Anda di halaman 1dari 7

Nama : Chaterine Nurhayati (200300007)

Tugas Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya

Contoh Kasus Gadai Saham PT. Go Publik Pasar Modal :

1. Hal – hal apa saja yang perlu diperhatikan/dipenuhi dalam hal kita
menerima jaminan pembayaran hutang berupa penggadaian atas
saham-saham PT. Go Publik yang sudah tercatat di bursa efek,
sehingga jaminan tersebut nantinya dapat dieksekusi (dalam hal
debitur wanprestasi)

2. Bagaimana pula bila saham-saham tersebut sudah scriptless?

3. Apakah sudah ada juklak atau peraturan lainnya (khususnya dari


badan/Lembaga yang terkait dengan pasar modal) yng mengatur
masalah eksekusi atas saham PT. Go Publik tersebut?

4. Apakah sudah ada contoh kasus eksekusi Gadai Saham di Bursa


Efek Indonesia?

Pembahasan Studi Kasus Gadai Saham PT. Go Publik :

1. Dalam hal menerima jaminan pembayaran hutang berupa


penggadaian atas saham yang sudah tercatat di bursa efek adalah :

1. Berapa besar nilai saham yang dapat dijadikan jaminan gadai,


hal ini diperhitungkan karna saham sebagai surat berharga yang
diperdagangkan sering mengalami perubahan harga

2. Mempertimbangkan hal hal seperti apabila terjadi penurunan


harga saham yang sangat jauh / tajam, yang dapat membuat
harga saham tidak mencukupi pemenuhan kebutuhan jaminan.

3. Sesuai dengan pasal 60 ayat (3) Undang – Undang No. 40 Tahun


2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), Gadai Saham wajib di
catatkan dalam Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus
Pemegang Saham. Tujuannya untuk pihak yang bersangkutan
atau berkepentingan dapat mengetahui status saham yang
digadaikan tersebut, sebagaimana saham yang digadaikan tidak
menyebabkan perubahan kepemilikan.

4. Berdasarkan Pasal 1152 KUHPerdata yang memperbolehkan untuk


menitipkan benda gadai kepada pihak ketiga sepanjang disepakati oleh
pihak-pihak dalam gadai. Benda yang dijadikan objek gadai harus
dikeluarkan dari kekuasaan kreditur. Hal ini dikenal sebagai
inbezitstelling, dan merupakan syarat utama terjadinya gadai.
Inbezitstelling sendiri diatur dalam pasal 1152 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (“KUHPer”). Pada saham-saham yang masih berbentuk
lembaran, maka pelepasan penguasaan debitur atas saham mudah
dilakukan, yaitu dengan menyerahkan lembaran saham itu kepada
penguasaan kreditur atau pihak ketiga. Namun, untuk saham-saham tanpa
warkat (scriptless) maka pelepasan penguasaan debitur atas saham yang
digadaikan dapat dilakukan melalui bantuan Kustodian Sentral Efek
Indonesia (KSEI).

2. Apabila saham sudah Scriptless (tanpa warkat). Pada saat ini, umumnya
saham-saham yang diperdagangkan sudah berbentuk scriptless. Jadi,
pemegang saham sudah tidak lagi memegang saham dalam bentuk fisik
lembaran saham. Bukti kepemilikan saham yag dimilikinya tidak berupa
lembaran saham secara fisik, namun berupa rekening saham yang dia miliki
melalui Perusahaan Efek, Bank Kustodian, dan Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian.
Saham-saham yang dimiliki oleh pemegang saham tersebut dicatatkan atas
nama pemegang saham dalam catatan rekening yang terpisah dari keuangan
Perusahaan Efek. Perusahaan Efek ini kemudian menitipkan saham tersebut
atas nama Perusahaan Efek yang bersangkutan pada Bank Kustodian.
Kemudian, Bank Kustodian menitipkan saham tersebut ke Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian (yang dalam hal ini di Indonesia dijalankan
oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia/KSEI).
Rekening yang dititipkan oleh Bank Kustodian di Lembaga Penyimpanan
dan Penyelesaian ini tercatat atas nama Bank Kustodian yang bersangkutan
sebagai wakil substitusi Perusahaan Efek yang mewakili pemegang saham.
Selanjutnya, berdasarkan rekening saham yang terdapat pada tiga lembaga
tersebut, Emiten mencatatkan kepemilikan saham atas dirinya melalui Biro
Administrasi Efek. Jadi, bukti rekening itulah yang dijadikan sebagai bukti
bahwa si pemegang saham memiliki saham-saham di suatu Emiten

3. Hingga saat ini belum ada peraturan perundang-undangan ataupun petunjuk


pelaksanaan yang secara khusus dan terperinci mengatur mengenai gadai
saham maupun cara eksekusinya. Oleh karena itu, kreditur dapat melakukan
eksekusi saham berdasarkan Pasal 1155 KUH Perdata dengan melelangnya
di pasar modal melalui perantara dua orang makelar yang ahli dalam
perdagangan barang-barang tersebut, atau berdasarkan Pasal 1156 KUH
Perdata yaitu dengan mengajukan permohonan kepada pengadilan

4. Terdapat beberapa contoh kasus eksekusi gadai saham perseroan terbuka,


sebagaimana yang diputus dalam Putusan MA No. 240
PK/Pdt/2006 dan Putusan MA No. 115 PK/Pdt/2007 terkait pengalihan saham
yang digadaikan, di mana keduanya memiliki putusan yang berbanding
terbalik, sementara kedua perkara tersebut memiliki substansi permasalahan
yang sama dan hanya berbeda subjeknya
Dalam Putusan MA No. 240 PK/Pdt/2006, tergugat diputus telah
melakukan perbuatan melawan hukum atas dilakukannya eksekusi gadai
saham. Sebab pemberitahuan perpanjangan jangka waktu gadai saham
merupakan permintaan perpanjangan secara sepihak karena tidak pernah
disetujui, sehingga tidak mengikat.
Sedangkan pada Putusan MA No. 115 PK/Pdt/2007 menyatakan
eksekusi gadai saham adalah tepat dan sah demi hukum. Perpanjangan waktu
gadai tidak memerlukan persetujuan pemberi gadai, melainkan dapat
dilakukan hanya dengan pemberitahuan oleh pemegang gadai kepada
penerima gadai.
Hal tersebut dari perjanjian gadai saham yang berbunyi perjanjian
gadai ini tunduk pada pengakhiran sebelum berakhirnya jangka waktunya atau
suatu perpanjangan jangka waktu yang dengan ini diadakan atas pilihan dari
penerima gadai pada setiap saat setelah disampaikannya pemberitahuan
kepada pemberi gadai.
Lebih lanjut, pada Putusan MA No. 240 PK/Pdt/2006, hak untuk
melakukan eksekusi gadai ada pada pihak pemegang gadai selama perjanjian
gadai itu masih berlaku, sehingga dengan berakhirnya masa berlaku
perpanjangan gadai dalam perkara tersebut, maka hak untuk mengeksekusi
demi hukum berakhir juga. Sedangkan pada Putusan MA No. 115
PK/Pdt/2007 berpendapat bahwa perjanjian gadai saham akan berlaku terus
dengan sistem diperpanjangan selama utang belum lunas.
Terakhir, pada Putusan MA No. 240 PK/Pdt/2006 berpendapat bahwa
eksekusi gadai saham tidak dapat dilakukan dengan penjualan di bawah
tangan karena bertentangan dengan ketentuan Pasal 1155 KUH Perdata yang
mengatur bahwa eksekusi barang gadai wajib dilakukan dengan dijual di muka
umum atau dengan cara lelang, agar debitur tidak dirugikan. Sebaliknya pada
Putusan MA No. 115 PK/Pdt/2007 berpendapat bahwa ketentuan mengenai
eksekusi barang gadai wajib dilakukan dengan dijual di muka umum atau
dengan cara lelang dapat disimpangi.

Contoh Kasus Pasar Uang :


Konsekuensi Jika Membeli Mobil dari Pelaku Kasus Korupsi Sekitar 7 bulan
yang lalu saya membeli 1 unit mobil bekas dengan harga wajar/harga pasar,
komplit dengan surat-surat BPKB, STNK pajak hidup, Buku Panduan dan kunci
cadangan, disertai dengan kwitansi jual beli yang sah dan beberapa orang saksi.
Setelah kira-kira 7 bulan saya pakai, saya ingin membayar pajak tahunan, tetapi
saya terkejut karena kata orang Samsat tidak bisa sebab diblokir KPK akibat kasus
korupsi pencucian uang. Sudah 5 biro jasa saya coba, hasilnya sama, diblokir
kepolisian. Saya berusaha menanyakan perihal masalah tersebut kepada yang
punya mobil, tetapi mereka berusaha untuk menutupi dan tidak transparan
menjelaskan masalah mobil tersebut, dengan kata lain tidak mau bertanggung
jawab. Sampai sekarang saya bingung menghadapi masalah ini, saya berusaha
untuk menyelidiki masalah mobil yang saya beli dan ternyata mobil tersebut hasil
korupsi dari anak yang punya mobil tersebut yang dihibahkan/diberikan kepada
bapaknya yang namanya tertera pada BPKB mobil tersebut. Yang ingin saya
pertanyakan: apa yang harus saya lakukan? Apakah mobil saya bisa disita KPK?
Kalaupun terjerat pencucian uang kenapa orang yang namanya tertera pada BPKB
tersebut tidak ditahan kepolisian? Karena setahu saya, menerima hasil dari korupsi
bisa terjerat kasus pencucian uang. Mohon penjelasan dari bapak/ibu sekalian,
sebelumnya saya ucapkan terima kasih.

Pembahasan Contoh Kasus Pasar Uang :


Membeli mobil hasil korupsi. Masyarakat pada umumnya meremehkan
pentingnya proses balik nama atas Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB)
ketika membeli sebuah mobil bekas. Hal ini menjadi penting biasanya ketika
mobil bekas yang dibeli ternyata bermasalah di kemudian hari, dan sudah
merupakan rahasia umum jika hukum kebiasaan yang berlaku di tengah
masyarakat kita ketika membeli sebuah mobil bekas hanya “mendasarkan” sahnya
jual beli ketika si Pembeli menerima lembar kwitansi kosong yang di dalamnya
tertera tanda tangan dari si Penjual/Pemilik sebelumnya yang namanya tercantum
dalam BPKB.
jika mobil bekas yang telah dibeli merupakan hasil dari tindakan korupsi
dari anak si Penjual/Pemilik sebelumnya yang namanya tercantum dalam BPKB,
berikut akan kami informasikan terlebih dahulu dasar hukum terkait. Bahwa
mobil (penumpang) merupakan jenis Kendaraan Bermotor yaitu kendaraan yang
digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin (selain Kendaraan yang berjalan
di atas rel) sebagaimana dimaksud dalam ketentuanPasal 1 angka 7 dan angka 8
juncto Pasal 47undang-undang nomor nomor 22 tahun 2009 tentang lalulintas dan
angkutan jalan (UULLAJ).
Supaya Kendaraan Bermotor dapat melintasi jalan maka wajib diregistrasi
sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 64 ayat (1) UULLAJ, dan sebagai
bukti bahwa Kendaraan Bermotor telah diregistrasi maka Pemilik diberi Buku
Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK)
Bermotor, dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (Pasal 65 ayat (2) UULLAJ).
Sebagai bagian yang penting untuk diketahui adalah bahwa BPKB berlaku
selama kepemilikannya tidak dipindahtangankan sebagaimana diatur dalam
ketentuan Pasal 70 ayat (1) UULLAJ. Implikasi hukumnya ketika diaplikasikan
dalam permasalahan hukum yang dihadapi, sepanjang nama pemilik yang tertera
dalam BPKB masih tercantum nama pemilik mobil sebelumnya, tidak dapat
dikatakan sebagai Pemilik mobil tersebut secara hukum, meskipun secara fisik
mobil tersebut telah berada dalam penguasaan pembeli dengan STNK dan telah
terdapat asli kwitansi pembayaran lunas terkait jual belinya. Adapun terdapat
kewajiban bagi Pemilik mobil sebelumnya untuk melaporkan kepada Kepolisian
Republik Indonesia jika kepemilikan Kendaraan Bermotor telah beralih
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 71 ayat (1) huruf c UULLAJ, dan
ditegaskan kembali dalam Pasal 43 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 5
Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor.
Demikianlah seharusnya BPKB mobil tersebut wajib untuk dilakukan
proses balik nama dari Pemilik sebelumnya. Apabila kemudian disinyalir mobil
tersebut merupakan hasil tindak pidana korupsi dari anak si Pemilik mobil
sebelumnya, maka selama dalam BPKB mobil tersebut nama Pembeli belum
tertera sebagai Pemilik maka masih terbuka peluang dilakukannya tindakan
hukum berupa penyitaan selama proses penyidikan berlangsung oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (“KPK”) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal
26 undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi (UuU No. 31 Tahun 1999) juncto pasal 39 ayat (1)huruf e Kitab undang-
undang hukum aceh pidana (KUHAP). Bahkan apabila si pelaku yang diduga
melakukan tindak pidana korupsi kemudian diadili, tidak tertutup peluang
dijatuhkannya putusan pengadilan berupa pidana tambahan dalam bentuk
perampasan barang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1)
huruf a UU No. 31 Tahun 1999.
Saran yang dapat dilakukan untuk pembeli :
1. Bahwa secara hukum Pembeli tidak berkedudukan sebagai pemilik
terhadap mobil tersebut sebab dalam BPKB masih tercantum nama
Pemilik sebelumnya sebagai pemilik. Sehingga apabila diperoleh
dugaan kuat jika mobil tersebut merupakan hasil dari tindak pidana
korupsi, maka Penyidik KPK dapat melakukan penyitaan terhadap
mobil tersebut untuk kepentingan proses penyidikan. Hal ini tentu saja
merugikan Pembeli yang semula beritikad baik membeli mobil
tersebut dari Pemilik sebelumnya. Apabila Pembeli menghadapi
kondisi demikian maka Pembeli dapat mengajukan permohonan
pinjam pakai barang bukti kepada pihak yang berwenang dalam hal ini
adalah KPK karena terkait dugaan tindak pidana korupsi dengan
disertai alasan (contohnya mobil tersebut berpengaruh besar bagi
Pembeli untuk dapat bekerja) dan bukti terkait yang menerangkan jika
Pembeli adalah Pembeli yang beritikad baik ketika membeli mobil
tersebut yang dibuktikan dengan adanya asli kwitansi pembayaran
pelunasan pembelian mobil yang ditandatangani oleh Pemilik mobil
sebelumnya. Bahkan bilamana diperlukan dalam surat permohonan
tersebut Pemebli dapat lampirkan surat pernyataan yang pada
pokoknya menyatakan hal-hal sebagai berikut:
2. kesediaan merawat dan tidak mengubah bentuk, wujud dan warna
barang bukti (benda yang disita),
3. kesediaan untuk menghadirkan barang bukti (benda yang disita) bila
diperlukan sewaktu-waktu, dan
4. kesediaan untuk tidak memindah tangankan barang bukti kepada pihak
lain. Bahwa secara eksplisit pada ketentuan Pasal 46 KUHAP tidak
ada mengatur mengenai hal pinjam pakai benda yang dikenakan
penyitaan. Namun hal tersebut dapat dilihat dalam Lampiran Peraturan
Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.01.PW.07.03
Tahun 1982 tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang- Undang
Hukum Acara Pidana

Anda mungkin juga menyukai