Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PERCOBAAN I
PENGUKURAN TEKANAN AIR DENGAN BEBAN

1.1 Deskripsi
Mengetahui tekanan air dengan menggunakan alat ukur tekanan type Bordon.

1.2 Teori
Tekanan didefinisikan sebagai jumlah gaya tiap satuan luas. Apabila gaya terdistribusi secara
merata pada satuan luas, maka tekanan dapat di tentukan dengan membagi gaya dengan luas, yang
diberikan oleh bentuk berikut ini.

𝑷
F=
𝑨

Dengan :
P : tekanan (kgf/m2 atau N/m2)
F : gaya (kgf atau N)

A : luas (m2)

Suatu plat dengan luas A terletak pada lantai (gambar 2.1). Apabila diatas plat bekerja
gaya F, maka plat akan memberikan tekanan kelantai sebesar p = F/A. Demikian juga suatu
benda dengan berat W dan tampang melintang A akan memberikan tekanan pada lantai
sebesar p = W/A.

Gambar 2.1. Gaya dan Tekanan

Dalam sistem satuan MKS, gaya dan luas mempunyai satuan kgf (kilogram force) dan m 2 sehingga
tekanan mempunyai satuan kilogram force per meter persegi (kgf/m2). Sedang dalam satuan SI, gaya
dan luas mempunyai satuan newton (N) dan meter persegi (m2) sehingga tekanan adalahdalam newton
per meter persegi (N/m2). Tekanan sebesar 1 N/m2 dikenal sebagai 1 pascal (Pa),
1 N/m2 = 1 Pa

1 kN/m2 = 1k Pa = 1000 N/m2

Apabila gaya yang bekerja tidak merata pada bidang, maka tekanan p diberikan dalam
bentuk berikut :

p = dF/dA
Apabila tekanan pada suatu luasan diketahui, maka gaya tekanan yang bekerjapada luasan
adalah :

F =pA

1.3 Tujuan
Mengetahui tekanan air dengan menggunakan alat ukur tekanan type bordon.
1.4 Peralatan
Satu set alat ukur tekanan air bordon

Gambar : Alat ukur tekan tipe bordon

1.5 Cara Percobaan


a. Tutup katup V8 dan peralatan terletak datar.
b. Isi cylinder dengan air dan masukkkan piston.
c. Buka tutup V6Buka tutup katup ventilasi untuk mengeluarkan udara dari system.
d. Tutup katup ventilasi.
e. Hanya akibat piston, baca gauge reading.
f. Beri beban pada piston sebesar ½ kg dan catat gauge reading untuk pemakaian tiap-tiap massa.
g. Ulangi dengan potongan-potongan massa.
Jika tes telah selesai, lepas dan keringkanlah piston kemudian lapisi vaselin.
1.6 Analisa Data dan Hasil Praktikum
Data percobaan :
(SI)

BERAT LUAS TEK KESALAHAN KESALAHAN


PEMBACAAN
BEBAN PISTON TEORITIS PENGUKUR PENGUKURAN
PENGUKURAN (KN/m2)
(kg) (m2) (KN/m2) AN (%)

1 2 3 RATA2

0,50 2,45x10-4 20.020 20 20 19 19.7

1,00 2,45x10-4 40.041 40 38 39 39.0

1,50 2,45x10-4 60.061 60 59 59 59.3


HASIL PERCOBAAN I
2,00 2,45x10-4 80.082 80 79 79 79.3

2,50 2,45x10-4 100.102 97 99 98 98.0

3,00 2,45x10-4 120.122 116 118 119 117.7

3,50 2,45x10-4 140.143 139 138 136 137.7

Hasil percobaan :
TABEL DAN PENGUKURAN DALAM SATUAN INTERNATIONAL

BERAT LUAS TEK DATA RATA- KESALAHAN


%KES.PENG
BEBAN PISTON TEORITIS 1 2 3 RATA PENGUKURAN

0.5 0.000245 20.020 20 20 19 19.7 0.354 1.8

1 0.000245 40.041 40 38 39 39.0 1.041 2.6

1.5 0.000245 60.061 60 59 59 59.3 0.728 1.2

2 0.000245 80.082 80 79 79 79.3 0.748 0.9

2.5 0.000245 100.102 97 99 98 98.0 2.102 2.1

3 0.000245 120.122 116 118 119 117.7 2.456 2.0

3.5 0.000245 140.143 139 138 136 137.7 2.476 1.8


GRAFIK HUBUNGAN ANTARA TEKANAN HASIL
PEGUKURAN DAN TEKANAN TEORITIS DALAM SATUAN
INTERNASIONAL
160

Tekanan Dalam Silinder (KN2)


