6
MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK
Hal. 1 dari 14
CHAPTER 6
CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti chapter modul ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami tentang
bagaimana membangun Budaya Pelayanan dan Manajemen Sumber Daya Manusia dalam
Pelayanan Publik
Budaya Pelayanan
Budaya pelayanan memiliki peran yang sangat penting dalam organisasi. Menurut Ueno
(2012), ada beberapa alasan yang membuat budaya pelayanan menjadi menjadi faktor penting.
Pertama, budaya yang kuat dalam pelayanan akan mengarahkan perilaku karyawan secara
konsisten dalam melayani pelanggan. Kedua, budaya pelayanan merupakan prasyarat sukses
untuk membangun organisasi yang berorientasi pada pelanggan. Ketiga, manajemen tidak mampu
mengawasi semua karyawan sehingga budaya pelayanan diharapkan mampu mempengaruhi dan
memastikan ketepatan perilaku karyawan dalam pelayanan. Sehingga tidak salah jika kemudian
Ostrom et al. (2010) menyatakan bahwa salah satu prioritas dalam kajian tentang pelayanan yaitu
Dewasa ini ada dua tantangan dalam dunia pelayanan (Kaufman, 2012). Pertama, pada
dasarnya siapapun tidak terlalu tertarik untuk melayani. Padahal, hampir tidak ada satupun bagian
dalam kehidupan manusia yang tidak terlepas dari aspek pelayanan. Faktanya, sangat sedikit
sekali wawasan yang didapatkan setiap orang terkait aspek melayani. Jika demikian pada tataran
individu, maka untuk membangun pelayanan menjadi sebuah budaya tentu merupakan sebuah
tantangan berat tersendiri. Kedua, konsep pelayanan telah dipahami dengan sekian banyak
variasi konsep yang seringkali membingungkan baik di kalangan peneliti maupun praktisi. Dari
Hal. 2 dari 14
segi bahasa misalnya, seringkali tumpang tindih konsep antara budaya dengan iklim. Meskipun
kedua istilah tersebut saling berkaitan, namun secara teoritikal dan empiris memiliki ranah
pembahasan yang berbeda. Sehingga, dalam tataran praktis tentu saja akan menimbulkan
Davis dan Gautam (2011) menyatakan bahwa budaya pelayanan merupakan sebuah pola
pikir pelayanan dalam organisasi yang berfokus pada produk dan pelayanan yang kemudian
dan pelanggan. Dari konsep ini dapat dipahami bahwa budaya pelayanan terkait dengan pola pikir
(mindset), fokus pelayanan, dan perspektif karyawan serta pelanggan. Kemudian berdasarkan
kajian liteartur yang cukup dalam dan komprehensif, Davis dan Gautam (2011) mengembangkan
model konseptual budaya pelayanan yang terdiri dari berbagai dimensi yang satu sama lain saling
berhubungan. Ada Sembilan aspek penting yang membentuk konsep budaya pelayanan.
Konsekuensi akhir dari budaya pelayanan yaitu nilai pelayanan (service value) yang merupakan
persepsi pelanggan terhadap seberapa baik proses pelayanan dibandingkan dengan yang mereka
orientation) dan iklim pelayanan (service climate). Orientasi pelayanan dipengaruhi oleh pelatihan
pelayanan (service training) dan penghargaan pelayanan (service reward). Sedangkan iklim
pelayanan ditentukan oleh seberapa baik penghargaan pelayanaan, kreasi bersama pelayanan
Voon et al. (2012) menggunakan istilah budaya pelayanan yang berorientasi pasar.
