Anda di halaman 1dari 13

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR

KECAMATAN TUALAN HULU


Jalan Jenderal Sudirman No. 1 Sampit Kode Pos 74322

LAPORAN IMPLEMENTASI BUDAYA KERJA APARATUR SIPIL NEGARA


KECAMATAN TUALAN HULU KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara mengenai organisasi pemerintahan tentu hal pertama
yang akan terpikir oleh kita adalah mengenai budaya yang ada di dalamnya,
baik itu dari cara bekerja, hubungan sesama pegawai atau dengan
pemimpinnya, keramah tamahan pegawai, keterbukaan dengan hal-hal baru
dan sebagainya. Budaya di dalam instansi merupakan cerminan nilai-nilai,
norma-norma, perilaku dan sikap dari para anggotanya yang kemudian
menjadi sebuah pondasi kuat yang menggambarkan bagaimana para
pegawai dalam setiap aktivitas sehari-hari melaksanakan kewajibannya,
kegiatan yang dilaksanakan oleh para pegawai menjadi budaya kerja.
Sehingga dapat dikatakan bahwa budaya kerja merupakan suatu
pemahaman, sikap, perilaku, pola pikir, adat istiadat yang dianut dan
diterapkan oleh para pegawainya dalam melaksanakan pekerjaannya di
dalam organisasi tempat ia bekerja.
Budaya kerja merupakan nilai-nilai dalam sebuah organisasi dimana nilai
itu akan menentukan kualitas pekerjaan para pegawainya, apabila para
pegawai dapat bekerja dengan menerapkan budaya kerja produktif atau
budaya kerja positif maka dapat dipastikan para pegawai dapat meningkatkan
kemampuan kualitas kerjanya dan pelayanan yang diberikan baik itu kepada
instansi tempatnya bekerja atau juga kepada masyarakat. Tetapi, selain
budaya kerja positif terdapat juga budaya kerja negatif yang dilaksanakan
oleh para pegawai instansi pemerintah maupun swasta. Salah satu contoh
budaya kerja negatif di instansi pemerintah yaitu masih banyaknya pegawai
yang bermasalah dalam disiplin terutama dalam hal kehadiran ataupun dalam
penyelesaian tugas.
Pegawai pemerintah atau Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan roda
penggerak birokrasi dan juga sebagai abdi negara dan abdi masyarakat harus
dapat membentuk budaya kerja positif seperti melaksanakan tugasnya secara
efektif dan efisien sehingga citra para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang
selama ini dianggap negatif di mata masyarakat karena sering bermasalah
dengan kehadiran dan semangat kerja yang rendah sehingga harus
diperbaiki. Budaya kerja Aparatur Sipil Negara (ASN) yang rendah
diakibatkan dari kurangnya para pegawai dalam memaknai tugasnya sebagai
abdi negara dan abdi masyarakat hanya sebagai suatu pekerjaan rutin
sehingga tidak menjiwai bahwa sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) mereka
adalah orang yang harusnya dapat memberikan pelayanan terbaik kepada
masyarakat yang telah mempercayai mereka sebagai pengayom masyarakat.
Permasalahan yang sering terjadi dalam instansi pemerintah mengenai
budaya kerja Aparatur Sipil Negara (ASN) yaitu penilaian negatif dari
masyarakat mengenai kualitas pelayanan yang diberikan oleh para pegawai;
kurangnya tingkat disiplin pegawai sehingga pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat menjadi berkurang dan tidak memuaskan; nilai-nilai
budaya yang tidak dilaksanakan oleh para pegawai menambah citra negatif di
mata Masyarakat. Sama halnya seperti yang dijelaskan oleh The Liang Gee
(Moenir, 1983) yang menyatakan bahwa : “Dalam praktek, Pegawai Negeri
Sipil Di Indonesia pada umumnya masih banyak kekurangan yaitu kurang
mematuhi kedisiplinan pegawai, sehingga dapat menghambat kelancaran
pemerintahan dan pembangunan nasional, antara lain adalah masih adanya
jiwa kepegawaian dalam berfikir mengikuti kebiasaan, bukan terletak pada
kesatuan yang harmonis melainkan kesatuan pada bagian-bagian tersendiri,
mempunyai bentuk dan corak yang berbeda serta kurang menghargai
ketepatan waktu”.
Pernyataan The Liang Gee di atas telah dirasakan oleh masyarakat yang
kecewa terhadap pelayanan Aparatur Sipil Negara (ASN). Budaya kerja yang
negatif tersebut juga dapat terlihat dari pernyataan Badan Kepegawaian
Negara Republik Indonesia (BKN RI) pada Tahun 2017 telah mencatat bahwa
sebanyak 1.759 (Seribu tujuhratus limapuluh sembilan) Aparatur Sipil Negara
(ASN) telah dijatuhi hukuman disiplin, mulai dari hukuman dari tingkat berat,
sedang hingga ringan dengan rincian bahwa hukuman yang paling banyak
diberikan atas pelanggaran terhadap ketentuan jam kerja yaitu sekitar 570
(Limaratus tujuhpuluh) kasus sedangkan untuk pelanggaran lain karena
kasus tidak menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah dan martabat
Aparatur Sipil Negara (ASN), tidak melaksanakan tugas kedinasan yang
dipercayakan serta menyalahgunakan wewenang.
Penilaian negatif dari masyarakat mengenai budaya kerja pegawai perlu
dilakukan pengkajian kembali dengan upaya reformasi birokrasi secara
keseluruhan, sehingga budaya kerja Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi
lebih efisien dan efektif dan tentu saja dapat merubah pandangan negatif dari
masyarakat selama ini. Cara pandang Aparatur Sipil Negara (ASN) terhadap
budaya kerja akan sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku mereka
yang kemudian akan dicerminkan dari motivasi Aparatur Sipil Negara (ASN)
dalam bekerja, dedikasi, kreativitas dalam menjalankan tugasnya, serta
kemampuan dan komitmen yang tinggi tentu akan terlihat dalam setiap
kegiatan yang dilakukan setiap harinya sehingga pelayanan yang akan
diberikan kepada masyarakat akan memuaskan.
Berkaitan dengan hal tersebut, reformasi birokrasi bermakna sebagai
sebuah perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan
Indonesia. Selain itu, reformasi birokrasi juga bermakna sebagai sebuah
pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia dalam menyongsong tantangan
abad ke-21. Jika berhasil dilaksanakan dengan baik, reformasi birokrasi akan
mencapai tujuan yang diharapkan, di antaranya:
 mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap penyalahgunaan
kewenangan publik oleh pejabat di instansi yang bersangkutan;
 menjadikan negara yang memiliki most-improved bureaucracy;
 meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat;
 meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan kebijakan/program
instansi;
 meningkatkan efisiensi (biaya dan waktu) dalam pelaksanaan semua segi
tugas organisasi;
 menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif, dan efektif dalam
menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan strategis.
Reformasi birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur
negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas
umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Salah satu area perubahan
yang menjadi tujuan reformasi birokrasi adalah pola pikir (mind set) dan
budaya kerja (culture set). Pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set)
birokrat belum sepenuhnya mendukung birokrasi yang efisien, efektif dan
produktif, dan profesional. Selain itu, birokrat belum benar-benar memiliki pola
pikir yang melayani masyarakat, belum mencapai kinerja yang lebih baik
(better performance), dan belum berorientasi pada hasil (outcomes). Oleh
karena itu, perubahan mind set dan culture set akan mendorong birokrat ke
arah budaya yang lebih profesional, produktif, dan akuntabel.
Setiap perubahan diharapkan dapat memberikan dampak pada
penurunan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, pelaksanaan anggaran
yang lebih baik, manfaat program-program pembangunan bagi masyarakat
meningkat, kualitas pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik meningkat,
produktivitas aparatur meningkat, kesejahteraan pegawai meningkat, dan
hasil-hasil pembangunan secara nyata dirasakan seluruh masyarakat. Secara
bertahap, upaya tersebut diharapkan akan terus meningkatkan kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah. Kondisi ini akan menjadi profil birokrasi yang
diharapkan.
Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur mengusung nilai-nilai
dasar budaya kerja Aparatur Sipil Negara menjadi dasar penguatan budaya
kerja di instansi pemerintah untuk mendukung pencapaian kinerja individu
dan tujuan organisasi. Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah Daerah telah
mengatur budaya kerja Aparatur Sipil Negara Kabupaten Kotawaringin Timur
melalui Peraturan Bupati Kotawaringin Timur Nomor 14 Tahun 2023 tentang
Perubaha atas Peraturan Bupati Kotawaringin Timur Nomor 10 Tahun 2022
tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Sipil Negara untuk
mendorong perubahan sikap dan perilaku pejabat serta pegawai di
lingkungan Perangkat Daerah masing-masing agar dapat meningkatkan
kinerja untuk mempercepat pelaksanaan reformasi birokrasi.

B. Landasan Hukum
1. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010-2025.
2. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 39 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengembangan
Budaya Kerja.
3. Peraturan Bupati Kotawaringin Timur Nomor 14 Tahun 2023 tentang
Perubahan atas Peraturan Bupati Kotawaringin Timur Nomor 10 Tahun
2022 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Sipil
Negara.

C. Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dari penyusunan laporan implementasi ini adalah untuk
mengetahui sejauh mana pengembangan dan penerapan budaya kerja oleh
ASN dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, yakni terciptanya perubahan
pola pikir dan budaya kerja ASN menjadi budaya yang mengembangkan
sikap dan perilaku kerja yang berorientasi pada hasil (outcome) yang
diperoleh dari produktivitas kerja dan kinerja yang tinggi untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat.

II. KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN


1. Sosialisasi Nilai-Nilai Budaya Kerja
2. Penerapan Nilai-Nilai Budaya Kerja
3. Pengembangan Nilai-Nilai Budaya Kerja
III. HASIL YANG DICAPAI
A. Sosialisasi Nilai-Nilai Budaya Kerja
Membangun budaya kerja aparatur sipil negara (ASN) memerlukan
usaha berkelanjutan. Bukan sekadar sosialisasi, internalisasi nilai dasar (core
values) BerAKHLAK adalah taktik yang diperlukan agar bibit BerAKHLAK
dapat berkembang dengan subur.
Sosialisasi dan internalisasi budaya kerja, dalam konteks pelaksanaan
reformasi birokrasi, upaya pembangunan budaya kerja BerAKHLAK menjadi
aspek utama penguatan manajemen perubahan. Penguatan peran agen
perubahan (agent of change) dalam aktivasi budaya kerja ASN menjadi
sorotan penting. Komitmen yang kuat dari pimpinan dan setiap unsur
organisasi dalam mendorong perubahan dari berbagai aspek pelaksanaan
reformasi birokrasi dapat mentransformasi sistem kerja organisasi, pola pikir,
dan culture set ASN menjadi lebih adaptif, inovatif, responsif, dan
berintegritas selaras dengan perkembangan zaman dan kebutuhan
stakeholder yang semakin meningkat.
Dengan telah dipublikasikannya Surat Edaran Menteri PANRB Nomor
20 Tahun 2021 tentang Implementasi Values dan Employer Branding ASN
dan didukung Peraturan Bupati Kotawaringin Timur Nomor 14 Tahun 2023
tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Kotawaringin Timur Nomor 10
Tahun 2022 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Sipil
Negara, maka Kecamatan Tualan Hulu Kabupaten Kotawaringin Timur
melaksanakan kegiatan sosialisasi Core Values dan Employer Branding ASN
kepada seluruh ASN dan Tenaga Kontrak di Kecamatan Tualan Hulu agar
berperan dan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai gaya hidup.
Nilai-nilai dasar ASN “BerAKHLAK” merupakan akronim dari
Berorientasi pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan
Kolaboratif. Nilai-nilai ini diharapkan akan dapat menjadi fondasi budaya kerja
ASN yang profesional.
1. Berorientasi Pelayanan
Tentu kita sepakat bahwa nilai dasar “berorientasi pelayanan” diletakkan
pada poin pertama. Mengingat bahwa ASN yang dulu dikenal sebagai abdi
negara, saat ini bertransformasi menjadi pelayan publik. Seorang ASN
dituntut untuk dapat memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Selalu bersikap ramah kepada siapa saja, terutama kepada masyarakat.
Dapat diandalkan serta cekatan dan dapat memberikan solusi atas
masalah-masalah yang ada di masyarakat. Dalam memberikan pelayanan
publik, seorang aparatur sipil negara harus selalu melakukan perbaikan
tiada henti, baik dari peningkatan kompetensi maupun cara pelayanan.
2. Akuntabel
Akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban atau keadaan yang dapat
dimintai pertanggungjawaban. Merujuk dari pengertian tersebut, akuntabel
dapat dipahami sebagai sikap jujur dan bertanggungjawab, memiliki
disiplin dan berintegritas yang tinggi dalam setiap pelaksanaan tugas.
Dalam pelaksanaan tugas-tugas kedinasan, seorang ASN dituntut untuk
menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggungjawab, efektif dan efisien. Lebih penting dari itu, seorang ASN
tidak boleh menyalahgunakan kewenangan jabatan.
3. Kompeten
Seiring perkembangan waktu, dalam melaksanakan pelayanan publik,
setiap ASN harus selalu dapat meningkatkan potensi diri untuk menjawab
tantangan yang selalu berubah. Peningkatan kompetensi ini sangat
penting, bahkan telah diamanatkan dalam ketentuan Peraturan
Pemerintah tentang Manajemen PNS, bahwa setiap aparatur diberikan
hak 20 jam pelatihan setiap tahunnya. Hal ini semata-mata agar setiap
ASN dapat melaksankan tugas dengan kualitas terbaik.
4. Harmonis
Berakar dari Semboyan Negara Indonesia yakni Bhinneka Tunggal Ika,
yang berarti “Berbeda-beda Namun Tetap Satu Jua”, seorang pelayan
publik harus dapat menghargai setiap orang apapun latar belakangnya.
Penting bagi setiap ASN untuk dapat menciptakan dan membangun
lingkungan kerja yang kondusif. Karena dengan kenyamanan lingkungan
kerja, ASN diyakini dapat lebih produktif.
5. Loyal
Loyalitas dan kesetiaan ASN terletak pada ideologi dan dasar negara
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, NKRI serta pemerintahan yang sah. Dan tidak pada satu sosok atau
pihak tertentu. ASN harus dapat menjaga nama baik sesama ASN, nama