140
120
100
80
60
40
20
0
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0
Berat Beban (kg)

Pengukuran (KN/m^2) Tek Teoritis(KN/m^2)

Contoh Perhitungan :
• Tekanan piston = 20,02 KN/𝑚2
𝑚×𝑔
• Tekanan Teoritis =
𝑎
(1)×𝑔
=
(2)
(0,5 × 9,81)
= x10−3
2,45 × 10−4

= 20,02 KN/m2
• Kesalahan pengukuran = (3) - (4)
= 20,02 – 19,7
= 0,354
(5)
• % Kesalahan pengukuran = x 100%
(3)
0.354
= × 100%
20,02

= 1,8 %
TABEL DAN PENGUKURAN DALAM SATUAN INGGRIS

TEK PEMBEBANAN KESALAHAN


BERAT BEBAN %KES.PENG
TEORITIS PENGUKURAN PENGUKURAN

0.5 0.20 0.197 0.003 1.5%

1 0.40 0.390 0.010 2.6%

1.5 0.60 0.593 0.007 1.2%

2 0.80 0.793 0.007 0.9%

2.5 1.00 0.980 0.020 2.0%

3 1.20 1.177 0.023 2.0%

3.5 1.40 1.377 0.023 1.7%

GRAFIK HUBUNGAN ANTARA TEKANAN HASIL


PEGUKURAN DAN TEKANAN TEORITIS DALAM SATUAN
INGGRIS
1.6
Tekanan Dalam Silinder (BAR)

1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0
Berat Beban (kg)

Pengukuran (BAR) Tek Teoritis (BAR)


`
Contoh Perhitungan :
• Tekanan Teoritis = 20,02 KN/𝑚2
= 0,20 BAR

• Pembebanan pengukuran = 19,7 KN/m2


= 0,197 BAR
• Kesalahan pengukuran = Tekanan dalam silinder – Pembebanan pengukuran
= 0,20 – 0,197
= 0,00
(𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛)
• % Kesalahan pengukuran = x 100%
(𝑃𝑒𝑚𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛)
0,003
= × 100%
0,20

= 1,52 %
Catatan :
Luas Piston : '2.45x10-4
Berat Piston : '0,5Kg
Tekanan Maks : 180 KN/m2
1 Pascal : 1N/m2
1 Bar : 1 x 105 N/m2 = 100 KN/m2
Tekanan = Gaya/Luas = (m x g/a)

1.7 Kesimpulan dan Saran


1. Hubungan antara penambahan beban dan tekanan air adalah berbanding lurus
(semakin besar beban maka semakin besar pula tekanan air yang terjadi, begitu juga
sebaliknya).
2. Tekanan air secara teoritis hanya disebabkan oleh faktor beban dan luas
penampang, sedangkan tekanan air secara laboratorium disebabkan oleh faktor
beban, luas penampang dan ketelitian pembacaan alat ukur.
1.8 Daftar Pustaka
(Hidraulika I, Bambang Triatmodjo, 1995, Hal. 23 – 24)
BAB II
PERCOBAAN II
PENENTUAN PUSAT TEKANAN AIR PADA BIDANG TENGGELAM

2.1 Deskripsi
Hukum archimedes membuktikan bahwa stabilitas dari benda benda yang tenggelam
mempunyai pusat tekanan yang terletak tepat di bawah pusat pengapungan (berat) cairan yang
didesak, sehingga benda yang tenggelam berada dalam keseimbangan netral dalam segala posisi.
Persamaan dasar pusat tekangan air pada bidang tenggelam adalah sebagai berikut:
P = ρ.g.h.A
Dimana :
P = Tekanan Hidro statis (kg/cm2 = M/L2)
ρ = Rapat massa zat cair (kg/cm3 = M/L3)
g = Percepatan grafitasi (cm/dt2 = L/T2)
h = Tinggi tekanan air (cm = L)
A = Luas bidang tengelam (cm2 = L2)

𝐼𝐺
𝑌𝑐 = 𝑦̅ +
𝐴
Dimana :
Yc = Kedalaman pusat tekanan.
𝑦̅ = Titik pusat terhadap tekanan permukaan air.
IG = Momen inersia terhadap absis yang melalui titik berat.

