Lapkas Maju
Lapkas Maju
Bronkopneumonia
Oleh :
Pendamping :
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan UKP (Unit Kesehatan Perorangan) ini dengan judul
“Bronkopneumonia”.
Laporan UKP ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti program Internship
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Yosi
Susandri selaku pendamping yang telah memberikan masukan dan bimbingan serta semua
pihak yang telah membantu menyelesaikan laporan UKP ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan laporan ini. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
2
BAB 1
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian pneumonia di Amerika dan Eropa yang merupakan negara
maju masih tinggi, diperkirakan setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak pada
umur kurang dari 5 tahun, 16-20 kasus per 1000 anak pada umur 5-9 tahun, 6-12
kasus per 1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja. Selain itu, pneumonia
merupakan penyebab kematian terbesar pada anak terutama di negara
berkembang.9
5
Pada bayi ditemukan Staphylococcus aureus sebagai penyebab pneumonia
berat, serius dan sangat progresif dengan mortalitas tinggi.2 Pneumonia yang
disebabkan oleh infeksi Respiratory Syncytial Virus (RSV) didapatkan sebanyak
40%.9 Pada penelitian yang dilakukan oleh Yudhi Kurniawan selama tahun 2010
ditemukan pneumonia anak lebih banyak pada anak laki-laki dan berusia 0-1
tahun.10
2.3 Etiologi
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh infeksi mikroorganisme (virus,
bakteri, jamur, parasit) dan sebagain kecil disebabkan oleh hal lain, seperti aspirasi
makanan dan asam lambung, benda asing, senyawa hidrokarbon, reaksi
hipersensitivitas, dan drug-or-radiation induced pneumonitis.
Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia lebih sering
disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe
B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja,
selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.5,8
6
Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, di
samping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk. melakukan
penelitian pada pneumonia anak dan menemukan etiologi virus saja sebanyak 32%,
campuran bakteri dan virus 30%, dan bakteri saja 22%. Virus yang terbanyak
menyebabkan pneumonia antara lain adalah Respiratory Synctial Virus (RSV),
Rhinoνirus, dan virus Parainfluenzae. Bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus
pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Mycoplasma pneumoniae.
Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteri yang
lebih banyak dibandingkan dengan anak berusia di bawah 2 tahun. Namun, secara
klinis umumnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus.
1. Umur
2. Jenis Kelamin
7
mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan penyakit
saluran napas lainnya.14
6. Status gizi
7. Defisiensi vitamin A
Anak-anak yang terpapar asap rokok atau asap kayu kompor dan anak-
anak dari tingkat sosial ekonomi rendah memiliki insiden yang lebih
tinggi terkena pneumonia. Pada penelitian yang dilakukan oleh Niessen
dkk (2009), ditemukan cara untuk mengurangi polusi udara dalam
ruangan yaitu beralih ke bahan bakar gas (bahan bakar gas cair,
minyak tanah atau etanol) dalam rumah tangga atau kompor biomassa
dan meningkatkan ventilasi didalam rumah. Dengan menggunakan
intervensi ini dapat mengurangi kejadian pneumonia sebesar 22-46%.19
9
2.5 Patofisiologi
Pneumonia anak biasanya diawali dengan kolonisasi di nasofaring yang berlanjut
menjadi infeksi saluran pernapasan bagian bawah. Streptococcus pneumoniae sering
ditemukan sebagai bakteri komensal di nasofaring manusia. Penelitian di Lombok
memperlihatkan pada usap tenggorok anak usia kurang dari 2 tahun ditemukan
S.pneumoniae pada 48% anak yang diteliti.17
11
2.7. Diagnosis
Diagnosis pneumonia dilakukan dengan berbagai cara. Pertama dengan
