Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL

Analisis Perilaku Stigma Gamgguan Mental dalam film It’s Okay to Not be Okay
karya Jo Young Menggunakan Metode Analisis Semiotika Ferdinand de Saussure
dan Penerapannya dalam Pendidikan Sekolah Luar Biasa (SLB)

Dosen Pengampu: Dr. Lusi Komala Sari S.Pd.,


M.Pd.

Disusun Oleh:
Taufiqurrahman (12111214181)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU 2023

1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Film sebagai salah satu media massa yang mempunyai kekuatan

untuk menjangkau banyak segmen sosial, karena film dianggap mampu

memenuhi permintaan dan selera hiburan masyarakat. Film dapat

memproduksi pesan yang akan dikomunikasikan lewat pemanfaatan

teknologi kamera, warna, dialog, sudut pengambilan gambar, musik dan

suara menjadi tampilan audio dan visual yang terekspresikan menjadi

sebuah karya seni dan sastra yaitu bagaimana adegan satu dengan adegan

yang lain dirangkai membentuk cerita film sehingga isi pesan dalam film

yang disampaikan mudah dipahami oleh penonton. Pertama kali film lahir

di pertengahan abad ke-19 dibuat dengan bahan dasar seluloid yang sangat

mudah terbakar (Effendy, 2014: 11). Perjalanan film juga melalui waktu

yang panjang, dimulai dari film hitam-putih dan tanpa suara atau “film

bisu” sampai pada film berwarna serta bersuara seperti umumnya film saat

ini. Perkembangan film saat ini semakin pesat seiring dengan

berkembangnya teknologi yang menunjang pembuatan dan penyimpanan

sebuah film. Pesatnya perkembangan film dapat dilihat dari semakin

banyaknya genre film yang bermunculan seperti action,

adventure,drama,animation, comedy, romance, mistery, crime,

documentary, horror, biography, thriller dan lain-lain.

Film drama adalah sebuah karya sastra yang menceritakan suatu

kisah, watak, tingkah laku manusia melalui peran maupun dialog yang

ditunjukkan di atas panggung atau melalui pengambilan dokumentasi

dalam bentuk video yang kemudian ditayangkan pada sebuah film atau

drama itu sendiri. Kisah dan cerita dalam drama mengandung konfliknya
2
masing-masing yang bergantung pada bagaimana alur yang dikarang atau

ingin disampaikan oleh sang penulis dari drama tersebut.

Drama Korea atau biasa disebut dengan K-drama mengacu kepada

jenis drama televisi yang ada di Korea, dalam sebuah format miniseri, yang

di produksi dalam bahasa Korea, It’s Okay To Not Be Okay adalah salah

satu seri televisi Korea Selatan di tahun 2020 yang tayang dua kali dalam

seminggu yakni pada hari Sabtu dan Minggu pukul 21.00 WSK (Waktu

Standar Korea) dari mulai tanggal 20 Juni hingga tanggal 9 Agustus 2020.

Drama Korea It’s Okay To Not Be Okay ini dapat dikatakan sebagai salah

satu dari sekian banyaknya drama Korea yang sangat menarik bagi peneliti,

karena dalam drama Korea tersebut ternyata sebuah tanda mampu mengirim

pesan yang mana mengakibatkan penerima pesan (komunikan) tersebut

mengalami gangguan pada kesehatan mentalnya. Dan karena lambang

tersebut pula mampu menguak misteri dalam drama Korea tersebut.

Dibandingkan dengan film barat, film drama Korea ini dirasakan oleh

peneliti lebih banyak penggemarnya yang sangat antusias untuk terus

menyaksikan dan menonton drama Korea ini, selain itu juga drama Korea

lebih mengenal dan lebih sesuai dengan kehidupan nyata masyarakat

Indonesia pada umumnya.

Semiotika merupakan ilmu tentang ketandaan yang merupakan studi

tentang makna keputusan. Dalam semiotika tanda-tanda tersebut

menyampaikan sebuah informasi yang bersifat komunikatif. Semiotika ini

kedudukannya dapat menggantikan suatu hal yang lain, yang dapat

dipikirkan dan juga dibayangkan. Semiotika erat hubungannya dengan

komunikasi. Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan informasi

baik kepada individu maupun kelompok, yang dapat berupa verbal maupun
3
non verbal. Peneliti tertarik untuk melakukan kajian lebih mendalam

tentang semiotika dalam drama korea It’s Okay To Not Be Okay.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti sangat tertarik untuk

menganalisis drama Korea It’s Okay To Not Be Okay dengan menggunakan

metode penelitian deskriptif kualitatif. Untuk itu peneliti memilih judul

“ANALISIS SEMIOTIKA PADA DRAMA KOREA IT’S OKAY TO NOT

BE OKAY”.

B. Fokus Masalah

Drama korea belakangan ini sangat diminati oleh berbagai

kalangan. Terlebih isu-isu yang di angkat merupakan realitas nyata dari

kehidupan masyarakat, salah satunya isu kesehatan mental. Dimana isu

tersebut mulai jadi perbincangan masyarakat, terkhusus anak muda.

Berdasarkan tingkat produksinya, saat ini, tidak sedikit drama korea

bergenre mental healing atau kesehatan mental justru memberikan pesan

melalui gambar audio visual yang terkesan memicu terjadinya gangguan

mental pada seseorang menjadi parah. Berdasarkan konteks masalah

yang telah peneliti uraikan sebelumnya, maka fokus masalah dalam

penelitian ini ialah :

1. Bagaimana perilaku pengidap gangguan mental yang memaknakan

jenis gangguan mental pada drama korea yang berjudul It’s Okay

To Not Be Okay yang ditinjau dari semiotika Ferdinand de

Saussure?

2. Bagaimana penerapan analisis terhadap pengidap gangguan mental

pada drama korea yang berjudul It’s Okay To Not Be Okay agar bias

digunakan dalam dunia pendidikan SLB yang ditinjau dari Semiotika

4
Ferdinand de Saussure?

C. Tujuan Masalah

Sesuai dengan rumusan masalah dan analisa yang digunakan,


penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui apa saja perilaku stigma terhadap pengidap

gangguan mental pada drama korea It‟s Okay To Not Be Okay

yang ditinjau dari semiotika Ferdinand de Saussure

2. Untuk mengetahui cara menghadapi pengidap gangguan mental

yang memaknakan jenis gangguan mental contohnya pada drama

korea yang berjudul It‟s Okay To Not Be Okay untuk diterapkan

dalam dunia pendidikan SLB yang ditinjau dari semiotika

Ferdinand de Saussure.

D. Manfaat Penelitan

Manfaat Penelitian yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah


sebagai berikut:
1. Secara teoritis:

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan serta

informasi terkait penggunaan analisa semiotika pada film

yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

pembelajaran dalam ruang lingkup studi komunikasi dan

lainnya, serta diharapkan dapat menjadi referensi bacaan bagi

yang membutuhkan.

b. Dijadikan sebagai rujukan dan referensi pada penelitian-

penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian

ini.

5
2. Manfaat Praktis Penelitian

a. Bagi penulis penambah wawasan serta pengalaman penulis

terkait kajian analisis semiotika Ferdinand de Saussure

yang mencoba mengkaji. mengenai stigma gangguan mental

yang ditampilkan dalam drama korea It’s Okay To Not Be

Okay.

b. Bagi program studi sebagai bahan masukan untuk

pengembangan ilmu pengetahuan yang telah ada serta dapat

menambah bahan bacaan.

6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Semiotika
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang suatu tanda (sign).

Dalam ilmu komunikasi “tanda” merupakan sebuah interaksi makna yang

disampaikan kepada orang lain melalui tanda-tanda. Dalam berkomunikasi

tidak hanya dengan bahasa lisan saja namun dengan tanda tersebut kita juga

dapat berkomunikasi. Sebuah bendera, sebuah lirik lagu, sebuah kata, suatu

keheningan, gerakan syaraf, peristiwa memerahnya wajah, rambut uban,

lirikan mata, semua itu dianggap suatu tanda. Supaya tanda dapat di pahami

secara benar membutuhkan konsep yang sama agar tidak terjadi salah

pengertian. Namun sering kali masyarakat mempunyai pemahaman sendiri-

sendiri tentang makna suatu tanda dengan berbagai alasan yang melatar

belakanginya.

