Oleh :
Ivandhana
Dosen Pembimbing :
Helmy Adam
Pendidikan adalah sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia dalam rangka
memperoleh ilmu yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk bersikap dan
berperilaku yang menunjang aktivitas kesehariannya. Pendidikan juga merupakan usaha
masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan
kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Sejalan dengan laju
perkembangan masyarakat, pendidikan menjadi sangat dinamis dan disesuaikan dengan
perkembangan yang ada. Kurikulum pendidikan bukan menjadi patokan yang baku dan
statis, tetapi sangat dinamis dan harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang
ada.
Salah satu isu besar di bidang pendidikan yang selama ini sering terdengar adalah
perihal ringkihnya kualitas SDM di negeri ini. Masih rendahnya mutu dan daya saing
SDM Indonesia di pentas global sering dituding sebagai produk rendahnya mutu
pendidikan. Dominasi peran SDM di era informasi dan globalisasi ini telah lama
diprediksi berbagai pihak, diantaranya sebagaimana berulangkali dinyatakan John
Naisbit (1990) bahwa "In an information society, human resource is at the cutting edge.
And it means that human resource professionals are becoming much more important in
their organization. Hal ini dapat dipahami karena manusia merupakan instrumen kunci
dalam melakukan berbagai inovasi dalam berbagai sistem organisasi maupun sistem
negara-bangsa. Namun demikian, berdasarkan realitas nampaknya ada sesuatu yang
hilang dari content kurikulum pendidikan kita maupun dari proses pembelajaran di kelas
yang selama ini berjalan. Salah satu elemen penting yang hilang sebagai penopang
terbangunnya SDM yang berdaya saing tinggi adalah pembentukan watak anak didik
atau dengan istilah lain disebut sebagai pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang
selama ini di dengungkan dengan lantang oleh beberapa lembaga pendidikan yang ada
memang dipandang sangat perlu.
Dalam konteks pendidikan akuntansi sendiri pendidikan karakter dipandang penting
untuk mampu mengimplementasikan ilmu-ilmu dalam akuntansi pada kehidupan nyata.
Pembelajaran akuntansi yang berkarakter adalah proses pemberian ilmu-ilmu akuntansi
secara langsung dan diterapkan dalam proses kegiatan belajar mengajar dan
direalisasikan diluar kegiatan belajar mengajar. Isu lain yang tak kalah pentingnya
dalam dunia pendidikan akuntansi adalah pada kenyataannya pendidikan akuntansi yang
selama ini diajarkan di perguruan tinggi terkesan sebagai pengetahuan yang hanya
berorientasikan kepada mekanisme secara umum saja, sangat jauh berbeda apabila
dibandingkan dengan praktik yang dihadapi di dunia kerja nantinya. Masalah tersebut
tentu saja akan mempersulit bahkan membingungkan mahasiswa untuk lebih memahami
konsep dasar akuntansi itu sendiri, padahal dalam rangka memperoleh suatu
pengetahuan terhadap teori akuntansi yang mendasar maka pengetahuan akan dasar-
dasar akuntansi merupakan suatu kunci utama, sehingga diharapkan dengan adanya
dasar sebagai pegangan semua praktik dan teori akuntansi akan dengan mudah
dilaksanakan. Dengan demikian pendidikan akuntansi masih menunjukkan hasil yang
tidak sesuai dengan yang diinginkan
Rendahnya kualitas pendidikan akuntansi di beberapa lembaga pendidikan yang ada
juga ditambah lagi dengan permasalahan dalam pengembangan keahlian profesionalnya.
