Anda di halaman 1dari 15

KELUARGA BERENCANA, KONTRASEPSI

DAN INFERTILITAS

BAB X
KONSELING KELUARGA BERENCANA

A. PENDAHULUAN

Konseling kepada klien mengenai pemilihan kontrasepsi menjadi


bagian penting dari pelayanan Keluarga Berencana (KB) yang berkualitas.
Melalui konseling, petugas kesehatan penyedia layanan membantu klien
memilih kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan fertilitas dan kesehatan
mereka.
Seringkali efek samping dari penggunaan kontrasepsi menjadi faktor
utama penyebab putus pakai. Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
melaporkan tingkat putus pakai kontrasepsi dalam satu tahun relatif tinggi,
dan meningkat dari 27% tahun 2012 menjadi 29% tahun 2017. Efek samping
timbul karena pilihan kontrasepsi yang kurang sesuai dan klien tidak
memahami bagaimana mengatasi efek samping.
Berdasarkan Laporan Family Planning 2020, kualitas konseling KB di
Indonesia masih rendah, di tingkat indeks informasi metode hanya 30% pada
tahun 2015-2017. Konseling yang baik dapat membantu ibu memilih
kontrasepsi yang sesuai dan mengatasi efek samping yang mungkin timbul.
Dengan kata lain, konseling Keluarga Berencana yang baik dapat
menurunkan tingkat putus KB dan meningkatkan keberhasilan pemakaian
alat kontrasepsi serta memerikan kepuasan dalam pemilihan alat kontrasepsi
(Binawan, n.d.).

B. KONSEP DASAR KONSELING


1. Pengertian Konseling
Pengertian Konseling Menurut Depkes (2002), konseling adalah
proses komunikasi antara seseorang (konselor) dengan orang lain
(pasien), dimana konselor sengaja membantu klien Keluarga Berencana
Dan Kontrasepsi dengan menyediakan waktu, keahlian, pengetahuan dan
informasi tentang akses pada sumbersumber lain. Konselor membantu
klien membuat keputusan atas masalah yang ada, proses ini dilaksanakan
secara terus menerus. Konseling merupakan komunikasi yang mampu
menghasilkan perubahan sikap (attitude change) pada orang yang terlihat
dalam komunikasi.

Dalam konteks pelayanan keluarga berencana, konseling adalah


sebuah proses yang membantu klien untuk memutuskan untuk ber-KB.
Jika klien ingin ber-KB, konseling membantunya memilih metode
kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi medisnya serta
yang klien dan keluarga inginkan (Matahari, 2018).

Salah satu bentuk atau tahapan dalam Komunikasi Informasi dan


Edukasi (KIE) adalah konseling. Konseling adalah proses komunikasi yang
dibangun oleh penyedia layanan ditujukan kepada klien atau pasangan
suami dan istri dengan kebutuhan ber-KB. Komunikasi memberikan
informasi kepada klien membantu mereka memahami kebutuhan
membatasi fertilitas, berbagai pilihan kontrasepsi, dan kondisi kesehatan
mereka.
Tujuan utama konseling membuat klien mampu mengambil
keputusan memilih jenis kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan
fertilitas dan kondisi kesehatan mereka, dan menyiapkan diri menjalani
dengan baik kesertaan dalam program KB.
Dalam memberikan konseling, penyedia layanan perlu mempunyai
keterampilan membangun relasi, empati, genuineness (kesesuaian tingkah
laku seseorang dengan perasaannya), penerimaan, kemajemukan kognitif,
mawas diri, kompetensi, dan sensitivitas terhadap keragaman budaya. Hal
ini dapat meningkatkan keberhasilan konseling.
Konseling KB bisa dilakukan pada perempuan dan pada Pasangan
Usia Subur (PUS), ibu hamil, ibu bersalin, dan ibu nifas. Konseling KB juga
dilakukan berkelanjutan dengan pendekatan siklus hidup manusia. Materi
dalam konseling dapat berupa pendidikan kesehatan reproduksi pada
remaja, konseling Wanita Usia Subur (WUS), konseling calon pengantin,
konseling KB pada ibu hamil/promosi KB pasca persalinan, pelayanan KB
pasca persalinan, dan pelayanan KB interval.
Tujuan komunikasi efektif adalah memberi kemudahan dalam
memahami pesan yang disampaikan antara pemberi dan penerima,
sehingga bahasa lebih jelas, lengkap, pengiriman dan umpan balik
seimbang, dan melatih penggunaan bahasa nonverbal secara baik.
Konseling merupakan unsur yang penting dalam pelayanan keluarga
berencana dan kesehatan reproduksi karena melalui konseling klien dapat
memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai
dengan pilihannya serta meningkatkan keberhasilan KB.
Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua
aspek pelayanan keluarga berencana dan bukan hanya informasi yang
diberikan pada satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan.
Teknik konseling yang baik dan informasi yang memadai harus diterapkan
dan dibicarakan secara interaktif sepanjang kunjungan klien dengan cara
yang sesuai dengan budaya yang ada (Kemenkes RI, 2014).

