Oleh :
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat, rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyusun Hasil Penelitian yang berjudul
“EFEKTIFITAS KARBON AKTIF DARI TANDAN KOSONG KELAPA
SAWIT (TKKS) DAN LIMBAH KARBIT PADA PENURUNAN LOGAM
BESI (Fe) DALAM LIMBAH SINTESIS LOGAM BESI (Fe)”. Tujuan dari
penyusunan hasil penelitian ini adalah sebagai salah satu persyaratan akademik
dalam menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Jurusan Teknik Kimia,
Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang.
1. Bapak Dr. Ir. Kgs. A. Roni, MT, sebagai Dekan Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Palembang.
2. Ibu Ir. Erna Yuliwati M.T., Ph.D, selaku Ketua Prodi Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah.
3. Ibu Dr. Mardwita, S.T, M.T, sebagai Sekretaris Prodi Teknik Kimia
Universitas Muhammadiyah Palembang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................iii
iii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................42
5.1. Kesimpulan................................................................................................42
5.2. Saran...........................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................43
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Perbandingan Petroleum Diesel dan Biodiesel......................................4
Tabel 2.2. Kualitas Biodiesel sesuai SNI 7182 : 2015.........................................5
Tabel 2.3. Sifat Fisika dan Kimia dari Minyak Jelantah.......................................8
Tabel 2.4. Komposisi Asam Lemak pada Minyak Jelantah..................................8
Tabel 2.5. Sifat Fisik dan Kimia Metanol.............................................................12
Tabel 3.1. Analisa Kadar ALB pada Bahan Baku................................................28
Tabel 3.2. Pengukuran Yield Metil Ester.............................................................28
Tabel 3.3. Analisa Densitas Metil Ester...............................................................29
Tabel 3.4. Analisa Viskositas Metil Ester............................................................30
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Hidrolisis pada Minyak Goreng....................................................... 7
Gambar 2.2. Pembentukan Metil Ester.................................................................10
Gambar 2.3. Tahapan-Tahapan Reaksi Transesterifiksi.......................................10
Gambar 3.1. Diagram Alir Pembuatan Biodiesel.................................................22
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran I. Data Penelitian.................................................................................. 7
Lampiran II. Perhitungan......................................................................................10
Lampiran III. Dokumentasi...................................................................................10
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Pencemaran logam berat ialah salah satu permasalahan yang lagi terjalin di
perairan Indonesia. Terus menjadi banyak industri yang dibentuk di dekat sungai
ataupun perairan, hingga terus menjadi bertambah pula pencemaran logam berat
yang disebabkan sedikitnya pengolahan limbah sisa penciptaan dari industri
tersebut. Logam berat yang sangat beracun mempunyai akibat yang beresiko
untuk kesehatan manusia serta area dekat( Priyadi, 2015).Beberapa kasus yang
membuktikan bahwa pencemaran akibat logam berat besi (Fe) termasuk besar di
Indonesia. Jika kadar besi terlalu tinggi dalam air minum dapat menyebabkan
perubahan rasa dan bau yang tidak enak, serta dapat menyebabkan penyumbatan
pipa di industri proses dikarenakan terbentuknya hidroksida besi (Kim, 2004).
Oleh karena itu, air limbah harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke
lingkungan.
Salah satu limbah yang mengandung logam berat adalah limbah tekstil.
Kota Palembang merupakan kota yang memiliki berbagai macam industri
kerajinan tradisional, salah satunya industry tenun kain seperti industri kain
songket Palembang dan kain jumputan. Kerajinan tenun ini dihasilkan dengan
cara menjumput atau mengikat kain dengan erat (tie and dye) lalu mencelupkan
kain dengan aneka jenis warna lalu direbus, setelah itu kain dilepaskan dari ikatan
dan dijemur (Septiani, 2013). Berdasarkan Keputusan Gubernur SUMSEL No 16
Tahun 2014 tentang bahan baku mutu limbah industri tekstil kep menteri
lingkungan hidup no 51 tahun 1995 bahwa kandungan Fe limbah cair kain
jumputan 10,03 mg/L melebihi batas maksimum yg diperbolehkan yaitu 5 mg/L.