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Albrecht & Sack (2000) yang mencatat
bahwa masih seringnya kritik yang dilontarkan dari pendidikan akuntansi oleh para
praktisi dan pendidik di bidang akuntansi. Kalangan pendidik dan pekerja memiliki
pandangan yang sama mengenai permasalahan dalam pengembangan keahlian dalam
akuntansi. kritik mereka merupakan masalah utama yang dirasakan oleh para pekerja itu
seperti kurangnya pendalaman kurikulum, pendagogi, serta pengembangan
keterampilan akuntansi
Foster dan Cyntia (2000) mengemukakan bahwa untuk menghantarkan mahasiswa
akuntansi sukses di masa depan terutama ketika menjadi seorang akuntan nanti
diperlukan tiga kompetensi utama yaitu functional, personal dan broad business
perspective. Lebih lanjut dikatakan bahwa kompetensi utama tersebut diwujudkan
dalam bentuk penguasaan dan pengembangan dalam knowledge, skill dan character
yang diharapkan menjadi pedoman dan acuan untuk menghadapi perubahan yang terjadi
dalam dunia akuntansi di masa depan. Hal ini Seperti yang dikemukakan dalam
penelitian Novin dan Tucker (1993) yang menggunakan pengukuran profesionalisme
dalam tiga dimensi yaitu tingkatan yang menunjukan penguasaan dan pelaksanaan tiga
hal, yaitu knowledge, skill dan character. Mereka menjelaskan bahwa untuk menjadi
akuntan, akademisi maupun praktisi yang mencapai tingkat profesionalisme yang
memadai, maka mereka harus menguasai tiga hal tersebut. Oleh karenanya, reformasi
pendidikan secara terus-menerus di segala jenjang mutlak dilakukan agar pendidikan ke
depan mampu menghasilkan output SDM yang jauh lebih berkualitas sesuai dengan
tuntutan era global dan tuntutan lingkungan kerjanya di masa kini.
Dengan adanya beberapa hal diatas, peneliti merasa perlu untuk mengetahui
bagaimana Pengaruh Pengembangan Karakter, Pengetahuan dan Keahlian
Akuntansi Pada saat studi Terhadap Profesionalisme Akuntan Publik. Hubungan
yang positif antara pengembangan karakter, pengetahuan dan keahlian akuntansi pada
saat studi dengan profesionalisme nya saat menjadi akuntan akan mengindikasikan
bahwa lembaga pendidikan akuntansi yang ada saat ini sudah berfungsi maksimal untuk
menjembatani ketimpangan antara teori akuntansi dengan praktiknya di lapangan. Dan
begitu pula sebaliknya, adanya hubungan negatif antara pengembangan karakter,
pengetahuan dan keahlian akuntansi pada saat studi dengan profesionalismenya ketika
menjadi seorang akuntan mengindikasikan bahwa lembaga pendidikan yang ada belum
benar-benar berfungsi secara maksimal untuk mengantarkan peserta didiknya menuju
dunia kerja.
LANDASAN TEORI
Profesionalisme Akuntan
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan
menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau
kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi (UU No.14 Tahun 2005). Menurut Tjiptohadi (1996)
profesionalisme dilihat dari pengertian bahasanya, bisa mempunyai beberapa makna.
Pertama, profesionalisme bisa berarti suatu keahlian, mempunyai kualifikasi tertentu,
berpengalaman sesuai dengan bidang keahliannya. Oleh karena itu, seseorang bisa
dikatakan profesional bila telah mengikuti pendidikan tertentu yang menyebabkan ia
mempunyai keahlian atau kualifikasi khusus. Pengertian profesionalisme yang kedua
merujuk pada suatu standar pekerjaan, prinsip-prinsip moral dan etika profesi. Standar
mutu pekerjaan mengharuskan akuntan melaksanakan keahlian sedemikian rupa
sehingga mencapai level tertentu. Prinsip-prinsip moral, seperti halnya norma umum
masyarakat, mengarahkan akuntan agar sesuai dengan tatanan kehidupan seorang
profesional. Ketiga, profesionalisme juga berarti moral. Dalam hal ini perilaku akuntan
berupaya mempertahankan atau menjaga martabat dan kepercayaan yang diberikan
masyarakat. Kadar moral dan kepatuhan inilah yang membedakan akuntan satu dengan
yang lainnya. Moral seseorang dan sikap menjunjung tinggi etika profesi bersifat sangat
individual
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Profesionalisme Akuntan
Proses terbentuknya profesionalisme akuntan menurut O’Cornel dalam Tin
(2000) berasal dari peran pendidikan tinggi. Lebih lanjut dikatakan bahwa tahap
pertama pemeliharaan moral dan etika mahasiswa adalah di perguruan tinggi.
Tabel 1 Variabel Profesionalisme Akuntan
Pendidikan Akuntansi
Menurut UU No 12 Tahun 2012 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan/atau
program pascasarjana yang diarahkan pada penguasaan dan pengembangan cabang
ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan pendidikan profesi merupakan
pendidikan tinggi setelah program sarjana yang menyiapkan mahasiswa dalam
pekerjaan yang memerlukan persyaratan keahlian khusus, seperti program pendidikan
profesi akuntan dalam sistem pendidikan akuntansi di perguruan tinggi (UU No 12
Tahun 2012)
Carr dan Matthews (2004) dalam Mulawarman (2007) menyatakan bahwa
pendidikan akuntansi adalah proses pemberian pengetahuan yang dibutuhkan untuk
akuntan yang terdiri dari pengetahuan umum, organisasi, bisnis, dan akuntansi. Prakarsa
(1996) menyatakan bahwa proses belajar mengajar pada pendidikan tinggi akuntansi
hendaknya dapat mentransformasikan peserta didik menjadi lulusan yang lebih utuh
sebagai manusia.
