Anda di halaman 1dari 4

ALASAN MODIFIKASI FORMULASI EMULSION

Pemilihan surfaktan antara tween 20, tween 60, tween 80

Karena tween 80 melarutkan minyak lebih banyak, maka surfaktan tersebut dipilih untuk
melakukan formulasi nanoemulsi. Kelarutan surfaktan dengan minyak dapat memberikan
kemungkinan terbentuknya sistem nanoemulsi. Selain itu tween 80 dikatakan sebagai
solubilizing agent karena memiliki sifat lipofil sehingga dapat bercampur dengan minyak serta
memiliki HLB 15 yang stabil membentuk emulsi tipe minyak dalam air (M/A) (Syaputri dan
Patricia, 2019).

Sumber Nirmalayanti, N. L. P. K. V. (2021). Skrining Berbagai Jenis Surfaktan Dan


Kosurfaktan Sebagai Dasar Pemilihan Formulasi Nanoemulsi. Metta: Jurnal Ilmu
Multidisiplin, 1(3), 158-166.

Pemilihan kosurfaktan antara Propilen glikol, PEG 400 dan Gliserin

Pemilihan kosurfaktan berpengaruh terhadap efisiensi emulsifikasi sistem. Semakin besar


ukuran bidang atau daerah pembentukan nanoemulsi maka semakin besar efisiensi
nanoemulsifikasi sistem. Penggunaan kosurfaktan propilenglikol menghasilkan daerah
nanoemulsi yang besar. PEG 400 memiliki pembentukan daerah nanoemulsi yang sempit atau
terbatas. Pada penggunaan kosurfaktan gliserin, tidak terdapat daerah pembentukan
nanoemulsi. Semakin sedikit konsentrasi surfaktan yang digunakan, maka semakin berkurang
pembentukan misel yang berperan dalam menyatukan fase minyak dan air dalam nanoemulsi.
Surfaktan dan kosurfaktan teradsorbsi pada antarmuka, dapat mengurangi energi antarmuka,
dan memberikan penghalang mekanis agar dapat mengantisipasi adanya koalesensi.
Kemudian kosurfaktan membuat dan mengisi celah kosong yang terdapat pada molekul
surfaktan (Villar et al., 2012).

Penggunaan propilenglikol memiliki kelebihan yaitu tidak menyebabkan toksisitas dan dapat
membantu solubilisasi surfaktan hidrofilik dalam basis minyak (Rowe et al., 2009).
PEG 400 adalah polimer bersifat stabil yang banyak digunakan dalam formulasi dan memiliki
sifat yang tidak beracun dan tidak mengiritasi (Rowe et al., 2009).

Alasan penggunaan kosurfaktan gliserin yaitu kelarutannya besar dalam air sehingga nantinya
akan berpartisi kedalam fase air kemudian sebagian lagi masuk ke bagian polar dari surfaktan
sehingga membantu menurunkan tegangan antarmuka air dengan minyak menjadi lebih
rendah (Martin et al, 1993).

Hasil perbandingan yang paling optimal untuk membentuk sistem nanoemulsi yaitu
menggunakan minyak dan smix (tween 80 dan propilenglikol) 1:9 karena memiliki daerah
pembentukan nanoemulsi yang luas. Perbandingan tersebut dapat dijadikan pertimbangan
dalam melakukan formulasi pembuatan basis nanoemulsi.

Sumber Nirmalayanti, N. L. P. K. V. (2021). Skrining Berbagai Jenis Surfaktan Dan


Kosurfaktan Sebagai Dasar Pemilihan Formulasi Nanoemulsi. Metta: Jurnal Ilmu
Multidisiplin, 1(3), 158-166.

Pemilihan Natrium metabisulfit dan Vitamin C

sodium metabisulfit relatif lebih stabil dibandingkan Asam Askorbat dalam 0,05% (b/v)
sodium metabisulfit. Pada penambahan sodium metabisulfite 0,5% (b/v) tidak terlihat
degradasi Asam Askorbat dalam sampai 35 hari sedangkan degradasi Asam Askorbat dengan
0,05% (b/v) sodium metabisulfit terlihat jelas setelah 14 hari. Persentase degradasi Asam
Askorbat dengan 0,05% b/v Sodium Metabisulfit dan 0,5% b/v Sodium Metabisulfit antara
hari pertama dan terakhir analisis masing-masing adalah 23,94% dan 4%. Oleh karena itu,
persentase Sodium Metabisulfit yang lebih tinggi efektif untuk menjaga stabilitas Vitamin C.
Sodium Metabisulfit berfungsi sebagai antioksidan yang dapat mencegah reaksi pencokelatan
karena memiliki sulfit yang dapat menginaktifkan kerja enzim yang dapat memicu reaksi
browning

Tonthawi, M., & Musfiroh, I. (2023). Peningkatan Stabilitas Vitamin C dalam Sediaan
Kosmetika. Majalah Farmasetika, 8(3).
Karena cempedak memiliki antioksidan alami dan tujuan dari skripsi ini untuk menguji
antioksidan pada cempedak maka bahan exipient antioksidan ini tidak digunakan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, ekstrak etil asetat
daun Cempedak (Artocarpus champeden Spreng) telah tebukti memiliki aktivitas
antioksidan sangat kuat, yaitu dengan nilai IC50sebesar 4,275 ppm (Anggraini, S.
dkk, 2015).

Krim yang paling stabil secara fisik adalah krim yang mengandung 0,016%
ekstrak etil asetat daun Cempedak (Artocarpus champeden Spreng).Aktivitas
antioksidan sediaan krim tidak mengalami perubahan yang signifikan selama
penyimpanan, dengan nilai IC50sebesar 5,91 ppm sebelum penyimpanan dan 10,57
ppm setelah penyimpanan.

Anggraini, S., Mita, N., & Ibrahim, A. (2015, November). Formulasi Krim Antioksidan
Daun Cempedak (Artocarpus champeden Spreng). In Proceeding of Mulawarman
Pharmaceuticals Conferences (Vol. 2, pp. 8-15).

Pemilihan Zat Pengawet Propil paraben, Methil Paraben dan Asam


benzoat

kombinasi metil paraben dan propil paraben. Kombinasi pengawet ini dapat meningkatkan
efek kerjanya untuk melindungi sediaan dari bakteri dan jamur (Rowe et al., 2009).

Asam benzoat bersifat larut dalam air yang akan berfungsi sebagai pengawet fase air
(Manurung et al., 2006).

Pemilihan Xanthan Gum dan Carbomer SebagaI Pengental

Jika menginginkan kekentalan yang stabil dalam berbagai kondisi pH dan kestabilan elektrolit,
xanthan gum bisa menjadi pilihan yang baik.

Jika memerlukan bahan yang mudah dihidrasi, memberikan kekentalan dengan cepat, dan
cocok untuk formulasi dengan pH yang lebih rendah, carbomer bisa menjadi pilihan yang baik.
Xanthan gum banyak digunakan karena stabilitas, kompatibilitas, dan sifat reologi yang
menghasilkan viskositas yang cukup baik dengan konsentrasi di bawah 1%. Polimer xanthan
gum hampir tidak meninggalkan residu bahkan pada tingkat viskositas sangat tinggi (tebal).
Xanthan Gum bisa diformulasi dengan berbagai jenis suhu (panas ataupun dingin) dengan
kisaran pH 1,5 – 11 ( Farpour, Farpour, & Salarinejad, 2021). Namun dibandingkan carbopol,
karakteristik pelepasan bahan aktif dari basis xanthan gum lebih rendah dibanding carbopol
(Vani, Haranath, & Reddy, 2018).

etanol 70% digunakan karena lebih selektif, tidak mudah ditumbuhi kapang dan jamur, tidak
beracun, netral dan absorbsinya baik, dapat bercampur dengan segala perbandingan dan
mudah dalam penguapan residu yang ada dalam ekstrak (Harborne, 1987).

Emulgator yang digunakan adalah span 80 dan croduret 50. Pemilihan emulgator kombinasi
dipilih karena lebih efektif daripada emulgator tunggal. Emulgator kombinasi memiliki
kemampuan untuk mengemas lebih kuat molekul-molekul zat aktif permukaan menambah
kekuatan lapisan antarmuka, dan karenanya menambah kestabilan emulsi. Umumnya
emulgator membentuk struktur yang agak rapat pada antarmuka sehingga menghasilkan
suatu lapisan antarmuka yang stabil (Lachman et al., 1994). Formulasi ini menggunakan
emulgator Span 80 dan Croduret 50 karena secara luas digunakan dalam kosmetik sebagai
surfaktan nonionik lipofilik dan nonionik hidrofilik. Emulgator nonionik relatif aman karena
toksisitas dan sifat mengiritasinya rendah

Propilenglikol digunakan sebagai co-surfaktan dalam proses emulsifikasi, selain itu


propilenglikol juga digunakan sebagai humektan yang digunakan untuk menjaga kelembaban.

Anda mungkin juga menyukai