Anda di halaman 1dari 19

EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP) KOMUNIKASI TERAPEUTIK

DALAM PELAYANAN KESEHATAN

Awaliyah M Suwetty, S. Kep., Ns., M. Kep


Akademi Keperawatan Maranatha Groups

A. KONSEP EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP)


1. Definisi
EBP merupakan suatu pendekatan pemecahan masalah untuk pengambilan
keputusan dalam organisasi pelayanan kesehatan yang terintegrasi di dalamnya
adalah ilmu pengetahuan atau teori yang ada dengan pengalaman dan bukti-bukti
nyata yang baik (pasien dan praktisi) (Ellen Fineout-Overholt RN, PhD and
Linda Johnston RN, 2011). Evidance based practice (EBP) merupakan suatu
strategi untuk mendapatkan knowledge atau pengetahuan terbaru berdasarkan
evidence atau bukti yang jelas dan relevan untuk membuat keputusan klinis yang
efektif dan meningkatkan skill dalam praktik klinis guna meningkatkan kualitas
kesehatan pasien (Bostwick, 2013). Evidence Based dalam Keperawatan adalah
penggunaan teori dan informasi yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian
secara teliti, jelas dan bijaksana dalam pembuatan keputusan tentang pemberian
asuhan keperawatan pada individu atau sekelompok pasien dan dengan
mempertimbangkan kebutuhan dan pilihan dari pasien tersebut(Ingersoll, 2000)

2. Tingkatan dan Hierarki dalam penerapan EBP


Tingkatan evidence disebut juga dengan hierarchy evidence yang digunakan
untuk mengukur kekuatan suatu evidence dari rentang bukti terbaik
sampaidengan bukti yang paling rendah. Tingkatan evidence ini digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam EBP. Adapun level of evidence menurut
(Jan Glover, David Izzo, 2006) adalah sebagai berikut :

1
Hierarki dalam penelitian ilmiah terdapat hieraraki dari tingkat kepercayaannya
yang paling rendah hingga yang paling tingi. Dibawah ini mulai dari yang paling
rendah hingga yang paling tinggi :
1. Laporan fenomena atau kejadian-kejadian yang kita temuai sehari-hari
2. Studi kasus
3. Studi lapangan atau laporan deskriptif
4. Studi percobaan tanpa penggunaan tekhnik pengambilan sampel secara
acak (random)
5. Studi percobaan yang menggunakan setidaknya ada satu kelompok
pembanding, dan menggunakan sampel secara acak
6. Systemic reviews untuk kelompok bijak bestari atau meta-analisa yaitu
pengkajian berbagai penelitian yang ada dengan tingkat kepercayaan yang
tinggi.

3. Evidence Based Practice dengan Decision Making

2
(Ellen Fineout, 2011)menggambarkan keterkaitan antara evidence based
practice dengan proses decision making yang digambarkan dalam kerangka
sebagai berikut :

Pengambilan keputusan untuk melakukan perubahan berdasarkan bukti-bukti


nyata atau EBP di pengaruhi oleh tiga factor yaitu, hasil penelitian atau riset
termasuk teori-teori pendukung, pengalaman yang bersifat klinis, serta feedback
atau sumber-sumber dari pengalaman yang dialami oleh pasien.
4. Langkah-langkah dalam EBP
1) Langkah 1
Kembangkan semangat penelitian. Semangat yang tinggi akan berdampak
pada penemuan pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan perawatan pasien
2) Langkah 2
Ajukan pertanyaan klinis dalam format PICOT. Pertanyaan klinis dalam
format PICOT untuk menghasilkan evidence yang lebih baik dan relevan.
a) Populasi pasien (P),
b) Intervensi (I),
c) Perbandingan intervensi atau kelompok (C),
d) Hasil / Outcome (O), dan
e) Waktu / Time (T).

3
Format PICOT menyediakan kerangka kerja yang efisien untuk mencari
database elektronik, yang dirancang untuk mengambil hanya artikel-artikel
yang relevan dengan pertanyaan klinis.
3) Langkah 3
Cari bukti terbaik. Format PICOT membantu untuk mengidentifikasi kata
kunci atau frase yang ketika masuk berturut-turut dan kemudian
digabungkan, memperlancar lokasi artikel yang relevan dalam database
penelitian besar seperti MEDLINE atau CINAHL. Untuk pertanyaan PICOT
pada time respon cepat, frase kunci pertama untuk dimasukkan ke dalam
database akan perawatan akut, subjek umum yang kemungkinan besar akan
mengakibatkan ribuan kutipan dan abstrak. Metode ini mempersempit hasil
untuk artikel yang berkaitan dengan pertanyaan klinis, sering mengakibatkan
kurang dari 20. Hal ini juga membantu untuk menetapkan batas akhir
pencarian.
4) Langkah 4
Kritis menilai bukti. Setelah artikel yang dipilih untuk review, peneliti harus
cepat menentukan mana yang paling relevan, valid, terpercaya, dan berlaku
untuk pertanyaan klinis. Studi-studi ini adalah "studi kiper." Penilaian kritis
yang cepat menggunakan tiga pertanyaan penting untuk mengevaluasi
sebuah studi:
a. Apakah hasil penelitian valid? Ini pertanyaan validitas studi berpusat
pada apakah metode penelitian yang cukup ketat untuk membuat temuan
sedekat mungkin dengan kebenaran.
b. Apakah hasilnya bisa dikonfirmasi? Untuk studi intervensi, pertanyaan
ini keandalan studi membahas apakah intervensi bekerja, dampaknya
pada hasil, dan kemungkinan memperoleh hasil yang sama dalam
pengaturan praktek dokter sendiri. Untuk studi kualitatif, ini meliputi
penilaian apakah pendekatan penelitian sesuai dengan tujuan penelitian,
bersama dengan mengevaluasi aspek-aspek lain dari penelitian ini seperti
apakah hasilnya bisa dikonfirmasi.
c. Akankah hasil membantu saya merawat pasien saya? Ini pertanyaan
penelitian penerapan mencakup pertimbangan klinis seperti apakah

4
subyek dalam penelitian ini mirip dengan pasien sendiri, apakah manfaat
lebih besar daripada risiko, kelayakan dan efektivitas biaya, dan nilai-
nilai dan preferensi pasien. Setelah menilai studi masing-masing, langkah
berikutnya adalah untuk mensintesis studi untuk menentukan apakah
mereka datang ke kesimpulan yang sama, sehingga mendukung
keputusan EBP atau perubahan.
5) Langkah 5
Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan preferensi pasien dan
nilai-nilai. Bukti penelitian saja tidak cukup untuk membenarkan perubahan
dalam praktek. Keahlian klinis, berdasarkan penilaian pasien, data
laboratorium, dan data dari program manajemen hasil, serta preferensi dan
nilai-nilai pasien adalah komponen penting dari EBP. Pelaksanaan EBP
sangat dipengaruhi oleh variabel kelembagaan dan klinis.
6) Langkah 6
Evaluasi hasil keputusan praktek atau perubahan berdasarkan bukti.
7) Langkah 7: Menyebarluaskan hasil EBP.
Setelah ditemukan adanya penemuan, sudah sepatutnya terjadinya proses
penyebaran informasi melalui berbagai media, baik jurnal, konferensi dan
media publikasi lainnya.
lokal, regional, dan nasional, dan laporan dalam jurnal peer-review, news
letter profesional, dan publikasi untuk khalayak umum.

5. Pelaksanaan EBP Dalam Keperawatan


1) Mengakui status atau arah praktek dan yakin bahwa pemberian perawatan
berdasarkan fakta terbaik akan meningkatkan hasil perawatan klien.
2) Implementasi hanya akan sukses bila perawat menggunakan dan mendukung
“pemberian perawatan berdasarkan fakta”.
3) Evaluasi penampilan klinik senantiasa dilakukan perawat dalam penggunaan
EBP.

5
4) Praktek berdasarkan fakta berperan penting dalam perawatan kesehatan.
5) Praktek berdasarkan hasil temuan riset akan meningkatkan kualitas praktek,
penggunaan biaya yang efektif pada pelayanan kesehatan.
6) Penggunaan EBP meningkatkan profesionalisme dan diikuti dengan evaluasi
yang berkelanjutan.
7) Perawat membutuhkan peran dari fakta untuk meningkatkan intuisi,
observasi pada klien dan bagaimana respon terhadap intervensi yang
diberikan. Dalam tindakan diharapkan perawat memperhatikan etnik, sex,
usia, kultur dan status kesehatan.

B. KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM PELAYANAN


KESEHATAN
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dirancang dan direncakan
dengan sadar oleh perawat yang bermaksud membangun hubungan kepercayaan
demi kesembuhan pasien (Lalongkoe, 2013). Komunikasi terapeutik ini masuk
pada komunikasi interpersonal dengan titik tolok saling memberikan pengertian
antara perawat dengan pasien. (La ode, 2012) mengatakan bahwa komunikasi
dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh
perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan bermanfaat memberikan
terapi bagi proses penyembuhan. Komunikasi terapeutik bertujuan untuk
memotivasi dan mengembangkan pribadi klien ke arah yang lebih konstruktif dan
adaptif (Priyanto, 2009). (Fatmawati, 2010) menyatakan bahwa tujuan
komunikasi terapeutik yaitu membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi
beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah
situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan serta mengurangi
keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan ego. Menurut (La ode, 2012)jenis komunikasi terdapat
dua yaitu komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. Komunikasi terapeutik
bertujuan untuk terapi pada pasien, sehingga pelaksanaan komunikasi harus
direncanakan dan terstruktur dengan baik melalui 4 tahapan yaitu :
1. Tahap pre interaksi
Tahap ini merupakan masa persiapan sebelum berinteraksi dengan pasien
2. Tahap orientasi

6
Tahap ini yaitu tahap perkenalan yang dilakukan oleh perawat saat pertama
kali bertemu dengan pasien. Perawat memperkenalkan dirinya terlebih dahulu
kepada pasien, dengan begitu perawat telah bersikap terbuka pada pasien.
Situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan serta membantu
pasien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya.
3. Tahap kerja
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik.
Tahap ini perawat bekerja sama dengan pasien untuk mengatasi masalah yang
sedang dihadapi oleh pasien. Tahap kerja berhubungan dengan rencana
pelaksanaan tindakan keperawatan yang akan dilakukan kepada pasien.
Perawat dituntut untuk mempunyai tingkat analisa yang tinggi sehingga dapat
mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi,
memfokuskan dan menyimpulkan. Jika perawat tidak menyimpulkan
percakapannya dengan pasien pada tahap ini, dapat terjadi perbedaan persepsi
antara perawat dengan pasien sehingga penyelesaian masalahnya menjadi tidak
terarah serta tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan yang membuat masalah
pasien menjadi tidak terselesaikan.

4. Tahap terminasi
Terminasi merupakan tahap akhir dari pertemuan antara perawat dengan
pasien. Tahap terminasi ini dibagi menjadi dua, yaitu terminasi sementara dan
terminasi akhir (Stuart, GW, Laraia, 2001). Pertemuan antara perawat dan
pasien terdiri atas beberapa kali pertemuan. Setelah terminasi sementara,
perawat akan bertemu kembali dengan pasien pada waktu yang telah
ditetapkan, sedangkan terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesikan
proses keperawatan secara keseluruhan.
C. EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP) KOMUNIKASI TERAPEUTIK
DALAM PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan salah satu tahap dalam proses keperawatan.
Tahap ini merupakan tahap utama dalam proses keperawatan dikarenakan