Karakter
Karakter secara harfiah berasal dari bahasa latin “charakter” yang berarti: watak,
tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak. Secara etimologis,
karakter artinya adalah kualitas mental atau moral. Secara terminologis, karakter
dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan
bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat maupun negara. Karakter dapat
dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia. Karakter adalah perilaku yang tampak dalam
kehidupan sehari-hari dalam bersikap maupun bertindak
Alwisol (1996) menjelaskan pengertian karakter sebagai penggambaran tingkah
laku dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit maupun
implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian karena pengertian kepribadian
dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian (personality) maupun
karakter berwujud tingkah laku yang ditujukan kelingkungan sosial, keduanya relatif
permanen serta menuntun, mengerahkan dan mengorganisasikan aktifitas individu.
Purnomo (2008) menjelaskan bahwa karakter dalam hubungannya dengan seorang
akuntan menunjukkan personality seorang akuntan yang profesional, diantaranya
diwujudkan dalam sikap dan tindakan etisnya. Sikap dan tindakan etis akuntan
akan sangat menentukan posisinya di masyarakat pemakai jasa profesionalnya. Hal
ini pada akhirnya akan menentukan keberadaannya dalam peta persaingan diantara
rekan profesi dari negara lainnya
Pengembangan Karakter
Pengembangan atau pembentukan karakter diyakini perlu dan penting untuk
dilakukan oleh lembaga pendidikan dan para pemangku kepentingan di dalamnya untuk
menjadi pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan karakter di sebuah lembaga
pendidikan. Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong lahirnya peserta didik
yang baik, artinya tumbuh dalam karakter yang baik, tumbuh dengan segala
potensi, kapasitas dan komitmen untuk melakukan yang terbaik serta dilakukan
secara benar dan memiliki kecenderungan untuk tujuan hidup. Pendidikan karakter
yang efektif, akan ditemukan dalam lingkungan sekolah yang memungkinkan
semua peserta didiknya menunjukkan potensinya guna mencapai tujuan yang
sangat penting (Battistich, 2008)
Tujuan Pengembangan Karakter
Pengembangan karakter seharusnya membawa anak ke pengenalan nilai secara
kognitif, penghayatan nilai secara afektif, akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata.
Untuk sampai ke praksis, ada satu peristiwa batin yang amat penting yang harus terjadi
dalam diri anak, yaitu munculnya keinginan yang sangat kuat (tekad) untuk
mengamalkan nilai. Peristiwa ini disebut Conatio, dan langkah untuk membimbing anak
membulatkan tekad ini disebut langkah konatif. (Buchori, 2007)
Menurut Alwisol (2006: 154-155) masyarakat membentuk karakter melalui
pendidik dan orangtua agar anak bersedia bertingkah laku seperti yang dikehendaki
masyarakat. Karakter yang dibentuk secara social mencakup accepting, preserving,
taking, exchanging, dan biophilous
Komponen yang Mempengaruhi Perkembangan Karakter
Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), acting,
menuju kebiasaan (habit). Hal ini berarti, karakter tidak hanya sebatas pada
pengetahuan. Menurut Kilpatrick (2008), seseorang yang memiliki pengetahuan
tentang kebaikan belum tentu mampu bertindak/berbuat sesuai dengan pengetahuannya
itu, kalau ia tidak terlatih untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter tidak
sebatas pengetahuan namun lebih dalam lagi, karakter menjangkau wilayah emosi dan
kebiasaan diri. Dengan demikian, diperlukan tiga (3) komponen tentang karakter
yang baik yakni a) pengetahuan tentang moral, b) perasaan tentang moral dan c)
perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik mampu memahami,
merasakan dan mengerjakan sekaligus tentang nilai-nilai kebaikan tersebut.
