Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KERJA PRAKTEK

SISTEM LUMPUR PENGEBORAN KCl POLIMER DAN OIL


BASE MUD

Disusun oleh:

Nama : Aldo Perdamaian Siagian

NIM : 1701197

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK PERMINYAKAN

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI

BALIKPAPAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penyusun dapat menyelesaikan laporan Kerja Praktek ini
yang berjudul Sistem Lumpur Pengeboran KCl Polimer Dan Oil Base Mud.

Adapun maksud dan tujuan dari laporan kerja praktek ini untuk memenuhi
persyaratan kerja praktek guna melengkapi kurikulum di program studi Teknik
Perminyakan, Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi (STT MIGAS)
Balikpapan. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada :

1. Lukman, ST.,M.T selaku Ketua STT MIGAS Balikpapan.


2. Abdi Suprayitno, S.T.,M.Eng selaku Ketua Prodi Teknik Perminyakan
STT Migas Balikpapan.
3. Markus Lumba S.T.,M.T dan selaku dosen pembimbing Akademik STT
Migas Balikpapan.
4. Maeka Dita Puspa Setyaningrum S.T.,M.T selaku dosen pembimbing
kerja praktek.
5. Orang tua dan Rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak memberikan
bantuan hingga terselesaikannya proposal ini.
6. Semua pihak yang telah membantu baik moral maupun spiritual.

Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih terdapat kekurangan, oleh


karena itu penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk penyempurnaan laporan ini.

Balikpapan, 15 November 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LAPORAN KERJA PRAKTEK .................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................... 1
1.2. Tujuan Kerja Praktek .................................................... 2
1.3. Manfaat Kerja Praktek ................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 3
2.1. Dasar Teori ..................................................................... 3
2.2. Fungsi Utama Lumpur Pengeboran ............................... 4
2.3. Jenis-Jenis Lumpur Pemboran ....................................... 4
2.5. Sifat Fisik Lumpur ......................................................... 5
2.6. Loss Circulation Material .............................................. 6
2.7. Lumpur KCl Polymer ..................................................... 6
BAB III STUDI KASUS ......................................................................... 7
3.1. Artikel Ilmiah Evaluasi Penggunaan Sistem Lumpur
Synthetic Oil Base Mud dan KCl Polimer Pada
Pemboran Sumur X Lapangan Y ................................... 7
3.2. Artikel Ilmiah Evaluasi Pengaruh Tempratur
Terhadap Sifat Fisik Lumpur KCl Polimer Untuk
Sumur X Lapangan Y Pada Lubang 17 ½” .................... 13
3.2.1 Densitas ................................................................ 14
3.2.2 Viskositas .............................................................. 14
3.2.3 Plastic Viscosity .................................................... 14
3.3.4 Yield Point ............................................................. 15
3.3.5 Gel Strength .......................................................... 15
3.3.6 Nilai Laju Lapisan ................................................. 16
3.3.7 Mud Cake .............................................................. 16

iv
3.3.8 pH .......................................................................... 16
3.3. Artikel Ilmiah Penggunaan Fibroseal Dan CaCo3
Untuk Mengatasi Masalah Lost Circulation Pada
Sistem Lumpur KCl Polymer. ........................................ 19
3.4. Artikel Ilmiah Evaluasi Penggunaan Oil Base Mud
Smooth Fluid (SF – 05) Terhadap Formasi Shale
Pada Sumur B Lapangan R . ....................................... 22
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 24
4.1. Kesimpulan ................................................................... 24
4.1. Saran …. ......................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Sifat Fisik Lumpur Pada Trayek 26 '' ................................................. 9


Tabel 3.2 Sifat Fisik Lumpur Pada Trayek 17 1/2 '' ............................................ 10
Tabel 3.3 Sifat Fisik Lumpur Pada Trayek 12 1/2 ''........................................... 11
Tabel 3.4 Sifat Lumpur Pada Trayek 8 1/2 '' ...................................................... 12
Tabel 3.5 Komposisi Lumpur ............................................................................ 18
Tabel 3.6 Bahan Dasar Lumpur ......................................................................... 19
Tabel 3.7 Komposisi Sistem Lumpur KCl Polimer ........................................... 20
Tabel 3.8 Sifat Rheology yang Dihasilkan Oleh Penambahan Fibroseal dan
CaCO3. ............................................................................................... 21

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerja praktek (KP) merupakan salah satu mata kuliah wajib bagi Jurusan
Teknik Perminyakan di Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi
Balikpapan. Kerja praktek merupakan sarana untuk mengembangkan dan
menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di bangku perkuliahan dan dapat
diaplikasikan dalam dunia industri migas. Dalam industri migas sendiri mahasiswa
dituntut memiliki kompetensi, baik hard skill maupun soft skill hal ini sangat
dibutuhkan dalam dunia pekerjaan nanti, agar dapat menyelesaikan masalah
keteknikan di tempat kerja praktek (Webinar praktek kerja lapangan berbasis
kompetensi di industri minyak dan gas bumi, PPSDM), dalam mencapai usaha di
atas, tentunya tidak lepas dari peran serta berbagai pihak, baik dari kalangan
kampus dan dunia industri serta semua instansi terkait.

Pandemi Corona Virus Disease-19 (COVID-19) yang merebak di awal tahun


2020 hingga saat ini, memaksa sejumlah industri perusahaan dibidang minyak dan
gas bumi untuk menutup sementara sarana kerja praktek kepada para pelaku kerja
praktek industri, sebagai upaya memutus rantai penyebaran virus demi kenyamanan
dan keamanan bersama. Dampaknya, sebagian besar dari pelaku kerja praktek
kehilangan kesempatan untuk menerapkan dan mengembangkan ilmu nya langsung
di industri perusahaan khususnya perusahaan dibidang minyak dan gas bumi saat
ini.

Melihat situasi dari pandemi COVID-19 yang belum kunjung membaik, pihak
Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi Balikpapan memberikan pilihan
antara kerja praktek secara offline atau kerja praktek secara online dan saya memilih
kerja praktek secara online sebagai langkah untuk menuntaskan mata kuliah wajib
kerja praktek tepat pada waktunya. Kebijakan kerja praktek online ini diberikan
dengan pola dan syarat yang tertera di dalam proses pedoman pelaksanaan kerja
praktek terbaru, yaitu dengan mengutip data dari berbagai artikel minyak dan gas

1
bumi di internet dalam kurun waktu lima tahun kebelakang dan mengikuti seminar
online sebanyak empat kali sebagai syarat untuk menyusun laporan kerja praktek.