Konsep ini dipahami sebagai seperangkat nilai dan praktik untuk melayani baik pelanggan internal
maupun eksternal dengan baik dan diharapkan dapat menciptakan nilai bagi organisasi secara
Budaya pelayanan dicirikan sebagai lingkungan kerja dimana anggota organisasi membagi
pemahaman bersama tentang norma dan harapan untuk memprioritaskan kebutuhan orang lain
Hal. 3 dari 14
dibandingkan dirinya sendiri dan menyediakan bantuan serta dukungan untuk orang lain. Berikut
1. Policy and Process , merupakan penjabaran dan pernyataan visi, misi dan nilai serta
2. Key Performance Indicator and Standard , sebuah tolok ukur dari kinerja pelayanan di dalam
oranisasi. Merupakan langkah dan prosedur organisasi untuk membantu pengukuran policy
dan proses pelayanan beserta tingkatan pelayanan yang dapat dijadikan sebagai acuan.
3. Service Measurement , pengukuran pelayanan yang bertujuan untuk mencari tahu apakah
standar pelayanan sudah mencapai hasil yang diharapkan. Report and Management
Information System , informasi yang didapat dari service measurement disusun dan
4. Report dapat menjadi ukuran untuk menentukan kebutuhan training, coaching , reward dan
punishment bagi karyawan untuk meningkatkan pelayanan. Proses ini sangat penting
dan perundang-undangan. Masyarakat memiliki kewajiban dan hak terhadap negara dan
kekuasaan yang dimiliki pemerintah. Masyarakat harus taat untuk memenuhi semua kewajibannya
kepada negara dan pemerintah. Di sinilah, diperlukan sebuah pelayanan yang penuh integritas
dan akuntabilitas dari pemerintah, untuk memudahkan masyarakat dalam memenuhi kewajiban
Pelayanan publik yang diberikan oleh negara sangat berbeda dengan pelayanan yang
diberikan oleh sebuah perusahaan di dalam bisnis. Di dalam dunia bisnis ada kompetisi dan
persaingan yang ketat sehingga siapa pun yang mampu memberikan pelayanan yang
Hal. 4 dari 14
memudahkan dan menguntungkan pelanggan, akan menjadi pemenang dalam bisnis. Sedangkan
Apabila pemerintah dan negara ingin memberikan pelayanan publik seperti layaknya di
dalam bisnis yang sangat kompetitif, maka pemerintah harus membangun budaya organisasi yang
kuat dan berorientasi kepada pelayanan publik terbaik. Tidak mungkin bisa memberikan
pelayanan publik yang baik hanya dengan perubahan pada sistem, prosedur, teknologi,
penampilan kantor, dan tata kelola tetapi juga sikap dan perilaku seorang pelayan publik menjadi
sangat menentukan untuk memberikan pelayanan berkualitas. Sikap dan perilaku pelayanan yang
berkualitas hanya dapat diciptakan melalui budaya organisasi yang kuat dan hebat.
penampilan, ucapan, pilihan kata-kata, reaksi, dan emosi yang harmonis untuk memberikan
pelayanan terbaik. Jadi, keberadaan budaya organisasi yang kuat itu sangat penting dan
merupakan dasar untuk bisa memberikan pelayanan publik berkualitas. Tanpa budaya organisasi
yang kuat, jangan berharap masyarakat akan puas dan bahagia dengan pelayanan yang diberikan
oleh pemerintah.
Budaya pelayanan membutuhkan perubahan pola pikir dari setiap individu pegawai
pemerintah. Perubahan pola pikir tersebut tidak lagi merasa sebagai pemilik kekuasaan, tetapi
merasa sebagai pelayan masyarakat. Saat setiap individu pegawai pemerintahan sudah mampu
memiliki mindset sebagai pelayan publik, saat itulah budaya pelayanan yang kuat akan tumbuh.
Selama pegawai pemerintah masih merasa sebagai pemilik kekuasaan, maka jangan pernah
bermimpi untuk memberikan pelayanan publik terbaik bagi masyarakat. Selama mental dan
mindset setiap individu pegawai pemerintahan belum berubah dari mental kekuasaan menjadi
mental pelayan, maka impian dan obsesi untuk memberikan pelayanan publik yang cepat dan
Hal. 5 dari 14
Pelayanan publik yang baik dihasilkan dari budaya pelayanan yang diciptakan secara
sadar. Tanpa kehadiran budaya pelayanan yang unggul, pelayanan publik menjadi tidak
berkualitas dan tidak konsisten. Masyarakat semakin sadar untuk mendapatkan hak pelayanan
publik yang baik agar mereka bisa memenuhi semua kewajiban kepada negara dan pemerintah
dengan jujur. Untuk bisa melayani hak masyarakat dengan sikap baik, maka setiap individu
pelayan publik wajib terlatih agar bisa berinteraksi secara profesional dalam pelayanan yang
diberikan.
Membangun budaya organisasi yang kuat berarti dimulai dari visi dan misi yang tergambar
secara jelas. Nilai-nilai untuk menciptakan sikap, perilaku, kebiasaan, pola pikir, emosi,
kepribadian, karakter, dan etos kerja. Prinsip-prinsip kerja yang jelas dan cara mengambil
keputusan yang jelas. Slogan dan janji-janji yang dikuasai dan terbiasa untuk dilayani dengan
integritas. Revolusi mental melalui pelatihan dan pencerahan secara terus-menerus wajib
dilakukan. Manusia mudah lupa dan mudah kembali kepada kebiasaan lama. Oleh karena itu,
perkuat komitmen setiap individu untuk menjalankan nilai-nilai inti organisasi dengan konsisten.
Setiap pegawai harus dilatih untuk memvisualisasikan pelayanan publik seperti yang diimpikan
oleh instansi. Pemimpin harus bisa meyakinkan dan mengarahkan setiap individu untuk terbiasa
memberikan pelayanan sesuai nilai-nilai, prosedur, sistem, prinsip, dan perilaku yang membuat
publik bahagia dengan pelayanan yang mereka dapatkan. Melayani masyarakat dengan budaya
pelayanan yang unggul memerlukan peningkatan kualitas pribadi pegawai secara terus-menerus.
Kualitas individu pegawai harus ditingkatkan dari sisi soft skills secara terus-menerus dan
Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa negara wajib melayani setiap warga
negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasar hak warga negara dan meningkatkan
Hal. 6 dari 14
penyelenggaraan pelayanan publik yang prima atas barang publik, jasa publik, serta pelayanan
administratif.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, maka dipandang perlu
untuk meningkatkan kapasitas SDM pelayanan, mengingat bahwa Sumber Daya Manusia (SDM)
aparatur pelayanan memiliki peran strategis sebagai pendorong (key leverage) dari reformasi
birokrasi. Terkait dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan publik, maka perlu didukung
dengan sumber daya manusia (SDM) pelayanan yang handal, serta ketersediaan sarana dan
prasarana termasuk dukungan Teknologi Informasi (IT). Oleh karena itu, SDM pelayanan sebagai
kunci keberhasilan kinerja organisasi pelayanan publik harus mendapatkan perhatian utama
dalam perbaikan kualitas pelayanan. Untuk itu, pemilihan dan penempatan pegawai sesuai
dengan kompetensi yang dimilki merupakan salah satu penentu keberhasilan pelayanan publik.
Dalam hubungan ini organisasi pelayanan publik harus berupaya melakukan pencarian dan
penempatan pegawai dan menerapkan konsep penempatan the right man on the right place, yaitu
menentukan orang yang tepat pada setiap bentuk dan jenis pelayanan. Organisasi dituntut untuk
secara terbuka melakukan proses pemilihan dan penempatan SDM, yaitu dengan menyusun
kebijakan serta aturan yang jelas mengenai semua persyaratan bagi posisi-posisi pekerjaan yang
akan diisi, serta menerapkan sistem yang baku sebagai pedoman kegiatan tersebut di atas.
