Anda di halaman 1dari 128

Analisis Kesejahteraan Petani

Tahun 2022

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian
2022
Analisis Kesejahteraan Petani 2022

ii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Analisis Kesejahteraan Petani


Tahun 2022
Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5)
Jumlah Halaman isi: 126 halaman

Penanggung Jawab:
Roby Darmawan, M. Eng

Penyunting/Editor:
Mas’ud, SE, M.Si
Sri Wahyuningsih, S.Si

Penulis Artikel:
Ir. Wieta B. Komalasari, M.Si
Ir. Sabarella, M.Si
Megawati Manurung, SP
Sehusman, SP
Yani Supriyati, S.E
Rinawati, SE
Karlina Seran, S.Si
Maidiah Dwi Naruri S., S.Si

Layout:
Yani Supriyati, SE

Desain cover :
Rinawati, SE

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Sekretariat Jenderal – Kementerian Pertanian
Kanpus Kementan, Gedung D, Lantai IV, Jl. Harsono RM No. 3 Ragunan, Jakarta
Telp./Fax (021) 780-5305

Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian iii


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

iv Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga publikasi “Analisis Kesejahteraan Petani Tahun 2022” telah
dapat diselesaikan. Publikasi ini merupakan salah satu keluaran dari kegiatan yang
dilaksanakan oleh Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian dalam mengemban
visi dan misinya untuk mempublikasikan data sektor pertanian beserta hasil
analisisnya.
Publikasi Analisis Kesejahteraan Petani Tahun 2022 memuat informasi
tentang tingkat kesejahteraan petani berdasarkan data dan informasi yang tersedia
diantaranya data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan NTP yang
bersumber dari BPS.
Dengan diterbitkannya publikasi ini diharapkan para pembaca dapat
memperoleh gambaran tentang kesejahteraan petani di Indonesia. Kepada semua
pihak yang telah terlibat dalam penyusunan publikasi ini, kami ucapkan terima kasih
dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Kritik dan saran dari segenap pembaca
sangat diharapkan guna dijadikan dasar penyempurnaan dan perbaikan untuk
penerbitan publikasi berikutnya.

Jakarta, November 2022


Kepala Pusat Data dan Sistem
Informasi Pertanian,

Roby Darmawan, M. Eng

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian v


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

vi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang............................................................................... 1
1.2. Tujuan Dan Sasaran ....................................................................... 2
1.3. Ruang Lingkup............................................................................... 2
BAB II. METODOLOGI ............................................................................... 5
BAB III. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PERTANIAN........................... 9
3.1. Gambaran Umum Pembangunan Kualitas Hidup Manusia ................... 9
3.2. Gambaran Umum Rumah Tangga Pertanian ………………………………… 13
3.3. Karakteristik Kepala dan Anggota Rumah Tangga Pertanian ............. 16
3.4. Karakteristik Perumahan dan Pemukiman ....................................... 20
3.5. Perlindungan Sosial ...................................................................... 37
BAB IV. KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PERTANIAN ......................... 61
4.1. Sustainable Development Goals (SDGs) Indonesia ........................... 61
4.2. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Pertanian ................... 67
4.3. Nilai Indeks Gini ........................................................................... 79
4.4. Kemiskinan .................................................................................. 82
4.5. Nilai Tukar Petani ......................................................................... 85
BAB V. PENUTUP ................................................................................... 106
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 109

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian vii


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

viii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 3.1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Selisih IPM


menurut Provinsi, 2019 – 2021 ................................................ 10
Tabel 3.2.1. Persentase Rumah Tangga Pertanian dan Rumah Tangga
Non Pertanian di Indonesia, 2020 – 2022................................ 14
Tabel 3.2.2. Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Subsektor,
2021 - 2022 ............................................................................. 15
Tabel 3.3.1. Rata-Rata Jumlah Anggota Rumah Tangga (ART) Usaha di
Pertanian, Buruh Tani dan Rumah Tangga Lainnya di
Indonesia, 2020 – 2022 ........................................................... 17
Tabel 3.3.2. Rata- Rata Umur Kepala Rumah Tangga Menurut Jenis
Rumah Tangga, 2020 – 2022 .................................................. 18
Tabel 3.4.1. Persentase Status Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal
di Jawa Dan Luar Jawa Rumah Tangga Pertanian dan non
pertanian, 2020-2022 ............................................................. 21
Tabel 3.4.2. Persentase Status Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal
di Jawa dan di Luar Jawa Menurut Subsektor, 2022 ............... 22
Tabel 3.4.3. Persentase Jenis Atap Terluas Pada RT Pertanian, RT
Buruh Tani dan RT Non Pertanian di Jawa dan Luar Jawa,
2020 – 2021 ............................................................................ 23
Tabel 3.4.4. Persentase Jenis Atap Terluas pada Rumah Tangga
Pertanian dan Buruh Tani di Jawa Dan Luar Jawa menurut
subsektor, 2022....................................................................... 24
Tabel 3.4.5. Persentase Jenis Dinding Terluas pada Rumah Tangga di
Jawa dan Luar Jawa, 2020– 2022 .......................................... 25
Tabel 3.4.6. Persentase Jenis Dinding Terluas pada Rumah Tangga
Subsektor, 2022 ..................................................................... 26
Tabel 3.4.7. Persentase Jenis Lantai Terluas pada Rumah Tangga
Pertanian di Wilayah Jawa dan Luar Jawa, 2020-2022 ........... 27

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian ix


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 3.4.8. Persentase Jenis Lantai Terluas pada Rumah Tangga


Pertanian di menurut Subsektor, 2022 ..................................... 28
Tabel 3.4.9.a Persentase Penggunaan Sumber Air Minum menurut
Jenisnya di Rumah Tangga Pertanian, 2020-2022 .................. 28
Tabel 3.4.9.b Persentase Penggunaan Sumber Air Minum menurut
Jenisnya di Rumah Tangga Buruh Tani, 2020-2022 ................ 29
Tabel 3.4.9.c Persentase Penggunaan Sumber Air Minum menurut
Jenisnya di Rumah Tangga Non Pertanian, 2020-2022 ........... 29
Tabel 3.4.10 Persentase Penggunaan Sumber Air Minum menurut
Subsektor Rumah Tangga Pertanian di Jawa, Luar Jawa
dan Indonesia, 2022 ............................................................... 30
Tabel 3.4.11 Persentase Penggunaan Sumber Air Minum menurut
Subsektor Rumah Tangga Buruh Tani. Jawa, Luar Jawa
dan Indonesia, 2020-2022 ....................................................... 31
Tabel 3.4.12. Persentase Penggunaan Fasilitas BAB di Rumah Tangga
Pertanian dan RT Buruh Tani di Jawa, Luar Jawa dan
Indonesia, 2020-2022 .............................................................. 32
Tabel 3.4.13. Persentase Penggunaan Sumber Penerangan di Rumah
Tangga Pertanian dan Rumah Tangga Buruh Tani, 2020 –
2022 ........................................................................................ 33
Tabel 3.4.14. Persentase Penggunaan Sumber Penerangan berdasarkan
Subsektor di Rumah Tangga Berusaha di Pertanian , 2022 ..... 34
Tabel 3.4.15. Persentase Penggunaan Sumber Penerangan berdasarkan
Subsektor di Rumah Tangga Buruh Tani, 2022 ....................... 35
Tabel 3.4.16. Persentase Penggunaan Bahan Bakar berdasarkan Sektor
di Rumah Tangga berusaha di Pertanian, 2020 – 2022 ........... 35
Tabel 3.4.17. Persentase Penggunaan Bahan Bakar berdasarkan Sektor
Rumah Tangga Buruh Tani, 2020 – 2022 ................................ 36
Tabel 3.4.18. Persentase Penggunaan Bahan Bakar berdasarkan
Subsektor di Rumah Tangga berusaha di Pertanian, 2022 ...... 36
Tabel 3.5.1. Persentase Rumah Tangga Pertanian, Buruh Tani dan Non
Pertanian Penerima BPNT, 2020 -2022 .................................. 39

x Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 3.5.2. Persentase Rumah Tangga Berusaha di Pertanian dan


Rumah Tangga Buruh Tani Berdasarkan Subsektor
Penerima BPNT, 2020 - 2022 .................................................. 40
Tabel 3.5.3. Persentase Rumah Tangga Berusaha di Pertanian, Buruh
Tani dan Non Pertanian yang Menerima Kredit Menurut
Jenis Kredit Usaha, 2020-2022................................................ 41
Tabel 3.5.4. Persentase Anggota Rumah Tangga yang Menerima Kredit
Usaha KUR Menurut Wilayah, 2020-2022 .............................. 44
Tabel 3.5.5. Persentase Anggota Rumah Tangga Berusaha di Pertanian
dan Buruh Tani yang Menerima Kredit Usaha KUR menurut
Wilayah, 2020 – 2022 .............................................................. 45
Tabel 3.5.6. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian yang
Menerima Kredit Usaha KUR menurut Provinsi,
2020 – 2022 ............................................................................ 47
Tabel 3.5.7. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian yang
Menerima Kredit Program Koperasi menurut Wilayah, 2020
- 2022 ...................................................................................... 49
Tabel 3.5.8. Persentase Rumah Tangga yang Menerima Kredit Program
Koperasi Per Subsektor di Jawa dan luar Jawa, 2020 –
2022 ........................................................................................ 50
Tabel 3.5.9. Rata-rata Umur Perkawinan Pertama Perempuan
Berumur 10 Tahun Ke Atas yang Berstatus Kawin/Cerai,
2020-2022 ............................................................................... 51
Tabel 3.5.10 Rata-rata Umur Perkawinan Pertama Perempuan Berumur
10 Tahun ke Atas yang Berstatus Kawin/Cerai per
Subsektor, 2020 - 2021 ........................................................... 52
Tabel 3.5.11. Persentase Perempuan Berumur 15-49 Tahun yang
Berstatus Kawin di Rumah Tangga Pertanian Menurut
Partisipasi KB, 2020-2022 ....................................................... 53
Tabel 3.5.12. Persentase Perempuan Berumur 15-49 Tahun yang
Berstatus Kawin di Rumah Tangga Pertanian Menurut
Partisipasi KB per Subsektor Tahun 2022 ............................... 54
Tabel 3.5.13. Persentase Penduduk Berumur 5 Tahun ke Atas di Rumah
Tangga Pertanian Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi
yang ditamatkan, 2020-2022 ................................................... 55

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xi


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 3.5.14. Persentase Penduduk Berumur 5 Tahun ke Atas Menurut


Tingkat Pendidikan Tertinggi yang ditamatkan per
Subsektor Tahun 2022 ............................................................. 57
Tabel 3.5.15. Persentase Penduduk yang Berobat Jalan Menurut
Tempat/Cara Berobat di Rumah Tangga Pertanian, Tahun
2020-2022 ................................................................................ 58
Tabel.3.5.16. Persentase Penduduk yang Berobat Jalan Menurut
Tempat/Cara Berobat per Subsektor Tahun 2022 .................... 59
Tabel 4.1.1. Nilai Tambah Petanian per Tenaga Kerja dimSektor
Pertanian menurut Provinsi di Indonesia, 2017-2021 ............... 65
Tabel 4.2.1. Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Sumber
Penghasilan Terbesar di Jawa – Luar Jawa, 2020-2022 .......... 72
Tabel 4.2.2. Pengeluaran Makanan dan Bukan Makanan, Tahun 2022 ....... 74
Tabel 4.2.3. Persentase pengeluaran untuk makanan dan non makanan
di RTP Jawa – Luar Jawa, 2020 – 2022 ................................... 75
Tabel 4.2.4. Rata-rata pengeluaran RTP per kapita untuk makanan dan
non makanan dalam sebulan di Jawa – Luar Jawa, 2018 –
2020 ......................................................................................... 76
Tabel 4.2.5. Pengeluaran untuk Makanan dan Bukan Makanan menurut
Sub Sektor, Tahun 2022 .......................................................... 78
Tabel 4.3.1. Nilai Gini Ratio Pada Rumah Tangga Pertanian dan Non
Pertanian, Tahun 2020 – 2022 ................................................. 80
Tabel 4.4.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia, di
Rumah Tangga Pertanian dan Buruh Tani, 2020 – 2022.......... 84
Tabel 4.4.2. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin per Sub Sektor di
Rumah Tangga Pertanian, 2021 dan 2022............................... 85
Tabel 4.5.1. Perkembangan It, Ib, NTP dan NTUP Nasional, 2020-2022 ..... 88
Tabel 4.5.2. Perkembangan IT, IB, NTP dan NTUP Sub Sektor Tanaman
Pangan, 2020 – 2022 ............................................................... 92
Tabel 4.5.3. Perkembangan IT, IB, NTP dan NTUP Sub Sektor
Hortikultura, 2020-2022 ............................................................ 94
Tabel 4.5.4. Perkembangan IT, IB, NTP dan NTUP Sub Sektor
Perkebunan Rakyat, 2020– 2022 ............................................. 95

xii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 4.5.5. Perkembangan IT, IB, NTP dan NTUP Sub Sektor
Peternakan, 2020 – 2022 ........................................................ 97
Tabel 4.5.6. Perkembangan IT Menurut Provinsi, 2020 – 2022 .................. 98
Tabel 4.5.7. Perkembangan IB Menurut Provinsi, 2020 – 2022 ................ 101
Tabel 4.5.8. Perkembangan NTP Menurut Provinsi, 2020– 2022 .............. 103
Tabel 4.5.9. Perkembangan NTUP Menurut Provinsi, 2020 – 2022........... 105

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xiii


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

xiv Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1.1. IPM 34 Provinsi di Indonesia berdasarkan Kategori UNDP


Tahun 2021 ........................................................................... 12
Gambar 3.1.2. Selisih IPM 34 Provinsi di Indonesia tahun 2021.................... 13
Gambar 3.3.1. Persentase RTP Indonesia menurut Subsektor, 2021............ 16
Gambar 3.3.2. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Menurut
Kelompok Umur Per Subsektor, 2021 .................................... 18
Gambar 3.3.3. Persentase Kepala Rumah Tangga Usaha di Pertanian
menurut Tingkat Pendidikan, 2020 – 2022 ............................. 19
Gambar 3.3.4. Persentase Kepala Rumah Tangga Pertanian berdasarkan
Gender, 2020 - 2022 .............................................................. 20
Gambar 3.5.1. Persentase Penerimaan Kredit Usaha KUR oleh Rumah
Tangga Berusaha di Pertanian, Buruh Tani dan Non
Pertanian, 2019- 2021 .......................................................... 43
Gambar 3.5.2. Persentase Penerimaan Kredit Usaha KUR oleh Rumah
Tangga Berusaha di Pertanian, Buruh Tani dan Non
Pertanian, 2020- 2022 ........................................................... 44
Gambar 3.5.3. Perkembangan Persentase Penerimaan Kredit Program
Koperasi oleh Rumah Tangga, 2020 – 2022 ……………… 48

Gambar 3.5.4. Rata-rata Umur Perkawinan Pertama Perempuan


Berumur 10 Tahun ke Atas yang Berstatus Kawin/Cerai,
2020-2022 ............................................................................. 51
Gambar 3.5.5. Persentase Perempuan Berumur 15-49 Tahun yang
Berstatus Kawin di Rumah Tangga Pertanian Menurut
Partisipasi KB, Tahun 2020-2022........................................... 54
Gambar 3.5.6. Persentase Penduduk Berumur 5 Tahun ke Atas di
Rumah Tangga Pertanian Menurut Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang ditamatkan, 2020-2022 ................................ 56
Gambar 4.1.1. Volume Produksi Per Tenaga Kerja Menurut Kelas
Usaha Tani Tanaman/Peternakan/ Perikanan/ Kehutanan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xv


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

di 3 Provinsi di Indonesia (USD PPP Per Working Day),


2020………………………………………………………… 63
Gambar 4.1.2. Nilai Tambah Pertanian Per Tenaga Kerja Menurut Kelas
Usaha Tani Tanaman/Peternakan/Perikanan /Kehutanan,
2017- 2021 ………………………………………………………………… 64
Gambar 4.1.3. Rata-Rata Pendapatan Produsen Pertanian Skala Kecil di 3
Provinsi di Indonesia, 2020…………………………………… 66
Gambar 4.1.4. Proporsi Areal Pertanian Produktif dan Berkelanjutan di 3
Provinsi di Indonesia, 2020 …………………………………. …. 66
Gambar 4.2.1. Jumlah RTUP Menurut Sumber Pendapatan Utama,
Hasil SUTAS 2018…………………………………………….. 68

Gambar 4.2.2. RTUP Pengguna Lahan dan RTUP Gurem, Hasil SUTAS
2018 .................................................................................. 68
Gambar 4.2.3. Rata-rata Pendapatan RTP Menurut Sumber
Pendapatan/ Penerimaan Selama Setahun, Sensus
Pertanian 2013 ....................................................................... 69
Gambar 4.2.4. Rata-rata Pendapatan RTP dengan Sumber Pendapatan
Utama dari Usaha Selama Setahun Menurut Sub Sektor,
ST 2013 ................................................................................. 70
Gambar 4.2.5. Proporsi Pendapatan RTP Menurut Sumber Pendapatan
dari Usaha di Sektor Pertanian, ST 2013 (dalam ribu
rupiah) .................................................................................... 71
Gambar 4.2.6. Persentase Pengeluaran untuk Makanan menurut Jenis
Rumah Tangga, Tahun 2022 .................................................. 74
Gambar 4.2.7. Proposi Pengeluaran RTP untuk Makanan dan Non
Makanan, 2022....................................................................... 75
Gambar 4.2.8. Rata-rata Pengeluaran Nominal Untuk Makanan dan Non
Makanan Per Kapita Selama Sebulan , 2018-2020 ……….…..77

Gambar 4.2.9. Pengeluaran untuk Makanan menurut Sub Sektor, Tahun


2022 ....................................................................................... 78

xvi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Gambar 4.3.1. Nilai Gini Ratio pendapaan di Rumah Tangga Pertanian


dan Non Pertanian, 2020–2022 ............................................. 81
Gambar 4.5.1. Perkembangan NTP dan NTUP Nasional Bulanan, Januari
2020 sd Oktober 2022 (Tahun Dasar 2018 = 100) ................. 90

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xvii


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peningkatan kesejahteraan petani merupakan salah satu dari visi


dan misi pembangunan pertanian dalam mencapai swasembada pangan
dan meningkatkan kesejahteraan petani. Selama ini tingkat
kesejahteraan petani baru diukur dari besaran Nilai Tukar Petani (NTP)
dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP), kemiskinan di perdesaan dan
gini rasio di perdesaan. Konsep Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan
rasio antara indeks yang diterima petani (IT) dengan indeks yang dibayar
petani (IB) dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) merupakan ukuran
kemampuan rumah tangga pertanian dalam memenuhi kebutuhan usaha
pertaniannya, karena keterbatasan dari penghitungan dengan asumsi
produksi tetap yang berubah hanya harga, maka dianggap kurang dapat
mencerminkan kesejahteraan petani. Kemiskinan di perdesaan
merupakan jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan pada Rumah
Tangga Pertanian (RTP). Gini rasio atau indeks gini merupakan ukuran
ketimpangan atau pemerataan pendapatan di suatu wilayah.
Selain NTP dan NTUP, kemiskinan dan gini rasio, ada beberapa
indikator yang juga dapat digunakan untuk mengukur kesejahteraan
petani, diantaranya adalah data konsumsi dan pengeluaran rumah
tangga pertanian yang diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas). Analisis konsumsi ini dihitung melalui proporsi pengeluaran
untuk makanan dan non makanan pada rumah tangga dengan sumber
utama pendapatannya dari pertanian. Secara teori, Ernest Engel (1857)
menuliskan bahwa apabila tidak terdapat perbedaan selera, maka
persentase pengeluaran untuk makanan menurun dengan meningkatnya
pendapatan. Oleh karena itu komposisi pengeluaran rumah tangga
pertanian dapat dijadikan ukuran untuk menilai tingkat kesejahteraan
petani, dimana semakin rendah persentase pengeluaran untuk makanan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 1


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

terhadap total pengeluaran, maka semakin baik tingkat


perekonomian/kesejahteraan petani.
Untuk itu, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian sebagai
instansi penyedia data dan informasi di lingkup Kemeterian Pertanian,
pada tahun 2021 telah melakukan kajian analisis kesejahteraan petani
menggunakan berbagai indikator tersebut.

1.2. Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari analisis ini adalah melakukan analisis kesejahteraan


petani berdasarkan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) dan Nilai Tukar Petani (NTP) dan data pendukung lainnya
Sasaran kegiatan ini adalah tersedianya data dan informasi serta
hasil analisis kesejahteraan petani berdasarkan data hasil Survei Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS), Nilai Tukar Petani (NTP) dan data
pendukung lainnya.

1.3. Ruang Lingkup

Data yang digunakan dalam analisis kesejahteraan petani ini


adalah data series tiga tahun yang bersumber dari:
a. Survei antar Sensus Pertanian Tahun 2018 (SUTAS 2018).
b. Survei Sosial Ekomomi Nasional (Susenas) yang diselenggarakan
pada bulan Maret dengan tingkat penyajian sampai dengan provinsi (
Tahun 2020-2022).
c. Cakupan rumah tangga dalam analisis ini adalah rumah tangga
pertanian meliputi subsektor tanaman Pangan, Hortikultura,
perkebunan dan peternakan, baik yang berusaha sendiri maupun
sebagai buruh.
d. Nilai Tukar Petani (NTP) yang bersumber dari BPS. NTP merupakan
rasio antara indeks yang diterima petani (It) dengan indeks yang
dibayar petani (Ib), serta Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) yang

2 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

merupakan ukuran kemampuan rumah tangga pertanian dalam


memenuhi kebutuhan usaha pertaniannya ( Tahun 2020 s.d Jan-Okt
2022).

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 3


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

4 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

II. METODOLOGI

Metode analisis yang digunakan adalah analisis matematis


deskriptif untuk beberapa indikator, yaitu:
a. Karakteristik Rumah Tangga Pertanian (RTP), meliputi RTP
berdasarkan sub sektor, jumlah anggota rumah tangga, kelompok
umur, gender, pendidikan, kesehatan, perumahan dan perlindungan
sosial.
b. Kesejahteraan rumah tangga pertanian, meliputi pendapatan
perkapita pada rumah tangga pertanian, pengeluaran RTP, Gini
Ratio, anggota rumah tangga pertanian dibawah garis kemiskinan,
serta Nilai Tukar Petani (NTP).
• Jenis sumber penghasilan utama dari Sutas 2018.
• Rata-rata pengeluaran perkapita RTP bersumber dari Susenas
merupakan proksi pendapatan perkapita RTP serta melihat
proporsi pengeluaran makanan dan non makanan pada rumah
tangga pertanian, dimana melalui pola pengeluaran rumah
tangga pertanian tersebut digunakan untuk mengukur tingkat
kesejahteraan. Menurut hukum Engel, bila persentase
pengeluaran makanan terhadap total pengeluaran lebih dari 80%,
maka tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut sangat
rendah.
• Gini ratio adalah besaran untuk melihat ketimpangan
pengeluaran sebagai proksi pendapatan pada rumah tangga
pertanian, dengan formula sebagai berikut :
k
Pi (Qi + Qi −1 )
G = 1− 
i =1 10.000
Pi : Persentase rumah tangga petani pada kelas ke-i
Qi : Persentase kumulatif total pengeluaran sampai kelas ke-i

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 5


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Nilai gini ratio berkisar antara 0 dan 1, jika:


⬧ G < 0,4 → ketimpangan rendah
⬧ 0,4 ≤ G ≤ 0,5 → ketimpangan sedang
⬧ G > 0,5 → ketimpangan tinggi
• Tingkat kemiskinan di sektor pertanian atau tingkat kesejahteraan
petani, dianalisis melalui:
• Perkembangan persentase rumah tangga pertanian yang
berada di bawah garis kemiskinan (Susenas).
• Membandingkan garis kemiskinan dengan hasil analisis PDB
pertanian sempit per kapita, Rata-rata pendapatan petani
(Sensus Pertanian 2013) dan rata-rata pengeluaran sebagai
proksi pendapatan RTP (Susenas).
• NTP merupakan salah satu proksi untuk melihat tingkat
kesejahteraan petani.
Penghitungan Nilai Tukar Petani (NTP) =
It
NTP = x 100
Ib
NTP = Nilai Tukar Petani
It = Indeks harga yang diterima petani
Ib = Indeks harga yang dibayar petani
- NTP > 100, berarti petani mengalami surplus. Harga
produksinya naik lebih besar dari kenaikan harga
konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari
pengeluarannya; dengan demikian tingkat kesejahteraan
petani lebih baik dibanding tingkat kesejahteraan petani
sebelumnya.
- NTP = 100, berarti petani mengalami impas/break even.
Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan
persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsinya.
Tingkat kesejahteraan petani tidak mengalami perubahan.

6 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

- NTP < 100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga


barang produksinya relatif lebih kecil dibandingkan dengan
kenaikan harga barang konsumsinya. Tingkat kesejahteraan
petani pada suatu periode mengalami penurunan dibanding
tingkat kesejahtaraan petani pada periode sebelumnya.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 7


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

8 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

III. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PERTANIAN

3.1. Gambaran Umum Pembangunan Kualitas Hidup Manusia

Kualitas dari pembangunan suatu wilayah dapat diukur dengan


suatu indikator yang disebut Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Selain untuk mengukur kualitas pembangunan IPM juga untuk mengukur
pengaruh dari kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup. IPM
merupakan pengukuran perbandingan dari harapan hidup, pendidikan
dan standar hidup untuk suatu wilayah. Indeks ini juga menjelaskan
bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam
memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
Pembangunan manusia menurut standar United Nations
Development Program (UNDP), terdiri dari empat kriteria yakni IPM > 80
kategori sangat tinggi, IPM 70-79 kategori tinggi, serta IPM 60-69
kategori sedang. IPM Indonesia periode 2019-2021 termasuk dalam
kategori tinggi dengan besaran indeks yang meningkat setiap tahunnya.
Tahun 2019 IPM Indonesia sebesar 71,92 kemudian meningkat pada
tahun 2020 menjadi 71,94 dan tahun 2021 kembali naik menjadi 72,29.
Secara rinci, IPM Indonesia dan 34 provinsi tahun 2019-2021 serta
selisih IPM tahun 2020 dan 2021 tersaji pada Tabel 3.1.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 9


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 3.1.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Selisih IPM


menurut Provinsi, 2019 – 2021

IPM Selisih IPM


Wilayah
2019 2020 2021 2020 2021
Aceh 71,90 71,99 72,18 0,09 0,19
Sumatera Utara 71,74 71,77 72,00 0,03 0,23
Sumatera Barat 72,39 72,38 72,65 -0,01 0,27
Riau 73,00 72,71 72,94 -0,29 0,23
Jambi 71,26 71,29 71,63 0,03 0,34
Sumatera Selatan 70,02 70,01 70,24 -0,01 0,23
Bengkulu 71,21 71,40 71,64 0,19 0,24
Lampung 69,57 69,69 69,90 0,12 0,21
Kep. Bangka Belitung 71,30 71,47 71,69 0,17 0,22
Kepulauan Riau 75,48 75,59 75,79 0,11 0,20
DKI Jakarta 80,76 80,77 81,11 0,01 0,34
Jawa Barat 72,03 72,09 72,45 0,06 0,36
Jawa Tengah 71,73 71,87 72,16 0,14 0,29
DI Yogyakarta 79,99 79,97 80,22 -0,02 0,25
Jawa Timur 71,50 71,71 72,14 0,21 0,43
Banten 72,44 72,45 72,72 0,01 0,27
Bali 75,38 75,50 75,69 0,12 0,19
Nusa Tenggara Barat 68,14 68,25 68,65 0,11 0,40
Nusa Tenggara Timur 65,23 65,19 65,28 -0,04 0,09
Kalimantan Barat 67,65 67,66 67,90 0,01 0,24
Kalimantan Tengah 70,91 71,05 71,25 0,14 0,20
Kalimantan Selatan 70,72 70,91 71,28 0,19 0,37
Kalimantan Timur 76,61 76,24 76,88 -0,37 0,64
Kalimantan Utara 71,15 70,63 71,19 -0,52 0,56
Sulawesi Utara 72,99 72,93 73,30 -0,06 0,37
Sulawesi Tengah 69,50 69,55 69,79 0,05 0,24
Sulawesi Selatan 71,66 71,93 72,24 0,27 0,31
Sulawesi Tenggara 71,20 71,45 71,66 0,25 0,21
Gorontalo 68,49 68,68 69,00 0,23 0,42
Sulawesi Barat 65,73 66,11 66,36 0,38 0,25
Maluku 69,45 69,49 69,71 0,04 0,22
Maluku Utara 68,70 68,49 68,76 -0,21 0,27
Papua Barat 64,70 65,09 65,26 0,39 0,17
Papua 60,84 60,44 60,62 -0,40 0,18
Indonesia 71,92 71,94 72,29 0,02 0,35
Sumber: BPS

Kualitas pembangunan manusia setiap provinsi di Indonesia tahun


2021 termasuk dalam tiga kategori. Terdapat 11 provinsi pada kategori
sedang, 21 provinsi pada kategori tinggi dan 2 provinsi termasuk kategori
sangat tinggi. Jika dilihat menurut wilayah, IPM provinsi-provinsi yang
berada di wilayah Sumatera pada umumnya termasuk dalam kategori

10 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

tinggi. Kecuali Provinsi Lampung yang berada pada kategori sedang


dengan IPM sebesar 69,90. Besarnya IPM provinsi-provinsi di Sumatera
yang termasuk kategori tinggi berada pada kisaran 70,24 sampai dengan
75,79. Provinsi di Sumatera yang memiliki IPM tertinggi adalah
Kepulauan Riau.
Selanjutnya IPM di wilayah Jawa tahun 2021, kualitas
pembangunan manusia pada enam provinsi di wilayah ini termasuk pada
kategori tinggi dan sangat tinggi. Provinsi DKI Jakarta dan DI Yogyakarta
masing-masing memiliki IPM sebesar 81,11 dan 80,22 sehingga masuk
pada kategori sangat tinggi. Sedangkan provinsi lainya di Pulau Jawa
yang masuk kategori tinggi, IPM-nya berkisar antara 72,14 sampai
dengan 72,72. Pada wilayah Bali dan Nusa Tenggara hanya Bali yang
masuk pada kategori tinggi dengan IPM sebesar 75,69. Sedangkan
Provinsi NTB dan NTT memperoleh IPM masing-masing sebesar 68,65
dan 65,28 yang artinya kualitas pembangunan manusianya termasuk
kategori sedang.
Di wilayah Kalimantan, satu-satunya provinsi yang kualitas
pembangunan manusianya masuk kategori sedang adalah Kalimantan
Barat. Kemudian empat provinsi di Kalimantan lainnya masuk kategori
tinggi, dengan IPM berkisar antara 71,19 sampai dengan 76,88.
Selanjutnya di wilayah Sulawesi, terdapat tiga provinsi yang termasuk
kategori tinggi yaitu Sulawesi Utara (73,30), Sulawesi Selatan (72,24)
dan Sulawesi Tenggara (71,66). Sedangkan Provinsi Sulawesi Tengah,
Gorontalo dan Sulawesi Barat masuk pada kategori sedang. Terakhir
untuk wilayah Maluku-Papua, kualitas pembangunan manusia keempat
provinsi pada wilayah masuk pada kategori sedang atau nilai IPM
berkisar antara 60-69. IPM di Provinsi Papua hanya sebesar 60,44 dan
termasuk yang paling rendah di Indonesia. Sebaran IPM provinsi-provinsi
di Indonesia tahun 2021 dapat dilihat pada Gambar 3.1.1.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 11


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Gambar 3.1.1. IPM 34 Provinsi di Indonesia berdasarkan Kategori


UNDP Tahun 2021

Jika dilihat dari perbaikan pembangunan manusia per provinsi


tahun 2021, terlihat bahwa semua provinsi di Indonesia mengalami
perbaikan kualitas pembangunan manusia dibandingkan tahun 2020
dengan besaran kenaikan nilai IPM yang berbeda-beda di setiap
provinsi. Kalimantan Timur adalah provinsi yang perbaikan
pembangunan manusinya paling besar. Hal ini terlihat dari kenaikan IPM
tahun 2021 sebesar 0,64 dan kenaikan paling tinggi dibandingkan
provinsi lainnya. Provinsi selanjutnya yang pembangunan manusianya
semakin membaik adalah Kalimantan Utara, Jawa Timur, Gorontalo dan
Nusa Tenggara Barat.
Walaupun nilai IPM DKI Jakarta dan DI Yogyakarta tahun 2021
masuk pada kategori sangat tinggi atau diatas 80, namun secara
perbaikan kualitas pembangunan manusia dibandingkan tahun 2020 DKI
Jakarta berada pada urutan ke-10 dengan kenaikan IPM sebesar 0,34.
Kemudian DI Yogyakarta berada pada urutan ke-16 dengan kenaikan
IPM sebesar 0,25. Sedangkan tiga provinsi terbawah yang peningkatan
kualitas pembangunan manusianya paling kecil adalah Papua, Papua
Barat dan Nusa Tenggara Timur. Perbaikan kualitas pembangunan

12 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

manusia menurut provinsi di Indonesia tahun 2021 dapat dilihat pada


Gambar 3.1.2.