Sesuai dengan kebijakan kerja praktek online yang diberikan, tema yang
diambil pada laporan kerja praktek ini adalah mengenai sistem lumpur pengeboran
KCl polimer dan oil base mud. Pada suatu sistem lumpur sendiri tidak bisa
sembarang menentukan jenis lumpur yang akan digunakan, harus memiliki
pemahaman tentang bagaimana mendesain lumpur secara baik dan bagaimana
dampaknya terhadap formasi jika menggunakan lumpur tersebut. Hal ini yang
membuat saya sangat tertarik mempelajari tentang sistem lumpur pengeboran dan
materi sangat penting untuk dipahami bagi para mahasiswa/i yang akan terjun
langsung di bidang pemboran minyak dan gas bumi.

Dari artikel ilmiah yang saya pilih berkaitan dengan lumpur pengeboran pada
suatu lapangan dengan kondisi tertentu dimana hal ini sangat penting untuk di tinjau
karena setiap lapangan minyak dan gas memiliki karakter yang berbeda – beda.
Suksesnya pengeboran tidak terlepas dari komponen lumpur tersebut karena sifat
dari lumpur itu sendiri sangat berperan penting pada operasi pengeboran.

1.2 Tujuan

Kerja praktek (KP) saat ini dilaksanakan secara online agar mahasiswa
memiliki kemampuan secara teoritikal untuk menyelesaikan masalah-masalah pada
pengeboran terutama tentang lumpur pengeboran dalam dunia kerja, antara lain:

1. Mahasiswa dapat mengetahui permasalahan yang ada di artikel ilmiah.


2. Mahasiswa dapat mengetahui pemecahan masalah yang di artikel ilmiah.
3. Mahasiswa mengetahui metodologi yang digunakan artikel ilmiah.

1.3 Manfaat
1. Menambah wawasan serta pengetahuan baru di bidang lumpur pengeboran.
2. Mendapatkan gambaran umum terkait proses treatment lumpur pada kondisi
tertentu pada lapangan tertentu.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


Kegiatan operasi pemboran merupakan kegiatan yang tidak bisa terlepas dari
suatu kegiatan produksi sumur. Tujuan dari kegiatan pemboran tidak hanya
melakukan pemboran secara aman dan efisien tapi juga menjaga sumur untuk dapat
berproduksi dengan baik. Suksesnya suatu pekerjaan pemboran sumur yang melalui
berbagai macam lapisan batuan sangat tergantung pada kinerja (performance) dari
lumpur pemboran yang digunakan, dimana kinerja dari lumpur pemboran ini akan
menentukan cost efektif performance dari pemboran tersebut. Sehingga salah satu
hal penting dalam pelaksanaan pemboran adalah mendesain system lumpur yang
baik, dimana hal ini akan langsung berhubungan dan mempengaruhi sifat formasi
yang akan di tembus. (Hamid & Wastu, 2017)

Lumpur pemboran merupakan salah satu faktor penting di dalam suatu operasi
pemboran. Untuk sifat-sifat lumpur harus selalu diamati, dianalisa, dan disesuaikan
untuk kondisi lapangan sehingga dihasilkan suatu karakteristik yang paling tepat,
sesuai dengan kebutuhannya dalam operasi pemboran dan dapat menjamin
keselamatan selama pemboran berlangsung. Dengan menggunakan lumpur bor
yang sesuai maka diharapkan operasi pemboran itu dapat berjalan dengan lancar.
(Riany, Hamid, & Satiawati, 2015)

Lumpur pemboran mulai dikenal pada sekitar tahun 1900 – an bersamaan


dengan dikenalnya pemboran rotary – rotary. Pada mulanya tujuan utama dari
lumpur pemboran adalah untuk mengangkat cutting secara kontinyu. Dengan
berkembangnya zaman, banyak fungsi tambahan yang diharapkan dari lumpur
pemboran. Banyak additive dengan berbagai fungsi yang ditambahkan, menjadikan
lumpur pemboran yang mulanya hanya berupa fluida sederhana menjadi campuran
yang kompleks antara fluida, padatan dan bahan kimia. (Preston L.Moore, 1974)

Lumpur bor dapat didefinisikan sebagai semua jenis fluida (cairan, cairan
berbusa, gas bertekanan) yang dipergunakan untuk membantu operasi pemboran
dengan membersihkan dasar lubang dari serpih bor dan mengangkatnya ke

3
permukaan, dengan demikian pemboran dapat berjalan dengan lancar. Fluida
tersebut dialirkan dari permukaan melalui ruang antara diameter luar rangkaian pipa
bor dengan dinding lubang bor. Penggunaan lumpur pemboran bertujuan agar
proses pemboran tidak memenuhi kesulitan - kesulitan yang dapat memenuhi
kelancaran pemboran itu sendiri. (Hamid & Wastu, 2017)

Fluida pemboran menurut API (American Petroleum Institute) didefinisikan


sebagai suatu fluida sirkulasi dalam operasi pemboran berputar yang memiliki
banyak variasi fungsi. Fluida pemboran dialirkan dari permukaan melalui rangkaian
pipa bor, keluar melalui pahat dan naik ke permukaan melalui ruang antara diameter
luar rangkaian bor dengan dinding lubang bor. (Riany,Hamid, & Satiawati, 2015)

2.2 Fungsi Utama Lumpur Pengeboran


Pada awal penggunaan pemboran berputar, fungsi utama fluida pemboran
hanyalah mengangkat serpih dari dasar sumur ke permukaan. Tetapi saat ini fungsi
utama lumpur pemboran adalah (Hamid & Wastu, 2017)
a. Membersihkan dasar lubang.
b. Mengangkat serpih bor.
c. Mendinginkan dan melumasi pahat dan rangkaian bor.
d. Melindungi dinding lubang.
e. Menjaga dan mengimbangi tekanan formasi.
f. Menahan serpih bor dan padatan lainya jika sirkulasi dihentikan.
g. Membantu dalam mengevaluasi formasi dan melindungi produktivitas
formasi.
h. Menunjang berat dari rangkaian bor.
i. Menghantarkan daya hidrolika lumpur ke pahat.
j. Mencegah dan menghambat korosi.

2.3 Jenis-Jenis Lumpur Pemboran


Air dan minyak merupakan fluida pemboran yang cukup baik di dalam beberapa
penggunaan, meskipun begitu umumnya fungsi lumpur membutuhkan sifat-sifat
lumpur yang tidak dapat diperoleh dari cairan biasa oleh karena itu secara umum

4
komposisi lumpur pemboran dibagi menjadi tiga komponen, yaitu (Rizky Wardani,
2017)
1. Water Base Mud
Merupakan lumpur dengan air tawar (kadar garam 10000 ppm = 1% berat
garam) sebagai fase kontinyu 65% berat bobot dan clay sebagai pembentuk
lumpur itu sendiri.
2. Oil Base Mud
Lumpur yang dibuat dengan minyak sebagai fase kontinyu dan attapulgite
sebagai pengganti bentonite memiliki kadar air dibawah 3-5% volume untuk
mengontrol viskositas, menaikkan gel strength, dan efek kontaminasi.
Untuk menaikkan gel strength perlu ditambahkan zat kimia. Manfaat oil
base mud adalah dapat meminimalisir masalah dan kegagalan pada saat
completion dan workover sumur. Kegunaan lain adalah untuk melepaskan
drill pipe yang terjepit dan mempermudah pemasangan casing dan liner.
3. Gaseous Drilling Fluids
Adalah lumpur yang dibuat dengan udara atau gas sebagai fase continuous
dan air sebagai fase disperse dibawah 5% volume total, lumpur ini
digunakan pada pemboran daerah dengan jenis batuan yang keras dan
bertemperatur tinggi.

2.4 Sifat Fisik Lumpur


Sifat Fisik Lumpur Dalam perencanaan lumpur pemboran dimana sifat fisik
lumpur yang digunakan disesuaikan dengan formasi yang akan ditembus. Adapun
sifat fisik yang diuji dalam tulisan ini adalah yang berhubungan dengan pengaruh
terjadinya loss dan kaitannya dengan fungsi lumpur itu sendiri yaitu: (Abdul
Hamid, 2017)
1. Berat lumpur atau densitas (ppg), dimana fungsi densitas adalah
mengimbangi tekanan formasi agar tidak terjadi kick pada saat pemboran
berlangsung.
2. Plastic viscosity (cp) yang berfungsi mengangkat serbuk bor dari dasar
lubang ke permukaan.

5
3. Yield Point (lb/100 ft2) yang merupakan sifat aliran lumpur dalam keadaan
dinamis.
4. Gel Strength (lb/100 ft2) yang merupakan sifat aliran atau tahanan lumpur
dalam keadaan statis.
5. API Fluid loss (ml/30 menit), dimana kalau nilai in terlalu besar dapat
mengakibatkan terjadinya swelling clay pada formasi shale.
6. pH Filtrate, dimana pHP ini diusahakan bersifat basa untuk mencegah
terjadinya korosi pada pipa pemboran.

2.5 Loss Circulation Material


Lost circulation material merupakan additive yang digunakan sebagai
tambahan untuk mencegah terjadinya hilang lumpur pada saat pemboran. Jenis
LCM dapat berbentuk butiran kecil (granular), serpih (flake) dan serat (fibrous).
Bahan tersebut dirancang untuk menutup rekahan-rekahan atau zona yang
mempunyai permeabilitas tinggi. Fibroseaf F merupakan material yang mempunyai
bentuk butiran halus (fine), sehingga diharapkan dapat menutup pori atau rekahan
kecil yang ada pada formasi pasir, sedangkan CaCO3 juga digunakan adalah jenis
yaitu fine (F). (Abdul Hamid, 2017)

2.6 Lumpur KCL Polymer

Lumpur KCl Polymer adalah lumpur yang berfungsi untuk mengontrol reaksi
kimia pada lapisan shale sehingga bisa menghambat laju pengembangan shale.
Lumpur KCl polymer termasuk jenis water base mud karena bahan dasarnya adalah
air. Lumpur ini paling cocok digunakan pada formasi yang memiliki jenis batuan
berupa batuan laminar shale, clay dan limestone, terutama juga batuan yang
memiliki tingkat sloughing shale dan clay swelling yang tinggi.

6
BAB III

STUDI KASUS

3.1 Artikel Ilmiah Evaluasi Penggunaan Sistem Lumpur Synthetic Oil Base
Mud Dan KCl Polymer Pada Pemboran Sumur X Lapangan Y.
Penggunaan lumpur Oil Base Mud sangat mahal dan harus melakukan
treatment karena fasa kontinunya adalah minyak. Beda halnya dengan air,
diaman fasa kontinyu nya sendiri adalah air, hal itu membuat lumpur berbahan
dasar air lebih murah. Pemilihan mud tergantung dari formasi tersebut, salah
satu kasus pada artikel ini menggunakan Synthetic Oil Base Mud (disperse mud)
dan KCl (Kalsium Klorida) Polymer (non disperse) pemilihan tipe yang paling
baik dari keduanya tergantung dari jenis formasi yang akan di bor. Perbedaan
dari kedua jenis lumpur antara disperse dan non disperse adalah pada rheologi
dari kedua jenis lumpur ini. Diseperse memiliki nilai yield point yang rendah
dari plastic viscosity, dan non disperse memiliki nilai plastic viscosity yang
sangat tinggi. Dalam kegiatan operasi pengeboran tingkat performa yang
dicapai ialah sedikit kerusakan dari formasi dan hal ini dapat diatasi dengan
menggunakan non disperse. (Hamid & Wastu, 2017)
Lumpur non disperse relatif cenderung tidak sensitif pada kontaminan yang
dimana filtratnya adalah minyak yang menghambat pengembangan clay atau
shale pada formasi. Terlepas dari hal tersebut non disperse (SOBM) memiliki
kegunaan yaitu dalam operasi workover dan completion, membatu pada saat
melepas drill pipe yang sedang terjepit dan membatu pada saat pemasangan
casing. (Hamid & Wastu, 2017)
Pada lumpur disperse yang digunakan adalah KCl. KCl bertemu dengan air
akan terurai menjadi ion K+ dan Cl- . Ion K+ akan menggantikan kedudukan ion
Na+ dan ion K+ dan plate shale ion-ion K+ akan terikat jauh lebih kuat
dibandingkan ikatan ion Na+ dengan plate clay antara clay dan air. Daya tolak
menolak antara plate – plate clay dalam air akan berkurang (plate semakin kuat)
dan semakin banyak air yang akan keluar dari sistem, sehingga menyebabkan
viskositas turun dan filtrate naik, di sisi lain ion K+ dengan jari-jari atomnya
yang besar akan menutup microfracture shale dan mencegah airnya masuk

7
kedalam microfracture dapat mengurangi hidrasi osmosis shale, dengan adanya
polimer yang mengandung elektrolit dengan bermuatan negatif pada bagian
yang terhidrolisa sehingga akan meningkatkan daya rekat dan adsorpsi polimer
oleh partikel clay, dengan adanya KCl polimer akan mengurangi swelling
dengan cara masuk kedalam plate - plate shale yang dapat mengurangi dengan
air. (Hamid & Wastu, 2017)
Metodologi yang dilakukan pada evaluasi lumpur pengeboran synthetic oil
base mud dan KCl polimer adalah dengan pengumpulan data:
● DDR (Daily Drilling Report)
● DMR (Daily Mud Report)
● Well Report
● Final Report

Pada sumur X rencana pengeboran dengan kedalaman 9950 ft, pada interval
permukaaan menggunakan spud mud dan lumpur Synthetic Oil Base Mud
(SOBM) pada trayek 20” – 9 5/8’’ dan lumpur KCl pada trayek 7”. Pada lubang
sumur 26“ menggunakan BHA ( Bottom Hole Assembly ) dengan trayek casing
20” dengan kedalaman 80 ft - 900 ft dengan komposisi berat lumpur berkisar
9.3 ppg – 9.8 ppg menggunakan lumpur SOBM. Litologi formasi Lidah pada
trayek ini terdiri dari claystone dan sandstone. Permasalahan yang terjadi adalah
pada casing dan serpihan pasir akibat penggunaan OBM membuat overshaker
dan temperatur rendah akan mengakibatkan surface loss. Pada casing masalah
yang terjadi ada ada indikasi kemunculan sedikit gas, oleh karena itu sangat
dibutuhkan data mud log agar dalam penerapanya pada saat running casing 20”.
Solusi yang t dilakukan apa memasang shale shaker dengan ukuran 40 mesh –
60 mesh dan akan digunakan kembali pada trayek 17 ½”. Pada operasi
pengeboran selalu ada cutting drayer down yang mengandung solid control
yang tidak dapat digunakan lagi maka setiap solid control dilakukan
pemeriksaan rutin dan perbaikan. Nilai equivalent circulating density
didapatkan dengan perhitungan Bingham Model yaitu 9.6 ppg – 10.1 ppg. Sifat
fisik dari lumpur pada trayek 26 “ dapat dilihat pada tabel 3.1 (Hamid & Wastu,
2017)

8
Table 3.1 Sifat Fisik Lumpur Trayek 26”

Pada trayek 17 ½” menggunakan SOBM permasalahan yang muncul adalah


gumbo (cutting clay berinteraksi dengan lumpur menyebabkan
mengembangnya clay dan membentuk gumpalan yang mengakibatkan
penyempitan lubang bor), permasalah ini sering terjadi swab effect pada saat
trip. Pada kasus ini formasi Wonocolo mengandung clay dimana SOBM dapat
mengurangi keaktifan dari clay dengan cara masuk ke annulus sehingga cutting
bor tidak lengket dan menggumpal dan permasalah gumbo dapat teratasi.
SOBM dapat menjaga inhibition dari lumpur dengan nilai WPS yang cukup,
mengontrol ROP (Rate Of Penetration) agar dapat meminimalisirkan filtration
loss pada lumpur tersebut. Sifat fisik dari lumpur pada trayek 17 ½ “ dapat
dilihat pada tabel 3.2 (Hamid & Wastu, 2017)

9
Table 3.2 Sifat Fisik Lumpur Pada Trayek 17 1/2 ''

Operasi pengeboran formasi 17 ½’’ menggunakan trayek 13 3/8” pada


kedalaman 900 ft - 4860 ft, permasalah yang muncul akibat adanya sangkutan
yang diakibatkan oleh hole cleaning yang kurang optimal. Agar hole cleaning
dapat dilakukan secara optimal dengan cara memperbesar velocity. SOBM dapat
membantu pada masalah pengangkatan dengan pengoptimalan dari nilai yield
point dan plastic viscosity. (Hamid & Wastu, 2017)

Pada lubang 12 ¼“ pada formasi Wonocolo menggunakan trayek 9 5/8”


pada kedalam 4860 ft - 9336 ft memiliki lapisan shale tebal mengakibatkan
gugurnya dinding formasi (sloughing shale). Dimana shale yang mengalami
batas tertentu akan mengalami disperse, akibat penggunaan SOBM akan
mengakibatkan nilai LGS (Liquid Gas Solution) semakin tinggi pada saat cabut
masuk trip. Trip gas (50 Gas) menunjukkan sirkulasi sebelum dan sesudah
tekanan, setiap lubang mengandung gas H2S dan CO2 dimana ini dapat dicegah
dengan mengurangi excess lime < 12.0 ppg agar dapat mengimbangi tekanan
gas yang ada. Hasil dari analisa sifat lumpur pemboran pada trayek 12 ¼”
adalah (Hamid & Wastu, 2017)

10
Tabel 3.3 Sifat Fisik Lumpur Pada Trayek 12 1/2 ''

Pada sumur X dengan trayek lubang 12 ¼” pada formasi Tuban dan formasi
Ngrayong, permasalahan muncul ialah peningkatan padatan dalam sistem
lumpur akibat disperse cutting dan dinding formasi mengandung shale. Proses
hidrasi akan terjadi secara kontinyu pada lubang yang mengakibatkan
terbentuknya mud cake yang tebal dan lengket. Jika hal ini terjadi dapat
menyebabkan pipa terjepit (pipe sticking). Pada tahapan produksi akibat filrate
yang masuk ke dalam formasi saat terjadinya differential pipe sticking dapat
dicegah dengan pre treat CaC03 pada sistem aktif menjadi 10 ppb. Pipa tidak
boleh dibiarkan berhenti dalam jangka waktu yang lama dan pastikan string
tetap bergerak. Hindari BHA dengan berat yang berlebih dan menjaga
konsentrasi mud weight serta densitas lumpur serendah mungkin. Jika terjadi
indikasi pipe sticking dapat dicegah dengan mencampurkan 30 ppb PF-ZD 2F
dan 3 – 5 pbb PF GRA untuk ditransfer ke dalam lug pit. (Hamid & Wastu,
2017)

Pada sumur 8 ½’’ menggunakan liner 7’’ ini pada kedalaman 9336 ft - 9976
ft. Sumur ini menggunakan rotary BHA dan lumpur yang digunakan KCl
polimer. Litologi pada formasi Tuban mengandung carbonat. Pada kedalaman

11
9720 ft MD - 9785 ft MD, terjadi partial loss pada kedalaman 9785 ft MD yang
mengakibatkan hilangnya Lumpur 81 bbls/jam Pada section ini mud weight
awal 8,7 ppg dinaikkan menjadi 9 ppg untuk mengimbangi gas yang ada dan
dapat mengurangi loss pada permukaan formasi. Pre Hydrated Bentonite
dengan kombinasi Xantham Gum dapat digunakan untuk membuat rheologi
lumpur lebih baik. Penambahan CaCO3 10 ppb – 20 ppb sebelum pengeboran
akan mencegah terjadi lost circulation dan meningkatkan konsentrasi LCM
(Loss Circulation Material) hingga 40 ppb sebelum menembus zona loss pada
kedalaman 9785 ftMD. LCM dengan konstrasi 60 ppb disiapkan untuk dipompa
pada zona yang diindikasi partial loss dan nilai API (American Petroleum
Institut) filtrate harus dikontrol dengan nilai 6 cc/30s. Hasil evaluasi sifat fisik
lumpur pemboran pada trayek 8 ½” dapat dilihat pada tabel 3.4 (Hamid &
Wastu, 2017)

Table 3.4 Sifat Lumpur Pada Trayek 8 1/2 ''

Pada pengeboran sumur X lapangan Y dengan menggunakan synthetic oil


base mud dan KCl Polimer biaya yang dikeluarkan cukup mahal. Dengan
menggunakan SOBM dapat mengatasi shale yang ada pada formasi dan SOBM
juga dapat digunakan kembali di lapangan Y dengan didominasi clay. Pada KCl
polimer digunakan pada liner dapat menanggulangi loss pada formasi carbonat
dimana kereaktifan shale sedikit lebih rendah jika digunakan lumpur KCL, dari
hasil evaluasi SOBM dapat memberikan hasil yang lebih baik dan cepat.
(Hamid & Wastu, 2017)

12
3.2 Artikel Ilmiah Evaluasi Pengaruh Temperatur Terhadap Sifat Fisik
Lumpur KCl Polymer Untuk Sumur “X” Lapangan “Y” Pada Lubang
17 ½ “.
Lumpur KCl Polymer adalah lumpur yang berfungsi untuk mengontrol
reaksi kimia pada lapisan shale sehingga bisa menghambat laju pengembangan
shale. Lumpur ini termasuk jenis water base mud karena bahan dasarnya
adalah air. Lumpur ini paling cocok digunakan pada formasi yang memiliki
jenis batuan berupa batuan laminar shale, clay dan limestone, terutama juga
batuan yang memiliki tingkat sloughing shale dan clay swelling yang tinggi.
(Risky Wulandari. 2017)
Evaluasi hasil uji laboratorium desain pemboran sumur “X” dengan
berbagai trayek 36” hingga komplesi memiliki target formasi di lapisan
formasi Jatibarang dengan target kedalaman 3381 meter untuk total measure
depth (TMD) dan 3200 meter untuk total vertical depth (TVD). Pada pemboran
sumur “X” menjadi tiga titik kick off point (KOP), yaitu pertama pada section
kedua pada trayek 26“dari kedalaman 40 meter hingga 353 meter dengan
interval 313 meter. KOP pertama pada kedalaman 100 meter yang menembus
formasi Cisubuh, pada section ketiga pada trayek 17 ½“ dari kedalaman 353
meter hingga 1286 meter dengan interval 933 meter. KOP kedua pada
kedalamn 380 meter yang menembus formasi Parigi dan formasi Cibulakan,
pada section keempat pada trayek 12 ¼“ dari kedalaman 1286 meter hingga
2845 meter dengan interval 1559 meter. KOP ketiga pada kedalamn 1931
meter yang menembus formasi Cibulakan dan formasi Baturaja, pada section
terakhir pada trayek 8 ½“ dari kedalaman 2845 meter hingga 3381 meter
dengan interval 536 meter. (Risky Wulandari. 2017)
Pada pengeboran ini, lumpur yang digunakan adalah spud mud dan lumpur
KCl Polimer. Dimana pemilihan jenis lumpur ini disesuaikan dengan
kebutuhan pengeboran berdasarkan kedalaman, suhu dan hal lainnya yang
mempengaruhi keberhasilan pengeboran. Pada artikel ini dilakukan
pembahasan penggunaan lumpur pemboran berdasarkan hasil uji laboratorium
terhadap perubahan sifat fisik lumpur. (Risky Wulandari. 2017)

13
Setelah pemboran pada tahap interval pertama selesai, maka dilanjutkan
dengan melakukan pemboran pada interval kedua. Pada interval kedua ini
dilakukan pemboran menggunakan lumpur KCl polymer. Pemilihan lumpur
jenis ini dimaksudkan agar tidak ada pengembangan shale yang terjadi di
dalam lubang bor sehingga dapat menghambat proses pemboran. Studi yang
dilakukan di laboratorium ini adalah menganalisa lumpur KCl Polymer sebagai
penstabil shale, tanpa mengurangi peranan material- material pembentuk
lumpur lainnya. Sifat sifat yang akan dianalisa antara lain adalah berat jenis
lumpur, viskositas, rheology lumpur, pengukuran plastic viscosity, yield point
dan gel strength disamping laju lapisan, mud cake dan pH lumpur. (Risky
Wulandari. 2017)
Berdasarkan dari data artikel pada temperatur pada trayek 17 ½” memiliki
temperature minimum sekitar 102 F sampai temperatur 145 F, jadi berdasarkan
nilai ini maka nilai sifat fisik yang diamati akan difokuskan pada temperatur
130 F. Dalam percobaan, ini, lumpur dibuat dalam empat komposisi untuk
mencapai komposisi yang terbaik dengan beberapa parameter yang akan diuji
dalam laboratorium dengan nilai SG (Specific Gravity) sebesar 1,1 – 1,25:
(Risky Wulandari. 2017)
3.2.1 Densitas
Dari data yang dihasilkan bahwa terjadi penurunan berat jenis lumpur
akibat kenaikan temperatur hal ini disebabkan lumpur semakin encer
sebagai akibat pecahnya partikel partikel zat kimia penyusun lumpur karena
adanya pengendapan padatan.
3.2.2 Viskositas
Pengukuran yang dilakukan dengan memiliki nilai spesifikasi antara
40 – 50 detik/ quart. Pada lumpur komposisi A menunjukan
temperature 280F dan lumpur komposisi D menunjukan temperatur
280 F, 130 F, 180 F, 80 F dan 230 F, jika temperatur kita fokuskan 130
F maka hanya komposisi D yang memenuhi spesifikasi.
3.2.3 Plastic Viscosity (PV)
Pengukuran yang dilakukan dengan memiliki nilai spesifikasi antara
12 – 16 cp dilakukan dengan empat komposisi. Nilai PV cenderung