Komposisi yang terkandung didalam limbah cair kain jumputan antara lain
zat padat tersuspensi, logam Fe, BOD, dan COD. Berdasarkan Kep Menteri
Lingkungan Hidup mengenai kandungan limbah cair kain jumputan di Palembang
rata-rata mengandung 137,5 mg/L BOD, 498 mg/L COD, 859 mg/L padatan
tersuspensi dan 10,03 mg/L logam Fe. Oleh karena itu pemerintah telah mengatur
standar baku mutu limbah industry tekstil yaitu adanya batas-batas nilai agar tidak
melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Standar baku mutu limbah cair untuk
industry teksil dapat dilihat pada Tabel 1.1, sebagai berikut:
1. pH 6–9
2. Fe 5
3. COD 150
4. BOD 60
5. TSS 50
Sumber: Peraturan Gubernur SUMSEL NO. 8 Tahun 2012 Tentang Baku Mutu Limbah Cair industry Tekstil
Mengingat bahaya yang dapat ditimbulkan oleh logam Fe, banyak metode
yang telah dikembangkan untuk menurunkan kadar logam berat dari perairan.
Pencemaran ini dapat diatasi dengan proses adsorpsi dimana para ahli menyatakan
bahwa karbon aktif dapat mengadsorpsi ion-ion logam didalam larutannya (Banat
dkk, 2015). Salah satu material biomassa dari residu hasil pertanian yang belum
banyak dimanfaatkan dan mempunyai potensi yang cukup baik sebagai adsorben
logam berat adalah limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan limbah karbit.
Menurut Herawan dan Rivani (2013), TKKS memiliki kadar air sebanyak
60% dan kadar minyak sebanyak 2,5%. TKKS juga memiliki kandungan senyawa
lignin, selulosa, dan hemiselulosa yang dapat dimanfaatkan sebagai karbon aktif
(Simatupang dkk, 2012). TKKS memiliki bahan lignoselulosa sebesar 55-60%
2
berat kering. Lignoselulosa merupakan komponen penyusun utama TKKS yang
memiliki kemampuan mengadsorpsi logam berat karena adanya gugus aktif –OH
dan – COOH di dalam TKKS (Rahmalia dkk, 2012).
Pada kesempatan kali ini karbon aktif yang dipilih yaitu berbasis Tandan
Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Aplikasi karbon aktif yang berbasis Tandan
Kosong Kelapa Sawit (TKKS) yang akan di modifikasi dengan penambahan
limbah karbit yang diharapkan dapat mengoptimalkan daya adsorpsi terhadap
logam berat berupa besi (Fe). Karbon aktif yang dihasilkan akan diaplikasikan
pada limbah cair artifisial untuk menurunkan kandungan logam besi (Fe) agar
sesuai dengan standar baku mutu lingkungan hidup dengan proses adsorpsi secara
batch.
3
kosong kelapa sawit yang digunakan?
1. Mendapatkan data hasil Analisa SEM dan FTIR karbon aktif Tandan
Kosong Kelapa Sawit dan limbah Karbit.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
pada pemurnian larutan, pemisahan polutan pada gas, menurunkan polutan
organik dalam suatu cairan, dan manfaat lainnya (Hidayu, 2013).
2.2 Karbit
Limbah karbit adalah sisa pembakaran karbit yang tidak terpakai. Limbah
karbit merupakan limbah yang diperoleh dari industri bengkel las karbit. Pada
proses las karbit di hasilkan hasil samping berupa buangan kapur semi padat yaitu
Ca(OH)2 yang biasanya di buang pada daerah tertentu atau di timbun di daerah
sekitar bengkel. Apabila keadaan ini di biarkan terus- menerus maka, semakin
lama pabrik atau bengkel las karbit ini akan kekurangan lahan untuk penimbunan
limbah sehingga, akan terjadinya pencemaran lingkungan. Dampak negatif yang
ditimbulkan oleh industri las karbit ini salah satunya dapat mengganggu sanitasi
lingkungan, limbah karbit juga menimbulkan bau tidak sedap yang dapat menjadi
sumber penyebaran penyakit dan berdampak juga pada lingkungan, seperti
penurunan kualitas udara dan kualitas tanah.
