Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah tidak sedikit kita

mendapati peserta didik yang mengalami permasalahan akademik, seperti kesulitan

dalam belajar, mengatur waktu, mempersiapkan ujian, konflik batin dengan guru,

menyelesaikan tugas-tugas sekolah yang mengakibatkan peserta didik mengalami

penurunan nilai akademik (Bestari Laia, 2019). Peristiwa atau permasalahan tersebut

dimulai dengan kegiatan penundaan penyelesaian tugas yang diberikan oleh guru yang

dikenal dengan istilah prokrastinasi akademik (Fau, 2020), prokrastinasi atau menunda-

nunda dapat dikaitkan dengan kecemasan atau ketakutan akan kegagalan. Namun,

menunda-nunda ini justru dianggap sebagai hambatan siswa dalam mencapai kesuksesan

akademik karena dapat menurunkan kualitas serta kuantitas pembelajaran, dan jika

dibiarkan akan berdampak negatif bagi kehidupan siswa kedepannya.

Gufron dan Risnawita (2019) menyatakan bahwa prokrastinasi adalah suatu

penundaan yang dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang dengan melakukan

aktivitas lain yang tidak diperlukan dalam pengerjaan tugas tersebut, Penundaan tersebut

biasanya dilakukan oleh individu sebagai bentuk coping yang digunakan untuk

menyesuaiakan diri terhadap situasi yang membuatnya stress (Kendal dan Hammen

dalam Fibrianti, 2009). Banyak factor yang menyebabkan peserta didik melakukan

prokrastinasi , diantaranya rendahnya management diri dalam menyelesaikan tugas

akademik dan dampak dari prokrastinasi akademik juga berpengaruh terhadap penurunan

prestasi akademik siswa (Lase, 2020).

1
2

Akhir-akhir ini banyak sekali siswa terutama pada jenjang menengah pertama

(SMP) atau usia remaja yang mengalami prokrastinasi akademik yang tidak lain

penyebabnya adalah karena faktor kemalasan dan sikap tidak peduli dengan adanya tugas

yang diberikan oleh guru, rata-rata mereka lebih memilih bermain atau melakukan

aktifitas manyenangkan lainnya seperti bermain gadget daripada mengerjakan tugas. Pada

sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ferrari & Tice (2000), prokrastinasi dapat

dikaitkan dengan kecemasan dan ketakutan terhadap kegagalan. Prokrastinasi ini juga

dianggap sebagai hambatan peserta didik dalam mencapai kesuksesan dan berdampak

negatif terhadap kehidupan peserta didik di masa sekarang atau dimasa yang akan datang.

Perilaku prokrastinasi akademik juga diduga terjadi pada siswa kelas VIII MTs

Negeri 4 Bandung Barat. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan beberapa

guru, ditemukan banyak siswa melakukan penudaan terhadap tugas, sehingga saat

mendekati deadline banyak tugas yang belum dikerjakan siswa. Banyak guru yang

mengeluh siswa sering telat mengumpulkan tugas bahkan adan yang sampai tidak

mengerjakannya sama sekali. Dan ini selaras dengan banyaknya kasus di lapangan

penelitian salah satunya adalah penelitian dari Solomon and Rothblum (dalam Balkis,

2013) menemukan bahwa 46% pelajar melakukan prokrastinasi akademik, sekurang-

kurangnya setengah dari waktu mereka. Ini menunjukkan bahwa tingkat prokrastinasi

yang dialami oleh siswa cenderung tinggi, oleh karena itu dalam mengatasi permasalahan

tersebut terkhusus di lingkungan sekolah, guru BK harusnya dapat memberikan layanan

bimbingan dan konseling yang telah dimodifikasi baru sesuai dengan keadaan atau

kondisi siswa, agar dapat menguragi prokrastinasi akademik tersebut, salah satu layanan

dari bimbingan dan konseling adalah layanan bimbingan kelompok.


3

Bimbingan kelompok dapat diartikan sebagai salah satu teknik bimbingan yang

berusaha membantu individu agar dapat mencapai perkembangannya secara optimal

sesuai dengan kemapuan, bakat, minat siswa serta nilai-nilai yang dianutnya dan

dilaksnakan dalam situasi kelompok (Armila, 2020). Menurut Simbolon (2020) tujuan

layanan bimbingan kelompok adalah siswa dapat diajak untuk bersama-sama dapat

mengemukakan pendapat tentang sesuatu dan membicarakan topik-topik penting juga

mengembangkan langkah-langkah bersama untuk menangani permasalahan yang dibahas

dalam kelompok. Menurut Putri et al., (2020) mengungkapkan bahwa melalui layanan

bimbingan kelompok siswa bias mengutarakan pikiran yang mengganggu dan merasaan

yang tidak nyaman melalui berbagai kegiatan, sehingga pikiran yang suntuk, buntu, atau

beku dicairkan melalui berbagai masukan dan tanggapan baru. Tahap-tahap pelaksanaan

bimbingan dan kelompok sendiri secara keseluruhan adalah : pembentukan, penjajakan,

penafsiran dan pembinaan (Padil & Nashruddin, 2021), dan terdapat berbagai metode

dalam layanan bimbingan kelompok ini diantaranya diskusi, bermain peran dan

eksposotori.

Namun, layanan bimbingan kelompok yang dilakukan oleh guru BK dirasa belum

efektif dalam mengatasi prokrastinasi ini, maka perlu pengembangan teknik untuk

bimbingan kelompok agar lebih efektif. Salah satu upaya yang dapat di lakukan oleh guru

Bimbingan dan Konseling untuk mengatasi permasalahan prokrastinasi akademik adalah

dengan menggunakan teknik self Regulated Learning. Menurut Mukaromah et al., (2018)

menyertakan bahwa siswa yang memiliki Self Regulated Learning akan memiliki tujuan

dalam belajar, sehingga akan memiliki perencanaan berupa strategi untuk mencapai

tujuan tersebut. self Regulated Learning ini merupakan kemampuan individu untuk
4

mencapai tujuan belajar (Neila Rifatil M, 2013). Menurut beberapa pendapat ahli bahwa

siswa yang memiliki self Regulated Learning rendah akan membuat performa belajarnya

tidak maksimal karena tidak adanya skema yang ditetapkan dalam diri peerta didik untuk

belajar lebih baik lagi. Peirn dan Wahyuni (2015) menyatakan, kehilangan strategi dalam

self Regulated Learning akan mengakibatkan proses dan hasil belajar yang lebih buruk,

dalam hal ini peserta didik akan cenderung melakukan kegiatan prokrastinasi akademik.

Zimmerman and Schunk (dalam Saraswati P, 2017) mendefinisikan self

regulated learning sebagai pribadi yang menghasilkan pikiran, perasaan dan perilaku

yang secara sistematis berorientasi pada pencapaian prestasi pelajar. Bandura (dalam

Vons & Baumeister, 2011) menyatakan terdapat tiga proses yang berpengaruh dalam self

regulated learning, yakni personal (diri sendiri), lingkungan dan perilaku. Zimmerman

(dalam Cahyadi, 2016) menekankan bahwa individu yang memiliki self regulasi harus

memiliki strategi dalam belajar untuk mencapai tujuan dalam akademiknya, strategi self

regulated learning sendiri meliputi aktivitas yang berfokus pada tujuan belajar yakni

yang secara lansung dapat dilakukan, dimodifikasi dan dapat dijaga segala aktivitas

belajarnya.

Zimmerman & Martinez-pons (dalam Yasdar, M., & Muliyadi. 2018)

mengemukakan tahap-tahap self regulated learning sebagai berikut :

1. Evaluasi diri dan pemantauan

Tahap ini dilakukan dengan cara menggunakan lembar kerja siswa (LKPD)

sehingga dengan cara tersebut siswa dapat mengetahui kelemahan dalam

belajar dan dapat mengatasinya

2. Penetapan tujuan dan perencanaan strategi yang akan digunakan


5

Tujuan utama adalah menetapkan suatu proses yang spesifik dalam mencapai

tujuan untuk mengembangkan keterampilan tertentu dengan cara memilih dan

menetukan strategi yang sesuai

3. Pemantauan strategi penerapan

Pada tahap ini dengan sadar siswa dapat menerpakan strategi baru, cara paling

baru agar siswa dapat menentukan strategi yang lebih sesuai dalam melakukan

pemantauan diri

4. Pemantauan strategi hasil

Siswa memberikan perhatian terhadap hasil belajar dan proses strategi untuk

menentukan nama yang paling efektif. Efektifitas dari strategi belajar ini

tergantung pada pemantauan dan evaluasi terhadap tugas.

Dalam self regulated learning terdapat beberapa kemampuan peserta didik yakni

(1). Kemampuan memperjelas tujuan belajarnya, (2). Kemampuan menyesuaikan

kemampuan belajar dengan bakat dan minat, (3). Kemampuan menciptakan pendidikan

yang menantang meransang serta menyenangkan, dan (4). Kemampuan menghindari

tekanan uang tidak menentu seperti suasana umum pembelajaran akademis. self regulated

learning menjadi pengharapan untuk berhasil dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan dapat berpengaruh pada seseorang dan dapat membuat individu

merencanakan dan menyelesaikan tugas dengan dilakukan sebaik mungkin, sehingga

membantu seseorang untuk tidak melakukan prokrastinasi akademik. Menurut

Zimmerman (dalam Sutikno, 2016) aspek-aspek self regulated learning terdiri atas

pengaturan dari tiga aspek umum pembelajaran akademis, yaitu kognisi, motivasi, dan

perilaku.
6

Self regulated learning berdasarkan konsep konsep diatas dapat disimpulan bahwa

self regulated learning merupakan aspek utama yang mempengaruhi prokrastinasi

akademik siswa. Peristiwa ini didukung oleh hasil penelitian oleh Schraw (2007),

Patrzek, dkk (2012), Santika & Sawitri (2016), Darmawan (2017), dan Lubis (2018).

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa self regulated

learning merupakan kemampuan seseorang dalam proses belajar yang dilakukan secara

individu dan terencana dalam melakukan aktivitas belajar yang menyertakan aspek

kognitif, motivasi dan perilaku.

Dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap prokrastinasi

merupakan hal yang dapat menghambat kesuksesan belajar peserta didik. Banyak faktor

yang mendasari peserta didik melakukan prokrastinasi, diantaranya adalah rendahnya

manajemen diri setiap peserta didik dalam menyelesaikan tugas akademik dan dampak

dari prokrastinasi akademik juga berpengaruh pada akademik siswa. Siswa yang

memiliki self regulated merupakan individu yang aktif secara metakognisi, motivasi, dan

perilaku didalam proses belajarnya, jadi siswa yang mampu mengadopsi dan menguasai

strategi self regulated learning maka strategi tersebut dapat mereka terapkan untuk

mengurangi perilaku prokrastinasi akademik.

Anda mungkin juga menyukai