PENDAHULUAN
dalam belajar, mengatur waktu, mempersiapkan ujian, konflik batin dengan guru,
penurunan nilai akademik (Bestari Laia, 2019). Peristiwa atau permasalahan tersebut
dimulai dengan kegiatan penundaan penyelesaian tugas yang diberikan oleh guru yang
dikenal dengan istilah prokrastinasi akademik (Fau, 2020), prokrastinasi atau menunda-
nunda dapat dikaitkan dengan kecemasan atau ketakutan akan kegagalan. Namun,
menunda-nunda ini justru dianggap sebagai hambatan siswa dalam mencapai kesuksesan
akademik karena dapat menurunkan kualitas serta kuantitas pembelajaran, dan jika
aktivitas lain yang tidak diperlukan dalam pengerjaan tugas tersebut, Penundaan tersebut
biasanya dilakukan oleh individu sebagai bentuk coping yang digunakan untuk
menyesuaiakan diri terhadap situasi yang membuatnya stress (Kendal dan Hammen
dalam Fibrianti, 2009). Banyak factor yang menyebabkan peserta didik melakukan
akademik dan dampak dari prokrastinasi akademik juga berpengaruh terhadap penurunan
1
2
Akhir-akhir ini banyak sekali siswa terutama pada jenjang menengah pertama
(SMP) atau usia remaja yang mengalami prokrastinasi akademik yang tidak lain
penyebabnya adalah karena faktor kemalasan dan sikap tidak peduli dengan adanya tugas
yang diberikan oleh guru, rata-rata mereka lebih memilih bermain atau melakukan
aktifitas manyenangkan lainnya seperti bermain gadget daripada mengerjakan tugas. Pada
sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ferrari & Tice (2000), prokrastinasi dapat
dikaitkan dengan kecemasan dan ketakutan terhadap kegagalan. Prokrastinasi ini juga
dianggap sebagai hambatan peserta didik dalam mencapai kesuksesan dan berdampak
negatif terhadap kehidupan peserta didik di masa sekarang atau dimasa yang akan datang.
Perilaku prokrastinasi akademik juga diduga terjadi pada siswa kelas VIII MTs
Negeri 4 Bandung Barat. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan beberapa
guru, ditemukan banyak siswa melakukan penudaan terhadap tugas, sehingga saat
mendekati deadline banyak tugas yang belum dikerjakan siswa. Banyak guru yang
mengeluh siswa sering telat mengumpulkan tugas bahkan adan yang sampai tidak
mengerjakannya sama sekali. Dan ini selaras dengan banyaknya kasus di lapangan
penelitian salah satunya adalah penelitian dari Solomon and Rothblum (dalam Balkis,
kurangnya setengah dari waktu mereka. Ini menunjukkan bahwa tingkat prokrastinasi
yang dialami oleh siswa cenderung tinggi, oleh karena itu dalam mengatasi permasalahan
bimbingan dan konseling yang telah dimodifikasi baru sesuai dengan keadaan atau
kondisi siswa, agar dapat menguragi prokrastinasi akademik tersebut, salah satu layanan
Bimbingan kelompok dapat diartikan sebagai salah satu teknik bimbingan yang
sesuai dengan kemapuan, bakat, minat siswa serta nilai-nilai yang dianutnya dan
dilaksnakan dalam situasi kelompok (Armila, 2020). Menurut Simbolon (2020) tujuan
layanan bimbingan kelompok adalah siswa dapat diajak untuk bersama-sama dapat
dalam kelompok. Menurut Putri et al., (2020) mengungkapkan bahwa melalui layanan
bimbingan kelompok siswa bias mengutarakan pikiran yang mengganggu dan merasaan
yang tidak nyaman melalui berbagai kegiatan, sehingga pikiran yang suntuk, buntu, atau
beku dicairkan melalui berbagai masukan dan tanggapan baru. Tahap-tahap pelaksanaan
penafsiran dan pembinaan (Padil & Nashruddin, 2021), dan terdapat berbagai metode
dalam layanan bimbingan kelompok ini diantaranya diskusi, bermain peran dan
eksposotori.
Namun, layanan bimbingan kelompok yang dilakukan oleh guru BK dirasa belum
efektif dalam mengatasi prokrastinasi ini, maka perlu pengembangan teknik untuk
bimbingan kelompok agar lebih efektif. Salah satu upaya yang dapat di lakukan oleh guru
dengan menggunakan teknik self Regulated Learning. Menurut Mukaromah et al., (2018)
menyertakan bahwa siswa yang memiliki Self Regulated Learning akan memiliki tujuan
dalam belajar, sehingga akan memiliki perencanaan berupa strategi untuk mencapai
tujuan tersebut. self Regulated Learning ini merupakan kemampuan individu untuk
4
mencapai tujuan belajar (Neila Rifatil M, 2013). Menurut beberapa pendapat ahli bahwa
siswa yang memiliki self Regulated Learning rendah akan membuat performa belajarnya
tidak maksimal karena tidak adanya skema yang ditetapkan dalam diri peerta didik untuk
belajar lebih baik lagi. Peirn dan Wahyuni (2015) menyatakan, kehilangan strategi dalam
self Regulated Learning akan mengakibatkan proses dan hasil belajar yang lebih buruk,
dalam hal ini peserta didik akan cenderung melakukan kegiatan prokrastinasi akademik.
regulated learning sebagai pribadi yang menghasilkan pikiran, perasaan dan perilaku
yang secara sistematis berorientasi pada pencapaian prestasi pelajar. Bandura (dalam
Vons & Baumeister, 2011) menyatakan terdapat tiga proses yang berpengaruh dalam self
regulated learning, yakni personal (diri sendiri), lingkungan dan perilaku. Zimmerman
(dalam Cahyadi, 2016) menekankan bahwa individu yang memiliki self regulasi harus
memiliki strategi dalam belajar untuk mencapai tujuan dalam akademiknya, strategi self
regulated learning sendiri meliputi aktivitas yang berfokus pada tujuan belajar yakni
yang secara lansung dapat dilakukan, dimodifikasi dan dapat dijaga segala aktivitas
belajarnya.
Tahap ini dilakukan dengan cara menggunakan lembar kerja siswa (LKPD)
Tujuan utama adalah menetapkan suatu proses yang spesifik dalam mencapai
Pada tahap ini dengan sadar siswa dapat menerpakan strategi baru, cara paling
baru agar siswa dapat menentukan strategi yang lebih sesuai dalam melakukan
pemantauan diri
Siswa memberikan perhatian terhadap hasil belajar dan proses strategi untuk
menentukan nama yang paling efektif. Efektifitas dari strategi belajar ini
Dalam self regulated learning terdapat beberapa kemampuan peserta didik yakni
kemampuan belajar dengan bakat dan minat, (3). Kemampuan menciptakan pendidikan
tekanan uang tidak menentu seperti suasana umum pembelajaran akademis. self regulated
learning menjadi pengharapan untuk berhasil dalam mencapai tujuan yang telah
Zimmerman (dalam Sutikno, 2016) aspek-aspek self regulated learning terdiri atas
pengaturan dari tiga aspek umum pembelajaran akademis, yaitu kognisi, motivasi, dan
perilaku.
6
Self regulated learning berdasarkan konsep konsep diatas dapat disimpulan bahwa
akademik siswa. Peristiwa ini didukung oleh hasil penelitian oleh Schraw (2007),
Patrzek, dkk (2012), Santika & Sawitri (2016), Darmawan (2017), dan Lubis (2018).
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa self regulated
learning merupakan kemampuan seseorang dalam proses belajar yang dilakukan secara
individu dan terencana dalam melakukan aktivitas belajar yang menyertakan aspek
merupakan hal yang dapat menghambat kesuksesan belajar peserta didik. Banyak faktor
manajemen diri setiap peserta didik dalam menyelesaikan tugas akademik dan dampak
dari prokrastinasi akademik juga berpengaruh pada akademik siswa. Siswa yang
memiliki self regulated merupakan individu yang aktif secara metakognisi, motivasi, dan
perilaku didalam proses belajarnya, jadi siswa yang mampu mengadopsi dan menguasai
strategi self regulated learning maka strategi tersebut dapat mereka terapkan untuk