Anda di halaman 1dari 7

USULAN PENELITIAN

LEGAL MEMORANDUM TENTANG PEMBUKTIAN ATAS SANGKAAN


TINDAK PIDANA PENIPUAN YANG MENGATASNAMAKAN ARISAN
MOTOR OLEH CV SUKMA

Mata Kuliah : Metode Penelitian Hukum


Dosen : Karimatul Ummah, SH.,M.Hum

DISUSUN OLEH :
TSUROYYAA MAITSAA JAUDAH
16410481

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2019
A. KASUS POSISI

Empat puluh ribu nasabah CV Sukma tertipu dengan manajemen arisan


perusahaan tersebut. Hingga kini mereka belum menerima uang yang dijanjikan
diberikan secara berkala. Padahal uang bernilai Rp 28 miliar masih disimpan di CV
tersebut. Menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Wilayah Kota Besar
(Polwiltabes) Semarang Agus Rohman, Direktur CV Sukma Ayus Aditia
Murwendayoko (26) ditangkap Polwiltabes Semarang, Jumat (18/4) dengan
tuduhan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Enam karyawan CV Sukma dipanggil sebagai saksi. Agus mengemukakan,


selama ini CV Sukma sudah mendapat uang senilai Rp 28 miliar dari sekitar 40.000
nasabah yang tersebar di Jawa Tengah. “Ada tiga korban yang melapor, yaitu Agus
Prasetyo, Mujiono, dan Turyani. Total kerugian mereka sekitar Rp 320 juta,” kata
Agus. Bantuan kredit

Dalam pemeriksaan tersebut, terungkap bahwa CV yang berdiri sejak Februari


2006 ini tidak bisa meneruskan bantuan kredit ke nasabah karena roda arisan
terbawah macet. Menurut karyawan CV Sukma sekaligus saksi kasus ini, Meine
Maria Mangare (20), bantuan kredit kepada nasabah berhenti sejak Juni- Agustus
2007.

CV Sukma yang terletak di Jalan Lamper Mijen, Kota Semarang, ini memakai
sistem arisan untuk melunasi sejumlah kredit yang ditanggung nasabah. Mulanya
nasabah cukup membawa uang Rp 700.000 untuk mendaftar dengan membawa dua
orang yang mau dijadikan anggota CV Sukma.

Kedua orang tersebut masing-masing harus bisa mengajak dua orang lagi untuk
dijadikan anggota CV Sukma. Setiap orang yang mendaftar harus membayar Rp
700.000. Dengan sistem tersebut, CV Sukma menjanjikan subsidi sebesar Rp
500.000 setiap bulan selama 26 bulan berturut-turut kepada nasabah sebagai
bantuan kredit, bahkan menjanjikan subsidi Rp 9 juta pada bulan ke-9. Namun,
nyatanya, dari bulan Juni 2007 hingga kini nasabah tidak memperoleh uang.

Mujiono (23), warga Kabupaten Grobogan, mengadukan kredit macet 29


Februari 2008. Pada bulan Juni ia mulai mendaftar menjadi anggota, dan dalam
kurun waktu 20 Juni 2007-19 Februari 2008, Mujiono menyetor uang Rp 100 juta
untuk mengkredit motor pesanan nasabah lain. Ternyata ia tidak pernah mendapat
penghasilan seperti yang diharapkan.

Hal ini juga dialami Turyani (39), warga Pedalangan, Banyumanik, Kota
Semarang. “Aset saya di CV Sukma sebesar Rp 100 juta lebih. Itu didapat dari
tetangga-tetangga saya yang juga ingin kredit motor. Saya juga telah membeli 200
unit motor untuk dikredit para tetangga. Namun, sampai sekarang saya tidak
menerima uang yang dijanjikan,” kata Turyani. Saat ini lebih dari 100 unit motor
ditarik kembali oleh leasing company.

B. PERTANYAAN HUKUM

Apakah perbuatan yang dilakukan CV SUKMA menipu beberapa orang dengan


kedok arisan motor tersebut dapat dikenai Paal 378 KUHP tentang penipuan dalam
bentuk pokok atau dapat dituntut secara perdata berdasarkan Pasal 1320 tentang
syarat sahnya perjanjian?

