Anda di halaman 1dari 58

Nama jurnal : Administrasi publik dan Birokrasi

Kata kunci : Lingkungan kerja dan kinerja pegawai

Salam sehat Bapak Ibu, saya mau ajukan judul karil yang saya yakini sesuai dengan jurusan
yang saya ambil di perkuliahan saya. Judul yang saya ajukan adalah
"ANALISIS KONDISI LINGKUNGAN KERJA TERHADAP PENINGKATAN
KINERJA DAN DISIPLIN PEGAWAI PADA KANTOR DINAS PERDAGANGAN
DAN PERINDUSTRIAN KOTA GUNUNGSITOLI."

Uraian singkat yang bisa saya jabarkan antara lain bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN)
sebagai unsur utama sumber daya manusia aparatur negara mempunyai peranan yang
menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Sosok ASN
yang mampu memainkan peranan tersebut adalah ASN yang mempunyai kompetensi yang
diindikasikan dari sikap disiplin yang tinggi, kinerja yang baik serta sikap dan perilakunya
yang penuh dengan kesetiaan dan ketaatan kepada negara, bermoral dan bermental baik,
profesional, sadar akan tanggung jawabnya sebagai pelayan publik serta mampu menjadi
perekat persatuan dan kesatuan bangsa yang didukung oleh kondisi lingkungan kerja yang
kondusif dan nyaman dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat luas.
Disiplin kerja dan kondisi lingkungan kerja yang baik adalah merupakan modal yang penting
yang harus dimiliki oleh aparatur negara (ASN) sebab menyangkut pemberian pelayanan
publik.Namun ironisnya, kualitas etos kerja dan disiplin kerja aparat / ASN secara umum
masih tergolong rendah ini disebabkan banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh para
ASN. Permasalahan tersebut antara lain kesalahan penempatan dan ketidakjelasan jalur karier
yang ditempuh namun pemerintahan terus berusaha melakukan reformasi birokrasi ditubuh
ASN. Karena itu, telah dibuat proyek percontohan di tiga lembaga yakni Departemen
Keuangan, Mahkamah Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan.Pegawai di kantor-kantor
tersebut diberi tunjangan kinerja setelah mereka mampu menunjukkan kinerja yang tinggi
dengan mengutamakan perbaikan pelayanan secara sangat signifikan dan dirasakan
masyarakat.
Perwujudan pemerintah yang bersih dan berwibawa diawali dengan penegakan disiplin
nasional di lingkungan aparatur negara khususnya Aparatur Sipil Negara. Aparatur Negara
Indonesia pada umumnya masih kurang mematuhi peraturan kedisiplinan pegawai sehingga
dapat menghambat kelancaran pemerintahan dan pembangunan nasional. Aparatur Sipil
Negara seharusnya menjadi teladan bagi masyarakat secara keseluruhan agar masyarakat
dapat percaya terhadap peran ASN. Jadi dalam hal disiplin dan kondisi lingkungan kerja yang
baik sangat berkaitan erat karena kondisi internal yaitu Aparatur Sipil Negara yang melayani
mempunyai pengaruh kepada kondisi eksternal dalam hal ini masyarakat yang dilayani.
Dalam upaya meningkatkan kedisiplinan Aparatur Sipil Negara tersebut sebenarnya
pemerintah Indonesia telah memberikan suatu regulasi dengan dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Aparatur
Sipil Negaral sebagai aparat pemerintah dan abdi masyarakat diharapkan selalu siap sedia
menjalankan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya dengan baik, namun realitanya
sering terjadi dalam suatu instansi pemerintah, para pegawainya melakukan pelanggaran yang
menimbulkan ketidakefektifan kinerja pegawai yang bersangkutan.
Peraturan disiplin pegawai negeri sipil adalah peraturan yang mengatur kewajiban, larangan
dan sanksi apabila kewajiban-kewajiban tidak ditaati atau dilanggar oleh Aparatur Sipil
Negara. Dengan maksud untuk mendidik dan membina Aparatur Sipil Negara, bagi mereka
yang melakukan pelanggaran atas kewajiban dan larangan dikenakan sanksi berupa hukuman
disiplin. Sedangkan kondisi lingkungan kerja tersebut berpengaruh besar terhadap disiplin
dan pelayanan kepada masyarakat.
Aparatur Sipil Negara sebagai unsur aparatur negara dalam menjalankan roda pemerintahan
dituntut untuk melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.
Aparatur Sipil Negara juga harus bisa menjunjung tinggi martabat dan citra kepegawaian
demi kepentingan masyarakat dan negara namun kenyataan di lapangan berbicara lain
dimana masih banyak ditemukan Aparatur Sipil Negara yang tidak menyadari akan tugas dan
fungsinya tersebut sehingga seringkali timbul ketimpangan-ketimpangan dalam menjalankan
tugasnya dan tidak jarang pula menimbulkan kekecewaan yang berlebihan pada masyarakat.
Dalam Jurnal suara karya oleh Kusen Suseno mengatakan bahwa rendahnya tingkat
kedisiplinan dan etos kerja para ASN selama ini, terutama yaitu ketika kondisi lingkungan
kerja yang tidak mendukung dan tidak berjalannya system rewards and punishment yang
membuat ASN bermalas-malasan. Tindakan bersifat populis seperti sidak, belum menjamin
penertiban para ASN yang sering mangkir/pulang kantor sebelum waktunya bisa berjalan
efektif, karena setelah sidak selesai, ternyata banyak mereka yang kembali mangkir dari
tugasnya.Sehingga masalah penegakan disiplin ASN kini sudah saatnya patut mendapat
perhatian yang lebih serius. 
Demikian garis besar permasalahan yang akan saya sampaikan pada karya ilmiah yang saya
ajukan. Terimakasih.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Organisasi adalah suatu kesatuan yang merupakan wadah/ sarana untuk mencapai
berbagai tujuan atau sasaran. Organisasi memiliki banyak komponen yang melandasi
diantaranya terdapat banyak orang, tata hubungan kerja, sosialisasi pekerjaan dan kesadaran
rasional dari anggotanya sesuai dengan kemampuan dan spesialisasi mereka masing- masing.
Kompleksitas ini juga berlaku dalam organisasi pemerintahan. Jadi organisasi
pemerintahan harus dapat mengelola dengan baik sumber daya yang ada. Organisasi harus
tanggap/peka terhadap berbagai perubahan lingkungan yang ada disekitarnya baik itu
teknologi, budaya, konstitusi, maupun perubahan-perubahan lainnya.
Pemerintah Pusat telah melimpahkan wewenang kepada Pemerintah Daerah sebagai
daerah otonomi baru. Pembentukan Daerah Kota Gunungsitoli berasal dari pemekaran
wilayah Kabupaten Nias dalam Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2008 tentang
pembentukan Kota Gunungsitoli, bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dalam bidang
Pemerintahan, Pembangunan, dan Kemasyarakatan, serta dapat memberikan kemampuan
dalam pemanfaatan potensi daerah dan bertanggungjawab untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dalam rangka
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan dan peran serta masyarakat.. Dalam upaya menggerakkan sumber daya
manusia yang dimiliki saat ini, maka motivasi intrinsik dan ekstrinsik sangat berperan
penting untuk mendorong terwujudnya visi organisasi Pemerintah Daerah Kota Gunungsitoli,
dalam hal ini lembaga teknis di Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli.
Lembaga organisasi ini berperan penting dalam pelayanan secara langsung kepada
masyarakat terutama para pelaku usaha terutama UMKM di wilayah Kota Gunungsitoli
sehingga Aparat Sipil dituntut untuk bekerja dengan penuh rasa melayani dan memberikan
sumber daya yang ada untuk bekerja setingi-tingginya bagi kepentingan organisasi
Pemerintah Daerah Kota Gunungsitoli.
Manusia merupakan unsur terpenting dalam organisasi guna mencapai tujuan dari suatu
organisasi. Sumber daya manusia menunjang tujuan organisasi melalui potensi yang dimiliki
masing- masing. Aspek teknologi dan ekonomi ada bila dikembangkan oleh manusia. Dengan
demikian posisi manusia sebagai sumber daya dalam organisasi mempunyai peranan yang
sangat strategis dan menentukan, baik sebagai objek maupun sebagai subjek bagi segala
aktifitas organisasi dalam merencanakan, merumuskan, menetapkan dan melaksanakan
berbagai kegiatan organisasi dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu, tidak
mengherankan apabila kini semakin banyak organisasi baik pemerintah maupun swasta
memberikan perhatian lebih besar kepada pentingnya pengelolaan sumber daya manusia,
selain untuk kepentingan organisasi juga untuk kepentingan nasional.
Dalam melaksanakan kewajibannya, aparat sipil tidak hanya dipandang sebagai faktor
produksi saja. Manusia adalah individu yang mempunyai kebutuhan, perasaan emosi,
keselamatan, perlindungan, dan tujuan pribadi lainnya yang harus dapat diperlakukan khusus
dari organisasi.
Lingkungan kerja adalah lingkungan konkrit dan abstrak yang meliputi atau
mengelilingi kerja seseorang, lingkungan kerja dapat tercipta dari pimpinan, atau karyawan
itu sendiri. Lingkungan kerja juga dapat merupakan kondisi-kondisi materil dan psikologis,
secara umum lingkungan kerja di dalam suatu organisasi merupakan lingkungan dimana para
pegawai melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari- harinya, dengan lingkungan kerja yang
baik para pegawai akan memperoleh kenyamanan dan kepuasan kerja, yang selanjutnya dapat
meningkatkan produktifitas.
Upaya peningkatan kinerja melalui penataan lingkungan kerja perlu mendapat perhatian
dari pihak organisasi, Berbagai kelemahan dalam sistim perencanaan kerja dengan cepat
memberikan gambaran kelemahan dalam pelaksanaan kerja seperti pelaksanaan kerja tidak
tepat waktu. Perhatian terhadap sistim perencanaan kerja dan penataan lingkungan kantor
akan berpengaruh langsung pada kinerja pegawai. Salah satu usaha untuk menciptakan
keadaan lingkungan kerja yang sehat dan nyaman adalah menciptakan lingkungan kerja
berdasarkan prinsip- prinsip keselamatan dan kesehatan kerja pegawai secara menyeluruh.
Agar sumber daya manusia yang dimiliki organisasi dapat memberikan kontribusi yang
maksimal, maka organisasi harus menyediakan lingkungan kerja yang memadai seperti
lingkungan fisik (tata ruang kantor yang nyaman, lingkungan yang bersih, pertukaran udara
yang baik, warna, penerangan yang cukup, maupun musik yang merdu), serta lingkungan non
fisik (suasana kerja pegawai, kesejahteraan pegawai, hubungan antar sesama pegawai,
hubungan antar bawahan dengan atasan). Lingkungan yang baik dapat mendukung
pelaksanaan kerja sehingga pegawai memiliki semangat bekerja dan meningkatkan kinerja
pegawai
Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli sebagai salah satu satuan
perangkat kerja daerah pada Pemerintah Kota Gunungsitoli dituntut untuk bisa memberikan
sumbangsih nyata terhadap keberhasilan dalam mewujudkan visi dan misi pemerintah Kota
Gunungsitoli itu sendiri. Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli
merupakan instansi yang terbentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota No. 3 Tahun 2009
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kota Gunungsitoli, dan diperbaharui
dengan nomenklatur yang baru yaitu Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli
yang terbentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Gunungsitoli Nomor 8 Tahun 2016
tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota Gunungsitoli dan Peraturan
Walikota Gunungsitoli Nomor 47 Tahun 2016 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Dinas-Dinas Daerah Kota Gunungsitoli. Sesuai dengan peraturan ini, penyelenggaraan urusan
perdagangan, perindustrian, koperasi dan usaha mikro kecil menengah dilaksanakan oleh
Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli.
Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli memiliki beban tugas yang
berat dan harus dilaksanakan. Oleh karena itu untuk memperlancar pelaksanaan tugas, Dinas
Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli perlu melakukan penataan di berbagai
bidang, diantaranya dengan melakukan penataan lingkungan kerja yang dimaksudkan untuk
memberikan efek nyaman bagi pegawai dalam melaksanakan pekerjaan.
Namun demikian kenyataannya hal tersebut sulit terwujud terutama di lingkungan
organisasi pemerintah, karena alasan orientasi kerjanya pada pelayanan umum dengan alokasi
anggaran yang terbatas, sehingga ada kecenderungan sarana tidak mendapat perhatian yang
serius. Seperti yang terjadi di Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli,
penyediaan sarana dan prasarananya masih kurang memadai. Kantor Dinas Perdagangan dan
Perindustrian Kota Gunungsitoli merupakan pinjam pakai dari Kantor Dinas Pariwisata
Gunungsitoli. Hal ini mengakibatkan ruangan yang ditempati sangat sempit dan memberikan
ketidaknyamanan dalam bekerja, peralatan pendukung yang ada sangat terbatas dan tidak
mencerminkan standar efisiensi, kesehatan, kenyamanan, dan efektifitas gerak ketika
melakukan aktifitas.
Dari pengamatan sementara yang penulis lakukan di Dinas Perdagangan dan
Perindustrian Kota Gunungsitoli dapat diindikasikan bahwa belum optimalnya penyelesaian
pekerjaan oleh pegawai disebabkan oleh penyediaan lingkungan kerja yang masih belum
optimal. Hal ini penulis kemukakan berdasarkan fenomena- fenomena yang berhubungan
dengan lingkungan kerja yang ada yaitu :
1. Tata letak peralatan kerja yang kurang baik dan sempit sehingga para pegawai merasa
tidak leluasa selama bekerja. Juga tidak tersedianya ruang penyimpanan arsip sehingga
arsip banyak menumpuk dimeja kerja pegawai dan di beberapa rak secara tidak teratur.
2. Penempatan barang dan peralatan kerja tidak memperhatikan kenyamanan dan
keselamatan pegawai seperti penempatan kabel listrik yang berserakan di lantai dan
dimeja kerja pegawai. Hal tersebut terlihat pada gambar dibawah ini:
GAMBAR 1
KONDISI RUANGAN KERJA PEGAWAI
DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN

Sumber : Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli.


3. Sistim pencahayaan yang kurang optimal, dimana ruangan kerja pegawai berada ditengah
dan pencahayaan tergantung dari cahaya listrik yang kurang memadai. Keadaan tersebut
menyebabkan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan sering mengalami kelelahan mata
serta ruangan yang panas dan gerah karena sebagian ruangan tidak terdapat pendingin
ruangan.
4. Sistem kerja yang dilaksanakan tidak memakai standar operasional prosedur (SOP) dan
alur kerja berdasarkan disposisi dan belum diterapkannya SOP di Dinas Perdagangan dan
Perindustrian Kota Gunungsitoli. Hubungan kerja antara pegawai kurang kondusif dan
adanya ego sektoral serta kurangnya komunikasi antara bidang yang satu dengan bidang
lainnya. Contohnya permintaan data yang menyangkut kondisi dan jumlah pedagang dan
pelaku usaha, sering terjadi Pejabat Penatausahaan Keuangan tidak bisa mendapatkan data
tersebut dikarenakan kurang komunikasi (miss communications) dari kepala bidang yang
membidangi urusan tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai
lingkungan kerja dengan judul
“ ANALISIS KONDISI LINGKUNGAN KERJA TERHADAP PENINGKATAN
KINERJA DAN DISIPLIN PEGAWAI PADA KANTOR DINAS PERDAGANGAN
DAN PERINDUSTRIAN KOTA GUNUNGSITOLI“.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan pada bagian latar belakang sebelumnya,
maka fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah ”Bagaimana kondisi lingkungan kerja
di Kantor Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli”.