2. Tujuan Konseling KB
Konseling KB bertujuan membantu klien dalam hal sebgai berikut :

a. Menyampaikan informasi dari pilihan pola reproduksi.

b. Memilih metode KB yang diyakini oleh Keluarga

c. Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman dan efektif.

d. Memulai dan melanjutkan KB.

e. Mempelajari tujuan, ketidakjelasan informasi tentang metode KB


yangtersedia.
f. Memecahkan masalah, meningkatkan keefektifan individu dalam
pengambilan keputusan secara tepat .

g. Membantu pemenuhan kebutuhan klien meliputi menghilangkan


perasaan yang menekan/mengganggu dan mencapai kesehatan
mental yang positif.

h. Mengubah sikap dan tingkah laku yang negatif menjadi positif dan
yang merugikan klien menjadi menguntungkan klien.

i. Meningkatkan penerimaan.

j. Menjamin pilihan yang cocok .

k. Menjamin penggunaan cara yang efektif.

l. Menjamin kelangsungan yang lama.

3. Manfaat Konseling KB
Manfaat Konseling Konseling KB yang diberikan pada klien memberikan
keuntungan kepada pelaksana kesehatan maupun penerima layanan KB.
Adapun keuntungannya adalah :
a. Klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan
kebutuhannya.
b. Puas terhadap pilihannya dan mengurangi keluhan atau penyesalan.
c. Cara dan lama penggunaan yang sesuai serta efektif.
d. Membangun rasa saling percaya.
e. Menghormati hak klien dan petugas.
f. Menambah dukungan terhadap pelayanan KB.
g. Menghilangkan rumor dan konsep yang salah.

4. Prinsip Konseling KB
Prinsip konseling KB meliputi : percaya diri, Tidak memaksa, Informed
consent (ada persetujuan dari klien); Hak klien, dan Kewenangan.
Kemampuan menolong orang lain digambarkan dalam sejumlah
keterampilan yang digunakan seseorang sesuai dengan profesinya yang
meliputi : a. Pengajaran, b. Nasehat dan bimbingan, c. Pengambilan
tindakan langsung, d. Pengelolaan, dan e. Konseling (Kemenkes RI, 2014).

5. Hak Klien
Dalam memberikan pelayanan konseling, konselor KB harus
memahami benar hak calon akseptor KB. Hak-hak akseptor KB adalah
sebagai berikut:
a. Terjaga harga diri dan martabatnya.
b. Dilayani secara pribadi (privasi) dan terpeliharanya kerahasiaan.
c. Memperoleh informasi tentang kondisi dan tindakan yang akan
dilaksanakan.
d. Mendapat kenyamanan dan pelayanan terbaik.
e. Menerima atau menolak pelayanan atau tindakan yang akan
dilakukan.
f. Kebebasan dalam memilih metode yang akan digunakan.

6. Peran Konselor KB

Proses konseling dalam praktik pelayanan koseling terutama pada


pelayanan keluarga berencana, tidak terlepas dari peran konselor. Tugas
seorang konselor adalah sebagai berikut:

a. Sahabat, pembimbing dan memberdayakan klien untuk membuat


pilihan yang paling sesuai dengan kebutuhannya.

b. Memberi informasi yang obyektif, lengkap, jujur dan akurat tentang


berbagai metode kontrasepsi yang tersedia.

c. Membangun rasa saling percaya, termasuk dalam proses pembuatan


Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent) (Kemenkes RI,
2014).