baik pimpinan, nama baik instansi dan tentu saja harus selalu dapat
menjaga nama baik negara. Konsekuensi logis dari adanya loyalitas dan
kesetiaan adalah setiap ASN harus selalu menjaga rahasia jabatan dan
negara.
6. Adaptif
Situasi dan zaman yang senantiasa berkembang, membuat seorang
aparatur harus dapat dengan cepat menyesuaikan diri menghadapi
perubahan yang ada. Harus selalu diingat, istilah yang sering kita dengar
yaitu “Yang Abadi adalah Perubahan itu sendiri”, membuat siapapun yang
tidak dapat beradaptasi akan semakin tertinggal. Adaptasi dapat dilakukan
dengan terus berinovasi dengan mengembangkan kreativitas. Setiap
pegawai juga harus selalu bertindak proaktif dan tidak hanya berpangku
tangan.
7. Kolaboratif
Dalam pelaksanaan tugas, kolaborasi di antara setiap aparatur mutlak
harus dilaksanakan. Bersinergi dan memberi kesempatan kepada
berbagai pihak untuk berkontribusi dalam pembangunan, akan dapat
mempercepat pencapaian suatu visi dan cita-cita. Keterbukaan dalam
bekerja sama, dan mencari solusi bersama akan dapat menghasilkan nilai
tambah, dan mempercepat mencapai tujuan bersama.
FOTO-FOTO
Penyisipan Informasi BerAKHLAK dan Tagar Bangga Melayani Bangsa
B. Penerapan Nilai-Nilai Budaya Kerja
Budaya Kerja atau prinsip keyakinan baik dan benar merupakan
sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap individu dalam institusi. Budaya kerja
juga sangat terkait dengan pola-pikir, sikap mental, dan perilaku setiap
pegawai. Karena dengan dimilikinya pola pikir dan sikap mental yang positif,
setiap pegawai cenderung akan menghasilkan perilaku yang positif pula
dalam iklim kerja seperti hubungan antar manusia, komunikasi dan gaya
kepemimpinan. Dengan kata lain membangun budaya kerja, sama halnya
dengan ber-investasi untuk jangka panjang sekaligus sebagai pondasi bagi
keberadaan institusi yang bersangkutan.
Keterbukaan menjadi salah satu nilai dari sebuah budaya kerja yang
ada didalam organisasi. Keterbukaan menjadi sebuah landasan yang harus
dimiliki semua organisasi hal tersebut penting karena dengan adanya
keterbukaan maka tujuan dari organisasi dapat tercapai. Di dalam organisasi
terdapat unit-unit yang memiliki tugas dan fungsinya masing-masing dan
memiliki perannya tersendiri, apabila tidak ada keterbukaan dalam menerima
atau memberikan informasi kepada para pegawai atau anatar unit atau seksi
maka dapat dipastikan terjadinya kekacauan akibat kesalahpahaman yang
ada akhirnya tujuan tidak akan pernah tercapai, oleh sebab itu keterbukaan
informasi menjadi sangat penting dan menjadi nilai dari sebuah organisasi.
Keterbukaan informasi sudah dapat dijalankan dengan baik di Kantor Camat
Tualan Hulu.
Bahwa nilai dari sebuah organisasi yaitu terdapatnya sebuah
keterbukaan informasi. Anggota organisasi harus siap dalam memberikan dan
menerima informasi yang benar dari dan kepada sesama mitra kerja untuk
kepentingan organisasi. Keterbukaaan informasi akan membuat para pegawai
mengetahui apa yang harus menjadi kewajibannya selain itu juga apabila ada
infromasi penting dan terbaru semua pegawai dapat mengetahuinya.
Informasi tersebut didapat secara langsung seperi pemberitahuan langsung
atau secara tidak langsung melalui papan pengumuman dan lain-lain. Tidak
semua informasi harus diketahui pegawai karena ada informasi tertentu yang
hanya boleh diketahui oleh pegawai tertentu saja.
C. Pengembangan Nilai-Nilai Budaya Kerja
Pengembangan budaya organisasi dari aspek SDM aparatur
difokuskan pada agenda membangun kemampuan kepemimpinan
(managerial agenda), kemampuan intelektual (intellectual agenda), dan
perhatian pada pendidikan kara- kter. Hal ini dipahami karena pengembangan
SDM aparatur merupakan salah satu kebijakan untuk membentuk sebuah
sistem birokrasi yang efektif dan efisien, tanggap dan cekat- an (quick and
responsive), terbuka dan bertanggung jawab, membuka seluas mungkin
partisipasi masyarakat, serta me- miliki kinerja yang tinggi dalam bidang
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.
Salah satu kebijakan yang dilakukan dalam hal ini adalah memberikan
kesempatan kepada seluruh aparatur untuk mengekspresikan ide, cita-cita
dan harapannya seluas dan sebebas mungkin. Dengan kata lain, “budaya
menggali ide dari bawah” dan pemberian reward kepada aparatur yang
berprestasi dan mampu mewujudkan ide yang bagus sebagai bagian dari hak
yang patut diterima. Dengan model seperti ini, pimpinan suatu satuan
organisiasi/kerja di ling- kungan Departemen Agama akan mampu berfungsi
sebagai motivator yang dapat mengembangkan budaya kompetetif
antarpegawai sehingga dapat memacu peningkatan produk- tivitas kerja
secara menyeluruh.
Inti dari birokrasi terletak pada kekuatan aparatur. Oleh sebab itu,
upaya peningkatan kompetensi aparatur baik kompetensi jabatan (struktural
dan fungsional), maupun pembinaan moral dan etika aparatur agar
memahami tugas dan kewajibannya harus mendapatkan perhatian serius dan
menjadi bagian integral dari proses reformasi birokrasi. Dengan demikian,
setiap apatur negara memiliki kewajiban mengembangkan semangat
perubahan untuk menjadi motor penggerak bagi sumber daya aparatur yang
mampu bekerja secara efektif dan efisien, jujur, adil, konsisten, taat azas,
sekaligus menjadi mengawal perubahan dalam mewujudkan visi dan misi
organisasi.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


Budaya kerja di Kantor Camat Tualan Hulu yang terdiri dari keterbukaan
informasi; saling menghargai; kerjasama antar pegawai sudah berjalan dengan
baik walaupun demikian dalam hal kedisiplinan pegawai masih kurang maksimal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi budaya kerja di Kantor Camat Tualan Hulu
seperti perilaku budaya organisasi; budaya luar; proses pembelajaran dan
motivasi telah memberikan pengaruh terhadap budaya kerja Kantor Camat
Tualan Hulu, sedangkan untuk perilaku pemimpin; seleksi pegawai; kejelasan visi
dan misi; kepastian visi dan misi; keteladanan pemimpin dapat memberikan
pengaruh budaya kerja yang ada di Kantor Camat Tualan Hulu.
V. PENUTUP
Reformasi birokrasi merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditunda lagi. Hanya
dengan tekad, kerja keras, dan komit- men yang tinggi dari seluruh aparatur
negara, akan melahirkan perubahan ke arah yang lebih baik. Pelayanan yang
baik kepa- da masyarakat merupakan cerminan tata kelola kepemerintahan yang
baik (good governance). Pelaksanaan reformasi birokrasi Kecamatan Tualan
Hulu bertujuan untuk mengubah cara berpikir, budaya kerja, dan perubahan
manajemen. Hal ini diperlukan dukungan semua pihak termasuk dukungan, kerja
sama, dan partisipasi masyarakat. Tanpa dukungan semua itu niscaya reformasi
birokrasi tidak akan berhasil dengan baik, karena masyarakat merupakan pihak
yang memperoleh layanan yang baik.

Sampit, 2023
Sekretaris Daerah
Kabupaten Kotawaringin Timur,

Drs. FAJRURRAHMAN, M.M.

Anda mungkin juga menyukai