anamnesa dan pemeriksaan fisik secara umum. Setelah itu ada pula pemeriksaan
penunjang seperti rontgen paru dan pemeriksaan darah. Faktor usia juga ikut
menentukan dugaan pola kuman penyebabnya serta gejala klinis yang didapatkan
dari anamnesa dan pemeriksaan fisik.9
Gambaran klinis pada anak penderita pneumonia yang didapatkan dari
anamnesa adalah batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai
darah, demam, sesak napas dan nyeri dada. Sedangkan dari pemeriksaan fisik pada
inspeksi terlihat takipnea dan adanya retraksi dinding dada. Pada palpasi fremitus
dapat mengeras, pada perkusi redup, dan pada auskultasi terdengar suara napas
(bronkovesikuler) sampai bronkial, dapat disertai ronkhi basah halus, yang
kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi.22
Frekuensi pernapasan anak untuk mengidentifikasi pneumonia menurut
WHO sebagai berikut :
a. Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit
b. Anak umur 2-11 bulan : ≥ 50 kali/menit
c. Anak umur 12-59 bulan : ≥ 40 kali/menit (WHO, 2013)
2.7.1 Pemeriksaan penunjang
2.7.1.1 Darah Perifer Lengkap
Pada pneumonia virus dan mikoplasma, umumnya ditemukan leukosit
dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri
didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 - 40.000 / mm3 dengan
predominan PMN. Leukopenia ( < 5.000 / mm3 ) menunjukkan prognosis yang
buruk. Leukositosis hebat hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri
sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih
tinggi. Pada infeksi Clamydia pneumoniae kadang-kadang ditemukan eosinofilia.
Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300 -
100.000 / mm3, protein > 2,5 g/dL, dan glukosa relatif lebih rendah dibandingkan
glukosa darah. Kadang — kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah
(LED) yang meningkat. Trombositopeni dapat ditemukan pada 90% penderita
pneumonia dengan empiema. Secara umum hasil pemeriksaan darah perifer tidak
dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.5
12
2.7.2 C-Reactive Protein dan LED
CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai
respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh
sitokin, terutama IL — 6, IL — 1, dan TNF. Meskipun fungsinya belum diketahui,
CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang
rusak. Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan
antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri
superfisialis dan profunda, dimana kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi
virus dan infeksi bakteri superfisialis dibandingkan infesksi bakteri profunda.5
2.7.3 Pemeriksaan Foto Thoraks
Foto toraks dengan proyeksi antero — posterior merupakan dasar
diagnosis untuk pneumonia. Foto lateral dilakukan bila diperlukan informasi
tambahan, misalnya efusi pleura. Kelainan foto toraks pada pneumonia tidak
selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang — kadang bercak — bercak
sudah ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Akan
tetapi, resolusi infiltrat sering memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala
klinis menghilang. Pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, ulangan foto
rontgen tidak diperlukan. Ulangan foto rontgen toraks diperlukan bila gejala klinis
menetap, penyakit memburuk, atau untuk tidak lanjut. Secara umum gambaran
foto toraks terdiri dari: 5
• Pneumonia / infiltrat interstisial: ditandai dengan peningkatan corakan
bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi. Biasanya
disebabkan oleh virus atau Mycoplasma. Bila berat dapat terjadi patchy
consolidation karena atelektasis
• Infiltrat alveolal : merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris,
atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk
sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru,
dikenal sebagai round pneumonia. Biasanya disebabkan oleh bakteri
pnuemokokus atau bakteri lain.