C. MANAJEMEN KONSELING KELUARGA BERENCANA


Sebelum menerapkan langkah-langkah konseling KB, konselor KB
hendaknya memperhatikan beberapa sikap yang baik selama konseling, sikap ini
dikenal sebagai SOLER yaitu : (Matahari, 2018).

S Face your clients squarely (menghadap ke klien) dan


Smile/ nod at client (senyum/ mengangguk ke klien)
O Open and non-judgemental facial expression (ekspresi muka
menunjukkan sikap terbuka dan tidak menilai)
L Lean towards client (tubuh condong ke klien)
E Eye contact in a culturally-acceptable manner (kontak mata/ tatap mata
sesuai cara yang diterima budaya setempat)
R Relaxed and friendly manner (santai dan sikap bersahabat)

Pada konseling KB terdapat enam langkah konseling yang sudah dikenal


dengan kata kunci SATU TUJU. Penerapan langkah konseling KB SATU TUJU
tersebut tidak perlu dilakukan secara berurutan karena petugas harus
menyesuaikan diri dengan kebutuhan klien. beberapa klien membutuhkan lebih
banyak perhatian pada langkah yang satu dibanding dengan langkah yang
lainnya. Langkah konseling KB SATU TUJU yang dimaksud adalah sebagai
berikut :

SA SApa dan SAlam kepada klien secara terbuka dan sopan.


Berikan perhatian sepenuhnya kepada mereka dan berbicara ditempat
yang nyaman serta terjamin privasinya. Yakinka klien untuk
membangun rasa percaya diri. Tanyakan kepada klien apa yang dapat
dibantu serta jelaskan pelayanan apa yang dapat diperolehnya.
T Tanyakan pada klien informasi tentang dirinya. Bantu klien untuk
berbicara mengenai pengalaman KB dan kesehatan reproduksi serta
yang lainnya. Tanyakan kontrasepsi yang diinginkan oleh klien.
Dengan memahami kebutuhan, pengetahuan dan keinginan klien, kita
dapat membantunya
U Uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan jelaskan mengenai
kontasepsi yang mungkin diingini oleh klien dan jenis kontasepsi yang
ada
TU BanTUlah klien menentukan pilihannya. Bantulah klien berfikir
mengenai apa yang paling sesuai dengan keadaan kebutuhannya.
Dorong klien untuk menunjukan keinginannya dan mengajukan
pertanyaan. Tanggapi secara terbuka dan petugas mempertimbangkan
kriteria dan keinginan klienterhadap setiap jenis kontrasepsi.
Tanyakan apakah pasangannya akan memberikan dukungan dengan
pilihannya tersebut.
J Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi
pilihannya. Setelah klien memilih jenis kontrasepsinya, jika
diperlukan, perlihatkan alat/obat kontasepsinya. Jelaskan bagaimana
alat/obat tersebut digunakan dan cara penggunaannya. Lalu pastikan
klien untuk bertanya atau menjawab secara terbuka.
U Perlunya dilakukan kunjungan Ulang. Bicarakan dan buat perjanjian
kepada klien untuk kembali lagi melakukan pemeriksaan lanjutan atau
permintaan kontrasepsi jika dibutuhkan.

Konseling keluarga berencana dilakukan dengan menggunakan Alat


Bantu Pengambil Keputusan (ABPK). WHO mengembangkan lembar balik yang
telah diadaptasi bagi pengguna di Indonesia oleh STARH untuk memudahkan
konseling. ABPK membantu petugas melakukan konseling sesuai standar
dengan adanya tanda pengingat mengenai keterampilan konseling yang perlu
dilakukan dan informasi apa perlu diberikan oleh konselor, yang disesuaikan
dengan kebutuhan klien. ABPK mengajak klien bersikap lebih partisipatif dan
membantu mengambil keputusan.
Selama konseling mengenai keluarga berencana, bisa saja ditemukan
beberapa situasi yang dinilai sulit bagi konselor, kondisi seperti berikut : klien
tidak mau berbicara, klien tidak berhenti menangis
1. Klien tidak mau berbicara
2. Klien tidak berhenti menangis
3. Petugas konseling meyakini bahwa tidak ada penyelesaian bagi masalah
klien

4. Petugas konseling melakukan situasi kesalahan

5. Petugas konseling tidak mengetahui jawaban dari pertanyaan yang


diajukan klien.

6. Klien menolak bantuan petugas konseling

7. Klien tidak nyaman dengan jenis kelamin (gender)/umur/latar belakang,


suku, adat, dan sebagainya dari petugas konseling.