Ferdinand de Saussure (1857-1913) memaparkan semiotika didalam

Course in General Lingustics sebagai “ilmu yang mengkaji tentang peran

tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial”. Pembahasan pokok pada teori

Saussure yang terpenting adalah prinsip yang mengatakan bahwa bahasa

adalah suatu sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun dari dua bagian, yaitu

signifier (penanda) dan signified (petanda). Tanda merupakan kesatuan dari

suatu bentuk penanda (signifer) dengan sebuah ide atau petanda (signified).

Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang

bermakna”. Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa : apa yang

dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Sedangkan petanda

adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep (Bertens, 2001:180, dalam

Sobur, 2013:46).

7
Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya

sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. kan kepada permainan

individual dari setiap pemain musik. Untuk memahami bahasa, harus dilihat

secara “sinkronis”, sebagai sebuah jaringan hubungan antara bunyi dan

makna. Kita tidak boleh melihatnya secara atomistik, secara individual

( Sobur, 2016:44).

Menurut Saussure tanda-tanda kebahasaan, setidak-tidaknya memiliki

dua buah karakteristik primordial, yaitu bersifat linier dan arbitrer (Budiman,

1999 : 38). Tanda dalam pendekatan Saussure merupakan manifestasi

konkret dari citra bunyi dan sering diidentifikasi dengan citra bunyi sebagai

penanda. Jadi penanda (signifier) dan petanda (signified) merupakan unsur

mentalistik. Dengan kata lain, di dalam tanda terungkap citra bunyi ataupun

konsep sebagai dua komponen yang tak terpisahkan. Prinsip-prinsip

linguistik Saussure dapat disederhanakan ke dalam butir-butir pemahaman

sebagai sebagai berikut :

1. Bahasa adalah sebuaha fakta sosial.

2. Sebagai fakta sosial, bahasa bersifat laten, bahasa bukanlah

gejalagejala permukaan melainkan sebagai kaidah-kaidah yang

menentukan gejala-gejala permukaan, yang disebut sebagai langue.

Langue tersebut termanifestasikan sebagai parole, yakni tindakan

berbahasa atau tuturan secara individual.

3. Bahasa adalah suatu sistem atau struktul tanda-tanda. Karena itu,

bahasa mempunyai satuan-satuan yang bertingkat-tingkat, mulai dari

fonem, morfem, klimat, hingga wacana.

8
4. Unsur-unsur dalam setiap tingkatan tersebut saling menjalin melalui

cara tertentu yang disebut dengan hubungan paradigmatik dan

sintagmatik.

5. Relasi atau hubungan-hubungan antara unsur dan tingkatan itulah yang

sesungguhnya membangun suatu bahasa. Relasi menentuka nilai, makna,

pengertian dari setiap unsur dalam bangunan bahasa secara keseluruhan.

6. Untuk memperoleh pengetahuan tentang bahasa yang prinsip-

prinsipnya yang telah disebut diatas, bahasa dapat dikaji melalui suatu

pendekatan sikronik, yakni pengkajian bahasa yang membatasi fenomena

bahasa pada satu waktu tertentu, tidak meninjau bahasa dalam

perkembangan dari waktu ke waktu (diakronis).