2.2 Teori
Dipandang suatu bidang datar berbentuk segiempat yang terletak miring dengan sudut 
terhadap bidang horizontal (permukaan zat cair).
Gambar 2.2. Gaya tekanan pada bidang datar terendam

Bidang tersebut terendam dalam zat cair diam dengan berat jenis  seperti yang ditunjukkan
dalam gambar (2.2). Dibuat bidang khayal yang merupakan perluasan bidang tersebut sehingga
memotong permukaan zat cair pada titik O. Luas bidang adalah A dan pusat beratnya adalah G yang
terletak pada ho di bawah permukaan zat cair. Titik tangkap gaya tersebut terletak pada titik P yang
dikenal dengan pusat tekanan. Jarak searah bidang miring terhadap permukaan (titik O) dinyatakan
dalam y, sedangkan jarak vertikal terhadap permukaan zat cair adalah h. Karena pertambahan tekanan
adalah linear terhadap kedalaman, maka pusat gaya tekanan F terletak dibawah pusat berat bidang
G. Dipandang suatu pias horizontal yang sejajar terhadap permukaan zat cair dengan tebal dy dan
berjarak vertikal h dari permukaan. Apabila luas pias adalah dA, maka besarnya gaya tekanan pada
pias tersebut adalah :

dF = p dA
Atau
dF = h  dA

Karena h = y sin  , maka :


dF = y sin   dA
gaya tekan total adalah :
F =   sin y dA =  sin   y dA
Dengan  y dA adalah momen statis bidang A terhadap sumbu x yang besarnya sama dengan A yo,
dimana yo adalah jarak pusat berat luasan (bidang) terhadap sumbu x. Sehingga :
F =  sin A yo
F = A  ho
Atau
F = A po

Dengan :
F : gaya tekan hidrostatis
A : luas bidang tekanan
po : tekanan hidrostatis pada pusat berat bidang
ho : jarak vertikal antara pusat berat benda dan permukaan zat cair

Gaya hidrostatis tersebut bekerja pada pusat tekanan P. Misal pusat tekanan terletak pada jarak
yp dari titik sumbu O. Momen gaya hidrostatis terhadap titik O adalah sama dengan jumlah momen
gaya tekanan pada seluruh luasan terhadap titik O, sehingga :
F yp =  A p dA y =  A  h dA y =  A  y sin  dA y
F yp =  sin   A y dA y =  sin   A y2 dA
 sin  A yo yp =  sin   A y2 dA

𝑦𝑝 =
𝛾 𝑠𝑖𝑛 𝛼 ∫ 𝐴𝑦 2 𝑑𝐴
Atau yp =
 A y 2 dA
𝛾 𝑠𝑖𝑛 𝛼𝐴𝑦0 Ay o
Dengan,
 A y2 dA : momen inersia bidang A terhadap sumbu x yang diberi notasi I
A yo : momen statis bidang A terhadap sumbu x yang diberi notasi S

Dengan demikian bentuk di atas dapat ditulis menjadi :


I
Yp =
S

Selain itu mengingat bahwa :


I = Io + A yo2

Maka
I + Ay o
2
Io
Yp = o atau Yp = yo +
Ay o Ay o

Dengan,
yp : jarak searah bidang antara pusat tekanan dan permukaan zat cair.
yo : jarah searah bidang antara pusat berat bidang dan permukaan zat cair.
Io : momen inersia bidang A terhadap sumbu yang melalui pusat berat bidang tersebut.

2.3 Tujuan
Menentukan letak titik pusat tekanan dari bidang segi empat.
2.4 Peralatan yang Digunakan
• Hidraulik Bench (F1 – 10 )
• Alat uji tekan Hidrostatik.
Gambar :
5 6 9
4
7 8

10
11
12
2

13

Keterangan Gambar :
1. Perspek tank
2. Nivo (spirit level)
3. Beban keseimbangan (Balance pan)
4. Tanda keseimbangan neraca (bean level indication)
5. Daerah tekanan (quadran)
6. Skrup pengunci
7. Balok keseimbangan
8. Poros
9. Penyangga keseimbangan
10. SkalaPermukaan akhir
11. Kran pembuang
12. Kran pembuang
13. Kaki penyangga

2.5 Tahap dan Cara Percobaan


1. Tempatkan torroid pada dua paku penjepit dan terikat pada timbangan oleh skrup.
2. Ukur a, b, d dan I.
3. Hubungkan pipa dari kran ke tempat air (bak air) level dari tangkai dipakai kaki-kaki yang
dapat disetel.
4. Atur (beban penyeimbang) coenter balance sampai lengan timbangan horizontal.
5. Buka kran sampai air menyentuh dasar dari torroid.
6. Tempatkan beban pada timbangan, dengan pelan tambah air ke dalam bak sampai lengan
timbangan horizontal. Catat level air pada torroid dan berat beban pada timbangan.
7. Ulangi prosedur diatas dengan menambah beban sedikit demi sedikit sampai muka air pada
bagian atas dari torroid.
8. Lalu hilangkan beban sedikit demi sedikit dengan tetap menjaga lengan timbangan tetap
horizontal dengan membuang air.

2.6 Analisa Data dan Hasil Praktikum


Diketahui :
▪ Panjang garis horizontal pada torroid pada pusat counter balance (a) : 10 cm
▪ Lebar torroid (b) : 7,5 cm
▪ Panjang torroid (d) : 10 cm
▪ Panjang counter balance terhadap pusat penjepit (L) : 27 cm
▪ Tinggi air tanpa beban : 1,4 cm

Keterangan :
Yc : Pusat tekanan bidang tenggelam.
Y : Tinggi muka air.
d : Panjang torroid.

Tabel Hubungan y dan m/y𝟐


Berat Beban Tinggi muka air y (mm) y rata-rata
No
(gr) 1 2 3 (mm)

1 50 50 44 45 45 44.67

2 100 100 64 65 65 64.67

3 150 150 80 82 80 80.67

4 200 200 94 95 94 94.33


Tabel Analisa Tercelup Sebagian y ≤ d
m/y2
m (gr) y (cm) y2 (cm)
(gr/cm)

50 4.50 20.25 2.47

100 6.47 41.82 2.39

150 8.07 65.08 2.30

200 9.43 88.98 2.25

Untuk tercelup sebagian y ≤ d


1. Slope pada grafik
𝜌×𝑏 1×7.5
= = 0.046 cm
6×𝐿 6×27
2. Penangkapan dari dasar
𝜌×𝑏(𝑎+𝑑) 1×7.5(10+10)
= = 2.778 cm
2×𝐿 2×27
2.47−2.22
tan α = = 0.05
9.50−4,50

Grafik hubungan y dan m/y2

Hasil perhitungan dari grafik


• Dari slope :
𝜌×𝑏 1×7.5
= = 0.046 cm
6×𝐿 6×27

• Penangkapan (titik pusat tekanan) :


𝜌×𝑏(𝑎+𝑑) 1×7.5(10+10)
= = 2.778 cm
2×𝐿 2×27

• Penyimpangan yang terjadi :


0.05−0.046
× 100 % = 8.69 %
0.046
Tabel Analisa Tercelup Seluruhnya y ≥ d
Berat beban Tinggi muka air y (mm) y rata-rata
No
(gr) 1 2 3 (mm)

1 250 250 109 110 110 109.67


2 300 300 121 121 121 122.00

3 350 350 134 134 134 134.00

4 400 400 145 146 146 146.57

Untuk tercelup seluruhnya y ≥ d


1. Dari slope grafik :
𝜌×𝑏×𝑑 3 1×7.5×103
= = 23.148 cm
12×𝐿 12×27
2. Penangkapan dari dasar :
𝜌×𝑏×𝑑 𝑑 1×7.5×10 10
𝐿
(𝑎 + 2 ) = 27
(10 + 2
) = 41.667 cm
Tabel Hubungan L/y dan m/y
m/y
m (gr) y (cm) L (cm) L/y
(gr/cm)
250 10.97 27 22.80 2.46
300 12.10 27 24.97 2.23
350 13.40 27 26.12 2.01
400 14.57 27 27.46 1.85

27.46−22.80
tan α = = 7.63
2.46−1.85
Grafik hubungan antara m/y dan L/y
2.700

2.500
22.796, 2.462

2.300
α
24.793, 2.231

2.100
L/y

26.055, 2.010
1.900
27.460, 1.854

1.700

1.500
22.000 23.000 24.000 25.000 26.000 27.000 28.000
m/y (gram/cm)

Dari grafik di dapat :


a. Dari slope grafik
𝜌×𝑏×𝑑 3 1×7.5×103
= tan α = = 23.14 cm
12×𝐿 12×27
b. Penangkapan
𝜌×𝑏×𝑑 1×7.5×10
= = 2.778 cm
2𝑥𝐿 2𝑥27
c. Penyimpangan
23.14−7.36
× 100 % = 68.19 %
23.14

Perhitungan Titik Berat :


1. Tercelup sebagian
𝑌
Yc(50) = +𝑌
6
4,50
= + 4,50 = 5,25 cm
6
𝑌
Yc(100) = +𝑌
6
6,47
= + 6,47 = 7,54 cm
6
𝑌
Yc(150) = +𝑌
6
8,07
= + 8,07 = 9,41 cm
6
𝑌
Yc(200) = +𝑌
6
9,50
= + 9,50 = 11,08 cm
6
2. Tercelup Seluruhnya
𝑑2 𝑑
Yc(250) = + (𝑌 − )
12 2
102 10
= + (10,97 − ) = 14,300 cm
12 2
𝑑2 𝑑
Yc(300) = + (𝑌 − )
12 2
102 10
= + (12,10 − ) = 15,433 cm
12 2
𝑑2 𝑑
Yc(350) = + (𝑌 − )
12 2
102 10
= + (13,40 − ) = 16,733 cm
12 2
𝑑2 𝑑
Yc(400) = + (𝑌 − )
12 2
102 10
= + (14,57 − ) = 17,900 cm
12 2

Tabel Hasil Perhitungan Yc Saat Tercelup Sebagian dan Tercelup Seluruhnya


Tercelup Sebagian Tercelup Seluruhnya
y (cm)
y = y/6+y yc = d^2/12 + (y-d/2)
5.25 4.50 -
7.54 6.47 -
9.41 8.07 -
11.08 9.50 -
- 10.97 14,300
- 12.10 15,433
- 13.40 16,733
- 14.57 17,900
2.7 Kesimpulan dan Saran
1. Percobaan tekanan yang ditimbulkan oleh air menyebabkan terjadinya perubahan letak titik
berat dari suatu bidang segi empat.
2. Semakin besar tekanan air dengan kedalaman semakin dalam (besar) menyebabkan semakin
besar jarak titik berat ke permukaan air.
3. Semakin besar tekanan air dengan dengan kedalaman semakin dalam (besar) menyebabkan
semakin kecil jarak titik ber
4. Ketidaksesuian pada analisa secara teoritis dan analisa aktual yang besar bisa diakibatkan oleh
beberapa faktor, yaitu diantarannya :
a. Kesalahan pembacaan akibat :
− posisi pembaca dalammembaca indikator.
− faktor adhesi air pada bidang quadrant.
b. Nivo pada alat peraga tidak tepat.
c. Pengaruh keadaan sekitar praktikum.

2.8 Daftar Pustaka


(Hidraulika I, Bambang Triatmodjo, 1995, Hal. 45 – 47)
BAB III
PERCOBAAN III
MENENTUKAN KEKENTALAN (VISKOSITAS) DENGAN
“OSBORNE REYNOLD”

3.1 Deskripsi
Percobaan kekentalan air (viskositas) dengan “osborne reynold” untuk mengetahui kondosi
alairan laminer, turbulet dan kecepatan aliran.

3.2 Teori
Pada tahun 1884 Osborne Reynolds melakukan percobaan untuk menunjukan sifat – sifat
aliran laminar dan turbulen. Alat yang digunakan terdiri dari pipa kaca yang dapat melewatkan air
dengan berbagai kecepatan (gambar 2.3.1). Aliran tersebut diatur oleh katup A. Pipa kecil B yang
berasal dari tabung berisi zat warna C ujungnya yang lain berada pada lubang masuk pipa kaca.
Reynolds menunjukan bahwa untuk kecepatan aliran yang kecil didalam pipa kaca, zat warna akan
mengalir dalam satu garis lurus seperti benang yang sejajar dengan sumbu pipa. Apabila katup dibuka
sedikit demi sedikit, kecepatan akan bertambah besar dan benang warna mulai bergelombang yang
akhirnya pecah dan menyebar pada seluruh aliran didalam pipa ( gambar 2.3.2 ).

Gambar 2.3.1. Alat Osborn Reynolds

Kecepatan rerata pada mana benang warna mulai pecah disebut kecepatan kritik. Penyebaran
dari benang warna disebabkan oleh percampuran dari partikel – partikel zat cair selama pengaliran.
Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada kecepatan kecil, percampuran tidak terjadi
dan partikel–partikel zat cair bergerak dalam lapisan – lapisan yang sejajar, dan menggelincir
terhadap lapisan di sampingnya. Keadaan ini disebut aliran laminer. Pada kecepatan yang lebih besar,
benang warna menyebar pada seluruh penampang pipa, dan terlihat bahwa percampuran dari partikel–
partikel zat cair terjadi; keadaan ini disebut aliran turbulen.

Gambar 2.3.2. Aliran laminer (a), kritik (b) dan turbulen (c)

Menurut Reynolds, ada tiga faktor yang mempengaruhi keadaan yaitu kekentalan zat cair 
(mu), rapat massa zat cair  (rho), dan diameter pipa D. Hubungan antara ,, dan D yang mempunyai
dimensi sama dengan kecepatan adalah D.
Reynolds menunjukan bahwa aliran dapat diklasifikasikan berdasarkan suatu angka tertentu.
Angka tersebut diturunkan dengan membagi kecepatan aliran didalam pipa dengan nilai  / D, yang
disebut dengan angka Reynolds. Angka Reynolds mempunyai bentuk berikut ini :
𝑣 𝜌.𝑣.𝐷 𝑣.𝐷 𝜇
𝑅𝑒 = 𝜇 = atau 𝑅𝑒 = dimana 𝜐 = 𝜌
𝜇 𝜐

Dengan  (nu) adalah kekentalan kinematik. Dari percobaan yang dilakukan untuk aliran air
melalui pipa dapat disimpulkan bahwa pada angka Reynolds rendah gaya kental dominan sehingga
aliran adalah laminar. Dengan bertambahnya angka Reynolds baik karena bertambahnya kecepatan
atau berkurangnya kekentalan zat cair atau betambah besarnya dimensi medan aliran (pipa), akan bisa
menyebabkan kondisi aliran laminar menjadi tidak stabil. Sampai pada suatu angka Reynolds di atas
nilai tertentu aliran berubah dari laminar menjadi turbulen.
Berdasarkan pada percobaan aliran di dalam pipa, Reynolds menetapkan bahwa untuk angka
Reynolds di bawah 2,000, gangguan aliran dapat diredam oleh kekentalan zat cair, dan aliran pada
kondisi tersebut adalah laminar. Aliran akan turbulen apabia angka Reynolds lebih besar 4.000.
Apabla angka Reynolds berada di antara kedua nilai tersebut ( 2000< Re <4000 ) aliran adalah
transisi. Angka Reynolds pada kedua nilai diatas ( Re = 2000 dan Re = 4000 ) disebut batas kritik
bawah dan atas.

3.3 Tujuan
Percobaan kekentalan air (viscositas) dengan “osborne reynold” untuk mengetahui kondisi
aliran laminer, transisi, turbulen dan kecepatan aliran.
3.4 Peralatan yang Digunakan
− Hidraulik Bench (F1-10)
− Alat percobaan Reynolds
− Zat pewarna

Gambar :

