Anda di halaman 1dari 5

Cerita Pahit di Akhir Semua Hal

Ditulis oleh : Muhamad Husni Mubarok

"Dor... dorrr...." dentuman keras seperti sisa-sisa ledakan yang masih berkecamuk di
ingatannya.
"Duarrrrrrrr... brrrrrrrr....shhhh...." suara hancur-hancuran dan helaian angin menyelinap di
antara reruntuhan.
"Tit...titttt....brrrrrrrrrrrr......swhewwwww."

Ahhhhhhhhhhh............uhukkk...uhukkk........uhukkk
“Aku masih hidup ya?” “ Kenapa aku masih hidup? “Bukankah semuanya sudah selesai.”
“ Heyyyyy....... Tuhan.....Kenapa kau masih memberikanku hidup?”
“Bukankah kau telah mengambil semua hal dariku?!”
“Apa kau belum puas bersenang-senang dengan semua permainan ini?.”
“Aku hanya ingin ini semua selesai, aku lelah dengan semua ini.”

Aku Himbo seorang pria paruh baya yang sudah kehilangan niat hidupnya. Aku hanyalah
seorang pria yang menginginkan kehidupan yang damai dan tentram dengan semua anggota
keluarga dan orang-orang di sekitarku. Tapi sekarang, semua hal ini sudah tuhan rembut dari
diriku.

Aku kehilangan semua hal dari diriku saat terjadi perang antara Amerika dan Rusia yang
menyebabkan terjadinya perang nuklir. Keluargaku saat itu mereka sedang berlibur ke
London, Inggris. Sedangkan aku tidak ikut bersama mereka dikarenakan aku adalah seorang
yang bekerja di militer dan sudah memiliki pangkat mayor, jadi aku tidak bisa meninggalkan
pekerjaanku begitu saja.

Sehari sebelum keberangkatan mereka ke London, aku ingat bahwa anakku mengatakan jika
ia akan menjadi seorang tentara mengikuti jalan ayahnya. Kedua orang tua dan mertuaku juga
ikut pergi dalam perjalanan itu, yang tidak ikut dalam perjalanan itu hanya aku dan anak
pertamaku karena ia sedang berkuliah di Harvard university.
Pada saat Amerika menyatakan perang terhadap Rusia seluruh dunia bergetar pada saat itu.
Apalagi aku yang merupakan seseorang yang memiliki pangkat yang lumayan tinggi di dalam
kemiliteran memiliki tugas yang sangat banyak untuk dilakukan. Pada saat itu hal yang
pertama kali kupikirkan adalah keluargaku, aku sangat ingin menghubungi mereka pada saat
itu juga. Tetapi aku ingat Jenderal bre**sekku pada saat itu tidak mengizinkanku untuk
menghubungi mereka.

Walaupun negaraku tidak terlibat dalam perang ini, manusia mana dimuka bumi ini yang
tidak mengetahui dampak yang akan terjadi jika kedua negara adidaya dalam dunia ini
terlibat dalam sebuah konflik. Apa yang akan terjadi? Bukankah sudah jelas akhir dari dunia
ini sudah terlihat.

Saat aku sudah selesai menyelesaikan apa yang harus aku lakukan untuk pekerjaanku. Aku
langsung menghubungi anak tertuaku yang sedang menempuh pendidikan di Amerika.Aku
masih ingat dengan jelas apa yang putriku katakan di dalam telepon pada saat itu.

“Maaf pah...bukannya aku tidak ingin pulang..... te-ta-pi pemerintah Amerika pada saat ini
tidak mengizinkan orang di negaranya untuk masuk dan keluar sampai perang ini usai”.

“Tapi aku akan berusaha sebisa mungkin buat tetap hidup dan kembali ke keluarga dengan
selamat”, Ucap putriku dengan senyum kecil tetapi terdengar jelas jika ia sedang ketakutan.

“ I Love You Dad, thank you for everything , please say to mom I will be fine, Thank you”

Saat mendengar hal itu sebagai seorang kepala keluarga hatiku sudah sepeti berenang di
dalam inti bumi. Aku ingin sekali menangis pada saat itu, tetapi mendengar suara putriku
yang penuh ketakutan aku yakin jika menangis bukanlah hal yang tepat untuk saat itu.

Setelah itu aku menginstruksikan putriku untuk segera pergi ke minimarket terdekat untuk
membeli makanan dan alat-alat hidup lainnya, sebelum terjadi kekacauan akibat terjadinya
perang. Aku juga memberi tahu putriku tantang cara bertahan hidup dimasa perang.

Dan seperti yang sudah aku prediksi akan terjadi pemadaman internet di beberapa negara
yang menyebabkan kita tidak bisa saling berkomunikasi dengan keluarga kita. Tetapi pada
saat itu, aku sudah mempercayakan semua hal kepada putriku, aku percaya jika putriku akan
kembali kepadaku dengan selamat.
Setelah itu, aku mencoba untuk menghubungi keluargaku yang sedang berada di London.
Aku ingat jika istriku mengangkat telepon itu sambil menangis, lalu aku bertanya kepada
istriku “Apa kau baik-baik saja?”. “Bukankan tentu saja tidak Bodoh” , jawab istriku sambil
berteriak dan menangis. Lalu aku menyuruh istriku untuk menenangkan diri dan memintanya
untuk menjelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi, karena aku belum menjelaskan situasi
tentang anak kita. Jadi, aku bingung apa yang membuat istri yang sangatku cintai menangis
seperti itu.