14
menurun sesuai dengan kenaikan suhu akibat rusaknya partikel
pembentuk lumpur. Pada lumpur komposisi A menunjukan temperatur
180 F, pada lumpur komposisi C menunjukan temperatur 280 F, dan
pada lumpur komposisi D menunjukan temperatur 130 F, 180 F, 280 F,
jika temperatur kita fokuskan 130 F maka hanya komposisi D yang
memenuhi spesifikasi.
3.2.4 Yield Point (YP)
Pengukuran yang dilakukan dengan memiliki nilai sepsifikasi 18 -26
lbs/100ft2. Nilai YP akan menurun seiring kenaikan temperatur
dengan penyebab sama seperti PV. Pada lumpur komposisi A
menunjukan temperature 130 F, 80 F pada lumpur komposisi B
menunjukan temperature 230 F, dan pada lumpur komposisi C
menunjukan temperature 180 F, dan pada lumpur komposisi D
menunjukan temperature 80 F, 130 F,jika temperatur kita fokuskan
130 F, maka hanya komposisi D yang memenuhi spesifikasi.
3.2.5 Gel Strength
Pengukuran gel strength dilakukan dengan 2 cara yaitu mengamati
dengan 10 detik dan 10 menit.
● 10 Detik
Gel Strength 10 detik yakni 4 - 8 lbs/100 ft², nilai gel strength
mengalami penurunan seiring penambahan temperatur, dengan
alasan yang sama juga seperti yang telah disebutkan
sebelumnya. Pada lumpur komposisi A menunjukan
temperatur 130 F, 180 F, 230 F, pada lumpur komposisi B
menunjukan temperature 130 F, 180 F, 230 F dan pada lumpur
komposisi D menunjukan temperatur 130 F, 180 F, jika
temperatur kita fokuskan 130 F maka hanya komposisi D yang
memenuhi spesifikasi.
● 10 Menit
Gel Strength 10 menit yakni 9 - 12 lbs/100 ft². Pada lumpur
komposisi A menunjukan temperatur 130 F, 180 F, pada
lumpur komposisi B menunjukan temperature 180 F, 230 F dan

15
pada lumpur komposisi D menunjukan temperatur 130 F, 180
F, jika temperatur kita fokuskan 130 F maka hanya komposisi
D yang memenuhi spesifikasi.
3.2.6 Nilai Laju Lapisan
Nilai yang harus memenuhi spesifikasi < 8 ml /30 menit pada
dilakukan pada semua komposisi lumpur, nilai laju tapisan mengalami
kenaikan seiring dengan kenaikan temperatur. Hal ini disebabkan oleh
makin encernya lumpur sehingga air yang tersaring juga akan semakin
banyak. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa nilai yang
memenuhi spesifikasi pada penelitian yang telah dilakukan ada hampir
semua komposisi pada semua temperatur memenuhi syarat sesuai
dengan program lumpur yang diinginkan, dan hanya lumpur pada
komposisi B pada temperatur 130 F, 180 F, 230 F, dan 280 F yang tidak
sesuai dengan spesifikasi, jika temperature kita fokuskan 130 F maka
hanya komposisi D yang memenuhi spesifikasi.
3.2.7 Mud Cake
Perhitungan nilai mud cake dengan spesifikasi ,1,5 mm. Nilai mud
cake cenderung meningkat sesuai dengan kenaikan temperature,
makin encernya lumpur yang menyebabkan filtrat lumpur yang
tersaring akan semakin banyak. Hampir semua komposisi pada semua
temperatur memenuhi standar spesifikasi nilai mud cake yang
diinginkan. Tapi pada komposisi B untuk temperatur 230 F sampai 130
F tidak memenuhi spesifikasi lumpur yang diinginkan, jika
temperature kita fokuskan 130 F maka hanya komposisi D yang
memenuhi spesifikasi.
3.2.8 pH
pengukuran nilai pH lumpur dengan spesifikasi antara 9 - 9,5,
diperoleh data bahwa nilai pH akan semakin menurun seiring dengan
penambahan temperature penelitian menunjukkan bahwa nilai pH
yang memenuhi spesifikasi program lumpur adalah pada semua
komposisi A dan komposisi B. Sedangkan untuk komposisi C hanya
pada temperatur 280 F yang memenuhi syarat spesifikasi standar

16
lumpur yang diinginkan. Dan lumpur komposisi D hanya pada saat
temperature 80 F yang tidak memenuhi syarat spesifikasi program
lumpur. Dan jika dilihat dari temperature yang difokuskan yaitu 130 F
maka lumpur dengan komposisi A, komposisi B, dan komposisi D
yang memenuhi spesifikasi.
Setelah di uji di laboratorium dengan beberapa percobaan pada setiap
temperature dan pada trayek casing 17½” pada sumur “X” berdasarkan
temperature maka didapatkan komposisi yang paling tepat untuk digunakan
pada trayek interval 933 meter pada trayek 17½”. Pada trayek 17½” formasi
yang akan ditembus adalah formasi Cisubuh, formasi Parigi, formasi
Cibulakan Atas. Pengeboran pada interval ini dimulai pada kedalaman 353
meter hingga 1286 meter pada formasi Cibulakan Atas dimana pada trayek
ini memiliki temperatur tinggi sekitar 140 F, berdasarkan uji laboratorium
pada trayek ini menggunakan lumpur KCl Polimer dengan lumpur komposisi
D. (Risky Wulandari. 2017)
Komposisi lumpur D memiliki nilai propertis yang sama pada properties
pada trayek 17½“, maka dari itu kedalaman ini menggunakan lumpur
komposisi D, komposisi yang digunakan pada lumpur D ini adalah bentonite
sebanyak 7 gr yang berfungsi untuk memberikan sifat pengapungan pada
lumpur, KOH sebanyak 0,5 gr untuk menjaga pH lumpur, 15 gr KCl untuk
menghambat pengembangan shale pada lubang bor. XCD polimer sebanyak
1,5 gr untuk memberikan sifat kekentalan, 7 gr K-soltex untuk menstabilkan
lubang bor, 5 gr PAC-L (Poly Aluminium Chloride Liquid) untuk menjaga
water loss agar tetap sesuai dengan nilai yang diinginkan, untuk mengontrol
rheologi lumpur desco sebanyak 2 gr. Kemudian ditambah masing-masing 2
gr lignite dan resinex yang berguna untuk menurunkan water loss dan untuk
menjaga sifat fisik lumpur pada temperatur tinggi. Data komposisi lumpur
yang di uji di laboratorium dapat dilihat pada tabel 3.5 (Risky Wulandari.
2017)

