Anda di halaman 1dari 9

1.

Menurut kalian seberapa penting kedudukan birokrasi untuk peningkatan kualitas pelayanan publik
dan berikan contohnya!

Jawab :

Menurut saya, pelayanan publik adalah aktivitas yang berkaitan erat dengan negara, bahkan merupakan
bentuk nyata dari bagaimana sebenarnya negara berfungsi. Ia merupakan salah satu wahana interaksi
langsung (direct) antara rakyat dengan negara melalui para penyelenggaranya. Di samping memiliki
dimensi yang bersifat kekinian (currenf), yakni memenuhi hajat hidup, pelayanan publik juga berdimensi
jangka panjang (enduring) dalam rangka pencapaian hakikat tujuan negara.

Sebagaimana dijelaskan oleh Budi Setiyono (2012: 25-27), negara adalah entitas yang lahir sebagai
produk dari sebuah proses sosial yang panjang dan kompleks. Suatu bangsa mendirikan negara dengan
tujuan untuk memfasilitasi pencapaian tujuan hidup, memberikan perlindungan, dan pelayanan kepada
warganya. Kemudian, melaksanakan tugas itu, negara membentuk lembagalembaga pelayanan umum
(yang dikenal sebagai lembaga birokrasi). Tidak seperti organisasi swasta yang proses kelahirannya lebih
sederhana, organisasi birokrasi lahir dari serangkaian prosedur yang berliku dan menyangkut
kontekstualitas sosial pada suatu masyarakat. Walau bentuk organisasi birokrasi bisa berlainan di setiap
negara, akan tetapi secara umum birokrasi dimanapun akan memiliki keterkaitan dengan fenomena
kekuasaan, pemerintahan, undang-undang, pemimpin, kebijakan, dan pelayanan.

Peran birokrasi menjadi sangat menentukan kualitas pelayanan publik, kesejahteraan, dan bahkan
menentukan hitam-putihnya kehidupan negara/masyarakat. Apabila birokrasi mempunyai kinerja yang
baik, inovatif, kreatif dan produktif, maka akan baiklah negara. Sebaliknya bila birokrasi bobrok, korup,
bebal, dan tidak responsif, juga akan menghancurkan negara. Singkat kata, peran birokrasi dapat
memiliki akibat ganda yang saling bertolak belakang bagi masyarakat. Di satu sisi ia dapat menjadi
lembaga yang sangat bermanfaat dengan melayani dan menolong masyarakat mencapai tujuantujuan
hidupnya, namun pada sisi lain birokrasi juga dapat menyengsarakan, menindas, mengeksploitir, dan
bahkan dapat mendorong masyarakat menuju jurang kehancuran.

Sebagaimana disinggung di atas, pelayanan publik dilaksanakan oleh birokrasi sebagai lembaga yang
memiliki tugas dan kedudukan yang sangat penting. Setiyono (2012: 25-27) menjelaskan bahwa untuk
dapat melihat bagaimana konteks pelayanan publik dalam hubungan antara masyarakat, norma dan
tradisi, kontrak sosial, negara, dan pemerintahan.

Contohnya

birokrasi bertugas untuk melayani segala macam hajat hidup, serta memastikan arah "perjalanan bangsa
sesuai dengan cita-cita bersama. Birokrasi harus menyediakan, membangun dan merawat fasilitas
umum (public facilities), memadamkan kebakaran, mengadakan pendidikan, membuang sampah,
membersihkan selokan, menyehatkan dan mengobati penduduk, menyelesaikan konflik antar warga
negara, membuka daerah terisolir, memberikan modal usaha, menyelamatkan warga negara dari
bencana, dan juga melindungi mereka dari serangan musuh.

2. Mengapa manajer sektor publik dituntut memiliki keahlian yang lebih banyak dibandingkan manajer
sektor Swasta ? Kemukakan dan berikan contohnya !

Jawab :

Organisasi pada sektor publik memiliki kompleksitas permasalahan yang jauh lebih rumit dibanding
dengan organisasi pada sektor lain baik sektor private maupun civil society. Oleh karenanya, jenis
kompetensi yang dibutuhkan oleh manajer organisasi publik juga jauh lebih kompleks dibandingkan
dengan organisasi lain.

Pada intinya, seorang manajer (pejabat) pada institusi publik, baik dia seorang politisi maupun birokrat,
harus memiliki kemampuan untuk menggerakkan organisasinya berperan dan berkontribusi dalam
pencapaian cita-cita nasional. Oleh karenanya, kompetensi seorang pejabat publik adalah segala macam
kemampuan yang dapat digunakan untuk menggerakkan unit yang dipimpinnya guna mencapai
kesejahteraan dan ketertiban sosial secara maksimal.

Dalam kerangka ini, maka seorang pejabat harus mengerti benar apa citaCita luhur bangsanya, apa
mandat (tugas) yang dia miliki dalam pencapaian Cita-cita itu, apa yang harus dia kerjakan, dan
bagaimana dia dapat memaksimalkan proses pencapaian Cita-cita bangsanya secara efektif dan

inovatif. Pejabat tidak boleh bersikap pasif, sekedar menerima gaji dan tunjangan, melakukan seremoni,
atau memberikan sambutan rapat, melainkan harus berpikir dan bekerja keras untuk mencari jalan bagi
tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan cara yang secepat dan semudah mungkin.
Cepat dan mudah' bukan berarti harus “terburu-buru' dan menyederhanakan proses, melainkan
bergerak secara taktis dan tidak berbelitbelit dalam bertindak dan mengambil keputusan.

Oleh karena itulah, maka seorang pejabat publik harus memiliki sejumlah keahlian yang mendukung
tugasnya. Dia harus memiliki integritas personal yang baik, memiliki wawasan kebangsaan yang luas,
mampu bernegosiasi dengan baik, mampu mengolah persoalan menjadi potensi, mampu
menerjemahkan aspirasi rakyat dalam kebijakan riil, dan sebagainya. Menurut Hunt & Wallace (1997:
53), jumlah keahlian dan kompetensi yang dibutuhkan manajer publik jauh lebih banyak dibandingkan
dengan manajer di sektor swasta. Dikarenakan proses pengambilan keputusan dan metode
pertanggungjawaban yang lebih rumit, maka manajer publik yang baik harus memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang sangat komprehensif.

Contoh kompetensi pada sektor publik

1. personal integrity
2. personal time management
3. persuading & influencing stakeholders
4. persuading & influencing subordinates
5. resolving conflicts
6. recognizing regulations
7. understanding political impacts on decisions
8. vision's to community future
9. vision's to organization
10. monitoring progress
11. controlling progress
12. handling media
13. handling public pressure
14. handlins politicians
15. Dll.

3. Mengapa dalam upaya mewujudkan pelayanan yang paripurna/prima diperlukan SDM yang
berkualitas/aparatur yang profesional ? Bagaimana caranya untuk menciptakan Birokrasi pelayan publik
yang profesional ? Kemukakan dan Berikan Contohnya !

Jawab :

karena Pelayanan prima bukanlah sesuatu kondisi yang dapat dicapai dalam jangka pendek, bahkan
sesungguhnya kita tidak akan pernah bisa mengklaim bahwa pelayanan prima telah benar-benar
'dicapai', karena hal itu hanya merupakan cara (jalan) bukan tujuan. Proses untuk mencapai
kesempurnaan (prima) adalah berarti bahwa kita harus terus-menerus mendorong organisasi kita untuk
memperoleh penilaian yang lebih baik dari standar apa yang kita harapkan. Proses itu jelas
membutuhkan banyak komitmen dari kita dan orangorang yang bekerja dengan dan untuk kita. Hal itu
adalah tantangan nyata dalam upaya berjuang untuk mewujudkan keunggulan layanan: bagaimana kita
bisa mengerahkan semua komponen organisasi untuk benar-benar sadar dan peduli, untuk benar-benar
berkeinginan mewujudkan, dan untuk benar-benar percaya pada apa yang ingin kita capai.

Selanjutnya, dalam membangun pelayanan prima, kita dapat menempuh beberapa cara. Salah satunya
adalah dengan membentuk langkah-langkah yang sistemis dengan beberapa tahapan. Berikut adalah
beberapa contoh tentang langkah yang bisa dilakukan:
1. Pelatihan bagi Pegawai

Penyelenggara layanan perlu memastikan bahwa setiap pegawai mengerti dan menghayati makna dan
perlunya pelayanan prima bagi organisasi. Pelatihan pelayanan terutama diberikan bagi pegawai yang
ada di depan (frontliner) yang berhubungan secara langsung dengan konsumen. Hal ini dimaksudkan
agar mereka dapat memberikan layanan yang cepat, tepat, dan efisien. Mereka perlu memiliki product
knowledge (pengetahuan yang komprehensif tentang jasa/produk), harga, hingga aspek teknis dari
produk sehingga mampu memberikan pelayanan memuaskan. Kemampuan komunikasi andal juga
krusial dalam memahami apa yang pelanggan inginkan dan dalam berbicara dengan mereka.

Agar supaya dapat memenuhi kepuasan pelanggan, seorang frontliner harus dilatih agar mereka
memiliki kepribadian yang baik, dan tidak boleh memiliki kepribadian buruk.

Contoh indikator untuk pelatihan frontliner

1. Menampakkan sikap, perkataan, dan serilaku denean senuh ketenanean


2. Menampakkan wajah ceria, ramah, sopan dan penuh hormat kepada pelanggan
3. Tampil rapi dan meyakinkan
4. Senangnya bergaul dan berjiwa sosial
5. Senang memaafkan (terutama kepada pelanggan yang suka marah
6. senang belajar dari kesalahan dan cepat mem erbaiki diri
7. Senang pada kewajaran
8. Suka menyenangkan dan membantu Orang lain

2. Jadikan Pelanggan sebagai Pusat Perhatian

Setelah pegawai dilatih, maka mereka harus mempraktikkan pelayanan yang memusatkan perhatian
pada pengguna jasa. Di dalam melayani, pelanggan harus di urutan pertama sebagai epicentre, sehingga
misalnya tidak boleh berbicara kepada pelanggan sambil menerima telepon, membaca majalah, apalagi
bermain game! Singkatnya, pegawai harus melayani dengan cara lyang sama apabila mereka menjadi
seorang pengguna jasa.

Dalam kaitan ini perlu diperhatikan apa yang boleh dan tidak boleh dikerjakan, seperti hal-hal berikut:

1. Contoh indikator untuk pelatihan frontliner


2. Berbicara dengan nada yang santun, serca a diri
3. Dengarkan keinginan pelanggan dengan saksama dan catat segala kebutuhan mereka
4. Jelaskan produk atau jasa yang diberikan kepada konsumen dengan sedetail mungkin
5. Tangani komplain dengan cepat dan penuh
6. perhatian
7. Pastikan pelanggan merasa bahwa keperluan mereka penting bagi Anda
8. Selalu menjawab telepon pelanggan
9. Beri layanan tepat waktu sesuai yang dijanjikan dan jelaskan bila ada keterlambatan
10. Taat dengan UU Perlindungan Konsumen (di Indonesia UU no. 8 Tahun 1999

3. Berikan Pelayanan yang Efisien

Pelayanan harus dilakukan secepat mungkin, dan jangan membiarkan pelanggan menunggu karena
mereka ingin permasalahannya segera diselesaikan. Jangan menciptakan prosedur yang berbelit
sehingga mengganggu kecepatan pelayanan. Jika perlu, siagakan supervisor untuk membantu frontliner
jika mereka mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan sulit dan teknis dari pelanggan.

4. Melayani dengan Pendekatan Personal

Berhubungan dengan pelanggan perlu dilakukan seakrab mungkin. Menyapa nama setiap pelanggan
ketika melayani adalah hal yang sangat dianjurkan. Selain itu, berikan ucapan selamat di momen
tertentu sebagai bentuk perhatian kita pada mereka. Tunjukkan simpati, berbicara dengan penuh
perasaan, dan berikan solusi untuk menunjukkan bahwa keinginan pelanggan dipahami dengan baik.
Mintalah masukan dari mereka dalam bentuk angket/survei kepuasan layanan agar bisa berbenah jika
terdapat kekurangan dalam layanan.

5. Tangani Keluhan dengan Baik

Harus disadari bahwa sungguhpun pelayanan telah dilakukan sebaik mungkin, belum tentu bebas sama
sekali dari komplain. Konsumen tetap memiliki subjektivitas untuk menilai pelayanan sekehendak
mereka. Realita seperti ini yang harus diterima dengan penuh kesadaran. Yang diperlukan adalah
bagaimana dapat menangani komplain tersebut dengan baik dan efektif. Artinya, semua pihak
memperoleh sesuatu sesuai dengan harapan. Komplain akan berakibat fatal atau sangat merugikan bila
tidak ditangani dengan baik.

4. Bagaimanakah mekanisme pengawasan internal dilakukan ? Kemukakan dan berikan contohnya!

Jawab :

Pengawasan internal dapat dilakukan melalui pengawasan administratif yang dilakukan melalui sistem
administrasi dan prosedur yang tertib dan terstruktur sehingga birokrasi tidak melenceng dari fungsi
pelayanan. Tipe pengawasan dan pengendalian ini dapat dilakukan dengan antara lain membuat sistem
dan tata kerja, sumpah jabatan, penilaian, pengawasan melekat, sistem pengaduan, dan standar kinerja
(performance standards) yang memungkinkan pemberian penghargaan kepada anggota aparat yang
baik dan berprestasi, serta memberikan hukuman bagi aparat yang menyalahi tata aturan main itu.
Pengawasan dan pengendalian internal juga dapat dilakukan melalui pola pengendalian anggaran, di
mana perlu dibuat mekanisme untuk memberikan bonus (kesejahteraan pegawai) bagi instansi yang
berkinerja baik dalam melayani publik. Selain itu pejabat birokrasi harus dibuat sedemikian rupa,
sehingga mereka tidak dapat menentukan dan mengelola sendiri gaji (sumber pendapatan) mereka,
supaya tetap ada ketergantungan terhadap pemberi gaji. .Dengan demikian, akan mudah memberikan
penghargaan bagi pegawai yang berprestasi dan sanksi pegawai yang melanggar melalui sistem
pemberian gaji (bonus) bagi pegawai.

Terkait dengan pelaksanaan pengawasan internal formal ini, setiap instansi dapat melakukan oleh
pengawasan dengan dua cara (Sujamto 1986). 1. Pengawasan Langsung, yakni dilakukan dengan cara
mendatangi dan melakukan pemeriksaan di tempat (on the spot) terhadap obyek yang diawasi.
Misalnya pengawasan terhadap proyek pembangunan fisik, maka pemeriksaan dapat dilakukan di
tempat berupa pemeriksaan dokumen administratif atau pemeriksaan fisik di lapangan.

2. Pengawasan tidak langsung, yakni pengawasan yang dilakukan tanpa mendatangi tempat pelaksanaan
pekerjaan atau obyek yang diawasi atau pengawasan yang dilakukan dari jarak jauh yaitu dari belakang
meja. Dokumen yang diperlukan dalam pengawasan tidak langsung antara lain:

a. laporan pelaksanaan pekerjaan baik laporan berkala maupun laporan insidental

b. laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari pengawasan lain,

c. surat-surat pengaduan masyarakat,

d. berita atau artikel di media massa,

e. dokumen lain yang terkait.

Selain itu, pemerintah juga dapat membuat sistem penanganan pengaduan masyarakat yang dapat
dipakai untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik. Rendahnya respons instansi penyelenggara
pelayanan terhadap keluhan atau pengaduan dari masyarakat dapat mengakibatkan munculnya sikap
skeptis dari masyarakat. Masyarakat jera untuk mengadukan keluhannya sehingga partisipasi mereka
dapat pelayanan publik rendah. Harus disadari bahwa rendahnya angka pengaduan belum tentu
menggambarkan kepuasan masyarakat atas pelayanan publik, sebaliknya justru karena masyarakat
merasa tidak yakin bahwa pengaduan mereka akan diperhatikan. Oleh karena itu, pemerintah
hendaknya dapat mendirikan mekanisme dan organ pengaduan pelayanan publik.
Contoh Di Semarang misalnya, Pemerintah Kota mendirikan Pusat Penanganan Pengaduan Pelayanan
Publik (P5) yang dijadikan sebagai suatu lembaga penanganan pengaduan terpadu agar pengaduan
masyarakat mengenai pelayanan publik dapat terselesaikan dengan baik. Lembaga ini bertanggung
jawab terhadap wali kota dan sekaligus juga merupakan sarana pengawasan dari Walikota terhadap
pelayanan instansi Pemerintah Kota.

Berkaitan dengan pengawasan ini, UU 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mengatur supaya
penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan pelaksana yang
kompeten dalam pengelolaan pengaduan serta berkewajiban mengumumkan nama dan alamat
penanggung jawab pengelola pengaduan serta sarana pengaduan yang disediakan. Penyelenggara
berkewajiban mengelola pengaduan yang berasal

dari penerima pelayanan, rekomendasi ombudsman, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dalam batas waktu
tertentu. Penyelenggara berkewajiban menindaklanjuti hasil pengelolaan pengaduan tersebut (Pasal 36
UU No 25 Tahun 2009). Masyarakat berhak mengadukan penyelenggaraan pelayanan publik, apabila:

1. penyelenggara yang tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melanggar larangan: dan

2. pelaksana yang memberi pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan.

Pengaduan tersebut ditujukan kepada penyelenggara, Ombudsman, dan/atau Dewan Perwakilan


Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
(Pasal 40 UU No. 25 Tahun 2009). Pengaduan tersebut diajukan oleh setiap orang yang dirugikan atau
oleh pihak lain yang menerima kuasa untuk mewakilinya. Pengaduan tersebut dilakukan paling lambat
30 (tiga puluh) hari sejak pengadu menerima pelayanan. Dalam pengaduannya, pengadu dapat
memasukkan tuntutan ganti rugi. Dalam keadaan tertentu, nama dan identitas pengadu dapat
dirahasiakan. Pengaduan yang disampaikan secara tertulis harus memuat:

1. nama dan alamat lengkap, :

2. uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan dan uraian kerugian material atau
imaterial yang diderita,

3. permintaan penyelesaian yang diajukan, dan

4. tempat, waktu penyampaian, dan tanda tangan (Pasal 42 UU No. 25 Tahun 2009)
Pengaduan tertulis tersebut dapat disertai dengan bukti-bukti sebagai pendukung pengaduannya. Dalam
hal pengadu membutuhkan dokumen terkait dengan pengaduannya dari penyelenggara dan/atau
pelaksana untuk mendukung pembuktiannya itu, penyelenggara dan/atau pelaksana wajib
memberikannya (Pasal 43).

Penyelenggara dan/atau Ombudsman wajib menanggapi pengaduan tertulis oleh masyarakat paling
lambat 14 (empat belas) hari sejak pengaduan diterima, yang sekurang-kurangnya berisi informasi
lengkap atau tidak lengkapnya materi aduan tertulis tersebut. Dalam hal materi aduan tidak lengkap,
pengadu melengkapi materi aduannya selambatlambatnya 30 (tiga

puluh) hari terhitung sejak menerima tanggapan dari penyelenggara atau ombudsman sebagaimana
diinformasikan oleh pihak penyelenggara dan/atau ombudsman. Dalam hal berkas pengaduan tidak
dilengkapi dalam waktu tersebut, maka pengadu dianggap mencabut pengaduannya (Pasal 44).

Dalam hal penyelenggara melakukan perbuatan melawan hukum dalam penyelenggaraan pelayanan
publik sebagaimana diatur dalam undangundang pelayanan publik, masyarakat dapat mengajukan
gugatan terhadap penyelenggara ke pengadilan. Pengajuan gugatan terhadap penyelenggara, tidak
menghapus kewajiban penyelenggara untuk melaksanakan keputusan ombudsman dan/atau
penyelenggara. Pengajuan gugatan perbuatan melawan hukum tersebut, dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (Pasal 52). Dalam hal penyelenggara diduga melakukan tindak pidana
dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diatur dalam undangundang tersebut,
masyarakat dapat melaporkan penyelenggara kepada pihak berwenang (Pasal 53 UU).

Perlu dicatat bahwa, walaupun pengawasan administrasi ini penting, akan tetapi ada kemungkinan
terjadi hasil yang sebaliknya dari tujuan pengawasan. Administrasi dan prosedur yang terlalu kaku,
misalnya, bisa menyebabkan adanya birokrasi . yang bertele-tele (red tape) dan menimbulkan
ketidakefisienan. Red tape ini umumnya termasuk hal yang berkaitan dengan pengisian dokumen yang
berlebihan/berulang-ulang, prosedur pelaporan yang rumit, sistem pengambilan keputusan yang
lambat, aturan yang saling bertentangan, dan prosedur pengadaan barang/jasa yang sulit. Bila hal ini
terjadi, pada akhirnya masyarakat pengguna jasa juga yang dirugikan.

Oleh karena itu, penerapan pengawasan administratif harus dilaksanakan dengan asas keseimbangan.
Pada satu sisi, birokrasi harus bekerja dengan taat administratif, akan tetapi pada sisi lain, sistem
administrasi itu haruslah tetap rasional, efisien, dan tidak menimbulkan hambatan dalam pelayanan
yang cepat dan memuaskan bagi masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai