investasi berupa pabrik
GAPOKTAN sebagai kelompok cocoa mass dan cocoa butter
pengolah on farm maupun off farm;
2. Kemitraan dengan industri besar pada Pada Tabel 5. ditampilkan kerangka
daerah sentra (pabrik pengolahan lemak road map pengembangan investasi kakao di
coklat, pabrik makanan, pabrik farmasi); Sumatera Barat (lihat lampiran).
3. Melakukan perluasan lahan budidaya ;
dengan menindaklajuti kebijakan Daftar Pustaka
pemerintah dalam rangka penyediaan Al Harbi, K.M.A.-S. Application of the AHP
lahan. in project Management. International
4. program diseminasi inovasi teknologi, Journal of Project Management 19,
program aksi atau scaling up, 19-27. 2011
5. program produksi masal (mass
production),dan A. Lukmana. Kebijaksanaan Operasional
Pengembangan Usaha Kecil Industri
Rencana Jangka panjang 2015 – 2025 Pangan. Lokakarya Nasional:
1. Investasi berupa penambahan luas areal Kemitraan Antara Pemerintah,
tanam potensial yang belum tertanam di Perguruan Tinggi dan Swasta dalam
kabupaten Solok Selatan. Industrialisasi Pangan. Fateta dan
2. Sebagai catatan saat ini luas panen PAU Pangan dan Gizi-IPB, Bogor.
adalah 108.098 Ha (Tahun 2010) dan 1995
ini perlu ditambah mengingat target
pemenuhan kebutuhan domestik makin A. Wibawa dan J.B. Baon. Kesesuaian
meningkat. Berdasarkan penelitian A. Lahan. Di dalam: T. Wahyudi, T.R.
Wibawa dan J.B. Baon (2009) dalam Pangabean dan Pujiyanto. Panduan
T.Wahyudi, et.al. (2009), faktor-faktor Lengkap Kakao, Manajemen
yang mempengaruhi kesesuaian lahan Agribisnis Dari Hulu hingga Hilir.
penanaman kakao adalah curah hujan, Penebar Swadaya. Jakarta. 2009
suhu, intensitas matahari dan jenis
tanah. Hampir semua jenis lahan semua

Jurnal Inovisi™ Volume 8 , Nomor 1, April 2012 11


Strategi Pengembangan Agroindustri Kakao Berbasis Kelompok Tani Di Propinsi Sumatera Barat

Eriyatno. Ilmu sistem, Edisi ketiga. IPB


Press. Bogor. 1998

Ishizaka Alessio, Labib Ashraf, Analytic


Hierarchy Process and Expert Choice:
Benefits and Limitations, ORInsight,
22(4), p. 201–220, 2009

Marimin., M., Nurul. Aplikasi Teknik


Pengambilan Keputusan Dalam
Manajemen Rantai Pasok. IPB Press,
Bogor. 2011

Rangkuti, F. Analisis SWOT Dalam Bisnis.


Gramedia. Jakarta, 2008

Saaty, T. and M. Takizawa. Dependence and


Independence: from Linear
Hierarchies to Nonlinear Networks.
European Journal of Operational
Research 26(2): 229-237. 1986

Saaty, T.L. Pengambilan Keputusan Bagi Para


Pemimpin (Terjemahan). PT. Pustaka
Binaman Pressindo. Jakarta. 1993

12 Jurnal Inovisi™ Volume 8 , Nomor 1, April 2012


Strategi Pengembangan Agroindustri Kakao Berbasis Kelompok Tani Di Propinsi Sumatera Barat

Lampiran I
Tabel 5
SEKTOR INTI SEKTOR PENUNJANG SEKTOR TERKAIT
Intensifikasi dan Ekstensifikasi Penyediaan Bibit Unggul Industri kakao
Budidaya Kakao Penyediaan Pupuk Industri Makanan Ringan
Penyediaan Lahan Industri lemak coklat dan
Tepung coklat
Sasaran
Jangka Menengah(2011-2014) Rencana Jangka panjang 2015 – 2025

• Meningkatkan jaminan pasokan bahan baku; • Pengembangan intensifikasi dengan


• Fasilitasi Kerjasama GAPOKTAN dengan penggunaan bibit unggul (dengan produktivitas
Pabrik Pengolahan biji kakao; diatas ton/ha) dan modernisasi.
• Memperluas pengembangan produk akhir
untuk mendukung ketahanan pangan dan
sumber energi terbarukan;
• Fasilitasi kemitraan industri hilir kakao dan
industri rakyat;
• Fasilitasi Investasi Agroindustri Berbasis
kakao skala besar di kabupaten Pariaman,
Tanah Datar dan Pasaman Barat
Strategi
Memfasilitasi kerjasama investasi dengan dukungan Pemerintah Daerah, Perusahaan Swasta dan
Perbankan
Pokok-Pokok Rencana Aksi Jangka Pokok-Pokok Rencana Aksi Jangka
Menengah (2012 – 2014) Panjang (2015– 2025)
1. Menguatkan basis kelompok tani dan GAPOKTAN
sebagai kelompok pengolah on farm maupun off 1. Intensifikasi Ekstensifikasi budidaya
farm; kakao;
2. Kemitraan dengan industri besar pada daerah sentra 2. memanntapkan kemitraan GAPOKTAN
(pabrik pengolahan biji kakao, pabrik makanan, dengan Pabrik Pengolahan;
pabrik farmasi); 3. Diversifikasi produk olahan kakao;

Jurnal Inovisi™ Volume 8 , Nomor 1, April 2012 13

Anda mungkin juga menyukai