8. Waktu yang dimiliki petugas konseling terbatas

9. Petugas konseling tidak dapat menciptakan hubungan yang baik


10. Petugas konseling dan klien sudah saling kenal

11. Klien berbicara terus menerus dan tidak sesuai dengan pokok
pembicaraan
12. Klien menanyakan hal-hal yang sangat pribadi kepada petugas konseling.

13. Petugas konseling merasa dipermalukan dengan suatu topik pembicaraan

14. Klien terganggu konsentrasinya karena ada orang lain di sekitarnya

15. Petugas konseling belum dikenal oleh klien.

Hal-hal seperti contoh diatas sangat mungkin terjadi dimana saja, sehingga
dibutuhkan kedewasaan secara mental dan emosional serta penguasaan yang baik
dalam hal komunikasi dan materi yang dibutuhkan masyarakat sebagai calon
akseptor KB, sehingga tujuan dan fungsi konseling KB ini dapat tercapai dengan
efektif dan efisien.
Alat Bantu Pengambilan Keputusan ber-KB (ABPK) merupakan alat
penunjang dalam pemberian konseling KB. Penggunaan ABPK dalam konseling KB
bertujuan untuk mendorong klien untuk terlibat dalam pengambilan keputusan KB,
membantu penyedia layanan untuk memberikan informasi KB yang berkualitas, dan
mengoptimalkan interaksi yang positif antara penyedia layanan dengan klien. Selain
itu, ABPK memungkinkan konseling berjalan lebih terarah, konselor tidak
mendominasi konseling dan membuat waktu lebih efektif.
ABPK berbentuk lembar balik ABPK di mana satu sisi menampilkan gambar
dan informasi dasar untuk klien, sedangkan sisi lainnya menampilkan informasi
teknis yang lebih terperinci untuk penyedia layanan. Dalam membantu klien
mengambil keputusan ber-KB, penyedia layanan perlu memperhatikan hal-hal
berikut ini :
1. Klien adalah pengambil keputusan
2. Penyedia layanan membantu klien dalam menimbang berbagai informasi
mengenai KB
3. Penyedia layanan harus menghargai keinginan klien.
4. Penyedia layanan harus tahu langkah yang perlu diambil berikutnya untuk
dapat memberikan saran dan informasi yang tepat bagi klien.
Dalam pelaksanaan, konseling dengan ABPK dilakukan dengan prosedur berikut :
1. Persiapan
a. Sumber Daya Manusia (SDM)
Penyedia layanan (dokter atau bidan) merupakan aspek SDM utama dalam
pemberian konseling KB di fasilitas kesehatan. Dalam hal ini, penyedia
layanan
harus memiliki kesiapan informasi tentang KB dan metode pelaksanaanya
serta kesiapan psikologis saat berhadapan dengan klien.
b. Sarana penunjang
Konseling KB yang berkualitas perlu didukung dengan sarana penunjang.
Hal inidapat membantu proses komunikasi antara penyedia layanan dan
klien berjalan dengan baik. Sarana penunjang tersebut meliputi 1) ruangan
atau tempat konseling yang kondusif dan dapat dijangkau klien; 2) alat bantu
konseling KB berupa lembar balik ABPK.
c. Kriteria klien khusus
Pemberian konseling dengan prosedur ABPK dibedakan berdasarkan empat
kriteria khusus, yaitu laki-laki, perempuan yang mendekati masa menopause,
klien dengan disabilitas mental dan atau intelektual, dan klien dari
pernikahan dini (Auparay, 2019).

D. KONSELING KB PASCA PERSALINAN


Dalam pelayanan KB pasca persalinan, sebelum mendapatkan pelayanan
kontrasepsi klien dan pasangannya harus mendapatkan informasi dari petugas
kesehatan secara lengkap, jelas, dan benar agar dapat menentukan pilihannya
dengan tepat. Pelayanan KB pasca persalinan akan berjalan dengan baik bila
didahului dengan konseling yang baik, dimana klien berada dalam kondisi yang
sehat, sadar, dan tidak dibawah tekanan ataupun tidak dalam keadaan kesakitan.