6
2.3 Karbon Aktif
7
memodifikasi karbon aktif baik secara fisik atau kimia. Lu et al. (2014)
melakukan modifikasi karbon aktif secara fisik dan kimiawi yang menghasilkan
distribusi ukuran dari karbon aktif berubah setelah proses modifikasi. Karbon
aktif yang telah dimodifikasi mempunyai luas permukaan, volume mikropori dan
mesopori yang lebih tinggi dibandingkan karbon aktif yang belum dimodifikasi.
Menurut SII No.0258 -79, karbon aktif yang baik mempunyai persyaratan
seperti yang tercantum pada tabel berikut ini:
8
2.3.1 Kegunaan Karbon Aktif
Umumnya karbon aktif atau arang aktif memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Sebagai filter untuk menjernihkan air.
2. Sebagai adsorben pemurnian gas.
3. Sebagai filter industri minuman.
4. Sebagai pemucat atau penghilang warna kuning pada gula pasir.
5. Untuk mengolah limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya).
6. Sebagai penyegar/ pembersih udara ruangan dari kandungan uap air.
9
hasil samping lainnya. Pada suhu 400-600°C dapat terjadi pembentukan karbon.
Bahan organik didekomposisi dengan menyisakan karbon dan komponen volatile
yang lain diuapkan.
c. Aktivasi
10
yang diproduksi dengan cara ini adalah karbon aktif berbentuk serbuk dengan
densitas yang rendah, tanpa proses treatment yang khusus, serta mempunyai
proporsi pori-pori kocil yang rendah (Anggraeni dan Yuliana, 2015).
11
2.4 Adsorpsi
Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan atau pengayaan (enrichment) bahan
dari suatu komponen campuran gas/cair di daerah antar fasa dimana bahan yang
akan dipisahkan ditarik oleh permukaan zat padat. Bahan penyerap berupa zat
padat, penyerap hanya dipermukaan zat penyerap.
1. Adsorpsi fisika
Adsorpsi jenis ini bersifat reversible, berlangsung secara cepat dengan
penyerapan kalor kecil, interaksi dianggap hanya menghasilkan gaya van der
walls dan terjadi pada semua proses adsorpsi serta berlangsung pada temperatur
rendah. Reaksi kesetimbangan dinamis dapat terjadi bila reaksi yang terjadi
merupakan reaksi bolak-balik. Reaksi ditulis dengan dua anak panah yang
berlawanan. Reaksi berlangsung dari dua arah, yaitu dari kiri ke kanan dan dari
kanan ke kiri, zat hasil reaksi dapat dikembalikan seperti zat mula-mula. Reaksi
tidak pernah berhenti karena komponen zat tidak pernah habis.
Contoh:
Adsorpsi oleh karbon aktif. Aktivasi karbon aktif pada temperatur yang tinggi
akan menghasilkan struktur berpori dan luas permukaan adsorpsi yang besar.
Semakin besar luas permukaan, maka semakin banyak substansi terlarut yang
melekat pada permukaan media adsorpsi.
2. Adsorpsi kimia
Terjadi dalam bentuk reaksi kimia, membutuhkan energi aktivasi. Kalor
penyerapan tinggi karena reaksi-reaksi yang membentuk reaksi kimia. Waktu
penyerapan lebih lama dari adsorbsi fisika dan sulit diregenerasi. Pada peristiwa
reaksi satu arah, zat-zat hasil reaksi tidak dapat bereaksi kembali membentuk zat
pereaksi. Reaksi berlangsung satu arah dari kiri ke kanan. Zat hasil reaksi tidak
dapat dikembalikan seperti zat mula-mula. Reaksi baru berhenti apabila salah satu
atau semua reaktan habis.
Hubungan antara banyak zat yang teradsorpsi per satuan luas atau per
satuan berat adsorben dengan konsentrasi zat terlarut di temperatur tertentu
dinamakan dengan isoterm adsorpsi. Pada umumnya terdapat 3 jenis isoterm
adsorpsi yaitu:
12
a. Isoterm Adsorpsi Langmuir
Secara terminologi adsorpsi pertama kali dikenalkan oleh Kayser pada
tahun 1853-1940, namun penemu teori adsorpsi ini adalah Irving Langmuir
(1881-1957), Nobel laureate in Chemistry 1932. Pada dasarnya isoterm adsorpsi
langmuir didasarkan atas beberapa asumsi, yaitu:
(1) Adsorpsi hanya terjadi pada lapisan tunggal.