Gambar 3.1.2. Peningkatan IPM 34 Provinsi di Indonesia Tahun 2021

3.2. Gambaran Umum Rumah Tangga Pertanian

Rumah tangga secara umum dibedakan dalam tiga jenis, yaitu


rumah tangga yang berusaha di pertanian, rumah tangga buruh tani dan
rumah tangga non pertanian. Rumah tangga berusaha di pertanian
adalah rumah tangga dimana satu atau lebih anggota rumah tangga
tersebut melakukan kegiatan yang menghasilkan produk pertanian
dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar untuk
memperoleh pendapatan/keuntungan atas risiko sendiri. Sedangkan
rumah tangga buruh tani adalah rumah tangga dimana satu atau lebih
anggota rumah tangga bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai atau
pekerja bebas atau pekerja keluarga/tidak dibayar dalam kegiatan
pertanian. Kegiatan tersebut meliputi usaha tanaman padi dan palawija,
tanaman hortikultura, tanaman perkebunan dan peternakan. Sementara
rumah tangga non pertanian adalah rumah tangga lainnya yang meliputi
rumah tangga perikanan, kehutanan dan pertanian lainnya,

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 13


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, perdagangan, jasa


pendidikan, jasa kesehatan dan lain-lain.

Tabel 3.2.1 Persentase Rumah Tangga Pertanian dan Rumah Tangga


Non Pertanian di Indonesia, 2020-2022
(%)
Rumah Tangga Pertumb. Rumah Tangga Pertumb. Rumah Tangga Non Pertumb.
Wilayah Berusaha di Pertanian 2022 thd Buruh Tani 2022 thd Pertanian 2022 thd
2020 2021 2022 2021 2020 2021 2022 2021 2020 2021 2022 2021
Jawa 16,34 20,19 20,17 -0,08 7,66 9,18 8,59 -6,43 76,00 70,64 71,24 0,86
Luar Jawa 31,95 34,23 34,56 0,95 7,96 9,11 9,31 2,19 60,09 56,66 56,13 -0,92

Indonesia 22,82 26,05 26,21 0,61 7,78 9,15 8,89 -2,83 69,40 64,80 64,90 0,16
Sumber : Susenas Maret - BPS

Hasil survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS) – BPS tahun 2020


sampai dengan 2022 menunjukkan persentase rumah tangga berusaha
di pertanian, rumah tangga buruh tani dan rumah tangga non pertanian
di Indonesia. Persentase rumah tangga berusaha di pertanian
mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2021 sebesar 0,61%
sedangkan rumah tangga buruh tani mengalami penurunan dengan
persentase 2,83%, sementara rumah tangga non pertanian naik sebesar
0,16%. Kenaikan persentase rumah tangga berusaha di pertanian tidak
begitu besar, dimana pada tahun 2021 persentasenya sebesar 26,05%
kemudian naik menjadi 26,21% di tahun 2022. Begitu pula pada rumah
tangga non petanian, persentasenya meningkat dari 64,80% menjadi
64,90%. Sedangkan persentase rumah tangga buruh tani turun dari
9,15% menjadi 8,89%. Peningkatan persentase rumah tangga berusaha
di pertanian yang kecil bahkan penurunan persentase rumah tangga
buruh tani tahun 2022 ini sejalan dengan perbaikan situasi nasional
terhadap pandemi covid-19. Dengan semakin membaiknya keadaan,
penduduk yang sebelumnya menjadi buruh tani, sekarang beralih
menjadi rumah tangga yang berusaha di pertanian maupun rumah
tangga non pertanian. Bila dilihat menurut wilayah, persentase rumah
tangga berusaha di pertanian di luar jawa pada tahun 2022 lebih besar

14 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

dibandingkan persentase di jawa yaitu dengan perbandingan 34,56%


dan 20,17%. Begitu pula dengan persentase rumah tangga buruh tani di
luar jawa (9,31%) sedikit lebih tinggi dari pada di jawa (8,59%). Secara
rinci dapat dilihat pada Tabel 3.2.1.

Tabel 3.2.2. Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Subsektor,


2021 - 2022
(%)
2021 2022
Subsektor
Jawa Luar Jawa Indonesia Jawa Luar Jawa Indonesia
Rumah Tangga Berusaha di Pertanian
Tanaman Pangan 14,17 16,12 14,98 14,52 16,00 15,14
Hortikultura 2,44 2,77 2,58 2,15 2,65 2,36
Perkebunan 1,00 13,82 6,35 1,08 14,47 6,70
Peternakan 2,57 1,52 2,13 2,42 1,44 2,01
Rumah Tangga Buruh Tani
Tanaman Pangan 6,96 2,45 5,07 6,57 2,75 4,97
Hortikultura 0,97 0,38 0,72 0,81 0,38 0,63
Perkebunan 0,68 5,93 2,87 0,63 5,87 2,83
Peternakan 0,57 0,36 0,48 0,58 0,31 0,47
Sumber : Susenas Maret - BPS

Jika dilihat berdasarkan subsektor, pada tahun 2021 dan 2022


persentase rumah tangga berusaha di pertanian dan rumah tangga
buruh tani tertinggi adalah di subsektor tanaman pangan. Tahun 2022
persentase rumah tangga berusaha di pertanian yang bekerja pada
subsektor tanaman pangan di Indonesia sebesar 15,14% dan rumah
tangga buruh tani sebesar 4,97%. Persentase tersebut meningkat
dibandingkan tahun 2021 dimana pada tahun tersebut persentase rumah
tangga berusaha di pertanian subsektor tanaman pangan sebesar
14,98%. Kenaikan persentase tersebut terjadi di jawa sedangkan di luar
jawa mengalami penurunan dari 16,12% menjadi 16,00%. Subsektor lain
yang mengalami kenaikan adalah perkebunan, sedangkan hortikultura
dan peternakan mengalami sedikit penurunan dibandingkan tahun 2021.
Persentase rumah tangga berusaha di pertanian dan rumah tangga
buruh tani yang bekerja pada subsektor perkebunan di luar jawa

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 15


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

termasuk tinggi dibandingkan persentas yang bekerja di subsektor


hortikultura dan peternakan. Bahkan persentase rumah tangga buruh
tani yang bekerja pada subsektor perkebuanan di luar jawa lebih besar
dibandingkan yang bekerja di subsektor tanaman pangan.

3.3. Karakteristik Kepala dan Anggota Rumah Tangga Pertanian

Karakteristik yang akan dianalisis meliputi kepala dan anggota


rumah tangga usaha di pertanian berdasarkan Subsektor, umur,
pendidikan dan gender.

Berdasarkan Subsektor
Persentase rumah tangga usaha di pertanian per Subsektor pada
tahun 2022, didominasi oleh rumah tangga pertanian Subsektor tanaman
pangan mencapai 15,14%, disusul rumah tangga Subsektor perkebunan
sebesar 6,70%, Subsektor hortikultura sebesar 2,36%, Subsektor
peternakan sekitar 2,01% dan buruh tani sekitar 8,89% (Gambar 3.3.1).

15,14
16,00

14,00

12,00
8,89
10,00
6,70
8,00

6,00

4,00 2,36
2,01

2,00

-
Tanaman Hortikultura Perkebunan Peternakan Buruh tani
Pangan

Gambar 3.3.1. Persentase RTP Indonesia menurut Subsektor, 2022

16 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Berdasarkan Jumlah Anggota Rumah Tangga (ART)

Tabel 3.3.1. Rata-Rata Jumlah Anggota Rumah Tangga (ART) Usaha di


Pertanian, Buruh Tani dan Rumah Tangga Lainnya di
Indonesia, 2020 – 2022
(Orang)
ART Usaha di Pertanian ART Buruh Tani ART Non Pertanian
Wilayah
2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022

Jawa 3,61 3,52 3,73 3,59 3,45 3,60 3,56 3,45 3,62

Luar Jawa 4,01 3,87 4,04 3,92 3,80 3,94 3,86 3,70 3,87

Indonesia 3,85 3,71 3,90 3,73 3,59 3,75 3,67 3,54 3,71
Sumber : Susenas - BPS

Berdasarkan jumlah anggota rumah tangga menunjukkan bahwa


jumlah ART baik di rumah tangga usaha pertanian, rumah tangga buruh
tani dan rumah tangga lainnya berjumlah 4 orang (Tabel 3.3.1). Jumlah
ini umumnya merupakan keluarga inti yaitu terdiri dari ayah, ibu dan 2
orang anak. Namun bila dibandingkan antara Jawa dan Luar Jawa, rata-
rata jumlah anggota rumah tangga pertanian di Luar Jawa lebih banyak
dibandingkan di Jawa.

Berdasarkan Umur

Berdasarkan kelompok umur anggota RT nya, usia produktif (15 –


64 tahun) mendominasi pada rumah tangga usaha di pertanian yaitu
berkisar 60% - 70%, dan sisanya merupakan usia non produktif (umur 0
– 14 tahun dan >=65 tahun). Kondisi tersebut juga terjadi di pulau Jawa
dan Luar Jawa maupun menurut subsektor. Secara umum di pulau Jawa
cenderung lebih besar persentase usia produktifnya dibandingkan luar
Jawa (Gambar 3.3.2).

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 17


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

(%)
80.00

70.00

60.00

50.00

40.00

30.00

20.00

10.00

-
Produktif Non Produktif Non Produktif Non Produktif Non
Produktif Produktif Produktif Produktif
Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan
Jawa 70.31 29.69 69.93 30.07 69.89 30.11 69.22 30.78
Luar Jawa 69.23 30.77 69.25 30.75 69.77 30.23 68.97 31.03
Indonesia 69.80 30.20 69.60 30.40 69.78 30.22 69.14 30.86

Gambar 3.3.2. Persentase Anggota Rumah Tangga Petani menurut


Kelompok Umur Per Subsektor, 2022

Rata-rata umur kepala rumah tangga pada semua jenis rumah


tangga berada pada usia produktif, yaitu usia 40 – 55 tahun, di mana
tahun 2022 di pulau Jawa untuk rumah tangga usaha di pertanian sedikit
lebih tua dibandingkan di luar Jawa, yakni pada kisaran 55 tahun,
sedangkan di luar Jawa kisaran 50 tahun (Tabel 3.3.2).

Tabel 3.3.2. Rata- Rata Umur Kepala Rumah Tangga Menurut Jenis
Rumah Tangga, 2020 – 2022
(Tahun)
Rumah Tangga Usaha di Pertanian Rumah Tangga Buruh Tani Rumah Tangga Lainnya
No. Wilayah
2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022

1 Jawa 51,00 55,01 20,17 52,70 51,33 8,59 48,60 47,47 71,24

2 Luar Jawa 48,89 50,11 34,56 44,61 44,10 9,31 46,21 46,15 56,13

3 Indonesia 49,99 52,32 26,21 49,26 48,33 8,89 47,72 46,99 64,90
Sumber : Susenas, BPS

18 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Berdasarkan Pendidikan

Tingkat pendidikan kepala rumah tangga usaha di pertanian


masih sangat rendah, selama tahun 2020 – 2022 sekitar 30 – 44% hanya
tamat SD dan 30% tidak sekolah/tidak tamat SD. Persentase kepala
rumah tangga yang memiliki ijazah pendidikan tinggi
(Akademi/perguruan tinggi) meningkat pada tahun 2022 menjadi 3,66%
dimana sebelumnya pada tahun 2020 hanya sebesar 2,74%. Bila
dibandingkan antara pulau Jawa dan Luar Jawa menunjukkan
persentase kepala rumah tangga yang mempunyai pendidikan
menengah keatas lebih besar di luar Jawa di banding di Jawa (Gambar
3.2.3).

(%)

45.00

40.00

35.00

30.00

25.00

20.00

15.00

10.00

5.00

-
Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar
Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa
Tdk sekolah SD SMP SMA Akademi/PT
2020 32.95 30.54 43.22 34.73 10.10 14.47 11.73 17.51 2.01 2.74
2021 29.22 27.44 43.80 34.69 12.39 16.12 12.13 18.26 2.46 3.48
2022 26.36 25.12 44.35 35.25 13.20 16.16 13.58 19.81 2.51 3.66

Gambar 3.3.3. Persentase Kepala Rumah Tangga Usaha di Pertanian


menurut Tingkat Pendidikan, 2020 – 2022

Berdasarkan Gender
Sebagian besar kepala rumah tangga usaha di pertanian adalah
laki-laki, baik di Jawa maupun di Luar Jawa, dengan persentase laki-laki

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 19


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

sebesar 87,28% dan perempuan sebesar 12,72% di tahun 2022


(Gambar 3.3.4).

(%)

100,00

75,00

50,00

25,00

0,00
P L P L P L
2020 2021 2022

Jawa Luar Jawa Indonesia

Gambar 3.3.4. Persentase Kepala Rumah Tangga Pertanian


berdasarkan Gender, 2020 - 2022

3.4. Karakteristik Perumahan dan Pemukiman

Tingkat kesejahteraan rumahtangga pertanian dapat dilihat dari


berbagai sisi, antara lain dari kondisi perumahan dan pemukiman rumah
tangga tersebut. Dalam Analisis Kesejahteraan Petani tahun 2022
diperoleh informasi tentang kondisi perumahan berdasarkan status
penguasaan bangunan, jenis atap, dinding, jenis lantai, sumber air
minum, sumber penerangan dan bahan bakar untuk memasak pada
rumah tangga pertanian.

Berdasarkan Status Penguasaan Bangunan

Persentase Penguasaan bangunan tempat tinggal pada rumah


tangga berusaha di pertanian dengan status milik sendiri dan bukan milik
sendiri di Indonesia tahun 2022 mengalami sedikit penurunan dari

20 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

90,90%(2022) di banding tahun 2021 (94,31%) dan bukan milik sendiri


dari 9,10% tahun 2022 menjadi 5,69% tahun 2021. Status kepemilikan
bangunan milik sendiri pada tahun 2022 di jawa sebesar 94,24%,
sedangkan untuk luar pulau jawa 88,20%. Untuk rumah tangga buruh
tani di jawa dan luar Jawa rata-rata di atas 80% dan 70%. Sedangka
rumah tangga pertanian bukan milik sendiri yang berusaha pertanian di
Indonesia rata-rata di atas 11%, sedangkan rumah tangga buruh tani di
atas 20%. Rumah tangga yang berusaha di pertanian maupun buruh tani
Sebagian besar sudah memiliki status rumah milik sendiri hal ini
menunjukkan bahwa adanya kesejahteran di tingkat petani. Secara rinci
status penguasaan bangunan tempat tinggal dapat dilihat Tabel 3.4.1.

Tabel 3.4.1. Persentase Status Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal


di Jawa Dan Luar Jawa Rumah Tangga Pertanian dan non
pertanian, 2020-2022

Milik Sendiri
Rumah Tangga Rumah Tangga Non
Wilayah Rumah Tangga Buruh Tani
Berusaha di Pertanian Pertanian
2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022
Jawa 96,53 96,97 94,24 91,41 92,05 88,82 76,22 76,94 76,92
Luar Jawa 92,81 92,13 88,20 74,03 74,77 74,85 72,72 72,24 72,94
Indonesia 94,37 94,31 90,90 84,03 84,86 82,68 74,96 75,22 75,47
Bukan Milik Sendiri*)
Rumah Tangga Berusaha Rumah Tangga Non
Rumah Tangga Buruh Tani
di Pertanian Pertanian
2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022
3,47 3,03 5,76 8,59 7,95 11,18 23,78 23,06 23,08
7,19 7,87 11,80 25,97 25,23 25,15 27,28 27,76 27,06
5,63 5,69 9,10 15,97 15,14 17,32 25,04 24,78 24,53
Sumber : Susenas, BPS
Keterangan : *) Kontrak/sewa, bebas sewa, dinas, lainnya

Apabila di lihat dari Rumah tangga pertanian subsektor (Tanaman


pangan, Hortikultura, Perkebunan dan Peternakan) tahun 2022 tempat
tinggal dengan status milik sendiri yang berusaha di pertanian rata-rata
di atas 90% dan rumah tangga buruh tani rata-rata di atas 80%.
Sedangkan bangunan yang bukan milik sendiri baik yang berusaha di

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 21


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

pertanian maupun yang buruh tani hanya di di bawah 20%. Apabila di


liohat dari tabel tersebut di atas maka untuk status kepemilikan rumah di
tingkat petani sudah mengalami kenaikan dan adanya kesejahteraan

Tabel 3.4.2. Persentase Status Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal


di Jawa dan di Luar Jawa Menurut Subsektor, 2022

Milik Sendiri
Rumah Tangga Berusaha di
Subsektor Rumah Tangga Buruh Tani
Pertanian
Jawa Luar Jawa Indonesia Jawa Luar Jawa Indonesia
Tanaman Pangan 94.27 88.89 91.89 90.01 84.27 88.67
Hortikultura 95.15 85.01 90.38 87.10 76.98 84.55
Perkebunan 93.30 88.42 88.88 84.33 70.43 72.23
Peternakan 93.68 84.15 90.81 82.70 72.22 79.75
Bukan Milik Sendiri*)
Rumah Tangga Berusaha di
Subsektor Rumah Tangga Buruh Tani
Pertanian

Jawa Luar Jawa Indonesia Jawa Luar Jawa Indonesia


Tanaman Pangan 5.73 11.11 8.11 9.99 15.73 11.33
Hortikultura 4.85 14.99 9.62 12.90 23.02 15.45
Perkebunan 6.70 11.58 11.12 15.67 29.57 27.77
Peternakan 6.32 15.85 9.19 17.30 27.78 20.25
Sumber : Susenas, BPS
Keterangan : *) Kontrak/sewa, bebas sewa, dinas, lainnya

Bila dilihat dari 2022 persentase tertinggi penguasaan bangunan


tempat tinggal dengan status milik sendiri dari subsektor Hortikultura
yang memiliki status milik sendiri terutama di pulau Jawa sebesar
95,15%. Sedangkan yang terkecil ada di subsektor Perkebunan sebesar
93,30% yang berada di luar pulau Jawa

Berdasarkan Jenis Atap Terluas

Jenis atap terluas di Indonesia baik di Jawa maupun Luar Jawa


didominasi oleh genteng dan seng, namun beberapa ada juga asbes dan
ijuk/rumbia. Jenis atap yang digunakan biasanya dipengaruhi oleh
kebiasaan masyarakat setempat.

22 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Pada wilayah Jawa genteng merupakan jenis atap yang biasa


digunakan oleh masyarakat Jawa. Dari tahun 2020-2022 rata-rata
mengalami kenaikan baik jenis atap dari Beton, Genteng maupun
Lainnya (Seng, asbes, bambu, kayu/sirap, Jerami/ijuk/daun-daunan
rumbia). Tahun 2022 mencapai 89,17%(Jawa) untuk rumah tangga
pertanian berusaha di pertanian jenis atap terbanyak menggunakan
genteng, sementara rumah tangga buruh tani sebesar 87,20%( Jawa).
Untuk wilayah luar Jawa jenis atap terluas RTP menggunakan selain
beton dan genteng mencapai 79,21%. (Tabel 3.4.3)

Tabel 3.4.3. Persentase Jenis Atap Terluas pada Rumah Tangga


Pertanian dan Non Petanian di Jawa dan Luar Jawa,
2020-2022

Beton Genteng Lainnya*)


Wilayah
2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022
Rumah Tangga Berusaha di Pertanian
Jawa 1,08 1,29 1,68 92,81 91,22 89,17 6,10 7,49 9,14
Luar Jawa 0,66 0,72 0,84 20,26 19,98 19,95 79,08 79,30 79,21
Indonesia 0,84 0,98 1,22 50,66 52,12 50,85 48,50 46,90 47,93
Rumah Tangga Buruh Tani
Jawa 0,72 0,98 1,18 90,38 89,51 87,20 8,89 9,51 11,62
Luar Jawa 0,48 0,53 0,65 21,58 21,67 21,35 77,94 77,80 78,01
Indonesia 0,62 0,79 0,95 61,20 61,29 58,25 38,18 37,91 40,81
Rumah Tangga Non Pertanian
Jawa 2,19 2,65 3,23 78,97 79,04 76,84 18,83 18,30 19,93
Luar Jawa 1,91 1,84 2,07 18,18 17,55 17,51 79,91 80,61 80,42
Indonesia 2,09 2,36 2,81 57,13 56,59 55,30 40,78 41,05 41,90
Sumber : Susenas Maret , BPS
Keterangan : *) Jenis Atap seng, asbes, bambu, kayu/sirap, jerami/ijuk/daun-daunan rumbia dan lainnya

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 23


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 3.4.4. Persentase Jenis Atap Terluas pada Rumah Tangga


Pertanian dan Buruh Tani di Jawa Dan Luar Jawa
menurut subsektor, 2022

Beton
Subsektor Rumah Tangga Berusaha di Pertanian Rumah Tangga Buruh Tani
Jawa Luar Jawa Indonesia Jawa Luar Jawa Indonesia
Tanaman Pangan 1,29 0,68 1,02 1,01 0,55 0,90
Hortikultura 3,56 1,30 2,50 1,60 0,89 1,42
Perkebunan 3,10 0,92 1,13 1,09 0,60 0,66
Peternakan 1,75 0,93 1,51 2,66 2,08 2,50
Genteng
Subsektor Rumah Tangga Berusaha di Pertanian Rumah Tangga Buruh Tani
Jawa Luar Jawa Indonesia Jawa Luar Jawa Indonesia
Tanaman Pangan 91,35 17,74 58,68 89,13 35,97 76,76
Hortikultura 76,02 12,11 45,93 81,48 22,44 66,63
Perkebunan 85,43 22,20 28,12 81,12 14,36 23,01
Peternakan 89,49 36,34 73,50 80,00 22,42 63,76
Subsektor Lainnya*)
Rumah Tangga Berusaha di Pertanian Rumah Tangga Buruh Tani

Jawa Luar Jawa Indonesia Jawa Luar Jawa Indonesia


Tanaman Pangan 7,36 81,58 40,30 9,86 63,47 22,34
Hortikultura 20,42 86,59 51,57 16,92 76,67 31,96
Perkebunan 11,47 76,88 70,75 17,79 85,05 76,33
Peternakan 8,76 62,73 24,99 17,34 75,50 33,74
Sumber : Susenas Maret , BPS
Keterangan : *) Jenis Atap seng, asbes, bambu, kayu/sirap, jerami/ijuk/daun-daunan rumbia dan lainnya

Adapun rumah tangga berusaha di pertanian menurut subsektor di


Pulau Jawa paling banyak yang menggunakan atap genteng adalah
subsektor Tanaman Pangan tahun 2022 sebesar 91,35%. Jenis atap
lainnya seperti seng, asbes, bambu, kayu/sirap, jerami di dominasi oleh
rumah tangga pertanian di luar pulau Jawa subsektor
hortikultura.sebesar 86,59%. Sedangkan rumah tangga buruh tani
dipulau Jawa di dominasi jenis atapnya adalah genteng rata-rata di atas
80%.

Berdasarkan Jenis Dinding Terluas

Jenis dinding yang banyak di gunakan di pulau jawa adalah jenis


dari tembok baik dari rumah tangga petani maupun buruh tani dan non
pertanian. Sedangkan untuk di luar Pulau Jawa jenis yang banyak di

24 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

gunakan adalah mayoritas tembok juga. Jenis dinding tembok rumah


tangga berusaha di pertanian dan buruh tani di Indonesia pada tahun
2022 sebesar 65,59% dan 69,57% sedangkan rumah tangga non
pertanian sekitar 85,70%.

Tabel 3.4.5. Persentase Jenis Dinding Terluas pada Rumah Tangga di


Jawa dan Luar Jawa, 2020– 2022
Tembok Kayu/papan Lainnya *)
Wilayah
2019 2020 2021 2022 2019 2020 2021 2022 2019 2020 2021 2022
Rumah Tangga Berusaha di Pertanian
Jawa 75,98 77,61 78,04 78,95 15,08 15,07 14,70 13,95 8,94 7,32 7,25 7,10
Luar Jawa 48,95 50,47 52,31 54,81 40,88 40,48 38,93 37,59 10,18 9,05 8,76 7,61
Indonesia 60,43 61,84 63,92 65,59 29,91 29,83 28,00 27,03 9,65 8,32 8,08 7,38
Rumah Tangga Buruh Tani
Jawa 72,55 74,29 73,64 77,72 12,24 11,93 12,43 10,96 15,21 13,78 13,93 11,32
Luar Jawa 53,97 56,04 56,52 59,18 38,65 37,72 37,48 35,09 7,38 6,23 6,00 5,74
Indonesia 64,66 66,55 66,52 69,57 23,45 22,87 22,85 21,57 11,89 10,58 10,63 8,87
Rumah Tangga Non Pertanian
Jawa 90,96 92,28 92,19 92,40 4,26 4,19 4,35 4,18 4,78 3,50 3,47 3,42
Luar Jawa 70,48 71,61 72,90 73,95 24,38 23,92 23,01 22,14 5,14 4,37 4,09 3,91
Indonesia 83,67 84,85 85,15 85,70 11,42 11,28 11,16 10,70 4,91 3,81 3,69 3,60
Sumber : Susenas, BPS
Keterangan : *) plesteraan anyaman bambu kawat, anyaman bambu, batang kayu, bambu dan lainnya

Apabila dilihat dari subsektor jenis rumah tangga yang berusaha


di pertanian di pulau Jawa subsektor Hortikultura, Perkebunan dan
Peternakan 80% sudah menggunakan jenis dinding dari tembok,
sedangkan rumah buruh tani rata-rata sekitar 70%. Jenis dinding yang
menggunakan kayu/papan relatife kecil di Jawa sementara di luar jawa
sekitar 20-40%. (Tabel 3.4.6).

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 25


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 3.4.6. Persentase Jenis Dinding Terluas pada Rumah Tangga


Subsektor, 2022
Tembok

Subsektor Rumah Tangga Berusaha di


Rumah Tangga Buruh Tani
Pertanian
Jawa Luar Jawa Indonesia Jawa Luar Jawa Indonesia
Tanaman Pangan 76,62 51,35 65,41 77,21 67,70 74,99
Hortikultura 86,83 59,52 73,98 72,88 65,58 71,04
Perkebunan 85,09 55,90 58,63 79,88 54,05 57,40
Peternakan 83,14 73,67 80,29 87,89 72,49 83,55
Kayu/papan
Subsektor Rumah Tangga Berusaha di
Rumah Tangga Buruh Tani
Pertanian
Jawa Luar Jawa Indonesia Jawa Luar Jawa Indonesia
Tanaman Pangan 15,83 38,55 25,91 11,33 25,45 14,62
Hortikultura 8,02 34,58 20,53 12,48 27,31 16,21
Perkebunan 8,42 38,75 35,91 9,38 40,78 36,71
Peternakan 10,42 20,72 13,52 6,40 22,43 10,92
Lainnya *)
Rumah Tangga Berusaha di
Subsektor Rumah Tangga Buruh Tani
Pertanian
Jawa Luar Jawa Indonesia Jawa Luar Jawa Indonesia
Tanaman Pangan 7,55 10,10 8,68 11,46 6,84 10,39
Hortikultura 5,14 5,90 5,50 14,64 7,11 12,75
Perkebunan 6,49 5,35 5,46 10,73 5,17 5,89
Peternakan 6,43 5,62 6,19 5,70 5,08 5,53

Berdasarkan Jenis Lantai Terluas

Jenis lantai yang dominan digunakan di rumah tangga berusaha di


pertanian pada tahun 2020-2022 di Jawa umumnya marmer/granit,
keramik rata-rata sudah di atas 50%, diikuti oleh jenis lantai semen/bata
merah sekitar 18-20%. Sementara di wilayah Luar Jawa penggunaan
jenis lantai dominan menggunakan semen/bata merah untuk rumah
tangga tani dan buruh tani sedangkan untuk rumah tangga non pertanian
masih banyak menggunakan marmer/granit, keramikJenis lantai yang di
gunakan pada tahun 2022 mengalami penurunan atau perubahan
terutama dari jenis ubin/tegal/teraso, semen, bata/bata merah,
kayu/papan dan tanah dan beralih ke jenis marmer, keramik dari hal

26 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

tesebut di atas dapat di lihat adanya kesejahteraan di rumah tangga


petani, buruh tani dan non pertanian. .( Tabel.3.4.7).