2
1
3
10
4
5 ooo o
ooooooo o
ooooooo 6 oo

7
11
8

9 12

Keterangan Gambar :
1. Klep pengontrol
500 330 aliran pewarna
2. Reservoir pewarna
3. Height adjusmen screw
4. Over flow
5. Infector pewarna
6. Bel mouth entri
7. Glas marbles
8. Pipa fleksibel untuk pengeluaran
9. Klep pengontrol aliranss
10. Head tank
11. Pipa pemasukan
12. Pipa untuk pengamanan aliran
3.5 Tahap dan Cara Percobaan
1. Isi reservoir zat pewarna dengan pewarna, letak kan peralatan pada bangku kerja dan
hubungkan pipa inlet ke pompa.
2. Bagian bawah injektor pewarna diatur sampai diatas bell mouth inlet.
3. Tutup kontrol aliran.
4. Buka katup pompa dan dengan pelan isi head tank sampai air mengakir melalui peluap.
5. Buka klep pengontrol aliran sampai pipe visualisasi terisi pewnuh air, kemudian ditutup untuk
membiarkanair mengalir kepipa visualisasi.
6. Ukur temperatur air dan tentukan viskositas airnya.
7. Buka katup inlet sampai air mengalir kecil dari pipa outlet.
8. Buka dengan kecil katup kontrol aliran dan atur katup[ kontrol pewarna sampai mengalir pelan
dengan tanda pewarna, ukur dan catat debitnya (debit = Volume air/waktu). Ulangi beberapa
pengukuran untuk setiap debit.
9. Rubah untuk beberapa debit yang sedikit lebih besar dengan membuka katup kontrol
aliran,dan ukur masing-masing debitnya hingga mencapai debit pada kondisi kritis.
10. Ulangi prosedur tersebut untuk pengurangan kecepatan ambil ukuran tertentu dari debit pada
kondisi kritis.

3.6 Analisa Data dan Hasil Percobaan


Data Hasil Percobaan :
No Aliran Volume Air ( m³ ) Waktu ( dt )
I Lurus 0.000023 2.80
II Spiral 0.000043 1.89
III Spiral 0.000039 1.51

Analisa Perhitungan :
▪ Diameter Pipa = 1 cm = 0.01 m
▪ Temperatur Air = 23º C
▪ Viscositas Air = 1.15 x 10⁻⁶

1
▪ Luas Pipa (A) = π x d²
4
= 7.854 x 10⁻⁵ m²

Pada Kondisi I
1) Volume Air (V) = 0.000023
= 2.3 x 10⁻⁵ m³
𝑉
2) Debit (Q) =
𝑡
2.3 x 10⁻⁵
=
2.80
= 8.214 x 10⁻⁶ 𝑚³⁄𝑑𝑡
𝑄
3) Kecepatan (v) =
𝐴
8.214 x 10⁻⁶
=
7.854 x 10⁻⁵

= 10.454 x 10⁻² 𝑚⁄𝑑𝑡


𝑣𝑥𝑑
4) Angka Reynold (Re) =
𝑣
10.454 𝑥 10−2 𝑥 0.01
=
1.15 𝑥 10¯⁶
= 909.120 ≤ 2000 ( Aliran Laminer )
Pentabelan Hasil Perhitungan :
Volume Angka Sifat
No Aliran Waktu(dt) Debit (m³/dt) Kecepatan(m/dt)
Air(m³) Reynold Aliran
I Lurus 2.3 x 10⁻⁵ 2.80 8.214 x 10¯⁶ 10.454 x 10⁻² 909.120 Laminer
II Spiral 4.3 x 10⁻⁵ 1.89 2.895 x 10⁻⁵ 28.957 x 10⁻² 2518.013 Transisi
III Spiral 3.9 x 10⁻⁵ 1.51 3.287 x 10⁻⁵ 32.872 x 10⁻² 2858.505 Transisi
Keterangan :
• Aliran laminer, jika Re ≤ 2000
• Aliran Transisi, jika 2000 < Re < 4000
• Aliran Turbulen, jika Re ≥ 4000

3.7 Kesimpulan dan Saran


1. Angka Reynolds dipengaruhi oleh :
− Besarnya kekentalan kinetik suatu cairan
− Besarnya diameter pipa
2. Keadaan aliran dipengaruhi :
− Kekentalan zat cair
− Rapat massa zat cair
− Diameter pipa

3. Didapatkan Angka reynold pada aliran no 1 yaitu sebesar 909,120 dan sifat alirannya laminer,
pada aliran no 2 Angka renyoldnya sebesar 2518,013, aliran no 3 Angka Reynoldnya
2858,505. Pada aliran no 2 dan 3 sifat alirannya transisi.
4. Sifat aliran sulit diamati dengan kasat mata, namun dapat ditentukan dengan memperhatikan
Angka Reynold yang didapat dari perhitungan.

3.8 Daftar Pustaka


(Hidraulika II, Bambang Triatmodjo, 1993, Hal. 3 – 4)

Anda mungkin juga menyukai