“Apa kau dapat menjelaskan apa yang terjadi istriku”

“Tadi.......aku pergi ke bandara untuk membeli tiket kepulangan kita ke rumah, tetapi pihak
negara Inggris tidak memperbolehkan kita untuk keluar dari negara ini hingga perang usai”,
ucap istriku sambil menangis

“ Aku sudah meminta sampai bersujud di bandara itu, tetapi pihak bandara tidak
memperdulikanku”.

“ Akhhhhhhhh........dasar bandara br***sek, negara b**oh, ahhkkkkkkkk... Itu sangat


membuatku kesal sampai ingin menurunkan meteor ke negara ini”, ucap istriku sambil teriak
dan terlihat sangat kesal

“ Bukankah kau juga akan terkena meteor itu sendiri”. Ucap aku untuk mencairkan suasana.

“ Benar juga, aku baru mengingat hal itu”.

“Jadi suamiku bagaimana dengan putri kita apakah dia sudah sampai rumah, aku tidak bisa
menghubunginya dari tadi?”, tanya istriku dengan sangat penasaran

Pada saat istriku bertanya tentang hal itu hatiku menjadi sangat berat seperti sedang ditimpa
sebuah matahari. Aku ingin menjelaskan hal itu tetapi aku takut jika itu akan menjadi
kekhawatiran tambahan untuk istriku, tetapi jika aku menyembunyikan itu semua pasti istriku
tidak akan memaafkanku selama sisa hidupku.

Pada akhirnya aku terpaksa untuk menjelaskan situasinya kepada istriku, saat mendengar hal
itu istriku hanya diam lalu berkata “ Sayang, bukankan itu terdengar seperti ucapan
perpisahan?”. Aku hanya bisa terdiam setelah mendengar istriku mengucapkan hal tersebut,
karena aku tahu bagaimana perasaan seorang ibu jika putrinya sedang berada dalam bahaya
tetapi dia tidak bisa untuk melakukan apa pun.

Tidak seperti di Amerika di Inggris kita masih bisa menggunakan internet, sehingga aku
masih dapat menghubungi keluargaku yang berada di sana. Aku ingat saat itu, anak
terkecilku bertanya tentang apa yang sedang terjadi? Kenapa mama dan semua orang
kelihatan sibuk?. Aku hanya berpesan kepada anak laki-laki terakhirku untuk selalu
melindungi ibunya apa pun yang terjadi, bukankah aku seperti seorang pengecut? Aku
menyuruh seorang anak kecil untuk melakukan sesuatu yang seharusnya menjadi tanggung
jawabku.

Seperti yang sudah kalian semua ketahui Inggris merupakan sekutu dari Amerika, artinya
Inggris juga bergabung dan ikut serta dalam perang ini. Perang ini tidak bisa dibilang sebagai
perang Amerika melawan Rusia, tetapi lebih tepatnya ini adalah perang yang melibatkan
seluruh negara di dunia yang bersekutu dengan kedua negara ini.

Setelah itu, aku menyapa dan meminta maaf kepada kedua orang tuaku seolah-olah itu
merupakan salam terakhir dariku untuk mereka, aku ingat kata-kata terakhir dari orang tuaku
pada saat itu adalah "Kita merasa apa yang kita lakukan tak lebih hanya ibarat setetes air di
lautan. Tetapi lautan itu sendiri merasa kurang tanpa adanya tetesan yang hilang itu.” Dan
mertuaku juga bilang "Jika orang yang kita cintai dicuri dari kita, cara agar mereka tetap
hidup adalah dengan tidak pernah berhenti mencintai mereka." Aku berusaha untuk
tersenyum dan menerima apa yang akan terjadi kedepannya.

Setelah itu aku menyuruh istriku untuk naik ke atap hotel dan kita saling mengobrol dan
membicarakan tentang masa lalu dan hal-hal yang sudah kita lewati bersama-sama. Tidak
lama dari itu istriku tiba-tiba menangis dan berteriak dengan sangat kencang saat itu mungkin
bumi dapat terkena tsunami dan mungkin pada saat itu dan mungkin juga semua orang di
muka bumi dapat mendengar teriakan tangisannya.

Dari perspektifku saat itu aku sudah seperti orang mati, aku sudah sangat kacau sampai-
sampai aku merasa jika hidupku tidak berarti lagi. Aku mendengar orang yang ku kenal
sebagai orang yang sangat kuat, menangis dan aku orang yang ia pilih sebagai pasangan
hidupnya tidak dapat melakukan apa-apa .

Hingga saat itu tanpa sadar aku mengucapkan “Untuk apa pangkatku ini? kenapa aku tidak
ikut dengan mereka? kenapa aku harus sendirian? untuk apa aku hidup?
“Lidya.........bukankah kau sangat membenci suamimu ini?” tanyanya, suaranya terdengar
rapuh, hampir tak terdengar.

Tak lama kemudian, dentuman keras terdengar. Mungkin itu adalah ledakan terakhir yang
menyiratkan kehancuran total, atau mungkin juga itu adalah seruan kehampaan yang dipendamnya
selama ini.
Dalam keheningan malam, Mayor Himbo hanya bisa meratapi keputusasaan hidupnya yang kini
terhampar di antara reruntuhan masa lalu.

Anda mungkin juga menyukai