B. stigma

Teori Stigma oleh Emile Durkheim pada bukunya yang berjudul

The Division of Labor in Society sebagaimana dikutip oleh Riniwaty,

pada awalnya, muncul ketika menggunakan kajian sosiologi untuk

menguji bagaimana hukuman bagi pelaku kriminal. Kemudian, konsep

stigma diperkenalkan oleh Goffman. Goffman mengartikan stigma

sebagai sebuah proses berdasarkan konstruksi identitas sosial. Individu

yang dimaksudkan dan terkait dengan kondisi penstigmaan berpindah

dari normal menjadi discredit, selain itu ia juga menjelaskan jika

individu yang terkena stigma ialah mereka yang tidak mendapatkan

penerimaan sosial secara penuh dari lingkungannya yang secara terus

menerus berusaha untuk menyesuaikan identitas sosial mereka. Dari

Goffman ia memberikan pondasi dasar dari keseluruhan badan kajian

stigma.
9
Meskipun konsep stigma diperkenalkan oleh Goffman,

historisitas dan fungsi stigma terus dikembang serta direvisi seiring

perkembangan zaman, cukup banyak pakar ahli yang ikut berkontribusi

dalam pengembangan stigma. Diantaranya ialah, Bruce G.Link dan Jo

C.Phelan. Model utama yang digunakan untuk data observasi stigma

akan penulis adaptasi dari Link dan Phelan 2001.

Link dan phelan (2001) mendefinisikan konseptual stigma ialah,

pertama- tama mereka memposisikan stigma sebagai hubungan antara

atribut dan stereotip, lalu hubungan keduanya diperluas agar makna

lebih luas dan dapat ditangkap. Dari proses tersebut, Link dan Phelan

mengajukan bahwa stigma menjadi ada ketika labeling, stereotipyping,

separation, status loss dan diskriminasi yang saling bertautan

sedemikian rupa bertemu dalam sebuah power situation. Selain peran

kekuasaan, Link dan Phelan juga menyatakan bahwa sikap, emosi dan

kepercayaan yang bersamaan dengan perbedaan serta kekuatan

merupakan pendorong utama proses stigma. Biasanya stigma ini

ditujukan kepada mereka yang berbeda, perbedaan disini bisa

menyangkut fisik, pola pikir, kesehatan, bahkan agama sekalipun. Tanda

yang melekat pada orang-orang atau individu yang berbeda ini menjadi

sesuatu yang dianggap tidak normal dan tidak wajar sehingga harus

diberikan perbedaan perlakuan di wilayah tempat tinggalnya atau

lingkungan sosial.

C. Gangguan Mental

Gangguan kesehatan mental merupakan kondisi dimana

seseorang individu mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dirinya

10
dengan kondisi di sekitarnya. Ketidakmampuan dalam memecahkan

sebuah masalah sehingga menimbulkan setres yang berlebih menjadikan

kesehatan mental individu tersebut menjadi lebih rentan dan akhirnya

dinyatakan terkena sebuah gangguan kesehatan mental.

Sederhananya, gangguan jiwa dan gangguan mental dapat

dikatakan sebagai sebuah perubahan pada fungsi jiwa seseorang. Hal ini

yang akan menjadi hambatan dan penderitaan bagi seseorang yang

menderita gangguan jiwa, terutama pada saat bersosialisasi di

lingkungannya. Gangguan jiwa terbagi dalam beberapa jenis yang

nantinya menyebabkan si penderita atau pasien gangguan jiwa akan

mendapatkan bermacam-macam perlakuan dari orang-orang sekitar serta

lingkungannya.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 18 Tahun.

2014 menjelaskan, orang dengan gangguan jiwa atau yang disingkat

ODGJ adalah orang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan

perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan

perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan

penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai

manusia.

1. Penyebab gangguan mental

Secara khusus, penyebab terjadinya penyakit mental belum

ditemukan secara karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Namun

dalam beberapa penelusuran, penyebab utama seseorang dapat diindikasi

menderita gangguan mental adalah di badan atau somatogenik, di

lingkungan sosial atau sosiogenik dan psikologis atau psikogenik. Dalam


11
beberapa kasus biasanya tidak ada penyebab tunggal, akan beberapa

penyebab biasanya berasal dari beberapa unsur yang saling

mempengaruhi sehingga hal tersebut yang menjadi pemicu seseorang

menderita gangguan mental.

2. Jenis-jenis gangguan mental

Gangguan mental dan penyakit mental memiliki jenis dan tipe yang

berbeda tergantung tingkat keparahannya. Beberapa jenis penyakit pada

gangguan mental tersebut antara lain : Skizofernia, Anxiety

Disorder (Paranoid), Depresi, Bipolar Mood Disorder, Trauma,

Personality Disorder dan kelainan pada makan.