C.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Mengetahui kondisi lingkungan kerja di Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota
Gunungsitoli
2. Mengetahui faktor penghambat kondisi lingkungan kerja di Dinas Perdagangan dan
Perindustrian Kota Gunungsitoli
3. Mengetahui upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam kondisi
lingkungan kerja di Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat terhadap dunia Akademik


Secara umum, penulis berharap hasil dari penelitian ini nantinya bisa memberikan
manfaat bagi perkembangan dan kemajuan ilmu administrasi publik, dan diharapkan bisa
memperkaya wawasan keilmuan yang berkaitan dengan konsep lingkungan kerja.

b. Manfaat terhadap dunia Praktis

Secara teoritis diharapkan dapat menambah wawasan dalam dunia akademik


administrasi publik. Secara khusus penulis berharap dari hasil penelitian ini bisa memberikan
sumbangan pemikiran, saran, dan rekomendasi yang positif dalam peningkatan kinerja dan
disiplin aparatur sipil di lingkungan kerja pegawai di Dinas Perdagangan dan Perindustrian
Kota Gunungsitoli.
KERANGKA KONSEPTUAL

A. Tinjauan Teori dan Konseptual

Dalam sebuah penelitian, landasan teori sangat diperlukan agar penelitian mempunyai
dasar yang kuat, bukan sekedar mencoba (trial and error). Kegunaannya yaitu membatasi
fakta yang diteliti,memberi panduan metode penelitian yang akan
digunakan,mengklasifisikan data sehingga lebih bermakna,meringkas apa yang telah
diketahui tentang objek dalam kategori-kategori, memprediksi fakta-fakta yang akan dicari
(Sugiyono, 2017:112) Dengan adanya landasan teori menunjukkan bahwa sebuah penelitian
merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data.

Penelitian ini menggunakan landasan teori yang menjelaskan, meramalkan dan


pengendalian fenomena. Landasan teori digunakan agar peneliti mempunyai dasar yang
kuat .Teori yang digunakan dalam penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan bagaimana
kondisi lingkungan kerja di Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli

1. Pengertian Manajemen dan MSDM


Manajemen sebagai ilmu pengetahuan menitik beratkan perhatiannya pada masalah-
masalah kepegawaian atau sumber daya manusia dalam suatu organisasi. Hal ini bertujuan
untuk mengarahkan aktivitas tenaga kerja (pegawai) agar dapat membantu organisasi atau
perusahaan dalam usaha mencapai tujuannya.
Menurut Handoko (2011:8) definisi manajemen adalah:
“Proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para
anggota organisasi dan penggunaan sumberdaya-sumberdaya organisasi lainnya agar
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”.

Menurut Rivai dan Sagala (2009) menyatakan :


“Manajemen SDM merupakan salah satu bidang dan manajemen umum yang meliputi
segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian“.
Menurut Hasibuan (2002:1) manajemen adalah :
“Ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan lain secara
efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu “.

Kemudian Koontz dan O’Donnel (1992:26) menyatakan bahwa:


“Management involves getting things done through and with people”.

Sementara Terry (1994:18), menyebutkan pengertian manajemen sebagai berikut:


“Management is a distinct proces consisting of planning, organizing, actuating, and
controlling, utilliting in each both science and art, and followed in order to accomplish
predetermined objectives.”.

Berdasarkan definisi tersebut, manajemen adalah suatu proses kerja sama dengan
mengoptimalkan sumber daya yang ada mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien
melalui strategi tertentu, perencanaan, pelaksanaan, penggerakan, pelaksanaan dan
pengawasan. Efektif adalah suatu ketepatan dalam memilih cara atau langkah dalam
mencapai tujuan organisasi, sedangkan efisien adalah ketepatan dalam memanfaatkan sumber
daya dengan hasil yang memuaskan. Serta dalam fungsi manajemen yang mungkin akan
dijumpai adanya beberapa perbedaan dalam berbagai literatur, hal ini sebagai akibat sudut
pandang, akan tetapi dasar pemikiran yang relatif sama.
a. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Pada masa sekarang ini perkembangan dunia usaha tidak lepas dari segala
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dan maju. Untuk itu,
manajemen sebagai ilmu pengetahuan yang diperlukan oleh sebuah organisasi yang
terkoordinir dari segala bentuk sumber daya lainnya yang terdapat di perusahaan, baik itu
sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya yang terdapat di perusahaan.
Manajemen sebagai ilmu pengetahuan merupakan suatu ilmu yang menitikberatkan
perhatiannya pada masalah-masalah kepegawaian atau sumber daya manusia dalam suatu
organisasi. Hal ini bertujuan untuk mengarahkan aktivitas tenaga kerja (pegawai) agar dapat
membantu organisasi atau perusahaan dalam usaha mencapai tujuannya.
Simamora (2004:4) menyatakan bahwa:
“Manajemen sumber daya manusia (human resources management) adalah
pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan
individu anggota organisasi atau kelompok karyawan”.
Manajemen sumber daya manusia yang dimaksud merupakan suatu pengelolaan
manusia yang meliputi desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan pegawai,
pengembangan pegawai, pengelolaan karir, evaluasi kinerja, kompensasi pegawai, dan
hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia merupakan
aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan agar sumber daya manusia di dalam organisasi dapat
digunakan secara efektif untuk mencapai berbagai tujuan.
Hal senada dinyatakan oleh Mangkunegara (2011:2) bahwa:
“Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, pelaksanaan, pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan,
pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja
dalam rangka mencapai tujuan organisasi”.
Sedarmayanti (2011:13) juga mengatakan bahwa:
“Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan kebijakan dan praktik
menentukan aspek “manusia” atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen,
termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan dan penilaian”.
Pernyataan lain dikemukakan oleh Hariandja (2007:2) bahwa:
“Manajemen sumber daya manusia merupakan keseluruhan penentuan dan pelaksanaan
berbagai aktivitas, policy dan program yang bertujuan untuk mendapatkan tenaga kerja,
pengembangan, dan pemeliharaan dalam usaha meningkatkan dukungannya terhadap
peningkatan efektivitas organisasi dengan cara yang etis dan sosial dapat dipertanggung
jawabkan”.
Aktivitas yang dimaksud di atas berarti melakukan berbagai kegiatan, seperti
perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, pengarahan, analisis jabatan, rekrutmen,
seleksi, orientasi, memotivasi dan sebagainya. Menentukan berbagai policy (kebijakan)
sebagai arah tindakan dengan lebih mengutamakan sumber dari dalam untuk mengisi jabatan
yang kosong, memberikan kesempatan pada setiap orang untuk menduduki jabatan, dan
melakukan program latihan dalam aspek metode yang dilakukan. Secara etis dan sosial dapat
dipertanggungjawabkan mempunyai makna bahwa semua aktivitas dilakukan dengan tidak
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

M.Hasibuan (dalam Ilham, 2008:4) menambahkan bahwa:


“Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan
peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien dalam membantu terwujudnyatujuan
perusahaan, karyawan dan masyarakat”.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa manajemen sumber
daya manusia merupakan suatu proses pengelolaan dan pendayagunaan manusia yang terdiri
dari unsur-unsur manajemen yakni dimulai dari perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, pelaksanaan, pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan,
kompensasi, dan pemeliharaan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi yang efektif dan
efisien.
b. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia sebagai salah satu jenis manajemen yang terdapat
dalam organisasi memiliki peran yang meliputi semua aktivitas yang berhubungan dengan
sumber daya manusia.
Fungsi manajemen menurut Sihotang (2007: 10), terdiri dari dua jenis fungsi, yaitu:
1. Fungsi manajemen
a) Perencanaan
b) Pengorganisasian
c) Pengarahan
d) Pengkooordinasian
e) Pengawasan
2. Fungsi operasional terdiri dari :
a) Pengadaan
b) Seleksi dan tes penyaringan
c) Pelatihan pra tugas
d) Analisa pekerjaan
e) Penempatan
f) Pemberian kompensasi
g) Pengembangan
h) Pengintegrasian
i) Pemeliharaan dan kompensasi
j) Pelepasan sumber daya manusia atau separation.

Sedangkan menurut Hasibuan (2006: 10) fungsi-fungsi manajemen sumber daya


manusia sebagai berikut:
“Fungsi manajemen sumber daya manusia meliputi perencanan, pengorganisasian,
pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompetensi, pengintegrasian, pemeliharaan,
kedisiplinan dan pemberhentian.
1) Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien agar
sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan.
2) Pengoranisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan
menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi dan
koordinasi dalam bagan organisasi (organization chart).
3) Pengarahan (directing) adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan, agar mau
bekerjasama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan
perusahaan, karyawan dan masyarakat.
4) Pengendalian (controlling) adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar
mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekeja sesuai dengan rencana.
5) Pengadaan (procurement) adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi
dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan
perusahaan.
6) Pengembangan (development) adalah proses peningkatan keterampilan teknis,
teoritis, konseptual dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan.
7) Kompensasi (compentation) adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan
tidak langsung (indirect).
8) Pengintegrasian (integration) adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan
perusahaan dan kebutuhan karyawan agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling
menuntungkan.
9) Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan
kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap mau bekerjasama
sampai pensiun.
10) Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan
perusahaan dan norma-norma sosial.
11) Pemberhentian (separation) adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu
perusahaan.

Berbagai fungsi manajemen sumber daya manusia tersebut merupakan kegiatan-


kegiatan manajemen sumber daya manusia yang melaksanakan untuk mencapai tujuan
organisasi. Untuk memeriksa kegiatan-kegiatan sumber daya manusia tersebut, diperlukan
penilaian terhadap kinerja pegawai dan organisasi. Jika kinerja pegawai masih rendah maka
kegiatan-kegiatan seleksi, latihan atau pengembangan dan penempatan perlu ditinjau
kembali.
Kaitannya dengan penelitian ini bahwa pengembangan dan pengorganisasian
merupakan fungsi manajemen dalam meningkatkan kemampuan kerja pegawai. Salah satu
tujuan pengembangan SDM adalah meningkatkan kompetensi pegawai. Sedangkan
pengorganisasian adalah bertujuan untuk menempatkan pegawai sesuai dengan kompetensi
yang dimiliki setiap pegawai dengan tupoksi kerjanya masing-masing.
c. Tujuan Manajemen Sumber daya manusia
S. Notoatmodjo (dalam Ilham, 2008:5) mengatakan bahwa tujuan dari manajemen
sumber daya manusia terdiri dari empat tujuan yang lebih operasional, yaitu:
1) Tujuan masyarakat
2) Tujuan organisasi
3) Tujuan fungsi
4) Tujuan personil

Adapun tujuan masyarakat yang dimaksud adalah untuk bertanggung jawab secara
sosial, maka organisasi yang berada di tengah-tengah masyarakat mampu memberi manfaat
dan keuntungan bagi masyarakat. Selain itu, tujuan organisasi yang dimaksud adalah
memberikan kontribusi terhadap pendayagunaan organisasi secara keseluruhan, artinya suatu
unit/bagian manajemen sumber daya manusia di suatu organisasi diadakan untuk melayani
bagian-bagian lain organisasi tersebut. Kemudian, tujuan fungsi yang dimaksud untuk
memelihara kontribusi bagian-bagian lain agar sumber daya manusianya dapat melaksanakan
tugas secara optimal/menjalankan fungsinya dengan baik. Selanjutnya tujuan personil yang
dimaksud untuk membantu pegawai dalam mencapai tujuan/kebutuhan pribadinya, dalam
rangka pencapaian tujuan organisasi.
Selain itu, Sedarmayanti (2011:13) mengatakan bahwa manajemen sumber daya
manusia bertujuan untuk:
1. Memungkinkan organisasi mendapatkan dan memperta-hankan karyawan cakap, dapat
dipercaya dan memiliki motivasi tinggi, seperti yang diperlukan.
2. Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang melekat pada manusia, kontribusi,
kemampuan dan kecakapan mereka.
3. Mengembangkan sistem kerja dengan kinerja tinggi yang meliputi prosedur perekrutan
dan seleksi “yang teliti”, sistem kompensasi dan insentif yang tergantung pada kinerja,
pengembangan manajemen serta aktivitas pelatihan yang terkait “kebutuhan bisnis”.
4. Mengembangkan praktik manajemen dengan komitmen tinggi yang menyadari bahwa
karyawan adalah pihak terkait dalam organisasi bernilai dan membantu
mengembangkan iklim kerjasama dan kepercayaan bersama.
5. Menciptakan iklim, di mana hubungan yang produktif dan harmonis dapat
dipertahankan melalui asosiasi antara manajemen dengan karyawan.
6. Mengembangkan lingkungan, di mana kerjasama tim dan fleksibilitas dapat
berkembang.
7. Membantu organisasi menyeimbangkan dan mengadaptasi kebutuhan pihak terkait
(pemilik, lembaga atau wakil pemerintah, manajemen, karyawan, pelanggan, pemasok
dan masyarakat luas).
8. Memastikan bahwa orang dinilai dan dihargai berdasarkan apa yang mereka lakukan
dan mereka capai.
9. Mengelola karyawan yang beragam, memperhitungkan perbedaan individu dan
kelompok dalam kebutuhan penempatan, gaya kerja dan aspirasi.
10. Memastikan bahwa kesamaan kesempatan tersedia untuk semua.
11. Mengadopsi pendekatan etis untuk megelola karyawan yang didasarkan pada perhatian
untuk karyawan, keadilan dan transportasi.
12. Mempertahankan dan memperbaiki kesejahteraan fisik dan mental karyawan.
Dari tujuan manajemen sumber daya manusia tersebut, dapat dilihat bahwa faktor
penggerak pelaksanaan yang menjadi sorotan utama dalam pencapaian tujuan organisasi
adalah pimpinan organisasi (baik top manager, middle manager, dan low manager) dan
motivasi kerja individu pegawai. Pimpinan sebagai pelaku utama dalam membuat kebijakan
dan mengelola sumber-sumber daya yang dimiliki organisasi dengan tujuan mendapatkan dan
mempertahankan pegawai yang kompetitif, mengembangkan dan mengelola pegawai,
menciptakan iklim dan lingkungan yang kondusif, serta mempertahankan dan memperbaiki
motivasi dan kesejahteraan fisik maupun mental pegawai melalui reward dan punishment
(penghargaan dan sanksi). Sedangkan di sisi lain, pencapaian kinerja organisasi yang optimal
juga dipengaruhi oleh motivasi kerja pegawai itu sendiri, yang dapat dipengaruhi oleh faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik.
2. Konsep Ergonomi
Ergonomi merupakan multidisiplin ilmu untuk menyesuaikan tempat kerja dan semua
aspek fisiologisnya terhadap pekerja sesuai dengan kemampuannya dan keterbatasan manusia
untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas dengan mengurangi faktor resiko di tempat
kerja.
Menurut Bennet (dalam Sedarmayanti, 2009: 2) ergonomi adalah:
“Ilmu penyesuaian peralatan dan perlengkapan kerja dengan kemampuan essensial
manusia untuk memperoleh keluaran yang optimum”.
Menurut Suma’mur (2004: 4) ergonomi adalah sebagai berikut:
“Ilmu yang penerapannya berusaha untuk menserasikan pekerjaan dengan lingkungan
terhadap orang atau sebaliknya, dengan tujuan mencapai produktivitas dan efisiensi
yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya”.

