Anda di halaman 1dari 41

USULAN PENELITIAN

PEMANFAATAN CAMPURAN FLY ASH BATUBARA DAN RESIDU


HASIL PIROLISIS LIMBAH PLASTIK LDPE SEBAGAI ZAT
ADITIF UNTUK ASPAL BINDER

NIKEN DWI APRILIA


F1C117007

PROGRAM STUDI KIMIA


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JAMBI
2020
USULAN PENELITIAN
PEMANFAATAN CAMPURAN FLY ASH BATUBARA DAN RESIDU
HASIL PIROLISIS LIMBAH PLASTIK LDPE SEBAGAI ZAT
ADITIF UNTUK ASPAL BINDER

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam melakukan penelitian dalam


rangka penulisan Skripsi pada Program Studi Kimia

NIKEN DWI APRILIA


F1C117007

PROGRAM STUDI KIMIA


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JAMBI
2020
USULAN PENELITIAN

PEMANFAATAN CAMPURAN FLY ASH BATUBARA DAN RESIDU


HASIL PIROLISIS LIMBAH PLASTIK LDPE SEBAGAI ZAT
ADITIF UNTUK ASPAL BINDER

OLEH :
NIKEN DWI APRILIA
F1C117007

Disetujui:

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Lenny Marlinda, S. T., M. T. Rahmi, S. Pd., M. Si.


NIP. 197907062008122002 NIP. 199001232019032014

Diketahui:

Ketua Jurusan MIPA Ketua Program Studi Kimia

Dr. Madyawati Latief, SP. M. Si. Heriyanti,S. T.,M. Sc., M. Eng


NIP. 197206241999032001 NIP. 198405022014042001

i
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman pengesahan...................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................... ii
Daftar Gambar........................................................................................... iii
Daftar Tabel.............................................................................................. IV
Daftar Lampiran.........................................................................................V
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................1
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah................................................4
1.3 Hipotesis.......................................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian..............................................................................4
1.5 Manfaat penelitian............................................................................5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................6
2.1 ASPAL.................................................................................................. 6
2.2 Agregat........................................................................................... 11
2.3 Plastik............................................................................................ 15
2.4 Limbah batu bara............................................................................16
2.5 Interaksi polimer dan aspal............................................................18
2.6 Studi Penelitian Terdahulu..............................................................18
2.7 Karakteristik Aspal.........................................................................20
III. METODOLOGI PENELITIAN.................................................................22
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.........................................................22
3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian.......................................................22
3.3 Metode Penelitian...........................................................................22
3.4 Analisis Data...................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................26

ii
Daftar Gambar

Gambar Halaman
1. Struktur aspal......................................................................................10
2. Penambahan filler pada aspal................................................................24

iii
Daftar tabel

Tabel Halaman
1. Persyaratan aspal berdasarkan penetrasi ...............................................7
2. Syarat mutu agregat ............................................................................11
3. Persyaratan agregat kasar.....................................................................13
4. Persyaratan agregat halus.....................................................................14
5. Batas-batas gradasi menerus agregar campuran....................................15
6. % agregat dalam campuran...................................................................15
7. Senyawa kimia fly ash..........................................................................18
8. Studi penelitian....................................................................................19
9. Karakteristik aspal...............................................................................21
10. Aspal modifikasi residu pirolisis dan FABA.........................................23
11. Aspal modifikasi residu pirolisis dan ekstraksi SiO2 dari FABA............24

IV
Daftar Lampiran

Lampiran Halaman
1. Bagan alir.........................................................................................28
2. Perhitungan......................................................................................32

v
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aspal merupakan material perekat (cementitious) dengan unsur utama


adalah bitumen yang bewarna hitam atau coklat tua. Aspal digunakan untuk
membangun dan memelihara jalan, area parkir, rel kereta api, pelabuhan,
landasan pacu bandara, jalur sepeda, trotoar, area bermain dan olahraga,
Sebagai pendukung beban lalu lintas, Sebagai pelindung konstruksi di
bawahnya, Sebagai lapisan aus, Menyediakan permukaan jalan yang rata dan
tidak licin. Aspal pertama kali digunakan sebagai konstruksi jalan di babylonia
pada 625 SM pada masa kekuasaan Raja Naboppolassar. Komposisi aspal
terdiri dari asphaltenes dan malthenes. Asphaltenes mengandung karbon (82-
88%), hidrogen (8- 11%), sulfur (0-6%), oksigen (0-1,5%), dan nitrogen (0-1%).
Malthenes terdapat tiga komponen penyusun yaitu resin, aromatic, dan
saturates. Secara kimia aspal terdiri dari parafin, aromat, alefin dan olefin.
Aspal bersifat termoplastis akibat polimer yang terbentuk dalam aspal, karan
sifat termoplastisnya aspal memiliki kepekaan terhadap perubahan suhu. Daya
tahan aspal berubah seiring dengan pengerasan usia aspal. Daya tahan aspal
adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh
cuaca selama masa pelayanan jalan. Bertambahnya usia aspal maka
viskositasnya meningkat yang menyebabkan aspal menjadi kaku dan rapuh
sehingga cepat rusak (munsil, 2018)
Kondisi aspal saat ini banyak mengalami kerapuhan, cepat rusak dan
bergelombang. Penyebab utama dari kerapuhan aspal adalah temperatur cuaca
yang panas menyebabkan aspal memuai sehingga menyebabkan cela atau
rongga pada jaringan aspal dan agregat dan memungkinkna air untuk masuk
kedalam struktur agregat dan aspal sehingga fondasi aspal melemah dan
mengakibatkan permukaan perkerasan aspal bergelombang sehingga terjadi
pelepasan ikatan aspal dengan agregat. Aspal pada temperatur rendah masalah
yang sering terjadi adalah retak dan lepasnya partikel halus dari permukaan
perkerasan. Kerusakan lain dari aspal dapat disebabkan karena sifat-sifat aspal
akan berubah secara signifikan akibat oksidasi dan pengelupasan yang terjadi
baik pada saat pencampuran, pengangkutan dan penghamparan campuran
beraspal di lapangan. Perubahan sifat ini akan menyebabkan aspal menjadi
berdaktilitas rendah atau dengan kata lain aspal telah mengalami penuaan,
Selain faktor lingkungan penyebab lain aspal rusak adalah dengan komposisi
bahan yang tidak seimbang pada saat pembuatan aspal, suhu penghamparan
aspal tidak sesuai spesifikasi, tanah timbunan yang belum padat, lapisan

1
pondasi atas dan bawah yang belum kuat dan jumlah passing pemadatan yang
kurang. Kondisi aspal yang seperti ini membutuhkan sifat durabilitas aspal
yaitu kemampuan aspal untuk menghambat laju penuaan. pengunaan aspal
dengan nilai penetrasi yang tinggi mengakibatkan aspal lebih tidak peka
terhadap perubahan temperatur, sehingga menghasilkan kekuatan dan
ketahanan aspal yang lebih baik. Peningkatan sifat hidrophobik aspal juga
merupakan faktor meningkatnya sifat durabilitas aspal agar aspal dapat
bertahan pada jangka waktu yang lama. Untuk meningkatkan sifat hidrophobik
aspal maka dibutuhkan bahan campuran aspal yang memiliki sifat resin yang
kuat dan kandungan silika yang baik. Karakteristik aspal super hidrofobik
adalah sulit untuk dibasahi, sudut kontak tetesan air melebihi 150°, lebih
fleksibilitas dan tahan terhadap cuaca ekstrim (Trisunaryanti, 2018).
Kandungan resin dalam plastik yang kuat dapat mempertahankan sifat
kekerasan aspal sehingga tidak cepat mengalami penuaan. Karna kandungan
resin di dalam plastik dapat mempertahankan sifat adesi dan kohesi pada aspal
sehingga ikatan aspal saling mengikat dan melekat dengan kuat dengan agregat
yang memperkecil molekul lain untuk ikut berikatan dengan struktur aspal
seperti contohnya molekul air yang sering merusak ikatan aspal karan adanya
perenggangan ikatan aspal akibat cuaca yang ekstrim. Penggunaan plastik juga
sebagai pelindung aspal dari cuaca yang ekstrim sehingga ketika cuaca panas
maka aspal tidak mengalami pemuaian yang menyebabkan ikatan aspal
merenggang karna terlindungi dengan molekul plastik diatas aspal. Plastik
LDPE memiliki titk leleh yang tinggi sehingga tidak mudah memuai pada suhu
panas. Plastik dan Aspal merupakan material yang termoplastis dan bahan
yang dapat larut dalam Karbon Disulfida karna mempunyai sifat tidak tembus
air dan mempunyai sifat adesi yang baik sehingga digunakan dalam campuran
perkerasan jalan sebagai bahan pengikatnya (Totomihardjo, 2004)
Aspal terdiri dari campuran agregat bergradasi dan bahan bitumen
dengan kekuatan utamanya berasal dari agregat untuk menahan beban lalu
lintas. Agregat merupakan material yang terdiri dari bahan mineral alami atau
buatan. Agregrat terdiri dari sekumpulan butir-butir batu pecah, batu kerikil,
abu batu dan pasir, atau mineral yang lain, baik dari hasil alam, maupun
buatan. Agregat yang dapat digunakan sebagai material perkerasan jalan
adalah agregat dengan kekuatan agregat terhadap aspal umumnya 90-95% dari
berat total campuran atau 75-85% dari volume campuran. Agregat yang baik
adalah agregat yang bersilika rendah karan mudah mengikat aspal dan bersifat
hidrofobik sementara agregat bersilika tinggi bersifat hidrofilik sehingga ikatan
dengan aspal kurang baik. Kandungan silika umum dalam pengikatan

2
aspal menggunakan agregat pasir sekitar 17-25%. kandungan silika dengan
menggunkana fly ash memiliki kandungan silika 50% untuk tipe C dan 70%
untuk tipe F sehingga memiliki potensi untuk bahan konstruksi jalan.
Penggunaan fly ash sebagai bahan dasar dapat mengurangi limbah lingkungan
dan memperkecil penggunaan bahan alam yang dapat merusak keadaan
lingkungan. Penggunaan fly ash sebagai agregat dengan campuran alkali
meningkatkan kekuatan dan daya lekat aspal. Fly ash memiliki reaksi pozzolan
yang dapat meningkatkan sifat kohesi pada aspal sehingga rekatan antar
partikel semakin kuat dengan pembesaran partikel yang menyebabkan angka
pori fly ash menjadi semakin kecil (Munsil, 2018).
Menurut Dalhat dan Adesina (2020) aspal memiliki sifat Water Contact
Angle sehingga untuk menjadikan aspal bersifat hidrofobik dibutuhkan
penambahan bahan yang mampu membuat aspal bersifat hidrophobik dalam
penelitian ini digunakan daur ulang LDPE dan aspal modigikasi SBS.
Penambahan LDPE dalam aspal modifikasi SBS menyebabkan LDPE melunak
dan menyebabkan perubahan kecil pada morfologinya mempengaruhi
penurunan kekerasan permukaan aspal dan meningkatkan nilai water contact
angle menyebabkan aspal dengan daya kohesi yang kuat akan melekat erat
pada permukaan agregat oleh sebab pengaruh air atau kombinasi air dengan
gaya mekanik sangat kecil atau bahkan tidak terjadi sama sekali. Tidak terjadi
perubahan morfologi setelah dilakukan pengamatan pada saat selesai
pembuatan dan 2 tahun setelah pembuatan aspal.
Menurut hong et all (2020) Kerapuhan lapisan aspal perkerasan aspal
secara bertahap memburuk dengan turunnya suhu. Untuk meningkatkan
ketahanan retak aspal terhadap suhu rendah, maka campuran aspal
ditambahkan bubuk gangue batubara (CGP) dan serat poliester (PF) untuk
memodifikasi kinerja campuran aspal. Hasil uji ketahanan retak pada suhu
rendah campuran aspal meningkat sebesar 36,64%, 37,27% dan 45,94% pada
0°, 10° dan 20°.
Menurut Karyawan et all (2017) dalam penelitiannya mmengenai
penggunaan fly ash sebagai bahan dasar pembuatan agregat buatan geopolimer
untuk pengganti agregat alami dalam campuran aspal beton. Penelitian tersebut
bertujuan untuk mengetahui potensi penggunaan 21 fly ash luntuk campuran
pembuatan agregat buatan geopolimer. Untuk agregat geopolimer tersusun atas
fly ash dan aktivator yang dicampur menjadi satu sampai umur 28 hari.
Aktivator yang digunakan adalah sodium silikat (Na 2SiO3) dan natrium
hidroksida (NaOH) dengan konsentrasi sebanyak 8M dan komposisi fly ash dan
alkali sebesar 75%:25%.

3
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah

Sifat aspal yang rapuh terhadap cuaca panas menyebabkan aspal


mengalami oksidasi dan memuai sehingga pada suhu rendah menyebabkan
aspal mengalami keretakan dan pelepasan agregat yang disebabkan oleh
masuknya air hujan di sela-sela agregat dan aspal sehingga fondasi aspal
melemah dan mengakibatkan permukaan perkerasan aspal bergelombang
sehingga terjadi pelepasan ikatan aspal dengan agregat. Perubahan sifat ini
akan menyebabkan aspal menjadi berdaktilitas rendah atau dengan kata lain
aspal telah mengalami penuaan. Untuk menghindari kerusakan aspal
dibutuhkan sifat kohesi, adesi dan durabilitas serta sifat hidrofobik yang
memiliki daya lekat yang kuat antara aspal dengan agregatnya.
Berdasarkan uraian di atas adapun rumusan masalah pada penelitian ini
yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh campuran fly ash dan residu hasil pirolisis limbah
plastik LDPE terhadap perubahan sifat hidrofobik menjadi super
hidrofobik pada aspal
2. Bagaimana proses pencampuran aspal modifikasi pada campuran fly
ash dan residu hasil pirolisis limbah plastik LDPE terhadap karakteristik
aspal super hidrofobik menggunakan analisis SEM, TGA, DSC dan uji
kelarutan aspal.

1.3 Hipotesis

Aspal modifikasi SBS dengan campuran plastic LDPE membuat kekerasan


permukaan aspal menjadi stabil dan mengubah permukaan aspal dari aspal
hidrofobik menjadi aspal super hidrofobik dengan setidaknya 35% peningkatan
tahan terhadap air. Campuran aspal ditambahkan silika yang terdapat pada fly
ash dan Alkali untuk memodifikasi kinerja campuran aspal meningkatkan
ketahanan retak aspal pada suhu tinggi.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu sebagai berikut:


1. Menganalisis pengaruh rasio campuran fly ash dan residu hasil pirolisis
LDPE terhadap perubahan sifat hidrofobik menjadi super hidrofobik pada
aspal
2. Menganalisis terjadinya proses pencampuran aspal modifikasi pada
campuran fly ash dan residu hasil pirolisis limbah plastic LDPE terhadap
karakteristik aspal super hidrofobik menggunakan analisis SEM, TGA, DSC
dan uji kelarutan aspal.

4
1.5 Manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Dapat mengubah aspal hidrofobik menjadi super hidrofobik, maka
kekerasan permukaan aspal lebih stabil dan aspal dapat bertahan dalam
jangka waktu yang lama
2. Dapat mengurangi pencemaran lingkungan akibat limbah plastik dan
limbah batu bara

5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ASPAL

Komposisi aspal terdiri dari asphaltenes dan malthenes.


Asphaltenes mengandung karbon (82-88%), hidrogen (8- 11%), sulfur (0-
6%), oksigen (0-1,5%), dan nitrogen (0-1%). Malthenes terdapat tiga
komponen penyusun yaitu resin, aromatic, dan saturates. Peningkatan
kandungan aspalten dalam aspal akan menghasilkan aspal yang lebih
keras dengan nilai penetrasi yang rendah, titik lembek yang tinggi dan
tingkat kekentalan aspal yang tinggi pula. Asphaltenes dan resin bersifat
polar yang dapat bercampur membentuk koloid atau micelle dan
menyebar dalam hidrokarbon aromatik dan jenuh. Akibat kepolaran dari
aspal molekul yang satu dengan yang lainnya membentuk jejaringan
atau cluster sehingga aspal dapat bertahan dalam waktu yang lama.
Resins adalah cairan berwarna kuning atau coklat tua yang memberikan
sifat adhesi dan kohesi dari aspal. Adesi adalah kemampuan partikel
aspal untuk melekat satu sama lainnya, dan kohesi adalah kemampuan
aspal untuk melekat dan mengikat agregat.Resin berperan sebagai zat
pendispersi aspaltene. Sifat aspal, SOL (larutan) atau GEL (jelli), sangat
ditentukan oleh proporsi kandungan resin terhadap kandungan aspalten
yang terdapat di dalam aspal tersebut. Saturated adalah bagian dari
molekul malten yang berupa minyak kental yang bewarna putih atau
kekuning-kuningan dan bersifat non-polar. Saturated terdiri dari parafin
(wax) dan non parafin, kandungannya di dalam aspal berkisar antara
5%-20% terhadap berat aspal (Munsil, 2018).
Susunan molekul aspal sangat kompleks dan didominasi (90 –
95% dari berat aspal) oleh unsur karbon dan hidrogen. Senyawa aspal
sering disebut sebagai senyawa hidrokarbon. Sisanya (5 – 10%), dari dua
jenis atom, yaitu : heteroatom dan logam. umumnya aspal hanya
mengandung satu persen atom logam dalam bentuk garam organik dan
hidroksidanya. Unsur-unsur heteroatom seperti nitrogen, oksigen dan
sulfur, dapat menggantikan kedudukan atom karbon yang terdapat di
dalam struktur molekul aspal. Hal inilah yang menyebabkan aspal
memiliki rantai kimia yang unik dan interaksi antar atom ini dapat
menyebabkan perubahan pada sifat fisik aspal. Jenis dan jumlah
heteroatom yang terkandung di dalam aspal sangat ditentukan oleh
sumber minyak mentah yang digunakan dan tingkat penuaannya.
Heteroatom, terutama sulfur, lebih reaktif dari pada karbon dan

6
hidrogen untuk mengikat oksigen. Oleh sebab itu, aspal dengan
kandungan sulfur yang tinggi akan mengalami penuaan yang lebih cepat
dari pada aspal yang mengandung sedikit sulfur (Trisunaryanti, 2018).

6
Menurut Sutoyo (2020) aspal memiliki lima klasifikasi nilai
penetrasi pada semen aspal yang bervariasi secara konsistensi pada
suhu kamar dari padat ke semi-cair berdasarkan AASHTO, yaitu 40-50,
60-70, 80-100, 120-150, dan 200-300. Nilai ini menunjukkan tingkat
kekerasan material dimana pen 40-50 merupakan yang paling keras dan
pen 200-300 merupakan yang paling lembut. Berikut adalah tabel
persyaratan aspal berdasarkan penetrasi:
Tabel 1. Persyaratan aspal berdasarkan penetrasi

Sumber: SNI 1991


Factor yang dapat menyebabkan Aspal menjadi keras dan rapuh yaitu
proses oksidasi, penguapan, polimerisasi, proses tixotropi, proses syneresis dan
proses pemisahan. Berikut ini adalah penjelasan dari faktor penyebab aspal
menjadi keras dan rapuh
o Proses oksidasi yaitu adanya suatu reaksi antara molekul aspal dengan
molekul oksigen di udara, akibatnya terjadi perengangan ikatan molekul
aspal karan sebagian telah terikat dengan molekul oksigen menyebabkan
kerapuhan pada aspal
o Penguapan, yaitu penguapan bahan-bahan pembentuk aspal yang terjadi
selama proses produksi campuran aspal panas. Pada pembentukan aspal
suhu yang tidak sesuai pada saat pemaparan akan menyebabkan aspal
menguap pada saat pemaparan sehingga aspal menjadi keras
o Polimerisasi, yaitu proses pembentukan molekul yang lebih besar dimana
molekul-molekul ini akan menyebabkan pengerasan pada aspal yang
bersifat progresif. Pembentukan molekul-molekul pada saat suhu
penghamparan aspal menjadi dingin dan kurang dari suhu yang
diisyaratkan maka molekul menjadi lebih besar dan aggregat aspal menjadi
keras menggumpal. Proses tixotropi yaitu proses dimana aspal sebagai
bahan pengikat mengalami peningkatan nilai viskositas dan pengerasan

7
aspal yang diakibatkan oleh proses hidrofilik dimana pada aspal terbentuk
suatu kisi-kisi partikel. Meningkatnya viskositas menyebabkan aspal
menjadi kaku dan rapuh. Penyebab utama dari kerapuhan aspal adalah
temperatur cuaca yang panas menyebabkan aspal memuai sehingga
menyebabkan cela atau rongga pada jaringan aspal dan agregat dan
menyebabkan aspal bersifat hidrofilik dan menyerap air.
o Proses syneresis, yaitu proses pemisahan bahan yang kurang viskositas
dari dalam aspal yang lebih viskositas yang diakibatkan oleh penyusutan
atau pengaturan ulang struktur-struktur bahan pengikat dalam aspal
akibat proses fisik dan kimia. Proses fisika kimia yaitu perubahan struktur
aspal yang mempengaruhi viskositas aspal.
o Proses pemisahan yaitu, hilangnya material-material yang turut
membentuk aspal akibat proses pemisahan resins, aspaltenes dan oil oleh
penyerapan selektif dari beberapa jenis agregat (Indriani, 2018).
Untuk melihat reologi aspal sebagai bahan pengikat perlu dilakukan
pengujian sebagai berikut:
o pengujian penetrasi aspal adalah menentukan kedalaman jarum penetrasi
pada kondisi suhu, beban dan waktu tertentu yaitu pada suhu 25°C
dengan beban penetrasi 100 grm dan lama pembebanan jarum 5 detik
dalam satuan 0,1 mm. pengujian penetrasi aspal dilakukan oleh H.C.
Bowen dari Barber Asphalt Paving pada Tahun 1888 pelopor pembuat
mesin alat uji penetrasi.
o Pengujian Titik lembek aspal merupakan pengujian dimana suhu pada
sampel aspal sudah tidak bisa lagi mendukung bola baja yang beratnya
sekitar 3,5 grm atau temperature dimana aspal mulai menjadi lembek dan
jatuhnya lempengan beban baja diatasnya.
o Pengujian Viskositas absolut dan kinematik aspal
o Pengujian daktilitas aspal dibutuhkan untuk mengetahui sifat kohesi aspal
dan plastisitas aspal. Pengujian daktilitas dilakukan dengan mencetak
aspal dalam cetakan dan meletakkan contoh aspal dalam tempat pengujian
yang berisi cairan dengan berat jenis yang mendekati berat jenis aspal.
Nilai daktilitas adalah panjang aspal yang putus saat dilakukan penarikkan
dengan kecepatan 5 cm/menit.
o Pengujian Dinamic Shear Rheometer (DSR) adalah mengkalsifikasi aspal
berdasarkan ketahanannya terhadap kerusakan dari usia, suhu dan
kekuatan mekanis.
o Pengujian Bending Beam Rheometer (BBR) adalah untuk melihat ukuran
suhu rendah kekakuan dan pengikat aspal

8
Untuk pengujian aspal dengan tujuan dan keamanan dan
keselamatan pekerja adalah sebagai berikut:
o Pengujian Titik nyala aspal berguna untuk mengetahui pada temperature
berapa aspal mulai menyala
o Pengujian titik bakar aspal berguna untuk mengetahui pada temperature
berapa aspal mulai terbakar
o Pengujian kelarutan aspal
o Pengujian destilasi
o Pengujian kandungan aspal dalam campuran.
Aspal yang retak dan keras merupakaan kepekaan aspal
terhadap temperature akan menjadi dasar perbedaan umur aspal. Aspal
lebih peka terhadap temperature apabila mengandung lilin (wax)
dibandingkan dengan aspal yang tidak menngandung lilin. Parameter
yang digunakan untuk mengukur kepekaan aspal terhadap temperature
adalah indeks penetrasi.
Menurut Totomihardjo (2004) aspal sebagai bahan konstruksi
jalan memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut:
1. Kekakuan/kekerasan atau stiffness
2. Sifat mudah dikerjakan/workability
3. Kuat tarik/tensile strength dan adhesi agar suatu lapisan perkerasan
dapat tahan terhadap retak/cracking, pengulitan/stripping dan
goyah/raveling.
4. Tahan terhadap cuaca
Aspal dibedakan menjadi dua berdasarkan cara memperolehnya
yaitu aspal alam dan aspal buatan. Aspal alam seperti aspal danau dan
aspal batuan. Aspal buatan dapat diperoleh dari residu pengilangan
minyak bumi ssehingga lebih dikenal sebagai aspal minyak. Aspal
minyak sebelum digunakan harus dipanaskan terlebih dahulu sehingga
disebut sebagai aspal panas. Aspal buatan dapat dibedakan menjadi tiga
jenis menurut departemen pekerjaan umum, yaitu aspal keras, aspal
cair dan aspal emulsi (Mudjanarko et al., 2019)
Menurut Sulaksono (2001) Aspal keras adalah jenis aspal dari
residu hasil destilasi minyak bumi dengan keadaan hampa udara dan
berbentuk pampat pada suhu normal dan tekanan atmosfir. Aspal keras
bersifat termoplasrik yang berarti pada suhu kamar aspal akan
berwujud padat dan semakin melunak bila suhuya meningkat. Aspal
cair adalah aspal minyak yang berbentuk cair pada suhu normal dan
tekanan atmosfir yang terdiri dari aspal keras yang diencerkan dengan

9
bahan pelarut 10-20%. Pelarut yang digunakan dalam aspal cair bisa
kerosin, white spirit atau gas oil. Aspal cair dapat dibedakan menurut
bahan pencairnya, yaitu:

9
1. Rapid curing cut back asphalt (RC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair
bensin dan mudah menguap
2. Medium curing cut back asphalt (MC), yaitu aspal cair dengan bahan
pencair minyak tanah
3. Slow curing cut back asphalt (SC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair
solar dan paling lambat menguap.
Menurut sukirman (2003) aspal emulsi adalah aspal yang berbentuk cair pada
suhu normal dan tekanan atmosfir yang terdiri dari aspal keras, air dan bahan
pengemulsi. Aspal emulsi lebih cair dari aspal cair sehingga dapat menembus
pori-pori halus dalam batuan, terutama apabila batuan tersebut agak lembab,
yang disebabkan oleh sifat pelarut dalam aspal emulsi mempunyai
daya tarik terhadap batuan yang lebih baik dari pada pelarut dalam aspal cair.
Butiran-butiran aspal pada aspal emulsi dapat larut dalam air sehingga butiran
aspal diberi muatan listrik untuk menghindari butiran aspal saling menarik
membentuk butiran-butiran yang lebih besar. Aspal emulsi dapat dibedakan
berdasarkan muatan listriknya, yaitu:
1. Aspal kationik atau disebut juga sebagai aspal emulsi asam adalah aspal
emulsi yang bermuatan arus positif pada butiran aspalnya.
2. Aspal anionic atau disebut juga sebagai aspal emulsi alkali adalah aspal
emulsi yang bermuatan negative pada butiran aspalnya.
Seiring bertambahnya waktu maka usia atau masa layan
perkerasan aspal akan mengalami peningkatan viskositas yang
membuat aspal cenderung keras dan rapuh yang biasanya diakibatkan
oleh pengaruh lingkungan dan beban lalu-lintas yang lewat di atasnya
serta suhu temperature dan juga proses pencampurannya. Apabila pada
proses pencampurannya aspal terlalu kaku maka perkerasan akan
mengaalami retak lelah dan retak akibat temperatur. Berdasarkan berat
campurannya aspal dalam campuran perkakas berkisar 4-10% dan
berdasarkan volume campurannya aspal dalam campuran perkakas
berkisar 10-15%. Struktur aspal ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1. struktur aspal

10
2.2 Agregat

Gradasi atau distribusi partikel-partikel berdasarkan ukuran agregat


merupakan hal yang penting dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi
agregat mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan
stabilitas dan kemudahan dalam proses pelaksanaan. Gradasi agregat
merupakan campuran dari berbagai diameter butiran agregat yang membentuk
susunan campuran tertentu. Gradasi agregat ini diperoleh dari hasil analisa
saringan dengan menggunakan 1 set saringan (dengan ukuran saringan 19,1
mm; 12,7 mm; 9,52 mm; 4,76 mm; 2,38 mm; 1,18 mm; 0,59 mm; 0,149 mm;
0,074 mm), dimana saringan yang paling kasar diletakkan diatas dan yang
paling halus terletak paling bawah. Satu saringan dimulai dari pan dan diakhiri
dengan tutup (SNI (03 – 2847 – 2002)).
Gradasi dibedakan menjadi tiga macam, yaitu gradasi rapat, gradasi
seragam dan gradasi timpang. Gradasi rapat merupakan campuran agregat
kasar dan halus dalam porsi yang berimbang, sehingga dinamakan juga agregat
bergradasi baik (well graded). Agregat dengan gradasi rapat akan menghasilkan
lapis perkerasan dengan stabilitas tinggi, kurang kedap air, sifat drainase jelek
dan berat volume besar.Gradasi seragam adalah agregat dengan ukuran yang
hampir sama/ sejenis atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya
sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Gradasi seragam disebut
juga gradasi terbuka. Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan
lapisan perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang dan
berat volume kecil.Gradasi timpang merupakan campuran agregat yang tidak
memenuhi dua kategori di atas. Agregat bergradasi timpang umumnya
digunakan untuk lapisan perkerasan lentur yaitu gradasi senjang, merupakan
campuran agregat dengan 1 fraksi hilang dan 1 fraksi sedikit sekali. Agregat
dengan gradasi timpang akan menghasilkan lapis perkerasan yang mutunya
terletak diantara kedua jenis di atas (Novianti, 2019).
Tabel 2. Syarat mutu agregat menurut SII 0052-80

Agregat halus Agregat kasar


Modulus kehalusan 1.5-3.8 6.0-7.1
1 Kadar lumpur 5% 1%
2 Kadar zat organik ditentukan dengan Warna standar -
3a larutan sulfat 3%
Kadar yang diuji dengan goresan - 5%
3b batang tembaga
Kekerasan batu dibanding dengan

11
pasir bangka <2.2 -
Kekerasan los angeles
4a Sifat kekal benda uji dengan larutan - Lihat tabel
4b jenuh garam sulfat
5 A. Natrium sulfat
B. Magnesium sulfat <10% <12%
Tidak bersifat reaktif terhadap alkali, <15% <18%
bila semen Na2O > 0,6% - Na2O < 0.6%
6 Batuan pipih
Susunan grading - <20% berat
7 BS 882-1983 BS 882-1983
8
Sumber: SNI-03-2461-1991/2002; SII.0052.80; ASTM C-33
Sesuai dengan SNI (03 – 2847 – 2002) Agregat terbagi menjadi tiga jenis
yaitu, agregat kasar, agregat halus dan agregat campuran. Agregat kasar harus
terdiri dari batu pecah atau kerikil pecah yang bersih, kering, kuat, awet dan
bebas dari bahan lain yang mengganggu serta memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. Kerikil atau batu pecah harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak
berpori serta mempunyai sifat kekal (tidak pecah atau hancur oleh pengaruh
cuaca seperti terik matahari atau hujan). Agregat yang mengandung butir-
butir pipih hanya dapat dipakai apabila jumlah butir-butir pipih tersebut
tidak melebihi 20% dari berat agregat seluruhnya.
b. Tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali jika agregat
kasar digunakan untuk membuat beton yang akan mengalami basah dan
lembab terus menerus atau yang akan berhubungan dengan tanah basah.
Agregat yang reaktif terhadap alkali boleh untuk membuat beton dengan
semen yang kadar alkalinya dihitung setara Natrium Oksida tidak lebih dari
0,6 %, atau dengan menambahkan bahan yang dapat mencegah terjadinya
pemuaian yang dapat membahayakan oleh karena reaksi alkali-agregat
tersebut.
c. Sifat kekal dari agregat kasar dapat diuji dengan larutan jenuh garam sulfat
sebagai berikut :
1) Jika dipakai natrium sulfat (Na2SO4), bagian yang hancur maksimum 12%
berat agregat.
2) Jika dipakai magnesium sulfat (MgSO4), bagian yang hancur maksimum
12% berat agregat.

11
d. Agregat kasar tidak boleh mengandung bahan-bahan yang dapat merusak
beton seperti bahan-bahan yang reaktif sekali dan harus dibuktikan dengan
percobaan warna dengan laruta NaOH. III - 5
e. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (terhadap berat
kering) dan apabila mengandung lebih dari 1%, agregat kasar tersebut harus
dicuci.
f. Kekerasan dari agregat kasar diperiksa dengan bejana penguji dari Rudeloff
dengan beban pengji 20 ton dan harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
1) Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5-19 mm lebih dari 24% berat.
2) Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19-30 mm lebih dari 22% berat.
g. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya
dan apabila diayak dengan ayakan standard ISO harus memenuhi syarat
sebagai berikut.
h. Besar butir agregat kasar maksimum tidak boleh lebih daripada 1/5 jarak
terkecil antarabidang-bidang samping cetakan, 1/3 dari tebal pelat atau ¾
dari dari jarak bersih minimum antara batang-batang atau berkas tulangan.
Tabel 3. persyaratan agregat kasar
Saringan Ukuran % Berat yang lewat
(mm) (ASTM)
50 2” 100
37.5 11/2” 90-100
25 1 20-100
12.5 1/2” 5-100
9.5 3/8” 0-100
4.75 No.4 0-30
2.36 No.8 0-10
0.075 No.200 0-5
Sumber: SNI 8142:2015
Agregat halus harus terdiri dari pasir alam atau pasir buatan atau pasir
terak atau gabungan dari pada bahan-bahan tersebut. Agregat halus harus
bersih, kering, kuat, bebas dari gumpalan-gumpalan lempung dan bahan-bahan
lain yang mengganggu serta terdiri dari butir-butir yang bersudut tajam dan
mempunyai permukaan yang kasar. Agregat halus yang berasal dari batu kapur
pecah hanya boleh digunakan apabila dicampur dengan pasir alam dalam
perbandingan yang sama kecuali apabila pengalaman telah menunjukkan bukti
bahwa bahan tersebut tidak mudah licin oleh lalu lintas. Agregat halus yang
berasal dari hasil pemecahan batu, harus berasal dari batuan induk yang

11
memenuhi persyaratan Agregat Kasar kecuali persyaratan c dan d. Agregat
halus harus mempunyai ekivalen pasir minimum 50% (AASHTO T 176).
Menurut SNI syarat agregat halus untuk campuran aspal:
a. Kadar lumpur Atau bagian butir yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no
200) dalam % berat maksimum:
 Untuk beton yang mengalami abrasi, 3 %.
 Untuk beton jenis lainnya, 5.0 %.
b. Kadar gumpalan tanah liat dan partikel yang mudah direpihkan (Friable
partikel), maksimum 0,5 %.
c. Kandungan arang dan lignit
d. Bebas dari zat organik yang merugikan beton.
e. Tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali jika agregat
halus digunakan untuk membuat beton yang akan mengalami basah dan
lembab terus menerus atau yang akan berhubungan dengan tanah basah.
Agregat yang reaktif terhadap alkali boleh untuk membuat beton dengan
semen yang kadar alkalinya dihitung setara Natrium Oksida (Na 2O + 0,658
K2O) tidak lebih dari 0,6 %, atau dengan menambahkan bahan yang dapat
mencegah terjadinya pemuaian yang dapat membahayakan oleh karena
reaksi alkali-agregat tersebut.
f. Sifat kekal, diuji dengan larutan garam sulfat
1) Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian hancur maksimum 10 %.
2) Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian hancur maksimum 15 %.
g. Susunan besar butir (grading) Agregat halus harus mempunyai susunan
besar butir dalam batas-batas.
Tabel 4. persyaratan agregat halus
Saringan Ukuran % Berat yang
(mm) (ASTM) lewat
9.5 3/8” 100
4.75 #4 90-100
2.36 #8 20-100
0.600 #30 5-100
0.075 #200 1-100
Sumber: SNI 8142:2015
Agregat campuran harus mempunyai gradasi yang menerus mulai dari
butir yang kasar sampai yang halus, dan apabila diperiksa dengan cara
PB.0201-76 MPBJ harus memenuhi salah satu gradasi sebagaimana yang
tercantum pada Tabel 5. Agregat campuran yang diperoleh melalui
pencampuran menurut proporsi yang diperlukan untuk rumusan campuran

11
kerja, harus mempunyai ekivalen pasir yang tidak kurang dari 50% (ASTHO T
176) (SNI-03-2461-1991/2002; SII.0052.80; ASTM C-33).
Tabel 5. Batas-Batas Gradasi Menerus Agregat Campuran

Keterangan:
No. Campuran: I, III, IV, VI,VII,VIII, IX, X dan XI digunakan untuk lapisan
permukaan.
No. Campuran: II digunakan untuk lapisan permukaan, perata (leveling) dan
lapis antara (binder).
No. Campuran: V digunakan untuk lapis permukaan dan lapis antara (binder).
Sumber: sarwono et al., 2017.
Tabel 6. % agregat dalam campuran aspal

Sumber: dokumen pekerjaan umum direktorat jendral bina marga

2.3 Plastik

Plastik merupakan salah satu jenis makromolekul yang dibentuk dengan


proses polimerisasi. Polimerisasi adalah proses penggabungan beberapa

11
molekul sederhana (monomer) melalui proses kimia menjadi molekul besar
(makromolekul atau polimer). Plastik merupakan senyawa polimer yang unsur
penyusun utamanya adalah karbon dan hidrogen. Plastik membentuk polimer
rantai panjang dari atom yang mengikat satu sama lain. Rantai ini membentuk
banyak unit molekul berulang, atau "monomer". Plastik terbentuk dari
kondensas organik atau penambahan polimer dan bisa juga terdiri dari zat lain
untuk meningkatkan performa atau ekonomi. Untuk membuat plastik, salah
satu bahan baku yang sering digunakan adalah Naphta, yaitu bahan yang
dihasilkan dari penyulingan minyak bumi atau gas alam. Sebagai
gambaran, untuk membuat 1 kg plastik memerlukan 1,75 kg minyak bumi ,
untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya maupun kebutuhan energi
prosesnya (Biantoro, 2018).
Plastik dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu Termoplastik
dan Termosetting. Termoplastik merupakan jenis plastik yang bisa didaur
ulang/dicetak lagi dengan proses pemanasan ulang. Contoh: polietilen (PE),
polistiren (PS), ABS, polikarbonat (PC). Jenis plastik yang dapat didaur ulang
diberi kode berupa nomor untuk memudahkan dalam mengidentifikasi dan
penggunaannya. Termosetting merupakan jenis plastik yang tidak bisa didaur-
ulang/dicetak lagi. Pemanasan ulang akan menyebabkan kerusakan molekul-
molekulnya. Contoh: resin epoksi, bakelit, resin melamin, urea formaldehida
(Krisnadwi, 2013).
Dalhat dan Adesina (2020) pada penelitiannya meggunakan plastik
LDPE. LDPE (Low Density Polyethylene) adalah plastik yang mudah dibentuk
ketika panas, yang terbuat dari minyak bumi, dan rumus molekulnya adalah (-
CH2- 13 CH2)n. Dia adalah resin yang keras, kuat dan tidak bereaksi terhadap
zat kimia lainnya, kemungkinan merupakan plastik yang paling tinggi
mutunya.Dalam Penelitiannya digunakan plastik dengan mutu rendah yang
memiliki karakteristik tingkat resistansi kimia yang sangat baik. Plastik bersifat
termoplastik, memiliki densitas antara 0.910 - 0.940 g/cm3 , tidak reaktif pada
temperatur kamar, kecuali oleh oksidator kuat dan beberapa jenis pelarut dapat
menyebabkan kerusakan. Memiliki percabangan yang banyak sehingga gaya
antar molekulnya rendah. Penambahan plastik dalam aspal akan memberikan
pengaruh yang baik terhadap sifat-sifat aspal seperti meningkatkan nilai
stabilitas, berat isi,kepadatan agregat yang dipadatkan, meningkatkan Water
Contact Angle dan meningkatkan sifat hidrophobik dari aspal.

16
2.4 Limbah batu bara

Batubara merupakan suatu campuran padatan yang heterogen dan


terdapat di alam dalam tingkatan yang berbeda mulai dari lignit, subbitumine
dan antrasit. Adapun sifatsifat batubara tersebut adalah :
a. Batu bara jenis lignit : warna hitam, sangat rapuh, nilai kalori rendah,
kandungan karbon sedikit, kandungan air tinggi, kandungan abu banyak,
kandugnan belerang banyak Batu bara jenis subbitumine/bitumine :
warna hitam mengkilap, kurang kompak, nilai kalori tinggi, kandungan
karbon relatif tinggi, kandungan air sedikit, kandungan abu sedikit,
kandungan belerang sedikit.
b. Batu bara jenis antrasit : warna hitam sangat mengkilap, kompak, nilai
karbon sangat tinggi, kandungan karbon sangat tinggi, kandungan air
sedikit, kandungan abu sangat sedikit, kandungan belerang sangat
sedikit.
Abu yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara dibedakan menjadi dua,
yaitu abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Abu terbang adalah abu
yang dihasilkan pada saat pembakaran batubara yang terbawa terbang ke
udara, yang hanya bisa dikurangi penyebarannya dengan metode FBC.
Sedangkan abu dasar adalah abu yang dihasilkan pada saat pembakaran
batubara yang digunakan (Mochmanto, 2019).
Fly ash didefinisikan sebagai butiran halus hasil residu pembakaran
batu bara atau bubuk batu bara. Fly ash dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
abu terbang yang normal dihasilkan dari pembakaran batu bara antrasit atau
batu bara bitomius dan abu terbang kelas C yang dihasilkan dari batu bara
jenis lignite atau subbitumius. Abu terbang kelas C kemungkinan mengandung
kapur (lime) lebih dari 10% beratnya. Abu terbang merupakan limbah
pembakaran batu bara yang butirannya lebih halus dari pada semen portland,
yang mempunyai sifat-sifat hidrolis. abu terbang batu bara dapat digunakan
sebagai bahan penambah semen dengan kadar 5 - 20% dengan maksud untuk
menambah plastisitas adukan beton dan menambah kekedapan beton. Pada
beton keras penggunaan abu terbang 10 – 15% sebagai bahan pengganti semen
dapat menambah kekuatan beton. Berikut kandungan senyawa kimia dari fly
ash batu bara:

17
Tabel 7. senyawa kimia fly ash

Fly ash bottom ash merupakan material pozzolan, yaitu mineral silikat
dan alumina yang dapat bereaksi dengan kalsium hidroksida dan membentuk
senyawa semen. Fly ash yang di produksi dari pembakaran ada dua jenis: Fly
ash kelas F, yaitu material pozzolanic mengandung silika gelas dan alumina
yang apabila di campur air akan bereaksi dengan kalsium membentuk senyawa
semen. Fly ash kelas C, yaitu material pozzolanic dan bersifat selfcementing
(kemampuan untuk mengeras dan mencapai kekerasan) apabila dicampur
dengan air. Fly ash kelas F pada umumnya memiliki kandungan kalsium dan
magnesium oksida yang lebih tinggi, kandungan silika, besi oksida dan karbon
yang lebih rendah dibandingkan dengan fly ash kelas C. Fly ash banyak
digunakan sebagai agregat dengan menambahkan senyawa aktivator dengan
menggunakan metode marshall (Caroles, 2019)
Pada penelitian Haryanti (2000) ditemukan senyawa-senyawa A12O3,
CaO, MgO, MnO2, SiO2, Fe2O3 pada abu dasar (bottom ash) batubara dengan
melakukan penyaringan menggunakan saringan nomor 4, 8, 20, 60, 200 mesh.
Button ash dapat digunakan sebagai bahan konstruksi jalan karna kandungan
silika dan kadar oksida didalam botton ash merupakan mineral dasar yang
digunakan dalam pembuatan campuran semen. kandungan silika pada bottom
ash adalah 29,42% dan kandungan kalsium 14,55% (amin et al., 2016)

2.5 Interaksi polimer dan aspal

Interaksi senyawa polimer dengan aspal menyebabkan polimerisasi.


Polimerisasi adalah proses pembentukan molekul yang lebih besar dimana
molekul-molekul ini akan menyebabkan pengerasan pada aspal yang bersifat
progresif. Plastik membentuk polimer rantai panjang dari atom yang mengikat
satu sama lain. Rantai ini membentuk banyak unit molekul berulang, atau
"monomer". kandungan hidrokarbon dalam aspal akan terikat pada rantai
panjang dari atom membentuk rantai polimer. Aspal yang bersifat polar yang
dapat bercampur membentuk koloid atau micelle dan menyebar dalam
hidrokarbon aromatik dan jenuh. Akibat kepolaran dari aspal molekul yang
satu dengan yang lainnya membentuk jaringan atau cluster serta penambahan
limbah batu bara yang memiliki kandungan silika akan berikatan dengan

18
hidrokarbon membentuk senyawa semen. Karana interaksi ikatan molekul
yang kuat, yaitu antara aspal, filler dan agregat maka akan menghambat
kerusakan aspal.

2.6 Studi Penelitian Terdahulu

Studi penelitian yang telah dilakukan mengenai kerapuhan aspal


memberikan hasil yang baik setelah melakukan modifikasi aspal seperti pada
tabel berikut ini:
Tabel 8. Studi Penelitian
No. Peneliti/Tahun Judul Hasil
1 Dalhat dan Utilization of Pada penelitian ini untuk
Adesina/2020 micronized membuat aspal memiliki sifat
recycled super hidrophobik dengan
polyethylene menggunakan aspal penetrasi
waste to improve 70 dan campuran SBS (styrene
the butadiene styrene ) serta limbah
hydrophobicity of plastik LDPE. Hasil penelitian
asphalt surfaces yang didapatkan aspal memiliki
sifat hidrophobik yang relatif
tinggi dengan pengukuran
mengunaka SEM dapat dilihat
struktur morfologi bahwa ikatan
aspal dan agregat yang erat
membuat aspal super
hidrophobik

2 Menurut hong et Low-temperature Kerapuhan lapisan aspal


all/2020 crack resistance perkerasan aspal secara
of coal gangue bertahap memburuk dengan
powder and turunnya suhu. Untuk
polyester fibre meningkatkan ketahanan retak
asphalt mixture aspal terhadap suhu rendah,
maka campuran aspal
ditambahkan bubuk gangue
batubara (CGP) dan serat
poliester (PF). hasil yang
didapatkan daya ketahan aspal
meningkat dari sebelumnya.

19
Hasil uji ketahanan retak
rendah suhu campuran aspal
meningkat sebesar 36,64%,
37,27% dan 45,94% pada 0℃,
10℃ dan 20℃.

3 Karyawan et Potential use of fly melakukan penelitian mengenai


all/2017 ash base- penggunaan fly ash sebagai
geopolymer as bahan dasar pembuatan agregat
aggregate buatan geopolimer untuk
substitution in pengganti agregat alami. Untuk
asphalt concrete agregat geopolimer tersusun
mixtures atas fly ash dan aktivator yang
dicampur menjadi satu sampai
umur 28 hari. Aktivator yang
digunakan adalah sodium
silikat (Na2SiO3) dan natrium
hidroksida (NaOH) dengan
konsentrasi sebanyak 8M dan
komposisi fly ash dan alkali
sebesar 75%:25%. Pada
pengujian ketahan sesuai
dengan standar agregat

4 Kumar et Uxe of char Penelitian ini memanfaatkan


all/2020 derived from residu pirolisis plastik yang
waste plastic masih sedikit dijadikan produk.
pyrolysis for Dari pirolisis didapatkan residu
asphalt binder padat yang mengandung karbon
modification yang digunakan sebagai
campuran pengikat aspal .
bahan yang digunakan adlah
aspal dasar, residu pirolisis dan
0,3 % belerang. Hasil penelitian
menunjukan residu padat
pirolisis dapat digunakan
sebagai campuran pengikat

19
aspal dan meningkatkan daya
tahan kerapuhan aspal

2.7 Karakteristik Aspal

karakteristik aspal terbagi menjadi berdasarkan komponennya dan


berdasarkan pembuatanya disajikan pada tabel dibawah.
Tabel 9. Karakteristik aspal
Karakteristik aspal ditinjau dari Karakteristik aspal berdasarkan daya
komponennya tahan (sifat fisik)
Aromatik naften (naftalena), terdiri Stabilitas dimaksudkan agar
dari senyawa aromatik polisiklik perkerasan mampu mendukung beban
terhidrogenasi parsial lalu lintas tanpa mengalami
perubahan bentuk.
Aromatik polar, terdiri dari fenol durabilitas meliputi kadar aspal yang
dengan berat molekul tinggi dan asam tinggi, gradasi yang rapat, dan tingkat
karboksilat yang dihasilkan oleh kepadatan yang sempurna.
oksidasi parsial bahan Mempunyai daya tahan terhadap
beban dan cuaca

Hidrokarbon jenuh yang terjadi Fleksibilitas adalah perkerasan


persentase senyawa jenuh dalam aspal mampu menanggulangi lendutan
berkorelasi dengan titik lunaknya akibat beban lalu lintas yang
berulang-ulang tanpa mengalami
perubahan
bentuk. Fleksibilitas perkerasan dapat
dicapai dengan menggunakan gradasi
yang relatif terbuka dan penambahan
kadar aspal tertentu sehingga dapat
menambah ketahanan terhadap
pembebanan
Asphaltenes, terdiri dari senyawa fenol
dengan berat molekul tinggi dan
senyawa heterosiklik

19
19
III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium fakultas sains dan teknologi


universitas jambi

3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu limbah plastic LDPE,
aspal Performance Grade (PG), styrene butadiene styrene (SBS), residu pirolisis,
fly ash, sodium silikat (Na2SiO3), HCl, NH3, aquades, natrium hidroksida (NaOH),
agregat kasar dan agregat halus.
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah oven, labu ukur, gelas
beaker, erlenmeyer, penangas air, ayakan,, wadah alumunium, stirrer, batang
pemadat, SEM, TGA, DSC dan alat uji kelarutan aspal.

3.3 Metode Penelitian

Prosedur penelitian yang digunakan mengacu pada penelitian Dalhat


dan Adesina (2020) dan pada penelitian Karyawan et all (2017) yang dilakukan
modifikasi aspal dengan penambahan residu plastik sebagai filler sehingga
meningkatkan sifat hidrophobik pada aspal.

Pembuatan aspal
Pada pembuatan aspal menggunakan aspal 64-16 Performance Grade
(PG) yang ditambah 4% styrene butadiene styrene (SBS) dan dilakukan
pengadukan pada kecepatan geser 3000 rpm pada suhu 180°C selama 1 jam
sehingga membentuk aspal modifikasi SBS.

Persiapan sample LDPE

Sebelum dilakukan pembuatan aspal hidrofobik, limbah plastik LDPE


dipirolisis terlebih dahulu untuk mendapatkan residu padat hasil pirolisis
untuk membuat sifat hidrofobik pada aspal. Proses ini dilakukan dengan
menggunakan 200 gr Limbah plastik LDPE dengan simbol 2 dan 4 kali daur
ulang yang telah dikeringkan dan dicuci bersih. Limbah plastik kemudian
dipotong dengan ukuran 1-2 cm2 dan dimasukkan kedalam reaktor.

Ekstraksi silika dari FABA

1. Ekstraksi fly ash

Ekstrak silika dari fly ash mengikuti prosedur penelitian ali et al., (2013).
Fly ash diayak menggunakan saringan 30 mesh kemudian dilakukan
kalsinasi pada suhu 750℃ selama 6 jam. Setelah dikalsinasi fly ash

22
Direfluks dengan NaOH 4 M pada suhu 90℃ selama 4 jam kemudian Disaring
dengan pompa vakum. Dari penyaringan didapatkan endapan. Endapan dicuci
hingga filtrat netral. Endapan yang diperoleh dikeringkan menggunakan oven
pada suhu 110℃.
Persiapan permukaan aspal
Pembuatan aspal modifikasi dengan fly ash
Aspal modifikasi dileburkan pada oven pada suhu 165°C dan
dipindahkan pada cetakan yang telah terdapat fly ash. Sampel dicetak pada
ukuran 30 x 20 x 4 mm. kemudian dipadatkan dan dicor kemudian didinginkan
dan ditambahkan residu LDPE diatas lapisan sampai menutupi lapisan aspal
dan membentuk selimut sekitar 220 ± 15 g/m 2 dan ditutup plat alumunium
rata. Selanjutnya dipanaskan dalam oven dengan suhu 100℃ pada durasi 15,
30, 45, 60 dan 75 menit. Sampel dikarakterisasi dengan WCA, SEM, DSC, TGA
dan kelarutan aspal.
Tabel 10. Aspal modifikasi dengan residu pirolisis LDPE dan FABA
Waktu suhu WCA SEM DSC TGA Uji kelarutan
(menit ) aspal
15 100°C
30
45
60
75

Pembuatan aspal modifikasi dengan ekstrak silika fly ash

Agregat kasar dan halus dan ekstrak silika diaduk sampai menyatu dan
dicetak pada ukuran 30 x 20 x 4 mm. Aspal modifikasi dileburkan pada oven
pada suhu 165°C dan dipindahkan pada cetakan yang telah terdapat modifikasi
agregat kemudian didinginkan dan ditambahkan residu LDPE diatas lapisan
sampai menutupi lapisan aspal dan membentuk selimut sekitar 220 ± 15 g/m 2
dan ditutup plat alumunium rata. Selanjutnya dipanaskan dalam oven dengan
suhu 100℃ pada durasi 15, 30, 45, 60 dan 75 menit. Sampel dikarakterisasi
dengan WCA, SEM, DSC, TGA dan kelarutan aspal.

23
Tabel 11. aspal modifikasi dengan residu pirolisis LDPE dan ekstrak SiO 2 dari
FABA
Waktu suhu WCA SEM DSC TGA Uji kelarutan
(menit ) aspal
15 100°C
30
45
60
75

Gambar 2. penambahan filler pada aspal (Dalhat dan Adesina, 2020)

24
3.4 Analisis Data
Karakteristik sifat aspal dapat dilihat dari nilai kelarutan aspal yang
dapat dihitung dengan menggunakan rumus SNI 2438:2015 yang diperoleh dari
Komite Teknis 91-01 Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil pada Sub
Komite Teknis 91-01-S2 Rekayasa Jalan dan Jembatan melalui Gugus Kerja
Bahan dan Perkerasan Jalan, Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, yaitu:

(C− A)
Bahan yang tidak larut = X 100 %
B
Bahan yang larut = 100% -
((C− A)
B
X 100 % )
Dimana:
A = Masa cawan gooch (termasuk kertas saring)
B = Masa benda uji
C = Masa cawan gooch dengan benda yang tidak larut

25
DAFTAR PUSTAKA
Amin, N., S. Khattak dan S. Ferroze. 2016. Synthesis and characterization of
silica from bottom ash of sugar industry. Journal of cleaner production: 1-23.
Annisa dan R. Hapsari. 2017. Identifikasi karakteristik mineral pada batubara
dengan pendekatan ilmiah analisa XRD dan analisa SEM-EDS. Prosiding
SNRT.
Awad, A., F. A. adday. 2017. Utilization Of Waste Plastics To Enhance The
Performance Of Modified Hot Mix Asphalt. Journal Of Geomate. Vol 13 (40):
132-139.
Biantoro, E. W. 2018. Analisa Hasil Produk Cair Pirolisis Dari Ban Dalam Bekas
Dan Plastik Jenis Ldpe (Low Density Polyethylene. Simki-Techsain. Vol 2 (3):
1- 12.
Caroles, J. D. S. 2019. Ekstraksi silika yang terkandung dalam limbah abu
terbang batubara. Journal of chem. Vol 4 (1): 5-7.
Dalhat, M. A and A. Y. Adesina. 2020.Utilization of micronized recycled
polyethylene waste to improve the hydrophobicity of asphalt surfaces.
Journal Construction and Building Materials 240: 1-13.
Dalimunthe, M. R. T dan M. Ardan. 2019. Karakteristik Campuran Aspal Beton
Dengan Filler Yang Berbeda Terhadap Nilai Marshall. Journal of Civil
Engineering, Building and Transportation. Vol 3 (1): 19-26.
Damayanti, R. 2018. Abu batubara dan pemanfaatannya: tinjauan teknis
karakteristik secara kimia dan toksikologinya. Jurnal teknologi mineral dan
batubara. Vol 14 (3): 213-231.
Depertemen permukiman dan prasarana wilayah direktorat jedral prasarana
wilayah. 2020. manual pekerjaan campuran beraspal panas. Depertemen
pekerjaan umum. Jakarta.
Hong, R., J. Wu and H. Cai. 2020. Low-temperature crack resistance of coal
gangue powder and polyester fibre asphalt mixture. Journal Construction and
Building Materials 238: 1-13.
Indriani, M. N. 2018. Metode-metode perhitungan perencanaan tebal perkerasan
lentur jalan. Makasar: CV. Social politic genius.
Jauhari, B. Y dan N. Doda. 2019. Pengaruh Gradasi Agregat Terhadap Nilai
Karakteristik Aspal Beton (Ac-Bc). Jurnal Gojise. Vol 2 (1): 27-37.
Karyawan, D. M. A., E. Ahyudanari and J. J. Ekaputri. 2017. Potentian Use of
Fly Ash Base-Geopolymer as Aggregate Substitution in Asphalt Concrete
Mixtures. Journal of Engineering and Technology. Vol 9 (5): 3744-3752.
Kumar, A., R. Choudhary and A. Kumar. 2020. Use of Char Derived from Waste
Plastic Pyrolysis for Asphalt Binder Modification. 3rd International
Conference on Innovative Technologies for Clean and Sustainable
Development. V0l 29: 337-356
Mudjanarko, S. W., Suprayitno., Koespiadi dan A. D. Limantara. 2019. Studi
Penggunaan Variasi Campuran Material Plastik Jenis High Density
Polyethylene (Hdpe) Pada Campuran Beraspal Untuk Lapis Aus Ac-wc
(Asphalt Concrete Wearing Course). Paduraksa: Volume 8 (2); 222-233.
Munsil, D. P. 2018. Dasar Manajemen Konstruksi Proyek Jalan (Tahapan Pre-
Start). Yogyakarta: Deepublish.

26
Novianti, D. 2019. Upaya Peningkatan Nilai Ekonomis Pasir Sebagai Bahan
Bangunan Yang Berwawasan Lingkungan. Surabaya: CV. Jakad Publishing
Surabaya.
Pratiwi, K., Bohari dan R. Gunawan. 2018. Pembuatan membran silika dari fly
ash batubara untuk penurunan intensitas warna dari limbah cair industri
sarung samarinda. Jurnal atomik. Vol 3 (1): 31-38.
Putri, D., M. A. Kinasti dan D, F. Lalus. 2019. Pemanfaatan limbah bottom ash
dan limbah kaca pada campuran batako. Jurnal construction and material.
Vol 1 (3):211-218.
Trisunaryanti, W. 2018. Konversi Fraksi Aspal Buton Menjadi Fraksi Bahan
Bakar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sarwono, D., F. P. Pramesti dan F.M. Nugroho. 2017. Studi karakteristik
campuran asphalt concrete wearing course dengan asbuton emulsi sebagai
bahan pengikat. E- jurnal matriks teknik sipil: 1-13.
RSNI S-01-2003. Spesifikasi aspal keras berdasarkan penetrasi.
SNI 03-1737-1989. Tata Cara Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (Laston) Untuk
Jalan Raya.
SNI-03-2461-1991/2002; SII.0052.80; ASTM C-33.Standard Pemeriksaan
Agregar Halus.
SNI (03-2847-2002). tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan
gedung.

SNI (8142:2015). Spesifikasi Campuran Ashalt treated permeable base (ATPB).


Sukirma, S. 2003. Beton Aspal Campuran Panas. Jakarta: buku obor.
Sulaksono, W. S. 2001, Pengantar Rekayasa Jalan (Introduction to Highway
Engineering), Sub Jurusan Rekayasa Transportasi, Jurusan Teknik Sipil
Institut Teknologi Bandung
Sutoyo. 2020. Perancangan Campuran Beraspal. Yogyakarta: Deepublish.
Rochmanto, D. 2019. Campuran Beton Geopolimer dengan Binder Fly ash dan
gypsum. Jepara: UNISNU press.
Totomihardjo, S. 2004. Bahan dan Struktur Jalan. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.
Rahman, H dan R. T. Zega. 2018. Analisis Kesesuaian Model Modulus Aspal dan
Campuran Laston Lapis Aus untuk Aspal Modifikasi Asbuton Murni . Jurnal
Teknik Sipil. V0l 5 (1): 71-80.

27
Lampiran 1. Diagram Alir
Pembuatan Aspal modifikasi

Aspal

Aspal 64-16 Performance grade

Ditambahkan 4 % styrene butadiena styrene

Dilakukan pencampuran aspal pada suhu 180℃ selama 1 jam dengan


kecepatan geser 3000 rpm

Aspal modifikasi

Pirolisis sampel LDPE

100 gr Limbah plastik LDPE

Dikeringkan dan dicuci limbah plastik LDPE

Dipotong dengan ukuran 1 sampai 2 cm2

Dimasukkan kedalam reaktor

Residu plastik LDPE

Ekstraksi SiO2 dari fly ash

fly ash
Dikalsinasi pada suhu 750℃ selama 6 jam

Direfluks dalam larutan NaOH 4 M pada suhu 750℃ selama 6 jam

Disaring

Ditambahkan HCl pada filtrat hingga mencapai pH 9 membentuk gel


silika

Didiamkan 2 x 24 jam

Dilakukan penyaringan

Dicuci hingga netral

Dikeringkan pada suhu 110℃

Modifikasi agregat

28
Pembuatan aspal

Fly ash
Dimasukkan kedalam cetakan alumunium dengan ukuran 30 x 20 x 4
mm

Dileburkan Aspal modifikasi di dalam oven pada suhu 165℃

Ditambahkan aspal modifikasi yang telah dileburkan dalam oven pada


campuran fly ash

Dilakukan pengadukan

Dipadatkan dan dicor

Didiamkan sampai mengeras

Ditambahkan residu LDPE

Ditutupi lapisan aspal dengan residu LDPE membentuk selimut sekitar


15 gram

Ditutupi lapisan dengan plat alumunium rata

Dipanaskan dalam oven dengan suhu 100℃ pada durasi 15, 30, 45, 60
dan 75 menit

Aspal modifikasi
dengan filler LDPE

29
Pembuatan aspal

Ekstrak silika

Ditambahkan agregat

Dilakukan pengadukan

Dileburkan Aspal modifikasi di dalam oven pada suhu 165℃

Dilakukan pengadukan

Dipindahkan kedalam cetakan alumunium dengan ukuran 30 x 20 x 4


mm

Didinginkan

Ditambahkan residu LDPE

Ditutupi lapisan aspal dengan residu LDPE membentuk selimut sekitar


15 gr

Ditutupi lapisan dengan plat alumunium rata

Dipanaskan dalam oven dengan suhu 100℃ pada durasi 15, 30, 45, 60
dan 75 menit

Aspal modifikasi
dengan filler LDPE

Karakterisai permukaan aspal


Aspal Modifikasi

dianalisis WCA

Dianalisis dengan SEM

Dianalisis dengan TGA

Dianalisis dengan DSC

Dianalisis dengan uji kelarutan aspal

Hasil

30
Lampiran 2. perhitungan

Penelitian yang dilakuakan mengacu pada penelitian Dalhat dan Adesina


(2020) dan pada penelitian Karyawan et all (2017) dengan perhitungan
komposisi bahan yang digunakan sebagai berikut:
- Cetakan yang digunakan : 20 x 30 x 4 mm
- Ketebalan aspal = 205 gram aspal + 15 gram residu plastik = 220 gram
- 100% = 95% agregat : 5% aspal
- Perhitungan agregat :
a. Agregat dari fly ash yang digunakan :
95% x 205 = 194,75 gram
b. Agregat dari ekstrak silika dari fly ash
188,65 agregat kasar dan halus + 6.1 ekstrak fly ash = 194,75 gram
- Aspal yang digunakan :
5% x 205 = 10, 25 ml ( 96% aspal PG : 4% SBS)
- Aspal PG = 96% X 10,25 = 9.84
SBS = 4 % x 10,25 = 0,41
- Residu plastik yang digunakan = 100 gram
15 % x 100 = 15 gram

31

Anda mungkin juga menyukai