Tabel 3.4.7. Persentase Jenis Lantai Terluas pada Rumah Tangga


Pertanian di Wilayah Jawa dan Luar Jawa, 2020-2022
%
Jawa Luar Jawa Indonesia
Jenis Lantai
2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022
Rumah Tangga Berusaha di Pertanian
Marmer/granit, keramik 54,40 56,49 59,30 21,35 23,11 25,78 35,19 38,17 40,68
Ubin/Tegel/teraso 8,24 8,43 7,75 1,62 1,94 2,02 4,39 4,86 4,58
Semen/bata merah 21,47 19,36 18,36 44,93 44,14 43,25 35,10 32,96 32,14
Kayu/papan 3,38 3,63 3,60 24,48 23,91 22,66 15,64 14,76 14,15
Tanah 11,18 10,49 9,20 5,85 5,42 4,79 8,08 7,71 6,76
Lainnya*) 1,34 1,61 1,79 1,77 1,49 1,50 1,59 1,54 1,69
Rumah Tangga Buruh Tani
Marmer/granit, keramik 46,50 48,03 52,98 18,54 19,89 22,49 34,64 36,33 39,57
Ubin/Tegel/teraso 9,20 8,14 7,67 1,45 1,79 1,83 5,91 5,50 5,10
Semen/bata merah 24,59 23,34 21,89 24,59 58,23 56,24 39,16 37,85 36,99
Kayu/papan 5,97 7,04 6,39 17,08 16,44 16,19 10,68 10,95 10,70
Tanah 11,40 11,37 8,95 3,33 3,13 2,49 7,98 7,94 6,11
Lainnya*) 2,33 2,08 2,11 0,68 0,53 0,77 1,63 1,43 1,52
Rumah Tangga Non Pertanian
Marmer/granit, keramik 75,48 77,59 79,10 46,06 47,29 49,18 46,06 66,52 68,24
Ubin/Tegel/teraso 7,50 6,66 6,49 3,09 3,65 3,97 5,91 5,56 5,58
Semen/bata merah 11,61 10,19 9,46 33,39 32,49 30,52 33,39 18,33 17,11
Kayu/papan 1,72 1,87 1,70 15,52 14,79 14,61 6,68 6,59 6,39
Tanah 2,84 3,00 2,40 1,17 1,18 1,00 2,24 2,33 1,89
Lainnya*) 0,85 0,70 0,85 0,77 0,61 0,72 0,82 0,66 0,80
Sumber : Susenas Maret, BPS
Keterangan : *) Parket/vinil/karpet, bambu, lainnya

Jenis lantai yang dominan terluas di rumah tangga berusaha


di pertanian dan buruh tani subsektor tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan dan peternakan di Jawa sudah 50% adalah jenis lantai dari
marmer/granit dan keramik. Sedangkan untuk di Jawa yang jenis
ubin/tegal/teraso sekitar sekitar 8% (Tanaman Pangan dan Hortikultura).
Untuk jenis lantai di luar jawa paling banyak di gunakan adalah lainya
sejenis lantai dari parket/vinil/karpet, kayu/papan, semen/bata merah,
tanah rata sekitar 70% untuk rumah tangga tani dan buruh tani. Apabila
di lihat dari keseluruhan di Indonesia jenis lantai yang digunakan adalah
jenis marmer/granit dan keramik baik yang berusaha di pertanian
maupun sebagai buruh tani. (3.4.8)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 27


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 3.4.8. Persentase Jenis Lantai Terluas pada Rumah Tangga


Pertanian di menurut Subsektor, 2022

Marmer/granit dan keramik


Subsektor Rumah Tangga Berusaha di Pertanian Rumah Tangga Buruh Tani
Jawa Luar Jawa Indonesia Jawa Luar Jawa Indonesia
Tanaman Pangan 59,30 22,07 42,78 52,02 21,79 44,98
Hortikultura 59,07 27,58 44,24 47,25 27,11 42,18
Perkebunan 62,82 28,08 31,33 58,23 21,64 26,38
Peternakan 56,68 40,52 51,82 66,16 38,83 58,45
Ubin/Tegel/teraso
Subsektor Rumah Tangga Berusaha di Pertanian Rumah Tangga Buruh Tani
Jawa Luar Jawa Indonesia Jawa Luar Jawa Indonesia
Tanaman Pangan 8,11 2,13 5,45 7,74 1,46 6,28
Hortikultura 8,07 1,70 5,07 7,13 1,15 5,62
Perkebunan 5,73 1,95 2,31 6,63 1,97 2,58
Peternakan 6,22 2,00 4,95 8,75 3,08 7,15
Lainnya *)
Subsektor Rumah Tangga Berusaha di Pertanian Rumah Tangga Buruh Tani
Jawa Luar Jawa Indonesia Jawa Luar Jawa Indonesia
Tanaman Pangan 32,59 75,80 51,76 40,24 76,74 48,74
Hortikultura 32,86 70,72 50,68 45,62 71,74 52,19
Perkebunan 31,45 69,97 66,36 35,14 76,39 71,04
Peternakan 37,10 57,48 43,23 25,09 58,09 34,39
Sumber : Susenas Maret , BPS
Keterangan : *) Parket/vinil/karpet, kayu/papan, semen/bata merah, bambu, tanah dan lainnya

Tabel 3.4.9.a. Persentase Penggunaan Sumber Air Minum menurut


Jenisnya di Rumah Tangga Pertanian, 2020-2022
(%)
Rumah Tangga berusaha di Pertanian

Sumber Air Minum Jawa Luar Jawa Indonesia

2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022

Air kemasan bermerk 3,15 2,88 3,13 0,67 0,61 0,59 1,71 1,63 1,72

Air isi ulang 14,78 15,92 17,64 13,24 14,15 15,88 13,89 14,95 16,67

Ledeng meteran 7,95 6,86 7,06 6,91 7,26 7,33 7,35 7,08 7,21

Sumur bor/pompa 25,63 22,43 21,07 15,42 14,64 14,90 19,70 18,15 17,65

Sumur terlindung 22,40 21,22 21,65 19,85 21,38 21,79 20,92 21,31 21,73

Sumur tak terlindung 3,61 2,82 2,74 7,25 7,09 6,07 7,06 5,17 4,58

Mata air terlindung 16,38 21,22 20,45 14,78 16,12 15,48 15,45 18,42 17,70

Mata air tak terlindung 4,42 4,72 4,60 7,22 6,58 6,35 6,05 5,74 5,57

Air sungai 0,61 0,51 0,41 4,94 4,15 3,65 3,13 2,51 2,20

Air hujan 0,25 1,35 1,12 6,25 7,93 7,87 2,80 4,96 4,85

Lainnya 0,08 1,35 0,14 0,13 7,93 0,11 0,10 4,96 0,12
Sumber : Susenas, BPS

28 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 3.4.9.b. Persentase Penggunaan Sumber Air Minum menurut


Jenisnya di Rumah Tangga Buruh Tani, 2020-2022
(%)
Rumah Tangga Buruh Tani

Sumber Air Minum Jawa Luar Jawa Indonesia

2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022

Air kemasan bermerk 1,34 1,64 1,58 0,73 0,72 0,73 1,08 1,26 1,21

Air isi ulang 17,26 19,58 20,40 23,85 27,61 28,99 20,07 22,92 24,18

Ledeng meteran 7,68 7,06 7,41 5,44 5,49 5,53 6,73 6,40 6,58

Sumur bor/pompa 27,07 23,34 22,58 19,05 18,47 18,75 23,66 21,31 20,90

Sumur terlindung 20,92 22,04 22,92 20,04 22,40 21,81 20,55 22,19 22,43

Sumur tak terlindung 4,44 2,80 3,11 12,27 8,19 6,57 7,77 5,04 4,63

Mata air terlindung 15,02 18,51 17,44 6,79 6,64 6,91 11,52 13,57 12,81

Mata air tak terlindung 4,97 4,29 3,65 2,27 1,91 1,79 3,82 3,30 2,83

Air sungai 0,86 0,52 0,41 3,04 2,28 2,02 1,79 1,25 1,11

Air hujan 0,34 0,15 0,26 6,37 6,20 6,71 2,91 2,66 3,10

Lainnya 0,09 0,08 0,23 0,14 0,09 0,20 0,11 0,09 0,22
Sumber : Susenas, BPS

Tabel 3.4.9.c. Persentase Penggunaan Sumber Air Minum menurut


Jenisnya di Rumah Tangga Non Pertanian, 2020-2022
(%)
Rumah Tangga Non Pertanian

Sumber Air Minum Jawa Luar Jawa Indonesia

2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022

Air kemasan bermerk 17,78 17,22 15,56 6,53 6,41 5,51 13,65 13,27 11,91

Air isi ulang 28,34 33,30 34,40 38,80 44,11 44,51 32,18 37,25 38,08

Ledeng meteran 9,12 8,29 8,42 12,14 12,85 13,76 10,23 9,96 10,36

Sumur bor/pompa 22,37 19,93 19,79 11,84 11,53 11,47 18,50 16,87 16,76

Sumur terlindung 13,04 12,10 12,87 11,87 11,70 11,83 12,61 11,95 12,49

Sumur tak terlindung 1,67 0,97 1,00 3,99 2,56 2,20 2,52 1,55 1,44

Mata air terlindung 5,75 6,47 6,42 6,24 5,16 5,06 5,93 5,99 5,92

Mata air tak terlindung 1,41 1,37 1,14 2,72 0,98 0,90 1,89 1,23 1,05

Air sungai 0,23 0,10 0,10 1,81 1,13 1,06 0,81 0,47 0,45

Air hujan 0,25 0,17 0,16 4,02 3,51 3,58 1,63 1,39 1,40

Lainnya 0,04 0,07 0,15 0,05 0,06 0,11 0,05 0,07 0,14
Sumber : Susenas, BPS

Air merupakan salah sumberdaya alam yang terpenting setelah


lahan. Sumberdaya lahan dan sumberdaya air merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan terutama dalam pengembangan sektor

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 29


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

pertanian. Sektor pertanian merupakan penggunaan air terbesar,


sehingga dalam pengelolaan air di sektor pertanian perlu dilakukan
efisiensi penggunaannya.
Tahun 2019, konsep yang digunakan mengacu pada metadata
SDGs dimana rumah tangga dikatakan memiliki akses air minum layak
(access to improved water) yaitu jika sumber air minum utama yang
digunakan adalah leding, air terlindungi, dan air hujan. Air terlindungi
mencakup sumur bor/pompa, sumur terlindung dan mata air terlindung.
Bagi rumah tangga yang menggunakan sumber air minum berupa air
kemasan, maka rumah tangga dikategorikan memiliki akses air minum
layak jika sumber air untuk mandi/cuci berasal dari leding, sumur
bor/pompa, sumur terlindung, mata air terlindung, dan air hujan.
Bila dilihat menurut jenisnya rumah tangga berusaha di pertanian
tahun 2022 tertinggi yang menggunakan sumber air minum dari mata air
terlindung dari subsektor Hortikultura baik di pulau Jawa maupun di luar
Jawa sebesar 47,72% dan 25,69%. (Tabel 3.4.10).

Tabel 3.4.10. Persentase Penggunaan Sumber Air Minum menurut


Subsektor Rumah Tangga Pertanian di Jawa, Luar Jawa
dan Indonesia, 2022
Rumah Tangga berusaha di Pertanian

Sumber Air Minum Jawa Luar Jawa Indonesia

TP Horti Bun Nak TP Horti Bun Nak TP Horti Bun Nak

Air kemasan bermerk 3,18 2,53 1,72 4,00 0,48 0,88 0,51 2,08 1,98 1,75 0,63 3,42

Air isi ulang 20,69 9,46 7,58 11,13 14,54 14,60 17,29 19,00 17,96 11,88 16,38 13,50

Ledeng meteran 7,12 4,96 7,30 8,45 7,54 10,99 5,77 13,83 7,31 7,80 5,91 10,07

Sumur bor/pompa 22,61 11,33 12,94 24,12 15,72 15,37 13,75 16,47 19,55 13,23 13,67 21,82

Sumur terlindung 22,88 13,06 19,21 23,05 20,81 16,18 24,06 20,33 21,96 14,53 23,61 22,23

Sumur tak terlindung 2,85 2,92 2,55 1,98 4,64 3,04 8,35 4,57 3,64 2,97 7,80 2,76

Mata air terlindung 15,07 47,72 38,32 20,42 16,20 25,69 12,82 15,46 15,57 37,35 15,21 18,93

Mata air tak terlindung 3,87 7,20 8,92 4,68 7,81 5,33 5,32 2,34 5,62 6,32 5,65 3,98

Air sungai 0,46 0,09 0,22 0,50 3,69 2,77 4,03 0,97 1,89 1,35 3,67 0,64

Air hujan 1,09 0,71 1,23 1,59 8,45 5,05 8,04 4,82 4,36 2,75 7,40 2,56

Lainnya 0,18 0,03 0,00 0,08 0,13 0,11 0,07 0,13 0,16 0,07 0,07 0,09
Sumber : Susenas, BPS
Keterangan: TP = Tanaman Pangan, Horti = Hortikultura, Bun = Perkebunan, Nak = Peternakan

30 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Persentase penggunaan air minum menurut subsector rumah


tangga pertanian di Jawa, Luar Jawa dan Indonesia, mencatat rumah
tangga yang memiliki akses terhadap air minum layak semakin
meningkat pada tahun 2022.
Bila dilihat menurut jenisnya rumah tangga berusaha di pertanian
tahun 2022 di jawa dan luar jawa tertinggi untuk sektor tanaman pangan
menggunakan sumber air dari sumur terlindungi, untuk sektor hortikultura
dan sector perkebunan jawa yang tertinggi menggunakan sumber air
minum dari mata air terlindungi, dan sektor peternakan di Jawa
menggunakan sumur bor/pompa.

Tabel 3.4.11. Persentase Penggunaan Sumber Air Minum menurut


Subsektor Rumah Tangga Buruh Tani. Jawa, Luar Jawa
dan Indonesia, 2020-2022

Rumah Tangga Buruh Tani

Sumber Air Minum Jawa Luar Jawa Indonesia

TP Horti Bun Nak TP Horti Bun Nak TP Horti Bun Nak

Air kemasan bermerk 1,27 0,35 2,99 5,20 0,27 0,84 0,84 2,69 1,04 0,47 1,12 4,49

Air isi ulang 21,99 13,58 11,92 21,12 19,58 18,18 33,76 35,44 21,43 14,74 30,93 25,15

Ledeng meteran 7,50 5,73 6,97 9,24 8,28 9,86 3,88 7,02 7,68 6,77 4,28 8,61

Sumur bor/pompa 23,49 17,50 18,20 24,16 19,33 20,16 18,14 23,46 22,52 18,17 18,15 23,97

Sumur terlindung 22,79 22,27 25,08 23,00 28,79 19,15 18,93 17,46 24,18 21,49 19,73 21,44

Sumur tak terlindung 3,42 2,14 1,86 2,33 6,59 4,45 6,87 3,55 4,16 2,72 6,22 2,67

Mata air terlindung 14,90 32,55 27,72 13,85 10,32 18,19 4,70 4,77 13,84 28,94 7,68 11,29

Mata air tak terlindung 3,69 4,40 4,77 1,00 1,85 2,61 1,75 0,91 3,26 3,95 2,14 0,97

Air sungai 0,47 0,40 0,12 0,00 1,87 1,47 2,20 0,55 0,80 0,67 1,93 0,16

Air hujan 0,30 0,00 0,37 0,10 2,86 4,54 8,81 3,77 0,90 1,14 7,71 1,13

Lainnya 0,17 1,08 0,00 0,00 0,26 0,56 0,14 0,39 0,19 0,95 0,12 0,11
Sumber : Susenas, BPS
Keterangan: TP = Tanaman Pangan, Horti = Hortikultura, Bun = Perkebunan, Nak = Peternakan

Bila dilihat menurut jenisnya rumah tangga buruh tani tahun 2022
di Jawa dan luar Jawa tertinggi untuk sektor tanaman pangan dan
peternakan menggunakan sumber air dari sumur bor/pompa yang
merupakan air tanah yang cara pengambilannya dengan menggunakan
pompa tangan, pompa listrik atau kincir angin, termasuk sumur artesis
(sumur pantek), untuk sektor hortikultura dan perkebunan di Jawa yang

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 31


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

tertinggi menggunakan sumber air minum dari mata air terlindung.( Tabel
3.4.11)

Tabel 3.4.12. Persentase Penggunaan Fasilitas BAB di Rumah Tangga


Pertanian dan RT Buruh Tani di Jawa, Luar Jawa dan
Indonesia, 2020-2022
(%)

Rumah Tangga berusaha di Pertanian Rumah Tangga Buruh Tani

Fasilitas BAB
Jawa Luar Jawa Indonesia Jawa Luar Jawa Indonesia

2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022

Sendiri 81,32 85,21 84,92 76,29 79,66 79,88 78,40 82,16 82,13 69,81 75,97 78,00 77,48 81,75 81,24 73,07 78,37 79,42

Bersama/Umum 10,86 7,88 1,53 9,29 8,17 2,64 9,94 8,04 2,15 14,93 10,69 3,00 10,40 8,14 2,36 13,01 9,63 2,72

Tidak ada 7,46 6,50 7,07 13,73 11,56 11,91 11,10 9,28 9,75 14,66 12,72 11,52 11,52 9,59 10,50 13,33 11,42 11,07
Sumber : Susenas, BPS

Seperti halnya akses terhap air dengan mengacu pada metadata


SDGs terbaru dimana rumah tangga dikatakan memiliki akses terhadap
layanan sanitasi layak apabila rumah tangga memiliki fasilitas tempat
Buang Air Besar (BAB) yang digunakan sendiri atau bersama rumah
tangga tertentu (terbatas) ataupun di MCK Komunal, menggunakan jenis
kloset leher angsa, dan tempat pembuangan akhir tinja di tangki septik
atau IPAL atau bisa juga di lubang tanah jika wilayah tempat tinggalnya
di perdesaan.
Penggunaan fasilitas BAB sendiri itu adalah satu rumah tangga
memiliki fasilitas BAB. Sedangkan penggunaan fasilitas BAB lainnya
adalah ada dua atau lebih rumah tangga yang menggunakan satu
fasilitas BAB. Bisa dimungkinkan rumah tangga tersebut menggunakan
MCK umum atau bahkan tidak menggunakan fasilitas BAB dan
membuang ke sungai misalnya.
Selama tiga tahun terakhir, tempat buang air besar (BAB) sendiri
terus bertambah. Pada 2022, penggunaan fasilitas BAB sendiri ini sudah
mencapai 84,92 persen di wilayah Jawa, dan Luar Jawa 79,88 persen

32 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Sedangkan 82,13 persen wilayah Indonesia sisanya rumah tangga tidak


mempunyai fasilitas tempat buang air besar merupakan keluarga yang
menggunakan fasilitas BAB bukan pemilik sendiri. Jika dianalisis,
diperkirakan banyak rumah tangga yang masih menggunakan fasilitas
BAB bersama.( tabel 3.4.12)
Masih adanya rumah tangga yang masih menggunakan fasilitas
BAB lainya, secara tidak langsung bisa mepengaruhi kesehatan
masyarakat. Jika dianalisis, dalam satu wilayah, tren penggunaan
fasilitas BAB sendiri menurun. Maka, bisa jadi ada penurunan daya beli
masyarakat terhadap pengadaan fasilitas BAB sendiri atau bisa jadi
adanya peningkatan rumah tangga yang masih campur, jadi ada
peningkatan rumah tangga yang masih campur dengan rumah tangga
lain dalam penggunaan fasilitas BAB.

Tabel 3.4.13. Persentase Penggunaan Sumber Penerangan di Rumah


Tangga Pertanian dan Rumah Tangga Buruh Tani, 2020 –
2022
(%)

Rumah Tangga berusaha di Pertanian Rumah Tangga Buruh Tani


Sumber Penerangan
Jawa Luar Jawa Indonesia Jawa Luar Jawa Indonesia
2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022

Listrik PLN 84,74 92,77 95,37 88,68 80,63 85,28 84,02 86,11 89,79 87,57 88,41 93,47 76,91 79,48 86,07 83,03 84,70 90,21

Listrik Non PLN 4,69 0,28 0,21 2,39 7,59 6,53 4,90 4,29 3,71 0,49 0,28 0,31 8,87 7,59 5,64 4,06 3,32 2,66

Lainnya*) 2,81 0,06 0,10 1,39 3,97 3,08 3,31 2,20 1,75 0,10 0,15 0,03 1,76 1,23 0,87 0,81 0,60 0,40
Sumber : Susenas, BPS
Keterangan : *) Listrik non PLN, Petromak/aladin, pelita/sentir/obor, lainnya

Sebagai negara agraris sektor pertanian mendapat prioritas dalam


pembangunan, karena sebagian besar penduduknya tinggal di desa.
Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam
kegiatan ekonomi dan pembangunan nasional. Sumber penerangan di
wilayah Jawa dan Luar Jawa pada umumnya bersumber dari listrik.
Listrik PLN adalah sumber penerangan listrik yang dikelola oleh BUMN.
Listrik non-PLN adalah sumber penerangan listrik yang dikelola oleh
instansi/pihak lain selain PLN termasuk yang menggunakan sumber

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 33


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

penerangan dari accu (aki), generator, dan pembangkit listrik tenaga


surya yang tidak dikelola oleh BUMN.
Untuk wilayah Jawa pada tahun 2022 rumah tangga berusaha di
pertanian yang menggunakan listrik PLN mencapai 95,37%, sedangkan
di wilayah Luar Jawa yang menggunakan sumber penerangan PLN
sebesar 85,28%. DKI merupakan daerah dimana penggunaan listrik PLN
mencapai 97,63% di tahun 2022. Sementara provinsi lainnya seperti di
Aceh mencapai 97,86% dan provinsi terkecil yang menggunakan listrik
PLN terdapat di provinsi Papua sebesar 18,08%.
Untuk wilayah Jawa pada tahun 2022 rumah tangga buruh tani
yang menggunakan sumber PLN mencapai 93,47%, sedangkan di
wilayah Luar Jawa yang menggunakan sumber penerangan PLN
sebesar 86,07%.

Tabel 3.4.14. Persentase Penggunaan Sumber Penerangan


berdasarkan Subsektor di Rumah Tangga Berusaha di
Pertanian , 2022

Rumah Tangga berusaha di Pertanian

Sumber Penerangan Jawa Luar Jawa Indonesia

TP Horti Bun Nak TP Horti Bun Nak TP Horti Bun Nak

Listrik PLN 95,51 95,50 94,88 94,63 81,70 89,11 87,89 91,90 89,38 92,49 88,54 93,81

Listrik Non PLN 0,24 0,00 0,32 0,11 8,78 3,70 5,06 1,54 4,03 1,74 4,62 0,54

Lainnya*) 0,12 0,00 0,10 0,04 4,36 2,08 2,08 0,78 2,00 0,98 1,90 0,26
Sumber : Susenas, BPS
Keterangan: TP = Tanaman Pangan, Horti = Hortikultura, Bun = Perkebunan, Nak = Peternakan

Untuk wilayah Jawa pada tahun 2022 rumah tangga berusaha di


pertanian yang menggunakan listrik PLN sektor tanaman pangan
95,51%, hortikultura 95,50%, perkebunan 94,88% dan peternakan
sebesar 94,63%. Untuk wilayah penggunaan listrik luar jawa PLN yang
terbesar dari sektor peternakan sebesar 93,81%

34 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 3.4.15. Persentase Penggunaan Sumber Penerangan


berdasarkan Subsektor di Rumah Tangga Buruh Tani,
2022

Rumah Tangga Buruh Tani


Sumber Penerangan Jawa Luar Jawa Indonesia
TP Horti Bun Nak TP Horti Bun Nak TP Horti Bun Nak

Listrik PLN 93,20 92,73 94,59 96,34 89,45 89,11 83,78 95,58 92,32 91,82 85,18 96,13

Listrik Non PLN 0,30 0,35 0,59 0,09 1,30 0,82 8,28 0,15 0,53 0,47 7,28 0,11

Lainnya*) 0,03 0,00 0,00 0,05 0,35 0,61 1,17 0,05 0,11 0,15 1,02 0,05
Sumber : Susenas, BPS
Keterangan: TP = Tanaman Pangan, Horti = Hortikultura, Bun = Perkebunan, Nak = Peternakan

Untuk wilayah Jawa pada tahun 2022 rumah tangga buruh tani
pertanian yang menggunakan sumber PLN sektor tanaman pangan
93,20%, hortikultura 92,73%, perkebunan 94,59% dan peternakan
sebesar 96,34%. Untuk wilayah luar jawa pengguna listrik PLN yang
terbesar rumah tangga dari sektor peternakan sebesar 96,13%.

Tabel 3.4.16. Persentase Penggunaan Bahan Bakar berdasarkan Sektor


di Rumah Tangga berusaha di Pertanian, 2020 – 2022

Rumah Tangga berusaha di Pertanian

Sumber Bahan Bakar


Jawa Luar Jawa Indonesia

2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022

Listrik + Gas Kota 0,81 0,66 0,61 0,48 0,51 0,72 0,62 0,58 0,67

Gas/Elpiji 69,99 73,19 79,31 64,25 68,65 73,09 66,65 70,70 75,87

Minyak Tanah 0,20 0,01 0,02 3,21 3,50 3,34 1,87 1,93 1,86

Kayu 28,84 25,80 19,81 31,69 27,02 22,64 30,5 26,47 21,38

Lainnya*) 0,06 0,03 0,01 0,03 0,01 0,02 0,04 0,02 0,02

Jenis bahan bakar/energi utama untuk memasak yang digunakan


pada rumah tangga berusaha di pertanian untuk pulau Jawa pada
umumnya menggunakan gas/elpiji dengan persentase 73,19% pada
tahun 2021 meningkat pada tahun 2022 menjadi 79,31%, demikian pula
di luar Jawa juga menggunakan gas/elpiji sebesar 68,65% tahun 2021
meningkat pada tahun 2022 menjadi 73,09%. Modern ini penggunaan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 35


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

bahan bakar kayu, minyak tanah dan lainnya untuk keperluan memasak
pada rumah tangga berusaha di pertanian umumnya beralih ke
penggunaan bahan bakar listrik dan gas kota serta minyak tanah.

Tabel 3.4.17. Persentase Penggunaan Bahan Bakar berdasarkan Sektor


Rumah Tangga Buruh Tani, 2020 – 2022

Rumah Tangga Buruh Tani

Sumber Bahan Bakar


Jawa Luar Jawa Indonesia

2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022

Listrik + Gas Kota 0.61 0.76 0.63 0.44 0.51 0.80 0.54 0.66 0.70

Gas/Elpiji 73.34 74.87 89.41 77.73 83.25 83.34 75.20 78.35 86.01

Minyak Tanah 0.00 0.02 0.05 2.17 1.88 1.48 0.92 0.80 0.68

Kayu 25.29 23.31 15.82 15.57 10.25 8.03 21.17 17.88 12.39

Lainnya*) 0.02 0.01 0.02 0.03 0.01 0.02 0.02 0.01 0.02
Sumber : Susenas, BPS

Jenis bahan bakar/energi utama untuk memasak yang digunakan


pada rumah tangga buruh tani untuk pulau Jawa pada umumnya masih
menggunakan gas/elpiji dengan persentase 74,87% pada tahun 2021
meningkat pada tahun 2022 menjadi 89,41%, demikian pula di luar Jawa
juga menggunakan gas/elpiji sebesar 83,25% tahun 2021 meningkat
pada tahun 2022 menjadi 83,34%. (Tabel 3.4.17)

Tabel 3.4.18. Persentase Penggunaan Bahan Bakar berdasarkan


Subsektor di Rumah Tangga berusaha di Pertanian, 2022
Rumah Tangga berusaha di Pertanian

Sumber Bahan Bakar Jawa Luar Jawa Indonesia

TP Horti Bun Nak TP Horti Bun Nak TP Horti Bun Nak

Listrik + Gas Kota 0,60 0,34 0,30 1,08 0,55 0,79 0,85 1,14 0,58 0,55 0,80 1,09

Gas/Elpiji 80,84 78,77 73,71 73,11 66,14 71,50 81,10 72,73 74,32 75,34 80,41 72,99

Minyak Tanah 0,02 0,00 0,00 0,07 3,33 7,09 2,52 4,88 1,49 3,34 2,28 1,52

Kayu 18,35 20,75 25,89 25,02 29,82 20,41 15,28 21,00 23,44 20,59 16,27 23,81

Lainnya*) 0,00 0,03 0,02 0,00 0,04 0,02 0,01 0,00 0,02 0,03 0,01 0,00
Sumber : Susenas, BPS
Keterangan: TP = Tanaman Pangan, Horti = Hortikultura, Bun = Perkebunan, Nak = Peternakan

36 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Jenis bahan bakar/energi utama untuk memasak yang digunakan


pada rumah tangga berusaha di pertanian sektor (tanaman
pangan)Tahun 2022 di pulau Jawa (pada umumnya menggunakan
gas/elpiji). Subsektor Tanaman Pangan dengan persentase 80,84%
untuk Subsektor hortikultura sebesar 78,77%, perkebunan 73,71% dan
peternakan 73,11%.

3.5. Perlindungan Sosial


Perlindungan sosial adalah seperangkat kebijakan dan program
kesejahteraan sosial yang dirancang untuk mengurangi kemiskinan dan
kerentanan. Dalam mensejahterakan rumah tangga salah satunya
adalah dengan melakukan perlindungan sosial melalui beberapa
kebijakan seperti bantuan beras untuk masyarakat miskin (raskin) atau
beras sejahtera (rastra), bantuan pemerintah non tunai (BPNT),
kemudahan kredit usaha, jaminan kesehatan dan beasiswa. Seberapa
besar perlindungan sosial dimanfaatkan oleh rumah tangga pertanian
dan non pertanian tampak dalam pembahasan di bawah ini.

Pembelian Raskin/Penerima Rastra/BPNT

Program Rastra adalah salah satu program penanggulangan


kemiskinan dan perlindungan sosial di bidang pangan yang
diselenggarakan oleh pemerintah pusat berupa bantuan beras
bersubsidi kepada rumah tangga berpendapatan rendah (rumah tangga
miskin dan rentan miskin). Berdasarkan data Susenas 2017-2019,
persentase pembelian atau penerima raskin/rastra oleh rumah tangga
pertanian masih cukup tinggi rata-rata selama 3 tahun sebesar 39,86%,
artinya rumah tangga pertanian masih banyak yang membeli/menerima
raskin/rastra dibanding yang tidak, walaupun beras raskin/rastra memiliki
kualitas yang rendah tetapi harga sangat terjangkau. .