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa ergonomi merupakan suatu bidang ilmu
yang berusaha menyesuaikan peralatan dan perlengkapan kerja dengan kemampuan manusia
untuk mencapai produktifitas kerja yang sebaik-baiknya. Lebih jauh Sedarmayanti (2009:2)
mengemukakan pengertian tentang ergonomi sebagai berikut:
“Ergonomi merupakan suatu bidang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan
informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang
suatu sistem kerja, sehingga orang dapat bekerja pada sistem tersebut dengan baik guna
mencapai tujuan melalui pekerjaan yang dilakukan dengan efisien, aman dan nyaman”.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ergonomi


merupakan ilmu yang berupaya menserasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap
kemampuan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi lingkungan yang sehat, aman,
nyaman dan efisien demi tercapinya produktifitas kerja yang setinggi-tingginya.
Didalam praktek dan dan perkembangannya ergonomi bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan fisik dan mental, khususnya mencegah munculnya cedera dan penyakit akibat
kerja. Juga untuk meningkatkan kesejahteraan sosial, memperbaiki kualitas kontak sosial dan
mengorganisir kerja sebaik-baiknya, demi meningkatkan efisiensi sistim manusia-mesin
dengan bijaksana dan pertimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomi, antropologi, seni
dan budaya.
3. Konsep Lingkungan Kerja
Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga dicapai suatu
hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai.
Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan
kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman.
a. Pengertian Lingkungan Kerja
Suatu organisasi, baik besar maupun kecil, akan membentuk lingkungan tersendiri.
Lingkungan tersebut dibentuk akibat dari adanya sekelompok orang yang bekerja sama untuk
mencapai tujuan tertentu. Lingkungan kerja pada suatu organisasi bisa berbeda dengan
lingkungan pada organisasi yang lainnya, perbedaan ini disebabkan ciri dari karakter kegiatan
yang berlangsung di dalamnya.
Untuk lebih jelasnya, penulis mengemukakan pendapat para ahli. Lingkungan kerja
menurut Nitisemito (2004: 109) adalah :
“Segala sesuatu yang ada di sekitar pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya
dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya”.

Selanjutnya Sedarmayanti (2009:2) mengatakan bahwa lingkungan kerja adalah sebagi


berikut:

“Keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana
seseorang bekerja, metode kerjanya serta pengaturan kerjanya baik sebagai perorangan
maupun sebagai kelompok”.

Kemudian Sihombing (2004) menyatakan bahwa:

“Lingkungan kerja adalah faktor-faktor di luar manusia baik fisik maupun non fisik
dalam suatu organisasi. Faktor fisik ini mencakup peralatan kerja, suhu ditempat kerja,
kesesakan dan kepadatan, kebisingan, luas ruang kerja sedangkan non fisik mencakup
hubungan kerja yang terbentuk di perusahaan antara atasan dan bawahan serta antara
sesama karyawan”. Lingkungan kerja itu mencakup hubungan kerja yang terbentuk
antara sesama karyawan dan hubungan kerja antara bawahan dan atasan serta
lingkungan fisik tempat karyawan bekerja”.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan
lingkungan kerja adalah suatu tempat dimana para pekerja dapat bekerja secara optimal,
sehingga dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
Kondisi kerja yang baik akan sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan
produktivitas pegawai, karena berperan penting dalam mengurangi perasaan lekas lelah, serta
dapat menghilangkan atau mengurangi rasa bosan. Sebaliknya lingkungan kerja yang buruk,
akan mempengaruhi pegawai, produktivitas kerja menjadi menurun karena pegawai merasa
terganggu dalam pekerjaannya, sehingga tidak dapat mencurahkan perhatian penuh terhadap
pekerjaannya tersebut. Agar hal ini tidak terjadi, maka dapat disiasati dengan penataan sarana
prasarana perlengkapan kerja yang disesuaikan dengan kebutuhan pegawai. Sehinggga
lingkungan kerja serasi dengan pegawai, akhirnya tercipta produktivitas kerja yang tinggi.
Menurut Sarwoto (1991:131) dan Sedarmayanti (2001:21) secara garis besar, jenis
lingkungan kerja terbagi menjadi dua yaitu :
a.Lingkungan tempat kerja/Lingkungan kerja fisik (physical working environment)
b.Suasana kerja/Lingkungan kerja non fisik (Non - Phisical Warking Environment).
Oleh karena itu dalam melakukan penelitian ini penulis mencoba menganalisis bahwa
untuk dapat menciptakan lingkungan kerja yang nyaman maka harus diperhatikan faktor
lingkungan fisik dan non fisik.
1) Lingkungan Fisik
Manusia sebagai komponen pelaksana atau pengendali tidak akan terlepas dari
kelebihan dan kekurangan yang secara alami dimilikinya. Dalam suatu kegiatan kerja
manusia (karyawan) harus mampu beradaptasi dengan sebaik-baiknya terhadap komponen-
komponen kerja yang terutama mesin/peralatan dan lingkungan fisik kerja.
Menurut Sedarmayanti (2009: 26) lingkungan fisik adalah:

“Semua keadaan yang terdapat di sekitar tempat kerja, yang akan mempengaruhi
pegawai baik secara langsung maupun secara tidak langsung”.

Lingkungan fisik menurut Wignjosoebroto (2003: 83) adalah:


“Semua keadaan yang terdapat ditempat kerja seperti temperatur, kelembaban udara,
sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna yang
akan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerja manusia tersebut”.

Didasarkan atas pendapat di atas dapat dianalisis dan disimpulkan bahwa lingkungan
fisik akan berpengaruh sangat besar terhadap kinerja pegawai sebagai pelaku kerja dalam
organisasi. Hal ini dapat terhindarkan bila lokasi tempat bekerja harus memperhatikan
temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis,
bau-bauan, warna, sehingga pada akhirnya terwujud kondisi pegawai dalam suatu organisasi
untuk melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman dan nyaman.
Lingkungan kerja yang memiliki unsur kenyamanan, sehat dan tertata rapi dari sudut
pandang estetika merupakan dambaan pegawai dalam setiap organisasi, dikarenakan jika
lingkungan kerja kurang baik akan dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan
tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Untuk mendekati
pencapaian keadaan lingkungan kerja tersebut maka banyak faktor yang mempengaruhinya
dan perlu dibenahi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kondisi lingkungan kerja secara fisik
jika disesuaikan dengan kemampuan pegawai dalam sebuah organisasi, menurut
Sedarmayanti (2009: 28) adalah sebagai berikut:
a. Penerangan/cahaya di tempat kerja
b. Temperatur/suhu udara di tempat kerja
c. Kelembaban di tempat kerja
d. Sirkulasi udara di tempat kerja
e. Kebisingan ditempat kerja
f. Getaran mekanis ditempat kerja
g. Bau tidak sedap ditempat kerja
h. Tatawarna ditempat kerja
i. Dekorasi ditempat kerja
j. Musik ditempat kerja
k. Keamanan ditempat kerja

Dengan demikian bahwa untuk dapat mencapai kinerja pegawai yang optimal maka
dalam menciptakan kondisi lingkungan kerja harus memperhatikan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi terbentuknya kondisi ruang yang nyaman.
a). Pencahayaan
Pencahayaan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan merupakan salah satu
faktor yang sangat penting dalam meningkatkan kenyamanan dalam bekerja, pencahayaan
yang kurang baik dapat menyebabkan beberapa keluhan kesehatan seperti kelelahan mata,
mata kering dan mata perih. Mata untuk melihat obyek dengan jelas akan ditentukan oleh
ukuran obyek, derajat kontras antara obyek dengan sekelilingnya, luminensi (brightness)
serta lamanya waktu untuk melihat obyek tersebut.
Prinsip pencahayaan pada umumnya adalah bahwa cahaya yang berlebihan tidak akan
menjadi jaminan suatu kondisi menjadi lebih baik, karena penglihatan tidak boleh dilihat dari
kuantitasnya saja melainkan kualitasnya juga. Kuantitas dan kualitas pencahayaan yang baik
ditentukan oleh refleksi cahaya dan tingkat rasio pencahayaan pada ruangan, selain itu dalam
pencahayaan perlu juga memperhatikan aspek efisiensi komsumsi energi listrik, hal ini dapat
terbantu dengan memamfaatkan cahaya alam yang masuk ke dalam ruangan kerja, oleh sebab
itu dibutuhkan strategi dan desain pencahayaan dalam bangunan tempat bekerja, dengan
memamfaatkan cahaya alam secara optimal sehingga ini juga merupakan upaya untuk
penghematan dalam pemakaian energi listrik sebagai penyuplai cahaya/penerangan.
Lebih jauh Sedarmayanti (2009: 29) mengemukakan sebagai berikut:
Pada dasarnya cahaya dapat dibedakan menjadi dua yaitu cahaya alam dan cahaya
buatan. Cahaya buatan terdiri dari:
a. Cahaya langsung yaitu suatu sistem penerangan, dimana cahaya dari sumbernya
memancar secara langsung ke permukaan kerja.
b. Cahaya setengah langsung yaitu sistem penerangan dimana sebagian cahaya dari
sumbernya memancar ke arah langit-langit, kemudian cahaya itu dipantulkan ke
bawah ruang kerja. Akan tetapi kebanyakan cahaya memancar ke bawah secara
langsung ke ruang kerja.
c. Cahaya tidak langsung yaitu suatu sistem penerangan dimana cahaya memancar ke
arah langit-langit kemudian cahaya itu dipantulkan ke arah bawah tempat kerja. Hal
ini memberikan cahaya yang lunak dan tidak memberikan bayangan yang tajam.
d. Cahaya setengah tidak langsung yaitu sistem penerangan di mana kebanyakan
cahaya memancar ke arah langit-langit, kemudian ke bawah ruang kerja, tetapi
beberapa cahaya memancar langsung ke bawah.

Dampak positip dengan membenahi sistem penerangan yang baik adalah menuai hasil
yang terbaik juga, seperti pendapat yang dikemukakan C.L. Littlefield dan Peterson
(Moekijat, 2003: 136) adalah sebagai berikut:
i. Increased productivity (although it is difficult to measure exactly how much)
ii. Better work quality
iii. Reduction in eyestrain and mental fatigue
iv. Better employee morale
v. Higher prestige for firm
Pendapat tersebut diartikan bahwa:
1. Produktivitas yang bertambah (meskipun sulit mengukur dengan tepat berapa
banyaknya)
2. Kualitas pekerjaan yang lebih baik
3. Mengurangi ketegangan mata dan kelelahan rohaniah
4. Semangat kerja pegawai yang baik
5. Prestise yang lebih baik untuk perusahaan.

Selanjutnya penerangan kantor yang baik menurut The Liang Gie (1998: 411) harus
memenuhi tiga persyaratan sebagai berikut:
1. Sinar disebar secara merata tanpa membentuk bayangan yang tajam.
2. Intensitas sinar di mana saja memadai agar pekerjaan dapat dilakukan di sana, sinar
yang terlalu kuat sama buruknya dengan sinar yang tidak memadai.
3. Tidak ada cahaya yang menyilaukan, secara langsung, atau dipantulkan dari
permukaan seperti permukaan meja atau peralatan arsip.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli maka dapat disimpulkan bahwa pencahayaan
sangat mempengaruhi manusia untuk melihat obyek secara jelas, cepat tanpa menimbulkan
kesalahan. Pencahayaan yang kurang mengakibatkan mata pekerja menjadi cepat lelah dan
lebih jauh lagi bisa menimbulkan rusaknya mata.

Penerangan di tempat kerja yang baik adalah penerangan yang memungkinkan pegawai
melihat objek yang dikerjakannya dengan mudah, jelas dan tanpa upaya yang berlebihan dari
indera penglihatannya sehingga dapat melakukan pekerjaannya dengan tepat, teliti dan aman.
Hal ini selain akan dapat meningkatkan produktifitas kerja juga akan dapat menciptakan
lingkungan kerja yang menyenangkan sehingga pegawai akan dapat bekerja dengan aman
dan nyaman serta menghambat timbulnya kelelahan pada pegawai terutama kelelahan yang
disebabkan oleh faktor psikis.
b) Temperatur
Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur yang
berbeda. Tubuh manusia akan selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal
dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan yang terjadi di luar tubuh tersebut. Menurut Wignjosoebroto (2003: 84)
bahwa:
“Kemampuan manusia untuk menyesuaikan diri dengan temperatur luar adalah jika
perubahan temperatur luar tubuh tersebut tidak melebihi 20% untuk kondisi panas dan
35% untuk kondisi dingin. Tubuh manusia bisa menyesuaikan diri karena
kemampuannya untuk melakukan proses konveksi, radiasi dan penguapan jika terjadi
kekurangan atau kelebihan panas yang membebaninya”.

The Liang Gie (1998: 220) berpendapat bahwa untuk mengatur suhu udara dalam
ruang kerja adalah dengan alat air conditioning. Untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan
yang membutuhkan ketelitian, alat tersebut merupakan suatu keharusan. Lebih jauh
Wignjosoebroto (2003: 84) mengemukakan bahwa tingkat temperatur akan memberikan
pengaruh yang berbeda-beda :
a. 490C : Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh di atas tingkat
kemampuan fisik dan mental.
b. 30 C : Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan cenderung untuk
0

membuat kesalahan dalam pekerjaan timbul kelelahan fisik.


c. 24 C : Kondisi optimum
0

d. 100C : Kelakuan fisik yang extrem mulai muncul.

Pada dasarnya manusia memiliki kemampuan secara aktif untuk dapat beradaptasi
dengan berbagai kondisi iklim, akan tetapi yang paling terpenting dalam suatu organisasi,
ruang kerja para pegawai harus dirasa nyaman tanpa merasakan gangguan panas atau dingin,
agar para pegawai dapat menyelesaikan perkerjaannya dengan hasil yang maksimal, hal ini
tidak mudah untuk mencapainya karena semuanya juga bergantung pada kondisi tubuh setiap
pegawai, tetapi paling tidak organisasi tempat bekerja melakukan beberapa percobaan untuk
mengetahui suhu ruangan yang paling cocok pada pegawai di dalam suatu ruangan. Dari data
tersebut di atas dapat diketahui bahwa produktivitas kerja manusia akan mencapai tingkat
yang paling tinggi pada temperatur sekitar 240C sampai 270C.
c) Kelembaban di tempat kerja
Sedarmayanti (2009) berpendapat bahwa kelembaban berhubungan dengan atau
dipengaruhi oleh temperatur udara, dan secara bersama- sama antara temperatur, kelembaban,
kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan
tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya. Pengaruh lainnya
adalah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk
memenuhi kebutuhan oksigen, dan tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai
keseimbangan antara panas tubuh dengan suhu disekitarnya.
d) Sirkulasi Udara
Menurut Sedarmayanti (2009) bahwa oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh
mahluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metaboliasme. Udara di
sekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen, dalam udara tersebut telah berkurang dan
telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh.
Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman di sekitar tempat kerja.
Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan olah manusia. Dengan sukupnya
oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis akibat adanya
tanaman di sekitar tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan dan kesegaran pada
jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh
akibat lelah setelah bekerja.
e) Kebisingan
Kebisingan di tempat kerja dapat menimbulkan gangguan pendengaran dan gangguan
sistemik yang dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan penurunan
produktifitas. Menurut (Wignjosoebroto, 2003: 86) terdapat tiga aspek yang menentukan
kualitas bunyi yang bisa menentukan tingkat gangguan terhadap manusia yaitu sebagai
berikut:
1. Lama waktu bunyi tersebut terdengar, semakin lama telinga kita mendengar
kebisingan akan semakin buruk akibatnya bagi pendengaran (tuli).
2. Intensitas ; biasanya diukur dengan satuan desibel (dB) yang menunjukkan
besarnya arus energi per satuan luas.
3. Frekwensi suara yang menunjukkan jumlah gelombang-gelombang suara yang
sampai ditelinga kita setiap detik dinyatakan dalam jumlah getaran per detik atau
Herz (Hz).

Kemudian The Liang Gie (1998: 220) menyatakan bahwa:


“Suatu cara yang digunakan untuk menambah efisiensi kerja adalah dengan
penggunaan musik. Dari hasil percobaan membuktikan bahwa lagu-lagu yang lembut
dan tenang dapat mengurangi syaraf dan kejenuhan serta menambah kegembiraan
kerja”.

Berdasarkan kedua pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa kebisingan


adalah salah satu polusi yang tidak dikehendaki manusia. Karena bunyi tersebut akan dapat
mengganggu ketenangan kerja, merusak pendengaran dan menimbulkan kesalahan
komunikasi. Kondisi tersebut akan mempengaruhi produktifitas kerja, hal ini dapat diatasi
dengan penggunaan musik lembut dan tenang sehingga mengurangi daya kerja saraf dan
dapat mengatasi kejenuhan.
f).Getaran mekanis di tempat kerja
Getaran adalah suatu faktor fisik yang menjalar ketubuh manusia dari tangan sampai
keseluruh tubuh akibat getaran peralatan mekanis yang dipergunakan ditempat kerja.
Menurut Sedarmayanti (2009) getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat
mekanis, yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh pegawai dan dapat menimbulkan
akibat yang tidak diinginkan. Getaran mekanis pada umumnya sangat mengganggu tubuh
karena ketidakteraturannya, baik tidak teratur dalam intensitas maupun frekuensinya.
Selanjutnya Sedarmayanti (2009) mengemkakan bahwa secara umum getaran mekanis
dapat mengganggu tubuh dalam hal :
a. Konsentrasi
b. Datangnya kelelahan
c. Timbulnya beberapa penyakit, diantaranya karena gangguan terhadap: mata, syaraf,
peredaran darah, otot, tulang dan lain- lain.
f) Bau- bauan di tempat kerja
Menurut Sedarmayanti (2009) adanya bau- bauan di sekitar tempat kerja dapat
dianggap sebagai pencemaran, karena dapat mengganggu konsentrasi bekerja, dan bau- bauan
yang terjadi terus- menerus dapat mempengaruhi kepekaan panciuman. Pemakaian “air
condition” yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan
bau- bauan yang mengganggu di sekitar tempat kerja.
g).Tata warna di tempat kerja
Penataan warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan sebaik-
baiknya dan disesuaikan dengan kebutuhan. Warna merupakan faktor penting untuk
meningkatkan efisiensi kerja pegawai. Warna juga mempunyai pengaruh penting terhadap
penerangan kantor. Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang,
sedih, dan lain-lain, karena dalam sifat warna dapat merangsang perasaan manusia
Sedarmayanti (2009: 34) membuat daftar warna yang dapat mempengaruhi perasaan
manusia seperti pada tabel berikut:
TABEL 2.1
DAFTAR WARNA DAN PENGARUHNYA
Untuk
Warna Sifat Pengaruh
ruang kerja
1. Dinamis, Menimbulkan Pekerjaan
Merah merangsang semangat kerja sepintas
dan panas (singkat)
2. Keanggunan, Menimbulkan rasa Gang-gang
Kuning bebas, gembira dan jalan
hangat merangsang urat
syaraf mata
3. Biru Tenang, Mengurangi tekanan Berfikir dan
tentram dan atau ketegangan konsentrasi
sejuk
Sumber: Sedarmayanti (2009:34)

Kemudian Wignjosoebroto (2003: 87) mengatakan bahwa pengaruh warna terhadap


manusia adalah sebagai berikut:
a). Warna merah bersifat merangsang
b). Warna kuning memberikan kesan luas terang dan leluasa
c). Warna hijau atau biru memberikan kesan sejuk, aman dan menyegarkan.

Berdasarkan sifat warna tersebut maka pengaturan warna di tempat kerja perlu
diperhatikan dan disesuaikan dengan fungsi serta kegiatan kerja di dalam ruangan tersebut.
Dalam kondisi ruangan yang sempit sebaiknya diberikan warna yang cerah seperti warna
kuning karena akan memberikan kesan terang dan leluasa. Dengan melakukan pengaturan
warna di tempat kerja dan disesuaikan dengan kondisi serta fungsi ruangan maka diharapkan
pegawai bisa lebih tenang, nyaman dan termotivasi dalam bekerja sehingga produktifitas
kerja meningkat.
2). Lingkungan Non - Fisik
Dalam membahas masalah lingkungan non fisik perhatian biasanya difokuskan pada
dimensi hubungan sosial yang berkaitan dengan lingkungan, serta masalah-masalah sosial.
Lingkungan sosial dapat terjadi pada tingkat mikro dan makro, dalam arti menyangkut hal-
hal yang berkaitan dengan keluarga, organisasi, kelompok maupun masyarakat luas.
Lingkungan sosial itu dapat merefleksikan suatu integrasi sosial, tetapi juga dapat
mencerminkan konflik sosial.
Dalam sosiologi, integrasi sosial lazim dikonsepsikan sebagai suatu proses ketika
berbagai kelompok sosial yang ada di dalam organisasi maupun masyarakat saling menjaga
keseimbangan untuk membentuk kedekatan hubungan baik yang bersifat sosial.
Menurut Sadarmayanti (2001:31):

“Lingkungan kerja non-fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan
hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja,
ataupun hubungan dengan bawahan”.
Menurut Sarwoto (1991:131) penerapan hubungan kerja yang baik antar pegawai akan
terlihat pada suasana kerja yang :
1) Tidak terdapat konflik antar pegawai
2) Setiap pegawai bersemangat dan bergairah dalam menyelesaikan pekerjaan yang
menjadi tugasnya
3) Setiap masalah dapat diselesaikan dengan penuh kekeluargaan
4) Pelaksanaan pekerjaan di liputi oleh suasana santai dan keakraban,bukan suasana
yang mencekam penuh ancaman.
5) Adanya saling menghargai dan percaya antar pegawai.
Hubungan kerja yang berhasil dibina antara bawahan dengan atasan akan
memperlihatkan suasana antara lain :
1). Para pegawai betul-betul menghormati, menghargai kepemimpinan atasannya.
2). Atasan dianggap sebagai rekan sekerja yang seluruh kebijaksanaannya perlu
didukung, bukan seorang majikan yang menakutkan.
3). Adanya perhatian yang besar dari atasan terhadap masalah bawahan untuk mencari
jalan pemecahannya.
4). Adanya usaha atasan untuk memperlihatkan keteladanan kerja bagi para bawahan.
5). Para bawahan selalu merasa termotivasi untuk bekerja karena adanya penghargaan
atas prestasi yang mereka dapatkan.

Oleh karena itu suatu hubungan kerja antar bawahan dengan atasan tercermin dalam
lingkungan kerja fisik dan non fisik yang diberikan kepada pegawai secara baik dan benar.
Dalam kehidupan bersama dalam organisasi umumnya perlu didukung oleh sikap dan
perilaku sosial, yakni saling menghormati dan menghargai, kepedulian sosial dan memelihara
kepercayaan. Sehubungan dengan hal tersebut Surya (2004: 92) menyatakan bahwa:
“Sikap adalah predisposisi seorang individu untuk menilai obyek dalam cara-cara
positif dan negatif”. Pengertian ini menjelaskan bahwa sikap merupakan penilaian
individu terhadap objek dengan cara postitif atau negatif”.

Lebih lanjut Surya (2004: 92) mengemukakan bahwa dalam perwujudan perilaku,
sikap memegang peranan yang penting karena:
1) Sikap menentukan makna dalam membuat interprestasi
2) Sikap sebagai dasar keyakinan
3) Sikap berfungsi untuk mengorganisasikan fakta
4) Sikap berfungsi untuk menyeleksi fakta

Kemudian Gibson (1996: 254) mengatakan bahwa :


“Sikap adalah determinan perilaku, sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan
motivasi. Sebuah sikap adalah perasaan atau negatif atau keadaan mental yang selalu
disiapkan, dipelajari dan diataur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh
khusus pada respon seseorang terhadap orang lain, objek-objek dan keadaan yang ada.
Dari definisi tersebut sikap dapat dipelajari, sikap dapat memberikan perasaan bagi
hubungan antar pribadi dan dengan orang lain dan sikap diatur dan dekat dengan
kepribadian”.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa sikap dan
mental adalah sesuatu yang melekat pada diri manusia, atau reaksi manusia terhadap suatu
keadaan atau peristiwa tertentu dengan berdasar pada cita-cita, pengetahuan dan percaya diri.
Selanjutnya dikemukakan pengertian perilaku menurut Notoatmodjo (2003: 43) bahwa:
”Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar)”.

Selanjutnya Notoatmodjo (2003: 43) menambahkan bahwa:

Bila manusia dilihat sebagai individu maka unsur-unsur yang diperlukan agar dia bisa
berbuat sesuatu adalah:
a) Pengertian/pengetahuan tentang apa yang dilakukannya
b) Keyakinan/kepercayaan tentang manfaat dan kebenaran dari apa yang dilakukannya
(attitude yang positif).
c) Sarana yang diperlukan untuk melakukannya
d) Dorongan/motivasi untuk berbuat yang dilandasi oleh kebutuhan yang dirasakannya
B. Model Konseptual

Secara umum, dapat dikatakan bahwa model berpikir merupakan gambaran keterkaitan
antara konsep kunci yang merupakan manifestasi dari fokus permasalahan. Analisis dalam
penelitian ini difokuskan pada menganalisis kondisi lingkungan kerja di Dinas Perdagangan
dan Perindustrian Kota Gunungsitoli yang berpengaruh pada disiplin dan peningkatan kinerja
pegawai.
Menurut Buku pedoman penulisan karya ilmiah yang dikeluarkan oleh STIA LAN
Bandung (2012: 22) dikatakan bahwa:
Model berfikir sebagai penjelasan secara deskriptif-naratif yang menggambarkan
keterkaitan antara konsep-konsep kunci, yang secara integral merupakan “potret”
(manifestasi) fokus permasalahan. Dengan demikian model berfikir ini dapat
digambarkan secara diagramatik dan model berfikir ini juga semacam “hipotesis” yang
diajukan oleh peneliti. Oleh karena itu model berfikir ini mungkin akan berbeda dengan
realitas empiris yang ditemukan peneliti melalui penelitiannya. Jelasnya model berfikir
akan berbeda dengan kesimpulan peneliti.

Sesuai dengan pedoman tersebut, maka model berfikir yang digunakan oleh penulis
untuk mengevaluasi lingkungan kerja di Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota
Gunungsitoli, secara konseptual dapat dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1
MODEL BERPIKIR

INPUT PROSES OUTPUT

Lingkungan
kerja fisik
-Sumber Daya a..Penerangan
Manusia / cahaya
ditempat kerja
-Anggaran
Penataan Lingkungan Kerja

Dari gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa input atau masukan dalam penelitian ini
adalah sumber daya manusia, anggaran serta kebijakan dan peraturan yang berlaku.
Kebijakan dan peraturan yang dimaksud adalah tentang standar sarana dan prasarana kantor
serta persyaratan kesehatan lingkungan kerja. Kemudian tahap yang kedua yaitu tahap proses
yaitu penataan lingkungan kerja. Sedangkan output berupa kondisi lingkungan fisik dan non
fisik. Dalam penelitian ini, peneliti hanya memfokuskan pada output yaitu menggambarkan
kondisi lingkungan kerja di Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli.
C. Pertanyaan Penelitian

Sesuai dengan fokus permasalahan dalam penulisan skripsi ini, maka pertanyaan
penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi lingkungan kerja di Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota


Gunungsitoli?
2. Apa faktor penghambat permasalahan kondisi lingkungan kerja di Dinas Perdagangan
dan Perindustrian Kota Gunungsitoli?
3. Apa upaya yang telah dilakukan mengatasi permasalahan kondisi lingkungan kerja di
Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli?
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Dalam mencari fakta-fakta diperlukan usaha yang sistematis untuk menemukan
jawaban ilmiah terhadap suatu masalah. Untuk mencari fakta tersebut diperlukan metode.
Metode dapat diartikan cara untuk melakukan sesuatu, terutama dengan cara yang sistematis.

Pada umumnya penelitian bertujuan untuk menguji kebenaran dari suatu konsep.
Penelitian adalah suatu penyelidikan atau suatu usaha pengujian yang dilakukan secara teliti,
dan kritis dalam mencari fakta-fakta atau prinsip-prinsip dengan menggunakan langkah-
langkah tertentu.

Pendekatan penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Taylor & Bogdan (1984: 5)
penelitian kualitatif adalah

“... the broadest sense to research that produces descriptive data : people's own
written or spoken words and observable behaviors”.

Apabila diterjemahkan secara bebas adalah suatu arti yang luas untuk penelitian yang
menghasilkan data deskriptif semua perilaku dan ucapan orang secara lisan maupun tulisan
untuk diamati.

Metode ini penulis gunakan karena melalui metode ini hasilnya lebih akurat dan bisa
memahami interaksi sosial. Permasalahan yang ada menurut penulis hanya dapat diurai
dengan metode ini karena ikut langsung berperan serta dan melakukan wawancara mendalam
melalui informan/narasumber terhadap interaksi sosial tersebut. Dengan demikian akan dapat
ditemukan pola-pola hubungan yang jelas. Data-data dan catatan lapangan yang diperoleh
pada saat penelitian akan penulis analisa dengan mendeskripsikan keterkaitan antara satuan
gejala.

Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli dijadikan lokus penelitian


untuk studi kasus karena penulis bekerja sebagai staf dan tertarik untuk mengetahui dan
menganalisis tentang kondisi lingkungan kerja, serta membukukannya dalam bentuk skripsi.

Melalui penerapan metode penelitian kualitatif ini penulis mencoba meneliti keadaan
yang sedang berlangsung di lokus penelitian, sehingga memperoleh informasi yang valid.
Artinya dengan penelitian metode kualitatif ini penulis bermaksud memberikan gambaran
atau lukisan secara sistematis mengenai fokus penelitian, mengumpulkan, menyusun dan
menganalisis data atas masalah yang terjadi. Tujuannya adalah mendeskripsikan bagaimana
kondisi lingkungan kerja pegawai di Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli
Informan Penelitian

Peran dari informan menjadi sangat penting, karena informasi mengenai permasalahan
yang akan diteliti sebagian besar diperoleh dari informan. Informasi yang didapat dari
seorang informan tersebut akan menghasilkan informasi yang terus berkembang. Artinya
informasi yang diterima tidak hanya seputar pertanyaan yang diajukan peneliti, di mana
informasi yang didapat akan terus bertambah sesuai dengan tema yang telah ditentukan dalam
penelitian ini yakni penempatan pegawai dan kinerja organisasi.
Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah pegawai yang berstatus Aparatur
Sipil Negara (PNS). Sedangkan pegawai yang berstatus Tenaga Harian Lepas (THL) tidak
ikut sebagai informan dalam penelitian ini. Alasannya adalah penulis menganggap bahwa
pegawai negeri sipil lebih tahu mengenai apa yang menjadi TUPOKSI dalam pelaksanaan
tugas dan memiliki tanggung jawab yang lebih dalam upaya pencapaian tujuan organisasi
dibandingkan dengan pegawai THL.
Informan dalam penelitian ini adalah beberapa dari pejabat dan Staf, eselon IV, Eselon
III dan Eselon II di Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli Alasannya
adalah penulis mengambil informan tersebut antara lain:

1. Pejabat eselon II, III dan IV merupakan informan kunci pada penelitian ini karena subjek
yang diteliti adalah kondisi lingkungan kerja sehingga pertanyaan wawancara terkait
kondisi lingkungan kerja fisik dan non fisik serta penataan peralatan kerja di Dinas
Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli terdiri dari kasubbag umum dan
kepegawaian, Kasubbag Keuangan, Sekretaris Dinas Perdagangan dan Perindustrian dan
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli. Staf merupakan
informan tambahan, untuk mengetahui sejauh mana pemahaman dan pengetahuan mereka
tentang lingkungan kerja di Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli,
dalam rangka menjalankan dan mewujudkan visi dan misi organisasi.

Data informan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1
Jumlah Informan Penelitian
No. Informan Jumlah
1. Kepala Dinas 1 orang
2. Sekretaris Dinas 1 orang
Ka Sub bagian Umum dan
3. 1 orang
Kepegawaian
4. Ka Sub bagian Keuangan 1 orang
5. Staf Aparatur Sipil Negara 3 orang
Jumlah 7 orang
Sumber : Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli.
Tabel 3.1 merupakan informan dan juga sebagai objek yang diteliti oleh penulis.
Informan dianggap oleh penulis sebagai informan kunci dan informan tambahan.

B. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Untuk melakukan penelitian, diperlukan cara/teknik untuk mengumpulkan data. Ada


banyak teknik yang bisa dilakukan untuk hal tersebut. Berdasarkan beberapa buku referensi
yang dibaca, peneliti memutuskan menggunakan beberapa teknik, yaitu pengamatan non
partisipasi (participatory observation), wawancara, dan kajian dokumen

1. Pengamatan Non-Partisipasi (Nonparticipatory observation)


Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan adalah ruang (tempat), pelaku,
kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti
melakukan pengamatan adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian,
untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi
yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap
pengukuran tersebut.

Pengamatan yang dilakukan penulis yaitu kondisi lingkungan kerja yang terjadi di Dinas
Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli yang terdiri atas kondisi lingkungan fisik
serta hubungan sosial antara atasan - bawahan, dan sebaliknya serta hubungan antara sesama
pegawai selama menjalankan tupoksinya.

2. Wawancara

Silalahi (2009: 312) mengemukakan bahwa:


“Metode wawancara merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data
atau keterangan lisan dari seseorang yang disebut responden melalui suatu percakapan
yang sistematis dan terorganisasi”.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan wawancara terstruktur untuk mendapatkan
informasi yang lebih mendalam kepada informan.

Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sugiyono (2010: 140) bahwa:

“Wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara bebas, dimana peneliti tidak


menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap
untuk pengumpulan datanya”.
Dimulai dari pertanyaan umum dalam area yang luas pada penelitian, lalu mengerucut
ke yang lebih khusus. Wawancara ini biasanya diikuti oleh suatu kata kunci, agenda atau
daftar topik yang akan dicakup dalam wawancara.

Jenis wawancara ini bersifat fleksibel dan memungkinkan penulis mengikuti minat dan
pemikiran informan. Penulis dengan bebas menanyakan berbagai pertanyaan kepada
informan dalam urutan manapun bergantung pada jawaban. Hal ini dapat ditindaklanjuti,
tetapi penulis juga mempunyai agenda sendiri yaitu tujuan penelitian yang dimiliki dalam
pikiran dan isu tertentu yang akan digali. Namun pengarahan dan pengendalian wawancara
oleh penulis sifatnya minimal. Umumnya, ada perbedaan hasil wawancara pada tiap
informan, tetapi dari yang awal biasanya dapat dilihat pola tertentu. Informan bebas
menjawab, baik isi maupun panjang pendeknya paparan, sehingga dapat diperoleh informasi
yang sangat dalam dan rinci.

3. Kajian Dokumen
Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi.
Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, laporan, dan sebagainya. Sifat
utama data ini tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti
untuk mengetahui hal-hal yang diperlukan dalam penelitian.

Juga ditambah dengan cara mempelajari buku-buku literatur maupun dokumen-


dokumen resmi lain seperti peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang bertujuan
untuk memperoleh data dan informasi yang relevan dengan penelitian.

C. Teknik Verifikasi Data

Dalam penelitian, baik berbentuk kualitatif maupun kuantitatif, kriteria utama yang
harus diperhatikan adalah valid, reliabel, dan objektif. Validitas adalah derajat ketepatan
antara data yang terdapat di lapangan dan data yang dilaporkan oleh peneliti. Bila peneliti
membuat laporan yang tidak sesuai dengan apa yang terjadi pada objek, data tersebut dapat
dinyatakan tidak valid.

Dalam pengujian keabsahan data, metode penelitian kualitatif menggunakan istilah


yang berbeda dengan penelitian kuantitatif.

“Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji, credibility (validitas
internal), transferability (validitas eksternal), dependability (reliabilitas), dan
confirmability (obyektivitas). (Sugiyono 2010: 270).

Validitas internal berkenaan dengan derajat akurasi penelitian dan hasil yang dicapai.
Validitas eksternal berkenaan dengan derajat akurasi, dapat atau tidaknya hasil penelitian
digeneralisasikan atau diterapkan pada  populasi tempat sampel tersebut diambil. Bila sampel
penelitian representatif, instrumen penelitian valid dan reliabel, cara mengumpulkan dan
menganalisis data benar, penelitian akan memiliki validitas eksternal yang tinggi.

Reliabilitas berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan.
Dalam pandangan positivistik (kualitatif), suatu data dinyatakan reliabel apabila dua atau
lebih peneliti dalam objek yang sama menghasilkan data yang sama atau peneliti yang sama
dalam waktu yang berbeda menghasilkan data yang sama atau sekelompok data bila dibagi
menjadi dua kelompok menunjukkan data yang tidak berbeda.

Objektivitas berkenaan dengan derajat kesepakatan atau interpersonal agreement antar


banyak orang tentang suatu data. Data yang objektif akan cenderung valid walaupun belum
tentu valid. Dapat terjadi suatu data yang disepakati banyak orang belum tentu valid, tetapi
yang disepakati oleh sedikit orang malah lebih valid. Dalam penelitian kualitatif, temuan atau
data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dan
yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti.

Pengertian reliabilitas dalam penelitian kuantitatif sangat berbeda dengan reliabilitas


dalam penelitian kualitatif. Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan paradigma dalam
melihat realitas. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa validitas derajat
ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dan data yang dapat dilaporkan oleh
peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian, sedangkan reliabilitas
berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan. Artinya, jika suatu
penelitian diterapkan pada objek yang berbeda dengan menggunakan metode dan teknik
penelitian yang sama, didapatkan hasil penelitian yang sama.

Cresswell (2009: 191-192) mengemukakan bahwa ada 8 (delapan) strategi dalam uji
validitas data penelitian kualitatif, yaitu:

1.Triangulate different data sources of information by examining evidence from the


source and using it to build a coherent justification for themes. (Mentriangulasi
sumber-sumber data yang berbeda dengan memeriksa bukti-bukti yang berasal dari
sumber-sumber tersebut dan menggunakannya untuk membangun justifikasi tema-
tema secara koheren).
2.Use member checking to determine the accuracy of the qualitative finding through
taking the final report of specific descriptions oe themes back to participants and
determining whether these participants feel that they are accurate. (Menerapkan
member checking untuk mengetahui akurasi hasil penelitian. Member checking ini
dapat dilakukan dengan membawa kembali laporan akhir atau deskripsi-deskripsi atau
tema-tema spesifik ke hadapan partisipan untuk mengecek apakah mereka merasa
bahwa laporan/deskripsi/tema tersebut sudah akurat).
3.Use rich, thick description to convey the findings. (Membuat deskripsi yang kaya dan
padat tentang hasil penelitian).
4.Clarify the bias the researchers brings to the study. (Mengklarifikasi bias yang
mungkin dibawa peneliti ke dalam penelitian).
5.Also present negative or discrepant information that runs counter to the themes.
(Menyajikan informasi yang berbeda atau negatif yang dapat memberikan perlawanan
pada tema-tema tertentu).
6.Spend prolonged time in the field. (Memanfaatkan waktu yang relatif lama di
lapangan atau lokasi penelitian).
7.Use peer debriefing to enhance the accuracy of the account. (Melakukan Tanya
jawab dengan sesama rekan peneliti untuk meningkatkan keakuratan penelitian).
8.Use an external auditor to review the entire project. (Mengajak seorang
auditor/external auditor untuk mereview keseluruhan proyek penelitian).

Dari 8 (delapan) strategi untuk menguji keabsahan data yang telah disebutkan, penulis
menggunakan triangulasi karena lebih sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data
yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data yang ada sekaligus
melakukan uji kredibilitas data penelitian.

Stainback (Sugiyono, 2010: 241) menyatakan bahwa

“the aim is not to determinate the truth about some social phenomenon, rather the
purpose of triangulation is to increase one’s understanding of what ever is being
investigated”.

Tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena,
tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan.

Dalam konsep triangulasi terdapat dua jenis triangulasi dalam pengumpulan data
kualitatif, yakni triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan triangulasi teknik dalam proses pengumpulan data penelitian. Sugiyono (2010:
241) mengatakan bahwa :

“Triangulasi teknik, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang


berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama”.

Hal ini dapat digambarkan pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.1
Triangulasi Teknik
Observasi
Sumber
Wawancara Data yang
sama
Kajian Dokumen
(Sugiyono, 2010: 242)

Dalam penelitian ini peneliti melakukan metode observasi, wawancara dan kajian
dokumen dengan menggunakan sumber yang sama yakni pada lokus yang sama yaitu di
Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli.

E. Prosedur Pengolahan dan Analisis Data

Sesuai dengan metode penelitian yang dipakai dalam penelitian yakni metode
penelitian kualitatif, maka teknik menganalisis data yang didapat dari proses pengumpulan
data juga bersifat kualitatif. Menurut Miles and Huberman (1994: 428-429):

“Our definition of data analysis contains three linked subprocesses: data reduction, data
display, and conclusion drawing/verification. These processes occur before data
collection, during the study design and planning; during data collection as interim an
early analyses are carried out; and after data collection as final products are
approached and completed”.
Apabila diterjemahkan secara bebas artinya adalah definisi kami pada analisis data
berisi tiga sub proses terkait: reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan/verifikasi. Proses ini terjadi sebelum pengumpulan data, selama studi desain dan
perencanaan; selama pengumpulan data sebagai interim suatu analisis awal dilakukan, dan
setelah pengumpulan data sebagai produk akhir minimal mendekati dan diselesaikan.

Dari pernyataan tersebut, teknik analisis data ada 4 (empat) tahap. Tahapan tersebut
dimulai dari proses pengumpulan data, (data collection), reduksi data (data reduction),
penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan/verifikasi (conclusion
drawing/veryfing). Dalam penelitian ini juga menggunakan semua tahapan yang disebutkan
tersebut. Dan dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.2
Proses Analisis Data

Data
Collection
Data
Display

Data
Reduction
Conclusion:
Drawing/Veryfing

Sumber: Miles and Huberman (1994: 429)

1.Pengumpulan Data (Data Collection)


Creswell (2009: 178) mengemukakan langkah-langkah pengumpulan data meliputi:

“…the boundaries for the study, collection information through unstructured or


semistructured observations and interviews, documents, and visual materials, as well
as estabilishing the protocol for recording information”.
Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa batas-batas untuk penelitian, pengumpulan
informasi melalui pengamatan terstruktur atau semistruktur dan wawancara, dokumen, dan
materi visual, serta standar protokol untuk merekam informasi. Sejalan dengan itu, menurut
Herdiansyah (2010: 164),

“Idealnya, proses pengumpulan data sudah dilakukan ketika penelitian masih berupa
konsep atau draft”.

Proses pengumpulan data yang dilakukan penulis juga seperti yang diungkapkan oleh
para pakar tersebut. Pengumpulan data sedang dan sudah dilakukan pada saat rancangan
penelitian ini dibuat dan diajukan, disebabkan karena penulis bekerja di lokus penelitian.

Dari data yang ada, penulis mengemukakan beberapa fenomena sementara yang
berkaitan dengan masalah yang ada. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat, maka
penulis melanjutkan penelitian dengan menggunakan instrumen penelitian yang telah
dikemukakan sebelumnya.

2. Reduksi Data (Data Reduction)


Menurut Sugiyono ( 2010:247) mereduksi adalah:
“Merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,
dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan
data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan”.
Kegiatan yang penulis lakukan dalam tahap ini adalah mengidentifikasi hasil
pengamatan, wawancara dan kajian dokumen untuk mengkategorikan dan mengklasifikasi
data yang ada, agar data tersebut menjadi sederhana dan memudahkan untuk menarik
kesimpulan.

3. Penyajian Data (Data Display)


Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah penyajian data. Dalam metode
penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
gambar, dan sejenisnya. Tetapi yang paling sering digunakan adalah dengan teks yang
bersifat naratif. Penyajian data dilakukan dengan menampilkan satuan-satuan informasi
secara sistematis sehingga memungkinkan penulis sampai kepada gambaran untuk
melakukan penyimpulan.

4. Penyusunan Kesimpulan (Conclusion Drawing/Veryfing)


Setelah melakukan penyajian data, tahap berikutnya adalah menyusun kesimpulan
berdasarkan data-data yang ada. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat
sementara, dan berubah bila ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Menurut Sugiyono (2010: 252-253):

“Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah


yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah
dikemukakan sebelumnya bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian
kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di
lapangan”.
Jadi, dalam mengambil kesimpulan yang menggunakan metode penelitian kualitatif,
penulis menggunakan Interactive Model dari Miles and Huberman (gambar 3.2).
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Dinas Perdagangan dan Perindustrian
1. Visi Dan Misi Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli
Setiap organisasi tentunya mempunyai tujuan yang ingin diwujudkan, agar pencapaian
tujuan tersebut dapat berhasil dengan baik, maka tujuan dan cara mencapainya harus
dirumuskan melalui visi dan misi organisasi, sehingga semua komponen dalam organisasi
secara sistematis memahami kemudian menghayati tujuan organisasi tersebut.
Sesuai dokumen Rencana Strategis (RENSTRA) yang telah disusun oleh Dinas
Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli adapun yang menjadi Visi dan Misinya,
sebagai berikut:

Visi Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli adalah


“TERWUJUDNYA PEREKONOMIAN YANG KOKOH DAN BERKEADILAN
DI SEKTOR PERDAGANGAN, PERINDUSTRIAN, KOPERASI, DAN USAHA
MIKRO KECIL MENENGAH KOTA GUNUNGSITOLI”
Serta misi Dinas Perdagangan dan Perindustrian adalah :
1. Mewujudkan produktifitas sektor jasa dan perdagangan.
2. Mewujudkan produktifitas sektor industri rumah tangga, industri kreatif, serta industri
kecil dan menengah.
3. Mewujudkan daya saing Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi.

2. Tugas dan fungsi pokok Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli
Peraturan Daerah Kota No. 3 Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas-
Dinas Daerah Kota Gunungsitoli, dan diperbaharui dengan nomenklatur yang baru yaitu
Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli yang terbentuk berdasarkan
Peraturan Daerah Kota Gunungsitoli Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan
Susunan Perangkat Daerah Kota Gunungsitoli dan Peraturan Walikota Gunungsitoli Nomor
47 Tahun 2016 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kota
Gunungsitoli.Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli memiliki Tugas Pokok
sebagai berikut :
1. Mewujudkan produktifitas sektor jasa dan perdagangan
2. Mewujudkan produktifitas sektor industri rumah tangga, industri kreatif, serta industri
kecil dan menengah.
3. Mewujudkan daya saing UMKM dan koperasi
4. Mewujudkan Tata Kelola Pelayanan yang akuntabel, profesional dan melayani.
Sedangkan Dinas Perdagangan dan Perindustrian, menyelenggarakan fungsinya
adalah :
Perumusan kebijakan teknis dibidang Perdagangan, Perindustrian dan Koperasi serta
merencanakan Pengelolaan Pasar, memfasilitasi UMKM dan para pelaku usaha industri.
3. Struktur Organisasi, Tugas Pokok, Fungsi, Dan Rincian Tugas

3.1. Struktur Organisasi


Berdasarkan Peraturan Daerah Kota No. 3 Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas-Dinas Daerah Kota Gunungsitoli, dan diperbaharui dengan nomenklatur yang
baru yaitu Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli yang terbentuk
berdasarkan Peraturan Daerah Kota Gunungsitoli Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan
dan Susunan Perangkat Daerah Kota Gunungsitoli dan Peraturan Walikota Gunungsitoli
Nomor 47 Tahun 2016 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kota
Gunungsitoli. Sesuai dengan peraturan ini, penyelenggaraan urusan perdagangan,
perindustrian, koperasi dan usaha mikro kecil menengah dilaksanakan oleh Dinas
Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli yang sampai saat ini masih diberlakukan.
Struktur organisasi, tugas pokok, fungsi, dan rincian tugas dimaksud dapat kita lihat
(sebagaimana terlampir).
4. Kondisi Jumlah Aparatur Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli
Jumlah Pegawai di Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli hingga
bulan Oktober 2020 tercatat sebanyak 44 orang, dengan rincian sebagai berikut:

TABEL 4.1
JUMLAH PEGAWAI MENURUT JENIS KELAMIN
PADA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN KOTA GUNUNGSITOLI

NO JENIS JUMLAH % KETERANGAN


KELAMIN

1 Laki – laki 29 65,9 --


2 Perempuan 15 34,1 --
JUMLAH 44 100 --
Sumber : diolah dari data DUK Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli.
Dari tabel tersebut diketahui bahwa di Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota
Gunungsitoli jumlah pegawai laki- laki lebih banyak dari pada pegawai perempuan, yaitu
85,7 % laki- laki dan 14,3% perempuan.

TABEL 4.2

JUMLAH PEGAWAI MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN


PADA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN KOTA GUNUNGSITOLI
N TINGKAT JUML % KETERANG
O PENDIDIKAN AH AN

1 SLTP - - --
SLTA 13,6
2 6 --
( SEDERAJAT) 4
3 DIPLOMA 3 3 6,81 --
70,4
4 SARJANA ( S1 ) 31 --
6
PASCASARJANA (
5 3 --
S2 ) 6,81
6 TUGAS BELAJAR 1 2,28 --

JUMLAH 44 100 --
Sumber : diolah dari data DUK Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli.
Dari tabel tersebut diketahui bahwa dari latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh
tiap-tiap pegawai terlihat bahwa yang telah mengecap pendidikan tinggi sudah cukup banyak
dimana jumlah pegawai yang berpendidikan sarjana lebih dominan dari pegawai yang
berpendidikan SLTA ke bawah. Dan saat ini, 1 orang staf pada bagian sekretariat mengikuti
tugas belajar untuk program pascasarjana di USU Sumatera Utara. 8

TABEL 4.3
JUMLAH PEGAWAI MENURUT GOLONGAN
PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN NIAS UTARA
NO GOLONGAN JUML % KETERANG
AH AN

1 Golongan I 1 - --
2 Golongan II 7 15,90 --
3 Golongan III 33 75 --
4 Golongan IV 4 9,10 --

JUMLAH 44 100 --
Sumber : diolah dari data DUK Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli.
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa dari penggolongan terdapat 7 orang (15,90%)
pegawai golongan II, 33 orang (75%) golongan III dan 4 orang (9,10%) pegawai golongan
IV.

B. Hasil Penelitian Tentang Analisis Kondisi Lingkungan Kerja Di Dinas Perdagangan


dan Perindustrian Kota Gunungsitoli

Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Gunungsitoli sebagai salah satu Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merupakan unit organisasi yang dibentuk dari hasil
pemekaran Daerah Otonomi Baru. Sebagai daerah baru Kota Gunungsitoli masih banyak
yang belum memiliki gedung sendiri disetiap SKPD, semua gedung yang ditempati sebagian
merupakan gedung yang dipinjam dari gedung yang sudah ada sebelumnya.
Demikian halnya dengan Dinas Perdagangan dan Perindustrian gedung adalah
Karenanya, maka luas dan bentuk ruangannya sangat terbatas dan belum memenuhi . Dimana
secara keseluruhan gedung Dinas Perdagangan dan Perindustrian mempunyai luas ± 96 m²
yang terbagi beberapa ruangan yaitu: satu ruangan untuk kepala Dinas, satu ruangan untuk
bagian Subbag Umum dan Kepegawaian, bagian Subbag Keuangan, satu ruangan untuk
Sekretaris Dinas, dan satu ruangan lagi digunakan oleh Bidang Perdagangan, Bidang
Perindustrian dan Bidang Koperasi dan UMKM.
Keterbatasan luas dan jumlah ruangan pada Dinas Perdagangan dan Perindustrian itu
menyebabkan kondisinya memprihatinkan dan para pegawai tidak dapat bekerja secara
optimal. Untuk mencapai hasil kerja secara optimal, maka diperlukan penataan sarana dan
prasarana serta perlengkapan kerja yang disesuaikan dengan kebutuhan pegawai. Keberadaan
lingkungan kerja harus serasi dengan orang di dalam organisasi agar tercipta produktivitas
kerja yang tinggi. Guna menserasikan orang dengan lingkungan kerja maka perlu dilakukan
pendekatan ergonomi. Menurut Sarwoto (1991:131) dan Sedarmayanti (2001:21) secara
garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi dua yaitu :
a.Lingkungan tempat kerja/Lingkungan kerja fisik (physical working environment)
b.Suasana kerja/Lingkungan kerja non fisik (Non - Phisical Working Environment).
1. Lingkungan kerja fisik
Lingkungan fisik merupakan semua keadaan yang terdapat disekitar tempat kerja, akan
mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan untuk lebih mengetahui
bagaimana gambaran lingkungan fisik di Dinas Perdagangan dan Perindustrian akan
diuraikan sebagai berikut.
Gedung Dinas Perdagangan dan Perindustrian merupakan pinjaman dari gedung kantor
sebelumnya. Keadaan ini menyebabkan gedungnya sangat sempit. Hal itu didukung dengan
adanya pernyataan dari beberapa informan. Informan 1 (satu) menjelaskan bahwa:
“Kondisi lingkungan kerja di Dinas Perdagangan dan Perindustrian saat ini masih
dalam tahapan pembenahan. Hal ini disebabkan karena Pemerintah Kota Gunungsitoli
merupakan Kota yang baru mekar, sedang mengawali dan mempersiapkan Sumber
Daya Manusia, dimana ± 30 orang sedang Tugas Belajar di TK I dan pusat” untuk
keseluruhan pegawai Pemkot.( Hasil wawancara dengan informan 1, tanggal 2
November 2020).
Demikian juga ketika penulis melakukan wawancara kepada informan 2 (dua) dan 3
(tiga) yang merupakan pejabat eselon III dan IV memberikankan keterangan bahwa kondisi
lingkungan kerja di Dinas Perdagangan dan Perindustrian pada saat ini masih kurang
memadai dan belum memenuhi standar jika dilihat dari luas ruangan dan jumlah pegawai
karena belum adanya ruangan terbuka publik untuk pelayanan kepada para pelaku usaha yang
akan mendaftar izin atau membayarkan retribusi gedung atau kios mereka sehingga lalu
lalang orang-orang yang memenuhi bagian depan ruangan utama sering mengganggu kinerja
para pegawai. Hal itu disebabkan karena Pemerintah Kota Gunungsitoli merupakan kota
pemekaran baru jadi masih dalam tahap pembenahan.
Penulis juga telah melakukan wawancara terhadap beberapa staf dan memberikan
keterangan yang sama. Seperti yang di kemukakan oleh informan 4 (empat) salah seorang
staf Subbag Umum dan Kepegawaian bahwa :

“Kalau menurut saya pribadi, kondisi lingkungan kerja di BKD belum tertata rapi,
karena ruangan sempit dan terbatas untuk setiap bagian, dan walaupun ditata akan
begitu-begitu saja”.(Hasil wawancara dengan informan 4, tanggal 10 Nopember 2020)
Selanjutnya informan 5 (lima) staf Bidang Perdagangan juga berpendapat :
“Kalau menurut saya, kondisi lingkungan kerja di Dinas Perdagangan dan Perindustrian
belum bagus dan belum tertata dengan baik, karena sebagaimana kita ketahui bersama
bahwa gedung Dinas ini adalah pinjaman. Karena keterbatasan luas ruangan itu, jika
dilakukan penataan maka penataannya tidak akan optimal”.( Hasil wawancara dengan
informan 5, tanggal 2 Nopember 2020)
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kondisi lingkungan di Dinas
Perdagangan dan Perindustrian belum optimal dan belum memenuhi standar yang disebabkan
karena Kota Gunungsitoli merupakan daerah pemekaran baru dan masih dalam tahap
pembenahan.
Hal tersebut dapat dilihat dari gambar/ foto berikut:

GAMBAR 4.2
RUANG KEUANGAN
Dari gambar di atas terlihat bahwa ruangan Bagian Keuangan bercampur dengan
ruangan PPK ( Pejabat Penatausahaan Keuangan) sangat sempit dan juga tidak mempunyai
ruang tamu khusus untuk menerima tamu. Baik Bendahara Pengeluaran dan PPK tidak bisa
menerima tamu secara bersamaan di ruang kerjanya dan pada gambar diatas terlihat jarak
antara meja kerja dan kursi tamu sangat dekat. Demikian juga kapasitas untuk menerima
tamu hanya untuk 1-2 orang.

GAMBAR 4.3
RUANG SEKRETARIAT

Gambar tersebut menunjukkan ruangan sekretariat. Terlihat ruangan yang sangat


sempit dan jarak antara kursi dan meja yang terlalu dekat dan tidak adanya jarak antara meja
yang satu dengan meja yang lain. Keadaan demikian sangat mengganggu keleluasaan dan
kenyamanan pegawai dalam bekerja.
Demikian juga dengan peletakkan barang dan peralatan kerja lainnya yang tidak teratur
dan rapi seperti: berkas- berkas yang diletakkan di atas lemari (filling cabinet) dan colokan
listrik yang diletakkan di atas meja sangat membahayakan pegawai dalam melakukan
pekerjaan.

GAMBAR 4.4
RUANG BIDANG KOPERASI

Terbatasnya jumlah ruangan menyebabkan bergabungnya beberapa bagian dalam satu


ruangan. Kondisi tersebut menyebabkan penataan peralatan tidak teratur dan berantakan.
Pada gambar 4.4 terlihat adanya penumpukan- penumpukan barang dan berkas di atas lemari
dan gantungan- gantungan baju di ruangan kerja pegawai.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi penulis mendapatkan informasi bahwa


pegawai merasa tidak nyaman dalam bekerja karena sempitnya ruangan dan terbatasnya
jumlah meja yang tersedia. Keadaan tersebut menyebabkan satu meja digunakan oleh dua
orang pegawai.

GAMBAR 4.5
RUANG SUBBAG UMUM DAN KEPEGAWAIAN
Ruang subbag umum dan kepegawaian sebagai pintu masuk untuk menerima para tamu
dan sebagai satminkal dalam hal surat-menyurat, terlihat suatu suasana penataan peralatan
kerja yang tidak beraturan seperti pada gambar yang seharusnya peletakan kursi dan meja
diatur dengan baik dan teratur sehingga tidak mengganggu jalur keluar masuknya tamu dan
para pegawai.

GAMBAR 4.6
PINTU MASUK RUANG SEKRETARIAT,SEKRETARIS, RUANG BIDANG
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN,
Pada gambar tersebut terlihat pintu masuk ruangan utama adalah ruang Kadis, ruang
sekretariat dan Bidang Perdagangan nampak tidak terorganisir dengan baik karena ruangan
bagian sekretariat bukan ada di bagian luar akan tetapi di dalam ruangan sehingga tamu yang
datang bukan diterima langsung oleh sub bagian umum dan kepegawaian akan tetapi
seringkali menyasar langsung ke bidang Perdagangan.
Selanjutnya juga terlihat bahwa ruangan agak gelap karena sinar matahari tidak masuk
langsung di dalam ruangan. Maka pencahayaannya dibantu oleh cahaya lampu, namun
cahaya lampu tidak terlihat karena pada saat observasi listrik dalam keadaan padam.

GAMBAR 4.7
RUANG BIDANG PERINDUSTRIAN
Kondisi ruangan di atas peneliti menganalisis bahwa penataan alat kerja belum tertata
dengan rapi seperti terlihat peletakan printer pada meja kerja, beserta kabel-kabel
penghubung saling berseberangan yang menimbulkan kesan semrawut, jarak antara filing
cabinet dengan meja kerja yang terlalu dekat, tempat sampah yang diletakkan di bawah meja
dan kursi untuk menerima tamu di jalan keluar masuk sehingga kondisi tersebut
mengakibatkan pegawai tidak leluasa dalam bekerja.
Sehingga dari beberapa uraian keterangan gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa
ruangan yang terbatas yaitu hanya terdiri atas beberapa ruangan menyebabkan bergabungnya
ruangan bidang dan sekretariat dalam satu ruangan dengan luas ± 96 m², adapun bidang-
bidang tersebut adalah: Sekretariat, ruang rapat, ruang pelayanan retribusi dan bidang
Perdagangan.
Keterbatasan luas ruangan yang dimiliki oleh Dinas Perdagangan dan Perindustrian
mengakibatkan dalam penataan ruang tidak didasarkan pada prinsip- prinsip ergonomi.
Seperti dalam menyusun tata letak meja dan peratannya lainnya.
Menurut Bennet (Sedarmayanti, 2009: 2) ergonomi adalah:
“Ilmu penyesuaian peralatan dan perlengkapan kerja dengan kemampuan essensial
manusia untuk memperoleh keluaran yang optimum”.

Namun tidak demikian halnya dengan yang terjadi di Dinas Perdagangan dan
Perindustrian. Penataan ruangan tidak didasarkan pada hubungan satuan kerja, sifat pekerjaan
dan urutan pekerjaan. Seharusnya sebagai unit kerja yang memberikan pelayanan publik
ruangan Dinas Perdagangan dan Perindustrian disusun dengan baik, sehingga jika didatangi
tamu (orang luar) dapat dengan mudah dilayani dan dengan alur yang jelas. Dalam penataan
ruang di Dinas Perdagangan dan Perindustrian tidak didasarkan pada hal tersebut, penataan
ruangan didasarkan pada kemampuan luas ruangan yang dapat menampung seluruh staf pada
suatu bidang.

Peralatan yang di miliki juga tidak memadai, dimana Dinas Perdagangan dan
Perindustrian tidak memiliki rak- rak tempat penyimpanan arsip/ berkas. Berkas- berkas
pegawai hanya disimpan diatas lemari gantung dan dibiarkan menumpuk di atas meja atau di
bawah meja. Seperti yang terlihat pada gambar berikut:

GAMBAR 4.8
RUANG ARSIP DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN
GAMBAR 4.9
GUDANG

GAMBAR 4.10
RUANG KEPEGAWAIAN

GAMBAR 4.11
RUANG SEKRETARIAT
Dari ketiga gambar tersebut terlihat bahwa dalam setiap ruangan terdapat
penumpukkan- penumpukaan berkas. Berkas- berkas yang tidak teratur dan penyusunan meja
serta peralatan lainnya yang kurang tertata rapi tersebut bisa mengganggu keleluasaan
pegawai dalam bekerja dan juga bisa mengganggu keamanan dan keselamatan pegawai.
Seharusnya alat perlengkapan kantor dan perabot kantor diletakkan pada tempat yang tepat ,
sehingga pegawai dapat bekerja dengan baik, nyaman, leluasa, dan bebas untuk bergerak
guna mencapai efisiensi kerja. Penataan peralatan yang baik juga dapat mengakibatkan
komunikasi kerja pegawai semakin lancar sehingga koordinasi dan pengawasan semakin
mudah, yang akhirnya dapat mencapai kepuasaan pegawai dalam bekerja.
Jadi dapat simpulkan bahwa penataan peralatan di Dinas Perdagangan dan
Perindustrian masih belum sesuai dengan tujuan ergonomi yaitu untuk meningkatkan
kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera akibat kerja, menurunkan
beban kerja fisik dan mental untuk mengupayakan kepuasan kerja pegawai.
Dengan demikian untuk mencapai hasil kerja secara optimal, maka diperlukan penataan
sarana prasarana perlengkapan kerja disesuaikan dengan kebutuhan pegawai. Keberadaan
lingkungan kerja harus serasi dengan orang di dalam organisasi agar tercipta produktivitas
kerja yang tinggi. Guna menserasikan orang dengan lingkungan kerja maka perlu dilakukan
pendekatan ergonomi.
Dan dalam realitasnya dapat diuraikan yang terjadi di Dinas Perdagangan dan
Perindustrian bila ditilik dari ilmu ergonomik secara khusus terhadap lingkungan kerja adalah
sebagai berikut:
a). Penerangan/ Pencahayaan di Tempat Kerja
Pencahayaan pada kantor Dinas Perdagangan dan Perindustrian tidak seluruhnya
diterangi oleh cahaya alam (matahari), cahaya matahari hanya menerangi ruang Kepala
Badan karena berada tepat di bagian depan, dan Subbag Umum dan Kepegawaian.
Hal ini sesuai dengan pernyataan informan 1 (satu) yang mengatakan bahwa:
“Tingkat pencahayaan masih kurang dan sebagian ruangan dibagian tengah yang
pencahayaannya masih tergantung pada cahaya lampu hal ini disebabkan karena
Gedung kantor berada di samping bangunan 2 lantai yaitu Gedung Dekranasda…”.
(Hasil wawancara dengan informan 1, tanggal 2 Nopember 2020)

Informan 2 (dua) juga menambahkan :

“Menurut saya tingkat pencahayaan didalam ruangan masih kurang terutama ruangan
tempat kami bekerja pada saat ini. Jika lampu padam maka pekerjaan kami akan
terganggu. Hal ini disebabkan karena gedung disebelah kami adalah gedung
Dekranasda yang 2 lantai jadi cahaya terhalang untuk masuk dalam ruangan….”. (Hasil
wawancara dengan informan 2, tanggal 2 Nopember 2020)

Kemudian Informan 3 mengemukakan bahwa:


“Menurut saya sistim pencahayaan pada umumnya cukup bagus, karena sinar matahari
dapat masuk melalui jendela jadi tidak tergantung pada cahaya lampu kecuali satu
ruangan dibagian tengah yang agak gelap disebabkan cahaya tidak dapat masuk...”.
(Hasil wawancara dengan informan 3, 2 Nopember 2020).

Dari pernyataan ketiga informan diatas penulis menyimpulkan bahwa tingkat


pencahayaan di Dinas Perdagangan dan Perindustrian tidak merata disetiap ruangan. Ada
ruangan yang tingkat pencahayaannya cukup, namun ada juga yang pencahayaannya sangat
kurang.
Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan informan 4 (empat) salah seorang staf di
Kantor Dinas Perdagangan dan Perindustrian yaitu :
“Pencahayaan di kantor ini kak, ada yang masuk cahaya matahari tetapi ada juga
ruangan yang diterangi dengan bantuan lampu listrik…”(Hasil wawancara dengan
informan 4, tanggal 26 Oktober 2020).

Selanjutnya informan 5 (lima) menambahkan:


“Pencahayaan di kantor, ada yang baik karena cahaya matahari masuk yaitu diruangan
bagian depan,dan ada ruangan yang cahaya matahari tidak dapat masuk yaitu diruangan
bagian tengah dan belakang jadi diterangi dengan bantuan lampu listrik….”.(Hasil
wawancara dengan informan 5, tanggal 27 Oktober 2020).

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pencahayaan di ruangan Kantor Dinas
Perdagangan dan Perindustrian kurang baik. Hal ini menyebabkan terganggunya pegawai
dalam bekerja karena pada siang hari terkadang berpindah ruang kerja dan menyatu dengan
para staf-staf bagian Umum dan Kepegawaian yang ruangannya berada di samping ruang
kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian.
The Liang Gie (1998: 411) mengatakan bahwa penerangan kantor yang baik yang baik
harus memenuhi tiga persyaratan sebagai berikut:
1.Sinar disebar secara merata tanpa membentuk bayangan yang tajam.
2.Intensitas sinar di mana saja memadai agar pekerjaan dapat dilakukan di sana, sinar
yang terlalu kuat sama buruknya dengan sinar yang tidak memadai.
3.Tidak ada cahaya yang menyilaukan, secara langsung, atau dipantulkan dari
permukaan seperti permukaan meja atau peralatan arsip.

Dengan kondisi seperti ini pimpinan berinisiatif memakai cahaya buatan dari lampu
Neon yang memiliki kekuatan pencahayaan 40 Watt, yang dampaknya dapat mempengaruhi
kesehatan para pegawai itu sendiri dan menyebabkan pegawai cepat mengalami kelelahan
mata yang mengakibatkan pekerjaan akan lambat, dan pada akhirnya menyebabkan pegawai
kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit tercapai.
b). Temperatur di Tempat Kerja
Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur berbeda.
Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem
tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di
luar tubuh
Berdasarkan observasi dan hasil wawancara peneliti diketahui bahwa cuaca di
lingkungan Dinas Perdagangan dan Perindustrian cukup ekstrim dimana pada musim dingin
akan terasa sangat dingin dan pada musim panas akan terasa sangat panas. Demikian juga
cuaca pada pagi terlalu dingin sehinggga menyebabkan para pegawai agak lama memulai
pekerjaannya yaitu pada pukul 09.00 Wib dan pada siang hari pukul 11.00 wib temperatur
terlalu panas sehingga mengakibatkan gerah pada tubuh pegawai serta berakibat pada
pelaksanaan pekerjaan.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan informan 2 (dua) yang mengatakan bahwa:
“…Suhu udaranya tergantung cuaca pada saat itu jika musim kemarau maka akan
terasa sangat panas dan hal tersebut diatasi dengan menyediakan kipas angin disetiap
ruangan, tapi jika musim hujan cuaca juga akan terasa sangat dingin namun karena kita
sudah lama bekerja disini kondisi tubuh sudah mulai bisa menyesuaikan dengan kondisi
yang seperti ini…”.(Hasil wawancara dengan informan 2, tanggal 2 Nopember 2020).

Informan 5(lima) juga mengemukakan :


“…suhu udara pada pagi hari akan terasa sangat dingin tetapi siang hari mulai pukul
11.00 wib akan sangat panas apalagi pada musim kemarau,dan selama ini kondisi
tersebut diatasi dengan penyediaan kipas angin yang kadang tidak berfungsi dengan
baik disetiap ruangan….”(Hasil wawancara dengan informan 5, tanggal 2 Nopember
2020).

Menurut hasil penelitian para ahli, untuk berbagai tingkat temperatur akan memberi
pengaruh yang berbeda. Keadaan itu tidak mutlak berlaku bagi setiap pegawai karena
kemampuan beradaptasi setiap pegawai berbeda, tergantung didaerah mana pegawai dapat
hidup. Namun temperatur yang terlampau dingin akan mengakibatkan gairah kerja menurun.
Sedangkan temperatur yang terlampau panas, akan mengakibatkan cepat timbul kelelahan
tubuh dan dalam bekerja cenderung membuat banyak kesalahan.

c). Sirkulasi Udara di Tempat kerja


Berdasarkan pengamatan penulis, sirkulasi udara pada Kantor Dinas Perdagangan dan
Perindustrian tidak bisa dikatakan sebagai sirkulasi udara yang sehat meskipun disetiap
ruangan terdapat jendela yang selalu dibiarkan terbuka. Hal ini dikarenakan di sekitar ruang
tempat kerja tidak ada tumbuh-tumbuhan yang dapat mensirkulasikan O2, dan di belakang
ruang Bidang Perindustrian berada tepat lokasi toilet dan tempat mesin genset sebagai
sumber energi listrik serta di samping kiri dan belakang ruang ini sebagai tempat
pembuangan sampah sementara.
Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan informan 4(empat) yang mengatakan bahwa :
“…dan kalau masalah sirkulasi udara tidak baik kak dikarenakan tepat dibelakang
ruangan keuangan ini ada wc umum, jadi bau harumnya sangat menyengat hidung,
terkadang pegawai terganggu dalam melakukan pekerjaan….” (Hasil wawancara
dengan informan 4, tanggal 26 Oktober 2020).
Jadi udara di lingkungan sekitar kantor masih belum segar karena tidak adanya
tanaman- tanaman yang dapat menghasilkan oksigen yang dibutuhkan oleh manusia. Dengan
cukupnya oksigen disekitar lingkungan kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis
akan memberikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani.
d). Kebisingan di Tempat Kerja
Karena sempitnya ruangan dan bergabungnya beberapa bidang dalam satu ruangan
maka segala jenis kegiatan atau kebisingan disalah satu ruangan akan terdengar di ruangan
yang lain. Demikian juga dengan suara lalu lalang kendaraan di jalan raya depan kantor serta
dengungan mesin genset ketika PLN padam yang berada di belakang ruang Bidang
Perindustrian sangat mengganggu pegawai dalam bekerja.
Di Kota Gunungsitoli lampu sering padam jadi untuk kelancaran pekerjaan mesin
genset ini sering digunakan.Hal ini sesuai dengan pernyataan informan 2 (dua) yang
mengatakan bahwa:
“Di Dinas Perdagangan dan Perindustrian situasinya terkadang bising dikarenakan di
Kota Gunungsitoli berada persis di jantung kota sehingga kebisingan dari kendaraan
yang melintas di depan kantor dan lampu sering padam, mesin genset penyuplai arus
berada tepat dibelakang ruang Perindustrian, jadi jika mesin genset dihidupkan maka
suasana akan terasa sangat bising. Demikian juga karena ruangannya sangat sempit
maka segala kebisingan yang terjadi disalah satu ruangan akan terdengar diruangan
yang lain…”.(Hasil wawancara dengan informan 2, tanggal 23 Oktober 2020).

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor


1405/menkes/sk/xi/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan
industri yang dimaksud dengan kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki
sehingga mengganggu atau membahayakan kesehatan. Selain hal tersebut kebisingan juga
bisa mengganggu jalannya pekerjaan karena bisa mengganggu konsentrasi. Oleh karena itu
suara bising hendaknya dihindari agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien
sehingga produktifitas kerja meningkat.

e). Penataan warna


Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan sebaik-baiknya.
Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan dekorasi. Hal ini dapat
dimaklumi karena warna mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh
warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang, sedih, dan lain-lain, karena dalam sifat
warna dapat merangsang perasaan manusia
Berdasarkan pengamatan penulis di Kantor Dinas Perdagangan dan Perindustrian tidak
ada penataan warna berdasarkan jenis dan ruang pekerjaan. Dimana cat dindingnya hanya
memiliki satu warna yaitu warna putih. Meskipun setiap tahunnya dilakukan pengecatan
ulang, namun masih belum bisa memberikan suasana baru atau penyegaran bagi pegawai.
Hal tersebut didukung oleh pernyataan informan 4 (empat) yang mengatakan :
“…..penataan warnanya hanya warna putih aja walaupun setiap tahunnya memang
dilakukan pengecatan ulang tapi tetap belum menghidupkan suasana dalam bekerja”.
(Hasil wawancara dengan informan 4, (tanggal 26 Oktober 2020)
Informan 6 (enam) juga menambahkan :
“….penataan warnanya menurut saya belum ada karena selama saya bekerja disini yang
saya lihat dindingnya warna putih dan tidak pernah berubah”.(Hasil wawancara dengan
informan 6, tanggal 27 Oktober 2020).

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa dukungan warna di Kantor Dinas
Perdagangan dan Perindustrian masih kurang memotivasi dan menghidupakan suasana kerja
bagi pegawai.
f). Bau- bauan di tempat kerja
Adanya bau- bauan ditempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran, karena dapat
mengganggu konsentrasi dalam bekerja. Permasalahan yang selama ini timbul di Kantor
Dinas Perdagangan dan Perindustrian adalah tidak terdapatnya mata air. Hal ini menyebabkan
sering timbulnya bau- bauan yang mengganggu penciuman yang berasal dari toilet tersebut.
Bau-bauan ini sangat mengganggu pegawai dalam beraktifitas. Hal ini sesuai dengan
pernyataan informan 6 (enam) yang mengatakan bahwa:
“Selama ini bau-bauan seperti dari parit dan sampah tidak terlalu mengganggu karena
setiap hari jumat kami selalu melakukan gotongroyang membersihkan lingkungan
disekitar Dinas ini. Tapi bau yang selama ini selalu mengganggu dan selalu kami
keluhkan adalah bau yang berasal dari toilet di belakang gedung Dinas. Aroma tersebut
hampir setiap hari kami rasakan karena tidak adanya air yang bisa di gunakan untuk
membersihkannya”. (Hasil wawancara dengan informan 6, tanggal 27 Oktober 2020).

Selama ini belum ada cara untuk mengatasi bau- bauan ini selain menunggu musim
hujan tiba. Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis toilet yang dimiliki oleh Dinas
Perdagangan dan Perindustrian belum sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 1405/menkes/sk/xi/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja
perkantoran. Toilet di Dinas Perdagangan dan Perindustrian dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
GAMBAR 4.12
TOILET DINAS

GAMBAR 4.13
TEMPAT PENAMPUNGAN AIR DITOILET DINAS PERDAGANAGN DAN
PERINDUSTRIAN

Dari kedua gambar tersebut dapat dilihat bahwa toilet dalam keadaan kotor karna tidak
adanya air untuk membersihkannya.
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
1405/menkes/sk/xi/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran,
persyaratan toilet yang baik adalah :
1. Toilet karyawan wanita terpisah dengan toilet untuk karyawan pria.
2. Setiap kantor harus memiliki toilet dengan jumlah wastafel, jamban dan peturasan
minimal seperti pada tabel-tabel berikut :
TABEL 4.4
a. Persyaratan toilet untuk karyawan pria :
Jumla
h Jumla
Jumlah Jumlah
n kama h Jumlah
karyawa peturas
o r jamba wastafel
n an
mand n
i
1 s/d 25 1 1 2 2
2 26- 50 2 2 3 3
3 51- 100 3 3 5 5
Setiap penambahan 40-100 karyawan harus
ditambah satu kamar mandi, satu jamban, dan
satu peturasan.

TABEL 4.2
a. Persyaratan toilet untuk karyawan wanita :
Jumla
Jumlah
n Jumlah h Jumlah
karyawa
o kamar mandi jamba wastafel
n
n
1 s/d 20 1 1 2
2 21- 40 2 2 3
3 41- 70 3 3 5
4 71 - 100 4 4 6
.101 -
5 5 5 7
140
141 -
6 6 6 8
180
Setiap penambahan 40-100 karyawan harus
ditambah satu kamar mandi, satu jamban, dan
satu
peturasan
Dari tabel di atas terlihat jumlah jamban dan wastafel yang seharusnya dimiliki oleh
Dinas Perdagangan dan Perindustrian dengan pegawai yang berjumlah 44 orang (laki-laki =
29 orang dan wanita = 15 orang) seharusnya memiliki satu kamar mandi, satu jamban dan
satu wastafel. Namun pada kenyataannya Dinas Perdagangan dan Perindustrian hanya
memiliki satu jamban wanita dan satu jamban laki-laki tanpa kamar mandi dan wastafel.
g). Keamanan di Tempat Kerja
Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka
perlu diperhatikan adanya keamanan dalam bekerja. Berdasarkan wawancara yang dilakukan
kepada informan 1 (satu) menyatakan bahwa:
“Lingkungan di Dinas Perdagangan dan Perindustrian masih berada dalam keadaan
aman”.(Hasil wawancara dengan informan 1, tanggal 02 Januari 2014).

Hal itu juga ditegaskan oleh informan 2 (dua) yang menerangkan bahwa:
“Sampai saat ini lingkungannya cukup aman belum pernah terjadi pencurian atau
keributan–keributan lainnya. Meskipun di Dinas Perdagangan dan Perindustrian belum
ada anggota satpol PP yang ditugaskan untuk menjaga keamanan”.(Hasil wawancara
dengan informan 2, tanggal 23 Nopember 2020).

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kondisi lingkungan kerja Dinas
Perdagangan dan Perindustrian selama ini dalam keadaan aman dan tidak pernah terjadi
keributan- keributan yang dapat meresahkan pegawai.
1. Lingkungan Kerja Non-Fisik
Dalam membahas masalah lingkungan non-fisik perhatian biasanya difokuskan pada
dimensi hubungan sosial yang berkaitan dengan lingkungan, serta masalah-masalah sosial.
Lingkungan sosial dapat terjadi pada tingkat mikro dan makro, dalam arti menyangkut hal-
hal yang berkaitan dengan keluarga, organisasi, kelompok maupun masyarakat luas.
Lingkungan sosial itu dapat merefleksikan suatu integrasi sosial, tetapi juga dapat
mencerminkan konflik sosial
Berdasarkan pengamatan dan wawancara penulis, gambaran hubungan sosial di Dinas
Perdagangan dan Perindustrian sangat dinamis, dimana pegawai sebagai manusia biasa
memiliki kelemahan dan terkadang adanya ketidakcocokan antara satu dengan yang lainnya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan informan 1 (satu) yang mengatakan bahwa :
“Hubungan sosial pegawai pada umumnya terjalin dengan baik, namun selaku manusia
biasa pasti ada kelemahan, harapan saya sebagai pimpinan, saya berusaha mengarahkan
staf untuk lebih meningkatkan pelayanan yang terbaik bagi sesama terlebih- lebih
kepada masyarakat”.(Hasil wawancara dengan informan 1, tanggal 22 Nopember 2020.
Informan 2 (dua) juga menambahkan:

“Hubungan sosial pegawai pada umumnya sudah terjalin dengan baik, namun sebagai
manusia biasa terkadang ada ketidak cocokkan dalam melakukan pekerjaan namun saya
menganggap itu sebagai suatu dinamika dalam berorganisasi” (Hasil wawancara
dengan informan 2, tanggal 23 Nopember 2020)

Informan 3 (tiga) juga mengemukakan bahwa :

“Hubungan sosial antar pegawai pada umumnya cukup baik, demikian juga hubungan
dalam pekerjaan terjalin dengan baik. Apa yang ditugaskan atasan akan dilaksanakan
oleh bawahan demikian juga sebaliknya apa yang menjadi keluhan atau saran bawahan
akan ditampung oleh atasan”.(Hasil wawancara dengan informan 3, 23 Nopember
2020).

Namun berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada staf memberikan informasi


yang berbeda. Informan 5 (lima)mengatakan :
“Hubungan sosial pada umumnya sudah cukup baik. Meskipun menurut pengamatan
saya jika dilihat dari sisi organisasi hubungan sosial tersebut masih belum bisa
menggambarkan makna organisasi yang sesungguhnya,
Karena apabila kita memaknai organisasi dalam arti luas maka didalamnya harus
terjalin kerjasama antara atasan dengan atasan,bawahan dengan bawahan,atasan dengan
bawahan dan sebaliknya. Namun menurut yang saya lihat dan yang saya alami di Dinas
Perdagangan dan Perindustrian pada saat ini yang dikatakan dalam teori itu belum
sepenuhnya terlaksana dimana diantara pegawai masih terdapat sifat ego sektoral dan
mengutamakan bidang masing-masing”.(Hasil wawancara dengan informan 5, tanggal
27 Nopember 2020)

Informan 6 (enam) juga menambahkan:


“Hubungan sosial menurut saya masih belum, yang saya rasakan pegawai masih
terkotak- kotak dan hanya berteman dengan orang yang sama bidang saja”. (Hasil
wawancara dengan informan 6, tanggal 27 Nopember 2020).
Dari pernyataan diatas diketahui bahwa hubungan sosial antara pegawai masih belum
terjalin dengan baik. Dimana para pegawai masih belum memahami makna organisasi yang
sesungguhnya. Hal ini ditandai dengan masih adanya pegawai yang hanya mementingkan
dirinya atau bidangnya daripada kepentingan organisasi secara keseluruhan.
Keadaan hubungan sosial yang tidak kondusif tersebut akan berpengaruh terhadap
kepuasaan pegawai dalam bekerja yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja pegawai.
Hal ini di pertegas oleh pernyataan informan 2 (dua) yang mengatakan bahwa :
“Sudah pasti akan sangat berpengaruh karena esensi dalam berorganisasi harus adanya
kerjasama dua orang atau lebih dalam mencapai tujuan organisasi. Jadi bilamana
kerjasama itu tidak terjalin dengan baik maka hubungan koordianasi pun akan sangat
terganggu dan seperti yang saya katakan tadi goals organisasi akan berjalan lambat
untuk mencapai tujuan”. (Hasil wawancara dengan informan 2, tanggal 23 Nopember
2020).

Dari pernyataan diatas penulis menyimpulkan bahwa hubungan sosial di Dinas


Perdagangan dan Perindustrian masih bersifat dinamis dan hal itu akan berpengaruh pada
kinerja pegawai.
C. Faktor Penghambat Kondisi Lingkungan Kerja di Dinas Perdagangan dan
Perindustrian
Adapun yang menjadi hambatan dalam penataan lingkungan kerja di Dinas
Perdagangan dan Perindustrian berdasarkan informasi yang diperoleh dari informan dan
pengamatan penulis adalah:
1. Kota Gunungsitoli merupakan daerah otonomi baru hasil pemekaran dari Kabupaten Nias,
yang masih dalam tahap pembenahan dan masih banyak mempunyai keterbatasan seperti
Dinas Perdagangan dan Perindustrian masih belum memiliki lahan dan gedung sendiri.
Dan status kantor masih merupakan pinjam pakai dari gedung kantor sebelumnya. Untuk
sementara pembangunan gedung Dinas Perdagangan dan Perindustrian masih belum
mendapat prioritas dari pemerintah Kota Gunungsitoli.
2. Terbatasnya jumlah ruangan atau ruangan yang ada terlalu sempit. Keadaan ini
menyebabkan penataan peralatan dan perlengkapan yang digunakan di Dinas Perdagangan
dan Perindustrian tidak dapat ditata secara ergonomi.
3. Berdasarkan observasi di ketahui bahwa adanya kekurangsadaran pegawai dalam menjaga,
memelihara dan menata peralatan kerja. Contohnya : pegawai membuang puntung rokok
di lantai, peletakan kabel listrik diatas meja, jaket dan helm pegawai di gantung
sembarangan di dalam rungan kerja.
4. Belum dibuatnya Standar Operasional Prosedur ( SOP ) sehingga alur kerja pegawai belum
teratur.
5. Karena berdampingan dengan lingkungan pasar, maka terjadi saling pelemparan tanggung
jawab dalam menjaga kebersihan lingkungan.
D. Upaya-Upaya yang Telah Dilakukan Untuk Mengatasi Permasalahan Kondisi
Lingkungan Kerja di Dinas Perdagangan dan Perindustrian.
Karena keterbatasan kondisi lingkungan kerja di Dinas Perdagangan dan Perindustrian,
maka organisasi selalu melakukan upaya–upaya untuk mengatasinya. Berdasarkan informasi
yang didapatkan dari informan dan pengamatan penulis, upaya-upaya yang dilakukan untuk
mengatasi kondisi lingkungan kerja di Dinas Perdagangan dan Perindustrian adalah:
1. Melakukan penataan ulang terhadap peralatan- peralatan kerja seperti: meja, kursi, lemari,
dan peralatan lainnya secara periodik agar ruangan yang sempit kelihatan lebih luas. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan informan 2 (dua) yang mengatakan bahwa:
“Selalu melakukan penataan ulang terhadap peralatan- peralatan kerja seperti:meja,
lemari, tempat arsip dan yang lainnya untuk memberikan suasana baru dan penyegaran
kepada pegawai sehingga diharapkan adanya kepuasan pegawai dalam bekerja yang
pada akhirnya akan meningkatkan kinerja pegawai…”
2. Untuk penataan warnanya setiap tahun dilakukan pengecatan sehingga kondisi kantor
berubah mendekati sesuai yang diharapkan dalam arti staf bisa merasa nyaman dan ada
kepuasan dalam bekerja walaupun gedungnya dalam bentuk pinjaman.

3. Untuk mengatasi gangguan kondisi lingkungan fisik seperti sirkulasi udara dan adanya bau
yang kurang sedap ditempat kerja, pegawai di Dinas Perdagangan dan Perindustrian selalu
melakukan gotongroyong setiap hari jumat untuk membersihkan air yang tergenang, parit
dan lingkungan sekitar Dinas Perdagangan dan Perindustrian sehingga bau yang kurang
sedap itu tidak mengganggu kosentrasi pegawai dalam bekerja.
4. Pimpinan selalu memberikan motivasi kepada para pegawai untuk selalu membina
kerjasama, rasa kekeluargaan serta hubungan sosial sehingga hubungan komunikasi dan
koordinasi bisa terjalin dengan baik.

5. Untuk meningkatkan kinerja pegawai atau agar kemampuan pegawai merata, diupayakan
melakukan pengembangan Sumber Daya Manusia melalui pendidikan dan pelatihan yang
disesuaikan dengan tugasnya masing-masing, serta memberikan kesempatan kepada
pegawai untuk melanjutkan pendidikan formalnya kejenjang yang lebih tinggi. Dengan
demikian diharapkan pegawai dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
6. Mengupayakan untuk mengusulkan kepada Dinas Perdagangan dan Perindustrian untuk
pembangunan gedung baru.
DAFTAR PUSTAKA

Inu Kencana Syafiie, Djamaludin Tanjung, Supardan Modeong, 1999

Pengantar Hukum Administrasi Negara Republik Indonesia, Pustaka Tinta Mas , Surabaya Widjaja.
AW, 2004

Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Cet Kedelapan, Jakarta Miftah Thoha, 1997

Studi tentang ilmu administrasi, konsep, teori dan dimensi, Sinar Baru Algesindo, Bandung Utrecht,
E, 1986, Ilmu Administrasi Publik, Rineka Cipata, Jakarta Irfan Islamy, M, 1997,

Pengantar Ilmu Administrasi, C V. Mandar Maju, Bandung Ulbert Silalahi, 2002,

Etika Administrasi Negara, Bumi Aksara, Jakarta

PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Sondang P Siagian, 1986,

Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta Sukarna, 1989

Ali Mufiz, 2009. Pengantar Administrasi Negara, cet. Kesembilan, Universitas Terbuka, Jakarta ,

Anda mungkin juga menyukai