C. JAWABAN SINGKAT
1. PASAL 378 KITAN UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
Ketentuan dalam pasal 378 KUHP adalah merumuskan tentang pengertian
penipuan (oplichting). Pengertian penipuan (oplichting) adalah :
 Pengertian dalam arti luas, yaitu semua kejahatan yang dirumuskan dalam
BAB XXV KUHP.
 Penipuan dalam arti sempit, ialah bentuk penipuan yang dirumuskan dalam
pasal 378 (bentuk pokoknya) dan pasal 379 (bentuk khususnya), atau yang biasa
disebut dengan oplichting.
Rumusan penipuan terdiri dari unsur-unsur obyektif dan unsur-unsur
subyektif.
Unsur-unsur obyektif penipuan adalah :
a. Perbuatan menggerakkan (Bewegen).
Perbuatan menggerakkan adalah perbuatan yang abstrak, dan akan terlihat
bentuknya secara konkrit bila dihubungkan dengan cara melakukannya. Cara
melakukannya inilah sesungguhnya yang lebih berbentuk, yang bisa dilakukan
dengan perbuatan-perbuatan yang benar dengan perbuatan yang tidak benar.
Di dalam penipuan, menggerakkan adalah dengan cara-cara yang didalamnya
mengandung ketidakbenaran, palsu dan bersifat membohongi atau menipu.
Tujuan yang ingin dicapai penindak penipuan hanya mungkin bisa dicapai
jika dengan melalui perbuatan menggerakkan yang menggunakan cara-cara yang
tidak benar.
Yang dimaksud menggerakkan dalam kasus ini adalah CV. Sukma memaksa
seseorang membayar Rp. 700.000,- dengan membawa dua orang yang akan
dijadikan anggota, dan dua orang tersebut dipaksa membawa dua orang lagi begitu
secara terus menerus, dan semua orang tersebut juga harus membayar Rp.
700.000,- dengan iming-iming CV Sukma memberi subsidi sebesar Rp 500.000
setiap bulan selama 26 bulan berturut-turut kepada nasabah sebagai bantuan kredit,
bahkan menjanjikan subsidi Rp 9 juta pada bulan ke-9, namun hingga akhir
nasabah tidak menerima sepeserpun.

b. Yang digerakkan adalah orang.


Korban dalam penipuan adalah orang yang digerakkan. Pada pasal 378
KUHP tidak seditpun menunjukkan bahwa orang yang menyerahkan benda,
memberi hutang, maupun menghapuskan piutang adalah harus orang yang
digerakkkan.
Dari unsur maksud menguntungkan yang ditujukan dalam dua hal, yaitu diri
sendiri atau orang lain, maka dapat dipastikan bahwa dalam penipuan bukan saja
untuk kepentingan petindak semata-mata melainkan dapat juga untuk kepentingan
orang lain.
Dalam kasus ini, yang menggerakkan adalah karyawan CV. Sukma yang
membujuk para nasabahnya, karyawan bukanlah sebagai pettindak karena yang
dimaksud sebagai petindak adalah pimpinan/direktur CV. Sukma.

c. Tujuan perbuatan.
Menyerahkan benda.
Pengertian benda dalam penipuan mempunyai arti yang sama dengan benda
dalam pencurian dan penggelapan, yakni sebagai yang berwujud dan bergerak.
Pengertian perbuatan menyerahkan adalah suatu pengertian menurut arti kata
yang sebenarnya. Berdasarkan pengertian yang demikian ini, maka tidak mungkin
penipuan tadi terjadi atas benda-benda yang tidak bergerak dan tidak berwujud.
Benda yang diserahkan dalam kasus penipuan diatas adalah uang. Nasabah
menyerahkan sejumlah uang yang diminta oleh petindak.