Beberapa kriteria SDM aparatur yang dapat mendukung peningkatan kualitas pelayanan adalah
SDM yang memiliki kompetensi di bidang pelayanan publik yang antara lain mencakup: (a)
komitmen; (b) integritas; (c) tanggung jawab; (d) kecakapan dan keramahan; (e) mengerti
kebutuhan pelanggan; (f) daya tanggap dan empati; (g) serta mempunyai etika dan moralitas yang
tinggi.
pelayanan yang antara lain meliputi: (a) ketepatan waktu pelayanan; (b) akurasi pelayanan; (c)
Hal. 7 dari 14
kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan; (d) tanggung jawab; (e) kelengkapan;
(f) kemudahan mendapatkan pelayanan; (g) variasi model pelayanan; dan (h) kenyamanan dalam
memperoleh pelayanan.
SDM yang bekerja di unit/organisasi pelayanan publik tidak hanya dituntut keahlian dan
ketrampilan secara teknis dan penguasaan terhadap peraturan perundangan yang mendasarinya,
akan tetapi yang lebih penting lagi diperlukan sikap mental dan perilaku yang baik, ramah dalam
melayani, jujur, cekatan dan bertanggung jawab. Mengingat masyarakat yang dilayani tidak akan
peduli terhadap apa yang menjadi kendala dan hambatan dalam bekerja, tidak akan peduli
terhadap apa yang mereka butuhkan untuk dapat dilayani secara baik, mudah, cepat, murah
Kepuasan masyarakat dapat dicapai apabila SDM yang terlibat langsung dalam pelayanan
dapat mengerti dan menghayati serta berkeinginan untuk memberikan pelayanan yang
berkualitas. Agar SDM pelayanan benar-benar dapat mendukung peningkatan kualitas pelayanan,
maka perlu dilakukan pengelolaan SDM pelayanan secara baik termasuk dalam hal identifikasi
kebutuhan SDM yang diperlukan dalam rangka pemberian pelayanan sesuai dengan standar
pelayanan yang telah ditetapkan, terutama berkaitan dengan kompetensi dan kualifikasi untuk
setiap peran yang akan dimainkan dalam setiap proses pelayanan. Disamping itu juga perlu
etika pelayanan yang diperlukan agar pegawai tetap berada dalam batasan-batasan yang telah
(constraints) pencapaian keberhasilan organisasi antara lain: (a) etos kerja yang cenderung
mempertahankan status quo dan tidak mau menerima adanya perubahan (resistance to change);
(b) adanya budaya risk aversion (tidak menyukai resiko); (c) rutinitas tugas dan penekanan yang
kaku/lamban; (d) belum adanya sistem insentif dan disinsentif bagi petugas pelayanan yang
Hal. 8 dari 14
menunjukkan kinerja tinggi atau sebaliknya; serta (e) kurangnya kemampuan SDM pelayanan
dan etika. Kondisi aparatur pelayanan publik tersebut, pada hakekatnya tidak terlepas dari
bidang kepegawaian yang tumpang tindih (overlapping), saling bertentangan satu sama lain
antara peraturan yang lebih rendah dengan yang lebih tinggi, banyak peraturan perundang-
undangan yang sudah obsolete, serta berbagai kondisi yang belum ada peraturan
2. Permasalahan environmental; yaitu masih adanya beberapa daerah khususnya daerah yang
satusatunya lapangan lapangan pekerjaan yang tersedia dan menjanjikan, karena sektor
3. Permasalahan potensial, berupa adanya berbagai konflik antar elit politik (Pilkada), antar
4. Permasalahan sejarah yaitu pasang surut yang terjadi dalam sistem manajemen
kepegawaian sejak mulai dari zaman kerajaan, zaman pemerintahan kolonial, zaman
mengubah mindset serta masih tingginya ego sektoral dan konflik kepentingan yang masih
Hal. 9 dari 14
Etika merupakan fondasi penyelenggaraan pemerintah yang bersih dan baik. Etika yang
telah tertanam pada pejabat publik dapat berdampak pada pelayanan publik yang dapat
meningkatkan kualitas pelayanan publik. Kurangnya nilai etika yang dimiliki oleh pejabat publik
dapat menimbulkan persoalan dalam pelayanan publik. Persoalan integritas pada pelayanan
publik, sangat terkait dengan etika publik. Etika publik menurut Haryatmoko dikatakan sebagai
“refleksi tentang standar/norma yang menentukan baik/buruk, benar/ salah perilaku, tindakan dan
keputusan untuk mengarahkan kebijakan publik dalam rangka menjalankan tanggung jawab
pelayanan publik (Haryatmoko, 2011, hal. 3). Terdapat tiga dimensi etika publik, yaitu:
1. Tujuan yakni mengusahakan kesejahteraan umum melalui pelayanan publik yang berkualitas
dan relevan
2. Sarana membangun institusi yang lebih adil dirumuskan sebagai „membangun infrastruktur
etika dengan menciptakan regulasi, aturan agar dijamin akuntabilitas, transparansi dan
3. Aksi / tindakan dipahami sebagai “integritas publik “untuk menjamin pelayanan publik yang
berkualitas.
Integritas adalah suatu konsep yang merujuk pada konsistensi antara tindakan dan
kebenaran dari tindakan seseorang. Integritas merupakan kesatuan sitem nilai yang memiliki
Hal. 10 dari 14
Integritas akan tercermin dengan sendirinya ketika ketulusan dan tindakan teruji seiring dengan
berjalannya waktu. Sedangkan etika aparatur harus mampu mengintegrasikan nilai-nilai moral,
perkataan dan tindakannya baik dalam etika personal, etika organisasi dan etika
profesional. Integritas birokrat publik merupakan suatu indikator yang digunakan untuk
menentukan baik buruknya sikap perilaku seorang pelayan publik dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya dalam pemerintahan. Birokrat publik dituntut selalu ingat dengan sumpah dan
janjinya, sehingga tidak sampai melalaikan tugas yang menjadi kewajibannya, dan tidak
melakukan sesuatu hal yang bertentangan dengan tugas dan kewajibannya dalam pemerintahan.
Aparatur harus menjadikan integritas sebagai sebuah landasan dalam melaksanakan tugas-tugas
Integritas merupakan isu penting yang harus ditindaklanjuti sekaligus dijadikan sebagai
sikap dan komitmen oleh segenap aparatur pemerintah tanpa kecuali untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih dari korupsi. Salah satu upayanya dengan mengembangkan kebijakan
dan penegakan sistem integritas birokrasi, yang merupakan prasyarat penting untuk menciptakan
pemerintah yang bersih danbebas KKN. Hal ini akan dicapai antara lain melalui pemantapan
kualitas internal auditor dan pengelola keuangan Negara, pemantapan penerapan sistem
pengendalian intern pemerintah melalui penyusunan pedoman dan peningkatan kapasitas auditor,
serta pelaksanaan asistensi, konsultasi dan bimbingan teknis bagi instansi pemerintah pusat dan
Kebijakan lain yang dapat ditempuh dalam rangka meningkatkan integritas aparatur adalah
dengan mengembangkan kebijakan dan menerapkan disiplin pegawai, netralitas PNS, penerapan
kode etik, pakta integritas, dan pembatasan konflik kepentingan. Hal itu harus disertai dengan
penerapan mekanisme sanksi dan penghargaan yang ketat bagi seluruh pejabat dan pegawai,
dan disertai dengan kebijakan lainnya untuk menginternalisasikan nilai-nilai integritas dan budaya
kerja serta profesionalisme di lingkungan PNS. Dengan upaya ini, dan simultan dengan berbagai
Hal. 11 dari 14
kebijakan lainnya yang menunjang, diharapkan etos kerja pegawai negeri yang “bersih, kompeten,
International juga dapat dijadikan sebagai kerangka program nasional dalam memerangi korupsi.
Organisasi yang memiliki integritas dapat melawan korupsi secara keseluruhan melalui sistem
operasi. Dalam arti melibatkan berbagai pilar-pilar kenegaraan dan masyarakat yang dipandang
relevan dalam mencegah dari dan memberi sangsi atas tindakan korupsi. Konsep ini dimaksud
sebagai pendekatan menyeluruh dalam arti melibatkan berbagai institusi kenegaraan dan
masyarakat yang dipandang relevan dalam mencegah dari dan memberi sangsi atas tindakan
korupsi. Prinsip proses yang ingin diajukan adalah “check and balances” antar lembaga
(interlockings). Untuk terciptanya horizontal accountability ini, beberapa tindakan harus diambil
yaitu menegakkan kode etik, penegakan hukum yang tegas, perubahan organsasi, dan reformasi
institusi.
Sistem Integritas Nasional adalah sebuah sistem yang di dalamnya terdiri atas pilar-pilar
pelaksanaannya menjunjung tinggi integritas demi tegaknya kewibawaan institusi tersebut. Dari
berbagai variasi di seluruh dunia, pilar-pilar integritas,yang paling umum dari suatu masyarakat,
Ombudsman, Komite Akuntan Publik, BPK, BPKP, KPPU, KPTPK, Polisi, dan lainnya),
masyarakat sipil, sektor swasta, media massa dan badan-badan internasional (Transparency
Untuk dapat menjalankan akuntabilitas dalam Sistem Integritas Nasional, maka pada ruang
lingkup pilar maupun organisasi, semua perlu memperhatikan 3 dimensi di bawah ini:
1) Peran/kontribusi (role), yaitu memastikan setiap organisasi ataupun pilar menjalankan tugas
pokok dan fungsi secara berintegritas, dengan berbasis keunggulan masing-masing. Untuk
Hal. 12 dari 14
selanjutnya dikolaborasikan dengan organisasi ataupun pilar lainnya dalam pembangunan
sebagaimana yang telah diamanahkan kepada setiap pilar dalam bentuk implementasi
integritas dalam kerangka pemberantasan korupsi dapat dijalankan secara efektif dan
efisien, sehingga tidak menimbulkan korupsi atau perilaku koruptif jenis baru; dan
3) Kapasitas (Capacity), agar dapat membangun sistem integritas, budaya organisasi, dan
untuk menjalankan kedua hal tersebut. Kapasitas yang perlu dibangun masing-masing pilar
adalah kapasitas Sumber Daya Manusia, Dana, Teknologi dan Informasi Komunikasi.
BAHAN REVIEW
Mahasiswa diharapkan melakukan review terkait modul chapter diatas!
Hal. 13 dari 14
Referensi
Davis, R., & Gautam, N. 2011. Conceptualising service culture. Leading Applied Business,
cultureby-robert-davis-and-neil-gautam-2011/
Kaufman, Ron. 2012. Uplifting Service: The Proven Path to Delighting Your Customers,
Colleagues, and Everyone Else You Meet. Evolve Publishing, Inc, USA.
Liden, R. C., Wayne, S. J., Liao, C., & Meuser, J. D. 2014. Servant leadership and serving culture:
Influence on individual and unit performance. Academy of Management Journal, 57(5), 1434–1452
Ostrom, A, Bitner, M, Brown, S, Burkhard, K, Goul, M and Smith-Daniels, V. 2010, Moving forward
and making a difference: Research priorities for the science of Service, Journal of Service
Ueno, Akiko. 2012. Which HRM practices contribute to service culture? Total Quality
Voon, Boo Ho., Hamali, Jamil., Lee, Nagarajah., Abdullah, Firdaus., and Kueh, Karen. 2012.
Hal. 14 dari 14