Menurut Purnomo (2008), karakter dalam hubungannya dengan seorang akuntan
menunjukkan personality seorang akuntan yang profesional, diantaranya diwujudkan
dalam sikap dan tindakan etisnya. Sikap dan tindakan etis akuntan akan sangat
menentukan posisinya di masyarakat pemakai jasa profesionalnya. Hal ini pada
akhirnya akan menentukan keberadaannya dalam peta persaingan diantara rekan
profesi dari negara lainnya. Pendapat ini dikuatkan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Novin dan Tucker (1993) yang menggunakan pengukuran profesionalisme dalam
tiga dimensi yaitu tingkatan yang menunjukkan penguasaan dan pelaksanaan dalam tiga
hal yang salah satunya adalah karakter. Sehingga makin tinggi tingkatan pengembangan
karakter yang dilakukan di lembaga pendidikan, maka makin tinggi pula tingkat
profesionalisme seorang akuntan di tempatnya bekerja
Pengetahuan
Wikipedia Bahasa Indonesia Eksiklopedia bebas menyatakan bahwa
pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh melalui pengamatan
akal. Pengetahuan adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan
potensi untuk menindaklanjuti yang melekat di benak seseorang
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, pengetahuan dijelaskan
sebagai segala sesuatu yg diketahui; kepandaian: atau segala sesuatu yg diketahui
berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Di sisi lain, Pudjawidjana (1983) menjelaskan
bahwa pengetahuan adalah reaksi dari manusia atas rangsangannya oleh alam sekitar
melalui persentuhan melalui objek dengan indera dan pengetahuan merupakan hasil
yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan sebuah objek tertentu.
Tujuan Pengembangan Pengetahuan
Menurut Ngatimin (1990), pengembangan pengetahuan penting sebagai
pengembangan ingatan atas bahan-bahan yang telah dipelajari dan mungkin ini
menyangkut tentang mengikat kembali sekumpulan bahan yang luas dari hal-hal yang
terperinci oleh teori, tetapi apa yang diberikan menggunakan ingatan akan keterangan
yang sesuai
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Meliono, Irmayanti, 2007) adalah :
1) Pendidikan
Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya. Di sebuah lembaga pendidikan,seorang manusia
akan mendapatkan banyak hal baru yang bermanfaat untuk menambah pengetahuan
diri terhadap fenomena yang ada di lingkungan sekitarnya
2) Media
Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium” yang secara
harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau pengantar terjadinya
komunikasi dari pengirim menuju penerima (Ibrahim et al, 2001). Selain itu, media
juga merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari
komunikator menuju komunikan (Cricitos, 1996) sehingga keberadaan sebuah media
akan sangat berpengaruh terhadap transfer ilmu dan pengetahuan dari satu orang ke
orang lainnya
3) Informasi
Jogiyanto (1999: 692) mendefinisikan sebagai hasil dari pengolahan data dalam
suatu bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya yang
menggambarkan suatu kejadian – kejadian (event) yang nyata (fact) yang digunakan
untuk pengambilan keputusan”. Dalam Kaitannya dengen pengetahuan, Kadir (2002:
31) mendefinisikan informasi sebagai data yang telah diproses sedemikian rupa
sehingga meningkatkan pengetahuan seseorang yang menggunakan data tersebut.
Pengetahuan akuntansi terdiri dari pengetahuan deklaratif dan pengetahuan
prosedural. Pengetahuan deklaratif merupakan pengetahuan tentang fakta-fakta dan
berdasarkan konsep, contohnya: kas adalah bagian dari current assets; pengetahuan ini
memudahkan dalam analisis rasio, sedangkan pengetahuan prosedural merupakan
pengetahuan yang konsisten dengan aturan-aturan (Bonner dan Walker, 1994; Spilker,
1995)
Bonner et al. (1992) menyatakan bahwa pengetahuan deklaratif berkorelasi
positif dengan isu-isu perpajakan dan bahwa dengan pengukuran pengetahuan deklaratif
dan pengetahuan prosedural mempunyai korelasi positif dengan kuantitas dan kualitas
isu-isu yang sudah teridentifikasi. Bonner dan Walker (1994) juga menyatakan bahwa
pengetahuan prosedural dan deklaratif mempunyai hubungan positif terhadap kinerja
profesional seorang akuntan sehingga makin tinggi tingkatan pengetahuan prosedural
dan deklaratif seorang akuntan yang dikembangkan di lembaga pendidikan, maka makin
tinggi pula tingkatan profesionalisme nya ketika bekerja. Pernyataan ini didukung pula
dengan penelitian Novin dan Tucker (1993) yang menyatakan bahwa salah satu dimensi
penting yang membentuk profesionalisme seorang akuntan adalah tingkat pengetahuan
yang dimiliki
Keahlian (Skill)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa “ahli” adalah
orang yang mahir, paham sekali dalam suatu ilmu. Sehingga yang disebut dengan “ahli
bahasa” adalah orang yang mahir di pengetahuan bahasa. Kemudian “tahu” adalah
mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami, dsb), sedangkan “bakat” adalah
dasar (kepandaian, sifat dan pembawaan) yang dibawa dari lahir. Secara umum
pengertian yang tersurat di kamus besar bahasa Indonesia cukup mewakili pengertian
kebanyakan orang (minimal saya sendiri). Bisa kita tafsirkan bahwa “keahlian” adalah
kemahiran seseorang dalam suatu ilmu “pengetahuan”. Sedangkan “bakat” adalah
bawaan lahir seseorang sehingga dapat mencapai prestasi tertentu dalam usia belia.
Pengembangan Keahlian
Menurut kajian yang dilakukan oleh Human Resources of Berkeley University
(2012) Pengembangan Keahlian berarti mengembangkan diri dan keahlian untuk
menambah nilai bagi organisasi dan bagi pengembangan karir. Membina sikap apresiasi
untuk belajar seumur hidup adalah kunci untuk sukses di tempat kerja. Untuk mampu
terus belajar dan mengembangkan keterampilan seseorang membutuhkan
mengidentifikasi keterampilan yang dibutuhkan untuk menunjang karirnya, dan
kemudian mencari pelatihan atau peluang untuk mengembangkan keterampilan-
keterampilan yang dimilikinya karena pengembangkan keterampilan dimulai dengan
menilai keterampilan yang penting untuk pengembangan karir yang diharapkan.
Tujuan Pengembangan Keahlian
Pengembangan keterampilan penting agar Siswa tidak melupakan apa yang telah
mereka hafalkan. Karena pengetahuan yang kita dapatkan seringkali tidak dapat
dialihkan di berbagai jenis pekerjaan. Di sisi lain keterampilan yang penting menjadi
lebih berguna dan biasanya ditransfer antar tugas dan karir (Albrecht dan Sack, 2000 :
55)
Hasibuan (2003) menyatakan bahwa keahlian harus mendapat perhatian utama
kualifikasi seleksi. Hal ini yang akan menentukan mampu tidaknya seseorang
menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Keahlian ini mencakup technical
skill, human skill, conceptual skill , kecakapan untuk memanfaatkan kesempatan serta
kecermatan penggunaan peralatan yang dimiliki organisasi dalam mencapai tujuan.
Menurut Hasibuan (2003), dalam suatu program pengembangan ditetapkan suatu
sasaran, proses, waktu dan metode pelaksanaannya. Supaya lebih baik program itu
harus dibuat perencanaan terlebih dahulu, karena metode pengembangan didasarkan
pada tujuan yang ingin dicapai
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Keahlian
Menurut Novin dan Tucker (1993) ada beberapa keterampilan dasar yang
mampu menunjang pengembangan skill seorang akuntan yaitu thinking skill, problem
solving skill, listening skill, writing skill, quantitatif skill, micro computer skill,
speaking skill, intrapersonal skill dan research skill
Seorang Ahli didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki tingkat
keterampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subjek tertentu yang
diperoleh dari pelatihan atau pengalaman. Dalam artikel lain Hayes Roth dkk (1983)
mendefinisikan keahlian akuntan sebagai keberadaan dari pengetahuan tentang suatu
lingkungan akuntansi tertentu, pemahaman terhadap masalah-masalah yang timbul
dalam lingkungan tersebut, dan keterampilan untuk memecahkan permasalahan tersebut
sehingga pengembangan skill akuntansi yang baik akan memiliki pengaruh positif
terhadap profesionalisme dari akuntan tersebut. Skill akuntansi erat kaitannya dengan
pengalaman yang dimiliki oleh seorang akuntan sehingga makin tinggi pengalaman
seorang akuntan yang didapatkan melalui aktivitasnya sehari-hari akan membuat
keahlian akuntansi akuntan tersebut menjadi meningkat. Kalbers dan Fogarty (1995)
dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pada dasarnya pengalaman memiliki
hubungan yang positif dengan profesionalisme seseorang karena pengalaman turut
berperan untuk menambah kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi tantangan dan
hambatan yang ada di masa mendatang di bidang yang dia tekuni. Hal ini didukung pula
oleh penelitian Novin dan Tucker (1993) yang menggunakan pengukuran
profesionalisme seseorang dengan tingkat keahlian atau pengalaman yang dimiliki.
PEMBAHASAN
Deskripsi Umum Responden
Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah para pegawai dalam
lingkup Kantor Akuntan Publik yang ada di Malang dan Surabaya. Kuesioner
disebarkan pada tanggal 7 hingga 26 Maret 2013 pada beberapa KAP di Malang dan
Surabaya. Dari 109 lembar kuesioner yang disebar, sebanyak 32 lembar kuesioner
(29,35 %) diterima kembali oleh peneliti, namun yang bisa diikutsertakan dalam proses
pengolahan data sebanyak 30 kuesioner. Sebanyak 2 kuesioner lainnya tidak bisa diolah
dikarenakan tidak diisi lengkap. Responden mayoritas merupakan perempuan (56,25%),
pendidikan terakhir adalah S1 (93,75%), dan telah bekerja pada KAP kurang dari 2
tahun (100 %).
Uraian N %
Jenis Kelamin Laki-laki 13 43,33%
Perempuan 17 56,66%
Total 30 100,00 %
Pendidikan S1 30 93,33%
S2 2 6,66%
Total 30 100,00 %
Jabatan Junior Auditor 30 100.00 %
Total 30 100,00 %
Lama Menjabat <1 tahun 18 60 %
1-2 tahun 12 40 %
Total 30 100,00 %
Sumber: Data Primer (diolah)
Pengujian Hipotesis
Pengujian Hipotesis bertujuan untuk menguji apakah variabel independen secara
individual maupun secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen.
Hipotesis-hipotesis pada penelitian ini diuji dengan menggunakan analisis regresi linier
berganda dengan persamaan sebagai berikut:
Kesimpulan
Berdasarkan bukti-bukti empiris yang diperoleh dari penelitian ini, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengembangan karakter mahasiswa akuntansi pada saat studi tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap profesionalismenya ketika bekerja di kantor
akuntan publik
2. Pengembangan pengetahuan mahasiswa akuntansi pada saat studi tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap profesionalismenya ketika bekerja di kantor
akuntan publik yang disebabkan karena adanya kesenjangan antara ilmu
pengetahuan yang dipelajari pada saat perkuliahan dengan penerapannya ketika
berada di dunia akuntansi yang sebenarnya
3. Pengembangan keahlian mahasiswa akuntansi pada saat studi tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap profesionalismenya menjadi seorang akuntan
4. Profesionalisme seorang akuntan tidak dibangun di bangku pendidikan sehingga
profesionalisme seorang akuntan sangat bergantung pada situasi dan kondisi di
tempat dia bekerja nantinya
Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa terdapat beberapa keterbatasan yang mungkin
mempengaruhi hasil penelitian ini, diantaranya:
1. Variabel independen dalam penelitian ini, yaitu Karakter (X1) Pengetahuan (X2)
dan keahlian (X3), hanya mempengaruhi variabel Y sebesar 13,8% dan sebanyak
87,2% dipengaruhi oleh variabel diluar model.
2. Penelitian ini menggunakan 7 kantor akuntan publik yang ada di dua kota yaitu
yang berbeda yaitu Malang dan Surabaya, sehingga input masukan SDM terdidik,
sistem rekruitmen dan pelatihan akuntan yang baru masuk di sebuah kantor akuntan
publik sangat berbeda. Ada Kantor Akuntan Publik yang memiliki standar tinggi
dalam menerima akuntan baru dan ada pula KAP yang tidak menetapkan standar
terlalu tinggi sehingga bisa saja mempengaruhi persepsi yang digunakan oleh
akuntan tersebut mengenai profesionalisme akuntan
Saran
Berdasarkan beberapa keterbatasan yang telah disebutkan di atas, penelitian
selanjutnya disarankan untuk:
1. Penelitian yang akan datang diharapkan menambah subjek penelitian selain
mahasiswa, misalnya dosen akuntansi di beberapa perguruan tinggi atau para
praktisi akuntansi seperti auditor senior dan partner sehingga hubungan antara
pendidikan akuntansi dengan profesionalisme seorang akuntan ketika bekerja di
KAP bisa dideskripsikan dengan maksimal
2. Penelitian yang akan datang diharapkan menambahkan variabel selain karakter,
pengetahuan dan keahlian agar dapat mengetahui faktor paling dominan yang
mempengaruhi profesionalisme seorang akuntan
3. Penelitian yang akan datang diharapkan memperlebar daerah populasinya sehingga
dapat digeneralisasi secara lebih luas.