• Bronkopneumonia : ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua
paru, berupa bercak — bercak infiltrat halus yang dapat meluas hingga
daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
13
Gambar 2.3 Perbedaan Bronkopneumonia dan Pneumonia Lobaris
Gambaran foto rontgen toraks pada anak meliputi infiltrat ringan pada satu
paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu penelitian ditemukan
pneumonia pada anak terbanyakk di paru kanan, terutama lobus atas. Bila
ditemukan di lobus kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal tersebut
merupakan prediktor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan risiko terjadinya
pleuritis lebih meningkat.5
Gambaran foto toraks pada pneumonia dapat membantu mengarahkan
kecenderungan etiologi pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrat interstisial
merata, dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar
berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopnumonia, dan air bronchogram
sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. Pada pneumonia Stafilokokus sering
ditemukan abses — abses kecil dan pneumoatokel dengan berbagai ukuran.5
Gambaran foto toraks pada pneumonia Mikoplasma sangat bervariasi,
pada beberapa kasus terlihat sangat mirip dengan gambaran foto rontgen toraks
pneumonia virus. Selain itu, dapat juga ditemukan gambaran bronkopneumonia
terutama di lobus bawah, inflitrat interstisial retikulonodular bilateral, dan yang
jarang adalah konsolidasi segmen atau subsegmen. Biasanya gambaran foto toraks
yang jauh lebih berat dibandingkan gejala klinis. Meskipun tidak terdapat
gambaran foto toraks yang khas, tetapi bila ditemukan gambaran retikulonodular
fokal pada satu lobus, hal ini cenderung disebabkan oleh infeksi Mikoplasma.
Demikian pula bila ditemukan gambaran perkabutan atau ground-glass
14
consolidation, serta transient pseudoconsolidation.5
2.7.4 Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan
mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring,
bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru. Pemeriksaan sputum
kurang berguna. Diagnosis dikatakan definitif apabila kuman ditemukan dalam
darah, cairan pleura, atau aspirasi paru, kecuali pada masa neonatus, dimana
kejadian bakteremia sangat rendah sehingga kultur darah jarang positif. 5
2.7.5 Uji Serologis
Uji serologis untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri
tipik mempunyai sensitivitas yang rendah dan secara umum tidak terlalu
bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri atipik. 5
2.8 Diagnosis Banding
1. Pneumonia lobaris
Biasanya pada anak yang lebih besar disertai badan menggigil dan
kejang pada bayi kecil. Suhu naik cepat sampai 39 — 40 oC dan
biasanya tipe kontinua. Terdapat sesak nafas, nafas cuping hidung,
sianosis sekitar hidung dan mulut dan nyeri dada. Anak lebih suka tidur
pada sisi yang terkena. Pada foto rotgen terlihat adanya konsolidasi
pada satu atau beberapa lobus.24
2. Bronkioloitis
Diawali infeksi saluran nafas bagian atas, subfebris, sesak nafas, nafas
cuping hidung, retraksi intercostal dan suprasternal, terdengar
wheezing, ronki nyaring halus pada auskultasi. Gambaran labarotorium
dalam batas normal, kimia darah menggambarkan asidosis respiratotik
ataupun metabolik.24
3. Aspirasi benda asing
Ada riwayat tersedak, stridor atau distress pernapasan tiba — tiba,
wheezing atau suara pernapasan yang menurun yang bersifat fokal.24
4. Tuberkulosis
Pada TB, terdapat kontak dengan pasien TB dewasa, uji tuberkulin
positif ( > 10 mm atau pada keadaan imunosupresi > 5 mm ), demam 2
15
minggu atau lebih, batuk 2 minggu atau lebih, pertumbuhan
buruk/kurus atau berat badan menurun, pembengkakan kelenjar limfe
leher, aksila, inguinal yang spesifik, pembengkakan tulang/sendi
punggung, panggulm lutut, dan falang, dan dapat disertai nafsu makan
menurun dan malaise yang dapat ditegakkan melalui skor TB.24
5. Atelektasis
Adalah pengembangan tidak sempurna atau kempisnya bagian paru
yang seharusnya mengandung udara. Dispnoe dengan pola pernafasan
cepat dan dangkal, takikardia, sianosis. Perkusi mungkin batas jantung
dan mediastinum akan bergeser dan letak diafragma mungkin
meninggi.24
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Tatalaksana Umum
• Pemberian Oksigen dengan target saturasi > 92%
• Pada pneumonia berat atau asupan oral kurang balance cairan ketat
• Analgetik-antipiretik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan
pasien dan mengontrol batuk
• Nebulisasi dengan B2 Agonis dan / atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucocilliary clearance25
2.9.2 Pemberian Antibiotik
• Amoksisilin menjadi pilihan pertama untuk antibiotik oral jika
curiga S. Pneumoniae yang menjadi patogen dan diberikan pada
anak <5 tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang
menyebabkan pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik dan
murah. Alternatifnya adalah co-Amoxiclaν, ceflacor, eritromisin,
claritromisin dan azitromisin.