(2) Panas adsorpsi tidak tergantung pada penutupan permukaan.
(3) Semua situs dan permukaannya.
Dalam bentuk secara umum, persamaan isoterm langmuir sebagai berikut
(Siswoyo,2014):
Ce +1
=q e 1Ce ............................................ (2.1)
qe K L −q m
13
Konstanta freundlich menunjukkan ikatan antara adsorbat dengan adsorben dan
diperoleh dengan cara eksperimen. Untuk mendapatkan konstanta K f dan 1/n,
maka perlu dilakukan linearisasi terhadap persamaan berikut:
Ln (Qe) = ln Kf + 1/n ln Ce .................................. (2.3)
Diperoleh ln Qe sebagai sumbu y dan ln C sebagai sumbu x. Grafik u yang
diperoleh adalah garis linear dengan slope = 1/n dan intercept = ln Kf.
2.4.1 Mekanisme Adsorpsi
Proses adsorpsi dapat digambarkan sebagai proses dimana molekul
meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat adsorben akibat kimia
dan fisika (Reynolds, 1982).
Proses adsorpsi tergantung pada sifat zat padat yang mengadsorpsi, sifat
atom/molekul yang diserap, konsentrasi, temperatur dan lain-lain. Pada proses
adsorpsi terbagi menjadi 4 tahap yaitu:
1. Transfer molekul-molekul zat terlarut yang teradsorpsi menuju lapisan film
yang mengelilingi adsorben.
2. Difusi zat terlarut yang teradsorpsi melalui lapisan film (film diffusion
process).
3. Difusi zat terlarut yang teradsopsi melalui kapiler/pori dalam adsorben (pore
diffusion process).
4. Adsorpsi zat terlarut yang teradsorpsi pada dinding pori atau permukaan
adsorben (proses adsorpsi sebenarnya), (Reynolds, 1982).
Operasi dari proses adsorpsi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1. Proses adsorpsi dilakukan dalam suatu bak dengan sistem pengadukan,
dimana penyerap yang biasanya berbentuk serbuk dibubuhkan, dicampur dan
diaduk dengan air dalam suatu bangunan sehingga terjadi penolakan antara
partikel penyerap dengan fluida.
2. Proses adsorpsi yang dijalankan dalam suatu bejana dengan sistem filtrasi,
dimana bejana yang berisi media penjerap di alirkan air dengan model
pengaliran gravitasi. Jenis media penyerap sering digunakan dalam bentuk
bongkahan atau butiran/granular dan proses adsorpsi biasanya terjadi selama
air berada di dalam media penyerap (Reynold, 1982).
2.4.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Adsorbsi
14
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses adsorbsi, yaitu:
1. Agitation (Pengadukan)
Tingkat adsorbsi dikontrol baik oleh difusi film maupun difusi pori,
tergantung pada tingkat pengadukan pada sistem.
2. Karakteristik Adsorban
Ukuran partikel dan luas permukaan merupakan karakteristik penting
karbon aktif sesuai dengan fungsinya sebagai adsorban. Ukuran partikel
karbon mempengaruhi tingkat adsorbsi; tingkat adsorbsi naik dengan
adanya penurunan ukuran partikel. Oleh karena itu adsorbsi menggunakan
karbon PAC (Powdered Acivated Carbon) lebih cepat dibandingkan dengan
menggunakan karbon GAC (Granular Acivated Carbon).
3. Kelarutan Adsorbat
Senyawa terlarut memiliki gaya tarik-menarik yang kuat terhadap
pelarutnya sehingga lebih sulit diadsorbsi dibandingkan senyawa tidak larut.
4. Ukuran Molekul Adsorbat
Tingkat adsorbsi pada aliphatic, aldehyde, atau alkohol biasanya naik
diikuti dengan kenaikan ukuran molekul. Hal ini dapat dijelaskan dengan
kenyataan bahwa gaya tarik antara karbon dan molekul akan semakin besar
ketika ukuran molekul semakin mendekati ukuran pori karbon. Tingkat
adsorbsi tertinggi terjadi jika pori adsorben cukup besar untuk dilewati oleh
molekul.