7
awal penentu dari tahap selanjutnya dalam proses keperawatan. Sebelum
melakukan pengkajian, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian,
seperti : tingkat perkembangan sasaran kita berkomunikasi, persepsi, emosi,
pengetahuan pasien dan latar belakang budaya.
Pengkajian meliputi data subjektif dan data objektif. Data subjektif
merupakan hasil data yang didapatkan melalui komunikasi dengan metode
interview pada pasien, keluarga ataupun tenaga kesehatan yang berhubungan
dengan status kesehatan pasien. Sedangkan data objektif merupakan data
yang diperoleh melalui komunikasi secara lisan dan tertulis melalui
observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang.
Hal yang penting mendasari pengkajian berhasil salah satunya adalah
keterampilan dalam berkomunikasi. Keterampilan berkomunikasi, dalam hal
ini adalah penerapan perawat menggunakan menggunakan komunikasi verbal
dan non verbal dalam proses interaksi dengan pasien. Komunikasi dalam
pengkajian merupakan upaya mengajak pasien atau keluarga untuk bertukar
pikiran dan perasaan.
Bentuk komunikasi dalam tahap pengkajian meliputi wawancara,
pemeriksaan fisik, observasi dan melalui pengumpulan data lain yang
relevan.
a. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan tujuan memperoleh data keluhan klien saat
ini, riwayat penyakit dahulu dan pengobatan yang telah dilakukan,
keluhan utama, harapan-harapan, dan sebagainya. Dalam proses
wawancara, perawat menggunakan teknik pertanyaan terbuka (broad
opening) untuk mendapatkan data yang akurat tentang klien. Selain itu
perawat juga perlu memperhatikan hal lain seperti memperhatikan sikap
komunikasi terapeutik seperti berhadapan; mempertahankan kontak
mata; relaks; mempertahankan sikap terbuka. Perawat memberikan
pertanyaan hendaknya menggunakan Teknik komunikasi terapeutik yaitu
pertanyaan terbuka (broad opening). Contoh sederhananya : “Bagaimana
makannya bu, bisa Ibu ceritakan?.
b. Pemeriksaan Fisik

8
Perawat saat melakukan pemeriksaan fisik untuk pengumpulan data tetap
menerapkan teknik komunikasi terapeutik, sikap komunikasi dan
observasi terhadap reaksi dari pasien. Teknik komunikasi yang dilakukan
pada pemeriksaan fisik adalah berbagi persepsi, klarifikasi. Komunikasi
pada saat dilakukan pemeriksaan fisik dapat dilakukan bersamaan saat
melakukan wawancara
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga,
atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan
yang aktual atau potensial. Penyampaian diagnosis, sebagai seorang tenaga
kesehatan perlu memenuhi syarat proses komunikasi yang baik. Meliputi
kejujuran informasi yang diberikan, kebenaran informasi, penggunaan kalimat
dan kata yang sederhana agar dapat dimengerti oleh pasien. Dalam memberikan
informasi juga perlu memperhatikan respon pasien, artinya adalah kita perlu
mengetahui apakah pasien sudah memahami atau belum mengenai hal yang kita
sudah jelaskan. Jadi sebaiknya kita menjelaskan tidak langsung banyak, atau kita
memberikan jeda waktu agar pasien berproses untuk memahami.
Contoh komunikasi dalam menyampaikan diagnosa: Perawat : “Dari keluhan
yang disampaikan oleh Ibu, dan telah dilakukan pemeriksaan fisik dan lab, saya
menyimpulkan bahwa ibu mengalami gangguan eliminasi BAB karena ada
masalah pada proses pencernaan ibu. Oleh karena itu, maka saya akan
berkolaborasi dengan dokter untuk rencana tindakan dan pengobatan
selanjutnya”.
3. Intervensi Keperawatan
Komunikasi dalam perencanaan keperawatan komunikasi kolaborasi antar
tenaga kesehatan dengan klien, keluarga, modifikasi tindakan dan mencatat
mengenai informasi yang relevan mengenai kebutuhan perawatan kesehatan
klien. Rencana keperawatan meliputi konsultasi dengan tim anggota kesehatan
lainnya. Konsultasi terjadi dikarenakan perawat mengidentifikasi suatu masalah
yang tidak dapat diatasi dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan
sumber pribadi.

9
Perawat dapat meningkatkan pengetahuan mengenai masalah dan dapat
membantu dalam mempelajari keterampilan dan sumber yang diperlukan untuk
mengatasi masalah jika suatu saat akan berhadapan dengan masalah yang sama.
Proses konsultasi yang dilakukan juga memerlukan komunikasi yang efektif.
Contoh komunikasi :
Perawat : “ Ibu, tadi kami sudah menyampaikan masalah keperawatan ibu, maka
akan dilakukan tindakan pemasangan kateter. Dimana tujuan pemasangan
kateter agar cairan yang keluar melalui urine bisa terukur ya bu, dan bisa
dihitung balance cairan nya. Jika nanti kondisi ibu sudah stabil, selang
kateternya akan kami lepas ya bu “.
Komunikasi dalam menentukan intervensi memerlukan keterampilan
komunikasi interprofesi kesehatan, keterampilan pendekatan interpersonal pada
pasien dan keluarga, keterampilan pengambilan keputusan dan dalam
penyampaian berita yang tidak baik pada pasien. Keberhasilan komunikasi
dalam intervensi, tidak tergantung pada klien namun tergantung pada gaya
perawat melakukan komunikasi. Komunikasi yang berhasil dalam memenuhi
tujuan perawatan klien yaitu perawat mampu mentransmisikan pesan yang jelas;
ringkas dan mudah dipahami, pasien meningkatkan rasa percaya pada perawat,
perawat dan pasien saling memberi respon.
4. Implementasi Keperawatan
Komunikasi dalam tahap ini merupakan hal yang sangat penting agar
pasien mendapatkan hasil yang maksimal dari tindakan yang dilakukan.
Komunikasi dengan para professional kesehatan sangat penting dalam memberi
penanganan yang akurat pada pasien. Perawat sangat efektif berkomunikasi
dengan pasien dikarenakan perawat menggunakan kemampuan komunikasi
dalam menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, memberikan edukasi
kesehatan, konseling, menguatkan system pendukung pasien dan membantu
meningkatkan koping.
Perawat menggunakan komunikasi verbal dan non verbal dalam
melakukan tindakan keperawatan untuk melihat respon secara subjektif dan
objektif dari pasien. Perawat pada tahap implementasi menggunakan teknik
komunikasi terapeutik : informing (Memberikan informasi) dan sharing persepsi

10
(berbagi persepsi). Pemberian informasi harus memenuhi syarat proses
komunikasi yang baik sperti kejujuran informasi yang diberikan, penggunaan
kalimat dan kata kata yang sederhana, kebenaran informasi dan disampaikan
secara bertahap.
Komunikasi verbal dalam melakukan implementasi, perawat harus
menunjukkan sikap terapeutik secara fisik selama berinteraksi seperti : ekspresi
wajah menyenangkan, mempertahankan kontak mata dengan klien,
membungkuk kearah klien, sikap terbuka (tidak memasukkan tangan ke kantong
celana, tidak melipat tangan atau kaki), rileks.

5. Evaluasi Keperawatan
Komunikasi dalam bentuk lisan dan tertulis. Komunikasi lisan berupa
perawat menyampaikan hasil dari tindakan yang sudah dilakukan, meminta pasien
menyampaikan pendapat terkait hasil dari tindakan yang sudah dilakukan, juga
merencanakan tindak lanjut dari asuhan keperawatan. Komunikasi secara tertulis
dituliskan di dalam SOAP (catatan perkembangan).
Komunikasi tahap evaluasi meliputi kegiatan evaluasi subjektif
(menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat), mengevaluasi
secara objektif (mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah
dilaksanakan), rencana tindak lanjut (menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi
yang telah dilakukan atau interaksi yang akan dilakukan selanjutnya)dan kontrak
yang akan datang.
D. Penerapan Evidence Based Practice (Ebp) Komunikasi Terapeutik Dalam
Pelayanan Kesehatan Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
1. Penerapan komunikasi terapeutik untuk meningkatkan kepuasan
pasien
Menurut (Yularsih, 2014) Interaksi yang bersifat komunikasi
terapeutik yang diterapkan pada pasien atau keluarganya dimaksudkan agar
memberikan rasa nyaman, terjalinnya hubungan yang bersahabat/dekat
antara perawat, pasien maupun keluarganya. Serta timbulnya rasa percaya

11
dari pihak keluarga bahwa anggota keluarganya yang saat ini sedang sakit
mendapatkan perawatan yang terbaik dari rumah sakit.
Membangun hubungan yang baik dengan pasien atau keluarganya
menjadi sebuah keharusan agar stigma yang sudah terlanjur melekat di
benak masyarakat luas tentang sikap para perawat yang cenderung jutek dan
galak serta kurang memperhatikan pasien atau keluarganya perlahan- lahan
dapat terhapus dengan diterapkannya komunikasi terapeutik ini.
Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan pihak rumah
sakit terkait dengan penerapan komunikasi terapeutik di bangsal
keperawatan, meningkat dengan komunikasi dua arah yang dilakukan oleh
petugas kesehatan dan pasiennya dilaksanakan dengan cukup baik, meski
secara kuantitas sebenarnya komunikasi di bangsal keperawatan sangat
singkat terjadi. (Oktavy Budi Kusumawardhani, 2019)mengatakan bahwa
tahap orientasi komunikasi terapeutik merupakan tahap yang paling
berpengaruh terhadap kepuasan pasien. Maka dapat disimpulkan bahwa
komunikasi terapeutik perawat sangat mempengaruhi kepuasan pasien
dalam pelayanan keperawatan.
2. Implementasi Komunikasi Terapeutik Tenaga Kesehatan kepada Pasien
pada pelayanan Publik
Menurut (Prasanti and Fuady, 2019) bahwa implentasi proses komunikasi
terapeutik tenaga kesehatan yang terdiri dari fase orientasi yaitu penggalian
informasi antara tenaga kesehatan dengan pasien, fase kerja yaitu adanya
implementasi pelayanan publik dalam fase kerja. Pada fase ini tenaga medis
dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan pada
fase orientasi.
Tenaga kesehatan harus bekerja sama dengan pasien untuk berdiskusi
tentang masalah-masalah yang merintangi pencapaian tujuan. Fase kerja ini
diamati melalui proses komunikasi dan interaksi yang terjalin antara tenaga
kesehatan dengan pasien di Puskesmas tersebut, fase penyelesaian yaitu
perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas tujuan telah
dicapai, agar tujuan yang tercapai adalah kondisi yang saling menguntungkan
dan memuaskan.

12
3. Prediktor komunikasi terapeutik antara perawat dan pasien rawat inap
komunikasi terapeutik menurut (Antonio R. Moreno, 2018) merupakan salah
satu bagian dari pengkajian keperawatan dan kepedulian perawat. Untuk
memberikan perawatan berkualitas tinggi, implementasi komunikasi
terapeuttik yang menjadi prediktor menjadi terbukti. Studi ini dengan jelas
menemukan bahwa prediktor penyembuhan yang rendah diakibatkan oleh
implementasi komunikasi terapeutik yang belum efektif. Disamping itu
perawat perlu mengenal beberapa faktor utama yang mempengaruhi
komunikasi terapeutik yang berhubungan dengan pasien, perawat dan rumah
sakit yaitu perubahan terkait penyakit, penggunaan istilah medis yang tidak
dikenal, dan kondisi bangsal.
Selain itu dalam mengimplementasikan komunikasi terapeutik perlu
mempertimbangkan status pendidikan, perbedaan bahasa, pendidikan dan
pandangan pasien (Antonio R. Moreno et all, 2018). Perawat mampu
mengkonseptualisasikan komunikasi terapeutik melalui pelatihan dan
menemukan unsur-unsur dalam peningkatan komunikasi terapeutik yaitu
peningkatan pengetahuan, latihan dan pemahaman cara kerja komunikasi
terapeutik dapat meningkatkan dan menerapkan praktik komunikasi yang
berkualitas dalam perawatan pasien jiwa.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan pentingnya kesadaran diri dan
pengetahuan diri di antara perawat agar mereka dapat meningkatkan perawatan
mereka. Begitu mereka sadar akan praktik mereka, mereka mampu mengkritik
dan mengusulkan perbaikan yang didukung oleh bukti ilmiah. Efek dari proses
kelompok reflektif ini dapat meningkatkan dan menyatukan tujuan seluruh tim.
Selain itu, dengan berdiskusi dan membangun keamanan kelompok,
meningkatkan kepercayaan, pertahanan dan keamanan, terutama mengenai
kompetensi keperawatan.
4. Dampak komunikasi terapeutik pada Kualitas pelayanan kesehatan.
Menurut Arfah Mardiana Lubis (2021) dari hasil penelitiannya diketahui
bahwa komunikasi terapeutik mempengaruhi kualitas proses pelayanan
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Efektivitas ini dialami oleh pasien
yang merasa keluhan mereka didengar dan mereka mengerti penyakit, tahapan

13
pemeriksaan, dan pengobatan dengan baik. Kualitas pelayanan kesehatan
diamati dari kepuasan pasien ketika tenaga kesehatan secara aktif
mendengarkan keluhan mereka dan menjelaskan kepada mereka penyakit,
tahapan pemeriksaan, dan pengobatan dengan benar. Hasil ini menunjukkan
bahwa tenaga kesehatan fokus menerapkan komunikasi terapeutik melalui
mendengarkan keluhan pasien dengan rasa empati dan simpati sehingga mereka
merasa lega. Tenaga kesehatan juga terbuka dan berterus terang tentang kondisi
pasien serta mampu menjelaskan dengan cara yang menarik dan nada yang
lembut sehingga pasien dapat mengulanginya. Maka dapat disimpulkan bahwa
penerapan komunikasi terapeutik yang efektif dapat mempengaruhi kualitas
pelayanan dalam proses pelayanan kesehatan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Antonio R. Moreno‐Poyato, Pilar Delgado‐Hito, J.M.L. and Georgina Casanova ‐


Garrigós, P.M. (2018) ‘Implementing evidence‐based practices on the
therapeutic relationship in inpatient psychiatric care: A participatory action
research’, Journal Of Clinical Nursing, 28, pp. 1614–1622. doi:DOI:
10.1111/jocn.14759.
Bostwick, L. (2013) Evidence-Based Practice Clinical Evaluation Criteria for
Bachelor of Science in Nursing Curricula A Dissertation. College of Saint Mary.
Ellen Fineout-Overholt RN, PhD and Linda Johnston RN, P. (2011) ‘Teaching EBP:
Implementation of Evidence: Moving from Evidence to Action’, National
Library Of Medicine [Preprint]. doi:DOI: 10.1111/j.1741-6787.2006.00070.x.
Fatmawati, M.& (2010) Komunikasi Keperawatan Terapeutik. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Ingersoll (2000) ‘Evidence-based nursing: what it is and what it isn’t.’, Journal of
Advance Nursing, Jul-Aug(48(4)), p. 151. doi:10.1067/mno.2000.107690.
Jan Glover, David Izzo, K.O. and L.W. (2006) ‘Evidence-Based Medicine Subject
Guide: EBM Pyramid’, Uci Library [Preprint]. Available at:
https://guides.lib.uci.edu/ebm.
Lalongkoe (2013) Komunikasi Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
La ode (2012) Konsep Dasar Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Oktavy Budi Kusumawardhani (2019) ‘Analisis Pengaruh Komunikasi Therapeutik
Perawat Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Jalan di RSUD Karanganyar’, in
rosiding Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS). Surakarta: Jurnal
Unisfat. Available at: http://hdl.handle.net/11617/11086.
Prasanti, D. and Fuady, I. (2019) ‘Implementation of Public Services: Terapeutic
Communication of Health Professional to Patients in Serang Regency’, Jurnal
Pekommas, Vol. 4 No., pp. 189–196.
Priyanto (2009) Komunikasi dan Konseling Aplikasi Dalam Sarana Pelayanan
Kesehatan Untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.

Stuart, GW, Laraia, M.. (2001) Principle and Practice of Pshychiatric Nursing. 7th

15
edn. Philadelpia: Mosby.

Yularsih, D. (2014) ‘Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada Proses Penyembuhan


Pasien Di Bangsal Keperawatan RSUD Kota Semarang’, The Messenger,
Volume VI(Edisi July 2014).

16
PROFIL PENULIS

Awaliyah M.Suwetty.S.Kep.,Ns.M.Kep, merupakan staf dosen pada Akademi


Keperawatan Maranatha Groups, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Penulis
bergabung di dunia keperawatan sejak tahun 2006 saat meluluskan program
Pendidikan Diploma III keperawatan Di Poltekkes Kemenkes Kupang. Pada
Tahun 2008 penulis kembali melanjutkan Pendidikan S1 keperawatan Ners dan
lulus pada tahun 2011 di Universitas Gadja Mada.
Oleh karena besarnya keinginan penulis untuk mengabdi dalam dunia Pendidikan keperawatan, pada
tahun 2017, Penulis kembali melanjutkan Pendidikan S2 keperawatan di Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya. Saat ini Penulis menekuni bidang ilmu keperawatan jiwa dan untuk mewujudkan
karir sebagai dosen penulis pun aktif menjalankan Tridharma Perguruan tinggi dengan melakukan
kegitan pengajaran, kegiatan ilmiah seperti melakukan penelitian dan menulis artikel di beberapa jurnal
penelitian serta mengikuti kegiatan pengabdian baik yang diselenggarakan pihak internal maupun
external. Ulasan tentang kesehatan jiwa sangat kompleks, sedikit uraian singkat terkait prinsip dan
pandangan Kesehatan mental dalam tulisan ini, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pembaca.

Email Penulis: lyasuwetty27@gmail.com // wajib diisi untuk mengirim buku digital dan sertifikat

17
DATA PENGIRIMAN DAN PENGAJUAN HKI

1. Untuk Pengiriman buku cetak, mohon isi data berikut

Nama Penerima : Awaliyah M.Suwetty.S.Kep.,Ns.M.Kep


Alamat (lengkap) : Perumahan Imigrasi, Jalan Sagitarius, Kelurahan Liliba,
Kecamatan Oebobo, Kota Kupang. Nusa Tenggara Timur.
HP. Aktif : 085239026776
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

2. Untuk pengajuan HKI, mohon mengisi data berikut sesuai yang tertera pada KTP:

Nama Lengkap: ………………….. Nama Lengkap: Awaliyah Muslimah Suwetty


Alamat: ………………………….., RT/RW: …/…., Alamat: Perumahan Sahabat Permai Blok A Nomor 3,
Kel/Desa: ……………, Kec.: ………………… RT/RW: 003/001, Kel/Desa: Naioni Kec.: Alak
Kab./Kota: …… Kab./Kota: Kupang
Privinsi: ………………. Privinsi: Nusa Tenggara Timur
Kode Pos: …… Kode Pos: 85239
Email: …………………………….. Email: lyasuwetty27@gmail.com
Hp. Aktif: ………………………………….. Hp. Aktif: 085239026776

FOTO KTP
(bidang data saja tidak perlu bolak-balik)

TTD DIATAS MATERAI

Pastikan Bertandatangan diatas MATERAI


10.000 menggunakan kertas putih bersih (tanpa
nama dibawahnya) dan warna pulpen yang jelas
(hitam atau biru)

18
19

Anda mungkin juga menyukai