• Makrolid diberikan jika curiga disebabkan oleh M. Pneumonia atau
C. Pneumonia. Dan diberikan sebagai pilihan utama secara empiris
padaanak usia > 5 tahun.
• Makrolid atau flucloxacillin + amoksisilin diberikan jika
disebabkan oleh S. Aureus
• Antibiotik intravena diberikan jika pasien tidak dapat menerima
obat oral (misal karena muntah) atau termasuk pneumonia berat.
16
Antibiotik intravena : ampisilin dan kloramfenikol, co-amoxiclaν,
ceftriakson, cefuroksim, cefotaksim.25
2.10 Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empyema torasis, purulenta,
pneumotoraks, abses paru, dan gagal napas akut. Selain itu, dapat terjadi infeksi
ekstrapulmonal seperti meningitis, abses sistem saraf pusat, perikarditis,
endokarditis, dan osteomielitis. Sepsis dan sindrom hemolitik uremik dapat terjadi
sebagai komplikasi sistemik. Efusi dan empiema merupakan komplikasi tersering
yang terjadi pada pneumonia.5
17
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : An.AQC
No.MR : 17.91.95
Umur : 1 tahun 6 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Balai Rupi, Simalanggang
ANAMNESIS
Seorang anak perempuan berusia 1 tahun 6 bulan masuk ke IGD RSUD Adnan WD
Payakumbuh dengan :
Keluhan utama : Sesak nafas sejak 12 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
• Sesak nafas memberat sejak 12 jam SMRS, keluhan sudah dirasakan sejak 2 hari SMRS.
Sesak nafas tidak menciut, tidak dipengaruhi makanan maupun cuaca.
• Demam sejak 5 hari SMRS. Demam dirasakan naik turun. Demam dirasakan naik tinggi
saat malam hari. Turun dengan penurun panas dari puskesmas namun naik kembali saat
obat habis
• Batuk berdahak dirasakan sejak 5 hari SMRS, berwarna dahak berwarna kuning
kehijauan
• Mual dan muntah dirasakan sesekali jika OS batuk berat
• BAB tidak ada keluhan
• BAK tidak ada keluhan
Riwayat Penyakit Dahulu :
• Riwayat kejang demam tidak ada
• Riwayaat penyakit kongenital tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga:
• Riwayat asma pada keluarga tidak ada.
• Riwayat penyakit TB pada keluarga tidak ada.
Riwayat Kehamilan:
• Anak lahir cukup bulan, lahir normal di puskesmas, BB 2600mg, PB 49cm, menangis
spontan
18
Riwayat Imunisasi:
• Imunisasi dasar hanya saat lahir
Riwayat Tumbuh-Kembang:
• Anak tumbuh sesuai dengan usia nya, tidak berbeda dengan teman sebayanya.
19
Auskultasi : ekspirasi memanjang, ronkhi+/+, wheezing -/-
Jantung:
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : irama reguler, murmur (-)
Abdomen:
Inspeksi : distensi tidak ada
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba , NT (-), turgor kembali cepat
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus positif normal
Punggung : tidak ada kelainan
Genitalia : tidak diperiksa
Anggota gerak : akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-)
Kesan : Leukositosis
20
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Rontgen Thorax :
DIAGNOSIS
Dyspnoe ec. Bronkopneumonia + Acute bacterial infection
TATALAKSANA
Terapi IGD
O2 via NC 3lpm
IVFD KaEN1B 15 tpm mikro
Inj Dexametason 6mg iv
Inf Paracetamol 130mg iv
Nebulisasi Ventolin 1 resp
21
Terapi Rawatan
PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad sanam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
22
Follow Up
21/06/2023 S/ Sesak nafas (+) berkurang
Rawatan h-2 Demam (+)
Batuk (+)
O/
Ku Kes TD HR RR T
sdg CM 100/70mmHg 127 x/i 40x/i 37.9C
GCS E4M6V5: 15
SpO2: 98% NC 3LPM
Pupil isokor diameter 3 mm/3mm, Reflek
cahaya langsung +/+, reflek cahaya tidak
langsung +/+,
Thoraks: retraksi epigastrium (+), ronki (+/+)
Ext : CRT < 2 detik, akral hangat, sianosis (-)
A/ Bronkopneumonia
O2 NC 3 LPM
P/ IVFD KaEN1B 15 tpm makro
Inj. Ceftriaxone 2x600mg i.v
Inj. Dexametason i.v 3x2mg
Inf Paracetamol 4x120mg
Ambroxol 3x6mg pulv p.o
Salbutamol 3x1,2mg pulv p.o
Nebulisasi Ventolin 3x1resp
Diet makanan lunak 1000Kcal
O/ Ku Kes TD HR RR T
sdg CM 100/70mmHg 110 x/i 42x/i 37.8C
GCS E4M6V5: 15
SpO2: 98% NC 3LPM
Pupil isokor diameter 3 mm/3mm, Reflek
cahaya langsung +/+, reflek cahaya tidak
langsung +/+,
Thoraks: retraksi epigastrium (-), ronki (+/+)
Abdomen: distensi (+), BU (+) meningkat
Ext : CRT < 2 detik, akral hangat, sianosis (-)
A/ Bronkopneumonia
Perbaikan minimal
P/
O2 NC 3 LPM
IVFD KaEN1B 15 tpm makro
Inj. Ceftriaxone 2x600mg i.v
Inj. Dexametason i.v 3x2mg
23
Inf Paracetamol 4x120mg
Ambroxol 3x6mg pulv p.o
Salbutamol 3x1,2mg pulv p.o
Nebulisasi Ventolin 3x1resp
Diet makanan lunak 1000Kcal
Dulcolax Ped 5mg Supp ekstra
O/ Ku Kes TD HR RR T
sdg CM 110/76mmHg 127 x/i 40x/i 37.7C
GCS E4M6V5: 15
SpO2: 99% NC 3LPM
Pupil isokor diameter 3 mm/3mm
Thoraks: retraksi epigastrium (-), ronki (+/+)
Abdomen: distensi (-), BU (+) normal
Ext : CRT < 2 detik, akral hangat, sianosis (-)
A/
Bronkopneumonia
Perbaikan
P/
O2 NC 3 LPM
IVFD KaEN1B 6 tpm makro
Inj. Ceftriaxone 2x600mg i.v
Inj. Dexametason i.v 3x2mg
Inf Paracetamol 4x120mg
Ambroxol 3x6mg pulv p.o
Salbutamol 3x1,2mg pulv p.o
Diet makanan lunak 1000Kcal
Nebulisasi Combiven 3x1resp
Pindah ruang biasa
Ku Kes TD HR RR T
O/ sdg CM 105/77mmHg 130 x/i 37x/i 37.3C
GCS E4M6V5: 15
SpO2: 98-99% free air
Pupil isokor diameter 3 mm/3mm
Thoraks: retraksi epigastrium (-), ronki (-/-)
Abdomen: distensi (-), BU (+) normal
Ext : CRT < 2 detik, akral hangat, sianosis (-)
A/ Bronkopneumonia
O2 NC 3 LPM
24
IVFD KaEN1B 6 tpm makro
P/ Inj. Ceftriaxone 2x600mg i.v
Inj. Dexametason i.v 3x2mg
Inf Paracetamol 4x120mg
Ambroxol 3x6mg pulv p.o
Salbutamol 3x1,2mg pulv p.o
Diet makanan lunak 1000Kcal
Nebulisasi Combiven 3x1resp
Rencana pulang besok
25/01/2023 S/ Sesak nafas (-)
Rawatan hari Demam (-)
ke -6 Batuk (+)
BAB BAK dbn
O/
Ku Kes TD HR RR T
sdg CM 105/77mmHg 130 x/i 38x/i 37C
GCS E4M6V5: 15
SpO2: 98-99% free air
Pupil isokor diameter 3 mm/3mm
Thoraks: retraksi epigastrium (-), ronki (-/-)
Abdomen: distensi (-), BU (+) normal
Ext : CRT < 2 detik, akral hangat, sianosis (-)
A/ Bronkopneumonia
P/
Obat Pulang:
Cefixim syr 2x2,5cc p.o
Prednison 3x4mg pulv (3 hari) p.o
Ambroxol 3x6mg pulv p.o
Salbutamol 3x1mg pulv p.o
Kontrol ke poli anak 1 minggu lagi
25
BAB IV
DISKUSI
Pasien perempuan usia 9 tahun datang ke IGD RSUD Adnaan WD dengan keluhan sesak
nafas memberat sejak 12 jam SMRS. Keluhan dialami sejak 2 hari SMRS. Sesak terus
menerus, tidak menciut, tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca maupun makanan. Demam dialami
sejak 5 hari SMRS dan turun naik, naik terutama saat malam hari, tidak menggigil, tidak
berkeringat serta tidak disertai kejang. Diagnosis awal ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis juga didapatkan bahwa pasien batuk berdahak sejak 5
hari SMRS, dahak yang dikeluarkan berwarna kuning kehijaua yang mengindikasikan infeksi
pada saluran nafas.
Sesak napas merupakan persaan sulit bernapas dan merupakan gejala utama dari penyakit
kardiopulmoner.3 Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan tanda-tanda sesak napas seperti
frekuensi napas cepat 48x/menit, dimana pada anak usia 12-59 bulan dikatakan napas cepat
jika >40 x/menit, serta pada pasien juga ditemukan retraksi dinding dada ke dalam. Batuk
merupakan refleks pertahanan tubuh yang timbul akibat iritasi percabangan trakeobronkial.
Rangsangan yang biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan mekanik, kimia dan
peradangan.3
Pada anak yang menderita batuk atau sukar bernapas dengan ditemukan gejala tarikan
dinding dada ke dalam, di klasifikasikan ke dalam pneumonia berat.23 Hal ini semakin
dikuatkan dengan hasil foto thoraks pasien yaitu gambaran infiltrat di kedua paru, kesan
bronkopneumonia. Penatalaksanaan yang diberikan pada pneumonia berat ialah pemberian
Oksigen 2-3 L/menit dan pemberian antibiotik. Pilihan antibiotik yang diberikan kepada pasien
ini adalah ceftriaxon iv. Pada pasien diberikan ceftriaxone 2x600mg iv (dosis 50-
80mg/kg/hari). Selain itu pada pasien diberi terapi simtomatis seperti parasetamol inf 3x120
mg (dosis 10-15 mg/kg/kali) sebagai antipiretik, deksametason iv 3x2mg sebagai antiinflamasi,
salbutamol 3x1mg sebagai bronkodilator, dan ambroxol p.o 3x6mg (dosis 0,5 mg/kg/kali)
sebagai mukolitik
Selain terapi medikamentosa, keluarga perlu di edukasi mengenai penyakit pasien yang
meliputi penyebab, faktor predisposisi, cara penularan dan pencegahan penyakitnya. Keluarga
juga diedukasi agar dapat menjaga hygiene anak, keluarga serta lingkungan tempat tinggal.
Pemberian nutrisi pada bayi juga perlu diperhatikan keluarga agar anak tidak jatuh ke gizi
kurang.
26
DAFTAR PUSTAKA
29
30