Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS PENYELESAIAN MASALAH TERHADAP KASUS YANG

TIMBUL DALAM PRAKTEK PENGGUNAAN


CEK KOSONG

Oleh:
Lady Ruby
2015-050-209

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KATOLIK
ATMA JAYA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di era globalisasi ini, perjanjian jual beli menjadi hal yang sering untuk dilakukan
oleh para pihak berdasarkan suatu kesepakatan bersama. Dalam perjanjian jual beli
tersebut, para pihak dapat mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih,
dimana para pihak yang terlibat dalam perjanjian jual beli tersebut akan mendapat
perlindungan hukum apabila para pihak mempunyai bukti tertulis dalam suatu ikatan
perjanjian jual beli. Pihak yang satu menyerahkan hak milik atas suatu barang, pihak
lainnya berjanji untuk membayar dengan harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai
imbalan dari perolehan hak milik tersebut. Pihak yang satu disebut penjual berkewajiban
untuk menyerahkan barang sesuai dengan isi perjanjian dan berhak untuk menerima
harga (pembayaran), dan pihak yang lain yaitu pembeli berkewajiban untuk membayar
harga, dan berhak untuk mendapatkan barang yang diperjanjikan dalam perjanjian jual-
beli tersebut.
Dalam praktek apabila harga yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian jual beli
nominalnya cukup tinggi, seringkali disepakati oleh para pihak dalam pembayarannya
menggunakan surat beharga. Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja
diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi yang berupa pembayaran
sejumlah uang. Tetapi pembayaran ini tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang,
melainkan dengan menggunakan alat bayar lain. Alat bayar itu berupa surat yang
didalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ke tiga, atau pernyataan sanggup
untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat itu.
Surat cek sebagai salah satu contoh surat berharga yaitu menggunakan alat
pembayaran tunai secara giral sebagai pengganti uang chartal. Namun berpangkal dari
ketentuan-ketentuan dalam hukum Cek yang cenderung memberikan peluang untuk
terjadinya penyimpangan penggunaan Cek maka kemudian timbulah masalah di dalam
penggunaan cek yaitu cek kosong.
Cek diatur dalam Undang-Undang Hukum Dagang Pasal 178 sampai dengan 229.
Menurut ketentuan pasal 178 KUHD, cek mempunyai ciri- ciri yaitu:
1. Nama cek dimuat dalam teksnya sendiri dan diistilahkan dalam bahasa cek itu
ditulisnya;
2. Perintah tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu;
3. Nama orang yang harus membayarnya (tertarik);
4. Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan;
5. Tanggal dan tempat cek ditariknya;
6. Tandatangan orang yang mengeluarkan cek itu (penarik).
Cek Kosong yaitu dimana tidak tersedianya dana ketika cek dicairkan atau
diperlihatkan. Cek kosong timbul karena adanya itikad tidak baik dari penerbit yang
sering disebut dengan tindakan penipuan.
Penggunaan surat beharga berupa cek dalam perjanjian jual beli telah
mengakibatkan berbagai permasalahan di dalam prakteknya salah satunya berupa cek
kosong. Mengenai permasalahan cek kosong ini, penulis tertarik untuk membahas
mengenai “bagaimana upaya penyelesaian masalah yang timbul dalam praktek
penggunaan Cek kosong” sebagai alat pembayaran di Indonesia?

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang sudah diuraikan diatas maka dalam penulisan kali ini
rumusan masalah yang akan dibahas yaitu:
1. Contoh kasus apa yang terjadi dalam praktek penggunaan cek kosong?
Bagaimana upaya penyelesaian masalah terhadap kasus yang timbul dalam praktek
penggunaan cek kosong?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui salah satu contoh kasus yang menggambarkan praktek
penggunaan cek kosong dan untuk mengetahui bagaimana upaya penyelesaian masalah
terhadap kasus yang timbul dalam praktek penggunaan cek kosong.
BAB II
PEMBAHASAN DAN ANALISIS

1.1 Contoh kasus apa yang terjadi dalam praktek penggunaan cek kosong?
Bagaimana upaya penyelesaian masalah terhadap kasus yang timbul dalam praktek
penggunaan cek kosong?

Contoh kasus

Sriwijaya Post – Rabu, 22 Juli 2009 17:58 WIB.

PALEMBANG - Dua kali tagihan utangnya dibayar dengan cek kosong, PT Pulau Hijau
Asri (PHA) melalui kuasa hukumnya, Chairul S Matdiah, SH melapor ke Polda Sumsel,
Rabu (2/7). Pelakunya tidak lain adalah Siti Faridah yang merupakan warga negara
Malaysia. Akibat perbuatan Siti, PT PHA diduga menderita kerugian hingga Rp 3,2
miliar. Tidak hanya Siti Fadilah yang kita laporkan tetapi juga dua orang lainnya yaitu
Muskani dan Zamzami. Muskani yang berjanji untuk bertanggungjawab dan Zamzami
yang memiliki cek kosong tersebut,” kata Chairul S Matdiah kepada wartawan, Rabu
(22/7) yang ditemui usai melapor ke Siaga Ops Polda Sumsel.
Menurutnya, kejadian itu berawal dari kontrak jual beli crude palm oil (CPO) antara
Siti dan PT PHA. Perjanjian kontrak itu senilai Rp 3,2 miliar. Selanjutnya, Siti tidak juga
melakukan pembayaran terhadap perjanjian jual beli tersebut dan baru pada minggu
pertama Juli 2009 memberikan dua lembar cek. Kedatangan Siti pada saat itu bersama
dengan Muskani dan Zamzami. Adapun masing-masing cek bernilai Rp 2 miliar dan Rp
1,2 miliar. Saat dicairkan oleh salah satu karyawan PT PHA pada tanggal 8 Juli 2009
ternyata cek tersebut kosong. Siti menemui kembali pihak PT PHA setelah dikonfirmasi
bahwa cek yang diberikannya kosong pada tanggal 20 Juli 2009. Siti pun memberikan
cek yang baru sebagai alat pembayaran atas perjanjian kontrak jual beli yang berimbas
menjadi hutang tersebut. Namun, lagi-lagi saat karyawan PT PHA hendak mencairkannya
pada tanggal 24 Juli 2009, cek itu pun merupakan cek kosong.
Upaya penyelesaian masalah

Sampai saat ini penulis belum mendapatkan perkembangan terakhir dari kasus cek
kosong antara Siti Fadilah dan PT PHA ini, namun penulis akan menjelaskan bagaimana
proses upaya yang dapat dilakukan jika terjadi kasus masalah cek kosong, dan akan di
lanjutkan dan dijelaskan di bagian analisis.
Penyelesaian masalah yang timbul dalam praktek penggunaan Cek kosong sebagai
alat pembayaran di Indonesia adalah bahwa cek tersebut dapat ditagihkan kemudian hari
sebelum habis masa pengunjukannya yaitu 70 hari. Tetapi apabila masa pengunjukkan
selama 70 hari cek telah lewat dan cek masih ditolak karena belum tersedianya dana,
maka masih dapat dimintakan dana sampai waktu selama 6 bulan terhitung mulai hari
penerbitan semula. Setelah waktu 6 bulan telah lewat (daluwarsa), pemegang cek masih
dapat melakukan Hak Regres.
Hak regres adalah hak yang diberikan oleh undang- undang kepada
pemegang surat beharga dalam hal terjadi non akseptasi atau non pembayaran. Hak regres
atau hak recourse dalam kamus Bank Indonesia adalah Hak Pemegang Surat
Wesel/cek/surat sanggup untuk menagih penarik/endosan/avalis guna mendapatkan
pembayaran jika pihak tertarik menolak melakukan pembayaran (recht van regres) dan
Recourse juga diartikan hak alih bayar. Hak regres diatur di dalam Pasal 142 sampai
dengan Pasal 153 KUHD.
Namun pada dasarnya, setelah hak regres ini ditempuh, tetapi masih belum
dilakukan pembayaran, maka pemegang surat beharga dapat kembali kepada perjanjian
pokok. Jika terjadi nya Wanprestasi yaitu secara lengkap adalah tidak memenuhi
kewajiban yang telah ditetapkan dalam perjanjian, atau melanggar perjanjian, yaitu
melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukan.
Gugatan atau sanksi bagi pelaku wanprestasi dapat berupa menuntut ganti
rugi(psl 1243 KUHPerdata) yg terdiri dari 3 unsur yaitu :

1. Biaya, yaitu semua pengeluaran/ongkos yang secara nyata telah dikeluarkan


oleh PT PHA;
2. Ganti rugi, yakni kerugian karena kerusakan barang milik kreditur yg
diakibatkan kelalaian debitur;
3. Bunga, kerugian yg berupa kehilangan keuntungan yg telah direncanakan
oleh PT PMA. Hal ini dapat juga dimintakan pembatalan perjanjian melalui pengadilan
(psl 1266 KUHPerdata),atau membayar biaya perkara bila diperkarakan di pengadilan.
Gugatan atau sanksi bagi pelaku wanprestasi juga dapat berupa tindakan pidana
yaitu terkait masalah penipuan. Penipuan adalah sebuah kebohongan yang dibuat untuk
keuntungan pribadi tetapi merugikan orang lain. Pasal 378 KUHP merumuskan sebagai
berikut:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu
muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4
tahun.”

ANALISIS

Sampai saat ini penulis belum mendapatkan perkembangan terakhir dari kasus cek
kosong antara Siti Fadilah dan PT PHA ini. Karena itu penulis mencoba menganalisis
permasalah ini dan mencari jalan yang harus ditempuh oleh pihak-pihak yang bersengketa
diatas.
Pada asasnya setiap penerbit yang menerbitkan cek seharusnya berlatar
belakang suatu perbuatan dasar dimana penerbit sebagai seorang nasabah di Bank yang
mempunyai rekening tabungan mempunyai dana yang cukup terlebih dahulu sebelum
menerbitkan surat cek sebagai alat pembayaran. Namun seringkali di dalam praktek
penggunaan cek sering disalah gunakan sebagai tindakan penipuan yaitu cek kosong.
Faktor yang menjadi pendukung praktek penggunaan cek kosong adalah rahasia
Bank. Bank tidak akan memberikan informasi mengenai jumlah rekening nasabahnya.
Jadi apabila ternyata surat cek itu dananya tidak mencukupi atau kosong, penerima surat
cek tidak mungkin mengetahui hal itu. Penerima surat cek hanya percaya bahwa pada saat
diperlihatkan ia akan memperoleh pembayaran. Bagi penerbit surat cek yang
berspekulasi, hal ini merupakan kesempatan untuk memperoleh kenikmatan dengan
menerbitkan surat cek kosong atau membayar dengan cek kosong dalam transaksi
dagang.
Adapun di dalam perjanjian kontrak jual beli untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan 4 syarat sesuai dengan ketentuan psl 1320 KUHPerdata yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengaitkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.

Bila sepakat sudah tercapai, maka perjanjian jual beli tersebut telah sah dan
mengikat serta berlaku sebagai Undang- Undang bagi mereka yaitu bagi Siti Faridah dan
PT. PMA. Kata sepakat ini juga menciptakan hak dan kewajiban bagi penjual dan
pembeli. Penjual dalam hal ini PT. PHA berkewajiban untuk menyerahkan hak milik atas
benda yang dijual belikan yaitu crude palm oil (CPO), menjamin kenikmatan tenteram
atas benda tsb dan menanggung cacat benda yang tersembunyi. Pembeli berhak untuk
menerima barang atau benda yang diperjualbelikan dari Penjual dan berkewajiban untuk
membayar harga sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Jadi jika penjual sudah
melaksanakan kewajibannya aka penjual juga berhak menerima harga barang berupa
sejumlah uang pada waktu dan tempat sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian.

Dalam kasus ini upaya-upaya yang sudah dijelaskan diatas jika kita kaitkan dengan
kasus cek kosong antara Siti Fadilah dan PT PHA yaitu perjanjian kontrak jual beli crude
palm oil (CPO) antara Siti dan PT PHA yang senilai Rp 3,2 miliar. Di dalam perjanjian
kontrak jual beli tersebut, Siti Faridah yang merupakan warga negara Malaysia
berkewajiban membayar Rp 3,2 milyar terhadap pembelian crude palm oil (CPO)
terhadap PT Pulau Hijau Asri (PHA).
Namun dalam kasus “Utang Rp 3,2 Miliar Dibayar Cek Kosong” ini PT PHA tidak

mendapatkan hak nya yaitu uang pembayaran senilai Rp 3,2 milyar sesuai dengan

perjanjian jual beli yang telah mereka sepakati. Sehingga yg dapat dilakukan oleh PT

PHA adalah menggugat pihak tersebut dengan dasar wanprestasi yaitu secara lengkap

adalah tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perjanjian,atau melanggar

perjanjian, yaitu melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukan.

Dalam hal ini dengan dasarnya bahwa belum dipenuhinya prestasi dari pihak

pembeli yaitu Siti Faridah untuk melakukan pembayaran kepada pihak penjual (PT

PHA). Gugatan atau sanksi bagi pelaku wanprestasi dapat berupa menuntut ganti rugi(psl

1243 KUHPerdata) yg terdiri dari 3 unsur yaitu :

 Biaya, yaitu semua pengeluaran/ongkos yang secara nyata telah dikeluarkan oleh

PT PHA;

 Ganti rugi, yakni kerugian karena kerusakan barang milik kreditur yg diakibatkan

kelalaian debitur;

 Bunga, kerugian yg berupa kehilangan keuntungan yg telah direncanakan oleh PT

PMA. Hal ini dapat juga dimintakan pembatalan perjanjian melalui pengadilan

(psl 1266 KUHPerdata),atau membayar biaya perkara bila diperkarakan di

pengadilan.

Selain menggugat di bidang perdata, PT PMA dapat juga menggugat Siti Faridah

di dalam bidang pidana yaitu terkait masalah penipuan. Penipuan adalah sebuah

kebohongan yang dibuat untuk keuntungan pribadi tetapi merugikan orang lain. Pasal 378

KUHP merumuskan sebagai berikut:


“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain

dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu

muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk

menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun

menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4

tahun.”

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan dan saran

Bahwa penggunaan cek sebagai alat pembayaran di Indonesia masih sering

menimbulkan masalah terutama mengenai cek kosong. Cek kosong menimbulkan

kerugian bagi orang-orang yang menerimanya saat transaksi berlangsung.

Peraturan dan sanksi tegas harus segera diatur dalam Undang-undang. Peraturan

untuk cek kosong hanya sebatas penutupan rekening dan pelaporan kepada Bank

Indonesia dan pemilik rekening tidak diperbolehkan berhubungan dengan bank-bank di

dalam maupun luar negeri. Itupun setelah pemilik rekening mengeluarkan cek kosong

selama 3 kali berturut-turut dalam kurun waktu enam bulan. Peraturan dan sanksi ini

kurang kuat untuk menghentikan seseorang mengeluarkan cek kosong.

Dengan ditetapkannya Undang-undang larangan penarikan cek kosong yang

meberikan hukuman yang berat diharapkan transaksi usaha tidak akan terganggu dan

mengurangi penyelewengan yang selama ini terjadi dalam ranah cek kosong. Negara
Indonesia memerlukan peraturan yang tegas dan benar-benar dijalankan di lapangan

untuk mencapai kesejahteraan dan keamanan berinvestasi dan berbisnis.

Daftar Pustaka

Kansil, C.S.T & Kansil Christine, S.T. 2002. Pokok – Pokok Pengetahuan Hukum

Dagang Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika.

Sriwijaya Post. 22 Juli, 2009. Utang Rp 3,2 Miliar Dibayar Cek Kosong, hlm 1.

Subekti,R & Tjitrosudibio,R. 1992. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Bandung :

Pradnya Paramita.

Moeljatno. 2007. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Yogyakarta: Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai