Anda di halaman 1dari 3

MENGEMBANGKAN PELAYANAN PUBLIK

Untuk mengembangkan pelayanan public yang mencirikan praktik good governance tentu ada
banyak aspek yang perlu dibenahi dalam birokrasi public. Bad governance yang selama ini
terjadi dalam birokrasi public merupakan hasil dari sebuah proses interaksi yang kompleks dari
akumulasi masalah yang telah lama melekat dalam kehidupan birokrasi public. Mindset yang
salah selama ini telah mengilhami perilaku birokrasi public.Mindset yang salah ini menyangkut
misi dari keberadaan birokrasi public itu sendiri, jati diri, fungsi dan aktivitas yang dilakukan
birokrasi dalam kegiatan sehari-hari.Perilaku buruk dari birokrat pemerintah seringkali muncul
karena adanya mindset yang salah yang mendorong para pejabatnya melakukan tindakan yang
tidak sesuai dengan aspirasi dan keinginan masyarakat.

Perubahan mindset menjadi keniscayaan apabila kita ingin mewujudkan perilaku baru dari
birokrasi public dan melahirkan sosok pejabat birokrasi public yang berbeda dengan yang
sekarang ini.Sudah banyak dijelaskan dalam berbagai publikasi mengenai perlunya menciptakan
mindset baru dalam mereformasi birokrasi mengingat mindset yang selama ini berkembang
cenderung menempatkan birokrasi public atau para pejabatnya sebagai penguasa bukan sebagai
pelayan masyarakat.Kegagalan masalalu dalam meletakkan fondasi baru bagi birokrasi di
Indonesia ketika memperoleh kemerdekaan membuat banyak nilai, tradisi, dan norma birokrasi
colonial sampai dengan sekarang masih melekat dan hidup dengan subur dalam birokrasi public.

Misi utama faribirokrasi colonial adalah mempertahankan kelansungan kekuasaan pemerintah


colonial.Banyak norma, prosedur, dan tradisi birokrasi colonial yang dikembangkan untuk
memfasilitasi pemerintah colonial dalam mempertahankan kekuasaannya. Norma, nilai dan
tradisi seperti itu tanpa disadari sampai sekarang masih melekat dalam birokrasi
pemerintah.Kesemuanya tentu harus digusur karena sudah tidak sesuai dengan misi baru
birokrasi untuk melayani dan meningkatkan kesejahteraan social ekonomi masyarakat.

Pengembangan budaya baru yang sesuai dengan visi dan misi birokrasi sebagai agen pelayanan
public tentu harus dilakukan.Orientasi pada kekuasaan yang sangat kuat selama ini telah
menggusur orientasi pada pelayanan.Budaya dan etika pelayanan amat sulit berkembang dalam
birokrasi karena para pejabat birokrasi lebih menempatkan diri sebagai penguasa daripada
menjadi pelayan masyarakat.Sebagai penguasa mereka seringkali justru membutuhkan pelayanan
dari masyarakat.Karena itu upaya untuk mengembangkan orientasi dan tradisi pelayanan kepada
masyarakat dalam birokrasi pemerintah selalu mengalami kesulitan.Orientasi pelayanan hanya
akan dapat dikembangkan apabila budaya kekuasaan yang selama ini berkembang di dalam
birokrasi digusur dengan budaya pelayanan.

Nilai, tradisi dan misi birokrasi public sebagai agen pelayanan harus ditumbuh-kembangkan pada
semua pejabat birokrasi.Misi melayani masyarakat dan bukannya mengntrol atau menguasai
masyarakat harus ditanamkan pada setiap orang dalam birokrasi sejak dini, yaitu sejak mereka
masuk pertama kali dalam birokrasi pemerintah.Karena itu upaya menginternalisasikan budaya
pelayanan dalam birokrasi juga harus diterjemahkan dalam berbagai kegiatan seperti pelatihan
prajabatan, magang, workshop atau dalam pengembangan code of conduct.Namun sayangnya
nilai, tradisi dan misi birokrasi sebagai agen pelayanan tidak pernah dilembagakan dalam
prajabatan dan in-service trannings yang selama ini diselenggarakan oleh birokrasi
public.Sebaliknya nilai-nilai yang mengajarkan mereka sebagai “penguasa” atau pejabat public
justru lebih mengemuka di dalam berbagai kegiatan pelatihan birokrasi pelayanan.

Perubahan prosedur pelayanan yang sekarang ini cenderung kompleks dan menghambat akses
masyarakat secara wajar tidak akan dapat berhasil dengan baik jika tidak diikuti dengan
perubahan misi dan budaya birokrasi. Selama misi utama birokrasi masih pada upaya untuk
mengendalikan perilaku, maka amat sulit mengembangkan praktik pelayanan public yang
baik.Kesulitan itu terjadi karena prosedur pelayanan birokrasi tidak dirancang untuk
mempermudah masyarakat dalam menggunakan pelayanan public tetapi untuk mengontrol
perilaku masyarakat agar tidak menyalahgunakan pelayanan public.

Sampai sekarang struktur pemerintah secara vertical sangat panjang dari pemerintah
kabupaten/kota sampai dengan RT dan RW.Setiap masyarakat yang akan berhubungan dengan
pemerintah, pertama-tama harus berhubungan dengan RT,RW, Kelurahan, Kecamatan dan
kemudian baru dapat berhubungan dengan birokrasi pemerintah di Kabupaten/kota sesuai dengan
pelayanan yang dibutuhkan. Struktur birokrasi pemerintah seperti ini tentu sudah tidak sesuai
dengan kondisi ekonomi, social dan politik sekarang.
Dengan cara seperti ini maka efektivitas dan efisiensi dapat dengan mudah diperbaiki. Energi
yang selama ini banyak dihabiskan oleh pemerintah dan masyarakat dalam proses pelayanan
akan dapat dihemat secara berarti. Masyarakat yang ingin memperoleh pelayanan public cukup
dating kekecamatan, maka semua urusannya dapat diselesaukan.Masyarakat tidak harus lagi
dating kekantor kabupaten/kota atau terlebih dahulu mengurus surat pengantar di RT, RW dan
Kelurahan. Kecamatan dapat difungsikan sebagai pusat pelayanan dan kegiatan
pemerintahan.Dengan demikian struktur birokrasi pemerintah secara vertical dapat menjadi jauh
lebih pendek sehingga efisiensi dan efektivitas pemerintahan dapat ditingkatkan.

Dari pertimbangan ini maka reformasi birokrasi menjadi sangat strategis dan perlu memperoleh
prioritas yang tinggi.Menjalankan program dan agenda reformasi birokrasi bukan hanya dapat
memperbaiki kinerja birokrasi pemerintah saja tetapi akan memiliki dampak yang luas, termasuk
membaiknya kinerja pasar dan semakin menguatnya masyarakat. Alokasi sumberdaya untuk
menjalankan agenda dan program-program reformasi birokrasi akan menghasilkan manfaat yang
sangat besar dan merupakan investasi yang sangat berharga dalam mempercepat terwujudnya
praktik good governance.

Anda mungkin juga menyukai