D. Drama Korea

Drama korea bisa dikatakan sebagai cerita fiksi yang

mengungkapkan berbagai macam permasalahan masyarakat korea

selatan. Biasanya drama korea ini diproduksi di Negara korea selatan

tersebut kemudian ditayangkan di televisi korea selatan sebelum

akhirnya disebar keseluruh dunia. Drama korea masuk ke dalam hallyu

wave (sebutan untuk kebudayaan korea selatan) yang paling banyak

digemari selain music k-pop.

Secara umum, setiap drama korea yang diproduksi memiliki

genre yang berbeda-beda, diantaranya seperti genre komedi, action,

kesehatan, sejarah dan banyak lagi. Drama korea secara fisik hadir

dalam bentuk cerita bersambung yang biasanya terdiri dari 8 hingga 32

episode untuk satu judul drama. Yang mana pada setiap episode tersebut

memiliki durasi dari 40 hingga 90 menit. Nantinya setiap episode selalu

memiliki alur cerita yang menarik, tidak bertele-tele dan menegangkan


12
bahkan membuat penonton penasaran pada episode selanjutnya. Hal

inilah yang menjadikan drama korea memiliki daya tarik tersendiri.

Drama dan film korea sangat diterima dengan baik oleh

masyarakat Indonesia. Hal ini menyebabkan banyaknya stasiun

televisi Indonesia yang berlomba lomba menayangkan drama korea

atau K-drama tersebut di channel mereka. Tentu bagi pencinta drama

korea hal ini menjadi kabar baik, karena masyarakat tidak perlu lagi

mengunduh drama korea tersebut dari platform illegal. Bahkan untuk

penayangan di televisi pun sudah ada suara berbahasa Indonesia tentu ini

sangat memudahkan penonton dalam memahami isi dari dalam alur

cerita tersebut.

E. Pendidikan Sekolah Luar Biasa

Menurut suparno (2007), Sekolah Luar Biasa adalah pendidikan

bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti

proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental sosial,

tetapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Menurut

Mangunsong (1998), Sekolah Luar Biasa adalah bagian terpadu dari

sistem pendidikan nasional yang secara khusus diselenggarakan bagi

peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau kelainan

perilaku.

Menurut Undang-undang RI No.2 Tahun 1989 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, pengertian Sekolah Luar Biasa adalah lembaga

pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak tuna

atau cacat. Negara kita telah memiliki Sekolah Luar Biasa untuk anak

tunanetra, tunarungu dan tunawicara, tunadaksa, tunalaras, tunaganda


13
dan anak terbelakangan.

Menurut Santoso (2012), terdapat dua jenis sistem pendidikan di

Sekolah Luar Biasa, yaitu sebagai berikut:

a. Sistem Pendidikan Segregasi

Sistem pendidikan dimana anak berkelainan terpisah dari

sistem pendidikan anak normal. Penyelenggaraan sistem pendidikan

segregasi dilaksanakan secara khusus dan terpisah dari

penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal.

Keuntungan sistem pendidikan segregasi, yaitu:

1. Rasa ketenangan pada anak luar biasa.

2. Komunikasi yang mudah dan lancar.

3. Metode pembelajaran yang khusus sesuai dengan kondisi dan

kemampuan anak.

4. Guru dengan latar belakang pendidikan luar biasa.

5. Sarana dan prasarana yang sesuai.

Kelemahan sistem pendidikan segregasi, yaitu:

1. Sosialisasi terbatas.

2. Penyelenggaraan pendidikan yang relatif mahal.

b. Sistem Pendidikan Integrasi

Sistem pendidikan luar biasa yang bertujuan memberikan

pendidikan yang memungkinkan anak luar biasa memperoleh

kesempatan mengikuti proses pendidikan bersama dengan siswa normal

agar dapat mengembangkan diri secara optimal.

Keuntungan sistem integrasi, sebagai berikut:

14
1. Merasa diakui haknya dengan anak normal terutama dalam memperoleh

pendidikan.