d. Upaya-upaya penipuan.
1. Dengan menggunakan nama palsu (valsche naam).
2. Menggunakan martabat/kedudukan palsu (valsche hoedanigheid).
3. Menggunakan tipu muslihat (listige kunstgrepen) dan rangkaian kebohongan
(zamenweefsel van verdichtsels).
Di dalam kasus penipuan dengan modus arisan motor ini merupakan suatu
bentuk penipuan, dan upaya yang dilakukan pelakunya adalah dengan
menggunakan tipu muslihat dan rangkaian kebohongan.
Tipu muslihat diartikan sebagai suatu perbuatan yang sedemikian rupa dan
yang menimbulkan kesan atau kepercayaan tentang kebenaran perbuatan itu, yang
sesungguhnya tidak benar. Sehingga orang bisa tertarik dan percaya atau tergerak
hatinya.
Sedangkan dengan rangkaian kebohongan menunjukkan bahwa kebohongan
dan ketidakbenaran ucapan itu (seolah-olah benar adanya bagi korban lebih dari
satu).
Rangkaian kebohongan mempunyai unsur-unsur berupa perkataan yang
isinya tidak benar, lebih dari satu bohong, bohong yang satu menguatkan bohong
yang lain.

Unsur-unsur subyektif penipuan adalah :


a. Maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Maksud pelaku dalam melakukan perbuatan menggerakkan harus ditujukan
pada menguntungkan diri sendiri atau orang lain, adalah berupa unsur kesalahan
dalam penipuan. Jadi maksud pelaku penipuan diatas adalah membujuk banyak
orang untuk memperoleh uang sebesar-besarnya.
b. Dengan Melawan Hukum.
Selain unsur diatas, terdapat pula unsur melawan hukum. Maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melakukan perbuatan
menggerakkan haruslah berupa maksud yang melawan hukum.
Perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang bertentangan dan tidak
sesuai ataupun menyimpang dari peraturan-peraturan yang ada.

2. PASAL 1320 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA


Arisan diakui sebagai perjanjian walaupun seringkali dilakukan berdasarkan
kata sepakat dari para pesertanya tanpa dibuatkan suatu surat perjanjian. Karena,
syarat sah suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) memang tidak mensyaratkan bahwa
perjanjian harus dalam bentuk tertulis.
Perjanjian arisan tersebut akan menimbulkan hak dan kewajiban di antara para
pesertanya. Mahkamah Agung (“MA”) pernah menangani beberapa perkara terkait
dengan pengurus arisan yang tidak membayarkan uang arisan kepada peserta
arisan. Dalam salah satu putusan perkara menyangkut arisan yaitu Putusan
Mahkamah Agung No. 2071 K/Pdt/2006
Pada perkara ini, MA dalam putusannya menguatkan putusan pengadilan negeri
dan pengadilan tinggi yang menyatakan bahwa “tergugat sebagai ketua/pengurus
arisan telah melakukan perbuatan ingkar janji/wanprestasi karena tidak memenuhi
kewajibannya yaitu membayarkan uang yang menjadi hak peserta arisan sesuai
dengan yang telah disepakati
Dari putusan tersebut dapat disimpulkan antara lain bahwa terdapat hubungan
hukum antara peserta dengan pengurus dalam suatu arisan yang disepakati
bersama. Hubungan arisan tersebut timbul karena perjanjian. Dari perjanjian itu
muncul hak dan kewajiban. Maka pihak yang tidak memenuhi kewajibannya dapat
digugat secara perdata atas dasar wanprestasi.
Jadi, berdasarkan uraian diatas, perbuatan CV Sukma dapat dikenakan pasal
378 KUHP karena telah memenuhi unsur-unsur yang tercantum dalam Pasal 378
KUHP yakni penipuan dalam bentuk pokok atau bisa juga dituntut berdasarkan
pasal 1320 tentang syarat sahnya perjanjian atas dasar perbuatan wanprestasi
karena setiap ada perjanjian akan selalu menimbulkan hak dan kewajiban,
sedangkan CV Sukma tidak dapat memenuhi prestasinya.

D. DAFTAR PUSTAKA
R. Setiawan.Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung: Putra
A.Bardin.Bandung, (1978);
Sudikno Mertokusumo,Bab-bab Tentang Penemuan Hukum,PT. CitraAditya
Bhakti, Bandung, 1993;
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Anda mungkin juga menyukai