5. pH
Asam organik lebih mudah teradsorbsi pada pH rendah, sedangkan
adsorbsi basa organik efektif pada pH tinggi.
6. Temperatur
Tingkat adsorbsi naik diikuti dengan kenaikan temperatur dan turun
diikuti dengan penurunan temperatur (Benefield, 1982).
15
perairan membentuk senyawa komplek bersama bahan organik dan
anorganik. Beberapa jenis industri yang menghasilkan logam adalah industri
agrokimia, industri cat, industri elektronika, industri farmasi, industri
keramik/gelas, industri karet, industri kayu/kulit, industri kendaraan, industri
percetakan, industri kertas, industi tekstil, industri minyak, industri logam
(Adiarto 1998) dan industri kain sintesis yang mengandung Fe (Besi), Pb
(Timbal), Cd (Kadmium), dan Cr (Krom) (Alkadisi, 2004). Adanya
pencemaran lingkungan karena limbah yang dihasilkan dari industri
menyebabkan terganggunya keseimbangan lingkungan (Luhardikusumahm
2008).
Besi adalah unsur kimia yang memiliki simbol Fe yang berasal dari bahasa
latin ferrum. Besi (Fe) merupakan logam transisi yang memiliki nomor atom 26.
Bilangan oksidasi Fe adalah +3 dan +2. Fe menempati urutan sepuluh besar
sebagai unsur di bumi. Fe menyusun 5–5,6% dari kerak bumi dan menyusun 35%
dari massa bumi (Fadri, 2018).
Besi memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang berbeda dengan unsur lainnya
yang dapat dilihat pada Tabel 2.2
16
Golongan, Periode Golongan 8, Periode 4
Penampilan Metalik mengkilap keabu-abuan
Massa atom relatif 55,854
Konfigurasi elektron [Ar] 3d64s2
Fasa Padat
Massa jenis 7,86 g/cm3
Titik lebur 1.811 K
Titik didih 3.134 K
Sifat fisik dan Kimia Keterangan
Isotop 8
Kepadatan 7,8 g/cm3 pada 20°C
Energi ionisasi pertama 761 kj/mol
Energi ionisasi kedua 1.556,5 kj/mol
Energi ionisasi ketiga 2.951 kj/mol
Kapasitas kalor (25°C) 25,10 J/(mol.K)
(Pradita dkk, 2018)
Dampak Besi
17
Besi dalam jumlah yang berlebihan juga dapat menyerang kesehatan
masyarakat seperti mudah lelah, mual, muntah, diare, dan penyakit lainnya
sehingga diperlukan suatu tindakan khusus untuk mengolah air yang telah
memiliki kadar besi diatas ambang batas.
18
kemudian diselidiki lebih lanjut oleh Fraunhofer pada tahun 1820. Brewster
mengemukakan pandangan bahwa garis Fraunhofer ini diakibatkan oleh proses
absorpsi pada atmoser matahari. Prinsip absorpsi ini kemudian mendasari
Kirchhoff dan Bunsen untuk melakukan penelitian yang sistematis mengenai
spektrum dari logam alkali dan alkali tanah. Kemudian Planck mengemukakan
hukum kuantum dari absorpsi dan emisi suatu cahaya. Menurutnya, suatu atom
hanya akan menyerap cahaya dengan panjang gelombang tertentu (frekwensi),
atau dengan kata lain ia hanya akan mengambil dan melepas suatu jumlah energi
tertentu, (ε = hv = hc/λ). Kelahiran SSA sendiri pada tahun 1955, ketika publikasi
yang ditulis oleh Walsh dan Alkemade & Milatz muncul. Dalam publikasi ini
SSA direkomendasikan sebagai metode analisis yang dapat diaplikasikan secara
umum (Weltz, 1976).
Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu
sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya
tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan
banyaknya atom bebas logam yang berada dalam sel. Hubungan antara absorbansi
dengan konsentrasi diturunkan dari:
1. Hukum Lambert
Bila suatu sumber sinar monokromatik melewati medium transparan, maka
intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan
medium yang mengabsorpsi.