Tempat Dan Waktu Konseling Pasca Persalinan


Konseling pasca salin dapat dilakukan di semua tempat yang memenuhi
syarat yaitu ruangan tertutup yang dapat menjamin kerahasiaan dan keleluasaan
dalam menyampaikan pemikiran dan perasaan serta memberikan rasa aman dan
nyaman bagi klien.

Poin Penting Yang Menjadi Perhatian Dalam Pelayanan KB Pasca Persalinan


1. Tetap memperomosikan ASI eksklusif

2. Memberikan informasi tentang waktu dan jarak kelahiran yang baik

3. Memastikan tujuan klien ber-KB apakah untuk membatasi jumlah anak atau
mengatur jarak kelahiran.

Dalam mekanisme pemberian materi konseling KB, hal-hal yang menjadi perhatian
konselor adalah :

1. Efektivitas dari metode kontrasepsi

2. Keuntungaan dan keterbatasan dari metode kontrasepsi

3. Kembalinya kesuburan setelah melahirkan

4. Efek samping jangka panjang dan jangka pendek

5. Kenali Gejala dan tanda yang membahayakan pasca pemasanagn atau


pemakaian KB

6. Kebutuhan untuk pencegahan terhadap infeksi menular seksual

7. Waktu dimulainya kontrasepsi pasca persalinan yang didasarkan pada status


menyusui dan metode kontrasepsi yang dipilih serta tujuan reproduksi, untuk
membatasi atau hanya untuk memberi jarak kehamilan.

ABPK merupakan panduan ideal yang berisi bahan pertimbangan dalam memilih
metode KB. ABPK disusun berdasarkan empat kriteria kondisi klien, yaitu klien
baru, klien yang membutuhkan perlindungan terhadap IMS, klien dengan
kebutuhan khusus, dan klien dengan kunjungan ulang. Berikut gambaran konseling
sesuai kondisi klien :
Skema 1 : Algoritme pemilihan KB pasca salin

KONTRASEPSI KB PASCA PERSALINAN UNTUK IBU MENYUSUI


Menyusui memberikan banyak dampak positif pada kesehatan dan
kesejahteraan ibu dan bayi, sehingga dalam pemilihan kontrasepsi KB pasca
persalinan harus menggunakan metode kontrasepsi yang tidak mengganggu
produksi ASI. Beberapa hal yang harus diinformasikan dalam konseling KB pasca
persalinan pada ibu menyusui adalah sebagai berikut :

ABPK merupakan panduan ideal yang berisi bahan pertimbangan dalam


memilih metode KB. ABPK disusun berdasarkan empat kriteria kondisi klien,
yaitu klien baru, klien yang membutuhkan perlindungan terhadap IMS, klien
dengan kebutuhan khusus, dan klien dengan kunjungan ulang. Berikut gambaran
konseling sesuai kondisi klien :
Kondisi Klien Gambaran Penyedia Layanan dalam Konseling

Melakukan pemeriksaan rutin sebagai bentuk follow-up kondisi


Klien yang Kembali klien tanpa masalah
tanpa masalah • Memeriksa kondisi klien dengan pemakaian metode KB yang
telah dipilih.
• Memeriksa dampak dari pemakaian metode yang dipilih
terhadap diri klien dan hubungannya dengan pasangan.

Memeriksa kondisi klien dengan pemakaian metode KB yang


Klien yang Kembali telah dengan masalah dipilih.
dengan masalah • Pemeriksaan terhadap dampak dari pemakaian metode yang
dipilih terhadap diri klien dan hubungannya dengan pasangan.
• Identifikasi masalah yang dihadapi oleh klien dengan tujuan
membantu mengatasi masalah tersebut.

Pembahasan dalam sesi konseling dapat fokus pada metode yang


memiliki pilihan metode telah menjadi pilihan dari klien.
• Diskusikan metode pilihan klien untuk memastikan
Klien baru yang telah pemahamannya terhadap metode tersebut.
• Pastikan bahwa klien memahami dampak dari pilihannya.
memiliki metode
• Periksa kembali keputusan klien, apakah keputusan ini telah
didiskusikan dengan pasangan.
• Berikan dukungan kepada pilihan klien, sembari meluruskan
beberapa pemahaman informasi yang kurang tepat.
• Diskusikan tantangan yang mungkin muncul dalam
penggunaan metode tersebut. Bersama dengan klien, susunlah
rencana yang matang agar pilihan klien ini dapat berjalan
dengan baik dan optimal.