17
Tabel 3.5 Komposisi Lumpur

18
3.3 Artikel Ilmiah Penggunaan Fibroseal Dan CaCO3 Untuk Mengatasi
Masalah Lost Circulation Pada Sistem Lumpur KCl Polymer.
Penggunaan jenis fluida pemboran KCl polymer biasanya digunakan pada
sumur pemboran yang mempunyai formasi pasir yang mengandung clay
(lempung). Pada formasi clay sifat fisik lumpur KCl polymer dapat mencegah
terjadinya pengembangan clay yang dapat menyebabkan terjepitnya pipa dan
juga dapat merusak formasi karena tertutup pori-pori efektif dari formasi yang
mengandung hydrocarbon. Jenis lumpur ini juga merupakan salah satu fluida
pemboran yang cukup mahal, sehingga perawatan lumpur ini juga mahal.
Terjadinya kehilangan lumpur atau lost circulation pada operasi pemboran yang
menggunakan lumpur KCl polymer merupakan suatu kerugian yang sangat
besar, sehingga perlunya penggunaan additive LCM (Loss Circulation
Material) yang sesuai dan takaran ppb yang optimum untuk mengatasi hilang
lumpur dan tidak banyak merubah sifat fisik lumpur tersebut. Pemakaian LCM
Fibroseal F dan CaCO3 dengan takaran yang optimum diharapkan dapat
mengatasi masalah hilang lumpur pada operasi pemboran yang menggunakan
lumpur KCl polymer. (Abdul Hammid. 2018)
Metodologi yang digunakan mengetahui efektifnya penggunaan additive
LCM (Loss Circulation Material) yang digunakan dalam sistem lumpur
pemboran maka perlu untuk diketahui ukuran partikel dari LCM agar dapat
digunakan untuk mendeteksi jenis atau ukuran pori-pori batuan yang
menyebabkan terjadinya hilangnya lumpur. Bahan yang digunakan dalam
percobaan yang dilakukan di laboratorium dengan komposisi dari lumpur dasar
dapat dilihat pada tabel 3.6 (Abdul Hammid. 2018)
Tabel 3.6 Bahan Dasar Lumpur

19
Dari lumpur dasar tersebut kemudian ditambahkan additive LCM Fibroseal
F, sebanyak 4 ppb, 10 ppb, 20 ppb dan 30 ppb, serta ditambahkan pula CaCO3
F sebanyak 8 ppb, 15 ppb,25 ppb dan 35 ppb. Dari kelima komposisi lumpur
tersebut setelah ditambahkan aditif Fibroseal F dan CaCO3 F. Berikut adalah
komposisi Lumpur KCl yang telah ditambahkan oleh beberapa additive LCM
(Abdul Hammid. 2018)
Tabel 3.7 Komposisi Sistem Lumpur KCl Polimer

Dari lumpur dasar jenis KCl polymer seperti terlihat pada tabel 3.7, maka
selanjutnya ditambahkan kombinasi additive Fibroseal dan CaCO3 dengan
variasi ppb, kemudian dianalisis sifat-sifat rheologi lumpur tersebut seperti
densitas, plastic viscosity, yield point, gel strength, API Fluid loss dan pH.
(Abdul Hammid. 2018)
Pada percobaan laboratorium dimana lumpur KCl polymer yang
ditambahkan LCM Fibroseal F dan CaCO3 F. Sifat rheologi yang dihasilkan
oleh penambahan Fibroseal dan CaCO3 dapat dilihat pada tabel 3.8 (Abdul
Hammid. 2018)

20
Table 3.8 Sifat Rheologi yang Dihasilkan Oleh Penambahan Fibroseal dan
CaCO3.

Hasil uji laboratorium, terlihat bahwa penambahan Fibroseal dan CaCO3


dapat menaikkan sifat rheologi lumpur KCl Polymer seperti plastic viscosity,
yield point dan gel strength, tetapi kenaikkan tersebut masih dalam batas
toleransi yang diijinkan untuk penggunaan lumpur pemboran. Dari hasil uji
tersebut terlihat adanya penurunan fluid loss secara signifikan, dimana semakin
banyak penambahan LCM tersebut semakin besar penurunan harga fluid loss.
Dari hasil tersebut berarti penambahan LCM tersebut sangat baik digunakan
pada lumpur KCl polymer. Besarnya penambahan ppb LCM dapat disesuaikan
dengan jenis loss yang terjadi pada formasi yang dibor, untuk pemakaian jenis
Fibroseal F dapat digunakan pada formasi batu pasir yang mempunyai pori-pori
atau rekahan yang menyebabkan terjadinya seepage loss. Penurunan harga PH
merupakan indikasi bahwa material LCM Fibroseal maupun CaCO3 lebih
bersifat menurunkan kebasahan fluida lumpur KCl polymer, tetapi penurunan
tersebut masih dalam batas aman untuk suatu fluida pemboran, yang mana
disarankan masih diatas 9. (Abdul Hammid. 2018)

21
3.4 Artikel Ilmiah Evaluasi Penggunaan Oil Base Mud Smooth Fluid (Sf 05)
Terhadap Formasi Shale Pada Sumur B Lapangan R.
Sumur B adalah sumur eksplorasi yang direncanakan pada bulan Mei 2014.
Lokasi lapangan R ini berada diatas permukaan tanah (onshore) yang terletak di
struktur Sumatra Utara. Pemboran sumur ini mempunyai target kedalaman akhir
3440 m, jenis lumpur yang digunakan pada Sumur B ini adalah: Gel Water, Oil
Base Mud SF-05, dan Brine (CaCl2). (Riany,B, Abdul Hamid, & Listiana
Satiawati)
Sumur B memiliki empat trayek yaitu 26”, 17 ½”, 12 ¼” dan yang terakhir
adalah trayek 8 ½”. Formasi shale yang banyak mengandung mineral lempung
(clay) yang reaktif terhadap air dan akan selalu mengembang terhadap air, maka
dari itu penggunaan lumur jenis oil base mud sangat dibutuhkan dengan beberapa
klasifikasi dari jenis lumpur tersebut. (Riany,B, Abdul Hamid, & Listiana
Satiawati)
Awal spud in dengan lubang 26” dengan menggunakan lumpur KCl
polymer dengan berat 8,33 – 9,6 ppg. Dengan interval kedalaman 41 – 401 m,
pada trayek didominasi oleh sandstone (batu pasir) dan terdapat coal pada
kedalaman 140 m pada lapisan Keutapang. Pada trayek ini tidak ada
permasalahan shale yang timbul pada pelaksanaan pengeboran. Penambahan
chemical pada lumpur seperti KOH, XCD polymer, dan PAC-L (Poly Aluminium
Chloride Liquid ) dengan komposisi ion K+ sekitar 20000-24000 mg/l mampu
mengatasi formasi yang sebagian besar adalah sandstone. (Riany,B, Abdul
Hamid, & Listiana Satiawati)
Pada trayek 17 ½” ini menembus formasi Keutapang dan top formasi Baong
yang di dominasi oleh lapisan shale dan sand serta terdapat lapisan dolomite
menggunakan lumpur jenis oil base mud SF-05 dengan berat lumpur sekitar 9,7
– 10 ppg. Pada trayek ini terjadi permasalahan kenaikan pressure yang terjadi
sampai dua kali akibat adanya pressure di dalam casing dan pada saat
pemasangan circulating head pada kedalaman 1703 m. Hal yang dilakukan ialah
menaik turunkan rangkaian dan hidup matikan pompa. (Riany,B, Abdul Hamid,
& Listiana Satiawati)