2. Hukum Beer
Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan
bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.
Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan:
It = Io.e-(εbc), atau A = - Log It/Io = εbc
Dimana:
Io = Intensitas sumber sinar
It = Intensitas sinar yang diteruskan
ε = Absortivitas molar
b = Panjang medium
c = Konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar
19
A = Adsorbans
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya
berbanding lurus dengan konsentrasi atom (Day & Underwood, 1989).
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
20
4. Besi(II) Sulfat (FeSO4.7H2O)
21
3.3 Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang digunakan berupa variable bebas dan variable
tetap. Variable tetap adalah suhu kabonisasi 350℃ dan dilanjutkan dengan
aktivasi fisika dengan suhu 750℃ selama 3 jam. Variable bebas adalah
perbandingan variasi massa adsorben Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
dengan limbah karbit dan waktu pengontakan yaitu 30, 45, 60, 75, 90 menit,
konsentrasi limbah artifisial Fe 40 ppm.
Aktivasi Fisika
1. Karbon dari Tandan Kosong kelapa sawit (TKKS) yang sudah
diayak, kemudian dilanjutkan dengan aktivasi fisika menggunakan
furnace dengan suhu 750℃ selama 3 jam.
Tahap Pencampuran
Karbon aktif dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan limbah
karbit, kemudian dicampurkan didalam cawan porselin.
21
3.5 Proses Adsorpsi Logam Fe dan Pembuatan Limbah Artifisial
Pada pengujian adsorpsi karbon aktif terhadap logam Fe berasal dari
limbah cair Besi (II) Sulfat (FeSO 4.7H2O). Prosedur pembuatan artifisial
limbah cair dan proses adsorpsi logam Fe ialah sebagai berikut:
1. Membuat limbah artifisial Fe 100 ppm, kemudian diencerkan menjadi
40 ppm.
2. Menganalisa kadar logam Fe di dalam larutan artifisial FeSO 4.7H2O
sebelum ke proses adsorpsi.
3. Memasukkan 100 ml larutan FeSO4.7H2O ke dalam gelas kimia.
4. Menambahkan karbon aktif sebagai adsorben sebanyak 1,5 gr.
5. Diaduk dengan magnetic stirrer dengan waktu kontak 30, 45, 60, 75, 90
menit.
6. Memisahkan adsorben dengan adsorbat menggunakan kertas saring
7. Menganalisa kadar logam Fe setelah dilakukan proses adsorpsi.
8. Menyaring limbah artifisial Fe yang telah dikontakkan dengan karbon
aktif menggunakan kertas saring.
9. Mengukur kadar Fe yang diperoleh menggunakan AAS (Atomic
Absorption Spectrophotometer)
10. Menentukan kapasitas dan isotherm adsopsi logam Fe yang digunakan
dengan dihitung berdasarkan rumus isotherm Langmuir dan isotherm
Freundlich untuk didapatkan nilai regresi (R2) dan persamaannya.
Kapasitas adsorpsi dapat dihitung dengan rumus (Arief, 2014) :
( Co−Ce ) V
Q=
W
Isoterm Langmuir (Arief, 2014) :
Ce 1 1
= + .Ce
Q k .b b
Isoterm Freundlich (Alam, 2007) :
x 1
Log ( ) = log k + . log Ce
m n
22
3.6 Matriks Penelitian
Berikut ini adalah tanel dari penelitian kinerja adsorpsi karbon aktif dari
limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan limbah karbit terhadap
Limbah Artifisial Fe.
23
3.7 Diagram Penelitian
Tahap Preparasi
Tahap Aktivasi
Fisika
Tahap Pencampuran
Pencampuran Karbon TKKS dan Limbah Karbit dengan variasi 2:2,5, 2,5:2, 2,5:2,5
Penentuan:
1. FTIR Karbon Aktif
2. Analisa SEM dan EDX
Penentuan:
Aplikasi Karbon Aktif Analisa Kandungan Logam
Fe dengan AAS
24
Limbah
Artificial Fe
Gambar 3.2 Diagram Blok Aplikasi Karbon Aktif di Limbah Cair Artifisial
25