Anda di halaman 1dari 4

“Analisis Kritis”

Peran Surat Berharga untuk perekonomian Indonesia dan Sistem Pembayarannya dalam
Perbankan Indonesia”

SEFIA CRISTA BELA (C92219137)

Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah & Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Email: c92219137@student.uinsby.ac.id

Penggunaan surat berharga dalam dunia Bank atau perbankan saat ini sangatlah penting
yang mana surat berharga menjadi sarana pengganti uang tunai kepada masyarakat dunia ataupun
masyarakat Indonesia. Keberadaan dari surat berharga ini memiliki suatu pengaruh yang kuat
yang mana bertujuan untuk menggerakkan perekonmian nasional. Dengan adanya surat berharga
masyarakat dijamin pembayrannya oleh bank yang sesuai dengan klausa yang tercantum di
dalam surat berharga. Misalnya dalam penggunaan cek, garansi bank, bilyet giro yang saat ini
sangat mempengaruhi aktivitas roda perekonomian nasional, dan juga membantu dunia bank
untuk melakukan atau mengerjakan suatu proyek pembangunan yang dapat memperlancar roda
roda perekonomian nasinal.

Menurut perkembangan di Indonesia keadaan ekonomi saat ini menunjukkan arah yang
semakin menyatu dengan ekonomi regional maupun ekonomi internasional. Dengan hal itu
perekonomian nasional terus senantiasa bergerak dengan cepat dan semakin kompleks. Oleh
karena hal itu sector perbankan sangat diperlukan untuk mendongkrak kemajuan ekonomi
masyarakat yang mana perbankan tersebut sebagai lembaga system pembayaran yang memiliki
posisi sangat penting. UU Nomor 7 tahun 1992 mengenai perbankan sebagaimana telah diubah
dengan UU nomor 10 tahun 1998 yang berketentuan perbankan mempunyai peran yang strategis
dalam pelaksanaan pembangunan Nasional. Peranan tersebut disebabkan oleh fungsi utama bank
sebagai wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan
efisien.
Perbankan memiliki ketentuan yang menyangkut kewenangan perizinan bank,
kepemilikan bank oleh pihak asing, cakupan rahasia bank, penyehatan perbankan nasiona;, bank
berdasar pada prinsip syariah, sanksi pidana dan pembentukan lembaga penjamin simpanan
dengan hal tersebut UU Nomor 7 tahun 1992 dengan UU Nomor 10 tahun 1998 harus sikron
agar pemberlakuan peraturannya tidak saling tumpang dan menindih.

Di dalam surat berharga melekat suatu hak tertentu yang mana hak terebut memiliki nilai
yang objektif sehingga dapat diperjualbelikan.hak yang merekat erat dimaksudkan berupa hak
menuntut penyerahan atas suatu barang kemudian hak yang berhubungan dengan perusahaan
atau hak untuk menagih sejumlah uang. Berhubungan dengan praktik perbankan pengertian suart
berharga disini dibatasi dengan yang bersifat tagihan utang yang mana harus dibayarkan oleh
sebiah bank yang menerbitkan surat berharga. Atau secara hukum surat berharga merupakan
sebuah dokumen yang diterbitkan oleh penerbitnya sebagai pemenuhan suatu prestasi berupa
pembayaran sejumlah uang sehingga berfungsi sebagai alat bayar yang berisikan suatu perintah
pembayaran kepada pihak pihak yang memegang surat tersebut. Menurut Prof. Dr. R. Wirjono
Prodjodikoro, SH. Mengatakan bahwa istilah surat berharga itu terpakai untuk surat surat yang
bersifat seperti uang tunai , jadi yang dapat dipakai untuk alat pembayaran. Ini artinya pula
bahwa surat berharga dapat dapat diperdagangkan dan dapat diuangkan sewakt waktu dengan
uang tunai.

Kemudian dalam Sistem pembayaran surat berharga dan warkat perbankan dalam
kegiatan pembayaran tunai maupun non tunai berdasarkan bentuk-bentuk surat berharga yang
telah diuraikan pada pembahasan yang pertama akan dijelaskan sebagai berikut :

Pertama Pembayaran atau betaling adalah dilakukannya penyerahan sejumlah uang yang
disebutkan di dalam surat wesel oleh si tersangkut atau akseptan kepada pemegang surat wesel,
sebagai terlaksananya pemenuhan prestasi. Mengenai hal ini pengaturannya terdapat di dalam
Pasal-Pasal 137-141 KUHD. Atas dasar ini pula surat wesel disebut sebagai alat tukar uang
(letter de change). Pasal 137 Ayat (1) KUHD menentukan bahwa “untuk memperoleh
pembayaran, pemegang surat wesel harus menunjukkan surat wesel kepada tersangkut atau
akseptan di tempat tinggalnya atau di mana surat wesel itu didomisilikan pada hari bayarnya atau
pada dua hari kerja berikutnya”. Dalam praktek apabila surat wesel sudah dibayar, surat wesel itu
dikuasai oleh tersangkut atau akseptan dnegan dibubuhi tulisan lunas atau kata-kata yang
maksudnya sama, dan ditanda tangani oleh pemegang yang telah menerima pembayaran. Surat
wesel itu berlaku sebagai alat bukti bahwa akseptan telah embayar surat wesel itu.

Kedua sistem pembayaran cek. Dengan pembayaran cek, tersangkut atau bankir dapat
menuntut agar supaya surat ceknya diserahkan kepadanya, disertai dengan tanda lunas yang sah
dari pemegangnya, kecuali jika surat ceknya hilang. Pembayaran setiap cek dilakukan pada
waktu yang telah ditentukan dalam cek yang bersangkutan yang diunjukkan kepada bank,
kendati cek yang diunjukkan tersebut untuk pembayarannya sebelum hari yang telah disebut
sebagai hari tanggal dikeluarkannya, maka cek harus dibayarkan pada hari pengunjukkannya.

Ketiga yaitu mengenai sistem pembayaran bilyet giro. Diterbitkannya suatu bilyet giro
atas nama seseorang penerima berarti melakukan suatu pembayaran dari suatu transaksi
perdagangan yang sebelumnya telah ada di antara penerbit dan penerima. Jadi penerbit bilyet
giro itu adalah karena suatu sebab, dan sebab itu adalah adanya transaksi perdagangan antara
kedua belah pihak yang bersangkutan. Di dalam transaksi perdagangan tersebut telah disepakati
bersama antara para pihak bahwa pembayaran atas transaksi akan dilakukan dengan bilyet giro.
Nilai dari transaksi itulah yang harus dibayar dengan cara menerbitkan bilyet giro. Sebagai alat
perintah pemindahbukuan, bilyet giro tidak dapat dilakukan pembayarannya dengan
menggunakan uang tunai.

Keempat yang akan dibahas yaitu sistem pembayaran promes. Promes atas pembawa atau
tunjuk ini tidak banyak atau jarang digunakan dalam lalu lintas perdagangan. Pembayaran
tagihan promes atas tunjuk ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 229i KUHD dilakukan
dalam waktu enam hari setelah surat itu diterimanya sebagai pembayaran, hari mana tidak
terhitung dalam perhitungan enam hari tersebut. Apabila promes tidak dibayarkan selama
tenggang waktu enam hari tersebut, pemegangnya harus menunjukkan promesnya untuk dicabut.
Seandainya tindakan tersebut tidak dilakukan, maka pemegangnya diancam dengan hukuman
akan kehilangan hak tagihannya kepada orang yang telah memberikan kepadanya pembayaran,
namun hak itu tidak mengurangi haknya terhadap penanda tangannan promesnya.
Saran dan Rekomendasi
Mengenai analisis diatas saya sebagai penulis mengharapkan agar lebih mudah melakukan
pembayaran dengan menggunakan surat surat berharga dan warkat perbankan. Diharapkan juga
kepada pemerintah agar terus dapat mengembangkan perekonomian nasional dengan tetap
menjadikan surat berharga sebagai sarana pengganti uang tunai kepada masyarakat yang mana
sangat berpengaruh untuk menggerakkan perrekonomian nasional. Diharapkan pemerintah dapat
merevisi undang-undang perbankan yang ada agar supaya adanya kepastian hukum dalam
pembayaran menggunakan surat-surat berharga dan warkat perbankan seperti halnya: cek, dan
bilyet giro yang sering digunakan oleh para nasabah.

Anda mungkin juga menyukai