22
Pada pemboran trayek 12 ¼” dengan interval 1707 m sampai 2573 m
dengan menembus formasi Baong dan transisi zone yang di dominasi oleh shale
dengan berat lumpur sekitar 14,99 – 15,22 ppg. Pada trayek ini tidak ditemukan
permasalahan dikarenakan mud properties yang digunakan dapat menghambat
permasalahan dengan cara menaikkan berat jenis lumpur dengan penambahan
barite sebagai pemberat, walaupun formasi yang ditembus hampir 95% shale.
(Riany,B, Abdul Hamid, & Listiana Satiawati)
Pada trayek terakhir yaitu trayek 8 ½” dengan interval kedalaman 2573 –
3440 m dan lapisan yang ditembus hampir 95% shale masih menggunakan jenis
lumpur oil base mud dengan berat jenis 9,9 – 10,3 ppg. Permasalahan shale pada
trayek pemboran 8 ½ “saat menggunakan lumpur oil base mud SF-05.
Permasalahan yang timbul adalah hilangnya lumpur kedalam formasi akibat
tingginya nilai berat jenis yang masuk kedalam formasi shale. Jika terjadi hal itu
akan menimbulkan tekanan di reservoir tinggi mengakibatkan blow out di
permukaan. Hal yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
mengurangi bahan additive yang mampu menghambat hilangnya lumpur di
formasi (loss formation) salah satunya mengurangi penggunaan barite yang
berfungsi sebagai pemberat dan menambahkan additive LCM untuk mencegah
semakin banyak lumpur yang hilang ke formasi. (Riany,B, Abdul Hamid, &
Listiana Satiawati)

23
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapatkan pada artikel ilmiah yang diangkat adalah :
1. Pada umumnya KCl polimer digunakan untuk menembus formasi
karbonat, penggunaan KCl polimer juga dapat mengatasi rheology
lumpur dan sifat lumpur, dan pengaruh KCl polimer dapat menjaga sifat
fisik pada temperature tinggi.
2. pH dari lumpur sendiri harus tetap terjaga agar peralatan bor tidak
korosif dan menjaga formasi agar lumpur tidak masuk kedalam zona
prospek.
3. Penggunaan LCM (Loss Circulation Material) Fibroseal F dan CaCO3
F dapat mengatasi kehilangan lumpur pada formasi batuan pasir dengan
penambahan LCM yang semakin besar, maka penurunan harga fluid loss
semakin kecil, sehingga dapat memperbaiki kestabilan lubang bor.
4. Kenaikkan sifat rheology lumpur seperti plastic viscosity dan gel
strength akibat penambahan LCM masih dalam batas toleransi untuk
digunakan pada operasi pemboran lumpur KCl polymer.
5. Oil base mud digunakan untuk formasi yang reaktif terhadap lumpur
berbahan dasar air sehingga dapat menimbulkan masalah dalam proses
pemboran, seperti lempung mengembang, penyempitan lubang, dinding
runtuh bahkan dapat menyebabkan masalah pipa terjepit, sehingga
dibuat lumpur berbahan dasar minyak agar dapat mengatasi batuan yang
reaktif terhadap air.

24
4.2 SARAN
Saran yang bisa saya berikan untuk artikel ilmiah ini ada beberapa:
1. Disarankan untuk ada penelitian lebih lanjut mengenai sistem
penggunaan lumpur terbaru terhadap formasi pada operasi pemboran.
2. Disarankan agar penelitian tentang evaluasi penggunaan sistem lumpur
synthetic oil base mud dan KCl polymer pada pemboran sumur x
lapangan y ditambahkan parameter temperatur agar dalam penelitian
nya lebih spesifik pada rheology lumpur saat penggunaan KCl pada
temperatur tertentu.

25
DAFTAR PUSTAKA

Hamid, A, Apriandi Rizkina Rangga Wastu. 2017. Evaluasi Penggunaan Sistem


Lumpur Synthetic Oil Base Mud Dan Kcl Polymer Pada Pemboran Sumur
X Lapangan Y. Jurnal Petro. Volume VI, No 1, April 2017.

Hamid, A. 2018. Penggunaan Fibroseal Dan Caco3 Untuk Mengatasi Masalah


Lost Circulation Pada Sistem Lumpur Kcl Polymer. Jurnal Petro. Volume
VII No. 2 , Agustus 2018.

Kusumaniung, Runi. 2020. Surface Production Facilities. Webbinar. SPE


Balikpapan Section. 17 Oktober 2020.

Riany, B, Abdul Hamid, Listiana Satiawati. 2015. Evaluasi Penggunaan Oil Base
Mud Smooth Fluid (SF - 05) Terhadap Formasi Shale Pada Sumur B Di
Lapangan R. Seminar Nasional Cendekiawan.

Sakarinto, W, Jahnawi Tri Wasisto, Wakhid Hasyim. Pratik Kerja Lapangan


Berbasis Kompetensi di Industri Minyak dan Gas Bumi. Webbinar PPSDM
Migas. 16 Juni 2020.

Siregar, Ronnald. 2020. The Exploration and Production: Life cycle of Oil and Gas.
Webbinar Enarklaz.com. 11 Oktober 2020.

Siregar, Ronny. 2020. Pengenalan Operasi Pengeboran Lepas Pantai dan Laut
Dalam. Webbinar Enerklaz.com. 28 September 2020.

Wardani, Rizky. 2017. Evaluasi Pengaruh Temperatur Terhadap Sifat Fisik


Lumpur Kcl- Polymer Untuk Sumur X Lapangan Y. Jurnal Petro. Volume
Vi No. 4, Desember 2017.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai