Anda di halaman 1dari 3

Jenderal Pincang

Jenderal P : (Berjalan perlahan dan mengambil batu besar kemudian mendekat perlahan kearah
serdadu yang akan menembak kedua temannya) “Prakkkk!” (Memukulkan batu pada kepala Serdadu)
“Modharrr kowe” (Mengambil pistol dan memastikan serdadu tersebut bener-bener mati)

Serdadu : “Arrrghhhh..” (Menggelepar dan tewas seketika)

Jenderal P: (Mengangkat kepala Kustio dan memberikan minum dan kemudian menuju Margono)

Margono : Walondonya kemana?

Jenderal P: Tuh sudah jadi tumbal nusantara

Margono : Kamu bedhil?

Jederal P : Ora, tak kepruk karo watu

Margono : Pastine mumet endhase

Jenderal P : Ora mumet maneh, langsung ngadhep marang Gusti Allah

Margono : Inalillahi wa inailaihi roji’un

Jenderal P : Suro diro joyodiningrat lebur dening pangastuti : Semua keberanian, kekuatan, kejayaan,
dan kemewahan yang ada dalam diri manusia yang menimbulkan kerusakan,
ketakaburan, kelicikan, dan angkara murka akan dikalahkan , dihancurkan oleh kasih
sayang dan kebaikan. (Mengambil bendera Belanda dan merobek warna birunya)

Margono : Di..Ga Bahaya ta? (Mengingatkan Jenderal P untuk tidak memasang merah putih di depan
tempat persembunyian mereka)

Jenderal P: Rawe-rawe rantas malang-malang tuntas, Bekupon omahe doro melu kompeni urip
tambah sengsoro (Dengan gagah Jenderal P menghadap merah putih dan memberikan
hormat, namun tiba-tiba ada rentetan tembakan membabi buta tanpa tau darimana
arahnya sehingga Jenderal P pun tersungkur dengan menahan bilah kayu yang ia pasang
bendera)
Narator : Setiap jengkal dari bumi pertiwi adalah darah, setiap helaan napas dan tarikan nya di alam
Nusantara adalah berkah Tuhan YME, atas usaha dan perjuangan deraian nyawa yang
tercecer tanpa terhitung lagi jumlahnya. Indonesia tidak lagi dalam cengkraman
kolonialisme. Indonesia tidak juga dalam penindasan imperialisme, bahkan Indonesia
bukan negara yang menganut kapitalisme. Masa berganti dengan makmur nya Negeri
akan sumber daya alam yang tiada tertandingi, manusia Indonesia bangkit menjadi
pribadi-pribadi yang sadar akan arti mengisi kemerdekaan bangsa, mengisi kemerdekaan
bangsa adalah buah cipta proklamasi. Bukan hadiah dari negara penjajah atau justru hasil
mereka yang pintar menjilat ludah.

Jenderal P : (Membawa bendera dan mendekap erat tiangnya) Merdeka!!!...(mengangkat dan


mengepalkan tangan pada tiap orang yang ditemuinya)

Orang 1 : (Bersikap cuek)

Orang 2 : (Tersenyum dan menganggukan kepala)

Orang 3 : Merdeka!....

Jenderal P : Apa benar kita sudah merdeka? Kustio kemana? Margono Kemana? Apakah mereka di
tangkap kumpeni, atau di kuburan ? (Berharap mendapat jawaban dan menangis terisak, sambil terus
berjalan)

Bocil 1 : Hei Jenderal Pincang lagi sedih

Bocil 2 : Pasti ga ada yang memberinya jawaban

Bocil 3 : Apa kita sudah merdeka? (Meniru gaya bicara Jenderal P)

Bocil 4 : Kemana Kustio? (Meniru gaya bicara Jenderal P)

Bocil 5 : Kemana Margono? (Meniru gaya bicara Jenderal P)

Para Bocil : Apakah mereka ditangkap kumpeni atau di kuburan? Hahahahahaha…(Berbarengan)

Bocil 6 : Yuk kita hibur beliau

Para Bocil : Ayo

Bocil 6 : Selamat Siang Jenderal, Lapor hari Jum’at 10 Nopember 2023 kami siap mengikuti
perintah Jenderal

Jenderal P : Haa…10 Nopember Kau bilang (Kaget dan langsung sedih)


Bocil 6 : Apa yang bisa kami lakukan supaya Jenderal tidak sedih

Jenderal P : Doa kan teman-temanku dan musuh-musuhku yang telah gugur

Bocil 6 : Siap Jenderal, Untuk mengenang hari 10 Nopember doakan arwah para pejuang

Jenderal P : Musuhku juga doakan

Bocil 6 : Siap Jenderal, doakan juga musuh-musuh Jenderal Pincang.

Para Bocil : (Menundukan kepala berdoa)

Bocil 6 : Selesai…(Mengambil birama dan memandu teman-temannya menyanyikan lagu)

Para Bocil : Sorak-sorak bergembira, bergembira semua, sudah bebas negeri kita, Indonesia
merdeka…dst.

Jenderal P : (Berjoget bahagia, dan mengibar-kibarkan benderanya)

Wanita X : Wong Edann!…(Menyiram Jenderal P dengan air seember)

Jenderal P : (Kaget dan menggigil kemudian mendekat ke wanita itu) Merdeka!… (Sambil
meninggalkannya

Para Bocil : Jenderal jangan pergi (menahan Jenderal dan mencoba mengeringkan baju jenderal
yang basah)

Jenderal P : (Tetap melangkahkan kaki dan berusaha mengusir para bocil)

Bocil 6 : Jenderal (Merengek dan mencoba menghadang)

Jenderal P : Siap gerak, balik kanan gerak, jalan ditempat gerak, majuuu jalan…..

Para Bocil : (Mengikuti perintah dengan berat hati)

Narator : (Membacakan puisi Karawang - Bekasi)

Anda mungkin juga menyukai