Materi Khutbah Jumat ini mengingatkan kepada jamaah untuk menghindari prilaku dan sifat
negatif seperti suka mengejek dan menghina orang lain. Dalam Islam, sikap ini merupakan
larangan karena akan menimbulkan dampak negatif berkepanjangan dan memunculkan
ketidakrukunan, jauh dari kemaslahatan.
Teks khutbah Jumat berikut ini dengan judul “Khutbah Jumat: Larangan Saling Ejek dan Hina
dalam Islam”. Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna
merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat!
Khutbah I
ِ َ سي&ئ
َ سنَا َو ِم ْن
ِ ُشر ْو ِر أَنْف ِ ْ َست َ ِعيْن ُ ُه َون
ات ُ ُ ِ م ْن6ست َ ْغ ِف ُرهُ َونَ ُع ْوذُ ِبا ْ َ نَ ْح َم ُدهُ َون،ِ6 ن ا ْل َح ْم َدE ِإ
6 اHE ِ إِ َل َه إHَ ش َه ُد أ َ ْن ِ َهMَ َضلِ ْل ف
ْ َ أ.اد َي َل ُه ِ ُمMَ َُ ف6 َم ْن يَ ْه ِد ِه ا،أ َ ْع َمالِ َها
ْ ُل َل ُه َو َم ْن يE ض
ْ سآ َء ُل ْو َن ِب ِه َو
َ َكا َن َع َليْ ُك ْم َر ِقيْبًا6ن اE ِ َ ْر َحام ِ إsا َ َل ِذ ْي تE َ ا6 ُق ْوا اEَوات
Baca Juga
Puji syukur hanyalah milik Allah, Dzat yang telah memberikan nikmat iman, Islam, dan
kesehatan bagi kita semua. Shalawat dan salam kita haturkan kepada Nabi Besar Nabi
Muhammad saw, panutan hidup terbaik bagi umat manusia.
Melalui mimbar yang mulia ini, khatib berwasiat kepada diri kami pribadi, dan umumnya
kepada jamaah kesemuanya untuk senantiasa meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Allah
ta’ala, yakni dengan cara senantiasa menjalankan perintah-Nya, serta menjauhi larangan-Nya.
Di titik inilah kita patut prihatin dan tentu ini menjadi perhatian yang harus ditangani bersama.
Di titik inilah kita patut prihatin dan tentu ini menjadi perhatian yang harus ditangani bersama.
Akankah saling ejek dan umpat menjadi kebiasaan kita bersama?. Lantas bagaimana Islam
memandu kita?.
Sebagai orang tua, kita pasti tidak rela jika terjadi saling ejek, umpat dan praktik bullying atau
perundungan di sekolah anak-anak kita. Hanya saja, tanpa kita sadari, saling ejek dan bully
ternyata juga menjangkiti perilaku kita sebagai orang dewasa ataupun sebagai orang tua. Bahkan
hal ini bisa lebih memprihatinkan terlebih lagi di media sosial.
Baca Juga
Jika hal ini tidak segera kita sadari bersama, tentu akan membawa kemadlaratan besar dalam
kehidupan bermasyarakat kita. Ikatan sosial antar sesama anak bangsa akan tersandera.
Perbedaan afiliasi partai yang diniatkan untuk mewadahi keragaman aspirasi politik, berubah
menjadi pengabsahan untuk saling benci.
Padahal, secara sadar atau tidak, kebiasaan saling ejek dan umpat ini sebenarnya sudah banyak
kita rasakan dampak negatifnya. Sebagai misal, perbedaan pilihan politik, lantas memudahkan
kita untuk tidak bertegur sapa. Perbedaan ras dan golongan memudahkan kita untuk saling
curiga. Perbedaan pemahaman agama mendorong kita untuk saling menyalahkan. Mulai dari
saling membid’ahkan hingga saling mengafirkan. Jika hal ini kita teruskan, tentu tidak baik
untuk masa depan berbangsa dan bernegara Indonesia.
Terkait hal ini, Rasulullah saw pernah bersabda bahwa derajat seseorang bisa dilihat dari
kebiasaannya. Kerendahan diri seseorang adalah ketika ia mudah merendahkan derajat orang
lain. Sebaliknya, seseorang akan dinilai tinggi derajatnya jika menghormati sesama. Menghargai
pendapat dan keberadaan orang lain. Hal ini sebagaimana termaktub dalam kitab Sunan Ibni
Majah karya Imam Ibnu Majah (207-275 H) yang bersumber dari sahabat Abi Hurairah.
ٍ ب ا ْم ِر
' يء ِم َن
الش ِر أ َ ْن َ س َ ص 'لى ا>ُ َع َليْ ِه َو
َ س 'ل َم َق
ْ ال َح ُ َع ْن أ َ ِبيْ ُه َريْ َرةَ أ َ 'ن َر
َ ِ>س ْو َل ا
َ )ر َواهُ ِابْ ُن َم
اجه ِ ْ ُ Jخاهُ ا
َ سل َم َ َ )يَ ْح ِق َر أ
Artinya: "Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Cukuplah keburukan
seseorang jika ia menghina saudaranya sesama muslim.” (HR. Ibnu Majah)
Karena itu, penting kiranya kita sadari bersama bahwa mengejek dan menghina adalah kebiasaan
yang mesti kita hindari. Perbedaan pilihan politik, agama, ras, suku, ustadz idola, ataupun
pasangan Capres-Cawapres jangan sampai menjadi penyebab untuk saling mengejek. Saling
merendahkan dan apalagi mencari kesalahan-kesalahan pihak lain.
Perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Keragaman Indonesia harus menjadi pangkal untuk
saling erat bergandeng tangan. Bertukar ide dan gagasan untuk membangun kemajuan bangsa.
Jika terdapat silang pendapat, maka harus diselesaikan dengan jalan yang bermartabat. Kritik
sangat dibutuhkan. Namun kritik yang konstruktif, bukan kritik yang sumir dan nyiyir.
Selain itu, jika terdapat kesalahan dan kekhilafan sesama saudara Muslim, Islam mengajarkan
umatnya untuk saling menasihati dan mengingatkan. Akan tetapi, perlu kita ingat bahwa nasihat
ini harus disampaikan dengan cara yang baik dan beradab. Jangankan antar sesama Muslim,
nasihat dan dakwah kepada non-Muslim pun harus disampaikan dengan cara yang baik. Allah
ta’ala berfirman:
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik,
dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang
lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang
mendapat petunjuk.” (Q.S. al-Nahl: 125)
Sekali lagi, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk mengajak kepada kebenaran dengan cara
terbaik. Saling menasihati dan berwasiat dalam kebaikan adalah sebuah keniscayaan. Harus
dengan jalan yang penuh adab dan sopan santun. Bukan dengan cara saling merasa benar,
kemudian saling ejek dan menyudutkan.
kemudian saling ejek dan menyudutkan.
Terkait dengan ramainya saling ejek di media sosial dalam menyikapi debat Capres-Cawapres,
baik kiranya kita jadikan pelajaran. Dalam beberapa tahun terakhir, seiring dengan mudahnya
akses teknologi dan jejaring internet, kita secara tak sadar hampir menganggap wajar saling ejek
dan mengumpat di media sosial. Baik karena perbedaan pilihan politik ataupun praktik
beragama. Padahal, hal ini jauh dari ajaran agama. Sebaliknya, Islam memerintahkan umatnya
untuk saling menghormati dan menghargai. Saling mencintai dan mengasihi.
َ س ِد ِبا ْل
س َه ِر ِ س
َ ائ ُر ا ْل َج ْ اشت َ َكى ِمن ْ ُه ُع
َ ض ٌو تَ َدا َعى َل ُه َ اح ِم ِه ْم َوتَ َعاطُ ِف ِه ْم َمث َ ُل ا ْل َج
ْ س ِد إِذَا ُ َوتَ َر
) َوا ْل ُح 'مى )رواه مسلم
Artinya: "Diriwayatkan dari al-Nu’man bin Basyir ra, Rasulullah saw bersabda:
“Perumpamaan orang Mukmin di dalam saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi itu
ibarat satu jasad. Ketika ada satu bagian yang merasa sakit, maka sekujur tubuh yang lainnya
juga ikut merasakan demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa saling hormat menghormati antar sesama Muslim adalah sebuah
keniscayaan. Antar sesama Muslim harus saling mencintai dan mengasihi. Ibarat satu jasad yang
saling menopang. Di balik perbedaan bentuk dan fungsinya, setiap bagian tubuh sangatlah
berguna bagi bagian yang lain. Demikian pula sesama saudara Muslim, kita harus
mengejawantahkan nilai-nilai saling penghormatan ini. Meskipun tidak dapat dimungkiri bahwa
kita berbeda ras, suku, budaya, ataupun pilihan politik.
Imam al-Nawawi (631-676 H) dalam kitab Syarah Shahih Muslim menjelaskan bahwa hadits ini
merupakan pijakan yang nyata bagi orang Muslim untuk saling menjaga dan melindungi hak dan
kewajiban sesama. Jika kita ingin dicintai orang lain, maka kita juga harus mencintai orang lain.
Jika kita ingin dihargai dan dihormati orang lain, maka kita juga harus suka menghormati orang
lain. Begitu pula jika kita tidak ingin diganggu dan direndahkan orang lain, maka kita jangan
mudah mengganggu dan merendahkan orang lain.
Dari titik ini, dapat kita pertegas kembali bahwa saling ejek dan merendahkan bukanlah ajaran
Islam. Bahkan menjadi hal yang harus dijauhi. Termasuk dalam menyikapi pilihan politik.
Termasuk dalam mengusung dan mendukung Capres-Cawapresnya masing-masing. Sebaliknya,
Islam memerintahkan umatnya untuk saling menghormati dan menghargai.
Khutbah II
ص َحا ِب ِه أ َ ْج َم ِع ْ َ
`ِ .ات' ُقوا ا>َ َما سيِ Xدنَا ُم َح 'م ٍد َو َع َلى آلِ ِه َوأ َ ْ
ص Xل َع َلى َ لِ ْل َع َاَ ْ ِJ
` .اَل 'ل ُه 'م َ
` .إِ 'ن ا>َ َو َمَِ yئ َكت َ ُه يُ َ
ص dل ْو َن َع َلى الن ' ِبي ،Xيَاأَيdها َ ب ا ْل َع َاَ ْ ِJ
سا ِر ُع ْوا إِ َلى َم ْغ ِف َر ِة َر X
استَطَ ْعت ُ ْم َو َ
ْ
س Xي َدنَا َو َم ْو َ{نَا ُم َح 'م ٍد َو َع َلى آلِ ِه سلِ ْي ًماَ .و َ
ص 'لى ا> َع َلى َ ص dل ْوا َع َل ْي ِه َو َ
س Xل ُم ْوا تَ ْ ا 'ل ِذ ْي َن َءا َمن ُ ْوا َ
ص ْح ِب ِه َو َ
س 'ل َم َو َ
س ِميْعٌ
ات إِن' َك َ
ا{ ْم َو ْ ات اَ{ َْحيَ ِ
اء ِمن ْ ُه ْم َو ْ َ سلِ َم ِ سلِ ِم ْ َ
` َو ْاْ ُ J ` َو ْاُJؤ ِْمن َ ِ
ات َو ْاْ ُ J اَل 'ل ُه 'م ا ْغ ِف ْر لِ ْل ُمؤ ِْم ِن ْ َ
ح ِم ْ َ
` ات ِبر ْح َم ِت َك يَا اَر َح َم الر ِ
' ْ َ
اج ِ ات َويَا َق ِ
اضيَ ا ْل َح َ ب ال 'د َع َو ِ
ب ُمجِيْ ُ
َق ِريْ ٌ
اب ا ْل َقبْ ِر َونَ ُعوذُ ِب َك ِم ْن ِفتْن َ ِة ْاِ َ J
سيحِ اب َج َهن ' َم َونَ ُعوذُ ِب َك ِم ْن َعذَ ِ
ال 'ل ُه 'م إِن'ا نَ ُعوذُ ِب َك ِم ْن َعذَ ِ
ال َونَ ُعوذُ ِب َك ِم ْن ِفتْن َ ِة ْاْ َ Jح َيا َو ْاَ َ Jم ِ
ات ،ال 'ل ُه 'م إِن'ا نَ ُعوذُ ِب َك ِم ْن ا ْل َه Xم َوا ْل َحز َِن َونَ ُعوذُ ِب َك ال 'د 'ج ِ
ستَج ِ ْ
ب َل ُك ْم َو ْاُJن َك ِر َوا ْلبَ ْغيِ يَ ِعظُ ُك ْم َل َع 'ل ُك ْم تَذَ 'كر ْونَ .فَاذْ ُكروا ا>َ ا ْل َع ِ
ظيْ َم يَذْ ُك ْر ُك ْم َوا ْد ُع ْوهُ يَ ْ ُ ُ
َو َل ِذ ْك ُر ا>ِ أ َ ْكبَ ُر
Muhammad Hanifuddin, Dosen Ma'had Darus-Sunnah Jakarta dan Ketua LBM PCNU
Tangerang Selatan
Tags