Menggali kondisi klien saat ini, rencana-rencananya, serta hal-hal


Klien baru yang belum yang penting bagi dirinya maupun pasangan.
memiliki pilihan metode • Mengenalkan berbagai metode KB yang dapat digunakan
kepada klien.
• Diskusikan bersama dengan klien metode KB yang sesuai
dengan kondisi, situasi, dan hal-hal penting yang diutamakan
baginya. Dalam hal ini, ajak klien untuk masuk ke tahapan
memfokuskan masalah (focusing) dan membangkitkan
motivasi (evoking).
• Berikan dukungan dalam bentuk afirmasi mengenai
pemahaman dan pertimbangan klien dalam pengambilan
keputusannya. Usahakan untuk tidak memberikan instruksi
atau mengerucutkan klien pada satu pilihan metode sebelum
klien mempertimbangkan jenis pilihan lainnya yang sesuai
dengan kondisinya saat ini.
• Diskusikan dengan klien hal-hal yang menjadi kekhawatiran
dan hambatannya dalam memilih ataupun melaksanakan
metode KB. Dalam hal ini, ajak klien untuk memikirkan
langkah-langkah yang dapat digunakan untuk mengatasi
hambatan tersebut.
• Jika diperlukan, minta klien untuk membuat catatan mengenai
hal-hal penting yang didiskusikan dalam sesi konseling
tersebut.
Catatan ini dapat menjadi pegangan maupun arahan bagi klien
dalam melaksanakan keputusannya ketika sesi konseling telah
selesai.

Tabel 1 : Kondisi Klien Gambaran Penyedia Layanan dalam Konseling

Evaluasi Konseling KB
a. Evaluasi kegiatan konseling KB
Evaluasi penyedia layanan dalam memberikan konseling KB kepada klien di
fasilitas kesehatan dapat dilakukan dengan menanyakan:
 Tingkat kenyamanan klien untuk membicarakan masalahnya dengan
penyedia layanan
 Tingkat pemahaman klien tentang program KB berdasarkan informasi
penyedia layanan
 Tingkat pemahaman penyedia layanan terhadap kebutuhan klien, dan
 Tingkat efektivitas konseling dalam membantu klien mengambil
keputusan
b. Pemantauan kepatuhan klien dalam menggunakan KB
Kesiapan klien dan pasangan mempengaruhi kepatuhan klien dalam
menggunakan KB. Kesiapan tersebut dapat dinilai dari klien yang mencari
informasi mengenai kondisi dirinya; mencari informasi mengenai metode KB dan
karakteristiknya; memulai proses pemilihan metode KB dengan pendampingan
profesional dari penyedia layanan; mengubah gaya hidup agar lebih sesuai
dengan metode KB yang dipilih (Binawan, n.d.).
DAFTAR PUSTAKA

Auparay, D. (2019). Teknik Konseling Keluarga Berencana. BKKBN.

Binawan, M. (n.d.). Modul Pelatihan Pelayanan Kontrasepsi Bagi Dokter dan Bidan Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Matahari, R. (2018). Buku Ajar Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. CV. Pustaka Ilmu
Group.

RI, K. (2014). Pedoman Pelayanan KB Pasca Persalinan di Fasilitas Kesehatan.


Kementerian Kesehatan RI.

Ritonga, E. (2023). Konseling Keluarga Berencana.


BIODATA PENULIS

Dwi Yanthi, SKep, Ns., M.Sc


Lahir di Bandung, pada 19 September 1966, lebih akrab dipanggil Ibu Wiwik,
sekarang berdomisili di Kendari, adalah perawat yang pernah bertugas di RSU
Propinsi Kendari dan sekarang menjadi pengajar di Jurusaan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Kendari. Menyelesaikan Pendidikan terakhir Magister
Kesehatan di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Fakultas Kedokteran, Jurusan
Ilmu Kesehatan Masyarakat, Konsentrasi Kedokteran Klinik, Peminatan Maternal
Perinatal (tahun 2012). Aktif menjadi pengurus PPNI (Persatuan Perawat Nasional
Indonesia) pada DPW PPNI Propinsi Sulawesi Tenggara, serta aktif melakukan
kegiatan Tri Darma Perguruan Tinggi dan menulis buku referensi bahan ajar yang
berhubungan dengan mata kuliah yang diampu.

Anda mungkin juga menyukai