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 37


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Pada tahun 2020 program pemerintah berupa bantuan beras


untuk masyarakat miskin (raskin) atau beras sejahtera (rastra) sudah
tidak ada, digantikan dengan bantuan sosial pangan dalam bentuk non
tunai (BPNT) dari pemerintah yang diberikan kepada Keluarga Penerima
Manfaat (KPM) setiap bulannya melalui mekanisme akun elektronik yang
digunakan hanya untuk membeli bahan pangan di pedagang bahan
pangan/e-warong yang bekerjasama dengan bank. BPNT merupakan
bantuan sosial pangan senilai Rp110.000,- yang disalurkan dalam
bentuk non tunai dari pemerintah kepada masing-masing KPM, sebagian
besar penerima BPNT adalah kelompok menengah ke bawah.
Apabila dilihat dari penerima BPNT hasil Susenas bulan Maret
BPS dibagi 3 kategori yaitu rumah tangga berusaha di pertanian, rumah
tangga buruh tani dan rumah tangga non pertanian. Data hasil survei
tersebut dipersentasekan berdasarkan banyaknya rumah tangga yang
menerima dan yang tidak menerima sesuai kategori rumah tangga.
Berdasarkan wilayah Jawa dan luar Jawa pada tahun 2020-2022
persentase rumah tangga berusaha di pertanian yang menerima bantuan
sosial BPNT di wilayah Jawa menunjukkan lebih tinggi masing-masing
sebesar 25,61%, 29,37%, dan 32,78% dibandingkan rumah tangga
berusaha di pertanian yang ada di luar Jawa masing-masing hanya
sebesar 18,63%, 22,03%, dan 21,12%. Demikian juga rumah tangga
buruh tani persentase penerima bantuan sosial BPNT di wilayah Jawa
juga lebih tinggi masing-masing sebesar 36,23%, 37,77%, dan 40,73
sementara di luar Jawa masing-masing hanya sebesar 19,42%, 20,56%,
dan 21,10%. Rumah tangga non pertanian juga menunjukan di pulau
Jawa lebih banyak persentase penerima BPNT dibanding dengan di luar
Jawa (Tabel 3.5.1).

38 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 3.5.1. Persentase Rumah Tangga Berusaha di Pertanian, Buruh


Tani dan Non Pertanian Penerima BPNT, 2020-2022

Rumah tangga berusaha Rumah tangga non


Rumah tangga buruh tani
No. Wilayah di Pertanian pertanian
2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022
1 Jawa 25.61 29.37 32.78 36.23 37.77 40.73 12.40 15.09 18.28
2 Luar Jawa 18.63 22.03 21.12 19.42 20.56 21.10 10.26 11.79 12.80
3 Indonesia 21.55 25.34 26.33 29.10 30.61 32.10 11.63 13.89 16.29
Sumber: SUSENAS Maret - BPS, diolah Pusdatin

Pada Tabel 3.5.2 terlihat persentase rumah tangga berusaha di


pertanian penerima BPNT berdasarkan subsektor tahun 2020-2022 di
wilayah Jawa terbanyak rumah tangga subsektor peternakan.
Sementara di luar Jawa terbanyak rumah tangga subsektor peternakan,
disusul subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan.
Persentase rumah tangga buruh tani pada tahun 2020-2021 penerima
BPNT terbanyak di wilayah Jawa berasal dari subsektor tanaman
pangan, sedangkan tahun 2022 rumah tangga buruh tani penerima
BPNT terbanyak berasal dari subsektor hortikultura. Persentase rumah
tangga buruh tani penerima BPNT terbanyak di luar Jawa selama tahun
2020-2022 berasal dari subsektor tanaman pangan.
Persentase pertumbuhan rumah tangga berusaha di pertanian
selama tahun 2020-2022 mengalami peningkatan berkisar antara 6,84%
sampai 18,38% per tahun untuk semua subsektor di wilayah Jawa,
sementara persentase pertumbuhan rumah tangga berusaha di
pertanian di luar Jawa selama tahun 2020-2022 mengalami peningkatan
berkisar antara 1,42% sampai 9,94% per tahun untuk semua subsektor.
Rumah tangga buruh tani di wilayah Jawa mengalami peningkatan
selama tahun 2020-2022 berkisar antara 3,31% sampai 35,60% untuk
semua subsektor, sementara rumah tangga buruh tani di luar Jawa juga
mengalami peningkatan berkisar 1,02% sampai 9,15% untuk semua
subsektor pada periode tahun yang sama (Tabel 3.5.2).

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 39


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 3.5.2. Persentase Rumah Tangga Berusaha di Pertanian dan


Rumah Tangga Buruh Tani Berdasarkan Subsektor
Penerima BPNT, 2020 – 2022
Rumah tangga berusaha
Rumah tangga buruh tani
di Pertanian
No. Sub Sektor
Luar Luar
Jawa Indonesia Jawa Indonesia
Jawa Jawa
2020 (%)
1 Tanaman Pangan 25,41 21,35 23,48 38,61 32,84 37,41
2 Hortikultura 20,89 18,31 19,60 37,27 22,79 34,10
3 Perkebunan 21,39 15,09 15,51 26,34 13,66 15,29
4 Peternakan 31,63 22,92 28,85 18,83 19,31 18,97
2021 (%)
1 Tanaman Pangan 28,86 24,87 27,07 39,24 33,49 38,08
2 Hortikultura 27,35 21,53 24,74 35,99 23,19 33,17
3 Perkebunan 27,62 18,45 19,29 30,68 15,46 17,56
4 Peternakan 34,82 25,32 31,99 31,31 14,02 25,95
2022 (%)
1 Tanaman Pangan 33,21 24,12 29,18 41,19 33,51 39,41
2 Hortikultura 28,94 18,35 23,96 45,35 27,03 40,74
3 Perkebunan 27,24 18,01 18,88 37,30 14,97 17,86
4 Peternakan 36,07 24,18 32,49 32,85 19,84 29,18
Rata2 Pertumbuhan 2020-2022 (%)
1 Tanaman Pangan 14,33 6,72 11,52 3,31 1,02 2,64
2 Hortikultura 18,38 1,42 11,53 11,28 9,15 10,05
3 Perkebunan 13,89 9,94 11,10 19,03 5,02 8,28
4 Peternakan 6,84 2,97 6,23 35,60 7,07 24,62
Sum ber: SUSENAS Maret - BPS, diolah Pus datin

Kredit Usaha

Berdasarkan data Susenas 2020-2022, kredit usaha yang


diterima oleh anggota rumah tangga pertanian masih sangat kecil yaitu
kurang dari 30%, artinya rumah tangga pertanian masih banyak yang
tidak menerima atau belum mendapatkan manfaat dari kredit usaha yang
ada. Jenis kredit usaha yang dimaksud meliputi Kredit Usaha Rakyat
(KUR), Program Bank selain KUR, Program Pemerintah Lainnya,
Program Koperasi, Kredit Perorangan, dan Kredit Lainnya, mulai tahun
2017 sampai sekarang hasil Susenas terdapat tambahan jenis kredit
usaha yang diterima oleh rumah tangga pertanian antara lain dari Bank
Perkreditan Rakyat, Pegadaian, Leasing, Badan Usaha Milik Desa
(BUMDES), dan pinjaman online.
Jenis kredit usaha yang terbanyak diterima anggota rumah
tangga adalah jenis Kredit Usaha Rakyat (KUR). Selama periode tahun
2020-2022 rumah tangga berusaha di pertanian berkisar antara 7,33%-
9,57%, rumah tangga buruh tani berkisar 5,91%-7,18%, dan rumah

40 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

tangga non pertanian berkisar 6,28%-7,89% yang menerima kredit usaha


KUR. KUR merupakan fasilitas pembiayaan yang dapat diakses oleh
UMKM dan Koperasi terutama yang memiliki usaha yang layak namun
belum bankable. Sebelum tahun 2017 kredit usaha PNPM Mandiri yang
banyak diterima anggota rumah tangga, tetapi setelahnya Program
PNPM Mandiri sudah tidak dikucurkan lagi oleh pemerintah. Selain jenis
KUR, program Koperasi juga banyak diminati oleh rumah tangga
berusaha di pertanian dan rumah tangga buruh tani, sementara rumah
tangga non pertanian setelah jenis KUR banyak menerima kredit usaha
dari program Bank selain KUR dan koperasi. Persentase penerima kredit
koperasi selama periode 2020-2022 untuk rumah tangga berusaha di
pertanian berkisar 3,88%-4,41% dan rumah tangga buruh tani berkisar
5,59%-6,10%. Sementara jenis kredit terendah diterima tahun 2022 oleh
rumah tangga berusaha di pertanian dan rumah tangga buruh tani adalah
kredit pinjaman online masing-masing sebesar 0,10%. Sumber kredit
lainnya yaitu apabila rumah tangga responden mendapat kredit usaha
selain dari sumber-sumber di atas.

Tabel 3.5.3. Persentase Rumah Tangga Berusaha di Pertanian, Buruh


Tani dan Non Pertanian yang Menerima Kredit menurut
Jenis Kredit Usaha, 2020 – 2022

Rumah tangga berusaha Pertumb. Rumah tangga non Pertumb.


Rumah tangga buruh tani Pertumb.
Jenis Kredit Usaha di Pertanian 2020-2022 2020- pertanian 2020-
2020 2021 2022 (%) 2020 2021 2022 2022 (%) 2020 2021 2022 2022 (%)
KUR 7,33 8,33 9,57 14,26 5,91 6,34 7,18 10,28 6,28 7,12 7,89 12,08
Program Bank selain KUR 3,94 3,74 2,73 -16,02 3,75 3,27 2,76 -14,18 5,93 5,63 3,94 -17,47
Program Pemerintah Lainnya 0,45 0,62 -30,12 0,62 0,81 -35,09 0,44 0,64 -26,88
Program Koperasi 3,88 4,41 4,32 5,91 5,59 6,10 5,85 2,50 4,38 4,45 4,42 0,42
Kredit Perorangan dengan bunga 1,43 1,75 1,34 -0,25 1,96 2,23 2,17 5,70 1,46 1,76 1,38 -0,55
Kredit lainnya 3,14 1,19 3,41 62,26 4,38 1,31 5,01 106,45 3,17 0,89 3,61 116,51
Bank Perkreditan Rakyat 1,04 0,96 0,76 -14,21 1,29 1,21 1,17 -4,86 1,57 1,54 1,30 -8,65
Pegadaian 0,73 0,72 0,81 5,93 0,44 0,46 0,64 22,34 0,88 0,87 0,88 -0,13
Leasing 1,74 1,32 1,10 -20,47 3,00 2,11 1,65 -25,61 5,30 4,01 2,99 -24,91
BUMDES 0,48 0,45 0,30 -20,05 0,57 0,49 0,31 -26,19 0,29 0,30 0,20 -14,88
Pinjaman Online 0,10 - 0,10 - 0,24 -
Sumber: SUSENAS Maret - BPS, diolah Pusdatin

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 41


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Dilihat dari sisi pertumbuhan jenis kredit yang diterima rumah


tangga berusaha di pertanian periode tahun 2020-2022, yang mengalami
pertumbuhan paling tinggi yaitu jenis kredit lainnya sebesar 62,26%,
kemudian KUR yang mengalami peningkatan sebesar 14,26% setiap
tahunnya, berikutnya adalah kredit pegadaian meningkat sebesar 5,93%
per tahun. Jenis kredit lainnya seperti Program Bank selain KUR,
program pemerintah lainnya, koperasi, kredit perorangan, Bank
Perkreditan Rakyat (BPR), leasing, dan BUMDES mengalami penurunan
selama tahun 2020-2022. Jenis kredit yang mengalami penurunan cukup
signifikan selama periode 2020-2022 adalah program pemerintah lainnya
menurun sebesar 30,12% karena program pemerintah Kredit Kelompok
Usaha Bersama (KUBE) tidak lagi diberikan pada tahun 2022, disusul
jenis kredit Leasing menurun sebesar 20,47% per tahun, dan kredit
BUMDES menurun sebesar 20,05% (Tabel 3.5.3).
Jenis kredit usaha yang diterima rumah tangga buruh tani periode
2020-2022 yang mengalami peningkatan signifikan yaitu jenis kredit
lainnya sebesar 106,45%, kemudian kredit pegadaian meningkat
sebesar 22,34%, dan kredit usaha KUR meningkat sebesar 10,28%.
Sementara jenis kredit program pemerintah lainnya mengalami
penurunan signifikan sebesar 35,09% karena program pemerintah Kredit
Kelompok Usaha Bersama (KUBE) tidak lagi diberikan pada tahun 2022.
Kredit program bank selain KUR, BPR, Leasing, dan BUMDES
mengalami penurunan selama periode yang sama. Untuk rumah tangga
non pertanian periode yang sama hampir semua jenis kredit mengalami
penurunan kecuali jenis kredit KUR, kredit lainnya, dan koperasi
mengalami peningkatan.
Pada tahun 2022, jenis kredit usaha yang diterima anggota rumah
tangga berusaha di pertanian dengan penerimaan tertinggi adalah jenis
KUR yaitu sebesar 9,57% dan urutan kedua jenis kredit Koperasi
sebesar 4,32% serta kredit lainnya yaitu sebesar 3,41%.

42 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

(%)
9,57
10,00
9,00
8,00
7,00
6,00
4,32
5,00 3,41
4,00 2,73
3,00
1,34 1,10
2,00 0,76 0,81
0,30 0,10
1,00
0,00
KUR Program Bank selain KUR
Program Koperasi Kredit Perorangan dengan bunga
Kredit lainnya Bank Perkreditan Rakyat
Pegadaian Leasing
BUMDES Pinjaman Online

Gambar 3.5.1. Persentase Rumah Tangga Berusaha di Pertanian yang


Menerima Kredit Usaha menurut Jenis Kredit , 2022

Penerimaan kredit usaha jenis KUR lebih banyak diterima anggota


rumah tangga berusaha di pertanian dan rumah tangga non pertanian
wilayah Jawa dibanding luar Jawa, sementara rumah tangga buruh tani
penerima kredit KUR lebih banyak di luar Jawa (Gambar 3.5.2).
Persentase penerimaan kredit KUR selama periode tahun 2020-2022
rumah tangga berusaha di pertanian wilayah Jawa berkisar 8,30% -
11,03% sementara di luar Jawa berkisar 6,63% - 8,39%. Perkembangan
dari tahun ke tahun menunjukkan pertumbuhan yang meningkat baik di
wilayah Jawa maupun luar Jawa. Besarnya pertumbuhan penerimaan
kredit usaha jenis KUR di rumah tangga berusaha di pertanian,
meningkat 15,30% per tahun di wilayah Jawa dan tumbuh sebesar
12,53% per tahun di wilayah luar Jawa. Persentase penerimaan kredit
KUR rumah tangga buruh tani di wilayah Jawa berkisar 5,90% - 7,11%
sementara di luar Jawa berkisar 5,92% - 7,27%, dengan pertumbuhan
meningkat baik di wilayah Jawa maupun luar Jawa, di wilayah Jawa
pertumbuhan kredit usaha jenis KUR untuk rumah tangga buruh tani
meningkat 10,40% per tahun dan di luar Jawa meningkat sebesar
11,13% per tahun (Tabel 3.5.4).

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 43


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 3.5.4. Persentase Anggota Rumah Tangga yang Menerima Kredit


Usaha KUR menurut Wilayah, 2020 -2022
(%)
Rumah tangga Pertumb. Rumah tangga buruh Pertumb. Rumah tangga non Pertumb.
Wilayah berusaha di Pertanian 2020- tani 2020- pertanian 2020-
2020 2021 2022 2022 (%) 2020 2021 2022 2022 (%) 2020 2021 2022 2022 (%)
Jawa 8,30 9,64 11,03 15,30 5,90 5,82 7,11 10,40 6,43 7,33 8,32 13,80
Luar Jawa 6,63 7,26 8,39 12,53 5,92 7,07 7,27 11,13 6,03 6,75 7,14 8,86
Indonesia 7,33 8,33 9,57 14,26 5,91 6,34 7,18 10,28 6,28 7,12 7,89 12,08
Sumber: SUSENAS Maret - BPS, diolah Pusdatin

(%)

12,00

10,00

8,00

6,00

4,00

2,00

0,00
2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022
Rumah tangga berusaha di Rumah tangga buruh tani Rumah tangga non
Pertanian pertanian

Jawa Luar Jawa

Gambar 3.5.2. Persentase Penerimaan Kredit Usaha KUR oleh


Rumah Tangga Berusaha di Pertanian, Buruh Tani
dan Non Pertanian, 2020- 2022

Apabila dilihat berdasarkan subsektor periode 2020-2022


persentase penerimaan kredit usaha jenis KUR oleh anggota rumah
tangga berusaha di pertanian wilayah Jawa lebih banyak rumah tangga
subsektor hortikultura, sementara di wilayah luar Jawa persentase
penerimaan kredit usaha jenis KUR oleh anggota rumah tangga
berusaha di pertanian lebih banyak rumah tangga subsektor hortikultura
pada tahun 2021-2022 dan tahun 2020 penerimaan kredit usaha KUR
lebih banyak rumah tangga subsektor peternakan. Rumah tangga
berusaha di pertanian menerima KUR subsektor hortikultura di Jawa

44 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

berkisar 11,27% - 15,47%, sementara di luar Jawa penerima KUR


subsektor hortikultura berkisar 7,47% - 10,73%.
Rumah tangga buruh tani periode 2021-2022 persentase
penerima KUR wilayah Jawa terbanyak dari subsektor peternakan,
sedangkan tahun 2020 penerima KUR rumah tangga buruh tani di
wilayah Jawa terbanyak dari subsektor hortikultura. Sementara di luar
Jawa tahun 2020 terbanyak dari subsektor perkebunan, tahun 2021
terbanyak dari subsektor hortikultura, dan tahun 2022 terbanyak dari
subsektor peternakan.
Dilihat dari pertumbuhan selama periode 2020-2022 kredit KUR
oleh rumah tangga berusaha di pertanian untuk semua subsektor baik di
Jawa maupun di luar Jawa mengalami peningkatan, persentase
peningkatan berkisar antara 9,39% - 26,47%. Demikian juga dengan
rumah tangga buruh tani semua subsektor mengalami peningkatan baik
di Jawa mupun luar Jawa, seperti terlihat pada Tabel 3.5.5.

Tabel 3.5.5. Persentase Anggota Rumah Tangga Berusaha di Pertanian


dan Buruh Tani yang Menerima Kredit Usaha KUR menurut
Wilayah, 2020 – 2022
Rumah tangga berusaha di
Rumah tangga buruh tani
Pertanian
No. Sub Sektor
Luar Luar
Jawa Indonesia Jawa Indonesia
Jawa Jawa
2022
1 Tanaman Pangan 10,12 7,97 9,16 6,87 5,97 6,66
2 Hortikultura 15,47 10,73 13,24 7,30 6,86 7,19
3 Perkebunan 11,56 8,23 8,54 7,64 7,87 7,84
4 Peternakan 12,30 10,41 11,73 9,11 8,16 8,84
2021
1 Tanaman Pangan 8,94 6,86 8,01 5,63 5,39 5,58
2 Hortikultura 12,68 9,30 11,16 6,07 8,88 6,69
3 Perkebunan 11,24 7,10 7,48 6,54 7,77 7,60
4 Peternakan 9,97 9,15 9,73 6,85 5,21 6,34
2020
1 Tanaman Pangan 7,80 6,35 7,11 5,76 4,70 5,54
2 Hortikultura 11,27 7,47 9,37 6,68 5,17 6,35
3 Perkebunan 7,49 6,57 6,63 5,77 6,48 6,39
4 Peternakan 8,82 8,71 8,78 6,45 5,76 6,25
Rata2 Pertumbuhan 2020-2022 (%)
1 Tanaman Pangan 13,87 12,13 13,52 9,83 12,63 9,99
2 Hortikultura 17,23 19,94 18,83 5,53 24,57 6,40
3 Perkebunan 26,47 11,99 13,50 15,06 10,54 11,01
4 Peternakan 18,24 9,39 15,69 19,60 23,52 20,43
Sumber: SUSENAS Maret - BPS, diolah Pusdatin

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 45


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Jika dilihat berdasarkan provinsi maka provinsi dengan


pertumbuhan tertinggi persentase anggota rumah tangga berusaha di
pertanian penerima KUR tahun 2020-2022 adalah Provinsi Banten
dengan pertumbuhan rata-rata 75,67% per tahun. Persentase anggota
rumah tangga berusaha di pertanian penerima KUR di Banten tahun
2020 sebesar 0,78% dan terus meningkat menjadi 2,28% di tahun 2022.
Provinsi dengan peningkatan terendah adalah Provinsi Kalimantan
Selatan dengan pertumbuhan hanya 3,69% per tahun, sedangkan
provinsi dengan penurunan terendah adalah Aceh yang mengalami
penurunan sebesar 33,58% per tahun.
Provinsi yang memiliki persentase anggota rumah tangga
berusaha di pertanian penerima KUR terbanyak pada tahun 2020-2022
adalah Provinsi Gorontalo, dengan persentase penerima KUR sebesar
19,46% pada tahun 2022. Angka ini meningkat dari tahun 2020 yang
sebesar 17,84% dan tahun 2021 sebesar 14,38%. Sedangkan provinsi
yang memiliki persentase anggota rumah tangga berusaha di pertanian
penerima KUR terkecil pada tahun 2022 adalah Provinsi DKI Jakarta.
Pada tahun 2020 persentase penerima KUR di DKI Jakarta cukup
banyak yaitu sebesar 11,21%, namun kemudian pada tahun 2021 tidak
ada anggota rumah tangga berusaha di pertanian penerima KUR dan di
tahun 2022 penerima KUR di DKI Jakarta sebesar 0,70% seperti terlihat
pada Tabel 3.5.6.

46 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel.3.5.6. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian yang


Menerima Kredit Usaha KUR menurut Provinsi,
2020 – 2022
Rumah tangga berusaha di pertanian
Pertumb. 2020-
Provinsi (%)
2020 2021 2022 2022 (%)
Aceh 3,21 2,79 1,28 -33,58
Sumatera Utara 6,48 6,84 8,73 16,62
Sumatera Barat 9,28 10,72 10,04 4,63
Riau 6,71 8,37 7,87 9,34
Jambi 7,45 10,04 9,66 15,51
Sumatera Selatan 4,78 4,72 5,97 12,59
Bengkulu 11,47 11,13 15,38 17,60
Lampung 6,67 7,22 8,37 12,11
Kepulauan Bangka 7,10 5,95 4,34 -21,62
Belitung
Kepulauan Riau 3,97 7,90 7,35 46,17
DKI Jakarta 11,21 0,00 0,70 -
Jawa Barat 6,33 7,42 10,47 29,14
Jawa Tengah 10,01 11,63 13,71 17,02
DI Yogyakarta 11,16 11,90 13,68 10,82
Jawa Timur 8,53 10,12 10,24 9,92
Banten 0,78 1,67 2,28 75,67
Bali 11,86 13,81 14,38 10,26
Nusa Tenggara Barat 11,04 11,47 14,11 13,44
Nusa Tenggara Timur 3,27 3,71 5,82 35,15
Kalimantan Barat 2,97 4,01 6,53 48,97
Kalimantan Tengah 4,67 4,71 5,48 8,56
Kalimantan Selatan 5,50 6,43 5,82 3,69
Kalimantan Timur 5,69 7,45 6,58 9,61
Kalimantan Utara 1,84 2,75 4,31 53,33
Sulawesi Utara 7,53 7,49 8,51 6,57
Sulawesi Tengah 8,61 9,73 12,77 22,13
Sulawesi Selatan 11,81 12,17 13,81 8,25
Sulawesi Tenggara 10,02 11,35 14,07 18,61
Gorontalo 17,84 14,38 19,46 7,99
Sulawesi Barat 10,21 11,65 14,80 20,58
Maluku 4,88 5,82 4,34 -3,10
Maluku Utara 2,41 0,92 1,32 -9,36
Papua Barat 2,91 1,78 2,37 -2,97
Papua 1,12 0,63 0,99 6,38
Jawa 8,30 9,64 11,03 15,30
Luar Jawa 6,63 7,26 8,39 12,53
Indonesia 7,33 8,33 9,57 14,26
Sumber: SUSENAS Maret - BPS, diolah Pusdatin

Bila dilihat selama periode tahun 2020-2022 jenis kredit program


Koperasi oleh rumah tangga menempati urutan kedua tertinggi setelah
program KUR. Di wilayah Jawa pada periode tersebut rumah tangga
berusaha di pertanian yang menerima kredit koperasi berkisar antara

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 47


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

4,54% - 5,00%, sedangkan di luar Jawa berkisar sebesar 3,40% - 3,92%.


Rumah tangga buruh tani di wilayah Jawa berkisar antara 6,47% - 7,30%
sedangkan di luar Jawa berkisar antara 4,40% - 4,45%. Kredit Koperasi
oleh rumah tangga non pertanian di wilayah Jawa berkisar antara 4,89%
- 5,01% sedangkan di luar Jawa berkisar antara 3,39% - 3,57%. Apabila
dilihat dari laju pertumbuhan per tahun rumah tangga berusaha di
pertanian wilayah Jawa mengalami peningkatan sebesar 4,05% begitu
juga di luar Jawa meningkat sebesar 6,93% per tahun, rumah tangga
buruh tani wilayah Jawa mengalami peningkatan sebesar 4,05% begitu
juga di luar Jawa meningkat sebesar 0,52% per tahun dan rumah tangga
non pertanian wilayah Jawa juga mengalami peningkatan sebesar 1,16%
namun di luar Jawa menurun sebesar 1,14% per tahun (Gambar 3.5.3
dan Tabel 3.5.7).

(%)
8,00

7,00

6,00

5,00

4,00

3,00

2,00

1,00

0,00
2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022
Rumah tangga Rumah tangga buruh Rumah tangga non
berusaha di Pertanian tani pertanian

Jawa Luar Jawa

Gambar 3.5.3. Perkembangan Persentase Penerimaan Kredit Program


Koperasi oleh Rumah Tangga, 2020 – 2022

48 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 3.5.7. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian yang


Menerima Kredit Program Koperasi menurut Wilayah,
2020 – 2022

Rumah tangga Pertumb. Rumah tangga buruh Pertumb. Rumah tangga non Pertumb.
Wilayah berusaha di Pertanian 2020-2022 tani 2020-2022 pertanian 2020-2022
2020 2021 2022 (%) 2020 2021 2022 (%) 2020 2021 2022 (%)
Jawa 4,54 5,00 4,89 4,05 6,47 7,30 6,95 4,05 4,89 4,96 5,01 1,16
Luar Jawa 3,40 3,92 3,87 6,93 4,40 4,41 4,45 0,52 3,47 3,57 3,39 -1,14
Indonesia 3,88 4,41 4,32 5,91 5,59 6,10 5,85 2,50 4,38 4,45 4,42 0,42
Sumber: SUSENAS Maret - BPS, diolah Pusdatin

Apabila dilihat berdasarkan subsektor periode 2020-2022


persentase penerimaan kredit Koperasi oleh anggota rumah tangga
berusaha di pertanian wilayah Jawa maupun di luar Jawa lebih banyak
berasal dari rumah tangga subsektor peternakan. Rumah tangga
berusaha di pertanian subsektor peternakan wilayah Jawa menerima
kredit Koperasi tahun 2020-2022 berkisar 5,82% - 6,53%, hortikultura
berkisar 4,89% - 6,42%, tanaman pangan berkisar 4,34% - 4,63% dan
perkebunan berkisar 2,87% - 5,01%. Sementara di luar Jawa rumah
tangga berusaha di pertanian subsektor peternakan menerima kredit
Koperasi berkisar 4,54% - 6%. Rumah tangga buruh tani periode 2020
– 2021 persentase penerima kredit Koperasi wilayah Jawa terbanyak dari
subsektor peternakan dan tahun 2022 penerima kredit Koperasi
terbanyak berasal dari rumah tangga buruh tani subsektor hortikultura
sebesar 10,29%, sementara di luar Jawa penerima kredit Koperasi
terbanyak dari subsektor hortikultura selama tahun 2020-2022 berkisar
6,04% -7,78% (Tabel 3.5.8)
Dilihat dari pertumbuhan selama periode 2020-2022 penerima
kredit Koperasi oleh rumah tangga berusaha di pertanian semua
subsektor di Jawa mengalami peningkatan, sementara di luar Jawa
hampir semua subsektor mengalami peningkatan kecuali subsektor
hortikultura yang menurun pada periode yang sama.
Persentase rumah tangga buruh tani penerima kredit Koperasi
selama tahun 2020-2022 di Jawa hampir semua subsektor mengalami

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 49


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

peningkatan kecuali subsektor perkebunan yang menurun sebesar


4,39%. Sementara di luar Jawa penerima kredit Koperasi tahun 2020-
2022 dari rumah tangga subsektor tanaman pangan dan peternakan
mengalami peningkatan masing-masing sebesar 13,06% dan 52,12%
per tahun sedangkan pada periode yang sama penerima kredit Koperasi
dari subsektor hortikultura dan perkebunan mengalami penurunan
masing-masing sebesar 9,60% dan 6,17% per tahun, seperti terlihat
pada Tabel 3.5.8.

Tabel 3.5.8. Persentase Rumah Tangga yang Menerima Kredit Program


Koperasi Per Subsektor di Jawa dan luar Jawa, 2020 – 2022
Rumah tangga berusaha di
Rumah tangga buruh tani
No. Sub Sektor Pertanian
Jawa Luar Jawa Indonesia Jawa Luar Jawa Indonesia
2022
1 Tanaman Pangan 4,39 4,27 4,33 6,46 5,46 6,23
2 Hortikultura 6,42 3,28 4,94 10,29 6,04 9,22
3 Perkebunan 5,01 3,40 3,55 6,40 3,80 4,14
4 Peternakan 6,53 5,10 6,10 8,45 5,93 7,74
2021
1 Tanaman Pangan 4,63 3,97 4,34 7,36 4,14 6,71
2 Hortikultura 5,88 3,87 4,98 7,16 7,78 7,29
3 Perkebunan 4,37 3,64 3,70 6,77 4,29 4,63
4 Peternakan 6,42 6,00 6,29 7,52 4,52 6,59
2020
1 Tanaman Pangan 4,34 3,67 4,02 6,33 4,39 5,93
2 Hortikultura 4,89 3,48 4,19 6,72 7,54 6,90
3 Perkebunan 2,87 2,96 2,95 7,00 4,33 4,67
4 Peternakan 5,82 4,54 5,41 7,09 2,61 5,79
Rata2 Pertumbuhan 2020-2022 (%)
1 Tanaman Pangan 0,73 7,91 3,92 2,05 13,06 3,04
2 Hortikultura 14,74 -2,06 9,09 25,18 -9,60 16,09
3 Perkebunan 33,56 8,31 10,75 -4,39 -6,17 -5,80
4 Peternakan 6,04 8,63 6,65 9,24 52,12 15,59
Sumber: SUSENAS Maret - BPS, diolah Pusdatin

50 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Usia Perkawinan Pertama

Tabel 3.5.9. Rata-rata Umur Perkawinan Pertama Perempuan


Berumur 10 Tahun Ke Atas yang Berstatus Kawin/Cerai,
2020-2022
(Tahun)
Rumah Tangga Berusaha Pertumb. Rumah Tangga Buruh Pertumb. Rumah Tangga Non Pertumb.
Wilayah di Pertanian 2022 thd Tani 2022 thd Pertanian 2022 thd
2020 2021 2022 2021 (%) 2020 2021 2022 2021 (%) 2020 2021 2022 2021 (%)
Jawa 19,04 19,03 19,14 0,56 18,80 18,88 18,94 0,29 20,71 20,79 20,87 0,35
Luar Jawa 20,42 20,63 20,58 -0,23 20,08 20,23 20,29 0,31 21,52 21,69 21,70 0,05
Indonesia 19,81 19,87 19,90 0,13 19,31 19,42 19,51 0,46 21,00 21,12 21,16 0,23
Sumber : Susenas Maret - BPS

Rata-rata umur perkawinan pertama perempuan berumur 10 tahun ke atas


pada semua jenis rumah tangga pada tahun 2020-2022 berkisar antara
usia 18 - 21 tahun. Tahun 2022 usia perkawinan pertama perempuan pada
rumah tangga berusaha di pertanian di luar jawa lebih tua dibanding usia
perkawinan pertama di pulau jawa, yaitu usia 20,58 tahun di luar jawa
sedangkan di jawa usia 19,14 tahun (Tabel. 3.5.9).

Gambar 3.5.4. Rata-rata Umur Perkawinan Pertama Perempuan


Berumur 10 Tahun ke Atas yang Berstatus
Kawin/Cerai, 2020-2022

Rata-rata usia perkawinan pertama perempuan berumur 10


tahun keatas di rumah tangga buruh tani lebih rendah dibandingkan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 51


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

rumah tangga berusaha di pertanian dan rumah tangga non pertanian,


yakni berusia sekitar 19,51 tahun dengan pertumbuhan tahun 2022 naik
sebesar 0,46%. Pertumbuhan rata-rata usia perkawinan pertama
perempuan pada rumah tangga berusaha di pertanian juga naik sebesar
0,13%. Begitu pula dengan rata-rata umur perkawinan pertama
perempuan di rumah tangga non pertanian tahun 2022 naik dengan
sebesar 0,23% atau pada usia 21 dan 16 tahun.

Tabel 3.5.10. Rata-rata Umur Perkawinan Pertama Perempuan


Berumur 10 Tahun ke Atas yang Berstatus Kawin/Cerai
per Subsektor, 2021-2022
(Tahun)

2021 2022
Subsektor
Jawa Luar Jawa Indonesia Jawa Luar Jawa Indonesia
Rumah Tangga Berusaha di Pertanian
Tanaman Pangan 19,07 20,88 19,85 19,19 20,82 19,88
Hortikultura 18,80 20,80 19,65 19,01 20,90 19,84
Perkebunan 18,97 20,27 20,14 18,83 20,23 20,08
Peternakan 19,07 20,82 19,57 19,09 20,78 19,57
Rumah Tangga Buruh Tani
Tanaman Pangan 18,86 20,23 19,12 18,87 20,23 19,18
Hortikultura 18,78 20,38 19,12 18,75 20,51 19,17
Perkebunan 18,70 20,19 19,97 19,08 20,28 20,11
Peternakan 19,54 20,74 19,90 19,76 20,84 20,06
Sumber : Susenas Maret - BPS

Rata-rata umur perkawinan perempuan pada rumah tangga


berusaha di pertanian di empat subsektor adalah usia 19-20 tahun. Rata-
rata umur perkawinan perempuan pada subsektor perkebunan lebih tua
dibandingkan subsektor lainnya yaitu umur rata-rata 20,08 tahun. Jika
dibandingkan berdasarkan wilayahnya, maka umur perkawinan
perempuan pada rumah tangga berusaha di pertanian yang ada di luar
jawa yaitu berkisar antara 20,23 – 20,82 tahun, lebih tua dibandingkan
umur perkawinan perempuan di jawa. Sedangkan rata-rata umur
perkawinan perempuan pada rumah tangga buruh tani di empat
subsektor pertanian berkisar umur 19,17 sampai 20,11 tahun.

52 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Partisipasi KB

Tabel 3.5.11. Persentase Perempuan Berumur 15-49 Tahun yang


Berstatus Kawin di Rumah Tangga Pertanian Menurut
Partisipasi KB, 2020-2022
(%)
Rumah Tangga Berusaha di Pertanian Rumah Tangga Buruh Tani
Wilayah 2020 2021 2022 2020 2021 2022
Pernah Sedang Pernah Sedang Pernah Sedang Pernah Sedang Pernah Sedang Pernah Sedang
Jawa 11,83 62,68 11,66 62,47 11,64 63,56 12,05 64,34 11,71 65,25 11,86 64,70
Luar Jawa 12,55 54,87 12,45 54,10 12,85 53,96 11,96 60,53 12,14 59,27 12,53 60,36
Indonesia 12,27 57,88 12,11 57,68 12,32 58,12 12,01 62,52 11,91 62,43 12,19 62,57
Sumber : Susenas Maret - BPS

Persentase perempuan yang sedang menggunakan KB di rumah


tangga berusaha di pertanian tahun 2022 naik dibandingkan tahun 2021
menjadi 58,12% dari sebelumnya 57,68%. Dari tahun 2020-2022
persentase perempuan yang sedang partisipasi KB di pulau jawa lebih
besar dibandingkan di luar jawa. Pada tahun 2022 di pulau jawa sebesar
63,56% sedangkan di luar jawa 53,96%. Sedangkan persentase
perempuan yang pernah menggunakan KB di Indonesia sekitar 12%,
dimana pada tahun 2022 naik dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari
12,11% naik menjadi 12,32%.
Persentase perempuan yang sedang berpartisipasi KB dari tahun
2020-2022 selalu lebih besar dibandingkan yang pernah berpastipasi
KB. Persentase terbesar perempuan yang sedang berpartisipasi KB
berada di rumah tangga buruh tani, pada tahun 2022 persentasenya
adalah 62,57% sedangkan di rumah tangga berusaha di pertanian
58,12% dan rumah tangga non pertanian 53,25%.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 53


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Gambar 3.5.5. Persentase Perempuan Berumur 15-49 Tahun yang


Berstatus Kawin di Rumah Tangga Pertanian Menurut
Partisipasi KB, Tahun 2020-2022

Tabel 3.5.12. Persentase Perempuan Berumur 15-49 Tahun yang


Berstatus Kawin di Rumah Tangga Pertanian Menurut
Partisipasi KB per Subsektor Tahun 2022
(%)
Jawa Luar Jawa Indonesia
Subsektor
Pernah Sedang Pernah Sedang Pernah Sedang
Rumah Tangga Berusaha di Pertanian
Tanaman Pangan 12,15 62,34 13,45 49,68 12,75 56,48
Hortikultura 8,37 70,53 10,93 52,84 9,49 62,77
Perkebunan 11,36 63,30 12,37 58,77 12,28 59,18
Peternakan 12,20 63,49 14,54 54,51 12,94 60,67
Rumah Tangga Buruh Tani
Tanaman Pangan 12,64 63,76 13,11 60,44 12,76 62,89
Hortikultura 7,33 69,15 11,75 57,85 8,50 66,15
Perkebunan 11,99 65,03 12,28 60,74 12,25 61,23
Peternakan 10,31 67,25 13,73 55,05 11,24 63,91
Sumber : Susenas Maret - BPS

Persentase perempuan yang sedang berpartisipasi KB pada rumah


tangga berusaha di pertanian paling banyak adalah pada subsektor
hortikultura sebesar 62,77%. Berdasarkan wilayahnya, persentase

54 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

perempuan yang sedang berpartisipasi KB di jawa lebih besar


dibandingkan di luar jawa. Persentase perempuan yang berpartisipasi
KB pada subsektor hortikultura di jawa sebesar 70,53% paling besar
dibandingkan subsektor lainnya. Begitu pula persentase perempuan
yang berpartisipasi KB pada rumah tangga buruh tani paling besar
adalah pada subsektor hortikultura yaitu sebesar 66,15%. Di jawa,
persentase perempuan yang berpartisipasi KB terbesar pada subsektor
hortikultura sebesar 69,15% sedagkan di luar jawa yang paling besar
adalah pada subsektor perkebunan sebesar 60,74%.

Pendidikan Tertinggi

Tabel 3.5.13. Persentase Penduduk Berumur 5 Tahun ke Atas di Rumah


Tangga Pertanian Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi
yang ditamatkan, 2020-2022
(%)
2020 2021 2022
Wilayah Tidak Tidak Tidak
SD SMP SMA PT SD SMP SMA PT SD SMP SMA PT
Sekolah Sekolah Sekolah
Rumah Tangga Berusaha di Pertanian
Jawa 32,39 33,09 16,50 15,05 2,98 29,95 34,06 18,05 14,89 3,06 28,24 33,41 18,62 16,39 3,35
Luar Jawa 35,45 26,92 17,00 16,82 3,81 32,72 27,18 17,87 17,92 4,31 30,56 26,91 18,33 19,45 4,74
Indonesia 34,23 29,38 16,80 16,11 3,48 31,52 30,15 17,95 16,61 3,77 29,57 29,70 18,45 18,13 4,14
Rumah Tangga Buruh Tani
Jawa 34,03 35,06 17,37 12,44 1,09 32,10 35,34 18,83 12,37 1,35 29,76 34,22 20,32 14,27 1,43
Luar Jawa 33,59 27,19 18,66 17,86 2,69 30,97 27,35 19,81 18,68 3,19 29,60 27,14 20,09 19,88 3,29
Indonesia 33,84 31,63 17,94 14,81 1,79 31,61 31,90 19,26 15,09 2,14 29,69 31,01 20,22 16,81 2,27
Sumber : Susenas Maret - BPS

Tingkat pendidikan penduduk berumur 5 tahun keatas di rumah


tangga berusaha di pertanian dan rumah tangga buruh tani masih cukup
rendah, selama tahun 2020-2022 persentase penduduk yang tidak
sekolah dan tamat SD di rumah tangga berusaha di pertanian tiap
tahunnya lebih tinggi dibandingkan tingkat pendidikan lainnya. Pada
tahun 2022 terlihat ada peningkatan tingkat pendidikan yang ditamatkan
penduduk, jika sebelumnya terbanyak tidak sekolah maka ditahun ini
terbanyak adalah tamat SD sebesar 29,70%. Penduduk yang tamat dari

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 55


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

perguruan tinggi pada tahun 2022 sebesar 4,14% juga meningkat


dibandingkan tahun 2021 yang hanya sebesar 3,77%. Peningkatan
persentase penduduk yang tamat perguruan tinggi juga terjadi pada
rumah tangga buruh tani, tahun 2022 persentasenya sebesar 2,27%.

Gambar 3.5.6. Persentase Penduduk Berumur 5 Tahun ke Atas di


Rumah Tangga Pertanian Menurut Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang ditamatkan, 2020-2022

Pada rumah tangga berusaha di pertanian, persentase penduduk


yang tamat SD di jawa lebih besar dibandingkan di luar jawa. Sedangkan
persentase penduduk tamatan SMA dan perguruan tinggi lebih besar di
luar jawa dibanding di jawa. Walaupun persentase penduduk yang tamat
SMA dan perguruan tinggi pada rumah tangga berusaha di pertanian
tidak sebanyak penduduk yang tamat SMP, SD maupun tidak sekolah,
namun persentasenya meningkat setiap tahun dari 2020 sampi 2022.

56 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 3.5.14. Persentase Penduduk Berumur 5 Tahun ke Atas Menurut


Tingkat Pendidikan Tertinggi yang ditamatkan per
Subsektor Tahun 2022
(%)
Jawa Luar Jawa Indonesia
Subsektor Tidak Tidak Tidak
SD SMP SMA PT SD SMP SMA PT SD SMP SMA PT
Sekolah Sekolah Sekolah
Rumah Tangga Berusaha di Pertanian
Tanaman Pangan 27,83 33,49 18,52 16,72 3,44 32,39 26,30 18,15 18,64 4,53 29,95 30,15 18,34 17,61 3,95
Hortikultura 27,69 35,67 19,06 14,58 3,00 28,80 24,60 18,51 22,67 5,43 28,22 30,35 18,80 18,46 4,16
Perkebunan 27,06 35,29 19,49 15,06 3,11 28,84 28,29 18,58 19,62 4,67 28,68 28,92 18,66 19,21 4,53
Peternakan 31,83 29,90 18,41 16,65 3,21 30,00 24,55 17,64 21,15 6,66 31,24 28,19 18,16 18,09 4,32
Rumah Tangga Buruh Tani
Tanaman Pangan 30,61 34,50 20,01 13,69 1,19 31,84 27,19 20,55 17,52 2,90 30,91 32,73 20,14 14,62 1,61
Hortikultura 28,85 36,87 19,63 13,05 1,61 31,40 24,50 22,29 18,72 3,09 29,50 33,72 20,31 14,49 1,99
Perkebunan 26,60 33,14 21,04 17,19 2,03 28,51 27,41 19,83 20,82 3,43 28,28 28,13 19,98 20,36 3,25
Peternakan 25,13 28,88 23,83 19,14 3,02 28,47 24,75 18,53 23,88 4,37 26,11 27,66 22,27 20,53 3,42
Sumber : Susenas Maret - BPS

Tahun 2022 persentase penduduk yang tidak sekolah tertinggi pada


rumah tangga berusaha di petanian subsektor peternakan. Sedangkan
penduduk yang tamat perguruan tinggi terbanyak terdapat pada
subsektor perkebunan yaitu sebesar 4,53%. Sedangkan pada rumah
tangga buruh tani, persentase penduduk yang tidak sekolah paling besar
yaitu pada subsektor tanaman pangan sebesar 30,91%. Persentase
penduduk yang tamat perguruan tinggi baik pada rumah tangga
berusaha di pertanian maupun rumah tangga buruh tani di luar jawa lebih
besar dibandingkan di jawa.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 57


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

TEMPAT/CARA BEROBAT

Tabel 3.5.15. Persentase Penduduk yang Berobat Jalan Menurut


Tempat/Cara Berobat di Rumah Tangga Pertanian,
Tahun 2020-2022
(%)
Jawa Luar Jawa Indonesia
Tempat/Cara Berobat
2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020 2021 2022

Rumah Tangga Berusaha di Pertanian


Rumah Sakit Pemerintah 5,08 4,00 2,90 6,64 5,96 3,78 5,91 5,03 3,35
Rumah Sakit Swasta 5,63 4,34 2,92 2,73 2,61 1,55 4,08 3,43 2,21
Praktik Dokter/Bidan 54,32 46,88 49,03 38,00 40,40 35,71 45,59 43,47 42,20
Klinik/Praktik Dokter Bersama 11,27 27,44 9,75 6,83 14,06 5,54 8,89 20,40 7,59
Puskesmas/Pustu 24,19 15,71 34,25 42,66 33,23 51,50 34,07 24,92 43,10
Tempat lainnya 7,44 7,38 4,89 10,45 11,27 6,13 9,05 9,43 5,52
Rumah Tangga Buruh Tani
Rumah Sakit Pemerintah 4,28 3,30 2,04 6,27 4,93 2,65 5,04 3,91 2,30
Rumah Sakit Swasta 3,53 3,11 2,54 3,06 3,11 2,02 3,35 3,11 2,32
Praktik Dokter/Bidan 49,73 39,25 44,67 44,54 47,98 43,79 47,73 42,47 44,29
Klinik/Praktik Dokter Bersama 11,13 36,05 11,57 10,76 17,89 7,87 10,99 29,36 9,98
Puskesmas/Pustu 31,94 17,74 38,34 33,95 23,79 41,67 32,71 19,97 39,77
Tempat lainnya 6,06 6,92 5,03 7,82 8,45 6,43 6,74 7,49 5,63
Sumber : Susenas Maret - BPS
Keterangan: Tempat lainnya terdiri dari UKBM (poskesdes, polindes, posyandu, balai pengobatan), praktik pengobatan
tradisional/alternatif) dan lainnya

Penduduk di rumah tangga berusaha di pertanian yang ada di


pulau jawa hampir 50% memilih berobat jalan ke praktik dokter/bidan.
Pada tahun 2022 mencapai 49,03% dan naik dibandingkan tahun 2021
yaitu 46,88%. Selanjutnya sebesar 34,25% memilih berobat jalan ke
puskesmas/puspu, naik cukup besar dibandingkan tahun 2021. Banyak
penduduk di pulau jawa yang beralih berobat ke puskesmas/puspu pada
tahun 2022, hal ini terlihat dari penurunan persentase penduduk yang
berobat ke klinik atau praktik dokter bersama turun dari 27,44% menjadi
9,75%. Persentase penduduk di pulau jawa pada tahun 2022 yang
berobat ke rumah sakit pemerintah atau swasta hanya dibawah 5%.
Sedangkan penduduk luar jawa paling banyak berobat ke
puskesmas/puspu dengan persentase sebesar 51,50% ditahun 2022,
kemudian diikuti dengan berobat ke praktik dokter/bidan sebesar
35,71%.

58 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Secara umum pada tahun 2022, penduduk Indonesia yang ada


pada rumah tangga berusaha di pertanian paling banyak berobat ke
puskesmas/puspu yaitu sebesar 43,10%. Sedangkan penduduk pada
rumah tangga buruh tani paling banyak berobat ke praktik dokter/bidan
dengan persentase sebesar 44,29%. Selanjutnya penduduk lebih
memilih berobat ke puskesmas/puspu dengan persentase sebesar
39,77%.

Tabel 3.5.16. Persentase Penduduk yang Berobat Jalan Menurut


Tempat/Cara Berobat per Subsektor Tahun 2022
(%)
Jawa Luar Jawa Indonesia
Tempat/Cara Berobat
TP Horti Bun Nak TP Horti Bun Nak TP Horti Bun Nak

Rumah Tangga Berusaha di Pertanian


Rumah Sakit Pemerintah 2,99 2,29 3,54 2,65 4,05 4,97 3,27 3,47 3,43 3,38 3,30 2,91
Rumah Sakit Swasta 3,12 2,46 2,72 2,34 1,27 1,39 1,70 3,02 2,35 2,02 1,83 2,55
Praktik Dokter/Bidan 48,10 51,90 46,25 52,72 34,25 37,91 35,71 45,21 42,31 46,20 37,04 50,38
Klinik/Praktik Dokter Bersama 10,73 7,98 7,02 7,35 5,75 5,89 5,27 5,15 8,65 7,13 5,49 6,67
Puskesmas/Pustu 34,07 33,74 38,10 33,88 52,75 50,30 51,69 41,06 41,88 40,49 49,98 36,12
Tempat lainnya 4,43 4,90 6,60 6,59 6,94 4,19 5,59 5,65 5,48 4,61 5,72 6,29
Rumah Tangga Buruh Tani
Rumah Sakit Pemerintah 2,10 1,04 2,20 2,58 2,50 3,59 2,73 1,23 2,21 1,73 2,65 2,28
Rumah Sakit Swasta 2,36 2,20 2,71 4,50 1,35 0,45 2,54 2,08 2,10 1,73 2,56 3,97
Praktik Dokter/Bidan 45,25 42,78 47,19 39,06 48,04 49,89 40,87 41,95 45,97 44,71 41,85 39,70
Klinik/Praktik Dokter Bersama 11,76 12,34 8,15 12,25 6,23 6,97 8,97 6,67 10,34 10,89 8,84 11,02
Puskesmas/Pustu 38,78 38,57 36,49 35,70 39,54 35,44 43,24 45,76 38,98 37,73 42,20 37,92
Tempat lainnya 4,66 5,13 4,40 8,88 8,92 4,56 5,20 4,91 5,75 4,98 5,08 8,00
Sumber : Susenas Maret - BPS
Keterangan: (1) Tempat lainnya terdiri dari UKBM (poskesdes, polindes, posyandu, balai pengobatan), praktik pengobatan tradisional/alternatif) dan lainnya
(2) TP = Tanaman Pangan, Horti = Hortikultura, Bun = Perkebunan, Nak = Peternakan

Penduduk pada subsektor tanaman pangan, hortikultura dan


peternakan yang termasuk salam rumah tangga berusaha di pertanian
paling banyak memilih berobat ke praktik dokter/bidan. Persentase
tersebesar yaitu pada subsektor peternakan dengan persentase 50,38%.
Sedangkan penduduk subsektor perkebunan paling banyak memilih
berobat ke puskesmas/puspu yaitu sebesar 49,98%. Preferensi
pemilihan tempat berobat penduduk rumah tangga berusaha di pertanian
yang ada di jawa berbeda dengan yang di luar jawa. Jika penduduk di

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 59


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

jawa banyak memilih berobat di praktik dokter/bidan sedangkan


penduduk di luar jawa lebih memilih berobat di puskesmas/puspu.
Pada rumah tangga buruh tani, sebagian besar penduduk di
subsektor tanaman pangan, hortikultura dan peternakan juga lebih
memilih berobat di praktik dokter/bidan, dengan besaran persentase
masing-masing pada subsektor tersebut adalah: subsektor tanaman
pangan 45,97%, hortikultura 44,71% dan peternakan 39,70%.

60 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

IV. KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PERTANIAN

4.1. Sustainable Development Goals (SDGs) Indonesia

Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan


Pembangunan Berkelanjutan (TPB) merupakan agenda internasional
yang disusun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan
melibatkan 194 negara, civil society, dan berbagai stakeholder dari
seluruh penjuru dunia. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia
berkomitmen untuk mengimplementasikan SDGs/TPB dan
menyelaraskan dengan pembangunan nasional (BPS, 2021).
SDGs adalah pembangunan yang menjaga peningkatan
kesejahteraan masyarakat ekonomi secara berkesinambungan,
pembangunan yang menjaga keberlanjutan kehidupan sosial
masyarakat, pembangunan yang menjaga kualitas lingkungan hidup
serta pembangunan yang menjamin keadilan dan terlaksananya tata
kelola yang mampu menjaga peningkatan kualitas hidup dari satu
generasi ke generasi berikutnya. SDGs merupakan komitmen global dan
nasional dalam upaya menyejahterakan masyarakat mencakup 17
tujuan yaitu (1) Tanpa Kemiskinan; (2) Tanpa Kelaparan; (3) Kehidupan
Sehat dan Sejahtera; (4) Pendidikan Berkualitas; (5) Kesetaraan
Gender; (6) Air Bersih dan Sanitasi Layak; (7) Energi Bersih dan
Terjangkau; (8) Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi; (9)
Industri, Inovasi dan Infrastruktur; (10) Kurangnya Kesenjangan; (11)
Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan; (12) Konsumsi dan Produksi
yang Bertanggung Jawab; (13) Penanganan Perubahan Iklim; (14)
Ekosistem Lautan; (15) Ekosistem Daratan; (16) Perdamaian, Keadilan
dan Kelembagaan yang Tangguh; (17) Kemitraan untuk Mencapai
Tujuan (Bappenas, 2022).
Kementerian Pertanian berkaitan langsung dengan tujuan 2 SDGs
yaitu menghilangkan kelaparan. Ketersediaan data indikator-indikator

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 61


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

SDGs sangat diperlukan demi kelancaran program pembangunan


berkelanjutan di Indonesia. Dengan adanya data-data indikator-indikator
SDGs maka perkembangan target-target SDGs dapat dimonitor serta
kegiatan yang mendukung program pembangunan berkelanjutan
tersebut dapat dievaluasi (BPS, 2021). Untuk menjawab kebutuhan akan
data di bidang pertanian serta untuk memenuhi kebutuhan data SDGs
sektor pertanian, atas rekomendasi FAO BPS melaksanakan Survei
Pertanian Terintegrasi (SITASI)/ Agricultural Integrated Survey (AGRIS).
Rangkaian kegiatan SITASI BPS telah mulai dilaksanakan sejak tahun
2020 di 3 provinsi yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Nusa
Tenggara Barat (NTB).
Menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi
yang baik, serta meningkatkan pertanian yang berkelanjutan menjadi
tujuan kedua dalam SDGs. Di level nasional, terdapat 11 indikator yang
telah berhasil disusun untuk menghitung capaian tujuan kedua SDGs
tersebut. Di antara 11 indikator tersebut terdapat empat indikator yang
menjadi kewenangan langsung Kementerian Pertanian, yaitu indikator:
2.3.1. Volume produksi per tenaga kerja menurut kelas usaha tani
tanaman/peternakan/perikanan/ kehutanan, 2.3.1.(A) Nilai tambah
pertanian per tenaga kerja menurut kelas usaha tani tanaman/
peternakan/ perikanan/kehutanan, 2.3.2. Rata-rata pendapatan
produsen pertanian skala kecil, dan 2.4.1 Proporsi areal pertanian
produktif dan berkelanjutan di Indonesia.
Peningkatan produktivitas tenaga kerja dari unit usaha skala kecil
memiliki dampak positif bagi penurunan kemiskinan, mengingat
sebagian besar dari petani kelompok ini termasuk rumah tangga miskin.
Indikator volume produksi per tenaga kerja menurut kelas usaha tani
tanaman/peternakan/perikanan/ kehutanan diukur dalam USD PPP
(Purchasing Power Parity) Per Working Day. Pada tahun 2020 volume
produksi per tenaga kerja terbesar terdapat di Provinsi Jawa Barat

62 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

dengan volume sebesar USD PPP 43,58 per Working Day, seperti
terlihat pada Gambar 4.1.1.

(USD PPP Per


Working Day)

43,58
45
36,3
40
35 28,52
30
25 20,15
20
15
10
5
0
Jawa Barat Jawa Timur NTB Rata-rata 3
Provinsi

Gambar 4.1.1. Volume Produksi Per Tenaga Kerja Menurut Kelas


Usaha Tani Tanaman/Peternakan/ Perikanan/
Kehutanan di 3 Provinsi di Indonesia (USD PPP Per
Working Day), 2020

Nilai tambah pertanian per tenaga kerja memberikan gambaran


tentang produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian. Makin besar
pendapatan atau penghasilan tenaga kerja/ petani maka semakin besar
kemampuan tenaga kerja untuk mengakses pangan dengan pola gizi
seimbang. Indikator nilai tambah pertanian per tenaga kerja menurut
kelas usaha tani tanaman/ peternakan/ perikanan/kehutanan di provinsi
di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.1.1 dan secara nasional dapat
dilihat pada Gambar 4.1.2. Pada Gambar 4.1.2 terlihat bahwa nilai
tambah pertanian per tenaga kerja secara nasional cenderung
meningkat selama periode tahun 2017-2021, meskipun sempat
mengalami sedikit penurunan pada tahun 2018 dan tahun 2020 namun
kembali meningkat pada tahun 2021. Pada tahun 2017 nilai tambah

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 63


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

pertanian per tenaga kerja secara nasional sebesar Rp 49.769.966


menjadi Rp 60.700.128 per tenaga kerja pada tahun 2021.

(Rp/Tenaga
Kerja)
70.000.000
60.700.128
56.776.482 55.341.371
60.000.000
49.769.966 49.722.772
50.000.000

40.000.000

30.000.000

20.000.000

10.000.000

-
2017 2018 2019 2020 2021

Gambar 4.1.2. Nilai Tambah Pertanian Per Tenaga Kerja Menurut


Kelas Usaha Tani Tanaman/ Peternakan/Perikanan
/Kehutanan, 2017-2021

Pada tahun 2021 nilai tambah pertanian per tenaga kerja tertinggi
terdapat pada Provinsi Riau yaitu sebesar Rp 186.128.829 per tenaga
kerja, sedangkan nilai tambah pertanian terendah terdapat di Provinsi
Papua sebesar Rp 19.838.286 per tenaga kerja. Provinsi dengan rata-
rata pertumbuhan tertinggi selama tahun 2017-2021 adalah Provinsi
Maluku Utara dengan pertumbuhan 16,48%. Nilai tambah pertanian per
tenaga kerja di Provinsi Maluku Utara pada tahun 2017 sebesar Rp
32.773.537 hingga menjadi Rp 56.948.791 pada tahun 2021. Rata-rata
pertumbuhan terendah selama tahun 2017-2021 terjadi di Provinsi DKI
Jakarta sebesar -12,97%. Pada tahun 2017 nilai tambah pertanian per
tenaga kerja di Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 130.123.081 hingga
menjadi Rp 72.448.253 per tenaga kerja pada tahun 2021 (Tabel 4.1.1).

64 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 4.1.1. Nilai Tambah Pertanian Per Tenaga Kerja di Sektor


Pertanian Menurut Provinsi di Indonesia, 2017-2021

Nilai Tambah Pertanian Dibagi Jumlah Tenaga Kerja (Rp/Tenaga Kerja) Pertumb 2017-
Provinsi
2017 2018 2019 2020 2021 2021 (%)
Aceh 50.084.142 57.250.212 58.476.041 58.692.850 65.183.290 6,97
Sumatera Utara 61.221.844 65.310.979 65.883.233 71.399.202 75.608.129 5,46
Sumatera Barat 60.403.961 63.307.996 63.444.677 57.871.786 61.265.328 0,53
Riau 145.498.342 149.541.382 154.991.101 165.160.425 186.128.829 6,42
Jambi 69.106.275 75.191.618 78.268.309 78.880.562 92.016.190 7,58
Sumatera Selatan 32.808.983 34.096.042 35.645.547 36.935.389 39.537.471 4,78
Bengkulu 37.349.512 44.305.315 45.400.557 42.961.110 47.977.161 6,85
Lampung 54.137.567 60.612.097 60.430.497 54.946.581 57.274.356 1,71
Kep. Bangka Belitung 60.476.245 63.201.971 65.571.850 67.903.078 90.195.289 11,16
Kep. Riau 109.922.192 112.616.920 109.921.407 88.571.947 86.555.430 -5,41
Dki Jakarta 130.123.081 93.703.148 95.408.352 83.074.739 72.448.253 -12,97
Jawa Barat 53.298.284 58.644.423 63.388.237 52.424.691 53.847.252 0,88
Jawa Tengah 40.151.523 43.558.768 45.008.038 41.796.719 46.505.049 3,99
Di Yogyakarta 27.619.041 31.311.675 31.942.484 32.839.862 35.761.810 6,77
Jawa Timur 38.903.037 40.419.810 40.496.540 39.532.353 42.375.056 2,22
Banten 47.249.015 64.305.741 62.737.336 56.656.856 63.634.639 9,07
Bali 59.417.239 70.263.726 73.198.088 62.021.072 64.599.194 2,83
Nusa Tenggara Barat 37.687.011 39.959.418 39.324.374 34.673.641 36.882.527 -0,25
Nusa Tenggara Timur 19.812.513 24.101.871 23.520.940 21.650.180 22.860.080 4,22
Kalimantan Barat 30.134.374 33.986.428 35.620.192 36.949.977 41.801.670 8,61
Kalimantan Tengah 52.839.200 54.743.303 59.040.664 65.600.023 75.373.559 9,37
Kalimantan Selatan 33.915.646 40.011.969 41.207.390 37.133.903 39.905.217 4,64
Kalimantan Timur 135.705.272 157.265.984 159.684.833 154.191.705 164.355.886 5,14
Kalimantan Utara 147.289.097 135.364.238 153.748.725 160.272.315 175.557.483 4,82
Sulawesi Utara 87.863.675 77.633.467 81.806.695 84.330.002 106.361.868 5,74
Sulawesi Tengah 60.753.682 70.143.912 70.864.028 65.727.944 74.059.461 5,48
Sulawesi Selatan 67.374.646 75.472.191 73.094.626 68.677.992 78.976.457 4,46
Sulawesi Tenggara 60.489.783 66.597.934 69.038.358 66.389.333 74.799.690 5,65
Gorontalo 78.538.010 84.553.260 89.919.294 88.765.761 98.241.444 5,85
Sulawesi Barat 50.730.017 61.617.670 62.224.227 59.066.732 67.796.601 8,04
Maluku 36.841.676 40.699.488 40.554.135 42.129.664 43.154.985 4,11
Maluku Utara 32.773.537 37.434.296 37.101.243 37.763.454 56.948.791 16,48
Papua Barat 56.320.178 62.503.283 65.668.506 60.919.528 59.081.780 1,45
Papua 18.499.048 19.730.773 19.752.010 21.606.160 19.838.286 1,99
Indonesia 49.769.966 49.722.772 56.776.482 55.341.371 60.700.128 5,31
Sumber : BPS
Keterangan : 2020 merupakan Angka Sementara
2021 merupakan Angka Sangat Sementara

Produsen pangan skala kecil berperan penting dalam


menyumbang produksi pangan secara nasional maupun global.
Peningkatan pendapatan untuk produsen pangan skala kecil juga
memiliki manfaat pada penurunan kemiskinan karena sebagian dari
produsen pangan skala kecil juga termasuk rumah tangga miskin.
Indikator rata-rata pendapatan produsen pertanian skala kecil diukur
dalam USD PPP (Purchasing Power Parity) Per Working Day. Pada
tahun 2020 Provinsi Jawa Barat memiliki rata-rata pendapatan tertinggi

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 65


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

untuk produsen pertanian skala kecil dibandingkan Provinsi Jawa Timur


dan NTB, yaitu sebesar USD PPP 683,37 per Working Day seperti
terlihat pada Gambar 4.1.3.

(USD PPP Per


Working Day)

683,37
641,97
700
573,83
600
466,73
500

400

300

200

100

0
Jawa Barat Jawa Timur NTB Rata-rata 3
Provinsi

Gambar 4.1.3.Rata-Rata Pendapatan Produsen Pertanian


Skala Kecil di 3 Provinsi di Indonesia, 2020

13,52
14

12 10,28

10 8,33

4
1,57
2

0
Jawa Barat Jawa Timur NTB Rata-rata 3
Provinsi

Gambar 4.1.4. Proporsi Areal Pertanian Produktif dan


Berkelanjutan di 3 Provinsi di Indonesia, 2020

66 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Areal pertanian yang produktif dan berkelanjutan akan menjamin


tersedianya lahan pertanian untuk produksi pangan pokok bagi
kemandirian dan ketahanan pangan nasional. Peningkatan areal
pertanian produktif dan berkelanjutan di Indonesia berperan penting
untuk keberlangsungan produksi pangan secara nasional maupun
global. Indikator proporsi areal pertanian produktif dan berkelanjutan di 3
provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa proporsi areal pertanian
produktif dan berkelanjutan di Provinsi NTB pada tahun 2020 hanya
sebesar 1,57, berbeda jauh dibandingkan di Provinsi Jawa Barat dan
Jawa Timur seperti terlihat pada Gambar 4.1.4.

4.2. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Pertanian

Berdasarkan hasil Survei Antar Sensus Pertanian Tahun 2018


sebagai kelanjutan dari Sensus Pertanian 2013, ada sekitar 27,68 juta
RTUP. Sebanyak 17,62 juta RTUP sumber pendapatan utamanya dari
sektor pertanian. Sektor pertanian di sini merupakan pertanian dalam arti
luas termasuk perikanan, kehutanan dan jasa pertanian lainnya. Secara
umum pertanian sempit menguasai sekitar 95,04% RTP dan sekitar
4,96% saja jumlah RTP dengan sumber pendapatan utama dari
perikanan dan kehutanan. Jumlah RTP menurut sumber pendapatan
utama dari sektor pertanian ini didominasi oleh subsektor tanaman
pangan yaitu sekitar 8,89 juta RTP atau 50,98%. Berikutnya adalah
perkebunan sebesar 4,97 juta RTP atau 28,23%. Secara rinci jumlah
RTP menurut sumber pendapatan utama dari usaha di sektor pertanian
dapat dilihat pada Gambar 4.2.1.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 67


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Jumlah RTUP Berdasarkan Sumber Pendapatan Utama

Hortikultura,
1.565.488,
8,89%

Tan.Pangan,
Bukan Sektor Sektor Pertanian, 8.980.592,
Pertanian; 17.616.298, 63,64% 50,98%
10.065.819; 36,36% Perkebunan,
4.973.036,
28,23%

Jasa pertanian,
21.226, 0,12%
Peternakan,
Kehutanan, 198.939, 1.202.387, 6,83%
1,13% Perikanan,
674.630, 3,83%

Gambar 4.2.1. Jumlah RTUP Menurut Sumber Pendapatan Utama,


Hasil SUTAS 2018

Ada sebanyak 27,22 juta RTUP merupakan RTUP pengguna


lahan atau sekitar 98,34% dari total RTUP menurut hasil SUTAS 2018.
Sementara petani gurem sebagai pengguna lahan adalah sekitar 15,81
juta RTUP atau 41,93% dari total RTUP pengguna lahan (Gambar 4.2.2).

RTUP Pengguna
Lahan Bukan Petani
Gurem, 11.413.375,
41,93%
RTUP Pengguna
Lahan,
27.222.773,
98,34%

RTUP Bukan RTUP Pengguna Lahan


Pengguna Lahan; Petani Gurem,
459.344; 1,66% 15.809.398, 58,07%

Gambar 4.2.2. RTUP Pengguna Lahan dan RTUP Gurem,


Hasil SUTAS 2018

68 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Sumber Pendapatan Utama

Informasi atau data mengenai pendapatan RTP secara rata-rata


nasional hanya tersedia dari hasil Survei Pendapatan Petani 2013 (SPP
2013) yang merupakan kelanjutan dari Sensus Pertanian 2013. Survei
Antar Sensus Pertanian tahun 2018 tidak melakukan pengumpulan data
untuk pendapatan RTP. Berdasarkan data hasil SPP 2013, pendapatan
RTP adalah sekitar Rp. 26,56 juta dalam setahun. Jika dirinci menurut
sumber pendapatan/penerimaan, pendapatan dari usaha di sektor
pertanian adalah sebesar 12,41 juta atau 46,74% dari total
pendapatannya. Informasi ini menunjukkan bahwa usaha di sektor
pertanian belum menjadi sumber pendapatan utama bagi rumah tangga
pertanian (Gambar 4.2.3).

Buruh di Luar
Pertanian;
Buruh 5.484; 20,65%
Pertanian;
1.819; 6,85%
Sektor Pertanian;
12.414; 46,74%

Lainnya dan Luar Sektor Pertanian;


Transfer; 3.574; 13,46%
3.270; 12,31%

Gambar 4.2.3. Rata-rata Pendapatan RTP Menurut Sumber


Pendapatan/ Penerimaan Selama Setahun, Sensus Pertanian 2013

Jika dirinci menurut sumber pendapatan utamanya, rumah


tangga dengan sumber pendapatan utama dari usaha perkebunan
merupakan RTP dengan rata-rata pendapatan tertinggi yaitu sekitar Rp.
29,98 juta. Rata-rata pendapatan dari usaha perkebunan ini melampaui

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 69


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

rata-rata nasional yang telah disebutkan di atas yaitu Rp. 26,56 juta.
Rata-rata pendapatan RTP dengan usaha hortikultura juga berada di
atas rata-rata nasional yaitu sekitar Rp. 27,40 juta dalam setahun.
Sementara rata-rata pendapatan RTP dengan sumber pendapatan
utama dari usaha tanaman pangan hanya sekitar Rp. 19.52 juta dan
berada di bawah rata-rata nasional (Gambar 4.2.4). Hal ini perlu menjadi
perhatian mengingat jumlah RTP dengan sumber pendapatan utama dari
usaha tanaman pangan adalah yang paling banyak.

(Rp 000)

29.975
30.000 27.401 26.561
24.416
25.000
19.515
20.000

15.000

10.000

5.000

0
Tan.Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Nasional

Gambar 4.2.4. Rata-rata Pendapatan RTP dengan Sumber Pendapatan


Utama dari Usaha Selama Setahun Menurut Subsektor, ST 2013

Sesuai informasi pada Gambar 4.1.3, pendapatan RTP dari


usaha sektor pertanian adalah sebesar Rp. 12,41 juta atau 46,74% dari
total penerimaan/pendapatannya. Proporsi dari perkebunan dan
tanaman pangan (padi) memberikan sumbangan terbesar terhadap
pendapatan tersebut, yaitu masing-masing sebesar 33,49% dan 25,31%.
Rata-rata pendapatan per rumah tangga pertanian dari usaha
perkebunan adalah sebesar Rp. 4,16 juta per tahun dan dari usaha
pertanian tanaman pangan (padi) sebesar Rp. 3,14 juta per tahun. Hal

70 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

ini menunjukkan bahwa usaha perkebunan dan tanaman pangan


khususnya padi merupakan usaha yang menjadi andalan, khususnya
dilihat dari kontribusinya terhadap total pendapatan rumah tangga
pertanian. Secara rinci proporsi pendapatan RTP menurut sumber
pendapatan utama dari usaha sektor pertanian dapat dilihat pada
Gambar 4.2.5.

Kehutanan; Jasa
Perikanan; 471; 3,79% Pertanian
918; 7,39% dan
Pembibitan;
Peternakan; 155; 1,25%
1.489; Padi; 3.142;
12,00% 25,31%

Palawija;
Perkebunan;
849; 6,84%
4.157;
33,49%

Hortikultura;
1.232; 9,93%

Gambar 4.2.5. Proporsi Pendapatan RTP Menurut Sumber Pendapatan


dari Usaha di Sektor Pertanian, ST 2013 (dalam ribu rupiah)

Secara umum persentase RTP menurut sumber penghasilan


terbesarnya berdasarkan Susenas tahun 2020 - 2022 dapat dilihat pada
Tabel 4.1.1 di bawah ini. Tahun 2020-2021, sektor pertanian luas
menjadi sumber penghasilan terbesar dengan proprosi berturut-turut
80,10% dan 81,70% dari total RTP. Persentase ini sedikit naik di tahun
2021 menjadi 82,21%. Sumber penghasilan lainnya tahun 2022 secara
umum kurang dari 5% saja, yaitu dari perdagangan, hotel dan rumah
makan sebesar 3,29%, konstruksi bangunan 3,22%, industri pengolahan
2,10% dan jasa 1,36%. Penerimaan pendapatan dalam survey ini
ditambahkan ke dalam rincian sumber penghasilan utama.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 71


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tahun 2022 persentase RTP dengan sumber penghasilan


terbesarnya dari pertanian khususnya di wilayah Luar Jawa lebih tinggi
dibandingkan di Jawa. Persentase ini juga cenderung naik dari tahun-
tahun sebelumnya. Kenaikan ini jika dilihat pada tahun 2021 terjadi lebih
tinggi di Jawa dibandingkan di Luar Jawa. Sementara tahun 2022 di Jawa
cenderung stagnan. Jika dibandingkan berdasarkan wilayah, di Luar
Jawa persentase RTP dengan sumber penghasilan terbesar dari
pertanian lebih tinggi dibandingkan dengan di Jawa. Tahun 2020 sebesar
84,58% RTP di Luar Jawa penghasilan terbesarnya dari pertanian.
Sementara di Jawa sekitar 73,89% (Tabel 4.2.1)

Tabel 4.2.1. Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Sumber


Penghasilan Terbesar di Jawa – Luar Jawa, 2020 – 2022
(%)
Sumber Penghasilan Tahun 2020 Tahun 2021 Tahun 2022
Terbesar Jawa Luar Jawa Indonesia Jawa Luar Jawa Indonesia Jawa Luar Jawa Indonesia
1 Pertanian 73,89 84,58 80,10 76,77 85,75 81,70 76,77 86,60 82,21
2 Pertambangan dan
0,32 0,79 0,59 0,43 0,74 0,60 0,37 0,76 0,58
penggalian
3 Industri pengolahan 3,73 1,22 2,27 3,40 1,15 2,16 3,32 1,11 2,10
4 Listrik dan gas 0,04 0,10 0,08 0,06 0,08 0,07 0,13 0,08 0,10
5 Konstruksi/bangunan 4,42 2,30 3,19 4,43 2,10 3,15 4,81 1,94 3,22
6 Perdagangan, hotel dan
5,44 2,59 3,78 4,41 2,22 3,21 4,65 2,19 3,29
rumah makan
7 Transportasi,
pergudangan, informasi, 1,09 1,15 1,13 1,09 0,94 1,01 1,29 0,94 1,10
dan komunikasi
8 Keuangan dan asuransi 0,21 0,11 0,15 0,12 0,10 0,11 0,24 0,11 0,17
9 Jasa 1,34 0,79 1,02 1,30 0,79 1,02 1,90 0,92 1,36
10 Penerima pendapatan 7,58 3,46 5,19 6,24 3,35 4,66 4,54 2,56 3,45
11 Lainnya 1,93 2,92 2,51 1,75 2,78 2,32 1,98 2,79 2,43
Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber : diolah dari Susenas - BPS

Situasi pandemi yang terjadi mulai tahun 2020 terlihat membawa


dampak pada pendapatan masyarakat. Usaha yang paling terdampak
oleh pandemi salah satunya adalah perdagangan, hotel dan rumah
makan. Tahun 2021 RTP dengan sumber penghasilan dari sektor tadi
menunjukan penurunan baik secara nasional maupun di Jawa dan Luar
Jawa. Secara nasional persentasenya turun menjadi 3,21% pada tahun
2021.

72 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Upaya pemerintah mengatasi pandemi dari sisi ekonomi mulai


terlihat hasilnya pada tahun 2022 ini, dimana sektor perdagangan, hotel
dan rumah makan kembali dapat memberikan penghasilan bagi RTP.
Daerah di Pulau Jawa menunjukan persentase yang naik menjadi 4,65%
untuk jumlah RTP dengan sumber penghasilan dari perdagangan, hotel
dan rumah makan. Demikian juga secara nasional naik menjadi 3,29%.
Hal yang menarik untuk dicermati adalah persentase di Luar Jawa belum
tampak membawa hasil karena persentase RTPnya masih turun
dibandingkan tahun sebelumnya.
.

Proporsi Pengeluaran Untuk Makanan

Dalam ilmu ekonomi, hukum Engel menyatakan bahwa saat


pendapatan meningkat, proporsi pendapatan yang dihabiskan untuk
membeli makanan berkurang, bahkan jika pengeluaran aktual untuk
makanan meningkat. Dalam kata lain, elastisitas pendapatan makanan
selalu di antara 0 dan 1. Menurut Engel, bila persentase pengeluaran
makanan terhadap total pengeluaran lebih dari 80%, maka tingkat
kesejahteraan rumah tangga tersebut dapat dikatakan sangat rendah.
Pengeluaran untuk makanan dapat menjadi indikator
kesejahteraan rumah tangga. Pola pengeluaran dapat mengungkap pola
konsumsi rumah tangga secara umum dengan melihat proporsi
pengeluaran untuk makanan dan non makanannya. Komposisi
pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan pendekatan untuk menilai
tingkat kesejahteraan ekonominya. Semakin rendah persentase
pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran dapat
diasumsikan makin membaik tingkat kesejahteraannya.
Pengeluaran rumah tangga dibedakan menurut kelompok
makanan dan bukan makanan. Perubahan pendapatan seseorang akan
berpengaruh pada pergeseran pola pengeluaran. Semakin tinggi
pendapatan, semakin tinggi pengeluaran bukan makanan. Dengan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 73


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

demikian, pola pengeluaran dapat dipakai sebagai salah satu alat untuk
mengukur tingkat kesejahteraan penduduk, dimana perubahan
komposisinya digunakan sebagai petunjuk perubahan tingkat
kesejahteraan.
Pengeluaran rumah tangga umum (bukan tani/buruh tani) pada
tahun 2022 adalah Rp.1.528.978,- per kapita dalam sebulan, 47,25%
adalah untuk makanan (Rp.722.472,-). Pengeluaran untuk makanan di
RTP adalah Rp.568.665,- atau 57,66% dari total pengeluarannya.
Sementara RT buruh tani pengeluaran untuk makanannya 60,06%
(Rp.553.921,-) dari total pengeluarannya. Berdasarkan data ini dapat
dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan RT buruh tani paling rendah
dibandingkan RTP dan RT umum (Tabel 4.2.2 dan Gambar 4.2.6).

Tabel 4.2.2. Pengeluaran Makanan dan Bukan Makanan, Tahun 2022


(Rupiah/Kapita/Bulan)
Jawa Luar Jawa Indonesia
Rumah Tangga Bukan Bukan Bukan
Makanan Total Makanan Total Makanan Total
Makanan Makanan Makanan

RTP 544.369 406.936 951.305 586.760 425.405 1.012.165 568.665 417.521 986.187
RT Buruh Tani 506.842 323.944 830.786 608.714 420.175 1.028.890 553.921 368.415 922.336
RT bukan tani/buruh tani 732.917 847.383 1.580.301 705.371 739.587 1.444.958 722.472 806.507 1.528.978
Sumber: diolah dari Susenas, BPS

(%)

0,70 60,06%
57,66%
0,60
47,25%
0,50

0,40

0,30

0,20

0,10

-
RTP RT Buruh Tani RT bukan tani/buruh
tani

Gambar 4.2.6. Persentase Pengeluaran untuk Makanan menurut


Jenis Rumah Tangga, Tahun 2022

74 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Pengeluaran rumah tangga pertanian (RTP) berdasarkan hasil


Susenas secara umum dibagi dalam pengeluaran untuk makanan dan
non makanan. Proporsi pengeluaran rumah tangga pertanian (RTP)
untuk makanan dan non makanan dapat dilihat pada gambar 4.1.6.
Tahun 2022 secara nasional persentase pengeluaran RTP untuk
makanan sebesar 57,66% dan masih mendominasi pola pengeluaran
rumah tangga pertanian di Indonesia (Gambar 4.2.7).

Bukan
Makanan
42,34% Makanan
57,66%

Gambar 4.2.7. Proporsi Pengeluaran RTP Untuk Makanan dan Non


Makanan, 2022
Tabel 4.2.3. Persentase pengeluaran untuk makanan dan non makanan
di RTP Jawa – Luar Jawa, 2020 – 2021
(%)
Makanan Bukan makanan
Uraian
2020 2021 2022 2020 2021 2022
Jawa 54,20 54,65 57,22 45,80 45,35 42,78
Luar Jawa 56,82 55,39 57,97 43,18 44,61 42,03
Indonesia 55,77 55,07 57,66 44,23 44,93 42,34
Sumber: diolah dari Susenas BPS

Jika dikaji berdasarkan wilayah Jawa dan Luar Jawa, hasil


pengolahan data menunjukkan persentase pengeluaran untuk makanan
oleh RTP di Luar Jawa sedikit lebih besar dibandingkan RTP di Jawa.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 75


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Namun tahun 2022 di Jawa ada peningkatan yang relatif signifikan jika
dibandingkan dengan peningkatan tahun sebelumnya (Tabel 4.2.3).
Persentase pengeluaran untuk makanan oleh RTP di Luar Jawa tahun
2022 adalah sebesar 57,97%. Sementara untuk Jawa adalah 57,22% di
tahun 2022 naik dari sebelumnya 54,65%. Hal ini dapat mengindikasikan
ada penurunan terhadap kesejahteraan petani di Jawa maupun di Luar
Jawa berdasarkan asumsi hukum Engel dimana proporsi pengeluaran
untuk makanan seharusnya turun.

Tabel 4.2.4. Rata-rata pengeluaran RTP per kapita untuk makanan dan
non makanan dalam sebulan di Jawa-Luar Jawa, 2018-
2020
Pertumbuhan
Uraian 2020 2021 2022
2021-2022 (%)
Makanan (Rp/kapita/bulan)
Jawa 485,820 570,821 544,369 -4.63
Luar Jawa 550,276 617,124 586,760 -4.92
Indonesia 523,270 596,229 568,665 -4.62
Bukan Makanan (Rp/kapita/bulan)
Jawa 410,488 473,693 406,936 -14.09
Luar Jawa 418,162 496,939 425,405 -14.40
Indonesia 414,947 486,449 417,521 -14.17
Total (Rp/kapita/bulan)
Jawa 896,308 1,044,514 951,305 -8.92
Luar Jawa 968,438 1,114,064 1,012,165 -9.15
Indonesia 938,217 1,082,679 986,187 -8.91
Sum ber: diolah dari Sus enas BPS

Jika dilihat secara nominal, rata-rata pengeluaran per kapita


untuk makanan dalam sebulan oleh RTP di Indonesia tahun 2022 adalah
Rp 568.665,- (Tabel 4.2.4). Nominal pengeluaran ini menurun dari tahun
2021 sebesar 4,62%. Rata-rata nominal pengeluaran untuk makanan di
Luar Jawa secara umum lebih tinggi dibandingkan di Jawa. Jika
dibandingkan secara nasional, rata-rata pengeluaran nominal di Luar
Jawa bahkan berada di atas rata-rata pengeluaran nominal secara
nasional (Gambar 4.2.8).
Rata-rata pengeluaran untuk makanan meningkat setiap tahunnya
baik di Jawa maupun Luar Jawa. Tahun 2021 rata-rata pengeluaran

76 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

untuk makanan di Luar Jawa sebesar Rp.617.124,- turun menjadi Rp.


586.760,- per kapita per bulan di tahun 2022. Sementara di Jawa tahun
2021 sebesar Rp. 570.821,- dan turun di tahun 2022 menjadi Rp.
544.369,-. Tahun 2022 terjadi penurunan pengeluaran baik untuk
makanan maupun bukan makanan. Persentase penurunan di Luar Jawa
cenderung lebih besar dibandingkan di Jawa (Tabel 4.2.4 dan Gambar
4.2.8).

700.000

600.000

500.000
(Rp/Kapita)

400.000

300.000

200.000

100.000

-
2020 2021 2022 2020 2021 2022
Makanan Bukan Makanan

Jawa Luar Jawa Indonesia

Gambar 4.2.8. Rata-Rata Pengeluaran Nominal Untuk Makanan dan


Non Makanan per Kapita Selama Sebulan, 2018 – 2020

Secara umum penurunan pengeluaran untuk bukan makanan


lebih besar dibandingkan penurunan pengeluaran untuk makanan. Data
tahun 2022 menunjukan perubahan karena adanya dampak pandemi.
Jika tahun 2021 data Susenas belum menampakan adanya dampak, hal
tersebut terkait karena periode pengumpulan datanya. Pandemi covid-
19 membawa dampak turunnya pengeluaran masyarakat. Perubahan
pengeluaran yang cenderung turun disebabkan karena daya beli yang
menurun. Masyarakat mengurangi pengeluaran kebutuhan sekunder
bahkan pengeluaran primer seperti makanan.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 77


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 4.2.5. Pengeluaran untuk Makanan dan Bukan Makanan menurut


Subsektor, Tahun 2022
(Rupiah/Kapita/Bulan)
Jawa Luar Jawa Indonesia
Rumah Tangga Bukan Bukan Bukan
Makanan Total Makanan Total Makanan Total
Makanan Makanan Makanan
RTP Padi&Palawija 581.911 423.501 1.005.412 634.470 430.167 1.064.637 605.235 426.459 1.031.694

RTP Hortikultura 559.319 504.070 1.063.389 661.897 491.247 1.153.144 607.611 498.033 1.105.644

RTP Perkebunan 577.585 470.313 1.047.898 648.802 515.236 1.164.038 642.134 511.030 1.153.164
RTP Peternakan 575.169 462.724 1.037.893 618.511 579.382 1.197.893 588.207 497.816 1.086.022

RT Buruh Tani di Padi&Palawija 538.045 332.748 870.793 585.411 359.340 944.751 549.071 338.938 888.009

RT Buruh Tani di Hortikultura 507.018 336.797 843.815 646.635 474.028 1.120.664 542.148 371.326 913.474

RT Buruh Tani di Perkebunan 582.025 449.007 1.031.032 687.365 502.328 1.189.693 673.716 495.419 1.169.135

RT Buruh Tani di Peternakan 578.143 481.027 1.059.171 680.482 527.347 1.207.829 607.004 494.090 1.101.094

RT bukan tani/buruh tani 791.625 950.099 1.741.724 773.049 838.439 1.611.488 784.879 909.551 1.694.431
Sumber: diolah dari Susenas, BPS

Jika dirinci menurut subsektor, RTP perkebunan menunjukan


pola pengeluaran yang lebih tinggi dibandingkan subsektor lainnya.
Secara total nasional pengeluaran untuk makanan RTP perkebunan
adalah Rp. 642.134,- Sebaliknya RTP subsektor peternakan
pengeluaran untuk makanannya terendah dibandingkan subsektor lain.
Sementara RTP buruhtani subsektor perkebunan pengeluaran untuk
makanannya lebih tinggi dibandingkan RTP buruh tani subsektor lain
yaitu Rp. 673.716,-. Bahkan pengeluaran RTP buruhtani subsektor
perkebunan ini lebih tinggi dibandingkan RTP usaha tani (Tabel 4.2.5 dan
Gambar 4.2.9).

800.000

700.000

600.000
(Rp/Kap/Bulan)

500.000

400.000

300.000

200.000

100.000

Gambar 4.2.9. Pengeluaran untuk Makanan menurut Subsektor,


Tahun 2022

78 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

4.3. Nilai Indeks Gini

Ukuran yang dapat menggambarkan ketidakmerataan


pendapatan antara lain adalah koefisien gini (gini ratio) yang dapat
digunakan untuk mengukur ketimpangan atau kemerataan pendapatan.
Gini ratio (G) adalah ukuran dispersi statistik untuk mewakili distribusi
pendapatan suatu populasi dan merupakan ukuran ketimpangan yang
paling umum digunakan.
Distribusi pendapatan merupakan salah satu aspek kemiskinan
yang perlu dilihat karena merupakan ukuran kemiskinan relatif. Oleh
karena data pendapatan sulit diperoleh, pengukuran distribusi
pendapatan didekati dengan menggunakan data pengeluaran. Ukuran
yang menggambarkan ketidakmerataan pendapatan antara lain adalah
koefisien gini (gini ratio), Nilai G berkisar antara 0 sampai 1 dimana dapat
dikatakan terjadi ketimpangan yang rendah jika nilai G < 0,4;
ketimpangan sedang jika 0,4 ≤ G ≤ 0,5 dan terjadi ketimpangan tinggi jika
nilai G > 0,5. Koefisien bervariasi antara 0 sampai 1. Nilai G = 0
mencerminkan kesetaraan lengkap di mana semua nilai sama (dimana
setiap orang memiliki pendapatan yang sama); dan G = 1 menunjukkan
ketimpangan lengkap, dimana satu orang memiliki semua pendapatan
atau konsumsi dan semua orang lain tidak memilikinya.
Nilai Gini Ratio (G) yang dihitung berdasarkan hasil Susenas
dalam analisis ini adalah menggunakan pendekatan pengeluaran.
Secara umum interpretasinya tidak berbeda dengan nilai G yang dihitung
menggunakan pendekatan pendapatan. Gini Ratio merupakan ukuran
tingkat ketimpangan pengeluaran sebagai proksi pendapatan penduduk
yang banyak digunakan di berbagai negara. Perubahan Gini Ratio
merupakan indikasi dari adanya perubahan distribusi pengeluaran
penduduk. Tahun 2020 – 2022 nilai G di wilayah Jawa, Luar Jawa dan
Indonesia baik untuk RTP maupun non RTP dapat dilihat pada Tabel
4.3.1.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 79


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 4.3.1. Nilai Gini Ratio Pada Rumah Tangga Pertanian dan Non
Pertanian, Tahun 2020-2022

Rumah Tangga Pertanian Rumah Tangga Non Pertanian


Wilayah
2020 2021 2022 2020 2021 2022

Jawa 0.3126 0.3168 0.3163 0.3988 0.4077 0.4149

Luar Jawa 0.2989 0.3024 0.3011 0.3557 0.3561 0.3528

Nasional 0.3061 0.3109 0.3095 0.3832 0.3893 0.3933

Sumber : Diolah dari Data Susenas Maret, BPS

Pada periode Maret 2020 sampai Maret 2022, secara nasional


gini ratio terlihat terjadi sedikit peningkatan, baik di rumah tangga petani
(RTP) maupun rumah tangga non pertanian yang berarti terjadi
perubahan distribusi pengeluaran pada rumah tangga pertanian dan non
pertanian kearah yang kurang membaik, terlihat tahun 2021 mengalami
peningkatan ketimpangan distribusi pengeluaran dibandingkan tahun
sebelumnya di rumah tangga pertanian naik sekitar 0,005 poin dan
kemudian menurun 0,001 poin tahun 2022, sementara di rumah tangga
non pertanian taun 2021 naik 0,006 poin dan naik 0,004 poin tahun 2022.
Meningkatnya nilai gini ratio ini diduga sebagai dampak terjadinya
Pandemi Covid-19 (Tabel 4.3.1).
Secara umum bila dilihat antar rumah tangga pertanian (RTP)
dan rumah tangga non pertanian terlihat terjadi ketimpangan yang lebih
melebar antar rumah tangga non pertanian, mengingat sumber
pendapatan dengan lapangan usaha yang bervariasi yang
mengakibatkan distribusi pengeluaran juga bervariasi. Sementara pada
rumah tangga pertanian terlihat relatif homogen sehingga distribusi
pengeluaran di RTP relatif lebih merata dibandingkan pengeluaran di
rumah tangga non pertanian. Nilai gini ratio untuk rumah tangga non
pertanian secara nasional berkisar antara 0,3832 sampai 0,3933 pada
periode 2020 – 2022. Nilai G ini berada pada kisaran 0,380 ≤ G ≤ 0,390

80 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

artinya termasuk dalam kategori ketimpangan sedang. Sementara nilai


G untuk RTP pada periode yang sama lebih rendah yaitu 0,3061 sampai
0,3109, hal ini termasuk dalam kategori ketimpangan rendah yang berarti
distribusi pengeluaran di RTP relatif seragam namun dengan rata-rata
pengeluaran tahun 2022 sebesar Rp 986 ribu per kapita/bulan
sementara rata-rata di rumah tangga non pertanian lebih tinggi yaitu Rp
1,53 juta per kapita/bulan.

Rumah Tangga Pertanian Rumah Tangga Non Pertanian

0.45 0.45
0.4149
0.4077
0.3988
0.40 0.40

0.3557 0.3561 0.3528


0.35 0.35
0.3126 0.2989 0.3168 0.3163
0.3024 0.3011
0.30 0.30

0.25 0.25

0.20 0.20

0.15 0.15

0.10 0.10
2020 2021 2022 2020 2021 2022

Jawa Luar Jawa Nasional Jawa Luar Jawa Nasional

Gambar 4.3.1 Nilai Gini Ratio pendapaan di Rumah Tangga Pertanian


dan Non Pertanian, 2020–2022

Pada Gambar 4.3.1 dapat dilihat nilai G untuk rumah tangga non
pertanian di Jawa cenderung lebih tinggi dibandingkan Luar Jawa
maupun secara nasional. Demikian pula nilai G untuk RTP di Jawa juga
cenderung lebih tinggi dari nilai G untuk RTP di Luar Jawa maupun
secara nasional, sehinga terlihat bahwa di Jawa dengan kepadatan
penduduk yang cukup tinggi dan lebih bervariasi sumber pendapatnnya,
sehingga berdampak terhadap kecenderungan ketimpangan yang lebih
tinggi melebar dibandingkan luar Jawa atau distribusi pengeluaran makin
bervariasi antar penduduk.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 81


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

4.4. Kemiskinan di Perdesaan

Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan bersifat


multidimensional sehingga menjadi prioritas pembangunan. Program-
program pembangunan yang dilaksanakan selama ini selalu
memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan
karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat antara lain melalui program
KKS (Kartu Kesejahteraan Sosial), Rastra (Beras Sejahtera), BPNT
(Bantuan Pangan Non Tunai), PIP (Program Indonesia Pintar), dan PKH
(Program Keluarga Harapan). Kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran
per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan (BPS, 2020). Jumlah
penduduk miskin yang disajikan dalam analisis ini adalah berdasarkan
data survei sosial ekonomi nasional (Susenas, BPS) bulan Maret dengan
konsep penduduk dan untuk rumah tangga pertanian dan non pertanian.
Berdasarkan data BPS, garis kemiskinan tahun 2020-2022
berturut-turut sebesar Rp 454.652 per kapita/bulan, Rp 472.525 per
kapita/bulan dan Rp 505.469 per kapita/bulan atau tahun 2022 naik
6,97% dibandingkan tahun 2021. Garis kemiskinan di perkotaan
cenderung lebih tinggi dibandingkan di pedesaan, Tahun 2022 garis
kemiskinan di perkotaan sebesar Rp 521.494 per kapita/bulan atau naik
6,54% dan di pedesaan Rp. 484.209 per kapita/bulan atau naik 7,56%.
Analisis dalam tulisan ini akan membahas analisis kemiskinan
khususnya penduduk pada rumah tangga pertanian dan non pertanian.
Tingkat kemiskinan penduduk pada rumah tangga pertanian
(RTP) yang dianalisis terdiri dari rumah tangga usaha tani dan rumah
tangga buruh tani, Data yang digunakan adalah jumlah penduduk di
bawah garis kemiskinan pada RTP hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas-BPS) Maret tahun 2020 sampai dengan 2022, dengan

82 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

cakupan RTP meliputi sub sektor tanaman pangan, hortikultura,


perkebunan dan peternakan. Jumlah penduduk yang digunakan dalam
analisis ini menggunakan data jumlah penduduk hasil sensus penduduk
2020, dengan proyeksi penduduk tahun 2021 dan 2022 berdasarkan
periode Susenas Maret-BPS.
Perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia selama periode
2020-2022 mengalami sedikit penurunan 0,39% per tahun, yang
disebabkan adanya penurunan tahun 2022 dibandingkan tahun 2020
dan 2021,diduga sebagai dampak mulai meredanya Pandemi Covid-19
pada tahun 2022 ini dibandingkan kondisi dua tahun sebelumnya. Pada
Tabel 4.4.1. terlihat jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 tercatat
sebesar 26,42 juta orang atau 9,78% dari jumlah penduduk Indonesia
dan meningkat pada tahun 2021 menjadi 27,54 juta orang atau 10,14%
sebagai dampak Pandemi Covid 19, kemudian tahun 2022 menurun
menjadi 26,16 juta orang atau 9,54% dari jumlah penduduk Indonesia.
Dari total penduduk miskin yang ada pada tahun 2020 tersebut sekitar
37,64% atau 9,95 juta orang merupakan anggota rumah tangga
pertanian (RTP) dan 12,67% atau 3,35 juta orang merupakan anggota
pada buruh tani, selanjutnya tahun 2021 meningkat menjadi 40,71%
(RTP) dan 14,73% (buruh tani) dan pada akhirnya tahun 2022 seiring
dengan meredanya pandemi Covid-19 terjadi penurunan secara
persentase masing-masing menjadi 39,59% atau 10,36 juta jiwa (RTP)
dan 13,31% dari total penduduk miskin Indonesia atau 3,48 juta orang
(buruh tani). Sementara untuk persentase penduduk miskin di RTP
terhadap jumlah penduduk di RTP menurun 5,41% per tahun dan pada
buruh tani menurun 4,62% per tahun, secara rinci disajikan pada Tabel
4.4.1.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 83


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 4.4.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia, di


Rumah Tangga Pertanian dan Buruh Tani, 2020 – 2022

No. Uraian 2020 2021 2022

1 Penduduk Indonesia 270,315,430 271,584,775 274,204,096

2 Jumlah Penduduk Miskin 26,424,017 27,542,772 26,161,298

3 Jumlah Anggota Rumah Tangga Pertanain (RTP) 63,887,185 73,145,268 74,491,896

4 Jumlah Anggota RTP Miskin 9,945,488 11,213,159 10,358,416


5 Jumlah Anggota Buruh Tani 21,120,706 24,852,248 24,289,788

6 Jumlah Anggota Buruh Tani Miskin 3,348,558 4,058,078 3,480,943

7 % Penduduk Miskin Indonesia 9.78 10.14 9.54


8 % Anggota RTP Miskin thd pddk miskin 37.64 40.71 39.59
9 % Anggota RTP Miskin thd total anggota RTP 15.57 15.33 13.91
10 % Anggota Buruh Tani Miskin thd pddk miskin 12.67 14.73 13.31
% Anggota Buruh Tani Miskin thd total anggota
11 buruh tani 15.85 16.33 14.33
Sumber : BPS, diolah Pusdatin
Keterangan : Jumlah Penduduk SP 2020 dan Proyeksi Penduduk berdasarkan periode Susenas Maret-BPS

Selanjutnya bila dilihat jumlah penduduk miskin per sub sektor di


rumah tangga pertanian dan buruh tani, secara umum menunjukkan
bahwa sub sektor tanaman pangan merupakan sub sektor dengan jumlah
penduduk miskin yang paling besar sebanding jumlah anggota RTP sub
sektor tanaman pangan. Mulai tahun 2021 penyajian data dapat dirinci per
sub sektor, sehingga analisis dilakukan perbandingan tahun 2021 dan
2022 (Tabel 4.3.2). Jumlah penduduk miskin pada rumah tangga usaha
tani tahun 2022 menurun 7,62% dibandingkan tahun sebelumnya atau
menjadi 10,36 juta orang, dengan penurunan yang cukup signifikan terjadi
pada sub sektor hortikulturan dan peternakan masing-masing 21,29% dan
19,68%. Sebaran penduduk miskin di rumah tangga pertanian tahun 2022
sekitar 62,66% berada di usaha tani tanaman pangan, sub sektor terbesar
berikutnya adalah perkebunan yaitu 22,79%. Sementara untuk sub sektor
hortikultura dan peternakan masing-masing sebesar 8% dan 6,53%.
Secara rinci jumlah penduduk miskin per sub sector di rumah tangga
pertanian dan buruh tani 2021 dan 2022 tersaji pada Tabel 4.3.2. Pola
yang sama terjadi juga pada rumah tangga buruh tani pada tahun 2022

84 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

terjadi penururnan sebesar 14,22% yaitu dari 4,06 juta orang menjadi 3,48
jut orang dengan penurunan yang cukup signifikan pada buruh tani
hortikultura sebesar 27%, buruh tani tanaman pangan dan peternakan
masing-masing menurun 14,53% dan 11,47%.

Tabel 4.4.2. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin per Sub Sektor di
Rumah Tangga Pertanian, 2021 dan 2022

Penduduk Miskin di Rumah Penduduk Miskin di Rumah


Sub Sektor Tangga Pertanian (Jiwa) Pertumbuhan (%) Tangga Buruh Tani (Jiwa) Pertumbuhan (%)
2021 2022 2021 2022
Tanaman Pangan 6,892,301 6,490,914 -5.82 2,628,706 2,246,632 -14.53
Hortikultura 1,054,956 830,303 -21.29 325,041 237,161 -27.04
Perkebunan 2,423,989 2,361,000 -2.60 948,658 859,338 -9.42
Peternakan 841,913 676,199 -19.68 155,673 137,813 -11.47
Pertanian 11,213,159 10,358,416 -7.62 4,058,078 3,480,943 -14.22
Sumber : Susenas Maret, BPS diolah

4.5. Nilai Tukar Petani.

Nilai Tukar Petani merupakan perbandingan antara indeks yang


diterima petani (IT) dengan indeks yang dibayar petani (IB) yang
dinyatakan dalam persentase, sehingga NTP dapat menggambarkan
tingkat daya beli petani untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah
tangga dan usaha taninya. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin
kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani. Dalam perhitungan Nilai
Tukar Petani (NTP) oleh BPS digunakan diagram timbang yang
merupakan bobot/nilai masing-masing jenis komoditi pertanian hasil
produksi pertanian dan barang/jasa yang termasuk dalam paket
komoditas. Diagram timbang tersebut disusun pada tahun dasar, dan
merupakan periode waktu yang ditentukan sebagai permulaan
dihitungnya angka indeks. Data NTP tahun 2020 sampai dengan 2022
menggunakan tahun dasar 2018 (2018=100).
Nilai diagram timbang atau penimbang yang digunakan dalam
penyusunan indeks yang diterima (IT) adalah nilai produksi yang dijual

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 85


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

oleh petani dari setiap jenis barang hasil pertanian tanaman pangan,
hortikultura, tanaman perkebunan rakyat, peternakan dan perikanan.
Data yang digunakan adalah produksi, harga produsen dan persentase
marketed surplus setiap komoditas. Sementara nilai penimbang dalam
harga yang dibayar (IB) adalah nilai konsumsi/nilai biaya barang-barang
atau jasa yang dikeluarkan/dibeli baik untuk kebutuhan konsumsi rumah
tangga maupun kebutuhan untuk memproduksi hasil pertanian.

Nilai Tukar Petani (NTP) Pertanian dan Pertanian Sempit

NTP dapat digunakan sebagai salah satu proxy untuk melihat


tingkat kesejahteraan petani secara cepat atau jangka pendek, dengan
asumsi kesamaan kuantitas produksi antar waktu. Dalam jangka
menengah/panjang, NTP akan lebih akurat bila diiringi dengan indikator
volume produksi pertanian atau sumber pendapatan lain. NTP juga
dapat digunakan untuk mengukur kemampuan tukar (term of trade)
produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam
berproduksi dan konsumsi rumah tangga.
Dalam analisis NTP ini, data yang digunakan adalah data tahun
2020 sampai dengan 2022 menggunakan tahun dasar 2018=100 dan
data NTP tahun 2022 yang digunakan sampai dengan Oktober. Cakupan
data pertanian sempit meliputi subsektor tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan rakyat dan peternakan, sementara pertanian luas adalah
pertanian sempit dan perikanan.
Dari Tabel 4.5.1 terlihat pada tahun 2020, nilai IT pertanian luas
secara nasional sebesar 107,46 yang menunjukkan adanya peningkatan
rata-rata tingkat harga produk pertanian sebesar 7,46% dibandingkan
dengan rata-rata tingkat harga produk yang sama pada tahun dasar
2018. Demikian pula, nilai IB pada tahun 2020 sebesar 105,72 yang
menunjukkan peningkatan harga kebutuhan petani sebesar 5,72%
dibandingkan tingkat harga kebutuhan petani pada tahun 2018. Pada

86 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

tahun 2020, NTP nasional gabungan sebesar 101,65 yang menunjukkan


bahwa daya beli riil petani pada tahun 2020 lebih tinggi 1,65% dibanding
daya beli riil petani tahun 2018.
Pada tahun 2021, terlihat nilai IT pertanian luas secara nasional
sebesar 112,94 yang menunjukkan adanya peningkatan rata-rata tingkat
harga produk pertanian sebesar 12,94% dibandingkan dengan rata-rata
tingkat harga produk yang sama pada tahun dasar 2018. Nilai IB tahun
2021 sebesar 107,93 juga menunjukkan adanya peningkatan harga
kebutuhan petani sebesar 7,93% dibandingkan tingkat harga kebutuhan
petani pada tahun 2018. NTP nasional gabungan tahun 2021 sebesar
104,64% menunjukkan daya beli riil petani pada tahun 2021 lebih tinggi
4,64% dibanding daya beli riil petani tahun 2018.
Sementara itu rata-rata nilai NTP nasional gabungan bulan
Januari-Oktober tahun 2022 sebesar 107,11, meningkat jika
dibandingkan dengan rata-rata nilai NTP Januari-Oktober tahun 2021
yang sebesar 104,01. Hal ini berarti bahwa rata-rata daya beli riil petani
selama Januari-Oktober 2022 meningkat sebesar 2,98% dibandingkan
tahun 2021 periode yang sama.
Perhitungan nilai IT, IB dan NTP nasional sektor pertanian sempit
hanya mencakup subsektor tanaman pangan, hortikultura, tanaman
perkebunan rakyat dan peternakan, tanpa memperhitungkan subsektor
perikanan. Nilai IT pertanian sempit tahun 2020 sebesar 107,54 yang
menunjukkan adanya peningkatan rata-rata tingkat harga produk
pertanian sebesar 7,54% dibandingkan dengan rata-rata tingkat harga
produk yang sama pada tahun dasar 2018. Nilai IB pertanian sempit
pada tahun 2020 sebesar 105,75 yang menunjukkan peningkatan harga
kebutuhan petani sebesar 5,75% dibandingkan tingkat harga kebutuhan
petani pada tahun 2018. Pada tahun 2020, NTP nasional pertanian
sempit sebesar 101,69 yang menunjukkan bahwa daya beli riil petani
pada sektor pertanian sempit di tahun 2020 lebih tinggi 1,69% dibanding
daya beli riil petani tahun 2018.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 87


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Pada tahun 2021 terlihat nilai IT pertanian sempit secara nasional


sebesar 113,02 yang menunjukkan adanya peningkatan rata-rata tingkat
harga produk pertanian sebesar 13,02% dibandingkan dengan rata-rata
tingkat harga produk yang sama pada tahun dasar 2018. Nilai IB
pertanian sempit tahun 2021 sebesar 107,98 juga menunjukkan adanya
peningkatan harga kebutuhan petani sebesar 7,98% dibandingkan
tingkat harga kebutuhan petani pada tahun 2018. NTP nasional pertanian
sempit tahun 2021 sebesar 104,66 yang menunjukkan daya beli riil
petani di sektor pertanian sempit pada tahun 2021 lebih tinggi 4,66%
dibanding daya beli riil petani tahun 2018.
Sementara itu rata-rata nilai NTP nasional pertanian sempit
periode bulan Januari-Oktober tahun 2022 sebesar 107,15, meningkat
dibandingkan rata-rata nilai NTP periode Januari-Oktober tahun 2021
yang sebesar 104,02. Hal ini berarti bahwa rata-rata daya beli riil petani
di sektor pertanian sempit selama Januari-Oktober 2022 meningkat
sebesar 3,01% dibandingkan tahun 2021 periode yang sama (Tabel
4.51).

Tabel 4.5.1. Perkembangan It, Ib, NTP dan NTUP Nasional, 2020-2022
Tahun
Pertumb.
No. Uraian Januari-Oktober Okt'22 thd
2020 2021 Okt'21 (%)
2021 2022
Nasional
1 IT 107,46 112,94 112,09 119,99 7,05
2 IB 105,72 107,93 107,77 112,02 3,95
3 NTP 101,65 104,64 104,01 107,11 2,98
Nasional Pertanian Sempit
1 IT 107,54 113,02 112,14 120,11 7,10
2 IB 105,75 107,98 107,81 112,09 3,97
3 NTP 101,69 104,66 104,02 107,15 3,01
Nasional Usaha Pertanian
1 IT 107,46 112,94 112,09 119,99 7,05
2 IB (BPPBM) 105,18 107,62 107,39 111,79 4,10
3 NTUP 102,17 104,95 104,37 107,33 2,83
Sumber : BPS
Keterangan : Tahun 2020-2022 menggunakan tahun dasar 2018 (2018=100)

88 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Nilai Tukar Usaha Pertanian adalah nilai tukar yang


mempertimbangkan pengeluaran hanya dari usaha taninya yakni biaya
produksi dan penambahan barang modal (BPPBM), tanpa
memperhitungkan pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga. Seperti
telah disebutkan sebelumnya, rata-rata nilai IT bulan Januari-Oktober
tahun 2022 mengalami peningkatan sebesar 7,05% dibanding tahun
2021 periode yang sama, sementara nilai IB dari usaha taninya pada
periode tersebut naik sebesar 4,10%. Laju peningkatan nilai IT yang
sedikit lebih besar dari laju biaya usaha tani yang dikeluarkan
mengakibatkan NTUP bulan Januari-Oktober tahun 2022 meningkat
dibanding tahun 2021 periode yang sama yaitu sebesar 2,83%. NTUP
pada tahun 2022 (Januari-Oktober) sebesar 107,33 yang menunjukkan
bahwa pendapatan petani lebih besar 7,33% daripada nilai pengeluaran
untuk usaha taninya jika dibandingkan kondisi tahun 2018 (Tabel 4.5.1).
Perkembangan NTP nasional pertanian luas periode bulanan
tahun 2020-2022 (2018=100) menunjukkan pola yang hampir sama
dengan perkembangan NTUP nasional pada periode yang sama,
keduanya cenderung stabil dengan rata-rata pertumbuhan masing-
masing sebesar 0,19% dan 0,13% per bulan. Laju peningkatan NTUP
yang hampir sama dengan laju peningkatan NTP tersebut menyebabkan
perkembangan pola nilai NTP dan NTUP dari bulan ke bulan relatif sama
dan stabil. Hal ini menunjukkan laju peningkatan yang hampir sama
untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga dengan laju peningkatan
pengeluaran untuk biaya produksi dan penambahan barang modal
(BPPBM) pada periode tersebut. Dengan asumsi bahwa volume
kebutuhan rumah tangga dan keperluan usaha tani adalah tetap, maka
dapat dikatakan laju peningkatan harga barang konsumsi rumah tangga
beriringan dengan laju peningkatan harga barang produksi untuk
keperluan usaha taninya.
Nilai NTP dan NTUP bulanan secara nasional sektor pertanian
luas tertinggi terjadi pada bulan Maret 2022 yaitu dengan nilai NTP

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 89


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

sebesar 109,29 dan nilai NTUP sebesar 109,25. NTP dan NTUP
terendah terjadi pada bulan Mei 2020 dengan NTP sebesar 99,47 dan
NTUP sebesar 100,16. Perkembangan NTP dan NTUP nasional bulanan
selama Januari tahun 2020 sd Oktober tahun 2022 seperti yang tersaji
pada Gambar 4.5.1.

120

115

110

105

100

95

90
Jul-20

Jul-21

Jul-22
Jan-20

Jun-20

Jan-21

Jun-21

Jan-22

Jun-22
Aug-20
Sep-20

Aug-21
Sep-21

Mar-22

Aug-22
Sep-22
Feb-20
Mar-20
Apr-20

Oct-20
Nov-20
Dec-20

Feb-21
Mar-21

Oct-21
Nov-21
Dec-21
May-20

Apr-21
May-21

Feb-22

Apr-22

Oct-22
May-22
NTP Nasional NTUP Nasional

Gambar 4.5.1. Perkembangan NTP dan NTUP Nasional Bulanan,


Januari 2020 sd Oktober 2022 (Tahun Dasar 2018 =
100)

NTP dan NTUP Menurut Subsektor

Pada tahun 2020, nilai IT subsektor tanaman pangan sebesar


107,32 yang menunjukkan rata-rata tingkat harga produk tanaman
pangan pada tahun 2020 naik sebesar 7,32% dibandingkan rata-rata
tingkat harga produk yang sama pada tahun 2018. Dapat dilihat bahwa
IT Padi dan Palawija pada tahun 2020 masing-masing sebesar 107,79
dan 107,44. Nilai IB subsektor tanaman pangan tahun 2020 sebesar
105,81, ini menunjukkan tingkat pengeluaran petani untuk konsumsi
rumah tangga dan biaya produksi usaha taninya lebih tinggi 5,81%
dibanding tingkat pengeluaran petani tahun 2018.
Pada periode Januari-Oktober 2022, nilai rata-rata IT subsektor
tanaman pangan sebesar 110,50. Ini menunjukkan rata-rata tingkat

90 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

harga produk tanaman pangan pada Januari-Oktober tahun 2022 naik


sebesar 10,50% dibandingkan rata-rata tingkat harga produk yang sama
pada tahun 2018. Dapat dilihat bahwa IT Padi dan Palawija pada Januari-
Oktober tahun 2022 masing-masing sebesar 109,07 dan 116,33. Nilai IT
tahun 2022 ini meningkat sebesar 4,57% jika dibandingkan periode yang
sama tahun 2021.
Pada periode yang sama tahun 2022, nilai IB subsektor tanaman
pangan menunjukkan peningkatan sebesar 4,09%, dibandingkan
periode Januari-Oktober tahun 2021. Hal ini ditunjukkan oleh kenaikan
tingkat harga barang konsumsi rumah tangga dan harga biaya produksi
dan penambahan barang modal (BPPBM) masing-masing sebesar
4,16% dan 3,97%.
NTP subsektor tanaman pangan pada tahun 2020 mencapai
101,43, hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan petani tanaman
pangan pada tahun 2020 meningkat 1,43% dibandingkan dengan kondisi
tahun 2018. Sementara itu NTP subsektor tanaman pangan tahun 2021
sebesar 98,21, yang berarti bahwa kesejahteraan petani tanaman
pangan menurun 1,79% dibandingkan dengan kondisi petani tahun
2018, begitu juga NTP periode Januari-Oktober tahun 2022 sebesar
98,36, yang berarti bahwa kesejahteraan petani tanaman pangan pada
Januari-Oktober tahun 2022 menurun 1,64% dibandingkan dengan
kondisi petani tahun 2018. NTP tahun 2022 ini meningkat sebesar 1,64%
jika dibandingkan NTP tahun 2021 periode yang sama.
NTUP subsektor tanaman pangan pada tahun 2020 mencapai
102,04, hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2020 kesejahteraan
petani dari usaha pertanian tanaman pangan tanpa memperhitungkan
pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga, mengalami peningkatan
sebesar 2,04% dibandingkan kondisi tahun 2018. Pada Januari-Oktober
2022 NTUP subsektor tanaman pangan sebesar 98,82, maka dapat
dikatakan bahwa kesejahteraan petani dari usaha pertanian tanaman
pangan tanpa memperhitungkan pengeluaran untuk konsumsi rumah

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 91


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

tangga mengalami penurunan sebesar 1,18% dibandingkan kondisi


tahun 2018. NTUP tahun 2022 ini mengalami peningkatan sebesar
0,57% dibandingkan tahun 2021 periode yang sama (Tabel 4.5.2)

Tabel 4.5.2. Perkembangan IT, IB, NTP dan NTUP Subsektor Tanaman
Pangan, 2020 – 2022

Tahun
Pertumb.
No Sub Sektor Januari-Oktober Okt'22 thd
2020 2021 Okt'21 (%)
2021 2022
1 IT 107,32 106,17 105,68 110,50 4,57
- Padi 107,79 104,99 104,53 109,07 4,34
- Palawija 107,44 111,11 110,52 116,33 5,25
2 IB 105,81 108,10 107,93 112,34 4,09
- Konsumsi Rumah Tangga 106,04 108,22 108,07 112,57 4,16
- Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal 105,18 107,76 107,56 111,83 3,97
3 NTP 101,43 98,21 97,91 98,36 0,46
4 Nilai Tukar Usaha Pertanian 102,04 98,52 98,25 98,82 0,57
Sumber : BPS
Keterangan : Tahun 2020 - 2022 menggunakan tahun dasar 2018 (2018=100)

Pada subsektor hortikultura, nilai IT subsektor hortikultura tahun


2020 sebesar 107,13 yang menunjukkan rata-rata tingkat harga produk
hortikultura pada tahun 2020 naik sebesar 7,13% dibandingkan rata-rata
tingkat harga produk yang sama pada tahun 2018. Nilai IB subsektor
hortikultura tahun 2020 sebesar 105,77, ini menunjukkan tingkat
pengeluaran petani hortikultura untuk konsumsi rumah tangga dan biaya
produksi usaha taninya lebih tinggi 5,77% dibanding tingkat pengeluaran
petani tahun 2018.
Pada periode Januari-Oktober 2022, nilai rata-rata IT subsektor
hortikultura sebesar 121,64. Hal ini menunjukkan rata-rata tingkat harga
produk hortikultura pada Januari-Oktober tahun 2022 naik sebesar
21,64% dibandingkan rata-rata tingkat harga produk yang sama pada
tahun 2018. Nilai IT tahun 2022 ini meningkat sebesar 10,88% jika
dibandingkan periode yang sama tahun 2021. Peningkatan nilai IT
subsektor hortikultura ini merupakan kontribusi dari naiknya indeks harga
jual komoditas sayur-sayuran dan buah-buahan masing-masing sebesar

92 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

14,70% dan 1,50%, sementara indeks harga jual komoditas tanaman


obat menurun sebesar 11,09%.
Pada periode yang sama tahun 2022, nilai IB subsektor
hortikultura menunjukkan peningkatan sebesar 3,77%, dibandingkan
periode Januari-Oktober tahun 2021. Hal ini ditunjukkan oleh kenaikan
tingkat harga barang konsumsi rumah tangga dan harga biaya produksi
dan penambahan barang modal (BPPBM) masing-masing sebesar
4,03% dan 3,45%.
NTP subsektor hortikultura tahun 2020 sebesar 101,28, yang
menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan petani hortikultura
sebesar 1,28% dibanding kondisi petani tahun 2018. Rata-rata NTP
subsektor hortikultura bulan Januari-Oktober tahun 2022 sebesar 108,97
yang menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan petani hortikultura
meningkat 8,97% dibanding tingkat kesejahteraan petani tahun 2018.
NTP tahun 2022 ini meningkat sebesar 6,85% dibanding NTP subsektor
hortikultura tahun 2021 periode yang sama (Tabel 4.4.3).
NTUP hortikultura pada tahun 2020 sebesar 101,40, ini
menunjukkan adanya peningkatan tingkat kesejahteraan petani
hortikultura pada tahun 2020 sebesar 1,40% dibanding tingkat
kesejahteraan pada tahun 2018, tanpa memperhitungkan pengeluaran
petani untuk konsumsi rumah tangga. Sementara itu pada Januari-
Oktober tahun 2022 NTUP subsektor hortikultura sebesar 109,54, yang
menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan petani hortikultura selama
Januari-Oktober tahun 2022 meningkat 9,54% dibanding tingkat
kesejahteraan petani tahun 2018, tanpa memperhitungkan pengeluaran
petani untuk konsumsi rumah tangga. NTUP hortikultura ini juga
meningkat sebesar 7,18% dibanding tahun 2021 periode yang sama
(Tabel 4.5.3).

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 93


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 4.5.3. Perkembangan IT, IB, NTP dan NTUP Subsektor


Hortikultura, 2020-2022

Tahun
Pertumb.
No Sub Sektor Januari-Oktober Okt'22 thd
2020 2021 Okt'21 (%)
2021 2022
1 IT 107,13 109,42 109,71 121,64 10,88
- Sayur-sayuran 107,29 110,63 110,88 127,19 14,70
- Buah-buahan 106,37 106,47 106,67 108,27 1,50
- Tanaman obat 114,68 108,02 109,43 97,30 -11,09
2 IB 105,77 107,70 107,56 111,62 3,77
- Konsumsi Rumah Tangga 105,69 107,68 107,52 111,85 4,03
- Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal 105,65 107,45 107,34 111,04 3,45
3 NTP 101,28 101,60 101,99 108,97 6,85
4 Nilai Tukar Usaha Pertanian 101,40 101,83 102,20 109,54 7,18
Sumber : BPS
Keterangan : Tahun 2020 - 2022 menggunakan tahun dasar 2018 (2018=100)

Pada subsektor perkebunan rakyat, nilai IT tahun 2020 sebesar


109,89 yang menunjukkan rata-rata tingkat harga produk tanaman
perkebunan rakyat pada tahun 2020 naik sebesar 9,89% dibandingkan
rata-rata tingkat harga produk yang sama pada tahun 2018. Nilai IB
subsektor perkebunan rakyat tahun 2020 sebesar 105,34, yang
menunjukkan tingkat pengeluaran petani perkebunan rakyat untuk
konsumsi rumah tangga dan biaya produksi usaha taninya lebih tinggi
5,34% dibanding tingkat pengeluaran petani tahun 2018.
Pada periode Januari-Oktober 2022, nilai rata-rata IT subsektor
perkebunan rakyat sebesar 141,12. Hal ini menunjukkan rata-rata
tingkat harga produk tanaman perkebunan rakyat pada Januari-Oktober
tahun 2022 naik sebesar 41,12% dibandingkan rata-rata tingkat harga
produk yang sama pada tahun 2018. Nilai IT tahun 2022 ini meningkat
sebesar 10,52% jika dibandingkan periode yang sama tahun 2021.
Pada periode yang sama tahun 2022, nilai IB subsektor
perkebunan rakyat menunjukkan peningkatan sebesar 4,27%,
dibandingkan periode Januari-Oktober tahun 2021. Hal ini ditunjukkan
oleh kenaikan tingkat harga barang konsumsi rumah tangga dan harga
biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) masing-
masing sebesar 3,93% dan 5,67%.

94 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

NTP subsektor perkebunan rakyat tahun 2020 sebesar 104,32,


yang menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan petani
perkebunan rakyat sebesar 4,32% dibanding kondisi petani tahun 2018.
Laju peningkatan nilai IT lebih besar dibandingkan laju peningkatan nilai
IB pada periode Januari-Oktober tahun 2022, sehingga pertumbuhan
NTP subsektor perkebunan rakyat periode Januari-Oktober tahun 2022
mengalami peningkatan sebesar 5,99% dibanding tahun 2021 periode
yang sama. NTP perkebunan rakyat tahun 2022 yang sebesar 126,10
menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan petani perkebunan rakyat
tahun 2022 meningkat 26,10% dibanding tingkat kesejahteraan petani
tahun 2018.
NTUP perkebunan rakyat pada tahun 2020 mencapai 105,23
yang berarti bahwa tanpa memperhatikan pengeluaran konsumsi rumah
tangga, kesejahteraan petani perkebunan rakyat di tahun 2020
mengalami peningkatan kesejahteraan sebesar 5,23% jika dibandingkan
kondisi tahun 2018 (Tabel 4.5.4).

Tabel 4.5.4. Perkembangan IT, IB, NTP dan NTUP Subsektor


Perkebunan Rakyat, 2020 – 2022
Tahun
Pertumb.
No Sub Sektor Januari-Oktober Okt'22 thd
2020 2021 Okt'21 (%)
2021 2022
1 IT 109,89 130,05 127,69 141,12 10,52
- Tanaman Perkebunan Rakyat 109,89 130,05 127,69 141,12 10,52
2 IB 105,34 107,51 107,32 111,91 4,27
- Konsumsi Rumah Tangga 105,52 107,57 107,43 111,65 3,93
- Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal 104,43 106,89 106,54 112,59 5,67
3 NTP 104,32 120,97 118,98 126,10 5,99
4 Nilai Tukar Usaha Pertanian 105,23 121,67 119,85 125,34 4,58
Sumber : BPS
Keterangan : Tahun 2020 - 2022 menggunakan tahun dasar 2018 (2018=100)

Pada subsektor peternakan, nilai IT tahun 2020 sebesar 104,23


yang menunjukkan rata-rata tingkat harga produk peternakan pada tahun
2020 naik sebesar 4,23% dibandingkan rata-rata tingkat harga produk
yang sama pada tahun 2018. Nilai IB subsektor peternakan tahun 2020

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 95


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

sebesar 106,27, yang menunjukkan tingkat pengeluaran peternak untuk


konsumsi rumah tangga dan biaya produksi usaha ternaknya lebih tinggi
6,27% dibanding tingkat pengeluaran peternak tahun 2018.
Pada periode Januari-Oktober 2022, nilai rata-rata IT subsektor
peternakan sebesar 113,26. Hal ini menunjukkan rata-rata tingkat harga
produk peternakan pada Januari-Oktober tahun 2022 naik sebesar
13,26% dibandingkan rata-rata tingkat harga produk yang sama pada
tahun 2018. Indeks harga yang diterima petani subsektor peternakan
disusun oleh empat kelompok komoditas, yaitu ternak besar, ternak kecil,
unggas, dan hasil ternak. Selama periode Januari-Oktober tahun 2022
jika bandingkan 2021 terjadi kenaikan harga jual produk peternakan. Hal
ini ditunjukkan dengan kenaikan IT sebesar 5,38% yakni karena naiknya
harga jual ternak besar, ternak kecil, unggas dan hasil ternak masing-
masing sebesar 3,89%, 4,16%, 6,27%, dan 8,43%.
Begitu juga terjadi kenaikan biaya pengeluaran subsektor
peternakan pada periode yang sama tahun 2022. Kenaikan biaya
pengeluaran ditunjukkan oleh meningkatnya IB sebesar 3,15%, yang
terdiri dari kenaikan harga barang konsumsi rumah tangga sebesar
4,19% dan biaya produksi dan penambahan barang modal subsektor
peternakan sebesar 2,39%.
NTP subsektor peternakan pada tahun 2020 sebesar 98,08, yang
menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan peternak tahun 2020
menurun 1,92% dibanding tingkat kesejahteraan peternak tahun 2018.
Laju peningkatan IT subsektor peternakan selama periode Januari-
Oktober tahun 2022 sedikit lebih besar dibandingkan laju peningkatan IB
subsektor peternakan periode yang sama tahun 2021, sehingga terjadi
kenaikan NTP subsektor peternakan sebesar 2,16% pada periode
Januari-Oktober tahun 2022.
NTUP subsektor peternakan tahun 2020 sebesar 97,87
menunjukkan bila tanpa memperhatikan pengeluaran peternak untuk
konsumsi rumah tangga maka terjadi penurunan kesejahteraan peternak

96 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

sebesar 2,13% dibandingkan tahun 2018. NTUP subsektor peternakan


periode Januari-Oktober tahun 2022 menunjukkan nilai lebih dari 100
yaitu sebesar 101,53, yang berarti bahwa tanpa memperhitungkan
pengeluaran konsumsi rumah tangga peternak dapat dikatakan bahwa
kesejahteraan peternak tahun 2022 meningkat sebesar 1,53%
dibandingkan kesejahteraan peternak tahun 2018. NTUP tahun 2022 ini
juga meningkat dibandingkan NTUP subsektor peternakan periode yang
sama tahun 2021 (Tabel 4.5.5).

Tabel 4.5.5. Perkembangan IT, IB, NTP dan NTUP Subsektor


Peternakan, 2020-2022

Tahun
Pertumb.
No Sub Sektor Januari-Oktober Okt'22 thd
2020 2021 Okt'21 (%)
2021 2022
1 IT 104,23 107,75 107,47 113,26 5,38
- Ternak Besar 106,01 109,80 109,44 113,70 3,89
- Ternak Kecil 105,34 109,94 109,62 114,18 4,16
- Unggas 101,09 104,56 104,44 110,99 6,27
- Hasil Ternak 105,10 106,50 106,39 115,36 8,43
2 IB 106,27 108,63 108,45 111,87 3,15
- Konsumsi Rumah Tangga 105,81 107,75 107,59 112,10 4,19
- Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal 106,51 109,15 108,94 111,54 2,39
3 NTP 98,08 99,19 99,10 101,24 2,16
4 Nilai Tukar Usaha Pertanian 97,87 98,72 98,65 101,53 2,92
Sumber : BPS
Keterangan : Tahun 2020 - 2022 menggunakan tahun dasar 2018 (2018=100)

IT, IB, NTP dan NTUP Menurut Provinsi

Jika dibandingkan dengan tingkat harga jual produk pertanian


pada tahun 2018, maka peningkatan tertinggi dari harga jual produk
pertanian yang terjadi pada tahun 2020 adalah di Provinsi Riau yang
mencapai 24,78% (IT sebesar 124,78), sedangkan yang terendah adalah
Provinsi Bali turun sebesar sebesar 0,97% (IT sebesar 98,03), seperti
terlihat pada Tabel 4.5.6.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 97


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 4.5.6. Perkembangan IT Menurut Provinsi, 2020 – 2022

Tahun
Pertumb.
No. Provinsi Januari-Oktober Okt'22 thd
2020 2021 Okt'21 (%)
2021 2022
1 Aceh 103,64 108,26 107,47 117,55 9,38
2 Sumatera Utara 114,75 127,25 125,62 134,87 7,37
3 Sumatera Barat 106,55 116,57 115,52 124,96 8,17
4 Riau 124,78 149,01 146,08 159,93 9,48
5 Jambi 113,07 135,86 133,26 149,59 12,25
6 Sumatera Selatan 100,25 115,80 114,55 122,57 7,00
7 Bengkulu 120,10 142,81 139,97 150,56 7,57
8 Lampung 100,23 109,37 108,27 118,25 9,22
9 Kep. Bangka Belitung 107,80 133,75 131,01 142,85 9,04
10 Kepulauan Riau 102,98 109,51 108,84 116,30 6,85
11 DKI Jakarta 102,37 104,53 104,08 108,99 4,71
12 Jawa Barat 106,96 105,30 105,11 109,91 4,56
13 Jawa Tengah 108,17 109,25 108,60 117,71 8,38
14 DI Yogyakarta 107,78 105,88 105,49 112,74 6,87
15 Jawa Timur 107,49 108,82 108,31 115,13 6,30
16 Banten 109,36 108,26 108,06 113,04 4,61
17 Bali 99,03 99,89 99,41 106,00 6,63
18 Nusa Tenggara Barat 112,69 114,67 114,75 116,86 1,84
19 Nusa Tenggara Timur 101,60 101,82 101,68 104,10 2,38
20 Kalimantan Barat 113,53 136,76 133,51 156,13 16,94
21 Kalimantan Tengah 110,07 128,87 126,06 140,90 11,77
22 Kalimantan Selatan 106,16 115,08 114,29 120,33 5,29
23 Kalimantan Timur 116,56 128,25 126,46 138,26 9,33
24 Kalimantan Utara 107,42 111,69 111,08 117,53 5,80
25 Sulawesi Utara 104,33 116,04 115,13 121,82 5,82
26 Sulawesi Tengah 102,22 109,19 108,18 115,72 6,97
27 Sulawesi Selatan 101,56 105,51 105,06 110,64 5,32
28 Sulawesi Tenggara 100,47 105,45 104,85 110,23 5,13
29 Gorontalo 103,70 110,01 109,43 114,83 4,93
30 Sulawesi Barat 115,39 132,28 130,28 133,13 2,19
31 Maluku 102,84 109,35 108,63 116,88 7,60
32 Maluku Utara 101,60 110,20 109,26 119,25 9,15
33 Papua Barat 106,13 107,63 107,54 110,25 2,52
34 Papua 106,80 107,37 107,64 107,74 0,10
Sumber : BPS
Keterangan : Tahun 2020-2022 menggunakan tahun dasar 2018 (2018=100)

Pada tahun 2021, peningkatan tertinggi harga jual produk


pertanian jika dibandingkan dengan tingkat harga jual produk pertanian
tahun 2018, terjadi di Provinsi Riau yang mencapai 49,01% dan yang
terendah terjadi di Provinsi Bali sebesar -0,11% (Tabel 4.5.6).
Rata-rata harga jual produk pertanian atau IT bulan Januari-
Oktober tahun 2022 tertinggi terjadi di Provinsi Riau dengan IT sebesar
159,93 yang menunjukkan bahwa rata-rata tingkat harga jual produk
pertanian di Riau selama periode Januari-Oktober tahun 2022 lebih

98 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

besar 59,93% dibandingkan harga produk pertanian tahun 2018.


Sementara itu rata-rata harga jual produk pertanian terendah pada
periode yang sama tahun 2022 terjadi di Provinsi NTT yaitu sebesar
104,10, yang berarti bahwa rata-rata tingkat harga jual produk pertanian
di NTT selama periode Januari-Oktober tahun 2022 lebih besar 4,10%
dibandingkan harga produk pertanian tahun 2018.
Perkembangan rata-rata tingkat harga jual produk pertanian atau
IT selama periode Januari-Oktober tahun 2022 dibandingkan tahun 2021
periode yang sama menunjukkan peningkatan pada semua provinsi.
Peningkatan tertinggi dari harga jual produk pertanian atau IT pada
periode tersebut adalah di Provinsi Kalimantan Barat yang mencapai
16,94%, IT Provinsi Kalimantan Barat Januari-Oktober tahun 2021
sebesar 133,51 dan meningkat di tahun 2022 menjadi 156,13.
Pertumbuhan tingkat harga jual produk pertanian atau IT terendah pada
periode yang sama adalah di Provinsi Papua yang mengalami
peningkatan sebesar 0,10% dari periode Januari-Oktober tahun 2021
yang sebesar 107,64 menjadi 107,74 pada tahun 2022 periode yang
sama (Tabel 4.5.6).
Jika dibandingkan dengan rata-rata tingkat harga kebutuhan petani
pada tahun 2018, maka peningkatan tertinggi rata-rata tingkat harga
kebutuhan petani pada tahun 2020 terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah
yang mencapai 7,29% dan terendah terjadi di Provinsi DKI Jakarta
dengan peningkatan sebesar 2,84%. Pada tahun 2021, rata-rata tingkat
harga kebutuhan petani atau IB tertinggi terjadi di Provinsi Banten yaitu
sebesar 109,97, yang berarti bahwa tingkat harga kebutuhan petani di
Banten selama tahun 2021 lebih tinggi 9,97% dibandingkan tingkat
kebutuhan petani tahun 2018. Sedangkan rata-rata tingkat harga
kebutuhan petani atau IB terendah terjadi di Provinsi DKI Jakarta yaitu
sebesar 103,52, yang berarti bahwa tingkat harga kebutuhan petani di
DKI Jakarta selama tahun 2021 lebih tinggi 3,52% dibandingkan tingkat
kebutuhan petani tahun 2018. Rata-rata tingkat harga kebutuhan petani

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 99


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

atau IB tertinggi pada periode Januari-Oktober tahun 2022 terjadi di


Provinsi Kalimantan Tengah dengan nilai IB sebesar 114,98 yang
menunjukkan bahwa rata-rata tingkat harga kebutuhan petani di
Kalimantan Tengah selama Januari-Oktober tahun 2022 lebih tinggi
14,98% dibandingkan tingkat kebutuhan petani tahun 2018. Sementara
itu rata-rata tingkat harga kebutuhan petani yang terendah pada periode
tersebut terjadi di Provinsi DKI Jakarta yaitu sebesar 105,51 yang berarti
bahwa tingkat harga kebutuhan petani di DKI Jakarta selama Januari-
Oktober tahun 2022 lebih tinggi 5,51% dibandingkan tingkat kebutuhan
petani tahun 2018 (Tabel 4.5.8).
Perkembangan rata-rata tingkat harga kebutuhan petani atau IB
periode Januari-Oktober tahun 2022 dibandingkan tahun 2021 periode
yang sama menunjukkan peningkatan di semua provinsi di Indonesia.
Peningkatan tertinggi dari harga kebutuhan petani atau IB pada periode
tersebut adalah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang mencapai
6,91%, rata-rata IB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Januari-Oktober
tahun 2021 sebesar 105,90 dan meningkat di tahun 2022 menjadi
113,21. Pertumbuhan tingkat harga kebutuhan petani atau IB terendah
pada periode yang sama terjadi di Provinsi DKI Jakarta dengan
pertumbuhan sebesar 2,09% dari periode Januari-Oktober tahun 2021
yang sebesar 103,35 menjadi 105,51 pada tahun 2022 periode yang
sama.

100 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 4.5.7. Perkembangan IB Menurut Provinsi, 2020-2022


Tahun
Pertumb.
No. Provinsi Januari-Oktober Okt'22 thd
2020 2021 Okt'21 (%)
2021 2022
1 Aceh 104,97 106,98 106,82 110,06 3,03
2 Sumatera Utara 104,48 106,88 106,74 111,31 4,29
3 Sumatera Barat 105,92 108,33 108,05 113,31 4,86
4 Riau 105,05 107,42 107,12 112,22 4,76
5 Jambi 105,07 107,07 106,95 111,45 4,21
6 Sumatera Selatan 105,12 107,42 107,27 112,18 4,58
7 Bengkulu 105,26 107,70 107,41 113,44 5,62
8 Lampung 105,81 108,04 107,93 112,82 4,53
9 Kep. Bangka Belitung 103,70 106,40 105,90 113,21 6,91
10 Kepulauan Riau 103,82 104,91 104,75 108,23 3,33
11 DKI Jakarta 102,84 103,52 103,35 105,51 2,09
12 Jawa Barat 105,47 107,63 107,54 110,70 2,94
13 Jawa Tengah 106,27 108,85 108,62 113,58 4,57
14 DI Yogyakarta 106,58 108,73 108,40 114,81 5,91
15 Jawa Timur 106,67 108,80 108,63 112,68 3,73
16 Banten 106,94 109,97 109,83 113,84 3,65
17 Bali 105,05 107,59 107,44 111,41 3,70
18 Nusa Tenggara Barat 105,02 107,08 107,00 110,79 3,54
19 Nusa Tenggara Timur 105,90 106,93 106,91 109,20 2,14
20 Kalimantan Barat 104,67 106,27 106,03 110,67 4,38
21 Kalimantan Tengah 106,30 108,72 108,42 114,98 6,05
22 Kalimantan Selatan 105,13 106,96 106,74 111,66 4,60
23 Kalimantan Timur 104,67 106,05 105,87 110,26 4,15
24 Kalimantan Utara 104,54 105,52 105,43 108,14 2,57
25 Sulawesi Utara 105,60 108,67 108,60 111,16 2,36
26 Sulawesi Tengah 107,29 109,50 109,26 113,78 4,14
27 Sulawesi Selatan 104,74 107,06 106,94 110,37 3,21
28 Sulawesi Tenggara 104,27 106,34 106,13 109,94 3,59
29 Gorontalo 104,31 107,04 106,94 110,37 3,20
30 Sulawesi Barat 105,42 108,39 108,18 113,54 4,96
31 Maluku 106,27 108,12 108,02 111,36 3,10
32 Maluku Utara 105,25 107,59 107,42 111,68 3,97
33 Papua Barat 105,32 106,72 106,63 109,45 2,65
34 Papua 104,45 105,06 105,04 107,45 2,30
Sumber : BPS
Keterangan : Tahun 2020-2022 menggunakan tahun dasar 2018 (2018=100)

Rata-rata daya beli riil petani atau NTP tertinggi selama tahun
2020 terjadi di Provinsi Riau dengan NTP sebesar 118,79 yang
menunjukkan bahwa kesejahteraan petani di Riau selama tahun 2020
meningkat 18,79% dibandingkan tahun 2018. Sementara daya beli riil
petani terendah selama tahun 2020 terjadi di Provinsi Bali dengan NTP

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 101


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

sebesar 94,27 yang berarti bahwa kesejahteraan petani di Bali


mengalami penurunan sebesar 5,73% dibandingkan tahun 2018. Tahun
2021 NTP tertinggi terjadi di Provinsi Riau dengan NTP sebesar 138,72
yang menunjukkan bahwa kesejahteraan petani di Riau selama tahun
2021 meningkat 38,72% dibandingkan tahun 2018. Sementara daya beli
riil petani terendah selama tahun 2021 terjadi di Provinsi Bali dengan
NTP sebesar 92,84 yang berarti bahwa kesejahteraan petani di Bali
mengalami penurunan sebesar 7,16% dibandingkan tahun 2018 (Tabel
4.5.8).
Perkembangan daya beli riil petani atau NTP periode Januari-
Oktober tahun 2022 dibandingkan tahun 2021 periode yang sama
menunjukkan peningkatan di hampir semua provinsi kecuali di Provinsi
Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Barat, Papua dan Papua Barat.
Peningkatan tertinggi daya beli riil petani pada periode tersebut adalah
di Provinsi Kalimantan Barat yang mencapai 12,04%, rata-rata NTP
Kalimantan Barat Januari-Oktober tahun 2021 sebesar 125,92 dan
meningkat di tahun 2022 menjadi 141,08. Pertumbuhan terendah daya
beli riil petani pada periode yang sama terjadi di Provinsi Sulawesi Barat
dengan pertumbuhan sebesar -2,64% dari periode Januari-Oktober
tahun 2021 yang sebesar 120,43 menjadi 117,25 pada tahun 2022
periode yang sama.

102 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 4.5.8. Perkembangan NTP Menurut Provinsi, 2020-2022


Tahun
Pertumb.
No. Provinsi Januari-Oktober Okt'22 thd
2020 2021 Okt'21 (%)
2021 2022
1 Aceh 98,74 101,20 100,61 106,81 6,16
2 Sumatera Utara 109,83 119,06 117,69 121,17 2,96
3 Sumatera Barat 100,59 107,61 106,91 110,28 3,15
4 Riau 118,79 138,72 136,37 142,51 4,50
5 Jambi 107,62 126,89 124,60 134,23 7,72
6 Sumatera Selatan 95,37 107,80 106,79 109,26 2,31
7 Bengkulu 114,10 132,60 130,31 132,72 1,84
8 Lampung 94,73 101,23 100,31 104,82 4,49
9 Kep. Bangka Belitung 103,95 125,71 123,72 126,18 1,99
10 Kepulauan Riau 99,19 104,38 103,91 107,45 3,40
11 DKI Jakarta 99,55 100,97 100,71 103,30 2,56
12 Jawa Barat 101,41 97,84 97,74 99,28 1,58
13 Jawa Tengah 101,79 100,37 99,98 103,63 3,64
14 DI Yogyakarta 101,12 97,38 97,32 98,20 0,91
15 Jawa Timur 100,77 100,02 99,71 102,17 2,48
16 Banten 102,27 98,44 98,38 99,29 0,93
17 Bali 94,27 92,84 92,53 95,14 2,83
18 Nusa Tenggara Barat 107,30 107,09 107,24 105,48 -1,64
19 Nusa Tenggara Timur 95,93 95,22 95,10 95,33 0,24
20 Kalimantan Barat 108,46 128,68 125,92 141,08 12,04
21 Kalimantan Tengah 103,55 118,53 116,27 122,55 5,40
22 Kalimantan Selatan 100,98 107,59 107,07 107,77 0,65
23 Kalimantan Timur 111,36 120,94 119,45 125,39 4,97
24 Kalimantan Utara 102,75 105,85 105,37 108,69 3,15
25 Sulawesi Utara 98,80 106,79 106,01 109,59 3,38
26 Sulawesi Tengah 95,27 99,72 99,01 101,70 2,72
27 Sulawesi Selatan 96,97 98,55 98,24 100,24 2,04
28 Sulawesi Tenggara 96,35 99,16 98,80 100,26 1,48
29 Gorontalo 99,42 102,77 102,32 104,04 1,68
30 Sulawesi Barat 109,45 122,04 120,43 117,25 -2,64
31 Maluku 96,77 101,14 100,57 104,96 4,36
32 Maluku Utara 96,52 102,43 101,71 106,78 4,99
33 Papua Barat 100,78 100,86 100,85 100,73 -0,13
34 Papua 102,25 102,19 102,47 100,27 -2,15
Sumber : BPS
Keterangan : Tahun 2020-2022 menggunakan tahun dasar 2018 (2018=100)

Jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2018 dan diasumsikan


pengeluaran petani hanya mempertimbangkan rata-rata tingkat harga
biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) atau tanpa
mempertimbangkan tingkat harga biaya konsumsi rumah tangga petani,
NTUP tertinggi selama tahun 2020 dan 2021 terjadi di Provinsi Riau

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 103


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

masing-masing sebesar 121,05 dan 140,32. Hal ini menunjukkan bahwa


kesejahteraan petani di Riau meningkat sebesar 21,05% pada tahun
2020 dan meningkat 40,32% pada tahun 2021 dibandingkan kondisi
tahun 2018. Sementara NTUP terendah selama tahun 2020 dan 2021
terjadi di Provinsi Bali yaitu masing-masing sebesar 94,57 dan 92,84,
yang menunjukkan bahwa tanpa memperhitungkan pengeluaran
konsumsi rumah tangga petani maka dapat dikatakan bahwa
kesejahteraan petani di Bali selama tahun 2020 menurun sebesar 5,43%
dan menurun sebesar 7,18% tahun 2021 dibandingkan tahun 2018
(Tabel 4.5.9).
Perkembangan NTUP periode Januari-Oktober tahun 2022
dibandingkan tahun 2021 periode yang sama menunjukkan peningkatan
di hampir semua provinsi kecuali di Provinsi Bengkulu, Kepulauan
Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi
Barat dan Papua. Peningkatan tertinggi NTUP pada periode tersebut
terjadi di Provinsi Kalimantan Barat sebesar 9,92%, rata-rata NTUP
Kalimantan Barat Januari-Oktober tahun 2021 sebesar 127,71 dan
meningkat di tahun 2022 menjadi 140,38. Pertumbuhan terendah NTUP
pada periode yang sama terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan
pertumbuhan sebesar -1,68% dari periode Januari-Oktober tahun 2021
yang sebesar 107,15 turun menjadi 105,35 pada tahun 2022 periode
yang sama (Tabel 4.5.9).

104 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

Tabel 4.5.9. Perkembangan NTUP Menurut Provinsi, 2020-2022


Tahun
Pertumb.
No. Provinsi Januari-Oktober Okt'22 thd
2020 2021 Okt'21 (%)
2021 2022
1 Aceh 99,75 102,50 101,97 107,60 5,52
2 Sumatera Utara 110,31 119,79 118,74 119,80 0,90
3 Sumatera Barat 102,44 108,45 107,95 108,99 0,96
4 Riau 121,05 140,32 138,61 138,88 0,20
5 Jambi 108,41 127,49 125,43 133,33 6,30
6 Sumatera Selatan 95,86 108,29 107,44 108,66 1,13
7 Bengkulu 112,94 130,21 128,35 127,54 -0,64
8 Lampung 95,69 102,29 101,49 106,07 4,52
9 Kep. Bangka Belitung 103,92 125,18 123,62 121,81 -1,46
10 Kepulauan Riau 100,34 105,34 104,89 107,05 2,06
11 DKI Jakarta 100,32 102,33 101,98 105,74 3,69
12 Jawa Barat 101,94 98,56 98,45 100,29 1,86
13 Jawa Tengah 101,36 99,44 99,03 103,65 4,67
14 DI Yogyakarta 101,14 97,06 96,88 99,06 2,25
15 Jawa Timur 100,81 99,59 99,27 102,44 3,19
16 Banten 102,03 98,20 98,13 100,14 2,05
17 Bali 94,57 92,82 92,59 95,38 3,01
18 Nusa Tenggara Barat 107,41 106,84 107,15 105,35 -1,68
19 Nusa Tenggara Timur 97,76 96,23 96,26 95,87 -0,40
20 Kalimantan Barat 110,36 130,31 127,71 140,38 9,92
21 Kalimantan Tengah 104,65 120,00 117,92 123,02 4,33
22 Kalimantan Selatan 102,14 108,43 108,01 108,01 0,00
23 Kalimantan Timur 112,42 122,34 120,79 126,99 5,14
24 Kalimantan Utara 104,59 108,30 107,77 111,40 3,36
25 Sulawesi Utara 99,21 107,81 107,15 109,91 2,58
26 Sulawesi Tengah 97,25 101,21 100,56 102,14 1,57
27 Sulawesi Selatan 97,79 99,36 99,07 101,28 2,23
28 Sulawesi Tenggara 96,97 99,15 98,84 99,47 0,64
29 Gorontalo 100,94 105,29 104,87 106,85 1,88
30 Sulawesi Barat 110,77 124,61 122,90 120,94 -1,60
31 Maluku 100,58 106,26 105,65 111,94 5,95
32 Maluku Utara 97,37 104,61 103,84 109,53 5,48
33 Papua Barat 102,83 103,05 103,08 103,49 0,39
34 Papua 104,81 104,71 105,01 103,56 -1,38
Sumber : BPS
Keterangan : Tahun 2020-2022 menggunakan tahun dasar 2018 (2018=100)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 105


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

V. PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis kesejahteraan petani tersebut di atas,


beberapa poin pentingnya adalah:
1. IPM Indonesia periode 2019-2021 termasuk dalam kategori tinggi
dengan besaran indeks yang meningkat setiap tahunnya. Tahun
2019 IPM Indonesia sebesar 71,92 kemudian meningkat pada tahun
2020 menjadi 71,94 dan tahun 2021 kembali naik menjadi 72,29.
2. Persentase jumlah RTP di Indonesia berdasarkan Susenas tahun
2022 adalah sekitar 26,21% dari total RT dan terjadi kenaikan
sebesar 0,61% dari tahun 2021. Persentase rumah tangga usaha di
pertanian per Subsektor pada tahun 2022, didominasi oleh rumah
tangga pertanian Subsektor tanaman pangan mencapai 15,14%,
disusul rumah tangga Subsektor perkebunan sebesar 6,70%,
Subsektor hortikultura sebesar 2,36%, Subsektor peternakan sekitar
2,01% dan buruh tani sekitar 8,89%
3. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga usaha di pertanian masih
sangat rendah, selama tahun 2020 – 2022 sekitar 30 – 40% hanya
tamat SD dan 39% tidak sekolah/tidak tamat SD. Persentase kepala
rumah tangga yang memiliki ijazah pendidikan tinggi
(Akademi/perguruan tinggi) meningkat pada tahun 2022 menjadi
10,20% dimana sebelumnya pada tahun 2021 hanya sebesar 9,68%
4. Sebagian besar RTP pada tahun 2022 memiliki rumah dengan
status kepemilikan milik sendiri dengan jenis atap dominan genteng
(Jawa) atau seng (Luar Jawa). Dinding terluas di RTP adalah tembok
dan lantainya keramik (Jawa) atau semen (Luar Jawa).
5. Persentase pengeluaran untuk makanan masih mendominasi pola
pengeluaran rumah tangga pertanian di Indonesia, tahun 2022
sebesar 57,66%. Pengeluaran untuk makanan di tahun 2022
mengalami kenaikan sebesar 4,70% dari tahun 2021.

106 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

6. penduduk miskin pada Maret 2020 tercatat sebesar 26,42 juta orang
atau 9,78% dari jumlah penduduk Indonesia dan meningkat pada
tahun 2021 menjadi 27,54 juta orang atau 10,14% sebagai dampak
Pandemi Covid 19, kemudian tahun 2022 menurun menjadi 26,16
juta orang atau 9,54% dari jumlah penduduk Indonesia
7. Nilai indeks Gini RTP tahun 2022 adalah sebesar 0,310 yang secara
nasional Gini Ratio cenderung stabil di rumah tangga petani (RTP).
Sementara di tahun 2022 untuk rumah tangga non pertanian terjadi
ketimpangan yang lebih melebar antar rumah tangganya.
8. Nilai tambah pertanian per tenaga kerja memberikan gambaran
tentang produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian. Makin besar
pendapatan atau penghasilan tenaga kerja/ petani maka semakin
besar kemampuan tenaga kerja untuk mengakses pangan dengan
pola gizi seimbang.
9. Pada tahun 2021 nilai tambah pertanian per tenaga kerja tertinggi
terdapat pada Provinsi Riau yaitu sebesar Rp 186.128.829 per
tenaga kerja, sedangkan nilai tambah pertanian terendah terdapat di
Provinsi Papua sebesar Rp 19.838.286 per tenaga kerja
10. NTP nasional gabungan tahun 2021 sebesar 104,64 menunjukkan
daya beli riil petani pada tahun 2021 lebih tinggi 2,95% dibanding
daya beli riil petani tahun 2020. NTP nasional gabungan tahun
2022(Januari-Oktober) sebesar 107,11 yang menunjukkan bahwa
daya beli riil petani tahun 2022 lebih tinggi 2,98% dibandingkan daya
beli riil petani tahun 2021.
11. Rata-rata nilai IT bulan Januari-Oktober tahun 2022 mengalami
peningkatan sebesar 7,05% dibanding tahun 2021 periode yang
sama, sementara nilai IB dari usaha taninya pada periode tersebut
naik sebesar 4,10%. Laju peningkatan nilai IT yang sedikit lebih
besar dari laju biaya usaha tani yang dikeluarkan mengakibatkan
NTUP bulan Januari-Oktober tahun 2022 meningkat dibanding
tahun 2021 periode yang sama yaitu sebesar 2,83%.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 107


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

108 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Analisis Kesejahteraan Petani 2022

DAFTAR PUSTAKA

BPS, Survey Sosial Ekonomi Nasional, Susenas 2021, Badan Pusat


Statistik, Jakarta

BPS, 2018, Sensus Pertanian, Badan Pusat Statistik, Jakarta

BPS. 2013. Diagram Timbang Nilai Tukar Petani 2012. BPS. Jakarta.

BPS. 2013. Nilai Tukar Petani dan Survei Penyempurnaan Diagram


Timbang (SPDT) 2012. BPS. Jakarta.

BPS. 2021. Nilai Tukar Petani. 2021. Jakarta

BPS. 2019. Penghitungan dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia


2019. BPS. Jakarta.

BPS. 2021. Penghitungan dan Analisis Kemiskinan Makro


Indonesia Tahun 2021. BPS, Jakarta.

BPS. 2020. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). BPS.


Jakarta.

BPS. 2021. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). BPS.


Jakarta.

Muchjidin, dkk. 2000. Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani.


Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan
Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian.

Suhariyanto K., 2010. Indikator Kesejahteraan Petani. Badan Pusat


Statistik (BPS) Jakarta.

Imawan, Wynandin. 2017. Indeks Komposit Kesejahteraan Petani.


Tayangan disampaikan pada workshop Pusdatin Kementan.
Jakarta

Anonimous, 2018. http://digilib.unila.ac.id/3181/16/BAB%20II.pdf


[terhubung berkala]

Anonimous, 2018. http://www.cifor.org/publications/pdf_files/Books/


BCahyat0701I.pdf [terhubung berkala]

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 109

Anda mungkin juga menyukai