2. Dapat mengembangkan bakat, minat dan kemampuan secara optimal.

3. Lebih banyak mengenal kehidupan orang normal.

4. Mempunyai kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang

lebih tinggi.

5. Harga diri anak luar biasa meningkat.

Pendidikan luar biasa berarti pembelajaran yang dirancang secara

khusus untuk memenuhi kebutuhan yang unik dari anak kelainan fisik.

pendidikan luar biasa adalah program pembelajaran yang disiapkan untuk

memenuhi kebutuhan unik dari individu siswa. Mungkin mereka

memerlukan penggunaan bahan-bahan, peralatan, layanan, dan/atau

strategi mengajar yang khusus..

Sekolah Luar Biasa adalah sebuah lembaga pendidikan formal yang

melayani pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Sebagai

lembaga pendidikan SLB dibentuk oleh banyak unsur yang diarahkan

untuk mencapai tujuan pendidikan, yang proses intinya adalah

pembelajaran bagi peserta didik. Jadi SLB merupakan lembaga

pendidikan khusus yang menyelenggarakan program pendidikan bagi

anak berkebutuhan khusus.

15
F. Penelitian yang Relavan

Untuk mendapatkan bahan perbandingan serta acuan perlu

adanya penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian saat ini.

Dengan itu juga bertujuan untuk menghindari adanya kesamaan atau

mengulangi penelitian terdahulu, maka peneliti akan mencantumkan

hasil-hasil penelitian yang terdahulu dan bisa dikatakan relevan dengan

penelitian saat ini, penelitian tersebut ialah :

NO. Nama Jurnal Persamaan Perbedaan


1. Jurnal yang ditulis oleh Jenis penelitian Penelitian terdahulu
Muhammad Alif Agisa, deskriptif kualitatif, menggunakan Roland
dkk, membahas soal Barthez, pada penelitian
Judul : “Analisis gangguan jiwa. saat ini menggunakan
Semiotika Roland semiotika Ferdinand de
Barthes mengenai Saussure. Objek penelitian
Pseudobulbar Affect terdahulu pada Film Joker
dalam Film Joker” 2019 penelitian yang
dilakukan oleh penulis
saat ini ialah Drama Korea
It’s Okay To Not Be Okay.
2. Jurnal yang ditulis oleh Menggunakan Penelitian terdahulu fokus
Putra Chaniago, S.sos analisa semiotika representasi pendidikan
Judul : “Representasi Ferdinand de karakter, penelitian saat
Pendidikan Karakter Saussure, jenis ini fokus pada stigma
Dalam Film Surau dan penelitian deskriptif gangguan mental, objek
Silek (Analisis kualitatif. penelitian, penelitian
Semiotika Ferdinand de terdahulu pada film Surau
Saussure)” dan Silek, penelitian saat
ini pada drama korea It’s
Okay To Not Be Okay.

1.1 Tabel Perbandingan Penelitian Terdahulu


16
3. Jurnal yang ditulis oleh Persamaan penelitian sebelumnya menggunakan
Heidy Arviani, Natasya terdahulu dengan analisa semiotika model
Candraditya Subardja, penelitian saat ini Charles Sanders Pierce.
Jessica Karisma Perdana ialah terletak pada Pokok pembahasan terletak
Judul : “Mental objek penelitian, pada penyembuhan mental
Healing dalam yaitu sama-sama atau mental healing pada
Drama Korea It’s meneliti drama penderita gangguan mental
Okay To Not Be korea yang berjudul yang ada pada drama korea
Okay” It’s Okay To Not Be tersebut, pada penelitian
Okay. saat ini ialah stigma yang
Persamaan terjadi kepada penderita
berikutnya terletak gangguan mental yang ada
pada jenis penelitian pada drama korea yang
yang kualitatif berjudul It’s Okay To Not
deskriptif. Be Okay.

17
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif, menurut Denzin dan

Lincoin (1994) menyatakan bahwa, penelitian kualitatif adalah

penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud menafsirkan

fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai

metode yang ada. Nantinya data yang dihasilkan bisa berbentuk hasil

wawancara, fotografi, catatan di lapangan, dokumentasi rekaman resmi

lainnya.

Dalam penelitian ini nantinya penulis menggunakan analisis

semiotika model Ferdinand de Saussure yang mengembangkan dua

sistem yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified) serta makna

yang terkandung dan yang ingin disampaikan. Jonathan Culler dalam

buku yang berjudul “Saussure” menjelaskan tentang bagaimana

Ferdinand de Saussure menjawab tentang apa yang akan ia gambarkan

melalui penand dan pertanda.

B. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini ada dua, sebagai berikut :

1. Data primer

Data primer merupakan data yang berasal dari sumber asli.

Sumber data primer dalam penelitian ini yaitu data kualitatif berupa

audio dan visual dalam bentuk drama korea yang berjudul It’s Okay

To Not Be Okay. Dalam penelitian yang berjudul “Analisis

Semiotika Ferdinand de Saussure pada Drama Korea It’s Okay To

Not Be Okay (Analisis Perilaku Komunikasi Stigma Gangguan

18
Mental)”.

2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang tidak langsung didapat

pengumpul data dari pemberi data. Dalam hal ini data sekunder

hanya bersifat pelengkap dari data primer oleh sebab itu perlu ada

pertimbangan dan hati-hati dari peneliti untuk memilih serta

menyeleksi data sekunder dengan maksud agar sesuai dengan tujuan

penelitian.

Dalam penelitian ini data sekunder yang dipilih untuk

membantu penelitian ialah berupa buku, jurnal dan situs laman resmi.

Buku yang menjadi acuan seputar analisis semiotika ialah buku yang

berjudul “Saussure” karya Jonathan Culler. Kemudian untuk

referensi seputar stigma terhadap gangguan mental ialah buku milik

Bruce C.Link dan Jo C.Phelan yang berjudul “Conceptualizing

Stigma”.

C. Teknik Pengumpulan Data

Salah satu langkah terpenting dalam sebuah penelitian ialah

mengumpulkan data. Karena dalam kegiatan ini sangat menentukan

keberhasilan suatu penelitian, karena kualitas data ditentukan oleh

kualitas alat pengambilan data atau alat pengukurnya.

1. Dokumentasi

Untuk mendapatkan pemahaman makna dari alur cerita, maka

peneliti menonton dan mengamati drama korea yang berjudul It’s

Okay To Not Be Okay. Selanjutnya peneliti akan melakukan

dokumentasi dengan memotong atau menangkap gambar pada drama

19
korea It’s Okay To Not Be Okay yang terdapat adegan yang

menggambarkan perilaku tokoh yang melakukan stigma terhadap

tokoh gangguan mental. Kemudian dianalisa sesuai dengan analisa

semiotika model Ferdinand de Saussure.

2. Studi Literatur
Mengumpulkan data berupa literatur maupun dokumentasi

dari berbagai sumber seperti artikel, buku, dan jurnal yang relevan

dan dianggap bisa membantu penelitian.

D. Teknik Analisis Data

Analisis teks yang dipilih oleh peneliti bersifat kualitatif.

Sifat ini merupakan hasil dari proses penyederhanaan data dalam

bentuk yang lebih mudah untuk dipahami dan dibaca. Analisis dalam

penelitian ini adalah bentuk perilaku stigma konsep Link dan Phelan

(2001) yang terjadi dalam adegan terhadap tokoh pemeran gangguan

mental yang terdapat dalam drama korea yang berjudul It’s Okay To

Not Be Okay.

Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini ialah

Semiotika Ferdinand de Saussure. Berdasarkan teori semiotika

model Ferdinand de Saussure maka langkah- langkah yang

dilakukan oleh peneliti ialah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi objek berdasarkan penanda dan petanda,

dimana penanda menggambarkan isi komunikasi kemudian

petanda menjelaskan makna isi komunikasi.

2. Data yang diperoleh dari hasil penggambaran isi komunikasi dan

20
makna komunikasi kemudian dianalisis hubungannya dengan

realitas sosial.

3. Menarik kesimpulan dari hasil tahapan-tahapan yang sudah

diidentifikasi sebelumnya.

21

Anda mungkin juga menyukai